• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA STRES DENGAN KEPEDULIAN PADA KELUARGA YANG MENJADI CAREGIVER ODHA SKRIPSI MELFA YUNIARTI SIMANJUNTAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA STRES DENGAN KEPEDULIAN PADA KELUARGA YANG MENJADI CAREGIVER ODHA SKRIPSI MELFA YUNIARTI SIMANJUNTAK"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA STRES DENGAN KEPEDULIAN PADA KELUARGA YANG MENJADI CAREGIVER ODHA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

MELFA YUNIARTI SIMANJUNTAK 121301046

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2017

(2)
(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Melfa Yuniarti Simanjuntak NIM : 121301046

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul

“Hubungan Antara Stres dengan Kepedulian Pada Keluarga Yang Menjadi Caregiver ODHA” merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang jelas.

Medan, Oktober 2017

MELFA YUNIARTI SIMANJUNTAK NIM: 121301046

(4)

HUBUNGAN STRES DENGAN KEPEDULIAN PADA KELUARGA YANG MENJADI CAREGIVER ODHA

Melfa Y.Simanjuntak dan Rodiatul H. Siregar ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara stres dengan kepedulian pada keluarga yang menjadi caregiver orang dengan HIV/AIDS (ODHA).

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode korelasional.

Subjek pada penelitian ini adalah keluarga yang menjadi caregiver ODHA yang dipilih dengan menggunakan teknik incidental sampling yaitu berjumlah 50 orang. Alat ukur yang digunakan adalah skala stres yang disusun berdasarkan teori stres (Sarafino, 2011) dan skala kepedulian yang disusun berdasarkan teori kepedulian (Swanson, dalam Tomey & Alligood, 2014). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara stres dengan kepedulian pada keluarga yang menjadi caregiver ODHA.

Kata Kunci : Stres, Kepedulian, Caregiver

(5)

THE RELATIONSHIP BETWEEN STRESS AND CARING IN FAMILY THAT WAS CAREGIVER OF PEOPLE WITH

HIV/AIDS (PWHA)

Melfa Y.Simanjuntak dan Rodiatul H. Siregar

ABSTRACT

The purpose of this study is to determine the relationship between stress and caring in family that was caregiver of people with HIV/AIDS (PWHA). This study uses a quantitative approach with the correlation method. The subject of this study is the family that was caregiver of ODHA’s, that chosen with the incidental sampling technique that amount to 50 caregiver. Measuring instrument which used is stress scale that compiled by the author based on stress theory (Sarafino, 2011) and the caring scale that compiled by the author based on caring theory (Swanson, in Tomey & Alligood, 2014). The result of the data analysis of this study showed that there is a negative relationship between stress and caring in family that was caregiver of PWHA.

Keyword : Stress, Caring, Caregiver

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur dan hormat penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas anugerah, kasih, kekuatan, serta penghiburan daripada-Nya telah memampukan penulis melalui berbagai hal selama pengerjaan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu, terkhususnya kepada :

1. Bapak Zulkarnain, Ph.D, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi USU.

2. Ibu Rodiatul Hasanah Siregar, M.Si., Psikolog selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan bahkan memberikan semangat kepada penulis selama pengerjaan skripsi ini. Terima kasih Ibu karena selalu memberikan saya kesempatan belajar banyak hal. Semoga Ibu selalu sehat dan bahagia.

3. Kak Fasti Rola, M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing akademik yang selalu bersedia mendengarkan setiap cerita saya, memberikan semangat dan nasihat, serta membimbing saya selama berada di Fakultas Psikologi USU ini.

4. Bapak dan Ibu dosen serta para pegawai Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang turut mendukung segala keperluan perkuliahan dan administrasi selama perkuliahan

5. Orangtua tercinta, Bapak O. Simanjuntak dan Ibu R. br. Pasaribu yang terus memberikan dukungan, memberikan kata-kata penguat, bahkan selalu mendoakan mulai dari awal penulis mengikuti perkuliahan di Psikologi hingga penyelesaian tugas akhir ini. Terima kasih buat semua pengertiannya selama ini.

6. Keluarga penulis, untuk Abangku Jhonson Simanjuntak, terima kasih buat pengorbanan, kesabaran, teladan, dukungan moral bahkan material yang sudah sangat banyak dikeluarkan. Kakakku Asti Simanjuntak dan Abang Iparku

(7)

Kokoh Hutagalung, terima kasih buat dukungan semangat dan doanya.

Abangku Jimmi Simanjuntak, terima kasih buat dukungan semangat dan doanya. Terimakasih karena kalian selama ini sudah sabar menunggu kelulusanku.

7. KK Terkasih. KK Doulos (Esrabella, Olivia, dan Rorez) terima kasih buat dukungan semangat dan doanya. Semangat buat seminar kalian, semoga sukses dalam iman dan studi kalian. KK Yovela (Anastasya, Clarissha, Nadya, Rheka, dan Sharah), yang selalu memberikan dukungan, dan menghibur penulis setiap bertemu. Semoga kalian selalu bertumbuh dan bersukacita. Juga buat adik PIPA-ku (Catrin, Hartaty, dan Hosana), terima kasih buat dukungannya, semangat buat kalian.

8. Tersayang Ratesva Caramel S.Psi (Ramot Hutasoit, Tefan Simanjuntak, Esther Gultom, Carla Marsha, Rapidah Marpaung, dan Melva Napitupulu), orang-orang yang menemani penulis sejak semester 1. Terima kasih sudah bertahan bersama sampai sejauh ini. Honestly, I love You guys. Sukses buat kita.

9. Pamelalaland S.Psi (Hagar Sitompul dan Mariana Manullang). Terima kasih sudah berbagi ceria dan cerita selama ini. Love you girls, more than you know.

10. Gadis Seperjuangan S.Psi (Pebryanti Simarmata, Maria Ulfah, dan Nur Hasanah). Terima kasih buat semangat, dan bantuan-bantuannya selama ini.

Senang bisa bergabung dan berjuang bersama kalian. Sukses buat kita.

11. Rebab 46 (Yunela Sihombing, Agustina Napitu, Eflin Tobing, dan Chanji Sihombing). Terima kasih buat setiap canda tawa, kata-kata semangat, dan dukungan dari kalian. Terima kasih sudah mau menampung air mata yang seharusnya tak pernah kalian lihat. Love you borrrr.

12. Sahabat sedari kecil (Berliana Sibarani, Amd, dan Novi Sibarani, S.Pd).

Terima kasih karena selalu bertanya, menjadi role model, dan penyemangatku.

Semoga aku bisa menyusul kesuksesan kalian.

(8)

13. Teman-teman UP Psikologi. Tak bisa tersebutkan satu persatu, mulai dari Koordinasi UP Psikologi periode ; 2014, 2015, 2016 dan 2017. Tak lupa juga Tim Regenegerasi Psikologi periode ; 2016 dan 2017. Sesama PKK dan semua Komponen Pelayanan Psikologi. Terima kasih untuk setiap hal yang boleh dibagikan bersama, aku belajar banyak hal selama bersama kalian beberapa tahun ini. Semoga kita tetap setia sampai akhir. God Bless Us.

14. Gadis Perantauan (Tiar, Momo, dan Rifka). Terima kasih sudah bertanya kondisiku selama masa sulitku, buat semangatnya dan pengertiannya. Aku bisa merasakan kasih sayang kalian meskipun kita terpisah jarak. Semangat buat perjuangan kita masing-masing. Miss you guys.

15. Psikompak 2012 dan teman-teman main selama di kampus. Terima kasih sudah menemani berjuang selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, disebabkan oleh keterbatasan peneliti baik dalam hal waktu, pengalaman maupun pengetahuan. Oleh karena itu, peneliti menerima segala kritik dan saran yang membangun sehingga dapat menjadi masukan bagi penulis selanjutnya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan kiranya skripsi ini dapat bermanfaat.

