• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA JUAL GABAH PETANI DI SERDANG BEDAGAI (Studi Kasus: Desa Melati II, Kecamatan Perbaungan) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA JUAL GABAH PETANI DI SERDANG BEDAGAI (Studi Kasus: Desa Melati II, Kecamatan Perbaungan) SKRIPSI"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA JUAL GABAH PETANI DI SERDANG BEDAGAI

(Studi Kasus: Desa Melati II, Kecamatan Perbaungan)

SKRIPSI

THERESIA R. DAMANIK 080304044

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013

(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA JUAL GABAH PETANI DI SERDANG BEDAGAI

(Studi Kasus: Desa Melati II, Kecamatan Perbaungan)

SKRIPSI

THERESIA R. DAMANIK 080304044

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh, Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Ir. Luhut Sihombing, MP Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec NIP. 196510081992031001 NIP. 196302041997031001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

THERESIA R. DAMANIK (080304044), dengan judul skripsi Analisis Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Harga Jual Gabah Petani di Serdang Bedagai, Desa Melati II, Kecamatan Perbaungan, di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor teknis yang mempengaruhi harga jual gabah petani di daerah penelitian, untuk menganalisis faktor-faktor non teknis yang mempengaruhi harga jual gabah petani di daerah penelitian, untuk mengetahui bagaimana kecenderungan perkembangan harga gabah di Kabupaten Serdang Bedagai dan untuk mengetahui upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah memitigasi faktor-faktor teknis dan faktor-faktor non teknis yang mempengaruhi harga jual gabah petani di daerah penelitian.

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara sengaja dengan simple random sampling. Metode analisis yang digunakan adalah model penduga regresi linier berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS), analisis deskriptif dengan trend linier serta analisis deskriptif dengan metode wawancara.

Hasil penelitian menyimpulkan di daerah penelitian faktor-faktor teknis yang mempengaruhi harga gabah adalah upah tenaga kerja dan biaya benih. Setiap penambahan upah tenaga kerja, biaya benih dan biaya pupuk akan meningkatkan harga gabah; faktor non teknis yang mempengaruhi harga gabah adalah kondisi cuaca; kecenderungan harga gabah di Kabupaten Serdang Bedagai fluktuatif dan meningkat dalam kurun waktu 2009-2012; upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk memitigasi faktor-faktor teknis dan non teknis yang mempengaruhi harga gabah yaitu pengadaan program PPBN (Peningkatan Produksi Beras Nasional), SLPTT (Sekolah Lapang Pengolahan Tanaman Terpadu) dan penyaluran pupuk bersubsidi melalui kelompok tani.

Kata kunci: gabah, harga jual gabah, faktor teknis, faktor non teknis, pemerintah

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 23 September 1990.

Merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari Bapak Rasen Damanik (Alm) dan Ibu Marince Siringoringo.

Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

1) Tahun 2002 lulus dari Sekolah Dasar Negeri 064005 Medan

2) Tahun 2005 lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 45 Medan 3) Tahun 2008 lulus dari Sekolah Menengah Atas Budi Murni 1 Medan 4) Tahun 2008 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara melalui jalur regular Ujian Masuk Bersama (UMB)

Pada bulan Juli-Agustus 2012, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Silo Baru, Kecamatan Silo Laut, Kabupaten Asahan, dan pada tahun yang sama di bulan Desember penulis melaksanakan penelitian skripsi di Desa Melati II, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan, antara lain: Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP), Ikatan Mahasiswa Katolik (IMK) St. Fransiskus Xaverius Fakultas Pertanian dan Paduan Suara Mahasiswa (PSM) Universitas Sumatera Utara.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan keajaibanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga Jual Gabah Petani di Serdang Bedagai”.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga gabah kering panen di daerah penelitian.

Dengan penuh sukacita dan syukur penulis menyampaikan rasa terima kasih secara khusus kepada kedua orang tua penulis yaitu Bapak R. Damanik, S.Pd.

(Alm) dan Ibu M. Siringoringo, S.Pd. yang telah memberikan cinta, berkat, waktu, pendidikan dan segala dukungan non materi maupun materi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada saudara kandung penulis yaitu Yosef Damanik, SH dan Petrus Damanik, SH, Rudolf Damanik, ST, Sudarsono Malau, S.Sn dan Rocky Damanik, ST atas waktu, motivasi dan semangat yang diberikan kepada penulis serta Johannes James F. atas kehadirannya yang luar biasa bagi penulis selama ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

• Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku anggota komisi pembimbing, yang telah memberikan arahan, bimbingan dan juga motivasi bagi penulis dalam pengerjaan skripsi ini.

• Ibu Dr. Ir. Salmiah MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian USU dan Dr. Ir. Satia Negara Lubis M.Ec, selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian USU yang telah memberi kemudahan baik dalam perkuliahan maupun kegiatan kampus.

• Seluruh dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian USU yang telah memberikan pembekalan ilmu pengetahuan selama proses perkuliahan.

• Staf pegawai Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian USU yang telah memberikan kemudahan dalam administrasi kampus.

(6)

• Seluruh petani responden terkhusus Bapak Legiman dan Bapak Sugiyono selaku petugas penyuluh lapang (PPL) di daerah penelitian serta Bapak Supardi selaku Kepala Desa di daerah penelitian yang telah membantu penulis dalam memperoleh data yang dibutuhkan selama pelaksanaan penelitian.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman di Fakultas Pertanian USU khususnya SEP 08 yang telah banyak memberikan pengalaman selama masa perkuliahan dan proses pengerjaan skripsi ini. Secara khusus pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Dear Siburian atas menjadi sahabat yang baik, Joan Siallagan dan Kak Ria Barus yang telah banyak membantu dalam proses pengerjaan skripsi ini, The Karaoke Souldier (Steffi, Gibran dan Sarah) untuk moment-moment terbaik dan teman-teman satu dosen pembimbing. Terima kasih untuk Dimas Estu Hananta, ophoenks’ group (Reni, Vides, Hesti, Melina, Betha), teman-teman KSE Medan, teman-teman IMK St Fransiskus Xaverius FP USU, Ika IMK St Fransiskus Xaverius FP USU serta PSM USU terkhusus Bang Altur, Bang Alan, yang menjadi sahabat/saudara yang mendukung dan memotivasi penulis.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi pemikiran bagi semua pihak yang berkepentingan.

Medan, Mei 2013

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Indentifikasi Masalah ... 7

1.3.Tujuan Penulisan ... 7

1.4. Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka ... 8

2.1.1. Tinjauan Aspek Agronomi Tanaman Padi ... 8

2.1.2. Tinjauan Aspek Sosial Ekonomi Gabah ... 12

2.2. Landasan Teori ... 15

2.3. Kerangka Pemikiran ... 18

2.4. Hipotesis Penelitian ... 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 23

3.2. Metode Pengambilan Sampel ... 24

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 24

3.4. Metode Analisis Data ... 24

3.5. Defenisi dan Batasan Operasional 3.5.1. Defenisi Operasional ... 29

3.5.2. Batasan Operasional ... 30

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 4.1. Luas dan Tofografi Desa ... 31

4.2. Keadaan Penduduk ... 32

4.3. Luas Wilayah dan Penggunaan Tanah ... 33

4.4. Sarana dan Prasarana ... 34

4.5. Karakteristik Sampel ... 35

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Gabah di Serdang Bedagai Kecamatan Perbaungan Desa Melati II ... 36

5.1.1. Uji Serempak (Uji F) ... 36

5.1.2. Uji Parsial ... 37

5.1.3. Uji Asumsi Ordinary Least Square (OLS) ... 40

5.2. Uji Khi Kuadrat ... 44

5.3. Kecenderungan Perkembangan Harga Gabah di Kabupaten Serdang Bedagai ... 49

(8)

5.4. Upaya-upaya yang Telah Dilakukan Pemerintah Memitigasi

Faktor-Faktor Teknis dan Non Teknis yang Mempengaruhi Harga Gabah ... 52 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 54 6.2. Saran ... 57 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Hal

3

4.1

4.2

4.3

5.1 5.2

5.3 5.4 5.5

Luas Tanam, Panen, Puso dan Produksi Tanaman Pangan Kab.

