• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TENAGA KERJA DAN PREMI PANEN TERHADAP PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR (TBS) KELAPA SAWIT DI PTPN II KEBUN MELATI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH TENAGA KERJA DAN PREMI PANEN TERHADAP PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR (TBS) KELAPA SAWIT DI PTPN II KEBUN MELATI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI SKRIPSI"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STRATA-1

MEDAN

PENGARUH TENAGA KERJA DAN PREMI PANEN TERHADAP PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR (TBS) KELAPA SAWIT DI PTPN II

KEBUN MELATI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

SKRIPSI

OLEH

ASTARI MERINDA 050501086 DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Universitas Sumatera Utara Medan

2008

(2)

ABSTRACT

The aim of this study is to identify the labor and harvest premium which are influence the production of fresh palm. The study research was taken place at PTPN II Kebun Melati, Perbaungan. This research used secondary data, which uses a time series data in period of 2006-2007. The technical estimation is Cobb-Douglas Production Function.

The result shows that labor and harvest premium have positively influenced to production of fresh palm. The contribution of labor to production of fresh palm is 0,6%, the contribution of harvest premium to production of fresh palm is 0,74%. The variables are statistical significant influence to production of fresh palm at α = 5%.

Keywords : production of fresh palm, labor, harvest premium.

(3)

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa tenaga kerja dan premi panen mempengaruhi produksi Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit.

Penelitian ini dilakukan di PTPN II Kebun Melati Perbaungan. Penelitian ini menggunakan data sekunder, menggunakan data runtun waktu (data time series) dalam periode 2006-2007. Teknik estimasi menggunakan Fungsi Produksi Cobb- Douglas.

Hasilnya menunjukkan bahwa tenaga kerja dan premi panen memiliki pengaruh positif terhadap produksi Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit.

Kontribusi dari tenaga kerja dalam produksi Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit adalah sebesar 0,6%, sedangkan kontribusi dari premi panen dalam produksi Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit adalah sebesar 0,74%. Variabel-variabel tersebut secara statistik signifikan mempengaruhi produksi Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit pada α = 5%.

Kata Kunci : produksi Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit, tenaga kerja, premi panen.

(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya, serta doa restu dari kedua orang tua, sehingga akhirnya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan tugas akhir Penulis sebagai salah satu syarat guna menyesaikan program studi S-1 pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dengan memilih judul: “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Produksi Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit di PTPN II Kebun Melati Kabupaten Serdang Bedagai”.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, Penulis memperoleh bantuan dari berbagai pihak, baik dalam bentuk sumbangan pikiran, tenaga dan waktu yang tidak terukur.

Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

(5)

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, MEc, Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah memberikan saran dan kritik dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Irsyad Lubis, SE, M. SOC. SC, PHD, Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah memberikan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Bapak Drs. HB. Tarmizi, SU, sebagai Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan sumbangan pikiran dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Dr. Murni Daulay, MSi, sebagai Dosen Pembanding I yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

6. Bapak Syarief Fauzi, MEc, sebagai Dosen Pembanding II yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

7. Semua Dosen yang telah memberikan ilmunya pada Penulis selama di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

8. Orangtuaku tercinta, Ayahanda Ir. Agus Sularso dan Ibunda Dahlia Susina Devi Tarigan, atas Doa dan Ridhonya, serta segala hal yang tak akan pernah bisa terganti dan terbayar oleh apapun.

9. Abangku tercinta Aulia Nugraha, SP dan istrinya Nurita Harahap, SP. Terima kasih atas semangat dan doanya.

(6)

10. Abangku tercinta Ade Arismunandar, SE. Terima kasih atas semangat dan doanya.

11. My dear one dr. Amrizal Simangunsong. Terima kasih atas waktu, semangat, doa dan cinta kasih yang telah diberikan.

12. Sepupuku tercinta, Retno Vina Handari dan Maya. Terima kasih atas semangat dan doanya.

13. Nenekku tercinta, Hj. Nurminah Meliala, Terima kasih atas semangat dan doanya.

14. Ir. Dafni Mawar Tarigan, MSi dan suami Drs. Syahdian Rambe, MSi, dan sepupu-sepupuku yang lucu, Irham dan Hasbi. Mudah-mudahan cepat gede, tambah lucu dan pintar ya.

15. Sepupuku tercinta, Kak Nelly (cepat married ya kak…), Kak Ika dan suami, Yanti, Affan, Ade, Fanny, Tari dan Ayu. Terima kasih atas semangat dan doanya.

16. Seluruh staff dan karyawan PTPN II Kebun Melati, Perbaungan. Terima kasih atas bantuan dan dukungannya.

17. Sahabat-sahabatku, Cory Pasaribu, Ria Elvira, Rafika Nasuha, Aulia Zulaika, Ilham Fadli Hutabarat dan Andri Marlia. Thank you for the amazing experience in good times and bad times. Friends forever!

18. Teman-teman seperjuangan stambuk 2005, Ilham Fauzi Daulay, Arifin Nur Siregar, Egi Dana, Akhirul, Yurilsyah, Heramida, Suhaila, Ade Suryani, Abdul,

(7)

Marisa, Fitri, Nazmi dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu di halaman ini. Semangat ya!

19. Teman-teman SMP ku, Elvina dan Novira. Thank you for all.

20. Seluruh staf dan pegawai Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah membantu Penulis, terutama Kak Leni dan Bang Sugi.

21. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya kepada Allah SWT jualah diri ini bersujud dan memanjatkan syukur yang tiada terhingga, karena atas ridhoNya Penulis mampu menyelesaikan skripsi ini, semoga bermanfaat bagi semuanya. Amin.

Medan, April 2009 Penulis,

( Astari Merinda )

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……… i

KATA PENGANTAR ………. ii

DAFTAR ISI ………. vi

DAFTAR TABEL ……… xi

DAFTAR GAMBAR ………... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……… 1

1.2. Perumusan Masalah ……… 6

1.3. Hipotesis Penelitian ……… 6

1.4. Tujuan Penelitian ……… 7

1.5. Manfaat Penelitian ………. 8

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Teori Produksi ……… 9

2.1.1. Pengertian Produksi ………. 9

2.1.2. Pengertian Faktor Produksi ……….. 10

2.1.3. Fungsi Produksi ……….. 16

(9)

2.1.4. Fungsi Produksi Cobb-Douglas ……….. 20

2.2. Teori Permintaan ……… 21

2.2.1. Penentuan Permintaan ……….. 21

2.2.2. Peran Harga Komoditi ………. 22

2.2.3. Pengaruh Faktor Bukan Harga Terhadap Permintaan ……. 25

2.3. Teori Penawaran ………. 29

2.4. Industri ……….. 33

2.5. Ekologi Kelapa Sawit ………. 37

2.6. Daerah Pengembangan Kelapa Sawit ……… 43

2.7. Pemupukan Kelapa Sawit ……….. 44

2.8. Keunggulan dan Pemanfaatan Minyak Kelapa Sawit ……… 46

2.9. Varietas Kelapa Sawit ……… 59

2.10. Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit ………. 64

2.11. Industri Pengolahan Kelapa Sawit ………. 66

2.12. Pengolahan Hasil Panen ………. 67

2.13. Standar Mutu Kelapa Sawit ………... 72

2.14. Pemasaran Produk Kelapa Sawit ………... 73

2.15. Perkembangan Kebijakan Produk Kelapa Sawit ……… 81

(10)

BAB III Metode Penelitian

3.1. Lokasi Penelitian ……… 84

3.2. Jenis dan Sumber Data ………... 84

3.3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ………. 85

3.4. Pengolahan Data ………. 85

3.5. Model Analisis Data ………... 85

3.6. Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ……….. 87

3.6.1. Koefisien Determinasi (R-Square) ………... 87

3.6.2. Uji t-statistik ……… 87

3.6.3. Uji F-statistik ………... 88

3.7. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ……….. 89

3.7.1. Multikolinearity ……….. 89

3.7.2. Serial Correlation/Autocorrelation ………... 90

3.8. Defenisi Operasional ……….. 92

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sejarah Singkat Perusahaan ………. 93

4.2. Struktur Organisasi ………. 93

4.3. Sistem Motivasi yang Diterapkan ………. 103

(11)

