• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

Pembahasan kajian teori dalam penelitian ini berisi tentang Pembelajaran IPA, hasil belajar, proses pembelajaran, pembelajaran IPA SD, dan model pembelajaran.

Kajian teori juga menguraian pendapat dari para ahli yang mendukung penelitian. Beberapa teori dari para ahli tersebut mengkaji objek yang sama yang mempunyai pandangan dan pendapat yang berbeda-beda. Pembahasan kajian teori dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa pembelajaran IPA dengan metode Discovery Learning dapat menumbuhkan bakat dan keatifitas pada siswa SDN Genengmulyo 02 Juwana.

Pada saat proses belajar–mengajar berlangsung di kelas, akan terjadi hubungan timbal balik antara guru dan siswa yang beraneka ragam, dan itu akan mengakibatkan terbatasnya waktu guru untuk mengontrol bagaimana pengaruh tingkah lakunya terhadap motivasi belajar siswa. Selama pelajaran berlangsung guru sulit untuk menentukan tingkah laku mana yang berpengaruh positif terhadap motivasi belajar siswa, sebagai contoh gaya mengajar mana yang memberi kesan positif pada diri siswa selama ini, strategi mana yang dapat membantu kejelasan konsep selama ini, metode dan model pembelajaran apa yang tepat untuk dipakai dalam menyajikan suatu pembelajaran sehingga dapat membantu mengaktifkan siswa dalam belajar.

Hal tersebut memperkuat anggapan bahwa guru dituntut untuk lebih kreatif dalam proses belajar – mengajar, sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan pada diri siswa yang pada akhirnya akan meningkatkan motivasi belajar siswa khususnya kelas 4 SDN Genengmulyo 02 Juwana.

2.1.1. Pembelajaran IPA

Pembelajaran sering juga disebut dengan belajar mengajar sebagai terjemahan dari istilah “instructional” yang terdiri atas dua kata yaitu belajar dan mengajar. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Sesuai yang dinyatakan Nana Sujana (2004:28), Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, kecakapan

(2)

dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada dalam individu.

Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Oemar Hamalik, 2007:57). Pembelajaran bisa juga diartikan sebagai kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Penyelenggaraan pembelajaran merupakan salah satu tugas utama guru, dimana pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan siswa agar siswa dapat belajar dengan lebih aktif (Dimyati dan Mudjiono, 2002:113 ).

Menurut Syaiful Sagala (2007:63) pembelajaran mempunyai dua karakteristik yaitu Pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa untuk sekedar mendengar, mencatatkan akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir. Kedua, dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berpikir itu akan dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.

Permendiknas No.22 tahun 2006 tentang Standar Isi memberikan pengertian bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.

Merujuk pada pengertian IPA itu, pada hakikatnya IPA meliputi empat unsur utama yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Tujuan pembelajaran IPA adalah siswa memiliki tiga kemampuan dasar IPA, yaitu : (1) kemampuan untuk mengetahui apa yang diamati,

(3)

(2) kemampuan untuk memprediksi apa yang belum terjadi, dan kemampuan untuk menguji tindak lanjut hasil eksperimen, (3) dikembangkan sikap ilmiah. Pendidikan IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di kehidupan sehari – hari, yang didasarkan pada metode ilmiah. Pembelajaran IPA menekankan pada pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu memahami alam sekitar melalui proses “mencari tahu” dan “berbuat” hal ini akan membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam.

Kegiatan pembelajaran IPA mencakup pengembangan kemampuan dalam mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban, menyempurnakan jawaban tentang “apa”, “mengapa”, dan “bagaimana” tentang gejala alam maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan diterapkan dalam lingkungan dan teknologi. Kegiatan tersebut dikenal dengan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode ilmiah. Metode ilmiah dalam mempelajari IPA itu sendiri telah diperkenalkan sejak abad ke-16 (Galileo Galilei dan Francis Bacon) yang meliputi mengidentifikasi masalah, menyusun hipotesa, memprediksi konsekuensi dari hipotesis, melakukan eksperimen untuk menguji prediksi, dan merumuskan hukum umum yang sederhana yang diorganisasikan dari hipotesis, prediksi, dan eksperimen (Pusat Kurikulum, 2006).

Dalam belajar IPA peserta didik diarahkan untuk membandingkan hasil prediksi peserta didik dengan teori melalui eksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Pendidikan IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, yang didasarkan pada metode ilmiah. Pembelajaran IPA menekankan pada pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu memahami alam sekitar melalui proses “mencari tahu” dan “berbuat”, hal ini akan membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam.