Serdang Bedagai Tahun 2012 Komoditi Padi Sawah

Distribusi Penduduk Menurut Pekerjaan di Desa Melati II Tahun 2006

Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Formal di Desa Melati II Tahun 2006

Distribusi Luas Wilayah dan Penggunaan Tanah di Desa Melati II Tahun 2006

Hasil Analisis Pengaruh Variabel Secara Serempak

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Gabah di Desa Melati II Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

Hasil Uji Multikolinieritas menggunkan Statistik Kolinieritas Hasil Uji Normalitas Menggunakan Uji Kolmogrov-Smirnov Perkembangan Harga Gabah Kering Panen (GKP) per Bulan di Kabupaten Serdang Bedagai

23

32

33

34

37 37

41 43 44

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Hal

1

2

5.1 5.2 5.3

Perkembangan Harga Gabah Kering Panen (GKP) dan Harga Eceran Beras Medium di Sumatera Utara, April 20011- Maret 2012

Skema Kerangka Pemikiran Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Harga Gabah di Serdang Bedagai

Scatterplot Hasil Uji Heteroskesdasitas

Kurva Supply dan Demand Harga Gabah pada Saat Panen Raya Grafik Perubahan Harga Gabah Bulanan di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2009-2012

4

21

42 45 50

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul

1 2

3

4

5

6

7 8 9 10

11 12

Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Pemilik Penggarap di Desa Melati II Curahan dan Biaya Tenaga Kerja pada Usahatani Padi Sawah per Musim Tanam di Desa Melati II

Jumlah dan Biaya Bibit pada Usahatani Padi Sawah per Musim Tanam di Desa Melati II

Jumlah dan Biaya Pestisida pada Usahatani Padi Sawah per Musim Tanam di Desa Melati II Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Jumlah dan Total Biaya Peupuk pada Usahatani Padi Sawah per Musim Tanam di Desa Melati II

Jumlah Produksi dan Penerimaan Usahatani Padi Sawah per Musim Tanam di Desa Melati II

Data Input Analisis Regresi Linier Berganda Hasil Olahan Data Menggunakan SPSS Regresi

Hasil Olahan Data Menggunakan SPSS Uji Normalitas

Persepsi Petani Sampel Tentang Faktor-Faktor non Teknis yang Mempengaruhi Harga Gabah di Desa Melati II Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

Hasil Olahan Data Menggunakan SPSS

Hasil Olahan Data Menggunakan SPSS Trend Linier

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gabah merupakan komoditas strategis yang menentukan volume beras. Seperti yang kita ketahui bahwa beras merupakan komoditas penting bagi pemerintah Indonesia. Komoditi ini sangat berkaitan erat dengan hajat hidup orang banyak, sehingga berbagai permasalahan yang terkait dengan komoditi ini rawan sekali untuk dipolitisir. Persoalan klasik pada komoditi ini berpangkat pada adanya dua tujuan yang harus dicapai sekaligus dan terkadang keduanya cenderung bertolak belakang, yaitu mempertahankan harga yang baik di tingkat produsen namun pada saat yang sama juga tidak terlalu memberatkan konsumen. Persoalan bertambah pelik karena komoditi ini ditanam secara serentak pada musim tertentu, sehingga berlebihnya pasokan pada saat panen dan langkanya pasokan disaat panceklik menjadi suatu fenomena rutin setiap tahunnya (Deptan, 2006).

Dalam perdagangan komoditas, gabah merupakan tahap yang penting dalam pengolahan padi sebelum dikonsumsi karena perdagangan padi dalam partai besar dilakukan dalam bentuk gabah. Gabah adalah bulir buah tanaman padi(Oryza Sativa Linaeus) yang telah dilepaskan dari tangkainya dengan cara dirontokkan

(Anonimus, 2012).

Pasar gabah sangat dipengaruhi oleh sifat produksi (panen) usaha tani padi, sifat produk gabah dan karakteristik petani. Pertama, produksi padi bersifat musiman dan rentan terhadap resiko alam (anomali iklim dan serangan hama-penyakit) sehingga penawaran gabah sangat fluktuatif baik secara reguler (dapat diantisipasi) menurut musim maupun secara irreguler (tidak dapat diantisipasi)

(13)

akibat gagal panen oleh bencana alam. Usaha tani secara intrinsik mengandung resiko produksi (production risk) yang tinggi. Resiko produksi padi yang tinggi merupakan ancaman bagi ketahanan pangan nasional, serta akan menimbulkan inefisiensi ekonomi sehingga secara ekonomi layak untuk dikelola pemerintah diantaranya melalui intervensi pasar.

Kedua, petani padi memiliki daya tawar-menawar yang lemah dalam perdagangan gabah karena volume surplus jualnya umumnya kecil, kemampuan menyimpan gabahnya rendah dan desakan akan kebutuhan likuiditas sangat tinggi. Petani umumnya menjual gabah segera setelah panen dalam bentuk gabah kering panen (GKP). Di sisi lain, kualitas gabah petani sangat dipengaruhi oleh cuaca pada saat panen. Pada saat hujan atau cuaca mendung kualitas GKP sangat rendah (berkadar air tinggi). Dengan karakteristik demikian, pasar gabah tersegmentasi secara lokal sedangkan penawaran gabah petani sangat tidak elastik. Pasar gabah lokal di tingkat petani tidak sempurna sehingga menciptakan inefisiensi dan sangat tidak adil (merugika petani, menguntungkan pedagang). Kegagalan pasar gabah lokal di tingkat petani inilah yang menjadi alasan kuat masih perlu adanya intervensi pasar pemerintah.

Perdagangan gabah dan beras, sebagaimana perdagangan komoditi pertanian lainnya, berjenjang dari pedagang tingkat desa sampai pengecer di wilayah konsumen. Bagi pedagang di tingkat desa, umumnya memiliki usaha penggilingan pai, pada saat musim hujan biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan GKP sampai menjadi beras untuk setiap kilogram gabah yang mereka beli, lebih besar dari GKG. Pada saat musim kemarau, biaya yang dikeluarkan relatif sama perbedaannya hanya untuk biaya jemur dan itu jumlahnya relatif kecil. Keadaan

(14)

ini membawa konsekwensi besar bagi margin keuntungan yang diperoleh pedagang, pada saat musim hujan rata-rata margin keuntungan dari GKG sekitar 30% sampai tiga kali lipat dari keuntungan GKP. Inilah juga yang menyebabkan kenapa harga jual GKP semakin terpuruk pada saat musim hujan, selain jumlah produksi melimpah, pedagang kurang mempunyai insentif untuk membeli dalam bentuk GKP. Keadaan sebaiknya pada saat musim kemarau, pedagang mempunyai insentif untuk membeli dalam bentuk GKP, karena selain perbedaan biaya yang dikeluarkan dengan pembelian GKG relatif kecil, pedagang mendapatkan daya tambah yang menarik dari rendemen GKP-GKG. Sehingga secara rata-rata tingkat keuntungan yang diperoleh pedagang pada saat musim kemarau lebih besar pada pembelian dalam bentuk GKP

(Simatupang, P., S. Mardianto dan M. Maulana. 2005).

Menurut Biro Pusat Statistik produksi padi tahun 2011 (ASEM) sebesar 65,74 juta ton Gabah Kering Giling (GKG), mengalami penurunan sebesar 0,73 juta ton (1,10 persen) dibandingkan tahun 2010. Pada tahun 2011 puncak panen padi pertama terjadi pada bulan Maret dan kedua pada bulan Agustus. Menurut Ellis (1993) dengan produksi yang bersifat musiman, sifat sangat rentannya produksi terhadap serangan hama dan penyakit, dan adanya bencana alam setiap tahun menyebabkan usahatani padi memiliki resiko yang sangat tinggi. Sebagai akibatnya penawaran gabah berfluktuasi sangat tinggi, baik antar musim maupun antar tahun. Fluktuasi penawaran gabah berakibat juga pada berfluktuasinya harga gabah. Oleh karena itu untuk menjaga fluktuasi harga gabah jangan terlalu tinggi, maka pemerintah merasa perlu melakukan intervensi terhadap kestabilan harga gabah petani.