4.4. Luas Areal dan Komposisi Tanaman ……… 104

4.5. Tenaga Kerja ………. 104

4.6. Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman ……….. 105

4.7. Pengolahan ……… 105

4.8. Harga Pokok (M+1) ……….. 106

4.9. Lain-lain ……….... 106

4.10. Analisis Produksi Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit …………. 107

4.10.1. Hasil Estimasi Model ………...…….. 107

4.10.2. Interpretasi Model ……….. 108

4.11. Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ……….. 109

4.11.1. Koefisien Determinasi (R-Square) ………. 109

4.11.2. Uji t-Statistik (Uji Parsial) ………. 110

4.11.3. Uji F-Statistik (Uji Keseluruhan) ……… 113

4.12. Uji Penyimpangan Klasik ………. 115

4.12.1. Multikolinearitas ………. 115

4.12.2. Autokorelasi ……… 117

(12)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ……… 119 5.2. Saran ……….. 120 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Klasifikasi Defisit Air Tahunan pada Budi Daya Kelapa Sawit … 39

Tabel 2 Potensi Pengembangan Kelapa Sawit di Sentra Produksi ………. 43

Tabel 3 Standar Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan …….. 45

Tabel 4 Kandungan Gizi Beberapa Minyak Nabati per 100 gram ……….. 47

Tabel 5 Kandungan Kolestrol pada Beberapa Minyak Nabati dan Lemak Daging ……… 48

Tabel 6 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit ……… 54

Tabel 7 Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah ………... 59

Tabel 8 Varietas Berdasarkan Warna Kulit Buah ………... 60

Tabel 9 Karakteristik Varietas Unggul Kelapa Sawit ………. 63

Tabel10 Perbandingan Produktivitas Komoditas Perkebunan ………. 64

Tabel 11 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit Seluruh Indonesia Tahun 2000 ……… 65

Tabel 12 Rekapitulasi Pabrik dan Kapasitas Produksi Pengolahan Kelapa Sawit di Indonesia Tahun 1998 ………. 66

(14)

Tabel 13 Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit, Minyak Inti Sawit

dan Inti Sawit ………. 73

Tabel 14 Perkembangan Harga Rata-rata Minyak Kelapa Sawit Dalam Negeri ……….. 78

Tabel 15 Perkembangan Ekspor Minyak Kelapa Sawit (CPO) Indonesia ……… 79

Tabel 16 Perkembangan Harga Rata-rata Minyak Kelapa Sawit di Pasar Dunia ……… 80

Tabel 17 Perkembangan Ekspor Indonesia dan Harga Minyak Inti Sawit … 81 Tabel 18 Jumlah Karyawan PTPN II Kebun Melati Tahun 2004-2008 …… 102

Tabel 19 Luas Areal ……….. 104

Tabel 20 Komposisi Tanaman ……….. 104

Tabel 21 Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman ……… 105

Tabel 22 Harga Pokok (M+1) ……… 106

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kurva Tahapan Fungsi Produksi ……….. 18

Gambar 2 Kurva Permintaan ………. 24

Gambar 3 Kurva Penawaran ………. 31

Gambar 4 Penggunaan Oleokimia untuk Berbagai Industri ………. 53

Gambar 5 Proses Pembuatan Palm Biodiesel ……… 58

Gambar 6 Pola Pemasaran Perkebunan Rakyat ………. 74

Gambar 7 Kurva Durbin-Watson ……….. 91

Gambar 8 Struktur Organisasi PTPN II Kebun Melati ………. 94

Gambar 9 Kurva Uji t-statistik ……….. 111

Gambar 10 Kurva Uji t-statistik ………... 112

Gambar 11 Kurva Uji F-statistik ……….. 114

Gambar 12 Kurva Uji Durbin-Watson ………. 118

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mengalami pertumbuhan paling konsisten, baik ditinjau dari areal maupun produksi. Secara keseluruhan, areal perkebunan di Indonesia meningkat dengan laju 2,6% per tahun pada periode tahun 2000-2003, dengan total areal pada tahun 2003 mencapai 16,3 juta ha. Dari beberapa komoditas perkebunan yang penting di Indonesia (karet, kelapa sawit, kelapa, kopi, kakao, teh, dan tebu), kelapa sawit, karet, dan kakao tumbuh lebih pesat dibandingkan dengan tanaman perkebunan lainnya dengan laju pertumbuhan di atas 5% per tahun. Pertumbuhan yang pesat dari ketiga komoditas tersebut pada umumnya berkaitan dengan tingkat keuntungan pengusahaan komoditas tersebut relatif lebih baik dan juga kebijakan pemerintah untuk mendorong perluasan areal komoditas tersebut.

Sebagai salah satu subsektor penting dalam sektor pertanian, subsektor perkebunan secara tradisional mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Sebagai negara berkembang dimana penyediaan lapangan kerja merupakan masalah yang mendesak, subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang cukup signifikan.

(17)

Areal perkebunan kelapa sawit berkembang dengan pesat dimana pada tahun 1978 luas areal baru 250 hektar, sedangkan pada tahun 2000 sudah mencapai 3,4 juta hektar. Produksi minyak kelapa sawit Indonesia sudah mencapai sekitar 8 juta ton, merupakan produsen terbesar kedua setelah Malaysia, dimana produksi minyak sawitnya sudah mencapai 11 juta ton.

Pada tahun 1968 luas kebun kelapa sawit semakin bertambah besar, sampai dengan tahun 1968 luas kelapa sawit mencapai 119.600 hektar, pada tahun 1978 luasan itu berkembang menjadi 250.116 hektar. Kemudian sejak tahun 1979 hingga tahun 1997 laju pertambahan areal kelapa sawit mencapai rata-rata 150.000 hektar per tahun. Saat ini total luas areal kelapa sawit di Indonesia telah jauh berkembang hingga lebih dari 3 juta hektar.

Pengembangan kebun kelapa sawit dari tahun ke tahun semakin cepat disertai dengan peningkatan produksi minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) dan inti sawit atau kernel (Palm Kernel Oil) sawit. Tanaman kelapa sawit mampu menghasilkan rata-rata 12 ton minyak kelapa sawit dan 4 ton inti sawit setiap pertahun (Kantor Pemasaran Bersama, Jakarta, 1990). Peningkatan produksi ini disebabkan semakin luasnya areal perkebunan dan meningkatnya produksi perhektar.

Salah satu komponan biaya yang besar dalam pengusahaan kebun kelapa sawit adalah biaya untuk pemupukan. Biaya pemupukan dapat mencapai 50% dari

(18)

total biaya pemeliharaan tanaman. Penggunaan tenaga kerja untuk pemupukan pada salah satu perusahaan kelapa sawit di Sumatera Utara menunjukkan bahwa untuk tanaman belum menghasilkan (TBM) diperlukan 30 HOK ha-1 tahun-1, sedangkan kebutuhan tenaga kerja pemupukan untuk tanaman menghasilkan (TM) mencapai 45 HOK ha-1 tahun-1. Komponen biaya pemupukan yang tinggi ini membuat pengusaha kebun kelapa sawit sangat memperhatikan dan berupaya untuk mencapai efisiensi pemupukan kelapa sawit yang tinggi.

Pengembangan perkebunan kelapa sawit disamping meningkatkan perekonomian masyarakat, juga menyerap tenaga kerja baik pendatang maupun penduduk setempat. Penyerapan tenaga kerja di perkebunan kelapa sawit diharapkan akan meningkat sesuai dengan perkembangan areal luas perkebunan yang direncanakan pemerintah daerah. Meskipun tenaga kerja yang terserap di usaha perkebunan kelapa sawit relatif kecil (rata-rata 2 orang setiap 2 Ha), namun terciptanya kesempatan kerja dapat diperluas karena adanya kegiatan turunan dari hasil produksi kebun kelapa sawit seperti industri pengolahan, perdagangan dan usaha lain yang berkaitan.

Sebagian besar produksi kelapa sawit digunakan sebagai bahan baku bagi industri pangan dan selebihnya digunakan sebagai bahan baku bagi industri non pangan. Industri pangan yang menggunakan bahan baku minyak kelapa sawit adalah industri minyak goreng, margarine, krim, dan lain sebagainya. Sedangkan industri

(19)

non pangan utama yang menggunakan bahan baku minyak sawit adalah industri sabun dan oleochemicals (Siswanto, 1984:37).

Keadaan ini merangsang pengusaha untuk mengembangkan perkelapa sawitan, baik oleh perusahaan negara, perkebunan inti rakyat (PIR), perusahaan swasta asing maupun perusahaan swasta nasional.

