V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Tingkat Partisipasi Wanita Tani Dalam Program P2KP di Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten
Partisipasi menurut Mardikanto (1987) adalah keikutsertaan seseorang atau sekelompok anggota masyarakat dalam suatu kegiatan. Keikutsertaan seseorang dalam suatu program atau kegiatan dilakukan akibat adanya interaksi sosial antara individu yang bersangkutan dengan anggota masyarakat yang lain.
1. Tingkat Partisipasi Pada Tahap Perencanaan dan Pengambilan Keputusan
Partisipasi petani pada tahap perencanaan dan pengambilan keputusan adalah peran serta responden dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan program P2KP. Partisipasi masyarakat dalam tahapan perencanaan dan pengambilan keputusan dilakukan dengan melibatkan masyarakat didalam program tersebut. Tahapan-tahapan tersebut terdiri dari indikator keikutsertaan responden dalam mengikuti sosialisasi program P2KP, pemahaman terhadap tujuan program P2KP, dan keterlibatan dan partisipasi responden dalam pengajuan gagasan atau ide dalam rapat mengenai perencanaan penentuan kebun benih, dan jadwal pelaksanaan kegiatan program P2KP. Adapun distribusi responden berdasarkan partisipasi pada tahap perencanaan dan pengambilan keputusan dalam program P2KP dapat dilihat pada Tabel 16.
60
Tabel 16. Tingkat Partisipasi Wanita Tani Pada Tahap Perencanaan dan Pengambilan Keputusan Dalam Program P2KP
Tahap Perencanaan dan Pengambilan
Keputusan
Skor Jumlah (Responden)
Presentase (%) Sangat tinggi
Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
12,7– 15,0 10,3 – 12,6
7,9 – 10,2 5,5 – 7,8 3,0 – 5,4
8 8 19 12 2
16,33 16,33 38,78 24,48 4,08
Jumlah 49 100,00
Sumber : Analisis Data Primer 2016
Berdasarkan Tabel 16, dapat diketahui bahwa tingkat partisipasi wanita tani pada tahap perencanaan dan pengambilan keputusan mayoritas dapat dikategorikan sedang yaitu sebanyak 19 jiwa dengan presentase 38,78%. Hal ini disebabkan karena pada tahap perencanaan dan pengambilan keputusan responden sebagian tidak hadir dan tidak memberikan saran dan gagasan serta tidak terlibat seluruhnya dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Wanita tani sebagian besar tidak mengetahui tujuan dari program yang akan dilaksanakan. Adapun tujuan dari program P2KP adalah meningkatkan kesadaran, peran, dan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan pola konsumsi pangan B2SA serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan pokok beras, meningkatkan partisipasi kelompok wanita tani dalam penyediaan sumber pangan dan gizi keluarga melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan sebagia penghasil sumber karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral, dan mendorong pengembangan usaha pengolahan pangan skala Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sumber karbohidrat selain beras dan terigu yang berbasis sumberdaya dan kearifan lokal.
Tahap perencanaan dan pengambilan keputusan, responden tidak terlibat dalam penetapan tujuan program, padahal pada tahap perencanaan dan pengambilan keputusan merupakan faktor penting dalam suatu program, wanita tani terlibat langsung dan mengetahui seluruh tujuan dari program yang akan dilaksanakan. Pemahaman
terhadap tujuan program dapat mempengaruhi wanita tani dalam menjalankan program tersebut dalam rasa memiliki dan tujuan program belum tertanam pada diri responden. Partisipasi tahap perencanaan dan pengambilan keputusan di ukur dengan indikator sebagai berikut rapat mengenai penentuan kebun benih, pembuatan jadwal pelaksanaan kegiatan tergolong dalam kategori sedang, meskipun wanita tani sebagian besar mengikuti kegiatan rapat.
Kegiatan rapat wanita tani di isi dengan pemberian kesempatan seluruh anggota untuk mengatur pembuatan jadwal kegiatan yang sesuai dengan kesempatan dan kemampuan wanita tani. Sehingga pemerintah, ataupun pihak terkait hanya menerima hasilnya, dalam rapat perencanaan dan pengambilan keputusan peserta cenderung pasif dan tidak mengajukan gagasan, ide maupun saran, sebagian anggota hanya menyetujui usulan dari anggota lain dan melengkapi usulan atau ide. Meskipun responden tidak terlibat sepenuhnya pada tahap perencanaan dan pengambilan keputusan, dan proses rapat yang cenderung pasif tetapi hal tersebut tidak membuat kegagalan program.
Kegiatan program P2KP tetap berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan direncanakan.
2. Tingkat Partisipasi Pada Tahap Pelaksanaan
Partisipasi responden pada tahap pelaksanaan program adalah keikutsertaan responden dalam memberikan kontribusinya dalam program P2KP yang telah direncanakan. Adapun partisipasi wanita tani pada tahap pelaksanaan dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Partisipasi Wanita Tani Pada Tahap Pelaksanaan Dalam Program P2KP
Tahap Pelaksanaan Skor Jumlah (Responden)
Presentase (%)
Sangat tinggi 21,1 - 25,0 0 0,00
Tinggi 17,1 - 21,0 13 26,64
Sedang 13,1 - 17,0 21 42,86
Rendah 9,1 - 13,0 8 16,32
Sangat rendah 5,0 - 9,0 7 14,28
Jumlah 49 100,00
Sumber : Analisis Data Primer 2016
Berdasarkan Tabel 17, dapat diketahui bahwa tingkat partisipasi wanita tani pada tahap pelaksanaan mayoritas dapat dikategorikan sedang dengan jumlah 21 responden dengan presentase 42,86%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi wanita tani tahap pelaksanaan program P2KP di Desa Bolopleret responden ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan namun belum maksimal. Wanita tani berpartisipasi pada tahap pelaksanaan karena mereka mempunyai waktu untuk ikut berpartisipasi, memiliki keinginan yang berbeda-beda untuk dapat menikmati hasilnya. Adanya keinginan dari wanita tani untuk ikut berpartisipasi sehingga menimbulkan kesadaran untuk berperan aktif diberbagai kegiatan agar memperoleh manfaat untuk menunjang usahataninya dan peningkatan kesejahteraan hidup mereka.
Adapun indikator kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan adalah keikutsertaan dalam pelatihan pembuatan bibit tanaman, pembuatan kebun bibit tanaman (demplot), pembuatan kandang ternak, pelatihan perawatan tanaman, dan kegiatan perawatan ternak. Tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan diukur dari kriteria keikutsertaan responden dalam mengikuti pelaksanaan kegiatan.
Semua kegiatan dilaksanakan untuk mendukung program P2KP.
Kegiatan rutin yang dijalankan yaitu perawatan tanaman dan ternak, meskipun sudah ada sesi kelompok yang mengelola dan merawat tanaman dan ternak anggota tetap dilibatkan dalam pelaksanaan kegiatan. Berbagai kegiatan yang mendukung pelaksanaan program
P2KP diharapkan wanita tani dapat mandiri dalam mengelola usahataninya untuk peningkatan kesejahteraan petani.
3. Tingkat Partisipasi Pada Tahap Pemantauan dan Evaluasi
Partisipasi petani pada tahap pemantauan dan evaluasi merupakan partisipasi petani dalm memberikan penilaian langsung terhadap pelaksanaan program P2KP. Adapun partisipasi wanita tani pada tahap pemantauan dan evaluasi dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Partisipasi Wanita Tani Pada Tahap Pemantauan Dan Evaluasi Dalam Program P2KP
Tahap Pemantauan
dan Evaluasi Skor Jumlah (Responden)
Presentase (%)
Sangat tinggi 8,5 - 10,0 0 0,00
Tinggi 6,9 - 8,4 11 22,45
Sedang 5,3 – 6,8 8 16,33
Rendah 3,7 - 5,2 15 30,61
Sangat rendah 2,0 - 3,6 15 30,61
Jumlah 49 100,00
Sumber : Analisis Data Primer 2016
Berdasarkan Tabel 18, dapat diketahui bahwa partisipasi pada tahap pemantauan dan evaluasi dalam penelitian ini mayoritas dapat dikategorikan rendah dengan jumlah 15 responden dengan presentase 30,61%. Hal ini dikarenakan rasponden tidak banyak terlibat dalam melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap program serta tidak terlibanya dalam memberikan penilaian untuk keberlanjutan program P2KP. Sehingga penyuluh tidak menindak lanjuti saran, ide, dan gagasan dari responden.