(15)

Pada Maret 2012, rata-rata harga gabah kualitas GKP di petani dan penggilingan masing-masing Rp3.621,41 per kg (turun 12,87 persen) dan Rp3.692,51 per kg (turun 12,76 persen) dibandingkan harga gabah kualitas yang sama bulan sebelumnya. Harga gabah tertinggi dan terendah di petani masing-masing Rp5.533,90 per kg dan Rp2.700,00 per kg, dapat dilhat pada Gambar 1.

Gambar 1. Perkembangan Harga Gabah Kering Panen (GKP) dan Harga Eceran Beras Medium di Sumatera Utara, April 20011- Maret 2012

Keterangan:

Harga GKP

Harga Beras Medium

Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan ProvinsiSumatera Utara (diolah)

Beras yang merupakan komoditas penting pemerintah Indonesia dalam kaitan dengan lemahnya posisi tawar petani padi ditetapkan kebijakan harga dasar gabah untuk menguatkan posisi tawar petani padi. Harga dasar dimaksudkan agar petani yang bertindak sebagai produsen, tidak mengalami kerugian atas komponen- komponen biaya produksi dan pengeluaran lain yang dikeluarkan selama proses produksi. Tetapi pada kenyataannya harga jual gabah masih dibawah harga dasar yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia, terutama pada saat terjadi panen raya (Mardianto, dkk, 2005).

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

(16)

Secara umum sarana yang dimiliki petani dalam pengelolaan gabah masih kurang memadai, seperti tidak memiliki lantai jemur untuk pengeringan gabah dan tidak memiliki gudang untuk penyimpanan. Di samping itu petani memiliki posisi tawar yang lemah dalam tataniaga beras dan kebanyakan, karena satu dan lain hal, berkeinginan segera mendapat uang tunai setelah panen. Dengan kondisi seperti ini petani sering menjual gabahnya dalam bentuk gabah kering panen atau menurut Widia (1989) menjual sebelum panen (sistem tebasan).

Yang sering menjadi masalah adalah rendahnya kualitas gabah yang dijual karena tingginya kadar air akibat cuaca mendung yang kerap terjadi pada musim hujan.

Simatupang (2001) menyatakan dengan karakteristik petani seperti ini, pasar gabah bersifat monopsonistik dan tersegmentasi secara lokal sedangkan penawaran gabah sangat tidak elastis. Pasar gabah lokal ditingkat petani tidak bersaing sempurna sehingga menciptakan inefisiensi dan sangat merugikan petani dan menguntungkan pedagang. Kegagalan pasar gabah lokal inilah yang menjadi alasan kuat masih perlunya intervensi pemerintah dalam pasar gabah

(Suparmin, 2007).

Faktor lain yang turut mempengaruhi harga gabah adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan selama usahatani dan produksi padi. Bagi petani tradisional biasanya jumlah tenaga kerja yang digunakan tidak efisien dan ini berkaitan erat dengan waktu dan biaya produksi. Hal ini disebabkan penggunaan tenaga kerja dengan luas lahan tidak seimbang. Selain itu banyak dari waktu yang harusnya digunakan untuk menggarap sawah digunakan untuk hal-hal lain, sehingga pekerjaan yang seharusnya dikerjakan menjadi telantar. Selain faktor sumberdaya, faktor-faktor yang juga turut mempengaruhi harga gabah yaitu penggunaan pupuk

(17)

dan pestisida yang tepat dalam produksi padi. Kelebihan penggunaan pupuk dan pestisida dapat berdampak pada peningkatan biaya produksi, sementara bila kekurangan pupuk dan pestisida akan memyebabkan penurunan produksi. Jenis varietas benih juga turut mempengaruhi produksi padi. Varietas unggul merupakan salah satu komponen teknologi yang penting untuk meningkatkan produksi.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1) Apa faktor-faktor teknis yang mempengaruhi harga jual gabah petani?

2) Apa faktor-faktor non teknis yang mempengaruhi harga jual gabah petani?

3) Bagaimana kecenderungan perkembangan harga gabah di Kabupaten Serdang Bedagai?

4) Apa upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah memitigasi faktor- faktor teknis dan non teknis yang mempengaruhi harga jual gabah petani?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Menganalisis faktor-faktor teknis yang mempengaruhi harga jual gabah petani.

2) Menganalisis faktor-faktor non teknis yang mempengaruhi harga jual gabah petani.

(18)

3) Mengetahui bagaimana kecenderungan perkembangan harga gabah di Kabupaten Serdang Bedagai.

4) Mengetahui upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah memitigasi faktor-faktor teknis dan non teknis yang mempengaruhi harga jual gabah petani.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian dalam hal ini diharapkan dapat berguna antara lain sebagai berikut:

1) Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti lainnya yang berhubungan dengan substansi penelitian ini.

2) Sebagai bahan informasi dan studi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Tinjauan Aspek Agronomi Tanaman Padi

Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian kuno berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis.

Bukti sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada 3.000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar 100-800 SM. Selain Cina dan India, beberapa wilayah asal padi adalah, Bangladesh Utara, Burma, Thailand, Laos, Vietnam.

Padi tumbuh baik di daerah tropis maupun sub-tropis. Untuk padi sawah, ketersediaan air yang mampu menggenangi lahan tempat penanaman sangat penting. Oleh karena air menggenang terus-menerus maka tanah sawah harus memiliki kemampuan menahan air yang tinggi, seperti tanah lempung. Untuk kebutuhan air tersebut, diperlukan sumber mata air yang besar, kemudian ditampung dalam bentuk waduk(danau). Dari waduk inilah sewaktu-waktuair dapat dialirkan selama periode pertumbuhan padi sawah (Suparyono dan Setyono, 1997).

Ada beberapa tahapan yang dilakukan para petani dalam malakukan budi daya padi sawah diantaranya yaitu : persemaian, pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, penyiangan, pengendalian dan pemberantasan hama dan penyakit serta panen.

(20)

1) Persemaian

Persemaian dilakukan 25 hari sebelum masa tanam, persemaian dilakukan pada lahan yang sama atau berdekatan dengan petakan sawah yang akan ditanami, hal ini dilakukan agar bibit yang sudah siap dipindah, waktu dicabut dan akan ditanam mudah diangkut dan tetap segar. Bila lokasi jauh maka bibit yang diangkut dapat stress bahkan jika terlalu lama menunggu akan mati,

2) Pengolahan Tanah

Pengolahan bertujuan untuk mengubah sifat fisik tanah agar lapisan yang semula keras menjadi datar dan melumpur. Dengan begitu gulma akan mati dan membusuk menjadi humus, aerasi tanah menjadi lebih baik, lapisan bawah tanah menjadi jenuh air sehingga dapat menghemat air. Pada pengolahan tanah sawah ini, dilakukan juga perbaikan dan pengaturan pematang sawah serta selokan.

Pematang (galengan) sawah diupayakan agar tetap baik untuk mempermudah pengaturan irigasi sehingga tidak boros air dan mempermudah perawatan tanaman. Tahapan pengolahan tanah sawah pada prinsipnya mencakup kegiatan–

kegiatan pembersihan, pencangkulan, dan pembajakan, 3) Pelaksanaan Tanam

Setelah persiapan lahan beres maka bibit pun siap ditanam. Bibit biasanya dipindah saat umur 20–25 hari. Bibit ditanam dengan cara dipindah dari bedengan persemaian ke petakan sawah, dengan cara bibit dicabut dari bedengan persemaian dengan menjaga agar bagian akarnya terbawa semua dan tidak rusak.