Medan, Oktober 2017

Melfa Yuniarti Simanjuntak 121301046

(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH ... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH ... 10

1.3 TUJUAN PENELITIAN ... 11

1.4 MANFAAT PENELITIAN ... 11

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 11

1.4.2 Manfaat Praktis ... 11

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN ... 11

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 STRES ... 13

2.1.1 Definisi Stres ... 14

2.1.2 Aspek Stres ... 14

2.1.3 Faktor-Faktor Stres ... 17

2.2 KEPEDULIAN ... 20

2.2.1 Definisi Kepedulian ... 20

2.2.2 Dimensi Kepedulian ... 21

2.2.3 Faktor-Faktor Kepedulian ... 22

(10)

2.3 CAREGIVER ... 24

2.3.1 Definisi Caregiver ... 24

2.3.2 Tugas Caregiver ... 25

2.3.3 Jenis-Jenis Caregiver ... 26

2.4 CAREGIVER ODHA ... 27

2.5 Dinamika Hubungan Stres dengan Kepedulian Pada Keluarga yang menjadi Caregiver ODHA ... 28

2.6 HIPOTESA PENELITIAN ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN ... 32

3.2 DEFINISI OPERASIONAL PENELITIAN ... 33

3.3 IDENTIFIKASI SUBJEK PENELITIAN ... 33

3.4 METODE PENGAMBILAN SAMPEL ... 35

3.5 ALAT UKUR YANG DIGUNAKAN ... 35

3.5.1 Alat Ukur Stres ... 36

3.5.2 Alat Ukur Kepedulian ... 38

3.6 VALIDITAS DAN RELIABILITAS PENELITIAN ... 40

3.7 HASIL UJI COBA ALAT UKUR ... 41

3.7.1 Hasil Uji Coba Alat Ukur Stres ... 41

3.7.2 Hasil Uji Coba Alat Ukur Kepedulian ... 42

3.8 PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN ... 43

3.8.1 Tahap Persiapan Penelitian ... 43

3.8.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 44

3.8.3 Tahap Pengolahan Data Penelitian ... 45

3.9 TEKNIK ANALISIS DATA ... 45

3.9.1 Uji Normalitas ... 45

3.9.2 Uji Linieritas ... 46

(11)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

4.1 GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN ... 47

4.2 HASIL UTAMA PENELITIAN ... 51

4.3 PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

5.1 KESIMPULAN ... 65

5.2 SARAN ... 65

5.2.1 Saran Metodologis ... 66

5.2.2 Saran Praktis ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68

LAMPIRAN ... 72

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Blue Print Skala Stres Sebelum Uji Coba ... 37

Tabel 2 Blue Print Skala Kepedulian Sebelum Uji Coba ... 39

Tabel 3 Blue Print Skala Stres Setelah Uji Coba ... 41

Tabel 4 Blue Print Skala Kepedulian Setelah Uji Coba ... 42

Tabel 5 Data Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 47

Tabel 6 Data Subjek Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 48

Tabel 7 Data Subjek Berdasarkan Status Ekonomi ... 49

Tabel 8 Data Subjek Berdasarkan Status Pekerjaan ... 49

Tabel 9 Data Subjek Berdasarkan Lama Merawat ODHA ... 50

Tabel 10 Data Subjek Berdasarkan Hubungan dengan ODHA ... 51

Tabel 11 Hasil Uji Normalitas Data ... 52

Tabel 12 Hasil Uji Linieritas Data ... 53

Tabel 13 Hasil Uji Korelasi Variabel Penelitian ... 54

Tabel 14 Norma Skor Kategorisasi Variabel Penelitian ... 55

Tabel 15 Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Stres ... 56

Tabel 16 Norma Kategorisasi Stres ... 57

Tabel 17 Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Kepedulian ... 57

Tabel 18 Norma Kategorisasi Kepedulian ... 58

Tabel 19 Kategorisasi Berdasarkan Gambaran Subjek Penelitian ... 59

(13)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Daya Beda Item dan Reliabilitas ... 73

Lampiran 2 Hasil Pengolahan Data ... 87

Lampiran 3 Alat Ukur Penelitian ... 92

Lampiran 4 Data Mentah Penelitian ... 103

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penyakit HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/ Acquired Immune Deficiency Syndrom) berkembang di berbagai negara, salah satunya termasuk di Indonesia yang masih sangat sulit untuk dikontrol penyebarannya. Menurut data jumlah kasus orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia ada sebanyak 269.013 orang. Dan berdasarkan data tersebut, di provinsi Sumatera Utara terdapat 15.056 orang yang positif HIV/AIDS hingga Maret 2016 (Ditjen PP &

PL, 2016). HIV/AIDS merupakan penyakit yang serius dan tergolong dalam penyakit kronis (Sarafino, 2011). HIV/AIDS memiliki karakteristik perjalanan yang tidak dapat diduga, gejala-gejala penyakit yang tidak dapat dikontrol, mengalami efek disabilitating yang membuat ODHA mengalami ketidakberdayaan, dan kemungkinan disfiguring yang membuat cacat (Tandiono, 2006).

Selama menghadapi penyakitnya ODHA membutuhkan dukungan dari keluarga, kerabat, teman, pihak layanan kesehatan, maupun masyarakat luas.

Pemberian dukungan emosional, pendampingan, perawatan dan pengobatan mempunyai arti penting dalam upaya meningkatkan kualitas dan memperpanjang harapan hidup ODHA (Nasronudin, 2007). ODHA yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah ODHA yang mengalami berbagai kumpulan penyakit diakibatkan menurunnya fungsi kekebalan tubuh sehingga membuatnya rentan dan memerlukan perawatan kesehatan untuk menanganinya. Hal inilah yang

(15)

memungkinkan ODHA membutuhkan bantuan orang lain untuk mendampingi dan merawatnya dalam rutinitas sehari-hari.

Orang yang berperan untuk memberikan pendampingan dan perawatan bagi ODHA disebut dengan istilah caregiver ODHA. Adapun caregiver adalah seseorang yang memberikan pendampingan dan bantuan kepada orang lain yang mengalami disabilitas atau ketidakmampuan serta memerlukan bantuan dikarenakan penyakit dan keterbatasannya (Widiastuti, 2009). Di dalam keluarga orang yang mungkin berperan sebagai caregiver adalah pasangan, anak, menantu, cucu, atau saudara yang tinggal satu rumah. Keluarga terdiri dari dua atau lebih individu yang tinggal bersama, mempunyai ikatan emosi, terlibat dalam peran dan tugas yang saling berhubungan, serta adanya rasa saling menyayangi dan memiliki (Murray & Zentner, dalam Allender & Spradley, 2001). Adanya penyakit yang serius dan kronis pada salah satu anggota keluarga biasanya mempunyai dampak besar terhadap sistem keluarga, terutama pada struktur peran dan pelaksanaan fungsi keluarga. Penelitian kesehatan keluarga secara jelas menyatakan bahwa keluarga sangat mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan fisik anggota keluarganya (Campbell, dalam Friedman dkk, 2010).

Berdasarkan alasan diatas, dalam hal merawat dilihat bahwa keluarga punya peranan yang penting terutama dikarenakan keluarga adalah orang-orang yang sehari-hari tinggal bersama dan terdekat.

Ketika anggota keluarga menderita penyakit, maka seluruh keluarga ikut merasakan dampak negatifnya. Adanya penambahan peran sebagai caregiver, menyebabkan timbulnya beban atau tekanan pada keluarga yang dapat

(16)

mempengaruhi kondisi fisik, psikologis, sosial dan ekonomi mereka (Darwin, 2013). Dalam mengerjakan peranan sebagai caregiver ODHA bukan hal yang mudah. Tugas dan peranannya caregiver ODHA adalah memberikan emotional support, merawat (memandikan, memakaikan baju, menyiapkan makan, mempersiapkan obat), mendampingi melakukan aktivitas, mengatur keuangan, membuat keputusan tentang perawatan dan berkomunikasi dengan pelayanan kesehatan formal (Kung, 2003).

Keluarga sebagai caregiver ODHA menghadapi stigma dan diskrimasi dari masyarakat. Stigma yang terjadi pada keluarga ODHA dapat bersifat tindakan nyata (baik verbal maupun non-verbal) yang menyebabkan keluarga ODHA dibedakan dan disingkirkan yang sering disebut stigma aktual, selain itu ada juga tanda dan perasaan tidak nyaman yang dialami keluarga ODHA meskipun belum terjadinya tindakan stigma itu atau sering disebut stigma potensial, yang terakhir adalah keluarga ODHA menghakimi dirinya sendiri sebagai orang yang berhak dijauhi lingkungannya atau biasa disebut dengan stigma internal (Kemenkes, 2012). Stigma aktual dan stigma potensial dapat terjadi apabila lingkungan di sekitar mengetahui status mereka sebagai keluarga ODHA, dan hal ini memungkinkan munculnya kondisi tidak nyaman bagi keluarga ODHA. Namun juga tidak menutup kemungkinan keluarga ODHA membangun stigmanya sendiri (stigma internal) walaupun lingkungan di sekitar mereka tidak mengetahui status keluarga mereka yang ODHA. Ada berbagai respon yang mungkin dimunculkan anggota keluarga ODHA akibat stigma yang diterimanya. Hal ini di dukung oleh pernyataan salah seorang keluarga ODHA yang berperan sebagai caregiver :

(17)

“Jadi jarang keluar rumah dan ikut kegiatan dengan tetangga. ya merasa takut aja bergabung, takut tidak diterima”

(Komunikasi Personal, 2017)

“bukan hanya ODHA yang malu tetapi semua keluarga juga kena dampaknya. Tetangga mencibir dan membicarakan mengenai kondisi keluarga kami, itu buat jadi malu dan ada rasa tidak enak setiap keluar rumah”

(Komunikasi Personal, 2017)

“kami pindah rumah karna semua tetangga di kampung tahu kalau suami saya ODHA”

(Komunikasi Personal, 2017)

Adanya stigma dan diskrimasi pada ODHA dan keluarga di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2012) di Desa Buntu Bedimbar Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang bahwa masih ada 25,8 % masyarakat memberikan stigma negatif terhadap HIV/AIDS. Selain itu, didukung juga oleh penelitian yang dilakukan oleh Samosir (2016) mengenai stigma masyarakat terhadap HIV/AIDS di Perumnas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan, diperoleh hasil bahwa masyarakat memiliki stigma tinggi terhadap HIV/AIDS yaitu sebesar 41 %. Keluarga ODHA juga mengalami dampak stigma dan diskriminatif dikarenakan masih kurangnya pemahaman terhadap HIV/AIDS secara menyeluruh (Hasbullah, 1999).