Partisipasi wanita tani pada tahap pemantauan dan evaluasi memiliki indikator tentang keterlibatan responden dalam melakukan pemantauan dan melakukan evaluasi selama pelaksanaan kegiatan, dan keterlibatan responden dalam memberikan penilaian untuk keberlanjutan program P2KP. Partisipasi wanita tani pada tahap pemantauan dan evaluasi membantu penyuluh untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan program P2KP di Desa Bolopleret apakah hasil dari
pelaksanaan program sudah sesuai dengan perencanaan yang di harapkan atau belum. Serta adanya kegiatan penilaian terhadap program dapat mengetahui seberapa banyak penilaian wanita tani terhadap pelaksanaan program P2KP untuk menentukan arah kebijakan selanjutnya, dan bertujuan untuk menindak lanjuti keberlangsungan program P2KP.
Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi dilakukan dengan kunjungan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan Badan Ketahanan Pangan ke pelaksana program. Bertujuan untuk melakukan pengamatan, pemantauan dan mengetahui seberapa besar keikutsertaan masyarakat dalam menjalankan program serta sejauh mana manfaat yang diperoleh dari berjalannya program P2KP. kegiatan di isi dengan wawancara kepada pelaksana program apakah program P2KP memberikan manfaat, kemudahan, dan akses masyarakat yang lebih baik untuk pemenuhan gizi masyarakat yang bersumber dari pemanfaatan pekarangan dan peningkatan mutu hidup masyarakat. Selain ini wanita tani sebagai pelaksana program juga melakukan penilaian tentang pelaksanaan program dan keberlanjutan program P2KP.
4. Tingkat Partisipasi Pada Tahap Pemanfaatan Hasil
Partisipasi petani pada tahap pemanfaatan hasil kegiatan adalah partisipasi petani dalam memanfaatkan dan merasakan hasil dari kegiatan program P2KP. Adapun partisipasi wanita tani pada tahap pemanfaatan hasil dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Partisipasi Wanita Tani Pada Tahap Pemanfaatan Hasil Dalam Program P2KP
Tahap Pemanfaatan
Hasil Skor Jumlah
(Responden)
Presentase (%)
Sangat tinggi 21,1 - 25 2 4,08
Tinggi 17,1 - 21,0 8 16,33
Sedang 13,1 - 17,0 9 18,37
Rendah 9,1 - 13,0 25 51,02
Sangat rendah 5,0 - 9,0 5 10,20
Jumlah 49 100,00
Sumber : Analisis Data Primer 2016
Berdasarkan Tabel 19, dapat diketahui bahwa partisipasi wanita tani pada tahap pemanfaatan hasil mayoritas dapat dikategorikan rendah dengan jumlah 25 responden dengan presentase 51,02%. Hal tersebut disebabkan karena responden dalam memanfaatkan hasil dari program P2KP kurang maksimal. Keaktifan responden dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dalam berbudidaya pertanian dan peternakan kurang dimiliki oleh responden untuk mengoptimalkan hasil panennya. Serta rendahnya pengetahuan dan kurang pelatihan pengolahan pangan lokal menyebabkan sebagian besar responden hanya memanfaatkan hasil pekarangan untuk dikonsumsi sendiri, dibagikan ke saudara, dan ada sebagian yang dijual dipasar atau pedagang sayur keliling.
Berdasarkan hasil penelitian di lapang hasil panen dapat membantu menghemat biaya belanja pembelian sayur dan dialokasikan untuk kebutuhan lain yang lebih bermanfaat, karena sayuran sudah tersedia di halaman pekarangan. Hasil dari program P2KP wanita tani mengusahakan berbagai tanaman daun semusim (sawi, bayam, kangkung, selada, seledri), sayuran buah semusim (tomat, terong, cabai, timun, pare, gambas/ceme), tanaman empon-empon (jahe, kunir, sereh), tanaman buah-buahan (jeruk, kelengkeng, jambu air, belimbing, sawo) dan tanaman bunga.
Menurut Swatika (2006) pemilihan komoditas bernilai ekonomi tinggi (seperti sayuran) menentukan tingkat efisiensi usahata tani dilihatdari pemanfaatan sumber daya lahan dan tenaga serta rasio dan keuntungan biaya. Sehingga dapat diketahui bahwa pemilihan komoditas yang di usahakan wanita tani “Karya Bunda” sudah memenuhi syarat sebagai komoditas bernilai ekonomi tinggi.
Selain itu hasil peternakan juga berbagai macam hewan seperti ayam, itik, mentok, ikan lele, ikan nila, kambing. Hasil panen yang dijual tiap jenis tanaman berbeda-beda, dan harga juga berganti-ganti sesuai dengan penetapan harga dipasar, bahkan bisa lebih murah dari harga pasar. Hasil peternakan sebagian besar dikonsumsi sendiri dan ada yang dijual, untuk harga jual berbeda-beda sesuai dengan jenis tenak, umur, dan kuat lemahnya proses tawar menawar. Selain itu pemanfaatan hasil program P2KP dimanfaatkan sebagian kecil anggota wanita tani untuk membuka usaha kecil olahan pangan lokal, jajanan pasar, kue kering, dan aneka cemilan
Keaktifan anggota kelompok wanita tani “Karya Bunda” pernah mengusahakan usaha mikro kecil menengah yaitu olahan pangan lokal dan aneka cemilan dari umbi-umbian yang dipasarkan dengan label
“Karya Bunda”. Usaha tersebut mengalami kendala dalam keterbatasan bahan baku serta variasi olahan sehingga tidak mampu bersaing dengan produk olahan lain yang lebih bervariasi. Selain itu terdapat permasalahan pemasaran dikarenanakan sulitnya dalam mengurus ijin usaha.
Produk yang dihasilkan sudah memenuhi standar dalam pemasaran produk seperti sudah adanya label kemasan, kemasan di buat dari plastik yang kedap udara, pengolahan yang higienis, dan harga yang terjangkau serta aman untuk dikonsumsi. Namun, untuk ijin usaha produksi belum dimiliki oleh kelompok wanita tani “Karya Bunda”
sehingga, produk yang dipasarkan kalah bersaing dari produk lain yang sudah memiliki ijin produksi dan tidak mampu untuk menembus pasar
yang lebih luas. Program P2KP selain memberikan manfaat secara ekonomi, pengetahuan, dan pengembangan keterampilan dalam berbudidaya tanaman dan ternak juga menjadi tempat untuk mengaktualisasikan diri kepada masyarakat.
Hal tersebut juga diungkapkan oleh Sujarwati (2013) bahwa dengan berkarya, berkreasi, menciptakan, mengekspresikan diri, mengembangkan diri, membagikan ilmu-ilmu pengetahuan, menemukan sesuatu, menghasilkan sesuatu serta mendapatkan penghargaan, penerimaan prestasi adalah bagian dari proses penemuan dan pencapaian pemenuhan diri wanita tani melalui profesi atau karir.
Program P2KP juga dirasakan oleh wanita tani sebagai ruang yang diberikan oleh pemerintah untuk menjalankan program dan tujuan pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat. Selain itu, sebagai ruang untuk berinteraksi, aktualisasi diri di masyarakat, untuk berkumpul, bersilahturahmi dengan masyarakat.
5. Partisipasi Total Wanita Tani
Partisipasi wanita tani dalam penelitian ini adalah keikutsertaan responden dalam program P2KP yang dilihat dari tahap perencanaan dan pengambilan keputusan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dan pemanfaatan hasil. Adapun tingkat partisipasi petani dalam mengikuti kegiatan program P2KP dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Partisipasi Total Wanita Tani Mengikuti Program P2KP Partisipasi Total
Wanita Tani Skor Jumlah
(Responden)
Presentase (%) Sangat tinggi
Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
63,1 - 75,0 51,1 - 63,0 39,1 - 51,0 27,1 - 39,0 15,0 - 27,0
2 7 18 19 3
4,08 14,30 36,73 38,77 6,12
Jumlah 49 100,00
Sumber : Analisis Data Primer 2016
Berdasarkan Tabel 20, dapat diketahui bahwa partisipasi total wanita tani dalam mengikuti program P2KP mayoritas dapat
dikategorikan rendah dengan jumlah 19 responden dengan presentase 38,77%. Partisipasi wanita tani total pada program P2KP diperoleh dari partisipasi total pada tahap perencanaan dan pengambilan keputusan, tahap pelaksanaan, tahap pemantauan dan evaluasi dan tahap pemanfaatan hasil.