Setelah itu bibit dikumpulkan dalam ikatan-ikatan lalu ditaruh disawah dengan sebagian akar terbenam ke air. Jarak tanam padi biasanya 20 x 20 cm,

(21)

4) Pemupukan Tanah

Tanaman padi yang dibudidayakan cenderung kekurangan unsur hara bagi tanaman, oleh karena itu diperlukan penambahan unsur hara yang berasal dari pupuk organik maupun pupuk anorganik. Dosis pupuk tanaman padi sawah sangat dipengaruhi oleh jenis dan tingkat kesuburan tanah, sejarah pemupukan yang diberikan dan jenis padi yang ditanam,

5) Penyiangan (pengendalian gulma)

Perawatan dan pemelihraan tanaman sangat penting dalam pelaksanaan budidaya padi sawah. Hal-hal yang sering dilakukan oleh para petani adalah penyiangan (pengendalian gulma). Gulma merupakan tumbuhan pengganggu yang hidup bersama tanaman yang dibudidayakan,

6) Penyemprotan

Hama yang sering ditemukan menyerang tanaman padi sawah adalah penggerek batang padi, walang sangit, wereng dan belalang. Pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan para petani adalah dengan menggunakan pestisida untuk lahan seluas satu hektar petani hanya membutuhkan 2 orang tenaga kerja dan dalam waktu satu hari pemyemprotan tersebut dapat diselesaikan,

7) Panen

Hasil padi yang berkualitas tidak hanya diperoleh dari penanganan budi daya yang baik saja, tetapi juga didukung oleh penanganan panennya. Waktu panen padi yang tepat yaitu jika gabah telah tua atau matang. Waktu panen tersebut berpengaruh terhadap jumlah produksi, mutu gabah, dan mutu beras yang akan dihasilkan. Keterlambatan panen menyebabkan produksi menurun karena

(22)

gabah banyak yang rontok. Waktu panen yang terlalu awal menyebabkan mutu gabah rendah, banyak beras yang pecah saat digiling, berbutir hijau, serta berbutir kapur (Herawati, 2012).

Hasil panen usaha produksi padi oleh petani dijual dalam bentuk segar berupa gabah, kemudian diproses dan disimpan serta didistribusikan dalam bentuk beras oleh pelaku usaha pemasaran atau pedagang beras. Pelaku produksi (petani padi), hampir tidak mungkin untuk mengatur pasokan produk panen segar ke “pasar”, karena pembeli gabah bukan konsumen akhir, dan jumlah petani produsen padi sangat banyak serta tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Gabah dijual ke penggilingan dan kemudian dibeli oleh pedagang besar, yang selanjutnya pedagang besar ini akan menyimpan atau mendistribusikan berasnya ke pedagang pengecer di pasar. Oleh karena sifat pasar gabah dan pasar beras saling terpisah dan tidak terjadi langsung dari petani ke konsumen, maka manajemen produksi padi pada tingkat petani secara per orangan menjadi tidak efektif untuk mejaga stabilitas harga, apalagi untuk mengikat pelanggan.

Berdasarkan IPRI tentang kebijakan pengadaan gabah/beras dan penyaluran beras oleh Pemerintah, dari segi kualitasnya, gabah dapat dibedakan sebagai berikut:

1) Gabah Kering Panen(GKP) adalah gabah yang mengandung kadar air lebih besar dari 18% tetapi lebih kecil atau sama dengan 25%, hampa/kotoran lebih besar dari 6% tetapi lebih kecil atau sama dengan 10%, butir hijau/mengapur lebih besar dari 7% tetapi lebih kecil atau sama dengan 10%, butir kuning/rusak maksimal 3% dan butir merah maksimal 3%,

(23)

2) Gabah Kering Simpan(GKS) adalah gabah yang mengandung kadar air lebih besar dari 14% tetapi lebih kecil atau sama dengan 18%, kotoran/hampa lebih besar dari 3% tetapi lebih kecil atau sama dengan 6%, butir hijau/mengapur lebih besar dari 5% tetapi lebih kecil atau sama dengan 7%, butir kuning/rusak maksimal 3% dan butir merah maksimal 3%,

3) Gabah Kering Giling (GKG) adalah gabah yang mengandung kadar air maksimal 14%, kotoran/hampa maksimal 3%, butir hijau/mengapur maksimal 5%, butir kuning/rusak maksimal 3% dan butir merah maksimal 3%.

Kualitas gabah/beras juga mengikuti musim panen. Kualitas gabah pada musim panen gadu dan musim panen panceklik jauh lebih baik dibandingkan dengan musim panen raya. Membaiknya kualitas gabah/beras dalam dua musim tersebut disebabkan oleh cukupnya sinar matahari, rendahnya serangan hama dan penyakit, sehingga kandungan butir hampa, butir hijau dan butir kapur rendah, dan pengeringan gabah menjadi mudah sehingga kandungan butir kuning rendah (Damardjati 1997). Oleh karena itu, harga gabah/beras akan tinggi pada periode tersebut mengikuti perkembangan kualitas gabah/beras dan tingkat produksi.

2.1.2. Tinjauan Aspek Sosial Ekonomi Gabah

Ketahanan pangan merupakan salah satu faktor penentu dalam stabilitas nasional suatu negara, baik di bidang ekonomi, keamanan, politik dan sosial. Oleh sebab itu, ketahanan pangan merupakan program utama dalam pembangunan pertanian saat ini dan masa mendatang. Salah satu target yang akan dicapai kementrian

(24)

pertanian dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan adalah dengan melakukan swasembada beras.

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi. Penduduk Indonesia pada tahun 2011 diperkirakan mencapai 241 juta jiwa. Pada tahun 2011, data BPS menunjukkan bahwa tingkat konsumsi beras mencapai 139kg/kapita lebih tinggi dibanding dengan Malaysia dan Thailand yang hanya berkisar 65kg - 70kg perkapita pertahun. Beras sebagai makanan pokok utama masyarakat Indonesia sejak tahun 1950 semakin tidak tergantikan meski roda energi diversifikasi konsumsi sudah lama digulirkan, hal ini terlihat bahwa pada tahun 1950 Konsumsi beras nasional sebagai sumber karbohidrat baru sekitar 53% Bandingkan dengan tahun 2011 yang telah mencapai sekitar 95%.

Badan Pusat Statistik mencatat sejak januari hingga Agustus 2011 Bulog sebagai badan stabilisator telah melakukan impor beras dengan jumlah impor beras yang masuk ke Indoensia mencapai 1,62 juta ton dengan nilai US$ 861,23 juta. Impor tertinggi pada periode Januari hingga Agustus 2011 berasal dari vietnam yang mencapai 905.930 ton atau 55,83%.

Petani sebagai salah satu produsen gabah cenderung menjual gabah mereka dalam bentuk Gabah Kering Panen(GKP) karena selain cuaca yang belum tentu cerah untuk menjemur gabah, petani harus melunasi semua biaya produksi dan mencukupi kebutuhan keluarga petani itu sendiri. Di tingkat penggilingan, harga gabah yang diterima oleh kilang lebih tinggi. Karena kualitas gabah lebih bagus untuk menjadi beras yang akan dikonsumsi.

(25)

Gabah dan padi perlu segera dikeringkan dengan tujuan untuk menurunkan kadar air dalam gabah: pada waktu panen kadar air gabah 23-27 %; setelah dikeringkan menjadi 13-14 %. Dapat tahan lama dalam penyimpanan, meringankan pengangkutan, sebab berat gabah berkurang, sehingga biaya transport dapat diperkecil, untuk mempersiapkan langkah pengolahan gabah lebih lanjut, sebab gabah yang masih basah tidak bias diproses atau dijadikan beras dengan baik (AAK, 1990).

Produksi gabah bergantung pada musim tanam tanaman padi. Produksi gabah besar-besaran terjadi pada saat musim panen raya sehingga harga gabah melonjak turun karena volume gabah yang tersedia banyak dan sebaliknya pada musim panen gadu, harga gabah relatif lebih tinggi karena gabah yang tersedia tidak dalam jumlah besar tetapi permintaan tetap (Malian dkk, 2003).

Struktur pasar gabah domestik jauh dari sempurna. Perpaduan antara produksi padi yang fluktuatif, dan penawaran gabah yang inelastik menyebabkan fluktuasi harga gabah di tingkat petani sangat tinggi dan tidak menentu. Hal ini berarti, disamping resiko produksi, petani padi juga menghadapi resiko harga yang tinggi sehingga secara keseluruhan risiko usaha tani padi sangat tinggi (Malian dkk, 2003).