Hasil survei dampak sosial ekonomi pada individu dan rumah tangga dengan HIV di tujuh provinsi di Indonesia tahun 2009 yang dilakukan oleh BPS dan JOTHI, dengan partisipan 996 rumah tangga dengan salah satu atau lebih anggota rumah tangganya terinfeksi HIV, menunjukkan hasil bahwa 36% rumah tangga orang terinfeksi HIV pernah mengalami tindakan stigma dan diskriminasi dari tetangganya. Bentuk-bentuk perlakuan stigma dan diskriminasi tersebut mulai

(18)

dari ditolak keberadaannya, mengalami kekerasan verbal, anak-anaknya dilarang bermain bersama teman sebayanya, tidak diundang dalam kegiatan di lingkungan, dilarang menggunakan fasilitas umum hingga kekerasan secara fisik (BPS &

JOHTI, 2009).

Selain stigma dan diskriminasi yang dialami oleh keluarga, dalam mendampingi dan merawat ODHA keluarga juga mengalami berbagai tantangan.

Tantangan yang dialami keluarga sebagai caregiver ODHA merupakan stressor yang mengakibatkan terganggunya keseimbangan fisik dan psikologis pada caregiver atau disebut dengan kondisi stres. Stres didefinisikan oleh Sarafino (2011) sebagai suatu kondisi yang dihasilkan ketika interaksi antara individu dengan lingkungannya membuatnya merasakan ketidakcocokan antara tuntutan dengan sumber daya yang dimilikinya.

Ketika mendampingi dan merawat ODHA, caregiver menjadi berfokus dengan kebutuhan ODHA, sehingga mereka cenderung mengabaikan kebutuhan mereka sendiri. Caregiver menunjukkan tanda gangguan fisik, seperti kesulitan tidur, gangguan nafsu makan, kesehatan tubuh menurun, ketakutan, kecemasan, bahkan hingga dapat menyebabkan penyakit serius lainnya (Darwin, 2013).

Dalam Journal of the American Medical Association dalam American Psychological Association (Simon, 2012), caregiver yang mengalami tekanan yang tinggi dapat berisiko mengalami kematian dini (premature mortality), penyakit jantung koroner, dan stroke. Caregiver mungkin tidak mengenali atau mungkin mengabaikan tanda-tanda penyakit dan kelelahan yang mereka alami, dan juga dapat berakibat depresi dan stres sehingga mempengaruhi kesehatan

(19)

mental caregiver. Hal ini didukung oleh pernyataan dari salah seorang caregiver ODHA yang mengalami gangguan fisik dikarenakan aktivitas merawat ODHA.

“...istirahat jadi kuranglah, karena harus siaga terus. Apalagi kalau udah jaga dirumah sakit ga bisa tidur, makan pun ga selera..”

“..ya kepikirinlah. Takut dia kenapa-kenapa, kitanya belum siap ditinggal. Apalagi kalau dia udah ngerasa sakit, ga bisa tidur mikirinnya”

(Komunikasi Personal, 2016)

Selain tanda-tanda fisik, ada juga tanda-tanda psikologis yang dialami caregiver ODHA. Kekhawatiran caregiver akan masa depan dan merenungkan kejadian masa lalu dapat meningkatkan respon stres psikologis, bahkan tanpa adanya situasi yang dapat memicu munculnya stres (Brosschot, dalam Sarafino, 2011). Tanda-tanda psikologis seperti gejala kognisi, gejala emosi dan gejala perilaku sosial merupakan tanda gangguan pada aspek psikologis yang diakibatkan oleh stres (Sarafino, 2011). Stres dapat melemahkan ingatan dan perhatian dalam aktivitas kognitif (Baum, dalam Sarafino, 2006). Gejala kognisi yang mungkin dialami oleh caregiver seperti caregiver banyak berpikir dan khawatir akan kondisi yang dialaminya dan ODHA.

Stres juga terkait terhadap emosi yaitu memungkinkan munculnya rasa takut, phobia, kecemasan, depresi, perasaan sedih, dan rasa marah (Sarafino, 2006). Gejala emosional yang ditunjukkan caregiver misalnya seperti merasa lesu; merasa tidak ada energi, kesenangan, konsentrasi, serta ketertarikan; menjadi cepat marah dan murung setiap hari, dan berbagai bentuk emosional lainnya.

Kondisi emosional caregiver yang tidak stabil ini akan dapat mempengaruhi

(20)

mereka selama merawat ODHA. Hal ini didukung oleh pernyataan dari salah seorang caregiver ODHA selama aktivitas merawat ODHA, sebagai berikut :

“...pasti ngerasa sedih, mau marah, putus asa, tapi ya namanya udah nasib ya dijalani aja, ga mungkin ditinggalin wong dia keluarga sendiri..”

“...ya capek jugalah, capeknya harus kesana kemari. Jadi cepat tua, bawaannya mau marah terus. Dia (ODHA) pun ikut kena semprot kalau saya lagi emosi”

“bosan gini-gini terus keadaannya, kalau dia (ODHA) bisa keliatan sehat, tapi kalau udah nge-drop sakitnya bisa sebulan lebih kadang.

Ya gitu-gitu aja.”

(Komunikasi Personal, 2016)

Selanjutnya, stres juga mempengaruhi perilaku sosial. Stres yang diikuti dengan rasa marah menyebabkan perilaku sosial negatif cenderung meningkat sehingga dapat menimbulkan perilaku agresif (Donnerstein & Wilson, dalam Sarafino, 2006). Stres dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain (Sarafino, 2006). Seperti yang dinyatakan oleh Cohen & Spacapan (dalam Sarafino, 2006) stres juga dapat mempengaruhi perilaku menolong seorang individu terhadap orang lain. Artinya apabila caregiver mengalami stres hal ini juga akan mempengaruhi perilaku dan hubungan caregiver dengan ODHA. Dalam hal ini apabila caregiver mengalami stres, hal ini akan dapat mempengaruhi caregiver menjadi tidak peka, agresif, tidak peduli, dan menjadikan peranannya tidak maksimal (Widiastuti, 2009).

Dalam melakukan tugas dan peranan mendampingi ODHA, caregiver harus dapat menunjukkan kepeduliannya. Kepedulian akan menekankan untuk memiliki rasa peduli, hormat dan menghargai orang lain yang dirawatnya

(21)

(Wedho, 2000). Caregiver yang mempunyai kepedulian akan membuat ODHA yang dirawatnya merasa dipedulikan, dihargai, diperhatikan, dan jauh lebih baik bahkan memiliki semangat untuk segera pulih. Namun sebaliknya, apabila caregiver tidak menunjukkan kepeduliannya hal ini dapat berdampak terhadap keadaannya ODHA, semangatnya menjalani pengobatan, keyakinannya untuk bisa segera pulih, bahkan hingga mempercepat bahaya kematian. Seperti yang disampaikan dalam Sarafino (2011), dukungan akan menyebabkan orang yang menerimanya merasa nyaman kembali, merasa dimiliki dan dicintai terutama ketika sedang mengalami stres dengan kondisinya,.

Menurut Noddings (dalam Bender, 2003), ketika kita peduli dengan orang lain, maka kita akan merespon positif terhadap orang lain, terhadap apa yang dibutuhkannya dan mengekspresikannya menjadi sebuah tindakan. Leininger (dalam Kozier dkk, 2004) menyatakan kepedulian merupakan tindakan untuk membantu, mendukung dan memfasilitasi orang lain atau kelompok yang mempunyai kebutuhan yang nyata atau yang dipikirkan sebelumnya. Dalam pernyataan yang dikemukakan oleh Watson (2005) mengenai Human Care, setiap orang khususnya perawat yang melakukan kegiatan membantu dan merawat orang lain harus mengutamakan yang namanya kepedulian, dikarenakan kepedulian sangat berperan dalam upaya proses penyembuhan pasien. Seperti pernyataan yang diberikan oleh salah seorang caregiver ODHA :

“...Yang dia pengen itu bukan cuma kitanya ngasih makan, minum, dan bersihin dia. Dia juga ingin didengarkan, kita ada di waktu dia lagi ngerasa sakit, kita dukung dia terus biar semangat... Ya dia sama saja seperti kita biasanya, butuh kasih sayang dan dihargai sebagai manusia”

(Komunikasi Personal, 2016)

(22)

Seorang caregiver yang memiliki kepedulian akan menunjukkan indikator kepedulian, yaitu antara lain knowing, being with, do for, enabling, dan maintaining belief, seperti yang dijelaskan oleh Swanson (dalam Tomey &

Alligood 2014). Caregiver akan berusaha untuk memahami kejadian-kejadian yang memiliki makna penting dalam kehidupan ODHA, hal tersebut adalah gambaran dari knowing. Caregiver juga tidak enggan untuk berbagi perasaan dan turut hadir secara emosi dengan ODHA, hal inilah yang dimaksud dengan being with. Caregiver juga akan melakukan segala sesuatunya bagi ODHA seperti melakukannya untuk dirinya sendiri dan mendahulukan kepentingan ODHA dibandingkan kepentingannya sendiri, hal ini yang dinamakan dengan do for.