Menurut Ariyani (2007) seseorang untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan ada 3 persyaratan yaitu adanya kesadaran dalam diri sendiri yang bersangkutan tentang adanya kemauan (sikap positif terhadap sasaran partisipasi), serta didukung oleh kemampuan (inisiasi untuk bertindak dengan komitmen), kemauan dan kemampuan merupakan potensi yang dimiliki oleh pelaku secara individu atau kelompok.
Berdasarkan hasil penelitian di lapang menunjukkan bahwa wanita tani tidak terlibat seluruhnya dalam merencanakan dan merancang program P2KP. Serta jarang mengikuti beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh penyuluh, tidak banyak terlibat dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi dan belum memanfaatkan hasil program secara maksimal untuk kegiatan usahatani dan pengembangan usaha mikro kecil menengah produk pangan lokal. Hal tesebut bisa disebabkan karena kurangnya kesadaran dari diri sendiri untuk memiliki program, serta kurangnya kemauan dan kemampuan yang dimiliki untuk berpartisipasi dalam pembangunan program P2KP. Peningkatan partisipasi dan peran serta wanita tani dalam suatu program atau kegiatan berpartisipasi perlu dilakukan penanaman kesadaran dengan rasa memiliki program. Sehingga, masyarakat dapat lebih berpartisipasi dan lebih aktif dalam kegiatan program.
B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Wanita Tani
Partisipasi merupakan faktor penentu keberhasilan suatu pembangunan. Seberapa kerasnya usaha pemerintah membangun, jika tidak melibatkan serta menumbuhkan partisipasi serta tidak didukung oleh petani, maka tingkat keberhasilan pembangunan dan berkelanjutan program pembangunan akan berbeda dengan kondisi jika petani ikut berpartisipasi.
Partisipasi seseorang dapat dibentuk oleh beberapa faktor. Sifat faktor-faktor yang membentuk partisipasi dapat berhubungan dan ada yang tidak berhubungan. Faktor-faktor dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusaha tani, kemampuan ekonomi (tingkat pendapatan), jumlah keluarga, luas lahan pekarangan. Berdasarkan data di lapang distribusi faktor-faktor yang mempengaruhi wanita tani sebagai berikut:
1. Umur Responden
Umur dalam penelitian ini adalah usia responden pada saat dilakukan penelitian. Umur dapat menentukan pola pikir seseorang, bertindak, dan menyelesaikan masalah. Adapun distribusi responden menurut umur dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Distribusi Responden Berdasarkan Umur Kriteria Umur
(Tahun) Skor Jumlah
(Responden) Presentase (%)
25-32 5 3 6,12
33-40 4 11 22,45
41-49 3 12 24,50
50-56 2 15 30,60
> 57 1 8 16,33
Jumlah 49 100,00
Sumber: Analisis Data Primer 2016
Berdasarkan Tabel 21, dapat diketahui bahwa umur wanita tani sebagian besar terdapat pada usia 50-56 dengan jumlah 15 responden.
Tingkatan umur yang dimiliki oleh respoden masih tergolong pada usia produktif dimana responden masih memiliki kemampuan fisik yang kuat untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Umur petani menentukan
karakteristik petani, dimana petani yang memiliki umur lebih muda akan lebih bersemangat dan memiliki kemampuan fisik yang baik, mampu bekerja dengan lebih baik dan akan lebih aktif untuk mengikuti berbagai kegiatan.
Menurut Sulami (2014) responden yang dianggap tua lebih aktif menyampaikan pendapat baik berupa masukan, saran atau dalam penetapan keputusan karena lebih dianggap berpengalaman/ senior jika di bandingkan dengan golongan yang lebih muda.
Berdasarkan hasil penelitian di lapang petani yang berumur lebih tua cenderung memiliki pengalaman yang lebih banyak, baik dari kegiatan pertanian, atau di luar pertanian. Pengalaman dan cara berfikirnya juga lebih luas namun, kondisi fisiknya sudah mulai menurun dan semangat kerjanya pun juga menurun tetapi masih memiliki keinginan untuk menyumbangkan ide atau gagasan pikiran untuk meningkatkan pengetahuan, membagi pengalaman, memberikan masukan pemecahan masalah yang terjadi dalam keanggotaan program P2KP.
2. Tingkat Pendidikan Responden
Pendidikan formal merupakan tingkat pendidikan yang dicapai oleh responden pada lembaga pendidikan formal atau bangku sekolah.
Tingkat pendidikan yang ditempuh seseorang memberikan pengetahuan dan cara berpikir yang berbeda, baik dari penerimaan suatu informasi maupun penilaian tentang suatu masalah yang terjadi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin luas pengetahuan dan cara berpikir yang semakin baik. Adapun distribusi responden menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Skor Jumlah
(Responden) Presentase (%)
Sarjana/diploma 5 7 14,28
Tamat SMA 4 13 26,53
Tamat SMP 3 10 20,40
Tamat SD 2 17 3470
Tidak tamat SD 1 2 4,10
Jumlah 49 100,00
Sumber: Analisis Data Primer 2016
Berdasarkan Tabel 22, dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan wanita tani sebagian besar tamat SD dengan jumlah 17 responden.
Tingkat pendidikan responden yang berbeda-beda memberikan pemahaman terhadap pengetahuan dan penerimaan informasi yang berbeda pula. Menurut Sulami (2014) semakin tinggi tingkat pendidikan tentunya mempunyai pengetahuan yang luas tentang pembangunan dan bentuk serta tata cara dalam berpartisipasi.
Berdasarkan hasil penelitian di lapang responden memilih untuk tidak melanjutkan studinya dan memilih untuk bekerja. Beberapa hal yang menyebabkan responden memilih untuk bekerja diantaranya kondisi ekonomi keluarga pada saat menempuh pendidikan SD tidak memungkinkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, akses sekolah yang jauh tidak mampu untuk ditempuh oleh responden, dan keinginan untuk membantu orang tua dengan bekerja.
Pada kondisi tersebut responden harus lebih aktif mengikuti berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan baik di sektor pertanian maupun diluar sektor pertanian.
Ditambahkan oleh Suroso (2014) pendidikan atau tingkat pengetahuan masyarakat berpengaruh terhadap usaha-usaha partisipasi yang diberikan masyarakat dalam pembangunan. Salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah tingkat pendidikan. Penyebaran informasi dan pengetahuan kelompok wanita tani “Karya Bunda” juga didukung dengan anggota yang tamat menengah atas dan tamat
sarjana/diploma yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang luas yang dapat dibagi dan disebarluaskan kepada anggota yang lain. Selain itu dukungan dari peningkatan teknologi berupa HP, internet, dan media sosial juga akan membantu dan mempercepat penyebaran informasi, pengetahuan dan wawasan.
3. Pengalaman Berusahatani Responden
Pengukuran pengalaman berusahatani dalam penelitian ini diukur dengan mengetahui berapa lamanya responden berprofesi atau menggeluti kegiatan pertanian sejak pertama kali sampai dilakukan penelitian. Semakin lama seseorang menggeluti kegiatan pertanian maka semakin banyak pula pengalaman yang telah diperolehnya, baik pengalaman berbudidaya tanaman atau berorganisasi. Adapun distribusi responden berdasarkan pengalaman berusahatani dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Distribusi Responden Berdasarkan Pengalaman Berusahatani Pengalaman Berusahatani
(Tahun) Skor Jumlah
(Responden)
Presentase (%)
> 14 5 22 44,90
10-14 4 4 8,16
7-9 3 1 2,04
4-6 2 2 4,10
1-3 1 20 40,80
Jumlah 49 100,00
Sumber: Analisis Data Primer 2016
Berdasarkan Tabel 23, dapat diketahui bahwa wanita tani paling banyak memiliki pangalaman berusahatani lebih lama dari 14 tahun dengan jumlah 22 responden. Berdasarkan pengalaman dari proses belajar yang dimiliki oleh petani maka pengetahuan dari hasil belajarnya selama ini dapat membatu dalam melakukan kegiatan program P2KP dan juga dapat di sebar luaskan oleh seluruh anggota kelompok wanita tani “Karya Bunda”. Pengalaman dari proses belajar dari berusahatani selama ini dapat meningkatkan partisipasi dan keikutsertaan responden dalam mengikuti kegiatan-kegiatan yang
berhubungan dengan bercocok tanam atau bertani. Pengalaman yang dimiliki oleh wanita tani dapat manjadi sumber informasi bagi petani sendiri dan petani lainnya yang membutuhkan informasi baru untuk meningkatkan pengetahuan dan kecakapan dalam berusahatani.