Di sisi lain, struktur pasar beras nasional bersifat oligopsoni, hanya terdiri dari beberapa pedagang saja, sehingga memunculkan kekuatan oligopsonistik di antara pedagang untuk secara bersama-sama mengendalikan harga. Dengan kondisi rasio produksi domestik dan konsumsi sangat tipis diikuti dengan kebijakan menutup impor, maka pasar beras domestik sangat rentan terhadap fluktuasi produksi. Pada saat produksi defisit, maka pedagang membiarkan lonjakan harga mencapai

(26)

maksimum, tetapi sebaliknya pada saat surplus produksi pedagang akan menahan anjloknya harga pada tingkat yang tetap menguntungkan mereka (Malian dkk, 2003).

Berdasarkan Deptan online, per 30 Desember 2010, harga gabah di tingkat petani di beberapa Kabupaten sentra produksi di Indonesia rata-ratanya mencapai Rp 3.600,- per kilogram, naik dari harga gabah rata-rata di tahun sebelumnya, per 30 Desember 2009 yaitu hanya mencapai Rp 3.000,- per kilogramnya. Sedangkan di Sumatera Utara sendiri, harga gabah kualitas GKP di petani dan penggilingan masing-masing Rp 3.500,- per kg per Maret 2012.

2.2. Landasan Teori

Menurut Basu Swastha (1998) pengertian harga adalah jumlah uang (ditambah beberapa barang kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanannya.

Harga menurut Kotler dan Amstrong (2001) adalah sejumlah uang yang ditukarkan untuk sebuah produk atau jasa. Lebih jauh lagi, harga adalah jumlah dari seluruh nilai yang konsumen tukarkan untuk jumlah manfaat dengan memiliki atau menggunakan suatu barang dan jasa. Lebih jauh lagi, harga adalah jumlah dari seluruh nilai yang konsumen tukarkan untuk jumlah manfaat dengan memiliki atau menggunakan suatu barang dan jasa.

Dalam hukum permintaan dijelaskan sifat hubungan antara permintaan suatu barang dengan tingkat harganya. Hukum permintaan pada hakikatnya merupakan suatu hipotesis yang menyatakan : makin rendah harga suatu barang maka makin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya, makin tinggi harga suatu barang maka makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut.

(27)

Permintaan seseorang atau sesuatu masyarakat kepada sesuatu barang ditentukan oleh banyak faktor. Di antara faktor-faktor tersebut yang terpenting adalah seperti yang dinyatakan di bawah ini :

1. Harga barang itu sendiri,

2. Harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut, 3. Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat, 4. Corak distribusi pendapatan dalam masyarakat,

5. Cita rasa masyarakat, 6. Jumlah penduduk,

7. Ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang.

Hukum penawaran adalah suatu pernyataan yang menjelaskan tentang sifat hubungan antara harga sesuatu barang dan jumlah barang tersebut yang ditawarkan para penjual. Dalam hukum ini dinyatakan bagaimana keinginan para penjual untuk menawarkan barangnya apabila harganya tinggi dan bagaimana pula keinginan untuk menawarkan barangnya tersebut apabila harganya rendah.

Hukum penawaran pada dasarnya mengatakan bahwa makin tinggi harga sesuatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut akan ditawarkan oleh para penjual. Sebaliknya, makin rendah harga sesuatu barang semakin sedikit jumlah barang tersebut yang ditawarkan.

Keinginan para penjual dalam menawarkan barangnya pada berbagai tingkat harga ditentukan oleh beberapa faktor. Yang terpenting adalah :

1. Harga barang itu sendiri, 2. Harga barang-barang lain, 3. Biaya produksi,

(28)

4. Tujuan-tujuan operasi perusahaan tersebut, 5. Tingkat teknologi yang digunakan,

(Sukirno, 2005).

Tingkat harga dalam pasar persaingan sempurna ditentukan oleh permintaan dan penawaran. Suatu pasar persaingan sempurna dikatakan mencapai posisi equilibrium bila jumlah total dari output-output perusahaan yang masing-masing berada pada posisi equilibrium tersebut sama dengan jumlah total yang dikehendaki konsumen.

Grafik di atas menunjukkan kondisi MR = MC (titik E) tercapai pada saat output sejumlah Q*. Kondisi pada saat MR = MC adalah memperoleh laba maksimum atau dalam kondisi buruk kerugiaannya minimum (Boediono, 1982).

Fungsi harga adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antar harga (output) maksimum yang dapat dihasilkan dari suatu ramuan faktor-faktor biaya produksi (input) tertentu dengan teknologi tertentu. Fungsi harga dinyatakan sebagai P=f(Q) dimana P adalah harga dan Q adalah biaya input. Dalam bentuk sederhana fungsi produksi ini dituliskan sebagai berikut:

Y = f(x1, x2,………xn) Dimana:

(29)

Y = harga (output)

x1,x2,…..xn = biaya produksi (input)

Dalam perdagangan gabah, petani merupakan price taker yaitu petani tidak bisa menentukan harga gabah sesuai dengan yang dikehendaki petani. Petani hanya bisa menawarkan gabah tanpa ikut menentukan harga gabah.

Harga merupakan salah satu faktor yang sulit dikendalikan. Berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah mengenai yang satu ini, tetapi sampai saat ini tetap saja harga masih merupakan masalah. Harga pokok pertanian umumnya adalah berfluktuasi. Oleh karena itu diperlukan stok yang cukup agar tidak terjadi pembelian bahan baku yang berulang-ulang pada harga yang tidak pasti (Soekartawi, 1995).

2.3. Kerangka Pemikiran

Beras merupakan komoditas strategis dalam kehidupan sosial ekonomi nasional karena beras menjadi bahan makanan pokok sekitar 95% penduduk dan menjadi sumber pendapatan bagi sekitar 21 juta rumah tangga petani.

Petani padi di Indonesia pada umumnya dan Sumatera Utara pada khususnya merupakan petani miskin produktif dengan daya tawar-menawar yang lemah.

Petani pada umumnya menjual gabah dalam bentuk basah (GKP) yang harganya rendah. Ini dikarenakan petani butuh dana cepat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.

Gabah dari segi kualitas memiliki 3 (tiga) cirri yaitu gabah kering panen(GKP), gabah kering simpan(GKS) dan gabah kering giling(GKG). Kualitas gabah dipengaruhi oleh produksi padi. Produksi padi dipengaruhi oleh faktor-faktor teknis berupa biaya produksi yang meliputi tenaga kerja, bibit, pupuk, pestisida dan serangan hama penyakit.

(30)

Ada satu fenomena yang biasanya terjadi pada saat panen raya padi, yaitu harga gabah yang turun drastis sedangkan jumlah panennya sangat tinggi, sehingga petani terpaksa menjual hasil panennya dengan harga rendah tersebut dan biasanya modal tanamnya tidak kembali.

Untuk mengendalikan harga gabah di pasar dan perlindungan harga di tingkat petani, beberapa upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah yaitu menetapkan Harga Dasar Gabah(HDG), memberikan subsidi pupuk kepada petani serta menciptakan lembaga penyedia modal dan penyaluran saprodi pertanian yaitu di Koperasi Unit Desa (KUD) dan lembaga penyedia modal lainnnya serta memberikan penyuluhan untuk meningkatkan produktivitas usahataninya melalui Penyuluh Pertanian Lapangan(PPL) yang ada di Kabupaten daerah penelitian.

Fluktuasi harga dari suatu barang sangat ditentukan oleh fluktuasi jumlah produksi dan juga fluktuasi tingkat konsumsi masyakat terhadap barang tersebut.

Demikian juga halnya dengan produk-produk pertanian, seperti gabah. Fluktuasi harga gabah di tingkat penggilingan sangat dipengaruhi oleh banyaknya jumlah gabah yang beredar di setiap penggilingan (produksi), produksi padi yang bersifat musiman, sifat sangat rentannya produksi terhadap serangan hama dan penyakit, cuaca yang tidak menentu dan adanya bencana alam setiap tahun.

Secara sistematis kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

(31)

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Harga Jual Gabah Petani di Serdang Bedagai

(32)

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut:

1) Faktor-faktor teknis yang mempengaruhi harga jual gabah petani yaitu upah tenaga kerja, biaya benih, biaya pestisida dan biaya pupuk.