Hal itu tentu saja mempengaruhi tingkat produksi yang juga terus berkembang. Pada periode tahun 1979 hingga tahun 1991, laju periode rata-rata per tahun mencapai sekitar 230.000 ton. Sementara itu, laju pertumbuhan pada periode pada periode tahun 1992 hingga tahun 1997 meningkat hingga 420.000 ton per tahun.

Pada masa itu produksi kelapa sawit mencapai lebih dari 5 juta ton per tahun.

Tahun 1996 produksi minyak kelapa sawit di Indonesia menyumbang sekitar 31% dari total produksi minyak kelapa sawit dunia, bahkan pada tahun 2005 produksi minyak sawit Indonesia diperkirakan akan menyamai jumlah produksi Malaysia yang merupakan penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia.

Banyak komoditi pertanian yang menjadi komoditi ekspor Indonesia, tetapi yang paling menonjol adalah komoditi-komoditi dari sub sektor perkebunan (Direktorat Jenderal Perkebunan, 1998:21). Salah satu komoditi perkebunan yang memiliki potensi strategis utuk meningkatkan nilai devisa negara dari sektor non migas dan memenuhi kebutuhan industri minyak nabati dalam maupun luar negeri.

(20)

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dan menulis skripsi dengan judul “Pengaruh Tenaga Kerja dan Premi Panen Terhadap Produksi Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit di PTPN II Kebun Melati, Kabupaten Serdang Bedagai”.

(21)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis menyimpulkan perumusan masalah sebagai kajian dari objek yang diteli. Perumusan masalah yang dapat disimpulkan tersebut antara lain:

1. Bagaimana pengaruh tenaga kerja terhadap produksi Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di PTPN II Kebun Melati?

2. Bagaimana pengaruh premi panen terhadap produksi Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di PTPN II Kebun Melati?

1.3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang ada, dimana kebenarannya masih perlu untuk dikaji dan diteliti melalui data-data yang telah terkumpul atau tersedia. Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut :

1. Tenaga kerja berpengaruh positif terhadap produksi Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di PTPN II Kebun Melati, ceteris paribus.

2. Premi panen berpengaruh positif terhadap produksi Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di PTPN II Kebun Melati, ceteris paribus.

(22)

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tenaga kerja terhadap produksi Tandan Buah Segar kelapa sawit di PTPN II Kebun Melati.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh premi panen terhadap produksi Tandan Buah Segar kelapa sawit di PTPN II Kebun Melati.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.

2. Sebagai tambahan informasi dan masukan Bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara terutama mahasiswa/i Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

3. Sebagai masukan maupun perbandingan bagi kalangan akademisi dan peneliti lain yang tertarik dan menaruh perhatian pada penelitian sejenis.

(23)

4. Sebagai penambah, pelengkap, sekaligus pembanding hasil-hasil penelitian yang sudah ada menyangkut topik yang sama.

(24)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1. TEORI PRODUKSI 2.1.1. Pengertian Produksi

Usaha tani sesungguhnya tidak sekedar hanya terbatas pada pengambilan hasil melainkan benar-benar merupakan suatu usaha produksi. Dalam hal ini akan berlangsung pendayagunaan tanah, modal, tenaga kerja, dan manajemen sebagai sumber produksi tersebut. Jika pendayagunaannya dilakukan dengan baik akan dapat menghasilkan hasil yang baik dan sebaliknya jika pengelolaannya tidak berjalan dengan baik maka hasilnya tidak dapat diandalkan. Jika hasil-hasilnya tersebut sangat baik ditinjau dari segi kuantitas dan kualitas akan menghasilkan suatu kepuasan bagi produsen itu sendiri. Dengan demikian dalam produksi komoditi pertanian terdapat berbagai kegiatan dan hubungan antara sumber-sumber produksi yang didayagunakan dengan hasil/komoditinya.

Ditinjau dari pengertian teknis, maka produksi merupakan suatu proses pendayagunaan sumber-sumber yang telah tersedia dan hasil yang dimiliki/diperolehnya akan lebih besar dari pengorbanan yang diberikan.

Ditinjau dari segi ekonomi, maka pengertian produksi merupakan suatu proses pendayagunaan sumber-sumber yang telah tersedia sehingga memperoleh suatu hasil

(25)

yang baik kualitas dan kuantitasnya, terkelola dengan baik sehingga merupakan suatu komoditi yang dapat diperdagangkan.

Agar lebih jelas tentang pengertian produksi, maka kita dapat melihat pengertian produksi menurut Sofyan Assauri (1992:25) yang mengatakan :

“Yang dimaksud dengan produksi ialah segala kegiatan dalam rangka menciptakan dan menambah kegunaan atau utility sesuatu barang atau jasa untuk kegiatan dimana dibutuhkan faktor-faktor produksi yang di dalam ilmu ekonomi terdiri dari tanah, modal, tenaga kerja dan manajemen.”

Sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa produksi ialah suatu kegiatan atau aktivitas yang dapat menambah nilai guna dan manfaat barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dari uraian di atas, dapat pula dapat pula diperoleh pengertian pada komoditi kelapa sawit secara khusus, yaitu suatu proses produksi sehingga menghasilak kelapa sawit yang dapat disebut sebagai output.

2.1.2. Pengertian Faktor Produksi

Di dalam usaha tani umumnya dibutuhkan empat faktor produksi yang dikombinasikan satu sama lain dan diharapkan memberikan hasil yang paling memuaskan. Keempat faktor produksi tersebut adalah tanah, modal, tenaga kerja, dan manajemen. Maka di dalam memproduksi suatu produk tergantung pada keempat faktor produksi di atas.

(26)

Dalam ilmu ekonomi dikenal dengan apa yang disebut dengan fungsi produksi, yaitu suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik atau output dengan faktor produksi atau input.

Dalam bentuk matematis sederhana, fungsi produksi ditulis sebagai berikut :

Q = f (K, L, R, T)ceteris paribus

Dimana ; Q = Jumlah produksi K = Modal

L = Tenaga kerja R = Kekayaan Alam T = Teknologi

Agar lebih dapat mengerti akan faktor-faktor produksi tersebut, maka akan dibahas keempat faktor-faktor produksi tersebut satu persatu.

1. Tanah

Mengenai pengertian dari tanah, Mubyarto mengatakan bahwa tanah sebagai salah satu dari faktor-faktor produksi merupakan suatu pabrik yang dari hasil-hasil pertanian yaitu tempat dimana produksi berjalan dan tempat produksi itu keluar.

Dalam memproduksi hasil pertanian, tanah mendapat bagian dari hasil produksi itu berupa sewa tanah. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan

(27)

kebutuhan tanah yang semakin meningkat, sedangkan luas tanah tetap, akan mengakibatkan sewa tanah naik.

Dalam ilmu ekonomi pertanian, sewa tanah akan dihitung dari tingkat kesuburan tanah, letak tanah terhadap pasar dan tinggi rendahnya harga komoditi tersebut. Semakin subur tanah dan semakin dekat letaknya dengan pasar maka sewa tanah akan naik, dan demikian juga dengan semakin tingginya harga komoditi maka sewa tanah tersebut semakin tinggi pula.

Unsur-unsur yang mempengaruhi para petani dalam penentuan harga tanah adalah :

• Kemampuan tanah yang bersangkutan untuk mendapatkan produksi yang cukup tinggi

• Kemungkinan untuk dapat memanfaatkan tenaga kerja dan kesempatan untuk memperluas tanah

• Kesuburan tanah, keadaan pengairan kemungkinan mengadakan jenis-jenis tanaman lain, kemungkinan menggunkan tanah beberapa kali dalam setahun dan letak tanah dalam kaitannya dengan biaya usaha.

• Corak keperluan si pemilik tanah

• Pandangan masyarakat

(28)

Masalah yang sering ditemukan dalam usaha tani adalah suatu faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi usaha tani adalah suatu faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi usaha tani yaitu perpecahan atau devision dan perpancaran tanah atau pragmentasi.

Dengan adanya perpecahan dan perpencaran tanah, akan menimbulkan kesulitan para petani dalam pengawasan, pengairan, waktu pengangkatan pupuk atau bibit dan mengangkut hasil panen.

2. Modal

Dalam kegiatan pertanian, petani memerlukan modal untuk meningkatkan daya hasil usaha taninya. Mubyarto (1982:24) mengatakan :

“Modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru, dalam hal ini adalah hasil pertanian.”

Yang dimaksud dengan barang sebagai modal di luar tanah adalah barang berupa ternak beserta pupuk kandangnya, pestisida, pupuk, bibit, cangkul, hasil panen yang belum dijual dan tanaman yang masih disewa.