Menurut Lestari (2012) pengalaman berusahatani mempengaruhi perilaku petani dalam teknik usahataninya. Petani terus belajar dari setiap pengalaman yang di peroleh dari tahapan-tahapan produksi yang dilakukan. Kegiatan P2KP wanita tani mendapatkan kesempatan untuk membagi pengalaman yang dihadapi selama ini dalam bentuk diskusi maupun praktek lapangan. Oleh karena itu, kegiatan P2KP ini mendorong wanita tani untuk ikut berpartisipasi dalam proses belajar mengajar untuk peningkatan produktivitas hasil usahatani mereka secara berkelanjutan.
Berdasarkan hasil penelitian di lapang responden yang memiliki pengalaman 1-3 berjumlah 20 orang, yang artinya dalam penelitian ini responden tidak seluruhnya wanita tani sejati melainkan wanita tani yang terbentuk karena ada program P2KP dengan sebjeknya wanita sebagai pelaksana program. Meskipun responden baru memiliki pengalaman berusahatani 1-3 tahun namun responden dapat memanfaatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam membudidayakan tanaman dan ternak dan berpartisipasi dalam kegiatan usahatani program P2KP.
4. Kemampuan Ekonomi (Tingkat Pendapatan) Responden
Tingkat pendapatan merupakan pandapatan yang diperoleh petani baik dari kegiatan usaha tani ataupun di luar usahatani.
Pendapatan keluarga secara umum akan berpengaruh terhadap kemampuan individu dalam berpartisipasi pada suatu program. Tingkat pendapatan dalam penelitian ini di hitung dalam 1 musim tanam atau 3 bulan baik pendapatan dari kegiatan usaha tani maupun di luar usaha tani. Adapun distribusi responden berdasarkan kemampuan ekonomi (tingkat pendapatan) dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Distribusi Responden Berdasarkan Kemampuan Ekonomi (Tingkat Pendapatan) Selama Kurun Waktu 1 Musim Tanam atau 3 Bulan
Tingkat Pendapatan
(Rupiah) Skor Jumlah
(Responden) Presentase (%)
>6.000.000 5 14 28,57
4.500.000 - 6.000.000 4 18 36,73
3.000.000 - 4.500.000 3 12 24,50
1.500.000 - 3.000.000 2 5 10,20
<1.500.000 1 - 0,00
Jumlah 49 100,00
Sumber: Analisis Data Primer 2016
Berdasarkan Tabel 24, dapat diketahui bahwa tingkat pendapatan keluarga paling banyak antara Rp 4.500.000,00 - Rp 6.000.000,00 rupiah dalam 1 musim tanam/3 bulan dengan jumlah 18 responden.
Rata-rata untuk tingkat pendapatan dalam penelitian ini tergolong cukup untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan kadang bisa untuk menabung (lihat lampiran 5). Tingkat pendapatan yang berbeda tiap keluarga juga berdampak pada pengeluaran keluarga yang berbeda pula.
Pendapatan yang besar belum tentu cukup untuk memenuhi semua kebutuhan keluarga. Hal ini sangat bergantung pada bagaimana cara mengelola keuangan rumah tangganya.
Menurut Suroso (2014) tingkat pendapatan berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat. Asumsinya masyarakat yang memiliki penghasilan cukup atau lebih memiliki waktu luang dan tidak disibukkan lagi mencari tambahan penghasilan, sehingga masyarakat lebih aktif terlibat dalam pembangunan.
Ditambahkan oleh Smith (2007) bahwa pekerjaan dan pendapatan yang dimiliki istri merupakan cerminan kebebasan ekonomi wanita dan kontribusi wanita terhadap pendapatan rumah tangga.
Tingkat pendapatan yang berbeda tiap rumah tangga wanita tani tidak membuat wanita tani minder dan menarik diri keluar dalam organisasi.
Namun wanita tani tetap ikut berpartisipasi untuk memperoleh manfaat
dari program tersebut baik secara ekonomi, pengetahuan maupun ruang untuk berinteraksi dengan masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian di lapang pelaksanaan program P2KP yang memanfaatkan pekarangan sebagai lumbung pangan, pemenuhan gizi masyarakat bersumber pangan lokal diharapkan dapat mengurangi biaya pengeluaran pembelian sayur dan lauk untuk setiap bulannya karena dapat diambil dari pekarangan. Selain itu hasil panen yang berlebih dapat dijual sehingga dapat memberikan pemasukan pendapatan yang dapat dialokasikan untuk kebutuhan lain atau sabagian ditabung.
5. Jumlah Keluarga Responden
Jumlah keluarga dalam penelitian ini adalah seluruh anggota keluarga dalam pemenuhan kubutuhan hidupnya masih tergantung oleh petani. Semakin banyak jumlah tanggungan dalam keluarga tersebut maka petani akan termotivasi untuk bekerja lebih giat untuk mencukupi seluruh kebutuhan dari keluarganya. Adapun distribusi jumlah keluarga responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Distribusi Responden Berdasarkan Tanggungan Keluarga Jumlah Keluarga
Skor Jumlah
(Responden) Presentase (%)
>5 orang 5 3 6,13
5 orang 4 10 20,41
4 orang 3 16 32,65
3 orang 2 5 10,20
< 3 orang 1 15 30,61
Jumlah 49 100,00
Sumber: Analisis Data Primer 2016
Berdasarkan Tabel 25, dapat diketahui bahwa sebagian besar jumlah keluarga yang miliki wanita tani berjumlah 4 anggota keluarga dengan jumlah 16 responden. Banyak sedikitnya jumlah keluarga akan mempengaruhi seseorang dalam bekerja, seseorang yang memiliki jumlah keluarga lebih banyak akan semakin aktif untuk bekerja atau
berpartisipasi untuk mencukupi segala kebutuhan dari keluarganya dan mendapatkan manfaat dari suatu kegiatan.
Hal tersebut juga diungkapkan oleh Nurjannah (2015) bahwa jumlah keluarga akan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan dan pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Semakin banyak anggota keluarga yang ditanggung maka akan semakin banyak pengeluaran yang harus dipenuhi.
Menurut Mulyani (2012) apabila pendapatan rumah tangga tetap namun jumlah keluarga banyak, wanita tani harus mampu berfikir bagaimana caranya mengalokasikan pendapatan yang relatif sedikit tersebut agar dapat mencukupi konsumsi rumah tangga bagi seluruh anggota keluarganya.
Berdasarkan hasil penelitian di lapang mayoritas responden mempunyai jumlah keluarga 4 orang dan 3 orang anggota keluarga.
Wanita tani yang demikian biasanya lebih aktif dalam organisasi karena seringkali memiliki waktu luang di luar pekerjaan rumah tangga, dan usahatani. Selain untuk mengisi waktu luang, bertemunya teman- teman dapat mengurangi kesepian dan menambah informasi dan pengetahuan baru untuk meningkatkan pemahaman dalam menjalankan usahatani.
6. Luas Lahan Pekarangan Responden
Luas lahan adalah luas lahan yang diusahakan petani untuk melakukan kegiatan usahataninya. Luas lahan pekarangan dalam penelitian ini dinyatakan dalam m2. Adapun distribusi luas lahan pekarangan dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Distribusi Responden Berdasarkan Luas Lahan Pekarangan Luas Lahan Pekarangan
(m2) Skor Jumlah
(Responden)
Presentase (%)
>50 5 7 14,28
41-50 4 2 4,10
31-40 3 3 6,12
21-30 2 23 46,93
< 20 1 14 28,57
Jumlah 49 100,00
Sumber: Analisis Data Primer 2016
Berdasarkan Tabel 26, dapat diketahui bahwa luas lahan pekarangan yang dimiliki wanita tani sebagian besar 21-30 m2 dengan jumlah 23 responden. Ketersediaan lahan yang dimiliki oleh wanita tani dapat memperlancar usahatani. Luas sempitnya lahan yang dimiliki oleh seseorang akan mempengaruhi dalam pemeliharaan dan pemanfaatan pekarangan serta manfaat yang diperoleh dari lahan pekarangan tersebut.