(4)

Oleh karena itu alangkah baiknya apabila pembelajaran IPA di sekolah dapat memenuhi kriteria sebagikut :

1) memberikan pengalaman pada peserta didik sehingga mereka kompeten melakukan pengukuran berbagai besaran fisis,

2) menanamkan pada peserta didik pentingnya pengamatan empiris dalam menguji suatu pernyataan ilmiah (hipotesis). Hipotesis ini dapat berasal dari pengamatan terhadap kejadian sehari-hari yang memerlukan pembuktian secara ilmiah,

3) latihan berpikir kuantitatif yang mendukung kegiatan belajar IPA, yaitu sebagai penerapan IPA pada masalah-masalah nyata yang berkaitan dengan peristiwa alam, 4) memperkenalkan dunia teknologi melalui kegiatan kreatif dalam kegiatan perancangan

dan pembuatan alat-alat sederhana maupun penjelasan berbagai gejala dan keampuhan IPA dalam menjawab berbagai masalah.

Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses belajar yang dibangun oleh guru ini diharapkan mampu membangun karakteristik mental siswa dan juga keaktifan siswa dalam memperoleh pengetahuan yang mereka butuhkan.

2.1.2. Pembelajaran IPA di SD

Mata pelajaran IPA di SD berfungsi untuk menguasai konsep dan manfaat Sains dalam kehidupan sehari-hari dan berfungsi untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Depdiknas,2003: 27).

Adapun secara rinci fungsi mata pelajaran IPA dijelaskan dalam Sumaji (2006: 35) antara lain ialah:

1) memberi bekal pengetahuan dasar, baik untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi maupn untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, 2) mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam memperoleh, mengembangkan

dan menerapkan konsep-konsep IPA,

3) menanamkan sikap ilmiah dan melatih siswa dalam menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya,

(5)

4) menyadarkan siswa akan keteraturan alam dan segala keindahanya sehingga siswa terdorong untuk mencintai dan mengagungkan Pencipta-Nya,

5) memupuk daya kreatif dan inovatif siswa,

6) membantu siswa memahami gagasan atau informasi baru dalam bidang IPTEK, 7) memupuk serta mengembangkan minat siswa terhadap IPA.

Adapun tujuan pembelajaran Sains di sekolah dasar berdasarkan kurikulum 2004 yaitu: 1) menanamkan pengetahuan dan konsep-konsep Sains yang bermanfaat dalam

kehidupan sehari-hari,

2) menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains dan teknologi,

3) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan,

4) ikut serta dalam memelihara, manjaga, dan melestarikan lingkungan alam,

5) mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat, dan

6) menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan (Depdiknas, 2003: 27).

Berdasarkan tujuan tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian pendidikan IPA di SD bertujuan agar siswa mampu menguasai konsep IPA dan keterkaitannya serta mampu mengembangkan sikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehingga lebih menyadari kebesaran dan kekuasaan Pencipta-Nya.

Pencapaian tujuan IPA dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minimum yang harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran IPA yang diitujukan bagi siswa kelas 4 SD materi Hubungan Sesama Makhluk Hidup dan Antara Makhluk Hidup dengan Lingkungannya dapat disajikan melalui tabel berikut ini:

(6)

Tabel 2.1

SK dan KD Mata Pelajaran IPA Kelas 4 Semester 1

Materi Hubungan Sesama Makhluk Hidup dan Antara Makhluk Hidup dengan Lingkungannya

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

5. Memahami hubungan sesama makhluk hidup dan antara makhluk hidup dengan Lingkungannya

5.1. Mengidentifikasi beberapa jenis hubungan khas (simbiosis) dan hubungan “makan dan dimakan” antar makhluk hidup (rantai makanan).

2.1.3. Hasil Belajar

Sudjana (2011:22), menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengamalan belajar. Sementara hasil belajar menurut Bloom (1956) dalam Thabroni dan Mustofa (2011: 23) sebagai berikut: Hasil belajar meliputi: (1) Domain Kognitif mencakup: (a) Pengetahuan, ingatan; (b) Pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh; (c) Menerapkan; (d) Menguraikan, menentukan hubungan; (e) Mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru; (f) Menilai. (2) Domain Afektif mencakup: (a) Sikap menerima; (b) Memberikan respon; (c) Nilai; (d) Organisasi; (d) Karakterisasi. (3) Domain Psikomotor mencakup: (a) Initiatory; (b) Pre routine; (c) Rountinized; (d) Keterampilan produktif, teknik, sosial, manajerial, dan intelektual.