(29)

Proses pembentukan modal dalam pertanian besar akan berlainan dengan asas pembentukan modal dalam usaha tani keluarga. Juga akan terdapat dalam menghitung bunga modal.

Dalam pertanian besar dengan tegas diadakan pemisahan antara modal usaha dengan modal pribadi. Ini berarti bahwa pertanian besar memiliki kekayaan dan hutangnya sendiri yang terpisah dari kekayaan dan hutang para pemiliknya.

Para petani Indonesia pada umumnya adalah petani bermodal lemah yang dalam usaha taninya akan mempergunakan penghasilannya untuk menutupi keperluan keluarganya dan kemudian membentuk modal baru. Dengan naiknya konsumsi, maka pembentukan modal akan turun atau sebaliknya, dengan pengertian bahwa penghasilannya tidak berubah.

Oleh karena itu, petani sangat memerlukan kredit usaha tani. Peranan pemerintah sangat menentukan dalam rangka agar petani tidak meminam dari tengkulak, sebab sangat merugikan petani.

3. Tenaga Kerja

Setiap usaha tani memerlukan tenaga kerja. Petani sebagai contoh tenaga kerja merupakan faktor yang sangat menentukan dalam usaha tani. Petani tersebut

(30)

berfungsi dalam menyumbangkan tenaganya untuk mengelola dan mengatur organisasi produksi secara keseluruhan.

Skala usaha tani akan mempengaruhi besar kecilnya jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Untuk memperoleh tenaga kerja dapat ditempuh dengan berbagai cara yaitu :

• Petani atau keluarga sebagai tenaga kerja

• Meminta bantuan teman-teman sedesa atas dasar gotong-royong, tolong menolong dan sebagainya.

• Melalui persekutuan adat.

• Menggunakan tenaga kerja buruh.

• Dengan cara membagi hasil.

Upah berhubungan dengan tenaga kerja, sebab upah adalah suatu tambahan yang diberikan/dibayar kepada seseorang atas pekerjaannya. Tingginya upah dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran tenaga kerja.

Masalahnya, daya hasil tenaga kerja di Indonesia umumnya masih rendah. Hal ini disebabkan kurangnya keterampilan dan pengetahuan petani mengenai usaha tani.

Untuk meningkatkan daya hasil petani/meningkatkan jumlah produksi usaha tani dalam rangka menaikkan pendapatan dan kesejahteraan petani, maka pengetahuan

(31)

tentang faktor tenaga kerja dalam usaha tani perlu diberikan pada petani, diantaranya dengan melakukan beberapa langkah tindakan perbaikan berupa pengadaan penelitian ketenagakerjaan dalam usaha tani, mengadakan pendidikan dan latihan keterampilan seperti penerapan-penerapan baru, bagaimana cara bertani yang produktif dan mengembangkan produk yang sudah ada.

4. Manajemen

Selain faktor-faktor produksi yang sudah ada dikemukakan di atas, yaitu tanah, modal dan tenaga kerja, maka faktor produksi yang juga memegang perana penting adalah manajemen. Apalagi jika dikaitkan dengan efisiensi usaha tani.

Walaupun produksi tanah, tenaga kerja dan modal telah digunakan, namun tanpa pengelolaan yang baik dari petani maka produk yang tinggi seperti yang diharapkan petani tidak akan tercapai.

Perubahan manajemen jarang dipakai dalam suatu analisis produksi karena sulitnya melakukan pengukuran terhadap faktor ini. Oleh karena itu dalam analisis fungsi produksi, faktor ini tidak dimasukkan. Namun harus diakui bahwa semakin baik pengelolaan usaha pertanian, maka akan semakin baik pula produksinya.

2.1.3. Fungsi Produksi

(32)

Untuk dapat menggambarkan fungsi produksi secara jelas dan menganalisa peranan masing-masing faktor produksi, maka salah satu faktor produksi dianggap berubah-ubah sedangkan faktor produksi lainnya dianggap tetap.

Misalnya untuk dapat menganalisa hubungan antara jumlah produksi dengan faktor produksi tenaga kerja, maka harus dianggap bahwa modal dan tanah tetap.

Dalam bentuk grafik fungsi, ini merupakan kurva melengkung dari kiri bawah ke kanan atas yang setelah sampai pada titik tertentu (titik maximum) kemudian berubah arah (berbalik turun) kembali. Untuk semua faktor produksi yaitu tamah, tenaga kerja dan modal, sifat itu juga berlaku.

Akan tetapi, pemakaian tenaga kerja yang terus menerus dilakukan penambahan akan berpengaruh buruk terhadap pertambahan produksi, oleh karena timbulnya perubahan sebagai akibat semakin besarnya biaya upah yang dikeluarkan.

Hal ini dikenal dengan hukum hasil yang semakin berkurang (the Law of Diminishing Return). Artinya setelah mencapai suatu tingkat tertentu, pertambahan produksi (marginal) akan semakin berkurang. Keadaan ini menyebabkan peningkatan produksi total menjadi lambat.

Berikut akan digambarkan tahapan peningkatan produksi dari sutu jenis tanaman sebagai akibat dari adanya pertambahan faktor produksi :

(33)
(34)

Hasil Produksi

TP

Hasil Produksi

MP

0

(35)

Gambar 1. AP

Kurva Tahapan Fungsi Produksi

Kurva TP adalah kurva produksi total yang menunjukkan hubungan di antara jumlah produksi dan jumlah faktor produksi (misalnya faktor tenaga kerja) yang digunakan untuk menghasilkan produksi tersebut. Bentuk TP cekung ke atas apabila tenaga kerja yang digunakan masih sedikit, ini berarti tenaga kerja masih kurang jika dibandingkan dengan faktor produksi yang lain yang dianggap tetap jumlahnya.

Dalam keadaan seperti ini, produksi marginal bertambah besar, dan sifat ini dapat dilihat dalam kurva MP (Marginal Production). Setelah itu, penambahan tenaga kerja selanjutnya tidak akan menambah produksi total secepat sebelumnya. Keadaan ini digambarkan oleh kurva produksi marginal (MP) yang terus menurun dan kurva produksi total atau TP yang mulai berbentuk cembung ke atas.

Sebelum tenaga kerja yang digunakan melebihi titik balik kurva TP (titik potong kurva MP dan AP), produksi marginal lebih tinggi dari produksi rata-rata mencapai tingkat yang paling tinggi, selanjutnya produksi rata-rata akan menurun.

Pada saat kurva MP memotong sumbu datar, maka total produksi mencapai titik maximum. Selanjutnya MP akan terus menurun yang dalam pengertian produksi marginal akan mencapai angka negatif dan dalam keadaan ini, total produksi akan menurun.

(36)

2.1.4. Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Dalam teori pertumbuhan neo klasik, fungsi produksi adalah suatu tingkat produksi tetentu yang dapat diciptakan dengan menggunakan berbagai gabungan modal dan tenaga kerja.

Untuk dapat menggambarkan fungsi produksi secara jelas dan menganalisa peranan masing-masing faktor produksi, maka salah satu faktor produksi dianggap sebagai pengubah (berubah-ubah), sedangkan faktor-faktor produksi lainnya dianggap konstan.

Teori pertumbuhan neoklasik mempunyai banyak variasi, tetapi pada umumnya teori tersebut di dasarkan pada fungsi produksi yang telah dikembangkan oleh Charles Cobb dan Paul Douglas, yang lebih dikenal dengan nama fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi tersebut adalah sebagai berikut :

Yt = Tt Ktα Ltβ

Dimana : Yt = Tingkat produksi pada tahun – t Tt = Tingkat teknologi pada tahun – t Kt = Stok alat-alat modal pada tahun – t

(37)

α = Pertambahan produksi yang diciptakan oleh pertambahan 1 unit modal

β = Pertambahan produksi yang diciptakan oleh pertambahan 1 unit tenaga kerja.

Nilai α dan β dapat ditaksir secara empiris, tapi umumnya nilai α dan β telah ditentukan besarnya, dan dianggap bahwa α + β = 1.

Persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas dapat ditransformasikan dengan metode OLS (Ordinary Least Square) sehingga menjadi :

Ln Yt = Ln Tt αLn Kt βLn Lt

Sumbangan terbesar dari teori pertumbuhan neo kalasik bukan hanya menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, tetapi kemungkinan menggunakan teori tersebut untuk mengadakan penelitian empiris dan menentukan peranan dari berbagai faktor dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi.