Menurut Mardikanto (2003) semakin luas lahan yang dimiliki petani maka semakin luas usahataninya, semakin luas lahan biasanya semakin cepat mengadopsi sesuatu inovasi karena memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik. Seseorang yang mempunyai lahan lebih luas akan lebih aktif dalam mengelola lahan tersebut untuk memberikan manfaat yang sebanyak-banyaknya karena responden memiliki sumberdaya yang mampu untuk mendapatkan hasil yang lebih banyak.
Berdasarkan hasil penelitian di lapang bahwa lahan pekarangan yang dimiliki wanita tani berada di sekitar rumah dan dimanfaatkan untuk mendukung program P2KP. Lahan yang dimiliki wanita tani umumnya dimanfaatkan untuk ditanami dengan tanaman buah, tanaman sayur seperti (cabai, kol, terong, tomat, bayam), umbi-umbian, palawija serta tanaman obat tradisional. Selain itu pekarangan juga dimanfaatkan untuk kegiatan peternakan seperti memelihara unggas, ikan air tawar, dan kambing. Wanita tani “Karya Bunda” menerapkan teknik
berbudidaya tanaman secara organik tanpa menggunankan pupuk anorganik (kimia) dan pestisida. Kotoran ternak yang dimiliki dimanfaatkan sebagai pupuk kandang untuk tanaman. Sehingga hasil produksi yang dihasilkan tergolong sebagai tanaman organik yang aman untuk dikonsumsi.
C. Analisis Hubungan Antara Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Wanita Tani Dengan Tingkat Partisipasi Wanita Tani Dalam Program P2KP
Penelitian ini mengkaji hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi wanita tani dengan tingkat partisipasi wanita tani dalam program P2KP. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi wanita tani dalam penelitian ini meliputi: umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, kemampuan ekonomi (tingkat pendapatan), jumlah keluarga, dan luas lahan pekarangan.
Untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi petani dengan tingkat partisipasi petani dalam program P2KP digunakan uji korelasi range spearman (rs) yang perhitungannya dengan menggunakan program SPSS versi 17 for windows. Pegujian tingkat signifikansi terhadap nilai yang diperoleh dengan menggunakan besarnya nilai t hitung dan t Tabel dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05). Analisis mengenai hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi wanita tani dengan tingkat partisipasi wanita tani dalam program P2KP dapat dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27. Uji Hipotesis Hubungan Antara Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Wanita Tani Dengan Tingkat Partisipasi Wanita Tani Dalam Program P2KP
No X
Tingkat Partisipasi Wanita Tani Dalam Program P2KP
Y1 Y2 Y3 Y4 Y total
Rs t hitung rs t hitung rs t hitung rs t hitung Rs t hitung
1 X1 0,112 0,722 0,008 0,054 0,125 0,863 0,053 0,363 0,118 0,814 2 X2 0,227 1,597 0,118 0,814 -0,031 -0,212 -0,075 -0,515 0,010 0,068 3 X3 0,023 0,157 0,130 0,898 0,180 1,254 0,251 1,777 0,138 0,955 4 X4 0,242 1,709 0,007 0,329 0,095 0,654 0,169 1,175 0,142 0,983 5 X5 0,035 0,240 -0,053 -0,363 0,026 0,178 0,139 0,962 0,045 0,308 6 X6 0,349* 2,553 0,085 0,584 0,241 1,697 0,368** 2,713 0,370** 2,730
Sumber : Analisis Data Primer 2016
Keterangan :
X : Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi wanita tani X1 : Umur
X2 : Tingkat pendidikan X3 : Pengalaman berusahatani
X4 : Kemampuan ekonomi (tingkat pendapatan) X5 : Jumlah keluarga
X6 : Luas lahan pekarangan
Y1 : Partisipasi wanita tani tahap perencanaan dan pengambilan keputusan
Y2 : Partisipasi wanita tani tahap pelaksanaan
Y3 : Partisipasi wanita tani tahap pemantauan dan evaluasi Y4 : Partisipasi wanita tani tahap pemanfaatan hasil Y total : Partisipasi wanita tani dalam program P2KP
*) : Signifikan (α = 0,05)
**) : Sangat signifikan (α = 0,01) T Tabel : 2,023
1. Hubungan Antara Umur (X1) dengan Tingkat Partisipasi Wanita Tani (Y) dalam Program P2KP
Berdasarkan Tabel 27, hubungan antara umur dengan tingkat partisipasi wanita tani pada tahap perencanaan dan pengambilan keputusan dapat diperoleh bahwa nilai koefisien korelasi (rs) sebesar 0,112 pada tingkat kepercayaan 95% (α= 0,05), terdapat korelasi sangat lemah artinya terdapat hubungan sangat lemah antara variabel umur dengan partisipasi tahap perencanaan dan pengambilan keputusan.
Hubungan korelasi memiliki arah positif kondisi tersebut menunjukkan apabila semakin tinggi umur, maka semakin tinggi pula partisipasi wanita tani dalam program P2KP. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai t hitung sebesar 0,722. Sehingga dapat dilihat bahwa t hitung sebesar 0,722 lebih kecil dari pada t Tabel 2,023 maka H0 diterima, artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor-faktor yang
mempengaruhi partisipasi wanita tani dengan tingkat partisipasi wanita tani dalam program P2KP. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam penelitian ini umur tidak memiliki hubungan terhadap tingkat partisipasi wanita tani dalam program P2KP tahap perencanaan dan pengambilan keputusan, karena tidak terdapat perbedaan aktifitas berpartisipasi antara wanita tani yang berumur tua atau muda karena sama-sama memiliki kemampuan, kesempatan untuk berpartisipasi dan memahami tujuan program P2KP.
Hubungan antara umur responden dengan tingkat partisipasi wanita tani pada tahap pelaksanaan diperoleh nilai koefisien korelasi (rs) sebesar 0,008 dengan tingkat kepercayaan 95% (α= 0,05), terdapat korelasi sangat lemah artinya terdapat hubungan sangat lemah antara variabel umur dengan partisipasi tahap pelaksanaan. Hubungan korelasi memiliki arah positif kondisi tersebut menunjukkan apabila semakin tinggi umur, maka semakin tinggi pula partisipasi wanita tani tahap peksanaan dalam program P2KP. Berdasarkan perhitungan diperoleh t
hitung sebesar 0,863, sehingga dapat dilihat bahwa t hitung 0,863 lebih kecil dari pada t Tabel 2,023 pada maka H0 diterima. Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur responden dengan tingkat partisipasi wanita tani pada tahap pelaksanaan program P2KP. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini umur tidak memiliki hubungan terhadap tingkat partisipasi wanita tani pada tahap pemantauan dan evaluasi dalam program P2KP. Hal tersebut dikarenakan tidak terdapat perbedaan aktifitas berpartisipasi responden yang berumur tua dan responden yang berumur muda sama-sama mempunyai kemampuan untuk ikut berpartisipasi dalam pembuatan bibit tanaman, pembuatan kebun bibit, pembuatan kandang ternak, dan melakukan perawatan tanaman dan ternak dalam program P2KP.
Hubungan antara umur responden dengan tingkat partisipasi wanita tani pada tahap pemantauan dan evaluasi diperoleh nilai koefisien korelasi (rs) sebesar 0,125 pada tingkat kepercayaan 95%
(α= 0,05), terdapat korelasi sangat lemah artinya terdapat hubungan sangat lemah antara umur dengan partisipasi tahap pemantauan dan evaluasi. Hubungan korelasi memiliki arah positif kondisi tersebut menunjukkan apabila semakin tinggi umur, maka semakin tinggi pula partisipasi wanita tani tahap pemantauan dan evaluasi dalam program P2KP. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai t hitung 0,863. Sehingga dapat dilihat bahwa t hitung sebesar 0,863 lebih kecil dari pada t Tabel
2,023 maka H0 diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur responden dengan tingkat partisipasi wanita tani pada tahap pemantauan dan evaluasi dengan arah hubungan positif. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini umur tidak memiliki hubungan terhadap tingkat partisipasi wanita tani pada tahap pemantauan dan evaluasi dalam program P2KP, disebabkan karena tidak terdapat perbedaan aktifitas berpartisipasi antara responden yang berumur tua dan responden yang berumur muda karena sama-sama berpartisipasi dan terlibat dalam melakukan pemantauan dan melakukan evaluasi serta terlibat dalam memberikan penilaian tentang keberhasilan dan keberlanjutan program program P2KP.