Selain itu caregiver juga akan membantu ODHA melewati hal-hal tidak biasa yang dialami ODHA dengan memberikan informasi, penjelasan, memberikan perhatian yang sesuai, ini disebut dengan istilah enabling. Yang terakhir adalah maintaining belief, dimana caregiver akan mendukung ODHA agar yakin dengan kemampuannya untuk menjalani kejadian yang dialaminya dan menghadapi masa depan dengan penuh harapan.

Caregiver diharapkan tidak hanya melakukan tugasnya merawat ODHA namun menunjukkan kepeduliannya (Yu Huang, 2009). Pada dasarnya kepedulian menghasilkan pemberian rasa nyaman, perhatian, kasih sayang, peduli, pemeliharaan kesehatan, memberi dorongan, minat, cinta, percaya, melindungi, mendukung, memberi sentuhan, dan siap membantu orang yang dirawat (Leinenger, dalam Watson, 2005). Namun untuk dapat menunjukkan kepedulian

(23)

kepada orang lain bukanlah suatu hal yang mudah. Hal ini juga didukung oleh pernyataan dari caregiver ODHA, yaitu sebagai berikut :

“..cara menunjukkan perhatian dan rasa peduli biasanya dengan selalu ada disampingnya. Saat butuh maunya harus selalu ada. Buat dia nyaman dan coba ngerti dia”

“..Gak hanya jaga aja.. Kitanya ya harus sayang, harus sabar. Karna kondisinya lemah, sangat rentan. Kalau ya karna terpaksa pasti kelihatan dari caranya menjaga. Gak ada sayang dan perhatiannya.

ODHA-nya pasti bisa ngerasain itu”

(Komunikasi Personal, 2016)

Apabila individu mengalami stres, dirinya akan kesulitan untuk peduli dengan dirinya sendiri maupun orang disekitarnya (Rasmun, 2004). Ketika caregiver mengalami stres, hal ini tentu dapat berdampak pada perwujudan kepeduliannya pada orang yang dirawatnya. Karena menurut Watson (2005), untuk dapat menunjukkan kepedulian dalam kegiatan merawat, perawat harus menjaga keseimbangan fisik dan psikologisnya. Stres dapat melemahkan aktivitas kognitif dalam hal fungsi ingatan dan perhatian, menimbulkan ketidakseimbangan emosi yang akan mempengaruhi empati individu, dan mempengaruhi perilaku sosial yang akan berdampak juga terhadap perlakuan kepada pasien (Sawitri dkk, 2010). Oleh karena hal itu, peneliti tertarik untuk meneliti apakah memang ada hubungan antara stres dengan kepedulian pada keluarga yang menjadi caregiver ODHA ?

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara stres dengan kepedulian pada keluarga yang menjadi caregiver ODHA?

(24)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara stres dengan kepedulian pada keluarga yang menjadi caregiver ODHA.

1.4 Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat membantu mengembangkan ilmu dan memperkaya teori-teori psikologi yang berkaitan dengan stres dan kepedulian pada keluarga yang menjadi caregiver ODHA terkhususnya di Kota Medan.

b. Manfaat Praktis

Manfaat penelitian ini secara praktis adalah, antara lain :

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada keluarga, LSM, dan berbagai pihak layanan kesehatan HIV/AIDS mengenai stres dan kepedulian pada caregiver ODHA.

2. Penelitian ini dapat memberikan pemahaman terhadap keluarga, LSM dan pihak layanan kesehatan HIV/AIDS sehingga diharapkan mereka mampu mengambil langkah atau kebijakan yang tepat.

1.5 Sistematika Penulisan

Penelitian ini dirancang dengan susunan sebagai berikut :

(25)

BAB I : Pendahuluan

Pada bab ini akan dijelaskan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori yang menjelaskan data penelitian yaitu definisi stres, aspek stres, sumber stres, definisi kepedulian, dimensi kepedulian, definisi caregiver, tugas-tugas caregiver, dan jenis-jenis caregiver, definisi ODHA, tingkatan HIV/AIDS, dan cara penularannya, dinamika hubungan kedua variabel penelitian, serta hipotesa penelitian.

BAB III : Metodologi Penelitian

Pada bab ini akan dijelaskan pendekatan yang digunakan, subjek penelitian, metode pengumpulan data, alat ukur penelitian, prosedur penelitian dan prosedur analisis data.

Bab IV : Hasil dan Pembahasan

Pada bab ini akan dijelaskan gambaran subjek penelitian, uji asumsi yang meliputi uji korelasi, kategorisasi data, dan pembahasan.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini akan dijelaskan kesimpulan hasil penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya.

(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam penelitian ini menggunakan berbagai teori dalam menyusun dan sebagai landasan berpikir, serta dasar dalam pembuatan alat ukur. Teori yang digunakan antara lain teori mengenai stres, teori mengenai kepedulian, teori mengenai caregiver, maupun teori mengenai ODHA.

2.1 STRES

2.1.1 Definisi Stres

Stres didefinisikan sebagai suatu situasi dimana transaksi (transaction) mengarahkan seseorang untuk mempersepsikan ketidaksesuaian (discrepancy) antara tuntutan (demand) fisik maupun psikologis dari situasi dengan sumber dayanya (resources) yang berupa sistem biologi, psikologis, maupun sosial (Lazarus & Folkman, 1984; Lovallo, 2005, dalam Sarafino, 2011). Kondisi stres ini mempunyai 2 komponen, yaitu physical, yang melibatkan tantangan dan material secara fisik dan psychological, yang melibatkan bagaimana individu mempersepsi keadaan-keadaan dalam hidup mereka (Lovallo, dalam Sarafino, 2011).

Stres adalah respon adaptif terhadap suatu situasi yang dianggap sebagai tantangan atau ancaman bagi well-being seseorang (Defrank & Ivancevich, dalam McShane & Von Glinov, 2003). Menurut Atkinson (2000) stres mengacu

(27)
(28)

pada peristiwa yang dirasakan membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang.

Menurut Hans Selye (dalam Lahey, 2009) mengatakan stres adalah respon tubuh yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Bila individu telah mengalami stres, akan dapat menyebabkan individu mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga individu tersebut tidak dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka stres tersebut disebut sebagai distress. Namun tidak semua bentuk stres mempunyai konotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif, stres tersebut dikatakan sebagai eustress.

Berdasarkan uraian beberapa tokoh diatas mengenai pengertian stres, dapat diambil kesimpulan bahwa stres adalah ketidakstabilan keadaan fisik maupun psikologis yang dialami individu, dimana stres ini akibat adanya stimulus, baik dari dalam maupun dari luar. Stimulus dari dalam seperti tuntutan fisik dari tubuh, maupun dari luar seperti kondisi lingkungan, maupun sosial. Dari sini kita dapat memahami bahwa stres yang dialami oleh caregiver ODHA adalah ketidakstabilan kondisi biologis maupun psikologis pada caregiver diakibatkan oleh stimulus dari dalam maupun dari luar yang melebihi kapasitas caregiver tersebut.