2.2. TEORI PERMINTAAN 2.2.1. Penentuan Permintaan

Permintaan seseorang atau masyarakat terhadap suatu komoditi ditentukan oleh banyak faktor, seperti :

A. Harga komoditi itu sendiri

(38)

B. Harga komoditi lain yang berkaitan erat dengan komoditi tersebut

C. Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat

D. Corak distribusi pendapatan dalam masyarakat

E. Cita rasa masyarakat

F. Jumlah penduduk

G. Ramalan mengenai keadaan di masa mendatang

H. dll

Bila dinyatakan secara matematis, fungsi permintaan tersebut dituliskan sebagai berikut :

QD = f (Harga, harga komoditi lain, pendapatan, corak distribusi pendapatan, citarasa masyarakat, dll)

2.2.2. Peran Harga Komoditi

Dalam teori ekonomi dianggap bahwa permintaan suatu komoditi terutama di pengaruhi oleh harga komoditi itu sendiri dengan asumsi bahwa faktor-faktor lain tidak mengalami perubahan atau ceteris paribus. Meskipun demikian tidak berarti mengabaikan pengaruh faktor-faktor lainnya terhadap permintaan. Dengan alat bsntu

(39)

matematika, grafik dan statistika, dimungkinkan pula untuk menganalisis hubungan faktor-faktor tersebut dengan permintaan akan suatu komoditi.

Secara umum bila harga suatu komoditi tinggi, hanya sedikit orang yang mau mampu membelinya. Akibatnya jumlah komoditi yang dibelinya hanya sedikit saja.

Kalau harga komoditi tersebut diturunkan, lebih banyak orang yang mau dan mampu membelinya sehingga jumlah komoditi yang dibeli banyak. Penjelasan sifat hubungan antara permintaan suatu komoditi dengan harganya dibahas dalam Hukum Permintaan. Dalam hukum permintaan dihipotesiskan bahwa semakin rendah harga suatu komoditi semakin banyak jumlah komoditi tersebut yang diminta, sebaliknya semakin tinggi harga suatu komoditi semakin sedikit komoditi tersebut diminta (ceteris paribus).

▪ Bila harga suatu komoditi itu turun, orang mengurangi pembelian atas komoditi-komoditi lain dan menambah pembelian pada komoditi yang mengalami penurunan harga tersebut. Harga yang lebih rendah memungkinkan pembeli lain yang sebelumnya tidak mampu membeli komoditi tersebut untuk mulai membelinya. Penurunan harga suatu komoditi menyebabkan pendapatan riil para pembeli meningkat, dan itu mendorong konsumen yang sudah membeli komoditi tersebut untuk membeli lagi dalam jumlah yang lebih besar.

(40)

▪ Bila harga suatu komoditi naik, para pembeli mencari komoditi lain yang dapat digunakan sebagai pengganti atas komoditi yang mengalami kenaikan harga. Disamping itu, kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil para pembeli berkurang. Pendapatan riil yang merosot, memaksa para pembeli untuk mengurangi pembeliannya atas berbagai jenis komoditi, terutama atas komoditi yang mengalami kenaikan harga.

Kurva permintaan (demand curve) menyatakan seberapa banyak para konsumen bersedia membeli pada setiap harga per unit yang harus mereka bayar. Secara matematis hubungan antara jumlah yang diminta dan harga dapat dinyatakan sebagai berikut :

QD = QD (P)

Harga (Rp)

D

Kuantitas

Gambar 2 : Kurva Permintaan

(41)

Fungsi permintaan tersebut menyatakan jumlah komoditi yang diminta merupakan fungsi dari harganya. Jumlah komoditi yang diminta menggambarkan banyaknya jumlah komoditi yang diminta pada suatu tingkat harga tertentu.

Secara umum hubungan antara harga dan jumlah komoditi yang diminta mempunyai sifat hubungan yang terbalik (negatif) sehingga pada umumnya kurva permintaan suatu komoditi bersudut negatif terhadap sumbu horizontal. Naiknya nilai suatu variabel diikuti oleh turunnya nilai variabel yang satunya, sehingga kurva permintaan berbagai jenis komoditi pada umumnya menurun dari kiri atas ke kanan bawah.

2.2.3. Pengaruh Faktor Bukan Harga Terhadap Permintaan

Hukum permintaan hanya menekankan perhatiaannya pada pengaruh harga suatu komoditi terhadap jumlah komoditi tersebut yang diminta. Dalam kenyataannya banyaknya permintaan suatu komoditi juga ditentukan oleh berbagai faktor lain.

Berikut akan dibahas pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap permintaan suatu komoditi.

▪ Kaitan Suatu Komoditi dengan Berbagai Jenis Komoditi Lainnya

(42)

Dalam hubungannya dengan permintaan akan suatu komoditi, kaitan suatu komoditi dengan berbagai jenis komoditi lainnya dapat dibedakan menjadi komoditi pengganti, komoditi penggenap dan komoditi netral (komoditi lain yang tidak memiliki kaitan sama sekali dengan komoditi yang dimaksud). (Nuraida, Ida, 2005:36)

Komoditi Pengganti adalah komoditi yang dapat menggantikan fungsi dari komoditi lain sehingga harga komoditi pengganti dapat mempengaruhi permintaan komoditi yang dapat digantikannya. Pada umumnya bila harga komoditi pengganti bertambah murah, maka komoditi yang digantikannya akan mengalami pengurangan dalam permintaan. (Nuraida, Ida, 2005:37)

Komoditi Penggenap adalah suatu komoditi yang selalu digunakan bersama- sama dengan komoditi lainnya. Dalam hal ini kenaikan atau penurunan permintaan atas komoditi penggenap berjalan seiring dengan perubahan permintaan komoditi yang digenapinya.

Komoditi Netral (neutral commodities) adalah komoditi yang tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan komoditi lainnya, sehingga perubahan permintaan atas salah satu komoditi tidak akan mempengaruhi permintaan komoditi lainnya. Dalam kaitannya dengan barang konsumsi, barang netral adalah barang- barang konsumsi yang jumlah pemakaiannya tidak berubah walaupun pendapatan konsumen mengalami perubahan (bertambah atau berkurang).

(43)

▪ Pendapatan Para Pembeli

Pendapatan para pembeli merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan pola permintaan atas berbagai jenis barang, Atas dasar sifat perubahan permintaan yang berlaku apabila pendapatan berubah, berbagai jenis barang dapat dibedakan menjadi empat golongan yaitu barang inferior, barang esensial, barang normal dan barang mewah.

Barang Inferior (inferior goods) adalah barang yang permintaannya justru berkurang bila pendapatan seseorang bertambah tinggi. Para pembeli yang mengalami kenaikan pendapatan akan mengurangi pengeluarannya untuk barang- barang inferior dan menggantikannya dengan barang lain yang lebih baik mutunya.

Barang esensial adalah barang yang sangat penting artinya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Pada umumnya barang esensial terdiri dari kebutuhan pokok masyarakat Secara umum permintaan akan barang-barang esensial tidak akan berubah banyak dalam hubungannya dengan perubahan pendapatan maupun harganya mengingat volume kebutuhan akan barang tersebut tidak berubah banyak dalam kaitannya dengan harganya maupun pendapatan seseorang.

(44)

Barang normal adalah barang yang mengalami kenaikan permintaan seiring dengan naiknya pendapatan seseorang. Sebaliknya jumlah permintaannya berkurang bila pendapatan konsumen berkurang.

Barang mewah adalah jenis barang yang dibeli orang apabila pendapatan mereka sudah relatif tinggi.

▪ Distribusi Pendapatan

Perubahan distribusi pendapatan dapat mempengaruhi corak permintaan atas berbagai jenis komoditi. Bila konsentrasi pendapatan berada di kalangan kelas atas, permintaan akan komoditi-komoditi mewah maupun komoditi-komoditi sekunder akan meningkat. Bila konsentrasi pendapatan bergeser ke kelas bawah, permintaan akan komoditi-komoditi yang dibutuhkan oleh kelas bawah akan meningkat dan permintaan akan komoditi-komoditi mewah akan menurun.

▪ Jumlah Penduduk

Pertambahan penduduk biasanya diikuti dengan perkembangan akan permintaan suatu komoditi karena dalam kondisi tersebut akan lebih banyak orang yang membutuhkan komoditi tersebut.