2) Faktor-faktor non teknis yang mempengaruhi harga jual gabah petani yaitu kondisi cuaca, agen dan waktu panen.

(33)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu di Desa Melati II Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai dengan pertimbangan bahwa daerah penelitian tersebut cukup potensial ditinjau dari segi luas areal, produksi, produktivitas padi, jumlah kelompok tani serta akses ke daerah penelitian.

Tabel 3. Luas Tanam, Panen, Puso dan Produksi Tanaman Pangan Kab.

Serdang Bedagai Tahun 2012 Komoditi Padi Sawah No Kecamatan Sisa Akh

Thn Lalu (Ha)

Tambah Tanam

(Ha)

Puso (Ha)

Panen Rata-rata (Kw/Ha)

Produksi (ton)

Sisa Tnm Akh Thn

(Ha) Kotor

(Ha)

Bersih (Ha)

1 Kotarih 0 18 0 18 17 49.74 86 0

2 Dolok Masihul

1,077 2,933 0 2,737 2,631 52.04 13,689 1,203

3 Sipispis 184 572 0 572 550 49.74 2,743 184

4 Dolok Merawan

0 0 0 0 0 0.00 0 0

5 Tebing Tinggi

2,483 4,728 0 4,966 4,773 51.03 24,356 2,245 6 Bandar

Khalifah

3,200 6,430 0 7,130 6,853 50.00 34,263 2,500 7 Tanjung

Beringin

2,000 7,910 0 6,471 6,219 51.04 31,746 3,439 8 Teluk

Mengkudu

3,081 6,116 0 6,031 5,796 51.52 29,863 3,166 9 Sei Rampah 2,135 5,411 0 4,890 4,700 53.33 25,065 2,656 10 Perbaungan 5,503 12,042 136 13,127 12,616 54.02 68,157 4,282 11 Pantai

Cermin

3,948 8,170 84 8,021 7,709 53.07 40,911 4,013

12 Silinda 222 242 0 413 397 49.12 1,950 51

13 Bintang Bayu

40 190 0 90 86 49.06 424 140

14 Serba Jadi 0 2,388 0 1,194 1,148 50.30 5,773 1,194

15 Tebing Syahbandar

0 1,153 0 425 408 50.01 2,043 728

16 Sei Bamban 4,500 13,193 0 11,593 11,142 52.77 58,800 6,100 17 Penggajahan 1,472 2,944 0 3,444 3,310 54.03 17,883 972 Jumlah 29,775 74,440 220 71,122 68,355 52.34 357,743 32,873 Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kab. Serdang Bedagai

(34)

3.2. Metode Pengambilan Sampel

Populasi penelitian adalah petani padi sawah yang melakukan usahatani dalam kurun waktu 5 (lima) tahun dan dengan ketentuan petani tersebut adalah petani pemilik penggarap. Dengan melihat ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30-500 sampel maka jumlah sampel yang diambil adalah 31 orang.

Penarikan 31 sampel dilakukan secara random sampling setelah mendata seluruh jumlah populasi kemudian dilakukan penarikan secara acak tanpa pengembalian (Sugiyono, 2007).

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan kuisioner dengan petani sampel serta Petugas Penyuluh Lapang (PPL) di daerah penelitian. Sedangkan data sekunder diperoleh dari dinas- dinas terkait di daerah penelitian seperti Kantor Kepala Desa daerah penelitian, Kantor Camat Kabupaten, Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten dan Provinsi, BPKP di daerah penelitian dan instansi terkait lainnya.

3.4. Metode Analisis Data

Untuk tujuan penelitian (1) dan (2) dianalisis dengan menggunakan model penduga regresi berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan alat bantu SPSS, secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut:

Ý = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5d1 + b6d2 + b7d3 + µ Dimana:

Ý = Harga Jual Gabah Petani (Rp/Kg)

a = Intercept (konstanta)

b1, b2, b3, b4, b5, b6, b7 = Koefisien regresi

X1 = Upah tenaga kerja (Rp 10rb)

(35)

X2 = Biaya bibit (Rp 10rb)

X3 = Biaya pestisida (Rp 10rb)

X4 = Biaya pupuk (Rp 10rb)

d1 = Kondisi cuaca (tidak hujan=1, hujan=0)

d2 = Agen (bersaing=1, tidak bersaing=0)

d3 = Waktu panen (panen tepat waktu=1, panen sebelum waktunya=0)

µ = error term (koefisien error) (Sastrosupadi, 2003).

Uji Asumsi Klasik 1) Uji Multikolinearitas

Uji multikolinieritas dimaksudkan untuk menghindari adanya hubungan yang linier antar variabel bebas. Menurut Gujarati (1994), multikolinieritas dapat dideteksi dengan beberapa metode, diantaranya adlah dengan melihat:

- Jika nilai Tpleransi atau VIF kurang dari 0,1 atau nilai VIF melebihi 10 - Terdapat koefisien korelasi sederhana yang mencapai atau melebihi 0,8.

Jika nilai F-hitung melebihi nilai F-tabel dari regresi antar variabel bebas.

- Melihat nilai R2 (R square) yang tinggi sedangkan tidak ada satupun variabel yang berpengaruh secara parsial (Sujianto, 2009).

2) Uji Heteroskesdasitas

Untuk mengetahui apakah penelitian ini terjadi heteroskesdasitas adalah dengan melihat gambar scatterplot dimana apabila tidak terjadi heteroskesdasitas maka titik akan menyebar tapa membentuk pola tertentu.

Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji

(36)

t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal.

Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistic menjadi tidak valid untuk jumla sampel kecil. Cara mendeteksi apakah residual berdistribusi normal apa tidak dalam model regresi adalah sebagai berikut:

- Uji Kolmogorov-Smirnov

Konsep dasar uji adalah dengan membandingkan distribusi data yang akan diuji normalitasnya dengan distribusi normal baku. Output SPSS akan menunjukkan besar nilai Kolmogorov-Smirnov dengan criteria sebagai berikut:

a) Jika signifikansi > α : data residual model berdistribusi normal b) Jika signifikansi ≤ α : data residual model tidak berdistribusi normal.

Uji Hipotesis

Semua data yang telah diperoleh terlebih dahulu ditabulasi yang kemudian dianalisis dengan menggunakan alat uji yang sesuai dengan hipotesis yang diajukan.

1. Untuk menguji pengaruh variabel bebas secara serempak terhadap harga gabah digunakan uji F

Fhitung = 𝑅

2𝑘 (1−𝑅2) (𝑛−𝑘−1)

Keterangan:

R2 = koefisien determinasi k = jumlah variabel bebas n = jumlah sampel

F = uji hipotesis

Dengan kriteria uji sebagai berikut:

(37)

Jika Fhitung < Ftabel : tolak H0 ; terima H1

Jika Fhitung ≥ Ftabel : tolak H1 ; terima H0

Apabila: Fhitung < Ftabel: tolak H0 ; terima H1 artinya variabel bebas secara serempak tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

Fhitung ≥ Ftabel: tolak H1 ; terima H0, artinya variabel bebas secara serempak berpengaruh terhadap variabel terikat.

2. Untuk menguji pengaruh variabel bebas secara parsial terhadap harga gabah digunakan uji t

𝑡(𝛽𝑖) = 𝑏𝑖 𝑆𝐸 (𝑏𝑖) Keterangan:

βi = koefisien regresi

SE (bi) = standar error koefisien regresi Dengan kriteria uji sebagai berikut:

Jika thitung < ttabel : tolak H0 ; terima H1

Jika thitung ≥ ttabel : tolak H1 ; terima H0

Apabila : thitung < ttabel : tolak H0 ; terima H1 artinya variabel bebas secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

thitung ≥ ttabel : tolak H1 ; terima H0 artinya variabel bebas secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

Untuk tujuan penelitian (3), dijelaskan dengan menggunakan analisis deskriptif dengan menggunakan metode analisis trend linear untuk melihat bagaimana trend perkembangan harga gabah di daerah penelitian selama 4 (empat) tahun terakhir.