2.1.2 Aspek Stres

Ada dua aspek utama dari dampak yang ditimbulkan akibat stres yang terjadi, yaitu aspek biologis dan aspek psikologis (Sarafino, 2011) yaitu antara lain:

(29)

a. Aspek biologis

Pengaruh awal stres biasanya berupa gejala dan reaksi biologis. Reaksi biologis terhadap stressor diukur dengan melalui tingkat ketegangan. Canon (dalam Sarafino, 2011) menambahkan mengenai uraian dasar mengenai bagaimana tubuh bereaksi terhadap keadaan yang darurat. Reaksi ini disebut dengan respon fight-or-flight, yaitu suatu pilihan untuk menyerang ancaman atau melarikan diri dari ancaman. Respon fight-or-flight dapat mengerahkan individu untuk merespon secara cepat terhadap bahaya, akan tetapi level ketegangan yang tinggi dapat berbahaya bagi kesehatan jika berkepanjangan. Efek dari tubuh yang harus beradaptasi berulang kali untuk stressor yang menumpuk dari waktu ke waktu disebut allostatic load, yang menciptakan keausan pada tubuh dan merusak kemampuannya untuk beradaptasi dengan stres masa depan (McEwen & Stellar, dalam Sarafino, 2011). Hal ini berdampak pada menurunnya kondisi seseorang pada saat stres sehingga orang tersebut mengalami sakit pada organ tubuhnya, seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, gangguan pola tidur, dan tekanan darah.

b. Aspek psikologis

Aspek psikologis terdiri dari gejala kognisi, gejala emosi, dan gejala tingkah laku. Masing-masing gejala tersebut mempengaruhi kondisi psikologis seseorang dan membuat kondisi psikologisnya menjadi negatif, seperti menurunnya daya ingat, merasa sedih dan menunda pekerjaan. Hal ini dipengaruhi oleh berat atau ringannya stres. Sarafino (2011),

(30)

mengemukakan aspek psikologis dari stres menjadi 3 gejala, yaitu antara lain :

1. Kognitif

Stres dapat melemahkan ingatan dan konsentrasi dalam aktivitas kognitif (Cohen dkk, dalam Sarafino, 2011). Stresor berupa kebisingan dapat menyebabkan penurunan kognitif. Baum (dalam Sarafino, 2011) mengatakan bahwa individu yang terus menerus memiliki stresor dapat menimbulkan stres yang lebih parah terhadap stresor tersebut. Kesulitan dalam berkonsentrasi, mengingat, memecahkan masalah dan mengontrol impuls merupakan refleksi bahwa stres dapat melemahkan kognitif.

Bukan hanya stres yang dapat menyebabkan kognitif melemah, sebaliknya kognitif juga dapat membuat seseorang mengalami stres.

Kekhawatiran akan masa depan dan merenungkan kejadian masa lalu dapat meningkatkan respon stres psikologis, bahkan tanpa adanya situasi yang dapat memicu munculnya stres (Brosschot, dalam Sarafino, 2011).

2. Emosi

Emosi cenderung dapat terkait dengan stres. Individu sering menggunakan keadaan emosionalnya untuk mengevaluasi stres yang dialaminya. Proses penilaian kognitif (cognitive appraisal) dapat mempengaruhi terjadinya stres dan pengalaman emosional (Lazarus, 1999; Scherer, 1986, dalam Sarafino, 2011). Reaksi emosional terhadap stres yaitu rasa takut, phobia, kecemasan. Stres juga dapat mengarah pada kesedihan atau depresi. Reaksi emosional lainnya yaitu rasa marah,

(31)

terutama ketika seseorang berada pada situasi yang frustasi atau terancam.

3. Perilaku Sosial

Stres juga dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain (Sarafino, 2011). Situasi stres dapat mengarahkan seseorang untuk saling mendukung, tetapi dalam situasi stres lainnya, orang-orang dapat menjadi kurang bergaul, semakin bermusuhan, dan semakin tidak peka terhadap orang lain (Cohen & Spacapan, dalam Sarafino, 2011. Stres yang diikuti dengan rasa marah menyebabkan perilaku sosial yang negatif cenderung meningkat sehingga dapat menimbulkan perilaku agresif dimana efeknya dapat berlanjut walaupun stres telah berakhir (Wilkowski & Robinson, dalam Sarafino, 2011).

Berdasarkan teori yang diuraikan diatas maka dapat disimpulkan aspek- aspek stres terdiri dari aspek biologis dan aspek psikologis, dimana aspek-aspek tersebut akan dijadikan sebagai indikator alat ukur skala stres.

2.1.3 Faktor-Faktor Mempengaruhi Stres

Stres yang dialami oleh setiap individu berbeda-beda tingkatannya.

Stressor yang sama dapat ditanggapi secara berbeda-beda oleh beberapa individu.

Individu yang satu mungkin mengalami stres berat, yang lainnya mengalami stres ringan, dan yang lain lagi mungkin tidak mengalami stres. Bisa juga terjadi individu memberikan reaksi yang berbeda pada stressor yang sama. Tiap orang memiliki stres yang berbeda-beda karena penilaiannya terhadap stres pun berbeda,

(32)

lagi pula karena tuntutan terhadap tiap individu berbeda pula, tergantung pada umur, jenis kelamin, kepribadian, inteligensi, emosi, status sosial atau pekerjaan individu itu (Maramis, dalam Kumolohadi, 2001). Menurut Smet (1994), ada beberapa hal yang mempengaruhi stres, antara lain :

a. Variabel dari dalam diri individu. Dalam diri individu antara lain meliputi jenis kelamin, inteligensi dan pendidikan, suku, kebudayaan, status ekonomi. Penelitian di Amerika Serikat (dalam Martina, 2012) menyatakan bahwa wanita cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan pria. Secara umum wanita mengalami stres 30 % lebih tinggi dari pada pria (Gunawan, 2006). Orang yang mempunyai pendidikan dan tingkat inteligensi yang lebih tinggi akan lebih tahan terhadap sumber stres dari pada orang yang memiliki pendidikan dan tingkat inteligensi rendah, karena tingkat inteligensi berkaitan dengan penyesuaian diri. Orang yang memiliki pendidikan dan tingkat inteligensi yang tinggi cenderung lebih adaptif dalam menyesuaikan diri. Orang yang memiliki status sosial ekonomi yang rendah juga cenderung memiliki tingkat stres yang tinggi. Dan rendahnya pendapatan menyebabkan adanya kesulitan ekonomi sehingga sering menyebabkan tekanan dalam hidup.

b. Karakteristik kepribadian, meliputi: introvert-ekstrovert, stabilitas emosi secara umum, locus of control, kekebalan, ketahanan. Adanya perbedaan karakteristik kepribadian pada seseorang menyebabkan adanya perbedaan reaksi terhadap sumber stres yang sama. Orang yang memiliki kepribadian

(33)

ketabahan memiliki daya tahan terhadap sumber stres yang lebih tinggi daripada orang yang tidak memiliki kepribadian ketabahan.

c. Variabel sosial-kognitif, meliputi : dukungan sosial yang dirasakan, jaringan sosial, dan kontrol pribadi yang dirasakan.

d. Hubungan dengan lingkungan sosial, adalah dukungan sosial yang diterima dan integrasi dalam hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal yang negatif selain sebagai sumber stres juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi stres. Salah satu penentu positif atau negatifnya suatu hubungan interpersonal adalah proses komunikasi yang terjalin antara kedua belah pihak yang menjalin hubungan interpersonal (Sarwono, 1997). Melalui komunikasi seseorang dapat memenuhi kebutuhan rasa ingin tahu, kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan untuk menyampaikan ide, pemikiran, pengetahuan dan informasi secara timbal balik kepada orang lain (Walgito, 2001).

e. Strategi koping, merupakan rangkaian respon yang melibatkan unsur- unsur pemikiran untuk mengatasi permasalahan sehari-hari dan sumber stres yang menyangkut tuntutan dan ancaman yang berasal dari lingkungan sekitar. Menurut Richard Lazarus dan rekan-rekannya, koping dapat menjalankan dua fungsi utama yaitu Emotion-focused coping dan Problem-focused coping (Lazarus, 1999; Lazarus & Folkman, 1984).

(34)

2.2 Kepedulian

2.2.1 Definisi Kepedulian

Secara umum kepedulian dapat dimaknai sebagai suatu kemampuan untuk berdedikasi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, menunjukkan perhatian, perasaan empati pada orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi yang merupakan modal dasar dalam merawat (Potter & Perry, 2005). Selain itu, kepedulian mempengaruhi cara berpikir seseorang, perasaan dan perbuatan seseorang.

Swanson (dalam Tomey dan Alligood 2014) mendefinisikan kepedulian sebagai salah satu cara untuk memelihara hubungan dengan orang lain, dimana orang lain dapat merasakan komitmen dan tanggung jawab pribadi. Noddings (dalam Bender, 2003) menyatakan bahwa ketika kita peduli dengan orang lain, maka kita akan merespon orang lain secara positif, terhadap apa yang dibutuhkannya dan mengekspresikannya dalam sebuah tindakan. Menurut Bender (2003) kepedulian menjadikan diri kita memiliki kaitan dengan orang lain dan apapun yang terjadi terhadap orang tersebut. Orang yang memiliki kepedulian akan mengutamakan kebutuhan dan perasaan orang lain daripada kepentingan dan perasaannya sendiri.

Menurut Boyatzis dan McKee (2005), kepedulian merupakan wujud nyata dari empati dan perhatian. Sewaktu kita bersikap terbuka kepada orang lain, maka kita dapat menghadapi masa-masa sulit dengan kreativitas dan ketegaran. Empati mendorong kita untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Empati akan muncul ketika kita memulai rasa ingin tahu kita terhadap orang lain dan pengalaman-

(35)

pengalaman mereka. kemudian empati itu akan diwujudkan ke dalam bentuk tindakan.