Dari beberapa pengertian hasil belajar di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat telah melakukan kegiatan belajar. Perubahan tersebut dalam bidang kognitif, afektif dan psikomotorik. Kemampuan kognitif adalah kemampuan yang berkaitan dengan mental (otak). Kemampuan afektif adalah kemampuan yang berkaitan dengan sikap (nilai). Kemampuan psikomotor adalah kemampuan yang berkaitan dengan keterampilan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil belajar yaitu: 1) Faktor Internal (dari dalam individu yang belajar).

Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari dalam individu yang belajar. Faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah

(7)

faktor psikologis, antara lain yaitu: motivasi, perhatian, pengamatan, tanggapan dan lain sebagainya.

2) Faktor Eksternal (dari luar individu yang belajar).

Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Faktor yang mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan, dan pembentukan sikap.

Faktor internal dan faktor eksternal sangat berpengaruh terhadap belajar siswa. Dalam hal ini, pembelajaran dengan model Discovery Learning merupakan faktor eksternal, sedangkan minat siswa merupakan faktor internal. Dengan melakukan pembelajaran menggunakan model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan minat siswa dalam pembelajaran sehingga hasil belajar dapat meningkat.

2.1.4. Proses Pembelajaran

Proses adalah serangkaian kegiatan yang saling terkait atau berinteraksi, yang mengubah input menjadi output. (id.wikipedia.org/wiki/Proses). (Gagne, 1977:4) dalam kutipan idsejarah.net, menjelaskan bahwa belajar merupakan sebuah sistem yang di dalamnya terdapat berbagai unsur yang saling kait-mengait sehingga menghasilkan perubahan perilaku. Jadi dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran adalah suatu kegiatan di mana terjadi perubahan dalam diri peserta didik baik berupa pengetahuan, keterampilan, ataupun sikap dan perilaku yang dilakukan dengan interaksi antara peserta didik dan pendidik/guru dengan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Terdapat 3 (tiga) faktor utama yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran di kelas, antara lain adalah faktor yang datang dari guru, peserta didik, dan lingkungan. Faktor yang berasal dari guru antara lain: kondisi dalam diri guru, kemampuan mengajar, dan kemampuan mengatur kondisi kelas. Faktor yang berasal dari peserta didik dipengaruhi beragam aspek dari dalam diri peserta didik dan lingkungan sekitarnya yang nantinya akan berdampak pada kesiapannya dalam menerima pelajaran. Sedangkan faktor Lingkungan yang mempengaruhi proses pembelajaran di dalam kelas mencakup lingkungan kelas dan lingkungan sekitar sekolah (idsejarah.net)

(8)

2.1.5. Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan cara penyajian yang digunakan guru dalam proses pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran, beberapa masalah sering dialami oleh guru. Untuk mengatasi masalah-masalah dalam pembelajaran, maka perlu adanya model-model pembelajaran yang dipandang dapat membantu guru dalam proses belajar mengajar. Dalam mengajarkan suatu pokok bahasan (materi) tertentu harus dipilih model pembelajaran yang paling sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu dalam memilih suatu model pembelajaran harus memiliki pertimbangan-pertimbangan. Seperti: materi pelajaran, tingkat perkembangan kognitif siswa, dan sarana atau fasilitas yang tersedia, sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai.

Berdasarkan karakteristik siswa SD dimana anak masih senang bermain, model pembelajaran yang sesuai digunakan dalam pembelajaran adalah model pembelajaran Discovery Learning.

Menurut Dahar (dalam Ratumanan, 2002: 49), pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan mempunyai beberapa kebaikan, yakni:

1) Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat atau lebih mudah diingat, bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain.

2) Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil belajar lainnya. Dengan perkataan lain, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi baru.

3) Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahakan masalah tanpa pertolongan orang lain.

Teori belajar Bruner ialah belajar penemuan atau Discovery Learning. Belajar penemuan dari Jerome Bruner adalah model pengajaran yang dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip konstruktivis Di dalam Discovery Learning siswa didorong untuk belajar sendiri secara mandiri. Siswa terlibat aktif dalam penemuan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalaui pemecahan masalah atau hasil abstraksi sebagai objek budaya. Guru

(9)

mendorong dan memotivasi siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan.

2.1.6. Model Pembelajaran Discovery Learning

Model Discovery Learning adalah didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Ide dasar Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.

