• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802010008 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802010008 Full text"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH

FRIESKA APRILLIA LATUBESSY

802010008

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

PENDAHULUAN

Mahasiswa merupakan sebutan bagi manusia yang sedang menimba ilmu di perguruan tinggi. Mahasiswa yang berada di perguruan tinggi tidak menimba ilmu sendiri. Terdapat mahasiswa-mahasiswa lain yang turut serta menimba ilmu. Oleh karena itu suatu interaksi sosial dapat terjadi. Mahasiswa juga akan dituntut untuk mengatasi segala masalah yang berhubungan dengan perbedaan situasi dan perubahan-perubahan yang terjadi, agar dapat membawa rasa bahagia dan akhirnya membawa keberhasilan akademik maupun keberhasilan dalam bersosialisasi dengan teman-teman dan lingkungan sekitar. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu mahasiswa harus melakukan penyesuaian diri. Seperti yang dinyatakan oleh Aryatmi, (1992) bahwa “Mahasiswa sadar bahwa mencari bekal untuk menjadi kaum intelektual di kemudian

hari tidak hanya dengan mengejar ilmu dan kepandaian, tetapi juga melalui interaksi sosial dan melakukan sesuatu bagi kehidupan kemanusiaan yaitu penyesuaian diri”. Penyesuaian diri ini dilakukan guna dapat beradaptasi dan mendapat pengakuan oleh orang- orang yang berada di kampus, baik mahasiswa lain maupun dosen serta para staf akademik lainnya.

(8)

sosialnya. Maka dari itu, ada suatu perbedaan yang kompleks di dalam penyesuaian diri yang terjadi pada tiap individu..

Schneiders (dikutip Ali, 2008) juga mengungkapkan bahwa penyesuaian diri diartikan sebagai: adaptasi, usaha mempertahankan diri secara fisik, usaha penguasaan, kemampuan penguasaan dalam mengembangkan diri sehingga dorongan emosi, kebiasaan menjadi terkendali dan terarah. Schneiders (dikutip Ali, 2008) menyebutkan pula bahwa di dalam proses penyesuaian diri ada tiga unsur yang dilibatkan yaitu motivasi, sikap terhadap realitas dan olah dasar penyesuaian diri. Menurut Lehner dan Kube (1964), penyesuaian diri adalah proses interaksi antara diri kita dengan lingkungan sekitar kita, yaitu bagaimana kita bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan proses tersebut berlangsung secara terus menerus.

Runyon dan Haber (1984) menjelaskan bahwa penyesuaian diri merupakan proses yang terus berlangsung dalam kehidupan individu situasi dalam kehidupan selalu berubah, individu mengubah tujuan dalam hidupnya seiring dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya. Seperti yang dikatakan oleh Fatimah (2006), penyesuaian diri positif yaitu individu mampu mengarahkan dan mengatur dorongan-dorongan dalam pikiran, kebiasaan, emosi, sikap dan perilaku individu dalam menghadapi tuntutan dirinya dan masyarakat, mampu menemukan manfaat dari situasi baru dan memenuhi segala kebutuhan secara sempurna dan wajar. Karena itu, penyesuaian diri penting bagi individu untuk masuk dan diterima dalam pergaulan dengan lingkungan.

(9)

keluarga. Fatimah juga menambahkan bahwa keluarga merupakan peranan penting dalam pengembangan kepribadian anak. Interaksi antar orangtua dan anak, kasih sayang dan perhatian yang diberi orangtua, penanaman nilai-nilai kehidupan baik agama maupun sosial-budaya merupakan faktor kondusif yang dapat menjadikan anak sebagai pribadi dan anggota masyarakat yang sehat.

Penyesuaian diri tidak dapat dimiliki inidividu tanpa bantuan orang lain, terutama lingkungan terdekatnya. Keluarga merupakan lingkungan terdekat bagi individu terutama orangtua yang berfungsi sebagai pembimbing. Sikap orangtua tidak hanya mempunyai pengaruh kuat pada hubungan dalam keluarga tapi juga pada sikap dan perilaku anak (Suaib, 2007). Salah satu bentuk dari interaksi antara orangtua dan anak adalah pola asuh. Bagaimana cara orangtua berkomunikasi dan mendidik seorang anak. Menurut Hurlock (1995), bentuk pengasuhan tidak hanya terbatas pada kontak fisik dan materi saja tetapi juga pada suatu hubungan yang lebih hangat, lebih erat, dan lebih emosional. Hurlock juga menambahkan bahwa hubungan yang buruk dalam keluarga, membuat remaja memiliki penilaian yang rendah terhadap dirinya yang akan dibawanya dalam bersosialisasi sehingga muncul perasaan tidak berharga, menolak diri, tidak bertanggung jawab, sangat agresif, mudah menyerah, hingga ke percobaan bunuh diri. Menurutnya, hal ini dapat diakibatkan dari adanya bentuk pola pengasuhan yang menekankan pada kepatuhan dan konformitas yang tinggi dari anak. Bentuk pola asuh seperti ini, menurut Baumrind (Barus, 2003) adalah bentuk pola asuh otoriter. Karena itu, peran keluarga juga merupakan salah satu peran penting bagi seorang anak dalam penyesuaian dirinya terhadap lingkungan.