Kepedulian sangat penting bagi perkembangan manusia, pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya. Leininger (dalam Kozier dkk, 2004) menyatakan kepedulian merupakan tindakan untuk membantu, mendukung dan menfasilitasi orang lain atau kelompok yang mempunyai kebutuhan yang nyata atau yang dipikirkan sebelumnya. Perilaku peduli meliputi rasa nyaman, perhatian, kasih, empati, minat, keterlibatan, kegiatan konsultasi kesehatan, perilaku membantu, cinta, pengasuhan, keberadaan, perilaku melindungi, perilaku memberikan stimulasi, penghilangan stress, dukungan, kelembutan, sentuhan dan kepercayaan.

Dari beberapa uraian tokoh diatas mengenai kepedulian, dapat disimpulkan bahwa kepedulian adalah perilaku yang bemula dari perasaan dan pemikiran kemudian ditunjukkan dengan tindakan untuk membantu, mendukung dan memfasilitasi orang lain dibandingkan dirinya sendiri.

2.2.2 Dimensi kepedulian

Menurut Swanson (1991, dalam Tomey dan Alligood 2014), ada lima dimensi penting dalam kepedulian, yaitu antara lain :

a. Memahami (Knowing)

Berusaha keras memahami kejadian-kejadian yang memiliki makna penting dalam kehidupan orang lain. Pada aspek ini berpusat pada kebutuhan orang lain, melakukan penilaian yang mendalam, mencari isyarat verbal dan non verbal, dan terlibat pada kedua isyarat tersebut.

(36)

b. Turut hadir (Being With)

Hadir secara emosi dengan menyampaikan ketersediaan, berbagi perasaan, dan memperhatikan apakah orang lain terganggu atau tidak dengan emosi yang diberikan.

c. Melakukan (Do for)

Melakukan sesuatu bagi orang lain, seperti untuk dirinya sendiri. Apabila memungkinkan seperti dengan menghibur, melindungi, dan mendahulukan, misalnya melakukan tugas-tugas dengan penuh keahlian dan kemampuan.

d. Memungkinkan (Enabling)

Memfasilitasi perjalanan hidup dan kejadian tidak biasa yang dimiliki oleh orang lain dengan memberikan informasi, penjelasan, dukungan, perhatian yang sesuai, dan memberikan alternatif.

e. Mempertahankan keyakinan (Maintaining belief)

Mendukung keyakinan orang lain akan kemampuannya sendiri untuk menjalani kejadian atau tantangan dalam hidupnya dan menghadapi masa yang akan datang dengan penuh makna dan harapan. Tujuan tersebut untuk memungkinkan orang lain dapat memaknai dan memelihara sikap yang penuh harapan.

2.2.3 Faktor-Faktor Mempengaruhi Kepedulian

Kepedulian merupakan fenomena universal, dimana sebuah perasaan yang secara alami menimbulkan pikiran tertentu dan mendorong perilaku tertentu. Ada kemungkinan semua orang mengalami perasaan yang sama atau mirip ketika

(37)

peduli dengan orang lain. Bagaimanapun rasa peduli itu dipikirkan dan diwujudkan dalam bentuk perilaku juga sangat dipengaruhi oleh kondisi individu, dan berbagai variabel lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perwujudan kepedulian menurut Leininger (1981 dalam Kozier dkk 2004) antara lain :

a. Harga merupakan salah satu faktor yang penting. Harga apa yang kita dapatkan ketika kita bersedia untuk memberikan waktu, tenaga, bahkan uang, harus sesuai dengan nilai dari hubungan kita dengan orang lain.

Kepedulian yang sungguh-sungguh tidak akan membuat waktu, uang, dan tenaga yang kita berikan menjadi terbuang sia-sia atau tidak berguna.

Untuk mencapai suatu tujuan yang sangat penting (misalnya demi keselamatan nyawa), orang yang memiliki kepedulian mungkin akan sampai melukai dirinya sendiri. Tetapi jika mengarah kepada hal yang membahayakan tentu saja bukan termasuk wujud dari kepedulian.

b. Nilai yang dianut oleh individu berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan bagi seseorang, seperti bagaimana menentukan prioritas, mengatur keuangan, waktu dan tenaga. Motivasi, maksud dan tujuan juga bergantung pada nilai yang dianut.

c. Budaya mempengaruhi bagaimana kepedulian tersebut diekspresikan dan diwujudkan ke dalam tindakan. Budaya mengendalikan bagaimana aksi atau tindakan tersebut diwujudkan. Penerimaan sosial dan harapan sosial juga mempengaruhi bagaimana kepedulian tersebut diberikan di tempat tertentu.

(38)

d. Level kematangan, dari keprihatinan seseorang dalam sebuah hubungan kepedulian dapat berpengaruh terhadap kualitas dan tipe hubungan kepedulian tersebut. Hubungan kepedulian membutuhkan kesatuan dari kepedulian yang dilengkapi dengan keintegritasan dari kepribadian seseorang.

e. Keeksklusifan adalah faktor yang selanjutnya. Hubungan lain terlihat sebagai kebutuhan untuk kondisi manusia seperti untuk bertumbuh, stimulasi, memperdulikan, tetapi bagi hubungan yang eksklusif, hal ini tidak akan diberikan. Pada sebuah hubungan, hal ini bisa saja dialami. Jika hal ini terus terjadi, maka faktor ini akan memberikan pengaruh yang negatif dan oleh karena itu bukan lagi merupakan wujud dari kepedulian.

2.3 CAREGIVER

2.3.1 Definisi Caregiver

Pengertian caregiver yang secara umum adalah merawat dan mendukung individu lain (pasien) dalam kehidupannya (Awad dan Voruganti, 2008).

Caregiver adalah individu yang memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami disabilitas atau ketidakmampuan dan memerlukan bantuan dikarenakan penyakit dan keterbatasannya (Widiastuti, 2009).

Menurut Bates, (2007), Seorang caregiver didefinisikan sebagai orang yang memperhatikan orang dewasa, pasangan, orang tua, atau anak lain, yang didiagnosis menderita kanker, demensia, penyakit jiwa, atau kondisi kronis

(39)

lainnya. Caregiver adalah pasangan, anak-anak dewasa, menantu perempuan, teman, dan kerabat lainnya seperti cucu, saudara kandung, keponakan atau keponakan yang memberikan bantuan kepada orang dewasa yang lebih tua yang tinggal di masyarakat.

Dari beberapa uraian tokoh diatas mengenai definisi caregiver, dapat disimpulkan bahwa caregiver adalah orang yang secara khusus melakukan kegiatan membantu, merawat, mengasuh, dan memberikan bantuan kepada orang lain, baik dikarenakan penyakit maupun keterbatasan orang yang dirawatnya.

2.3.2 Tugas-tugas Caregiver

Milligan (2004, dalam Widiastuti, 2009) dalam penelitiannya menarik perhatian terhadap fakta tugas caregiver pada lansia. Adapun tugas yang dilakukan oleh caregiver tidak hanya terbatas kepada pekerjaan rumah tangga, akan tetapi dibagi ke dalam 4 kategori, yaitu sebagai berikut :

a. Perawatan fisik (physical Care), yaitu : memberi makan, menggantikan pakaian, memotong kuku, membersihkan kamar, dan lain-lain.

b. Kepedulian sosial (Social Care), antara lain : membawa menikmati hiburan, menjadi supir, bertindak sebagai sumber informasi dari seluruh dunia di luar perawatan di rumah.

c. Emotional Care, yaitu menunjukkan kepedulian, cinta dan kasih sayang kepada pasien yang tidak selalu ditunjukkan ataupun dikatakan ditunjukkan melalui tugas-tugas lain yang dikerjakan.

(40)

d. Quality Care, yaitu : memantau tingkat perawatan, standar pengobatan, dan indikasi kesehatan, serta berurusan dengan masalah yang timbul.

Penelitian yang dilakukan oleh Arksey, et al (2005) tentang tugas-tugas yang dilakukan caregiver di United Kingdom, antara lain termasuk :

a. Bantuan dalam perawatan diri yang terdiri dari dressing, bathing, toileting.

Bantuan dalam mobilitas seperti : berjalan, naik atau turun dari tempat tidur.

b. Melakukan tugas keperawatan seperti : memberikan obat dan mengganti balutan luka.

c. Memberikan dukungan emosional.

d. Menjadi pendamping.

e. Melakukan tugas-tugas rumah tangga seperti : memasak, belanja, pekerjaan kebersihan rumah.

f. Bantuan dalam masalah keuangan dan pekerjaan kantor

2.3.3 Jenis-Jenis Caregiver

Menurut Barrow (dalam Widiastuti 2009), caregiver terdiri dari dua jenis yaitu :

a. Caregiver formal yaitu seseorang yang memberikan perawatan dengan melakukan pembayaran yang disediakan oleh rumah sakit, psikiater, pusat perawatan ataupun tenaga professional lainnya.

b. Caregiver informal yaitu seseorang yang memberikan perawatan dengan

(41)

Perawatan ini dapat dilakukan di rumah dan biasa diberikan oleh pasangan penderita, anak dari penderita, atau anggota keluarga lainnya.