Model Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan Discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).

Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif. Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa

(10)

2.1.6.1. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Discovery Learning

Berdasarkan fakta dan hasil pengamatan, penerapan pendekatan Discovery Learning dalam pembelajaran memiliki kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan, antara lain :

1) Kelebihan Penerapan Discovery Learning.

Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan penerapan Discovery Learning memiliki banyak kelebihan diantaranya :

a) membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.

b) pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.

c) menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.

d) model ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.

e) menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.

f) membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.

g) berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.

h) membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah padakebenaran yang final dan tertentu atau pasti.

i) siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.

j) membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru.

k) mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.

(11)

m) memberikan keputusan yang bersifat intrinsik. n) situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.

o) proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya.

p) meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.

q) kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar. r) dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

2) Kelemahan Penerapan Discovery Learning.

Selain kelebihan pembelajaran dengan menggunakan metode Discovery Learning juga memiliki kelemahan diantaranya :

a) menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.

b) tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.

c) harapan-harapan yang terkandung dalam model ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.

d) pengajaran Discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.

e) pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa

f) tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

2.1.6.2. Solusi untuk Kelemahan Model Pembelajaran Discovery Learning

Pada dasarnya model pembelajaran Discovery Learning merupakan model yang menyenangkan siswa dan cocok untuk semua mata pelajaran, tetapi masih ada bebarapa

(12)

kelemahan dari model tersebut. Solusi untuk kelemah – kelemaham model Discovry Learning adalah sebagai berikut :

1) menghilangkan asumsi tentang kesiapan pikiran untuk belajar, sehingga siswa yang kurang pandai tidak mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya siswa tidak merasa frustasi.

2) mempersiapakan media secara terencana sehingga efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak dengan waktu yang ditentukan terasa cukup dalam menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.

3) memperkenalkan kepada siswa tentang model pembelajaran yang baru sehingga siswa dapat menerima (tidak buyar) meskipun mereka telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.

4) memperhatikan pengembangan aspek konsep, keterampilan dan emosi seecara keseluruhan.

5) memberi fasilitas yang cukup untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa.

6) menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

2.1.6.3. Langkah-langkah Model Pembelajaran Discovery Learning

Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model Discovery Learning adalah sebagai berikut:

a) stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan). Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. b) problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah). Setelah dilakukan stimulation

langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).

(13)

c) data collection (pengumpulan data). Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidak hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literature, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.

d) data processing (pengolahan data). Data processing merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan penegetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.

e) verification (pentahkikan/pembuktian). Bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

f) generalization (menarik kesimpulan/generalisasi). Tahap generalitation/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Atau tahap dimana berdasarkan hasil verifikasi tadi, anak didik belajar menarik kesimpulan atau generalisasi tertentu. Akhirnya dirumuskannya dengan kata-kata prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.

(14)

Gambar 2.1 Stimulation

Penjabaran gambar :

a) membuat siswa menjadi kebingungan dan terpancing untuk mencari jawaban sendiri b) setelah melakukan stimulation siswa diberi kesempatan untuk mengidentifikasi agenda

masalah sebanyak mungkin, kemudian dipilih salah satu dan dirumuskan dalam bentuk hipotensis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).

Gambar 2.2 Generalization

Jawab

Hubungan bunga dan lebah merupakan hubungan yang saling menguntungkan kedua belah pihak

(15)

c) setelah melalui tahap Processing (pengolahan data) dan tahap Verification (pembuktian) maka siswa masuk pada tahap Generalization dimana pada tahap ini ditarik sebuah kesimpulan yang menjadi jawaban atas pertanyaan yang diaajukan sebelumnya..

2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan tentang penerapan model pembelajaran Discovery Learning di SD baik dalam pembelajaran IPA maupun mata pelajaran lainnya telah banyak dipublikasikan. Banyak hasil yang menunjukkan bahwa model pembelajaran Discovery Learning merupakan model pembelajaran yang efektif diterapkan dalam pembelajaran di SD

Penelitian tindakan kelas yang menguji penerapan model Discovery Learning dilakukan oleh Ichmarunto (2014) dengan judul “Penerapan Model Discovery Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Tentang Perubahan Kenampakan Bulan Di Kelas 4 SDN 6 Arjawinangun”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model Discovery pada pembelajaran IPA di Kelas 4 SD N 6 Arjawinangun dapat dilaksanakan dengan efektif. Hal ini ditunjukkan pada peningkatan hasil belajar peserta didik. Data hasil penelitian menunjukan bahwa sebelum diberikan tindakan dari 25 jumlah peserta didik keseluruhan di kelas 6 hanya tujuh orang memenuhi KKM sebesar 70 pada mata pelajaran IPA. Kemudian naik menjadi 10 orang pada siklus I, kemudian pada siklus II naik lagi menjadi 18 orang, dan pada siklus III semua siswa dapat dinyatakan tuntas berdasarkan KKM.