(10)

yang sama dikemukakan juga oleh Baumrind (1966). Pola asuh otoriter yaitu adanya kontrol ketat dari orangtua, aturan dan batasan dari orangtua harus ditaati dari anak. Anak harus bertingkah sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh orangtua. Orangtua tidak memperhatikan pendapat anak. Apabila anak melanggar aturan yang telah digariskan orangtua, anak tidak dapat memberikan alasan atau penjelasan sebelum hukuman diterima oleh anak.

Dengan ketatnya aturan yang diterapkan dalam pengasuhan otoriter, remaja cenderung untuk membuat pemberontakan dan perlawanan terhadap ketergantungan remaja terhadap orangtua seperti menjadi anak pembangkang. Menurut Santrock (1995) remaja akan menjadi cemas tentang pembandingan sosial, gagal dalam aktivitas kreatif, dan tidak efektif dalam interaksi sosial. Remaja yang dibesarkan dibawah pengaruh orangtua yang otoriter seringkali memang menunjukkan kepatuhan dan menyesuaikan diri dengan standard perilaku yang diatur oleh orangtuanya, namun sesungguhnya remaja tersebut menderita kehilangan rasa percaya diri dan pada umumnya lebih tertekan serta menderita somatis daripada kelompok sebayanya.

Pada dasarnya, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Taganing dan Fortuna (2008), anak yang dibesarkan pada pola asuh otoriter membuat anak tersebut menjadi tertutup, pendiam, tidak bisa mandiri, membuat keputusan sendiri, kurang bergaul dan selalu bergantung pada orangtua. Tetapi yang menjadi pertanyaan dari peneliti ialah bagaimana dengan mahasiswa, terutama mahasiswa yang jauh dari orangtuanya. Ketika seorang anak jauh dari orangtua, pengaruh dan kontrol dari orangtua akan berkurang bagi anak tersebut.

(11)

otoriter dengan penyesuaian diri pada mahasiswa yaitu bahwa semakin tinggi pola asuh otoriter maka semakin rendah tingkat kemampuan penyesuaian diri seorang mahasiswa. Penelitian oleh Kusumastuti (2003) tentang persepsi terhadap sikap orangtua yang terlalu melindungi anak yang mirip dengan salah satu ciri dari pola asuh otoriter, menghasilkan kreatifitas atas anak dalam tingkat yang rendah dan ada hubungan negatif dan signifikan dari kedua variabel tersebut. Selain itu terdapat juga penelitian oleh Rahayu, Hernawati dan Rakhamawati (2008) tentang pola asuh orangtua dengan kesehatan mental pada remaja, salah satu diantaranya adalah pola asuh otoriter hasil yang ditemukan yaitu pola asuh otoriter mempunyai hubungan yang negatif terhadap kesehatan mental remaja. Artinya semakin otoriter pola asuh orangtua, kesehatan mental anaknya semakin rendah.

Dari hal tersebut peneliti menarik kesimpulan bahwa orangtua yang otoriter membuat anak akan cenderung takut untuk melakukan sesuatu atau takut melakukan kesalahan karena biasanya orangtua selalu mengatur aktivitasnya dan menetapkan aturan-aturan ditaati dan jika dilanggar akan ada hukuman bagi anak. Belum terdapat banyak penelitian tentang pola asuh otoriter, terutama penelitian yang berkaitan langsung antara pola asuh orangtua otoriter dengan penyesuaian diri pada anak ataupun pada mahasiswa khususnya mahasiswa yang merantau, karena seperti yang kita ketahui mahasiswa merantau jauh dari pantauan dan kontrol oleh orangtuanya.