▪ Cita rasa Masyarakat

(45)

Perubahan cita rasa masyarakat mempengaruhi permintaan. Bila selera konsumen akan suatu komoditi meningkat, permintaan akan komoditi tersebut meningkat. Sebaliknya, bila selera konsumen berkurang, permintaan akan komoditi tersebut menurun.

▪ Ramalan Mengenai Masa Depan

Perubahan-perubahan yang diramalkan mengenai keadaan di masa mendatang dapat mempengaruhi permintaan akan suatu komoditi. Bila prospek suatu komoditi di masa datang baik, maka permintaan akan komoditi tersebut akan naik, dan bila sebaliknya maka permintaan akan komoditi tersebut akan turun.

2.3. TEORI PENAWARAN

(46)

Penawaran komoditi pada berbagai tingkat harga ditentukan oleh banyak faktor, seperti :

A. Harga komoditi itu sendiri.

B. Harga komoditi-komoditi lain.

C. Biaya produksi, yaitu biaya untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan mentah.

D. Tujuan dari perusahaan.

E. Tingkat teknologi yang digunakan.

F. Musim

G. dll

Bila dinyatakan secara matematis,fungsi penawaran tersebut dituliskan sebagai berikut :

Qs = f (Harga Komoditi lain, Biaya Produksi, Tujuan Perusahaan, Tingkat Teknologi, dll).

(47)

2.3.2. Hubungan antara Harga dan Penawaran

Pernyataan yang menjelaskan sifat hubungan antara harga suatu komoditi dan jumlah komoditi tersebut yang ditawarkan oleh para produsen dikenal dengan Hukum Penawaran. Pada umumnya semakin tinggi harga suatu komoditi, semakin banyak jumlah komoditi tersebut yang akan ditawarkan oleh para penjual. Sebaliknya, semakin rendah harga suatu komoditi, semakin sedikit jumlah yang ditawarkan oleh para penjual. (Santoso, Iwan, 2002:45)

Kurva penawaran menunjukkan hubungan jumlah komoditi per satuan waktu yang mau dihasilkan dan dijual di pasar dengan harga satuan dari komoditi tersebut.

Kurva penawaran (supply curve) menyatakan berapa banyak produsen bersedia menjual untuk tiap harga yang akan diterimanya di pasar. Hubungan antara jumlah yang ditawarkan :

QS = QS (P)

Kenaikan harga komoditi diikuti dengan kenaikan jumlah yang ditawarkan, sebaliknya, penurunan harga komoditi diikuti dengan penurunan jumlah yang ditawarkan. Karena ada hubungan yang positif antara harga dan jumlah komoditi yang ditawarkan, maka kurva penawaran bergerak naik dari kiri bawah ke kanan atas seperti terlihat dalam kurva penawaran di bawah ini :

(48)

Harga S

Kuantitas

Gambar 3 : Kurva Penawaran

2.3.3. Pengaruh Faktor Bukan Harga terhadap Penawaran

■ Harga Komoditi Lain

Hubungan suatu komoditi dengan berbagai jenis komoditi lainnya seperti komoditi pengganti, komoditi penggenap dan komoditi netral mempengaruhi penawaran akan suatu barang.

■ Biaya Untuk Memperoleh Faktor Produksi

Tanpa adanya peningkatan produktivitas dan efisiensi, kenaikan harga faktor- faktor produksi akan meningkatkan biaya produksi. Keadaan ini dapat berakibat berkurangnya keuntungan produsen. Kalau tingkat keuntungan suatu usaha tidak

(49)

menarik lagi, mereka dapat mengurangi penawaran dalam suatu kegiatan ekonomi tertentu. (Santoso, Iwan, 2002:52)

■ Tujuan Perusahaan

Pada umumnya perusahaan berusaha memaksimumkan keuntungan, sehingga mereka akan memanfaatkan kapasitas produksinya pada tingkat kapasitas yang memaksimumkan keuntungannya. Meskipun demikian, ada pula perusahaan yang melakukan kegiatan yang dengan lebih mementingkan faktor keselamatan dan tidak terlalu menantang resiko. Di samping itu, ada pula perusahaan pemerintah yang lebih menekankan untuk mencapai produksi yang maksimal daripada keuntungan yang maksimal. Dengan demikian perbedaan tujuan perusahaan menimbulkan pengaruh yang berbeda pada penentuan tingkat produksi, sehingga penawaran suatu komoditi akan berbeda-beda sifatnya tergantung pada tujuan perusahaan. (Santoso, Iwan, 2002:52)

■ Tingkat Teknologi

Tingkat teknologi memegang peranan penting dalam menentukan banyaknya jumlah komoditi yang dapat ditawarkan. Kemajuan teknologi dapat mengurangi biaya produksi, sehingga harga satuan dari suatu komoditi yang dihasilkan dengan

(50)

teknologi yang lebih baik akan dapat ditekan lebih rendah atau dengan harga yang sama dapat dihasilkan komoditi dengan kualitas yang lebih baik. Di samping itu, kemajuan teknologi dapat mempertinggi produktivitas, mempertinggi mutu komoditi maupun menciptakan komoditi-komoditi baru. (Santoso, Iwan, 2002:53)

■ Musim

Jika perbaikan teknologi dapat menggeser kurva penawaran suatu barang ke kanan, sebaliknya musim, dapat menggeser kurva penawaran itu ke kiri. Pengaruh musim terasa sekali pada penawaran komoditi-komoditi pertanian.

2.4. INDUSTRI

2.4.1. Pengertian Industri

Dari berbagai arti tentang istilah industri, secara umum industri dapat didefinisikan sebagai berikut : (Witia, Ani, 2001:31)

“Industri adalah kelompok perusahaan yang mempunyai kegiatan sejenis baik secara vertikal maupun secara horizontal”.

(51)

2.4.2. Klasifikasi Industri

Jenis industri dapat digolongkan atau diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Klasifikasi industri berdasarkan hubungan vertikal.

b. Klasifikasi industri berdasarkan hubungan horizontal.

c. Klasifikasi industri atas dasar skala usahanya.

d. Klasifikasi industri atas dasar tingkatan jenis produksinya.

a. Klasifikasi Industri Berdasarkan Hubungan Vertikal

Hubungan vertikal adalah adanya hubungan dalam bentuk penggunaan produk hasil akhir suatu kelompok perusahaan sebagai bahan baku pada kelompok perusahaan lain. Hubungan vertikal tersebut terdiri dari Industri Hulu dan Industri Hilir.

▪ Industri Hulu

Perusahaan yang membuat produk yang dapat digunakan oleh perusahaan lain disebut kelompok industri hulu.

▪ Industri Hilir

Industri hilir adalah kelompok perusahaan yang menggunakan produk perusahaan lain sebagai bahan baku untuk kemudian diproses menjadi barang

(52)

b. Klasifikasi Industri Berdasarkan Hubungan Horizontal

Pengertian horizontal adalah peninjauan atas dasar hubungan sejajar antara produk yang dihasilkan masing-masing perusahaan. Misalnya, bila perusahaan P1, P2, P3 dan P4 masing-masing memproduksi tekstil dari kapas, memproduksi tekstil dari bahan katun, memproduksi tekstil dari bahan polyster, memproduksi tekstil dari bahan wol, maka kelompok perusahaan P1, P2, P3 dan P4 tersebut merupakan kelompok industri tekstil yang bersifat horizontal.

c. Klasifikasi Industri Berdasarkan Skala Usaha

Industri dapat juga diklasifikasikan atas dasar skala atau besar kecilnya usaha.

Besar kecilnya usaha bisnis ditentukan oleh besar kecilnya modal yang dapat ditanamkan. Oleh karena itu, klasifikasi industri berdasarkan skala usaha dapat dibagi menjadi 3 kriteria sebagai berikut :

a. Industri skala usaha kecil (small scale industry).

b. Industri skala usaha menengah (medium scale industry).

c. Industri skala usaha besar (large scale industry).

Dari waktu ke waktu, karena nilai uang yang selalu makin turun, menyebabkan kriteria usaha berdasarkan modal yang ditanamkan sering berubah- ubah.

(53)

d. Klasifikasi Industri Berdasarkan Tingkatan Jenis Produksi

Selain klasifikasi industri atas dasar skalanya, ternyata industri pun dapat digolongkan menurut tingkatan jenis produksinya, yaitu :

▪ Industri ringan

▪ Industri menengah

▪ Industri berat

▪ Industri Ringan

Jenis industri ringan adalah kelompok perusahaan yang memproduksi barang-barang konsumsi.