Purwanti (2010) dengan judul “Penerapan Guided Discovery Learning dalam Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Bagian-bagian Tumbuhan pada Siswa Kelas 2 SDN Pringo”. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan hasil belajar siswa dengan penerapan Guided Discovery Learning. Sebelum tindakan nilai rata 65 dengan ketuntasan 60%. Setelah penerapan Guided Discovery Learning nilai rata-rata siswa pada siklus I naik menjadi 79 dengan ketuntasan belajar 80%. Pada siklus II nilai rata-rata siswa meningkat menjadi 87,5 dengan ketuntasan belajar 100%. Penerapan Guided Discovery Learning juga meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Rata-rata skor keaktifan siswa pada siklus I 3,5 atau 75% dan dikatakan baik, sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 3,75 atau 93,75% dan dikatakan sangat

(16)

baik. Dari hasil penelitian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan Guided Discovery Learning dapat meningkatkan penguasaan konsep bagian-bagian tumbuhan pada siswa kelas 2 SDN Pringo Kecamatan Bululawang Kabupaten Malang.

Yunari, Naviah (2012) dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Penerapan Model Discovery Learning Materi Pecahan Di Kelas 3 SD N 1 Wonorejo”. Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan dengan penerapan model discovery learning, diperoleh peningkatan hasil belajar matematika materi pecahan pada siswa di kelas III. Peningkatan hasil belajar dari pratindakan, siklus I ke siklus II sebagai berikut. Pada tahap pra tindakan rata-rata nilai kelas 53,73 dengan prosentase ketuntasan 32%. Siklus I dari pertemuan 1 ke pertemuan 2 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 3,16 dengan peningkatan persentase ketuntasan secara klasikal sebesar 10%. Siklus II dari pertemuan 1 ke pertemuan 2 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 9,22 dengan peningkatan prosentase ketuntasan secara klasikal sebesar 16 %. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar IPA setelah diterapkan pembelajaran menggunakan model discovery learning.

Merujuk dari beberapa temuan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan model Discovery Learning, peneliti merasa tertarik untuk menggunakan model tersebut dalam meningkatkan pemahaman belajar peserta didik. Peneliti yakin dengan model Discovery Learning ini, akan dapat meningkatkan pembelajaran IPA khususnya materi Sifat-sifat Cahaya.

Hasil Penelitian yang dilakukan Agus Supriyadi (2012) menunjukkan bahwa penerapan model Discovery Learning mampu meningkatkan hasil belajar materi bentuk daun dan fungsinya pada siswa kelas 4 di Sekolah Dasar Negeri 03 Sungai Ambawang. Hasil obsevasi diketahui bahwa pada siklus 1 sebagian besar kegiatan telah dilaksanakan oleh guru dalam kegiatan-kegiatan pembelajarannya yaitu sebesar 65 % setelah siklus II seluruh pelaksanaan kegiatan pembelajaran telah dapat dilaksanakan oleh guru pada pembelajaran bentuk daun dan fungsinya dengan model discovery learning dapat meningkat menjadi 100 %. Bedasarkan data penelitian yang berasal dari hasil obsevasi diketahui bahwa sebagian besar hasil belajar siswa dalam pembelajaran bentuk daun dan fungsinya dengan model discovery learning pada siswa kelas 4 pada siklus I hanya mampu mencapai 65,55% dari aktivitas positif dan terjadi peningkatan setelah siklus II menjadi sebesar 75,55%. Rata-rata nilai evaluasi

(17)

belajar siswa pada siklus I adalah sebesar 78,72 dan terjadi peningkatan setelah adanya perbaikan pembelajaran pada siklus II menjadi 97,76.

Berdasarkan penelitian dari Ichamaruto, Purwati, Yunari, dan Agus Supriyadi terdapat persamaan dan perbedaan penelitian yang dapat dilihat dalam Tabel 2.2 Perbandingan Kajian Penelitian yang Relevan sebagai berikut:

(18)

Tabel 2.2.