(12)

mahasiswa yang berkuliah di UKSW berasal dari Sabang sampai Merauke dengan ciri khas budaya masing-masing, sehingga UKSW sering disebut Indonesia Mini. Karena beragamnya budaya, bahasa dan cara berperilaku mahasiswa yang berkuliah di UKSW, keanekargaman ini seringkali muncul sebagai suatu masalah dalam interaksi sosial yang dihadapi oleh mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari.

Dari berbagai macam mahasiswa yang ada di UKSW, terdapat juga mahasiswa yang berasal dari Ambon. Seperti yang kita ketahui Ambon berada pada bagian timur dari Indonesia. Berdasarkan dari observasi peneliti, di Ambon pola asuh orangtua dapat dikatakan otoriter. Hal tersebut dapat dilihat dalam studi kasus oleh Glorida (2012) yang didalamnya mengatakan bahwa di Ambon pada umumnya banyak orangtua yang mempunyai standar peraturan tertentu, larangan-larangan dan didikannya dapat dikatakan keras karena jika melanggar aturan yang telah dibuat anak akan mendapatkan hukuman atau sanksi tertentu dari orangtua, hukuman tersebut nyata dan tegas dapat berupa tindakan-tindakan misalnya tidak boleh keluar rumah, tidak mendapat uang jajan, dan juga kadang keras seperti dipukul. Selain itu, contohnya seperti pada studi kasus yang sama oleh Glorida (2012), tentang pola asuh orangtua otoriter dengan kecenderungan emotional focused coping pada remaja, terdapat keluarga x sebagai keluarga yang memiliki pola asuh orang tua otoriter yang menanamkan sikap disiplin berlebihan terhadap anak–anak pada keluarga ini dan pemberian hukuman–hukuman fisik maupun psikis terhadap keenam anak pada keluarga ini. Penelitian dilakukan di RT 001 RW 004 Kelurahan Kudamati Kecamatan Nusaniwe Ambon.

(13)

penyesuaian diri mahasiswa asal Ambon. Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan antara pola asuh otoriter

dengan penyesuaian diri pada mahasiswa UKSW 2014 yang berasal dari Ambon”. Penyesuaian Diri

Baker dan Syrik (dalam Splichal, 2009), penyesuaian diri adalah suatu proses dimana semua komponen seseorang itu saling memengaruhi ketika ia berinteraksi dengan lingkungannya, dasar dari komponen itu ialah aspek fisik dan psikologis dari orang tersebut dan yang paling terpenting ialah bagaimana persepsi orang itu terhadap aspek tersebut. Teori ini meneliti secara lebih khusus tentang penyesuaian diri mahasiwa baru di masa perkuliahan.

Faktor- faktor yang Memengaruhi Penyesuaian Diri

Fatimah (2006), menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang memengaruhi penyesuaian diri antara lain:

a. Faktor Fisiologis, jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku, dapat diperkirakan bahwa sistem syaraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri.

b. Faktor psikologis, yaitu faktor pengalaman, hasil belajar, kebutuhan-kebutuhan, aktualisasi diri, frustrasi, depresi, dan konflik yang dialami dapat mempengaruhi penyesuaian diri individu.

c. Faktor perkembangan dan kematangan, mempengaruhi setiap aspek kepribadian individu, seperti emosional, sosial, moral, kegamaan, dan intelektual

(14)

adalah interaksi antara orangtua dan anak dan interaksi tersebut ditunjuakan dari pola asuh orangtua terhadap anak.

e. Faktor budaya dan agama, lingkungan budaya tempat tinggal dan tempat berinteraksi serta ajaran agama merupakan sumber nilai, norma, kepercayaan dan pola tingkah laku yang akan memberikan tuntunan bagi hidup dan akan menentukan pola penyesuaian dirinya.

Aspek-aspek Penyesuaian Diri

Baker dan Siryk (dalam Splichal, 2009) mengatakan bahwa dalam penyesuaian diri terdapat beberapa aspek yang harus dimiliki seseorang yaitu:

a. Penyesuaian akademik (Academic adjustment): hal ini terkait dengan motivasi belajar, mengambil bagian dalam peran-peran kegiatan akademis, dan hal-hal yang berhubungan dengan kepuasan dan kesuksesan dalam lingkungan akademis.

b. Penyesuaian Sosial (Social adjustment): hal ini berhubungan dengan bagaimana hubungan seseorang dengan orang-orang di sekitarnya terutama lingkungan kampus, dan bagaimana dia berhasil untuk mengikuti kegiatan sosial dan berfungsi baik di lingkungan sosialnya.

c. Penyesuaian emosi (personal/emotional adjustment): bagaimana seseorang dapat mengontrol dan memanejemen perasaannya secara fisik maupun psikisnya dalam hal ini berhubungan dengan kesejahteraan antar keduanya.