Dalam penelitian ini caregiver yang dimaksud oleh peneliti adalah caregiver informal yaitu secara spesifiknya adalah caregiver yang berasal dari anggota keluarga ODHA itu sendiri.

2.4 CAREGIVER ODHA

Caregiver ODHA adalah orang yang berperan untuk memberikan pendampingan dan perawatan bagi ODHA. ODHA yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ODHA yang mengalami berbagai kumpulan penyakit diakibatkan menurunnya fungsi kekebalan tubuh sehingga membuatnya rentan dan memerlukan perawatan kesehatan untuk menanganinya.

Caregiver yang diteliti adalah caregiver yang berasal dari anggota keluarga dari ODHA itu sendiri. Dimana adanya anggota keluarga yang secara khusus merawat dan mendampingi ODHA di rumah maupun ketika harus dirawat di rumah sakit. Adapun yang menjadi tugas caregiver ODHA adalah memberikan dukungan emosional, membantu ODHA dalam kegiatan sehari-harinya, mendampingi ODHA menjalani proses perawatan kesehatan, dan berbagai kebutuhan ODHA lainnya.

(42)

2.5 Dinamika Hubungan Antara Stres Dengan Kepedulian Pada Keluarga Yang Menjadi Caregiver ODHA

HIV/AIDS merupakan penyakit yang serius dan tergolong dalam penyakit kronis (Sarafino, 2011). Dalam menjalani penyakitnya ODHA membutuhkan dukungan emosional, perawatan, pendampingan, dan pengobatan yang mempunyai arti penting dalam upaya meningkatkan kualitas dan memperpanjang harapan hidupnya (Nasronudin, 2007). Keluarga adalah sekumpulan orang yang tinggal bersama, mempunyai ikatan emosi, terlibat dalam peran dan tugas yang saling berhubungan, serta adanya rasa saling menyayangi dan memiliki (Murray

& Zentner, 1998 dalam Allender & Spradley, 2001). Keluarga sangat berpengaruh besar terhadap kesehatan fisik anggota keluarganya (Campbell, dalam Friedman dkk, 2010). Di Indonesia, keluarga adalah caregiver utama bagi setiap anggota keluarganya.

Keluarga yang berperan sebagai caregiver ODHA mempunyai tugas yang tidak mudah, melainkan cukup menguras waktu, tenaga dan pikiran. Banyak tantangan dan kondisi yang harus dihadapi oleh keluarga ODHA selama berperan sebagai caregiver dan hal ini dapat menjadi stresor bagi mereka. Salah satunya adalah berkurangnya waktu bagi dirinya, anggota keluarga lain, teman, maupun pekerjaannya. Caregiver memiliki waktu yang sedikit diberikan untuk anggota keluarga lainnya dan untuk aktivitas waktu luang bagi dirinya sendiri (Ory et al, 1999 dalam Hooyer & Roodin, 2003). Caregiver menjadi berfokus dengan kebutuhan ODHA, sehingga mereka cenderung mengabaikan kebutuhan mereka sendiri. Ada juga tanggung jawab untuk menggantikan status dan peran anggota

(43)

keluarga yang terkena HIV/AIDS, memburuknya kondisi ekonomi, serta yang paling besar adalah masih adanya stigma dan perilaku diskriminatif dari lingkungan sekitar terhadap ODHA dan keluarga.

Tantangan dan kondisi yang mungkin dialami oleh caregiver, apabila tidak segera diatasi dapat menjadi stressor dan berakibat menggangu keseimbangan fisik dan psikologisnya. Stres dapat melemahkan ingatan dan perhatian dalam aktivitas kognitif (Baum, dalam Sarafino, 2006). Stres dapat mempengaruhi emosi yang memungkinkan munculnya rasa takut, phobia, kecemasan, depresi, perasaan sedih, dan rasa marah (Sarafino, 2006). Gejala emosional yang ditunjukkan caregiver misalnya seperti merasa lesu; merasa tidak ada energi, kesenangan, konsentrasi, serta ketertarikan; menjadi cepat marah dan murung setiap hari, dan berbagai bentuk emosional lainnya akan dapat mempengaruhi mereka selama merawat ODHA.

Selain itu stres juga akan dapat berdampak terhadap gejala perilaku sosial.

Stres yang diikuti dengan rasa marah menyebabkan perilaku sosial negatif cenderung meningkat sehingga dapat menimbulkan perilaku agresif. Stres dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain (Sarafino, 2006). Seperti yang dinyatakan oleh Cohen & Spacapan (dalam Sarafino, 2006) stres juga dapat mempengaruhi perilaku menolong seorang individu terhadap orang lain. Artinya apabila caregiver mengalami stres hal ini juga akan mempengaruhi perilaku dan hubungan caregiver dengan ODHA. Dalam hal ini apabila caregiver mengalami stres yang tinggi, hal ini akan dapat mempengaruhi caregiver menjadi tidak peka, agresif, tidak peduli, bahkan hingga kesulitan menolong orang yang dirawatnya.

(44)

Apabila caregiver mengalami stres, hal ini akan berdampak terhadap perwujudan kepeduliannya kepada ODHA. Karena menurut Watson (2005), untuk dapat menunjukkan kepedulian dalam kegiatan merawat dipengaruhi oleh adanya keseimbangan aspek fisik dan psikologis. Padahal dalam melakukan peranannya sebagai caregiver, keluarga harus dapat menunjukkan kepedulian. Karena dengan memiliki kepedulian akan membuat caregiver mampu merespon positif terhadap kebutuhan ODHA dan mengekspresikannya dalam sebuah tindakan (Noddings, dalam Bender, 2003). Setiap orang yang melakukan kegiatan membantu dan merawat harus mengutamakan yang namanya kepedulian, dikarenakan kepedulian sangat berperan dalam upaya proses penyembuhan pasien (Watson, 2005).

Kepedulian muncul dari perasaan dan pemikiran yang kemudian dinyatakan dalam bentuk perlakuan dan tindakan. Kepedulian itu wujud nyata dari empati dan perhatian (Boyatzis & McKee, 2005). Empati mendorong untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Empati akan muncul ketika mulai memiliki rasa ingin tahu terhadap orang lain dan pengalaman-pengalaman yang dialami mereka. Kemudian empati itu akan diwujudkan ke dalam bentuk tindakan dan perilaku. Kepedulian didasarkan pada keinginan secara penuh untuk membina ikatan dengan orang lain dan untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Stres dapat melemahkan aktivitas kognitif dalam hal fungsi ingatan dan perhatian, menimbulkan ketidakseimbangan emosi yang akan mempengaruhi empati individu, dan mempengaruhi perilaku sosial yang akan berdampak juga terhadap perlakuan kepada pasien (Sawitri dkk, 2010). Apabila caregiver mengalami stres, hal ini akan berdampak terhadap perwujudan kepeduliannya

(45)

kepada ODHA. Dalam hal ini peneliti berpikir bahwa apabila caregiver mengalami stres yang tinggi, maka perwujudan kepeduliannya kepada ODHA akan menjadi rendah, begitu juga sebaliknya apabila tingkat stres caregiver rendah, maka kepedulian caregiver kepada ODHA akan tinggi.

2.6 HIPOTESA PENELITIAN

Berdasarkan uraian diatas hipotesa pada penelitian ini adalah ada hubungan antara stres dan kepedulian pada keluarga yang menjadi caregiver ODHA.

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini mengenai hubungan antara stres dan kepedulian pada keluarga yang menjadi caregiver ODHA. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan metode korelasional. Metode ini bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel yang satu dengan variabel lainnya.

3.1 IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Untuk dapat menguji hipotesa penelitian, langkah awal yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi variabel penelitian. Adapun variabel itu sendiri adalah sebuah atribut, karakter, objek, situasi yang nilainya berbeda pada tiap orang dan dapat berubah sehingga memungkinkan untuk dilakukan pengukuran.

Variabel yang akan diukur dalam penelitian ini tediri dari variabel bebas dan variabel tergantung. Variabel bebas adalah variabel yang akan mempengaruhi variabel tergantung. Sedangkan sebaliknya variabel tergantung adalah variabel yang nilainya akan dipengaruhi variabel bebas (Caputi & Balnaves, 2001).

Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu : Variabel Bebas : Stres

Variabel Tergantung : Kepedulian keluarga yang menjadi caregiver ODHA

(47)

3.2 DEFINISI OPERASIONAL PENELITIAN

Definisi variabel-variabel dalam penelitian ini adalah : 3.2.1 Stres

Stres adalah ketidakstabilan kondisi biologis maupun psikologis pada individu diakibatkan oleh stimulus dari dalam maupun dari luar yang melebihi kapasitas individu tersebut. Stres ini akan di ukur dengan skala psikologis yang diperoleh dari teori mengenai aspek-aspek stres menurut Sarafino (2008), yaitu aspek fisik dan aspek psikologis.

3.2.2 Kepedulian Pada Keluarga Yang Menjadi Caregiver ODHA

Kepedulian caregiver ODHA adalah suatu tindakan yang diawali dari pemikiran dan perasaan caregiver yang kemudian ditunjukkan dengan tindakannya untuk membantu, mendukung dan memfasilitasi ODHA dibandingkan diri caregiver sendiri. Kepedulian ini akan diukur dengan skala psikologis yang diperoleh dari teori mengenai dimensi-dimensi kepedulian menurut Swanson (dalam Tomey & Alligood 2014), yaitu knowing, being with, do for, enabling, dan maintaining belief.

3.3 IDENTIFIKASI SUBJEK PENELITIAN 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dan sampel yang akan digunakan dalam sebuah penelitian adalah hal yang penting untuk diperhatikan. Azwar (2012) mengemukakan bahwa populasi merupakan kelompok subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik

(48)

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.

Menurut Hadi (2002) populasi dibatasi sebagai jumlah individu yang setidaknya mempunyai sifat yang sama. Populasi dalam penelitian ini yaitu caregiver dengan karakteristik sebagai berikut:

a. Caregiver berasal dari anggota keluarga ODHA itu sendiri.

Dalam penelitian ini ingin melihat bagaimana stres dan kepedulian orang yang merupakan keluarga ODHA itu sendiri ketika harus merawat ODHA.

b. Caregiver melakukan perawatan tidak menerima pembayaran.

Pada penelitian ini diharapkan caregiver bukanlah mengerjakan tugas perawatan dikarenakan tanggung jawab pekerjaan dan menerima upah/pembayaran.

3.3.2 Sampel Peneltian

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipilih berdasarkan prosedur tertentu untuk mewakili populasi (Azwar, 2012). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel yang memenuhi kriteria populasi. Tidak ada batasan mengenai jumlah sampel yang harus digunakan dalam sebuah penelitian. Hadi (2000) menyatakan bahwa jumlah sampel yang lebih banyak lebih baik daripada jumlah sampel yang sedikit.

Jumlah populasi yang terbatas ini juga akan mempengaruhi jumlah sampel dalam penelitian ini. Mempertimbangkan karena adanya kriteria pada sampel penelitian ini dan juga topik yang akan diteliti merupakan hal yang sensitif

(49)

ditemui untuk bersedia menjadi sampel penelitian. Akhirnya pada penelitian ini, jumlah sampel yang digunakan adalah berjumlah 50 orang.

3.4 METODE PENGAMBILAN SAMPEL

Metode dan teknik sampling merupakan teknik yang digunakan untuk pengambilan sampel (Sugiyono, 2012). Proses pengambilan sampel menggunakan prosedur tertentu dengan memperhatikan sifat-sifat penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang benar-benar mewakili populasi (Poerwati,1994). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan non-probability sampling. Teknik non-probability sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah incidental sampling. Maksudnya insidental yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dan dilihat dapat digunakan sebagai sampel yaitu yang cocok menjadi sumber data dalam penelitian ini (Sugiyono, 2012). Teknik pengambilan sampel ini sesuai untuk penelitian mengingat jumlah populasi yang tidak memiliki jumlah data yang jelas dalam arti tidak ada sumber data yang pasti mengenai jumlah populasi penelitian.

3.5 ALAT UKUR YANG DIGUNAKAN

Alat ukur merupakan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam sebuah penelitian, yang mempunyai tujuan untuk mengungkap fakta mengenai variabel yang akan diteliti (Hadi, 2000). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala psikologi.

(50)

Skala penelitian ini berbentuk kuisioner yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan landasan teori mengenai stres dari Sarafino (2008) dan teori kepedulian dari Swanson (dalam Tomey & Alligood 2014). Alat ukur ini melalui proses pengujian terlebih dahulu sebelum diberikan kepada responden penelitian.

Kuisioner akan diisi sendiri oleh responden penelitian secara langsung. Model kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tipe pilihan dengan metode rating atau biasanya dikenal dengan istilah penskalaan model Likert.

Menurut Hadi (2004), kuesioner dengan tipe pilihan akan lebih menarik bagi responden dibanding kuesioner dengan tipe isian. Hal ini dikarenakan lebih mudah dalam memberikan jawaban dan dapat lebih cepat dalam menjawab. Untuk menjaga objektivitas jawaban, maka pernyatan-pernyataan tersebut harus disusun sedemikian rupa sehingga pernyataan tersebut tidak mempunyai makna yang bermacam-macam bagi responden. Peneliti akan menggunakan dua jenis alat ukur dalam penelitian ini, yaitu alat ukur stres dan kepedulian. Kedua alat ukur ini menggunakan skala Likert.

3.5.1 Alat Ukur Stres

Stres di ukur dengan skala psikologis yang diperoleh dari teori mengenai aspek-aspek stres menurut Sarafino (2008), yaitu aspek fisik dan aspek psikologis.

Alat ukur stres ini menggunakan skala Likert yang diuraikan menjadi beberapa pernyataan dan diberikan 5 (lima) alternatif pilihan yaitu Tidak Pernah (TP), Jarang (JR), Kadang- kadang (KK), Sering (SR), dan Selalu (SL).

(51)

Pernyataan favourable pada alat ukur stres ini bernilai negatif sehingga diberi bobot nilai yang rendah. Pada pernyataan favourable, pilihan TP akan mendapatkan skor 5 (lima), pilihan JR mendapatkan skor 4 (empat), pilihan KK mendapatkan skor 3 (tiga), pilihan SR mendapatkan skor 2 (dua), dan pilihan SL mendapat skor 1 (satu). Sedangkan pernyataan unfavourable bernilai positif sehingga diberi bobot nilai yang tinggi. Pada pernyataan unfavourable, pilihan TP akan mendapatkan skor 1 (satu), pilihan JR mendapatkan skor 2 (dua), pilihan KK mendapatkan skor 3 (tiga), pilihan SR mendapatkan skor 4 (empat), dan pilihan SL mendapat skor 5 (lima). Jika jumlah total skor rendah menandakan bahwa stresnya tinggi. Sedangkan jika mendapat jumlah total skor tinggi maka menandakan bahwa stresnya rendah.

Tabel 1. Blue Print Skala Stres Sebelum Uji Coba

No Aspek Indikator Perilaku Item Total

Favourable Unfavourable 1 Stres Biologis  Perubahan nafsu

makan

 Gangguan tidur

 Merasa lelah

 Ketegangan otot, sakit kepala, dsb

1, 9, 17, 25 5, 13, 21, 29 8

2 Stres Psikologis

Kognitif  Konsentrasi menurun

 Ingatan melemah

 Kesulitan dalam memecahkan masalah

 Sulit untuk

memanajemen pikiran

2, 10, 18, 26 6, 14, 22, 30 8

Emosi  Takut

 Kesedihan/Depresi

 Kecemasan

 Marah

7, 15, 23, 31 3, 11, 19, 27 8

Gambar

Tabel 1. Blue Print Skala Stres Sebelum Uji Coba
Tabel 2. Blue Print Skala Kepedulian Sebelum Uji Coba
Tabel 3. Blue Print Skala Stres Setelah Uji Coba
Tabel 4. Blue Print Skala Kepedulian Setelah Uji Coba
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Tahun 2015-2019 ini disusun dengan maksud agar tersedianya dokumen panduan dan

Pengadaan obat dan BMHP terintegrasi dalam satu bidang Program Kefarmasian dan Peralatan Kesehatan Dinas Kesehatan (Bidang pelayanan & SDM) Terwujudnya SDM

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kepercayaan merek, keterlibatan pelanggan dan kecintaan pada merek berpengaruh signifikan terhadap komitmen

Manajemen melakukan penilaian resiko yang bisa mengancam kelangsungan operasi perusahaan, dengan menerapkan sistem informasi akuntasi yang sesuai dan relevan dengan

Berdasarkan hasil pengujian didapat kesimpulan bahwa dengan menggunakan metode pixel value differencing (PVD), kapasitas citra untuk menyisipkan pesan, lebih kecil

Case Report: Zika Virus Infection Acquired During Brief Travel to Indonesia.. Interim Guidelines For The Evaluation And Testing of Infants With Possible Congenital

Dalam pelaksanaan Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Laut Manado Tahun Anggaran 2012, Penerapan Sistem Pengendalian K3 pada Pelaksanaan Konstruksi sudah berjalan cukup baik dengan

This research uses dependent variable in the form of Local Government’s SPIP maturity and independent variables consisting of: SPIP guidance made by BPKP; number of