Perbandingan Kajian Penelitian yang Relevan

No Penulis Judul Tahun Persamaan Perbedaan

1. 2 3 4 Ichmarunto Purwanti Yunari Agus Sup riyadi “Penerapan Model Discovery Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Tentang Perubahan Kenampakan Bulan Di Kelas 4 SDN 6 Arjawinangun”

“Penerapan Guided Discovery Learning dalam Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Bagian-bagian

Tumbuhan pada Siswa Kelas 2 SDN Pringo”

“Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Penerapan Model Discovery Learning Materi Pecahan Di Kelas 3 SDN 1 Wonorejo”

“Peningkatkan Hasil Belajar Materi Bentuk Daun dan Fungsinya Pada Siswa kelas 4 di Sekolah Dasar Negeri 03 Sungai Ambawang. 2014 2010 2012 2012

Pembelajaran IPA

.Pembelajaran IPA

Menggunakan model Discovery

Pembelajaran IPA

Siswa kelas 4  Penelitian dilakukan pada tahun 2014  Penelitian dilakukan pada tahun 2014  Pembelaj aran Matemati ka  Penelitian dilakukan pada tahun 2012  Penelitian dilakukan pada tahun 2012

(19)

2.3. Kerangka Berpikir

Kurangnya keterampilan bertanya siswa berdampak pada rendahnya kompetensi belajar siswa pada setiap muatan dalam pembelajaran. Untuk mengatasi persoalan tersebut perlu model pembelajaran yang berpotensi meningkatkan keterampilan bertanya dan kompetensi hasil belajar siswa. Model Discovery Learning adalah model pembelajaran yang terjadi dimana siswa tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. Model ini lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui, masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented.

Penulis meyakini bahwa dengan menggunakan model Discovery keterampilan siswa dalam bertanya dapat meningkat. Kerangka pikir PTK ini dapat dicermati dari bagan berikut :

(20)

Gambar 2.3. Peta Konsep Pembelajaran IPA Hasil belajar tema tugasku sehari-hari meningkat Keterampila n bertanya siswa meningkat Model Discovery learning

Rendahnya keterampilan bertanya dan hasil belajar

siswa Langkah pendekatan saintifik Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan) Problem statement Data collection Data Processing Verification Generalization Evaluasi cara pemecahan masalah Menanya evaluasi

(21)

2.4. Hipotesis Tindakan

Pembelajaran dengan menggunakan model discoveri learning dalam rangka meningkatkan keterampilan bertanya dan kompetensi hasil belajar dilakukan dengan langkah-langkah:

a. stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan), b. problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah), c. data collection (Pengumpulan Data),

d. data Processing (Pengolahan Data), e. verification (Pembuktian),

f. generalization (menarik kesimpulan/generalisasi).

Melalui penerapan model pembelajaran Discovery Learning diharapkan mampu untuk meningkatkan proses dan hasil belajar IPA pada siswa kelas 4 SD Negeri Genengmulyo 02 tahun pelajaran 2015/2016.

Gambar

Gambar 2.2 Generalization
Gambar 2.3. Peta Konsep Pembelajaran IPA  Hasil belajar tema tugasku sehari-hari meningkat Keterampilan bertanya siswa meningkat Model  Discovery learning

Referensi

Dokumen terkait

Remaja pria maupun wanita meniru tingkah laku orang tua yang sama jenis kelaminnya karena remaja ingin seperti orang tua. Anak laki-laki ingin seperti ayah dan

percobaan ini dapat diketahui bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan teori yang menyatakan terjadinya reaksi endoterm pada percobaan ini yakni terjadi perpindahan kalor

Penulis melanjutkan dan menyelesaikan pendidikannya ke jenjang sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Ngimbang Kabupaten Lamongan pada tahun 2012, lulus dari SMA

Tujuan penelitian ini yaitu mengembangkan strategi pemasaran untuk meningkatkan minat peserta didik SMP Kristen Satya Wacana Salatiga. Penelitian ini merupakan

Melihat keadaan tersebut, maka dapat diangkat sebuah penelitian yang berjudul: “Kreativitas Siswa dalam Pengolahan Limbah Plastik Menjadi Karya Seni (Studi terhadap

Indeks dominansi pada savana yang terinvasi lebih tinggi daripada savana yang terehabilitasi, tetapi nilai indeks keragaman tertinggi pada savana yang terbebas dari invasi

Solusi untuk mengatasi kendala yang ada yaitu mengadakan lomba-lomba termasuk Engklek agar anak-anak bisa bermain dengan teman-temannya, orang tua harus banyak