Hubungan antara umur responden dengan tingkat partisipasi wanita tani pada tahap pemanfaatan hasil diperoleh nilai koefisien korelasi (rs) sebesar 0,053 pada tingkat kepercayaan 95% (α= 0,05), terdapat korelasi sangat lemah artinya terdapat hubungan sangat lemah antara variabel umur dengan partisipasi tahap pemanfaatan hasil.
Hubungan korelasi memiliki arah positif kondisi tersebut menunjukkan apabila semakin tinggi umur, maka semakin tinggi pula partisipasi wanita tani dalam program P2KP. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai t hitung 0,363. Sehingga dapat dilihat bahwa t hitung sebesar 0,363 lebih kecil dari pada t Tabel 2,023 maka H0 diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur responden dengan tingkat partisipasi wanita tani pada tahap pemanfaatan hasil program P2KP. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini umur tidak
memiliki hubungan terhadap tingkat partisipasi wanita tani pada tahap pemanfaatan hasil program P2KP karena tidak terdapat perbedaan aktifitas berpartisipasi responden yang berumur tua dan responden yang berumur muda sama-sama bisa memanfaatkan hasil, keterampilan dalam budidaya tanaman dan peternakan, serta memanfaatkan pengetahuan untuk mengusahakan pangan lokal sebagai bisnis pangan (off farm) dari program P2KP meskipun pemanfaatannya belum dilakukan secara maksimal.
Hubungan antara umur responden dengan partisipasi total wanita tani dalam program P2KP diperoleh nilai koefisien korelasi (rs) sebesar 0,118 pada tingkat kepercayaan 95% (α= 0,05), terdapat korelasi sangat lemah artinya terdapat hubungan sangat lemah antara variabel umur dengan partisipasi partisipasi total. Hubungan korelasi memiliki arah positif kondisi tersebut menunjukkan apabila semakin tinggi umur, maka semakin tinggi pula partisipasi wanita tani dalam program P2KP.
Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai t hitung sebesar 0,814. Sehingga dapat dilihat bahwa t hitung sebesar 0,814 lebih kecil dari pada t Tabel
2,023 pada tingkat kepercayaan 95%, maka H0 diterima. Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur responden dengan tingkat partisipasi total wanita tani pada dalam program P2KP. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini umur tidak memiliki hubungan terhadap partisipasi wanita tani dalam mengikuti program P2KP.
Menurut Lestari 2012 bahwa usia produktif yang dimiliki wanita tani akan berpengaruh terhadap partisipasi wanita tani. Wanita tani akan memiliki partisipasi yang lebih tinggi dalam pelaksanaan program. Hal ini dapat dipahami karena umur mempengaruhi kemampuan fisik dan cara berfikir yang lebih dinamis dalam pengembangan usahatani.
Namun, dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tua atau muda umur wanita tani tidak mempengaruhi aktifitas berpartisipasi wanita tani
dalam mengikuti program P2KP karena wanita tani sama-sama memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam program P2KP.
Berdasarkan penelitian di lapang, dapat diambil kesimpulan bahwa umur tidak mempengaruhi partisipasi wanita tani. Tua atau muda umur wanita tani tidak mempengaruhi partisipasi wanita tani dalam mengikuti program P2KP. Berdasarkan penelitian responden yang memiliki umur lebih tua belum tentu memiliki partisipasi yang sangat rendah dari pada responden dengan umur lebih muda. Begitupula sebaiknya responden yang memiliki umur lebih muda belum tentu memiliki partisipasi yang lebih tinggi dari pada responden dengan umur yang lebih tua. Hal ini disebabkan wanita tani yang memiliki umur lebih tua maupun umur lebih muda sama-sama memiliki keinginan untuk ikut merencanakan, berpartisipasi dalam program P2KP untuk mendapatkan manfaat secara ekonomi maupun peningkatan pengetahuan bagi keluarganya.
2. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan (X2) dengan Tingkat Partisipasi Wanita Tani (Y) dalam Program P2KP
Berdasarkan Tabel 27, hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi wanita tani pada tahap perencanaan dan pengambilan keputusan diperoleh nilai koefisien korelasi (rs) sebesar 0,227 pada tingkat kepercayaan 95% (α= 0,05), terdapat korelasi yang lemah artinya terdapat hubungan yang lemah antara variabel tingkat pendidikan dengan partisipasi tahap perencanaan dan pengambilan keputusan. Hubungan korelasi memiliki arah positif kondisi tersebut menunjukkan apabila semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin tinggi pula partisipasi wanita tani tahap perencanaan dan pengambilan keputusan dalam program P2KP. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai t hitung sebesar 1,597. Sehingga dapat dilihat bahwa t hitung sebesar 1,597 lebih kecil dari pada t Tabel 2,023 pada tingkat kepercayaan 95%
maka Ho diterima. Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan responden dengan tingkat partisipasi wanita
tani pada tahap perencanaan dan pengambilan keputusan program P2KP. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini tingkat pendidikan memiliki hubungan yang rendah terhadap tingkat partisipasi wanita tani pada tahap perencanaan dan pengambilan keputusan dalam program P2KP. Responden dengan tingkat pendidikan tidak tamat SD maupun tamat perguruan tinggi sama-sama memiliki kemampuan untuk mengetahui tujuan program P2KP dan berkeinginan untuk merencanakan, mengajukan idea tau gagasan untuk keberlangsungan program P2KP. Serta tidak terdapat perbedaan aktifitas berpartisipasi antara responden dengan tingkat pendidikan tidak tamat SD maupun tamat perguruan tinggi.
Hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan diperoleh nilai koefisien korelasi (rs) sebesar 0,118 pada tingkat kepercayaan 95% (α= 0,05), terdapat korelasi sangat lemah artinya terdapat hubungan sangat lemah antara variabel tingkat pendidikan dengan partisipasi tahap pelaksanaan. Hubungan korelasi memiliki arah positif kondisi tersebut menunjukkan apabila semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin tinggi pula partisipasi wanita tani tahap pelaksanaan dalam program P2KP. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai t hitung sebesar 0,814. Sehingga dapat dilihat bahwa t hitung sebesar 0,814 lebih kecil dari pada t Tabel 2,023 maka H0 diterima.
Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan responden dengan tingkat partisipasi wanita tani pada tahap pelaksanaan program P2KP. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini tingkat pendidikan tidak memiliki hubungan terhadap tingkat partisipasi wanita tani dalam program P2KP tahap pelaksanaan.
Responden dengan tingkat pendidikan tamat SD maupun tamat perguruan tinggi sama-sama memiliki kemampuan untuk ikut berpartisipasi serta tidak terdapat perbedaan aktifitas berpartisipasi dalam kegiatan pembuatan bibit, kebun bibit, pembuatan kandang
ternak, serta perawatan tanaman dan ternak dan seluruh rangkaian kegiatan program P2KP.
Hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi pada tahap pemantauan dan evaluasi diperoleh nilai koefisien korelasi (rs) sebesar -0,031 pada tingkat kepercayaan 95% (α= 0,05), terdapat korelasi sangat lemah artinya terdapat hubungan sangat lemah antara variabel tingkat pendidikan dengan partisipasi tahap pemantauan dan evaluasi. Hubungan korelasi memiliki arah negatif kondisi tersebut menunjukkan apabila semakin tinggi tingkat pendidikan, maka belum tentu tinggi pula partisipasi wanita tani tahap pemantauan dan evaluasi dalam program P2KP. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai t hitung
sebesar -0,212. Sehingga dapat dilihat bahwa t hitung sebesar -0,212 lebih kecil dari pada t Tabel 2,023 maka H0 diterima. Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan responden dengan tingkat partisipasi wanita tani pada tahap pemantauan dan evaluasi program P2KP. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini tingkat pendidikan tidak memiliki hubungan terhadap tingkat partisipasi wanita tani dalam program P2KP tahap pemantauan dan evaluasi, karena responden dengan tingkat pendidikan tidak tamat SD maupun tamat perguruan tinggi sama-sama memiliki kemampuan untuk melaksanakan usahatani dengan pengetahuan mereka dibidang budidaya. Responden dengan tingkat pendidikan tinggi ataupun rendah sama-sama ikut berpartisipasi dalam pemantauan dan melakukan penilaian yang diberikan oleh PPL untuk meningkatkan usahatani program P2KP.
Hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan tingkat partisipasi wanita tani pada tahap pemanfaatan hasil diperoleh nilai koefisien korelasi (rs) sebesar -0,075 pada tingkat kepercayaan 95%
(α= 0,05), terdapat korelasi sangat lemah artinya terdapat hubungan sangat lemah antara variabel tingkat pendidikan dengan partisipasi tahap pemanfaatan hasil. Hubungan korelasi memiliki arah negatif
kondisi tersebut menunjukkan apabila semakin tinggi tingkat pendidikan, maka belum tentu tinggi pula partisipasi wanita tani tahap pemanfaatan hasil dalam program P2KP. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai t hitung sebesar -0,515. Sehingga dapat dilihat bahwa t
hitung sebesar -0,515 lebih kecil dari pada t Tabel 2,023 maka H0 diterima.
Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan responden dengan tingkat partisipasi wanita tani pada tahap pemanfaatan hasil program P2KP. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini pendidikan tidak memiliki hubungan terhadap tingkat partisipasi wanita tani pada tahap pemanfaatan hasil program P2KP.
Responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi maupun rendah sama-sama memanfaatkan hasil, keterampilan dalam budidaya tanaman dan peternakan, memanfaatkan pengetahuan untuk mengusahakan pangan lokal sebagai bisnis pangan (off farm) serta tidak terdapat perbedaan aktifitas berpartisipasi dari program P2KP meskipun pemanfaatannya belum dilakukan secara maksimal.
Hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan tingkat partisipasi total wanita tani dalam program P2KP diperoleh nilai koefisien korelasi (rs) sebesar 0,010 pada tingkat kepercayaan 95%
(α= 0,05), terdapat korelasi sangat lemah artinya terdapat hubungan sangat lemah antara variabel tingkat pendidikan dengan partisipasi total wanita tani. Hubungan korelasi memiliki arah positif kondisi tersebut menunjukkan apabila semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin tinggi pula partisipasi wanita tani dalam program P2KP. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai t hitung sebesar 0,068. Sehingga dapat dilihat bahwa t hitung sebesar 0,068 lebih kecil dari pada t Tabel 2,023 maka H0 diterima, artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan responden dengan tingkat partisipasi total wanita tani pada dalam program P2KP. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini tingkat pendidikan tidak memiliki hubungan terhadap partisipasi wanita tani dalam mengikuti program P2KP. Kondisi tersebut menunjukkan
bahwa tingkat pendidikan yang rendah maupun tingkat pendidikan yang semakin tinggi tidak mempengaruhi partisipasi wanita tani dalam mengikuti program P2KP.
Menurut Pinatik (2015) masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi biasanya mempunyai perhatian yang besar terhadap kegiatan-kegiatan pembangunan yang dilakukan pemerintah maupun swadaya masyarakat. Pembangunan dalam bentuk ide dan pikiran biasanya dikeluarkan oleh orang-orang yang memiliki jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Berdasarkan penelitian di lapang, dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi partisipasi wanita tani dalam program P2KP. Tingkat pendidikan tidak tamat SD maupun tamat perguruan tinggi tidak mempengaruhi aktifitas wanita tani dalam berpartisipasi mengikuti program P2KP. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan wanita tani yang tidak tamat SD belum tentu memiliki partisipasi yang sangat rendah dari pada wanita tani dengan tingkat pendidikan tamat perguruan tinggi. Begitupun sebaliknya wanita tani dengan tingkat pendidikan tamat perguruan tinggi belum tentu memiliki partisipasi yang lebih tinggi dari wanita tani dengan tingkat pendidikan tidak tamat SD. Hal ini disebabkan wanita tani dengan tingkat pendidikan tidak tamat SD maupun wanita tani dengan tingkat pendidikan tamat perguruan tinggi sama-sama memiliki keinginan untuk ikut berpartisipasi dalam program P2KP untuk mendapatkan manfaat secara ekonomi, maupun peningkatan pengetahuan bagi keluarganya.
3. Hubungan Antara Pengalaman Berusahatani (X3) dengan Tingkat Partisipasi Wanita Tani (Y) dalam Program P2KP
Berdasarkan Tabel 27, dapat diketahui hubungan antara pengalaman berusaha tani dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan dan pengambilan keputusan diperoleh nilai koefisien korelasi (rs) sebesar 0,023 pada tingkat kepercayaan 95% (α= 0,05),
terdapat korelasi sangat lemah artinya terdapat hubungan sangat lemah antara variabel pengalaman berusaha tani dengan partisipasi tahap perencanaan dan pengambilan keputusan. Hubungan korelasi memiliki arah positif kondisi tersebut menunjukkan apabila semakin tinggi pengalaman berusaha tani, maka semakin tinggi pula partisipasi wanita tani tahap perencanaan dan pengambilan keputusan dalam program P2KP. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai t hitung sebesar 0,157.
Sehingga dapat dilihat bahwa t hitung sebesar 0,157 lebih kecil dari pada t Tabel 2,023 maka H0 diterima. Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman berusahatani dengan tingkat partisipasi wanita tani pada tahap perencanaan dan pengambilan keputusan program P2KP. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini pengalaman berusaha tani tidak memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi wanita tani dalam program P2KP tahap perencanaan dan pengambilan keputusan, karena wanita tani yang memiliki pengalaman lebih lama dan wanita tani yang baru saja menggeluti atau terjun di usaha pertanian sama-sama memiliki kemampuan untuk merencanakan dan mengajukan idea tau gagasan untuk keberlangsungan program P2KP.
Hubungan antara pengalaman berusahatani responden dengan tingkat partisipasi wanita tani pada tahap pelaksanaan diperoleh nilai koefisien korelasi (rs) sebesar 0,130 pada tingkat kepercayaan 95%
(α= 0,05), terdapat korelasi sangat lemah artinya terdapat hubungan sangat lemah antara variabel pengalaman berusaha tani dengan partisipasi tahap elaksanaan. Hubungan korelasi memiliki arah positif kondisi tersebut menunjukkan apabila semakin tinggi pengalaman berusaha tani, maka semakin tinggi pula partisipasi wanita tani tahap pelaksanaan dalam program P2KP. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai t hitung sebesar 0,898. Sehingga dapat dilihat bahwa t hitung sebesar 0,898 lebih kecil dari pada t Tabel 2,023 maka H0 diterima. Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman berusahatani
dengan tingkat partisipasi wanita tani pada tahap pelaksanaan program P2KP. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini pengalaman dibidang usahatani tidak memiliki hubungan terhadap tingkat partisipasi wanita tani pada tahap pelaksanaan program P2KP, karena wanita tani yang memiliki pengalaman lebih lama dan wanita tani yang baru saja menggeluti usaha tani sama-sama ikut berpartisipasi dalam pembuatan bibit tanaman, pembuatan kebun bibit, pembuatan kandang ternak, dan melakukan perawatan tanaman dan ternak dalam program P2KP.
Hubungan antara pengalaman berusahatani responden dengan tingkat partisipasi wanita tani pada tahap pemantauan dan evaluasi diperoleh nilai koefisien korelasi (rs) sebesar 0,180 pada tingkat kepercayaan 95% (α= 0,05), terdapat korelasi sangat lemah artinya terdapat hubungan sangat lemah antara variabel pengalaman berusaha tani dengan partisipasi tahap pemantauan dan evaluasi. Hubungan korelasi memiliki arah positif kondisi tersebut menunjukkan apabila semakin tinggi pengalaman berusaha tani, maka semakin tinggi pula partisipasi wanita tani tahap pemantauan dan evaluasi dalam program P2KP. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai t hitung sebesar 1,254.
Sehingga dapat dilihat bahwa t hitung sebesar 1,254 lebih kecil dari pada t
Tabel 2,023 diterima. Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman berusahatani dengan tingkat partisipasi wanita tani pada tahap pemantauan dan evaluasi program P2KP. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini pengalaman berusahatani tidak memiliki hubungan terhadap tingkat partisipasi wanita tani pada tahap pemantauan dan evaluasi program P2KP. Wanita tani yang memiliki pengalaman lebih lama dan wanita tani yang baru saja menggeluti usaha pertanian tidak adanya perbedaan aktivitas berpartisipasi karena sama-sama ikut berpartisipasi dalam melakukan pemantauan dan melakukan evaluasi serta terlibat dalam melakukan evaluasi serta terlibat dalam memberikan penilaian tentang keberhasilan dan keberlanjutan program P2KP.