▪ Industri Menengah

Jenis industri yang termasuk industri menengah antara lain adalah industri ban mobil, industri karet, indusri kimia, industri farmasi, industri jasa, industri jasa angkutan kereta api, industri jasa angkutan udara, industri jasa angkutan laut antar samudera, industri perikanan laut, dan sebagainya.

▪ Industri Berat

Jenis industri yang termasuk dalam industri berat antara lain industri pembuatan traktor, industri pembuatan mesin-mesin mobil, industri pembuatan

(54)

pembuatan kapal laut, industri satelit, industri roket peluncuran satelit, industri eksplorasi tambang di dasar laut dan sebagainya.

2.5. EKOLOGI KELAPA SAWIT

2.5.1. Iklim

Faktor iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tandan kelapa sawit. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah di sekitar lintang utar-selatan 12 derajat pada ketinggian 0-500 m dpl. Beberapa unsur iklim yang penting dan saling mempengaruhi adalah curah hujan, sinar matahari, suhu, kelembaban udara, dan angin.

2.5.2. Curah Hujan

Curah hujan optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit rata-rata 2000- 2500 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan kering yang berkepanjangan. Curah hujan yang merata dapat menurunkan penguapan dari tanah

(55)

dan tanaman kelapa sawit. Namun, yang terpenting adalah tidak terjadi defisit air sebesar 250 mm. Bila tanah dalam keadaan kering, akar tanaman sulit menyerap mineral dari dalam tanah. Oleh sebab itu, musim kemarau yang berkepanjangan akan menurunkan produksi. Daerah di Indonesia yang sering mengalami kekeringan adalah Lampung dan Jawa Barat, sedangkan Kalimantan Timur dan beberapa lokasi lainnya hampir setiap 5-6 tahun sekali.

Pada umumnya daerah dengan jumlah hujan yang tinggi terkadang menjadi masalah, terutama jalan untuk transport, pembakaran, pemeliharaan, pemupukan, dan pencegahan erosi. Daerah di Indonesia seperti ini kebanyakan berada lebih dari 500 m dpl, kecuali di beberapa lokasi pantai barat Sumatera.

Tabel 1.

Klasifikasi Defisit Air Tahunan pada Budi Daya Kelapa Sawit Klasifikasi (mm) Keterangan

0-150 150-250 250-350 350-400 400-450

>500

Optimum

Masih sesuai (favourable) Intermedier Limit Kritis (marginal) Tidak sesuai (unfavourable)

Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit Sumatera Utara 2005

2.5.3. Sinar Matahari

(56)

Sinar matahari diperlukan untuk memproduksi karbohidrat dan memacu pembentukan bunga dan buah. Untuk itu, intensitas, kualitas, dan lama penyinaran amat berpengaruh. Lama penyinaran optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit antara 5-7 jam/hari.

Beberapa daerah seperti Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan sering terjadi penyinaran matahari kurang dari 5 jam pada bulan-bulan tertentu. Penyinaran yang kurang dapat menyebabkan berkurangnya asimilasi dan gangguan penyakit.

2.5.4. Suhu

Selain curah hujan dan sinar matahari yang cukup, tanaman kelapa sawit memerlukan suhu yang optimum sekitar 24-28º C untuk tumbuh dengan baik.

Meskipun demikian, tanaman masih bisa tumbuh pada suhu terendah 18º C dan tertinggi 32º C. Beberapa faktor yang yang mempengaruhi tinggi rendah suhu adalah lama penyinaran dan ketinggian tempat.

Makin lama penyinaran atau makin rendah suatu tempat, makin tinggi suhunya. Suhu berpengaruh terhadap masa pembungaan dan kematangan buah.

Tanaman kelapa sawit yang ditanam lebih dari ketinggian 500 m dpl akan terlambat berbunga satu tahun jika dibandingkan dengan yang ditanam di dataran rendah.

(57)

2.5.5. Kelembaban Udara dan Angin

Kelembaban udara dan angin adalah faktor yang penting untuk menunjang pertumbuhan kelapa sawit. Kelembaban optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit adalah 80%. Kecepatan angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan. Angin yang kering menyebabkan penguapan lebih besar, mengurangi kelembaban, dan dalam waktu lama mengakibatkan tanaman layu. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelembaban adalah suhu, sinar matahari, lama penyinaran, curah hujan, dan evapotranspirasi.

2.5.6. Tanah

Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, seperti podsolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial, atau regosol. Namun, kemampuan produksi kelapa sawit pada masing-masing jenis tanah tersebut tidak sama. Ada dua sifat utama tanah sebagai media tumbuh, yaitu sifat kimia dan sifat fisik tanah.

2.5.7. Sifat Fisik Tanah

Beberapa hal yang menentukan sifat fisik tanah adalah tekstur, struktur.

konsistensi, kemiringan tanah, permeabilitas, ketebalan lapisan tanah, dan kedalaman permukaan air tanah. Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada tanah gembur, subur,

(58)

berdrainase baik, permeabilitas sedang, dan mempunyai solum yang tebal sekitar 80 cm tanpa lapisan padas. Tekstur tanah ringan dengan kandungan pasir 20-60%, debu 10-40%, dan liat 20-50%. Tanah yang kurang cocok adalah tanah pantai berpasir dan tanah gambut tebal.

Keadaan topografi pada areal perkebunan kelapa sawit berhubungan dengan kemudahan perawatan tanaman dan panen. Topografi yang dianggap cukup baik untuk tanaman kelapa sawit adalah areal dengan kemiringan 0-15º. Hal ini akan memudahkan pengangkutan buah dari pohon ke tempat pemungutan hasil atau dari perkebunan ke pabrik pengolahan. Areal dengan kemiringan lereng lebih dari 15º masih memungkinkan di Tanami, tetapi perlu dibuat teras. Areal seperti ini akan menyulitkan panen serta pengangkutan hasil.

2.5.8. Sifat Kimia Tanah

Sifat kimia tanah dapat dilihat dari tingkat keasaman dan komposisi kandungan hara mineralnya. Sifat kimia tanah mempunyai arti penting dalam menentukan dosis pemupukan dan kelas kesuburan tanah.

Tanaman kelapa sawit tidak memerlukan tanah dengan sifat kimia yang istimewa sebab kekurangan suatu unsur hara dapat diatasi dengan pemupukan.

Walaupun demikian, tanah yang mengandung unsur hara dalam jumlah besar sangat

(59)

baik untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman, sedangkan keasaman tanah menentukan ketersediaan dan keseimbangan unsur-unsur hara dalam tanah.

Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH tanah antara 4,0-6,5, sedangkan pH optimumnya adalah 5-5,5. Tanah yang memiliki pH rendah dapat dinaikkan dengan pengapuran, tetapi membutuhkan biaya yang tinggi. Tanah dengan pH rendah biasanya dijumpai pada daerah pasang surut terutama tanah gambut.

Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada tanah yang memiliki kandungan unsur hara yang tinggi, dengan C/N mendekati 10 dimana C 1% dan N 0,1%. Daya tukar Mg dan K berada pada batas normal, yaitu untuk Mg 0,4-1,0 me/100 gram, sedangkan K 0,15-1,20 me/100 garam. Namun, faktor pengelolaan budi daya atau teknis agronomis dan sifat genetis induk tanaman kelapa sawit juga sangat menentukan produksi kelapa sawit.

2.6. DAERAH PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT

Sentra utama produksi sawit Indonesia adalah Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat. Kontribusi produksinya mencapai 80% dari produksi nasional. Pengembangan perkebunan di daerah sentra utama produksi tersebut masih memungkinkan dilakukan.

Tabel 2. Potensi Pengembangan Kelapa Sawit di Sentra Produksi

(60)

Propinsi Luas Areal Pengembangan (ha)

Sumatera Utara Riau Sumatera Selatan Kalimantan Barat Jambi

53.159 47.494 22.464 20.701 17.769

Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit Sumatera Utara 2000

Sementara itu, potensi pengembangan perkebunan kelapa sawit adalah Aceh dengan potensi lahan yang tersedia seluas 176.546 ha dan Sumatera Selatan 63.384 ha. Selain itu, daerah Kawasan Timur Indonesia (KTI) seperti Sulawesi, Kalimantan, Maluku, dan Irian Jaya adalah daerah yang memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan kelapa sawit.