Persamaan trend dibentuk dengan menggunakan metode Least Square, yaitu:

Y = a + bx

(38)

Dimana: Y = y hasil prediksi ( y sendiri adalah data asli dari time series) x = kode yang berhubungan dengan waktu

untuk mencari nilai b digunakan rumus:

𝑏 = ∑ 𝑥 . 𝑦 − 𝑛. 𝑥̅. 𝑦̅

∑ 𝑥2− 𝑛. 𝑥̅2 Dan a dicari dengan rumus:

a = 𝑦 ̅ - b. 𝑥̅

dimana:

n = jumlah data

𝑥̅ = nilai rata-rata dari x

𝑦̅ = nilai rata-rata dari y (Santoso, 2003).

Untuk tujuan penelitian (4) digunakan metode deskriptif dengan memberikan kuisioner kepada instansi pemerintahan yang bersangkutan seperti penyuluh pertanian lapang (PPL) di daerah penelitian.

3.5. Defenisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penafsiran penelitian ini, maka perlu dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:

3.5.1. Defenisi Operasional

1. Faktor teknis adalah faktor-faktor yang langsung mempengaruhi biaya produksi usahatani (upah tenaga kerja, biaya bibit, biaya pupuk, biaya pestisida) padi dan relevan dengan biaya produksi.

2. Faktor non-teknis adalah faktor-faktor yang mempengaruhi produksi yang secara eksternal dan off-farm mempengaruhi harga gabah.

3. Upah tenaga kerja adalah total upah tenaga kerja dalam kegiatan usahatani padi sawah per satu musim tanam.

4. Biaya bibit adalah total biaya penggunaan bibit dalam kegiatan usahatani padi sawah per satu musim tanam.

(39)

5. Biaya pupuk adalah total biaya penggunaan pupuk dalam kegiatan usahatani padi sawah per satu musim tanam.

6. Biaya pestisida adalah total biaya penggunaan pestisida dalam kegiatan usahatani padi sawah per satu musim tanam.

7. Mitigasi pemerintah adalah rencana-rencana yang dibangun pemerintah untuk membantu petani dalam hal peningkatan produksi padi yang telah dirasakan membantu petani secara langsung.

8. Harga gabah adalah sejumlah uang yang diterima petani atas hasil panennya yang dijual dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP).

9. Pemerintah adalah Petugas Penyuluh Lapang (PPL) di daerah penelitian.

3.5.2. Batasan Operasional

Adapun batasan operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian dilakukan pada tahun 2012.

2. Daerah penelitian adalah Desa Melati II Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai.

3. Sampel dalam penelitian ini adalah petani padi sawah pemilik penggarap yang melakukan usahatani padi sawah kurun waktu 5 (lima) tahun sampai periode musim tanam tahun 2012 ini.

(40)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

4.1. Luas dan Topografi Desa

Desa Melati II terletak di Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah 1.180 Ha dan mempunyai topografi dataran rendah yang berada pada ketinggian 15 meter diatas permukaan laut yang terdiri dari 23 dusun. Jumlah penduduk di Desa Melati II sebanyak 13.382 jiwa.

Desa Melati II merupakan Desa dataran rendah dan Desa persawahan yang hamparan terbentang luas. Jarak orbitasi dari Desa Melati II ke Ibu Kota Kecamatan 6 Km dengan lama tempuh 15 Menit dan ke Ibu Kota Kabupaten Serdang Bedagai 23 KM atau lama tempuh 1,5 jam.

Adapun batas Desa Melati II sebagai berikut:

• Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kelurahan Melati I

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Perkebunan PTPN II Kebun Melati

• Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Citaman Jernih, Perk.PTPN Adolina IV

• Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Jatimulya Kecmatan Pegajahan

Desa ini sangat potensial dalam pengembangan tanaman pangan seperti padi dan tanaman pangan laiannya. Jika dilihat dari penggunaan tanah adalah sebagai berikut:

• Sawah Irigasi Teknis : 847 Ha

• Tegal/Ladang : 114,5 Ha

• Tanah Rawa : 9 Ha

Setelah dilaksanakan Program Pemerintah Desa Melati II dalam pembangunan dan pembinaan masyarakat pada tahun 2006, maka taraf hidup di Desa Melati II sudah semakin meningkat, dimana meningkatnya hasil panen padi dari 960 Ton pada tahun 2005 menjadi 1024 Ton pada tahun 2006.

(41)

4.2. Keadaan Penduduk

Penduduk Desa Melati II berjumlah 13.382 jiwa meliputi 6.739 jiwa laki-laki dan 6.643 jiwa perempuan, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 3493 KK.

Klasifikasi penduduk menurut pekerjaannya terdapat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Menurut Pekerjaan di Desa Melati II Tahun 2006

No Uraian Jumlah Penduduk (jiwa) Persentase (%)

1 Petani 1.603 46,69

2 Buruh Tani 640 18,64

3 Buruh/Swasta 300 8,73

4 Pegawai Negeri/TNI 182 5,30

5 Pengrajin 214 6,23

6 Pedagang 476 13,86

7 Peternak 6 0,17

8 Montir/Bengkel 12 0,38

TOTAL 3433 100

Sumber: Kantor Kepala Desa Melati II 2006 (diolah)

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa penduduk di daerah penelitian memiliki beragam pekerjaan. Sebagai petani padi sebanyak 1.603 jiwa (46,69%), buruh tani sebanyak 640 jiwa (18,64%), buruh/swasta sebanyak 300 jiwa (8,73%), pegawai negeri/TNI sebanyak 182 (5,30%), pengrajin sebanyak 214 jiwa (6,23%), pedagang sebanyak 476 jiwa (13,86%), peternak sebanyak 6 jiwa (0,17%) dan montir/bengkel sebanyak 12 jiwa (0,38%).

Tingkat pendidikan formal merupakan salah satu kunci utama dalam membangun dan mengembangkan masyarakat terutama dalam menerima suatu inovasi dan informasi yang diberikan. Gambaran jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan penduduk Desa Melati II dapat dilihat pada Tabel 4.2.

(42)

Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Formal di Desa Melati II Tahun 2006

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk (jiwa) Persentase (%)

1. Tidak tamat SD 1.424 40,79

2. Tamat SD 901 25,80

3. Tamat SMP 386 11,05

4. Tamat SMA 689 19,73

5. Tamat Diploma 66 1,89

6. Tamat Sarjana 25 0,74

TOTAL 3491 100

Sumber: Kantor Kepala Desa Melati II Tahun 2006 (diolah)

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk di Desa Melati II dapat dikatakan tinggi karena 59,21% dari seluruh penduduk telah dapat menyelesaikan pendidikan formal tingkat SD ke atas. Dengan demikian cara berpikir dan wawasan penduduk sudah maju.

4.3 Luas Wilayah dan Penggunaan Tanah

Luas wilayah Desa Melati II hamper seluruhnya digunakan untuk usahatani padi dan sebagian lainnya digunakan sebagai pemukiman. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Table 4.3 Distribusi Luas Wilayah dan Penggunaan Tanah di Desa Melati II Tahun 2006

No. Uraian Luas (Ha) Persentase (%)

1. Sawah Irigasi Teknis 847 71,77

2. Tegal / Ladang 114,5 9,70

3. Tanah Rawa 9 0,76

4. Pemukiman 198,4 16,81

5. Tanah Kas Desa 0,5 0,05

6. Tanah Lapangan 0,6 0,07

7. Kantor Desa / Balai Desa 0,1 0,01

8. Lain-Lain 9,9 0,83

TOTAL 1.180 100

Sumber: Kantor Kepala Desa Melati II Tahun 2006 (diolah)

(43)

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa penggunaan lahan sebagai usahatani padi merupakan yang terluas yaitu 847 Ha (71,77%), sedangkan untuk pemukiman penduduk digunakan sebanyak 198,4 Ha (16,81%).

4.4 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang terdapat di suatu daerah akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan masyarakat yang tinggal di daerah tersebut.

Semakin baik sarana dan prasarananya, maka akan mempercepat laju perkembangan daerah tersebut.