Hubungan antara pengalaman berusahatani responden dengan tingkat partisipasi wanita tani pada tahap pemanfaatan hasil diperoleh nilai kofisien korelasi (rs) sebesar 0,251 pada tingkat kepercayaan 95%
(α= 0,05), artinya terdapat korelasi yang lemah artinya terdapat hubungan yang lemah antara variabel pengalaman berusaha tani dengan partisipasi tahap pemanfaatan hasil. Hubungan korelasi memiliki arah positif kondisi tersebut menunjukkan apabila semakin tinggi pengalaman berusaha tani, maka semakin tinggi pula partisipasi wanita tani tahap pemanfaatan hasil dalam program P2KP. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai t hitung sebesar 1,777. Sehingga dapat dilihat bahwa t hitung sebesar 1,777 lebih kecil dari pada t Tabel 2,023 maka H0 diterima. Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman berusahatani responden dengan tingkat partisipasi wanita tani pada tahap pemanfaatan hasil program P2KP. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini pengalaman berusahatani memiliki hubungan yang rendah terhadap tingkat partisipasi wanita tani pada tahap pemanfaatan hasil dalam program P2KP. Wanita tani yang memiliki pengalaman lebih lama dan wanita tani yang baru saja menggeluti usaha tani tidak adanya perbedaan aktivitas berpartisipasi karena sama-sama bisa memanfaatkan hasil, keterampilan dalam budidaya tanaman dan peternakan, serta memanfaatkan pengetahuan untuk mengusahakan pangan lokal sebagai bisnis pangan (off farm) dari program P2KP meskipun pemanfaatannya belum dilakukan secara maksimal.
Hubungan antara pengalaman berusahatani responden dengan tingkat partisipasi total wanita tani dalam program P2KP diperoleh nilai koefisien korelasi (rs) sebesar 0,138 pada tingkat kepercayaan 95%
(α= 0,05), terdapat korelasi sangat lemah artinya terdapat hubungan sangat lemah antara variabel pengalaman berusaha tani dengan partisipasi tahap pemanfaatan hasil. Hubungan korelasi memiliki arah positif kondisi tersebut menunjukkan apabila semakin tinggi
pengalaman berusaha tani, maka semakin tinggi pula partisipasi wanita tani dalam program P2KP. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai t
hitung sebesar 0,955. Sehingga dapat dilihat bahwa t hitung sebesar 0,955 lebih kecil dari pada t Tabel 2,023 maka H0 diterima. Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman berusahatani responden dengan tingkat partisipasi total wanita tani pada dalam program P2KP dengan arah hubungan positif. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman berusahatani tidak memiliki hubungan terhadap partisipasi wanita tani pada tahap pemanfaatan hasil program P2KP.
Berdasarkan hasil penelitian di lapang, dapat di ambil kesimpulan bahwa pengalaman berusahatani tidak mempengaruhi partisipasi wanita tani. Banyaknya pengalaman dalam menjalankan usahatani maupun yang baru saja menggeluti usahatani tidak mempengaruhi partisipasi wanita tani dalam mengikuti program P2KP. Wanita tani yang lebih lama menggeluti usahatani belum tentu memiliki partisipasi yang sangat tinggi dari pada wanita tani yang baru saja menggeluti usaha tani.
Begitupun sebaliknya wanita tani yang baru saja menggeluti usahatani belum tentu memiliki partisipasi yang sangat rendah dari pada wanita tani yang lebih lama menggeluti usahatani. Hal ini disebabkan karena wanita tani sama-sama memiliki keinginan dan kemauan untuk ikut berpartisipasi dalam program P2KP serta tidak adanya perbedaan aktivitas berpartisipasi.
4. Hubungan Antara Kemampuan Ekonomi (Tingkat Pendapatan) (X4) dengan Tingkat Partisipasi Wanita Tani (Y) dalam Program P2KP
Berdasarkan Tabel 27, dapat diketahui hubungan antara kemampuan ekonomi (tingkat pendapatan) dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan dan pengambilan keputusan diperoleh nilai koefisien korelasi (rs) sebesar 0,242 pada tingkat kepercayaan 95%
(α= 0,05), terdapat korelasi yang lemah artinya terdapat hubungan yang lemah antara kemampuan ekonomi (tingkat pendapatan) dengan
partisipasi tahap perencanaan dan pengambilan keputusan. Hubungan korelasi memiliki arah positif kondisi tersebut menunjukkan apabila semakin tinggi pengalaman berusaha tani, maka semakin tinggi pula partisipasi wanita tani tahap perencanaan dan pengambilan keputusan dalam program P2KP. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai t hitung sebesar 1,709. Sehingga dapat dilihat bahwa t hitung sebesar 1,709 lebih kecil dari pada t Tabel 2,023 maka H0 diterima. Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan ekonomi (tingkat pendapatan) responden dengan tingkat partisipasi wanita tani pada tahap perencanaan dan pengambilan keputusan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini kemampuan ekonomi (tingkat pendapatan) memiliki hubungan yang rendah terhadap tingkat partisipasi wanita tani dalam program P2KP tahap perencanaan dan pengambilan keputusan, karena responden dengan tingkat pendapatan tinggi maupun rendah sama-sama memiliki kemampuan untuk merencanakan dan mengajukan ide tau gagasan untuk keberlangsungan program P2KP.
Hubungan antara kemampuan ekonomi (tingkat pendapatan) dengan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan diperoleh nilai koefisien korelasi (rs) sebesar 0,007 pada tingkat kepercayaan 95%
(α= 0,05), terdapat korelasi sangat lemah artinya terdapat hubungan sangat lemah antara variabel kemampuan ekonomi (tingkat pendapatan) dengan partisipasi tahap pelaksanaan. Hubungan korelasi memiliki arah positif kondisi tersebut menunjukkan apabila semakin tinggi pengalaman berusaha tani, maka semakin tinggi pula partisipasi wanita tani tahap pelaksanaan dalam program P2KP. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai t hitung sebesar 0,329. Sehingga dapat dilihat bahwa t
hitung sebesar 0,329 lebih kecil dari pada t Tabel 2,023 maka H0 diterima.
Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan responden dengan tingkat partisipasi wanita tani pada tahap pelaksanaan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini tingkat pendapatan tidak memiliki hubungan terhadap tingkat partisipasi wanita
tani dalam program P2KP tahap pelaksanaan, karena responden dengan tingkat pendapatan tinggi maupun rendah sama-sama mempunyai kemampuan untuk ikut berpartisipasi dalam pembuatan bibit tanaman, pembuatan kebun bibit, pembuatan kandang ternak, dan melakukan perawatan tanaman dan ternak dalam program P2KP.
Hubungan antara kemampuan ekonomi (tingkat pendapatan) dengan tingkat partisipasi pada tahap pemantauan dan evaluasi diperoleh nilai koefisien korelasi (rs) sebesar 0,095 pada tingkat kepercayaan 95% (α= 0,05), terdapat korelasi sangat lemah artinya
terdapat hubungan sangat lemah antara variabel kemampuan ekonomi (tingkat pendapatan) dengan partisipasi tahap pemantauan dan evaluasi.
Hubungan korelasi memiliki arah positif kondisi tersebut menunjukkan apabila semakin tinggi pengalaman berusaha tani, maka semakin tinggi pula partisipasi wanita tani tahap pemantauan dan evaluasi dalam program P2KP. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai t hitung sebesar 0,654. Sehingga dapat dilihat bahwa t hitung sebesar 0,654 lebih kecil
dari pada t Tabel 2,023 dengan tingkat kepercayaan 95% maka H0 diterima. Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
kemampuan ekonomi (tingkat pendapatan) responden dengan tingkat partisipasi wanita tani pada tahap pemantauan dan evaluasi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini tingkat pendapatan tidak memiliki hubungan terhadap tingkat partisipasi wanita tani dalam program P2KP tahap pemantauan dan evaluasi, karena wanita tani dengan tingkat pendapatan tinggi maupun rendah sama-sama memiliki kemampuan untuk melaksanakan usahatani dengan pengetahuan mereka dibidang budidaya. Wanita tani dengan tingkat pendapatan tinggi ataupun rendah sama-sama ikut berpartisipasi terlibat dalam melakukan pemantauan dan melakukan evaluasi serta terlibat dalam memberikan penilaian tentang keberhasilan dan keberlanjutan program program P2KP.