Pemerintah melalui program PIR-Trans KTI telah menerbitkan persetujuan prinsip usaha perkebunan kelapa sawit dengan total luas areal mencapai 1,8 juta ha yang tersebar di beberapa kawasan timur Indonesia yaitu Irian Jaya (562.700 ha), Maluku (15.000 ha), Sulawesi (247.000 ha), dan Kalimantan (1.010.400 ha).

2.7. PEMUPUKAN KELAPA SAWIT

Salah satu tindakan yang amat penting dalam kultur teknik tanaman kelapa sawit adalah pemupukan. Tujuan pemupukan adalah menambah ketersediaan unsur hara di dalam tanah agar tanaman dapat menyerapnya sesuai dengan kebutuhan.

Pemupukan harus dilakukan secara teratur menurut bagan pemupukan, sedangkan

(61)

bagan pemupukan dibuat berdasarkan hasil percobaan pemupukan tanaman kelapa sawit pada jenis tanah tertentu.

Upaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemupukan adalah dengan melakukan uji kualitas (quality control), yang memadai terhadap pupuk yang akan diaplikasikan di lapangan. Perlu diperiksa apakah pupuk telah memenuhi syarat dan dapat memberikan kontribusi yang nyata terhadap pertumbuhan dan produksi kelapa sawit. Prosedur dalam uji kualitas pupuk meliputi empat tahapan :

1. Pemilihan jenis pupuk berdasarkan kebutuhan tanaman dan kondisi lingkungan.

2. Pemilihan merk dagang pupuk berdasarkan Standar Nasional Indonesia dan hasil uji efikasi yang telah dilakukan.

3. Pengambilan sampel pupuk, dan

4. Uji pupuk di laboratorium untuk menilai kelayakan mutu pupuk sebelum diaplikasikan di lapangan.

Tabel 3. Standar Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan Umur tanaman

(tahun)

Jenis pupuk Dosis (kg/ph/tahun) Minimal Maksimal

3-5 ZA

RP MOP Kieserit

1,0 2,0 0,5 1,0

0,5 1,0 0,5 1,0

6-11 ZA

RP MOP Kieserit

2,0 3,0 1,0 2,0 1,5 3,0 1,0 2,0

(62)

>12 ZA RP MOP Kieserit

1,5 3,0 0,5 1,0 1,5 2,0 0,5 1,5 Sumber : Pedoman Teknis Pusat Penelitian Marihat

2.8. KEUNGGULAN DAN PEMANFAATAN MINYAK KELAPA SAWIT

Minyak kelapa sawit dapat dimanfaatkan di berbagai industri karena memiliki susunan dan kandungan gizi yang cukup lengkap. Industri yang banyak menggunakan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku adalah industri pangan serta industri non pangan seperti kosmetik dan farmasi. Bahkan minyak kelapa sawit telah dikembangkan sebagai salah satu bahan bakar.

2.8.1. Keunggulan Minyak Kelapa Sawit

Berbagai hasil penelitian mengungkapkan bahwa minyak kelapa sawit memiliki keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya.

Beberapa keunggulan minyak kelapa sawit antara lain sebagai berikut :

1. Tingkat efisiensi minyak kelapa sawit tinggi sehingga mampu menempatkan CPO menjadi sumber minyak nabati termurah.

(63)

2. Produktivitas minyak kelapa sawit tinggi yaitu 3,2 ton/ha, sedangkan minyak kedelai, lobak, kopra, dan minyak bunga matahari masing-masing 0,34; 0,51;

0,57; dan 0,53 ton/ha.

3. Sifat intercgeable-nya cukup menonjol dibanding dengan minyak nabati lainnya, karena memiliki keluwesan dan keleluasaan dalam ragam kegunaan baik di bidang pangan maupun non pangan.

4. Sekitar 80% dari penduduk dunia, khususnya di negara berkembang masih berpeluang meningkatkan konsumsi per kapita untuk minyak dan lemak terutama minyak yang harganya murah (minyak sawit).

5. Terjadinya pergeseran dalam industri yang menggunakan bahan baku minyak bumi ke bahan yang lebih bersahabat dengan lingkungan, yaitu oleokimia yang berbahan baku CPO, terutama di beberapa negara maju, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa Barat.

Minyak sawit juga memiliki keunggulan dalam hal susunan dan nilai gizi yang terkandung di dalamnya.

Tabel 4. Kandungan Gizi Beberapa Minyak Nabati per 100 gram

Zat makanan Minyak Sawit

Minyak Kelapa

Minyak Kacang Tanah

Minyak Wijen Kalori (kal)

900

886

900

900

Air (g)

(64)

0 0 0 0 Protein (g)

0

1

0

0

Lemak (g) 100

98

100

100

Karbohidrat (g) 0

0

0

0

Mineral (g) 0

1

0

0

Kalsium (mg) 0

3

0

0

Fosfor (mg) 0

0

0

0

Besi (mg) 0

0

0

0

Vitamin A (S1) 60.000

0

0

0

Vitamin B1 (mg) 0

0

0

0

Vitamin C (mg) 0

0

0

0

Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit Sumatera Utara 2005

Kadar sterol dalam minyak kelapa sawit relatif lebih rendah dibandingkan dengan minyak nabati lainnya yang terdiri dari sitosterol, campesterol, sigmasterol, dan kolestrol. Dalam CPO, kadar sterol berkisar antara 360-620 ppm dengan kadar kolestrol hanya sekitar 10 ppm saja atau sebesar 0,001% dalam CPO. Bahkan dari hasil penelitian dinyatakan bahwa kandungan kolestrol dalam satu butir telur setara dengan kandungan kolestrol dalam 29 liter minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit dapat dikatakan sebagai minyak goreng nonkolestrol (kadar kolestrolnya rendah).

Tabel 5. Kandungan Kolestrol pada Beberapa Minyak Nabati dan Lemak Daging

Jenis minyak Kadar Kolestrol Rata-rata (ppm) Golongan (ppm)

(65)

Minyak Sawit 12-19 16 Bebas Minyak Kedelai 20-35 28 Bebas Minyak Rape 25-30 - Bebas Minyak Jagung 10-95 57 Bebas Mentega 320-1400 3150 Tinggi Lemak Daging 800-1400 1100 Tinggi

Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit Sumatera Utara 2005

2.8.2. Pemanfaatan Minyak Kelapa Sawit

Manfaat minyak kelapa sawit di antaranya sebagai bahan baku untuk industri pangan, industri non pangan dan sebagai bahan bakar alternatif (palm biodiesel).

2.8.2.1. Minyak Kelapa Sawit untuk Industri Pangan

Kenyataan menunjukkan bahwa banyak industri dan konsumen yang cenderung menyukai dan menggunakan minyak kelapa sawit. Dari aspek ekonomis, harganya relatif murah dibandingkan minyak nabati lain. Selain itu, komponen yang terkandung di dalam minyak kelapa sawit lebih banyak dan beragam sehingga pemanfaatannya juga beragam.

Dari aspek kesehatan yaitu kandungan kolestrolnya rendah. Saat ini telah banyak pabrik pengolah yang memproduksi minyak goreng dari kelapa sawit dengan kandungan kolestrol yang rendah.

Referensi

Dokumen terkait

s kodeksom upravljanja javnih delniških družb; bilanca stanja, izkaz poslovnega izida, izkaz finančnega izida in izkaz gibanja kapitala za obdobje od 01.01.2003 do 31.12.2003 in

Melalui prosedur yang benar peneliti mencari waktu luang subjek yang peneliti kehendaki untuk melakukan observasi secara langsung, wawancara kepada kepala KUA dan

4.8 Tanggapan responden mengenai setiap permasalahan yang terjadi di dalam organisasi diinformasikan kepada atasan atau pimpinan… 81 4.9 Tanggapan responden mengenai

[r]

Outputnya adalah transfer knowledge, dengan pendekatan Delphi, Pada proses produksi, terjadi perubahan mindset mitra terhadap kualitas keripik dilihat dari rasa

Untuk dapat melakukan pekerjaann preventive maintenance Field Maintenance memerlukan sarana dan peralatan penunjang yang berkualitas baik sesuai dengan kebutuhan dari kegiatan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu pasteurisasi terhadap kandungan fenol yang terdapat dalam wedang uwuh dan untuk mengetahui

bersamaan. Sebagai contoh : anda dapat menunjukkan bahwa sesuatu adalah sejenis dengan mengumpulkan mereka bersama di bawah judul, menampilkan mereka dengan gaya