Dalam upaya mensejahterakan masyarakat Desa Melati II, pemerintah telah melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana pendukung, yaitu PLN, sarana transportasi yaitu jalan Desa sepanjang 31,2 km dan jalan aspal 4 km. jembatan beton 27 unit dan jembatan kayu 1 unit. Sarana pendukung lain yaitu irigasi persawahan untuk mengairi 847 Ha sawah sedangkan sarana pendukung lainnya pelayanan pos dan telekomunikasi sudah terjangkau.

4.5 Karakteristik Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah petani yang menanam padi sawah irigasi di Desa Melati II Kecamatan Serdang Bedagai. Desa Melati II memiliki 15 kelompok tani dengan total petani padi sawah sebanyak 1412 jiwa.

Berdasarkan metode penentuan sampel yang telah ditentukan sebelumnya (purposive), maka setelah dilakukan pra-survey dan survey ke daerah penelitian ditetapkan jumlah petani sampel penelitian adalah sebanyak 31 sampel petani padi sawah irigasi dan 1 sampel Petugas Penyuluh Lapang (PPL).

(44)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Gabah Petani di Serdang Bedagai Kecamatan Perbaungan Desa Melati II

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga jual gabah petani dibagi dalam dua yaitu faktor teknis dan faktor non teknis. Faktor-faktor teknis penduga yang mempengaruhi harga jual gabah yaitu total upah tenaga kerja, biaya benih, biaya pestisida dan biaya pupuk, dan faktor-faktor non teknis penduga yang mempengaruhi harga jual gabah yaitu kondisi cuaca, agen dan waktu panen diestimasi dengan model penduga Regresi Linier Berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square).

5.1.1. Uji Serempak (Uji F)

Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen (upah tenaga kerja, biaya bibit, biaya pestisida, biaya pupuk, kondisi cuaca, agen, waktu panen) secara serempak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen (harga gabah) dengan tingkat derajat kepercayaan yang digunakan adalah 0.05. Apabila nilai F hasil perhitungan lebih besar daripada nilai F menurut tabel maka hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa semua variabel-variabel independen secara serempak berpengaruh nyata terhadap variable dependen.

Hasil uji pengaruh variabel-variabel secara serempak menggunakan uji F yang disajikan pada Tabel 5.1 berikut ini.

Tabel 5.1 Hasil Analisis Pengaruh Variabel Secara Serempak ANOVAb

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

(45)

1 Regression 258367.975 7 36909.711 8.900 .000a Residual 95382.025 23 4147.045

Total 353750.000 30

a. Predictors: (Constant), Waktu Panen, Upah Tenaga Kerja, Agen, Kondisi Cuaca, Biaya Pestisida, Biaya Pupuk, Biaya Benih

b. Dependent Variable: Harga Jual Gabah

Sumber: Lampiran 7

Dari hasil analisis regresi linier berganda di atas dapat dilihat bahwa F hitung > F tabel ( 8,900 > 2,44 ), maka tolak H1 ; terima H0 yang artinya upah tenaga kerja, biaya benih, biaya pestisida, biaya pupuk, kondisi cuaca, agen, dan waktu panen secara serempak berpengaruh nyata terhadap harga jual gabah petani.

5.1.2. Uji Parsial

Hasil uji pengaruh variabel-variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen disajikan pada Tabel 5.2 berikut ini.

Tabel 5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Gabah di Desa Melati II Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

No. Variabel Koefisien Regresi t-hitung Sig.

1 Konstanta 3502.607 76.074 .000

2 Upah Tenaga Kerja (X1) .621 3.022 .006

3 Biaya Benih (X2) 4.841 2.547 .018

4 Biaya Pestisida (X3) .044 .320 .752

5 6 7 8

Biaya Pupuk (X4) Kondisi Cuaca (d1) Agen (d2)

Waktu Panen (d3)

.284 106.847 72.199 78.553

1.126 3.512 2.672 2.532

.272 .002 .014 .019

Sumber: Lampiran 7 (diolah)

Dari hasil analisis regresi linier berganda, diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:

Ý = 3502,607 + 0,621X1 + 4,841X2 + 0,044X3 + 0,284X4 + 106,847d1 + 72,199d2 + 78,553d3 + µ

Keterangan:

Ý = Harga Jual Gabah Petani (Rp) X1 = Upah Tenaga Kerja (Rp 10rb) X2 = Biaya Benih (Rp 10rb)

(46)

X3 = Biaya Pestisida (Rp 10rb) X4 = Biaya Pupuk (Rp 10rb)

d1 = Kondisi Cuaca (hujan = 1 , tidak hujan = 0) d2 = Agen (bersaing = 1 , tidak bersaing = 0)

d3 = Waktu Panen( panen pada waktunya= 1,panen tidak pada waktunya = 0)

µ = Error term (Koefisien Error)

Berdasarkan Tabel 5.2 (lampiran 7) diketahui bahwa nilai koefisien determinasi ( R2) yang diperoleh adalah sebesar 0,730. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 73% variasi harga jual gabah petani (Ý) telah dapat dijelaskan oleh variabel bebas yaitu upah tenaga kerja (X1), biaya benih (X2), biaya pestisida (X3), biaya pupuk (X4), kondisi cuaca (d1), agen (d2), waktu panen (d3) sedangkan sisanya sebesar 27% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.

Akan tetapi, jika dilakukan uji signifikansi secara parsial dengan tingkat derajat kepercayaan yang digunakan 0.05 dilihat bahwa tidak semua variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat.

Upah tenaga kerja (X1) secara parsial berpengaruh nyata terhadap harga jual gabah petani, sig. (0.006 < 0.05) dengan koefisien regresi 0,621 dan bernilai positif artinya setiap penambahan upah tenaga kerja Rp 10.000,- akan meningkatkan harga jual gabah petani sebesar Rp 0,621,-. Penggunaan tenaga kerja yang berpengalaman dengan tingkat upah yang sesuai akan memperoleh hasil produksi yang optimal dalam waktu yang optimal. Peningkatan upah tenaga kerja berbanding lurus dengan peningkatan harga gabah yang artinya semakin tinggi upah maka harga gabah juga akan tinggi.

Biaya benih (X2) secara parsial berpengaruh nyata terhadap harga jual gabah petani, sig. (0.018 < 0.05) dengan koefisien regresi 4,841 dan bernilai positif artinya setiap penambahan biaya penggunaan benih Rp 10.000,- akan menaikkan

Gambar

Gambar  1.  Perkembangan  Harga  Gabah  Kering  Panen  (GKP)  dan  Harga    Eceran  Beras  Medium di Sumatera Utara, April 20011- Maret 2012
Grafik di atas menunjukkan kondisi MR = MC (titik E) tercapai pada saat output  sejumlah  Q*
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Analisis Faktor-faktor Yang  Mempengaruhi Harga Jual Gabah Petani                    di Serdang Bedagai
Tabel 5.1 Hasil Analisis Pengaruh Variabel Secara Serempak  ANOVA b
+5

Referensi

Dokumen terkait

tanggapan personal tentang buku yang dibaca juga dibuat sebagai pilihan (tidak diwajibkan). Pemberian tugas seperti membuat ringkasan cerita akan menghilangkan sifat kegiatan

Berdasarkan dengan uraian dan hasil pengamatan diatas yang berkenaan dengan kegiatan penggunaan metode mengajar, maka dapat diketahui bahwa guru agama atau informan paling

Model pengembangan kurikulum PAI sistem Fullday School di Lembaga Pendidikan Islam.. Model pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam di

Hasil dari penelitian ini yaitu; (1) menghasilkan komik yang memiliki karakteristik berbasis desain grafis, dan berisi materi Besaran dan Satuan SMP kelas VII SMP, dan

Sedangkan pada opsi put Eropa, writer juga dapat mengalami kerugian jika yang terjadi pada saat maturity time adalah strike price lebih besar dibanding harga

The aim of this study are to analyze the text of female sexuality articles that realized in the women magazines (i.e. vocabulary, grammar, cohesion and text

Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa faktor pengetahuan, standar kerja, keterampilan, pelatihan, kewaspadaan universal, dan ketersediaan sarana prasarana

Kebiasaan dalam pengelolaan pembuatan kue rumahan di Desa Lampanah memiliki kebiasaan kurang baik, hal ini di sebabkan karena pengelolaan kue rumahan oleh