(15)

Pola Asuh Otoriter

Menurut Hurlock (1999) pola asuh orangtua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa terutama dalam tahapan perkembangannya, tugas orangtua adalah mengarahkan dan bimbingan agar membantu anak dalam menjalani kehidupannya. Baumrind (1966) membagi pola asuh menjadi 3 macam yaitu pola asuh authoritative atau demokrasi, permissive, dan authoritarian atau otoriter, hal yang sama juga dikemukakan oleh Hurlock. Pada penelitian ini akan membahas tentang pola asuh otoriter.Menurut Baumrind (1966), pola asuh otoriter yaitu cara pengasuhan orangtua yang cenderung lebih suka menghukum, bersikap diktator, dan disiplin tinggi. Tidak mengenal take and give, karena keyakinan mereka adalah bahwa anak harus menerima seseuatu tanpa mempersoalkan aturan yang dibangun orangtua. Dengan ketatnya aturan yang diterapkan dalam pengasuhan otoriter, remaja cenderung untuk membuat pemberontakan dan perlawanan terhadap ketergantungan remaja terhadap orangtua, definisi ini juga dipakai oleh Robinson, Mandleco, Olsen dan Hart (1995).

Aspek Pola Asuh Otoriter

Aspek- aspek pola asuh menurut Robinson, et al. (1995) yang dibuat berdasarkan tipologi dari Baumrind (1966) yaitu Authoritative (demokratis), Authoritarian (otoriter) dan Permissive (permisif). Aspek yang dijelaskan dalam penelitian ini adalah aspek pola asuh otoriter sesuai dengan bahan kajian dari penelitian ini. Aspek pola asuh otoriter:

a. Verbal Hostility

(16)

b. Corporal Punishment

Menggunakan hukuman fisik yang dilakukan orangtua terhadap anak untuk mendisiplinkan anak, seperti memukul, menampar, menghukum anak tanpa alasan yang jelas, memaksa anak ketika anak tidak patuh.

c. Nonreasoning Punitive Strategies

Memberi anak hukuman tanpa memberikan alasan yang jelas, memberi hukuman seperti meninggalkan anak di suatu tempat sendirian, dan ketika ada perkelahian antar anak-anak orangtua langsung memberikan hukuman tanpa bertanya alasan mereka terlebih dahulu.

d. Directiveness

Mengatur anak dengan cara memberi tahu anak apa yang harus dilakukan sesuai dengan kehendak orangtua. Orangtua selalu menyela, mengkritik dan memarahi anak jika perilaku anak tidak sesuai dengan kehendak orangtua dan aturan yang ditetapkan oleh orangtua.

Efek dari Pola Asuh Otoriter

Menurut Baumrind (1966), efek dari pola asuh otoriter orangtua pada anak membuat anak memiliki karakteristik tertentu. Pola asuh otoriter mempunyai karakteristik anak penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas, dan menarik diri.

(17)

Hubungan Antara Pola Asuh Otoriter dengan Penyesuaian Diri

Runyon dan Haber (1984) menjelaskan bahwa penyesuaian diri merupakan proses yang terus berlangsung dalam kehidupan individu sesuai situasi dalam kehidupan yang selalu berubah, yaitu individu terkadang harus mengubah tujuan dalam hidupnya seiring dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya. Kemampuan Penyesuaian diri tersebut tidak lepas dari pola asuh orangtua, karena menurut Fatimah (2006) salah satu faktor yang memengaruhi penyesuaian diri yaitu faktor lingkungan yang di dalamnya adalah lingkungan keluarga, dan di dalamnya terdapat pola asuh orangtua. Salah satu peran orangtua dengan anak dapat dilihat dari cara pengasuhan orangtua terhadap anak. Pada dasarnya pola asuh orangtua diharapkan dapat memberikan nilai-nilai dan aturan agar nantinya anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Menurut Maichati (dalam Dayaksini, 1988), pola asuh adalah perlakuan orangtua dalam memenuhi kebutuhan, memberi perlindungan, dan mendidik anak dalam kehiduapan sehari-hari, selain itu pola asuh merupakan salah satu pengaruh yang paling besar dalam perkembangan kepribadian anak.

(18)

anak memiliki karakteristik anak penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas, dan menarik diri dan faktor-faktor tersebut yang bertentangan dengan aspek seseorang untuk melakukan penyesuaian diri. Seperti uraian di atas telah menjelaskan bagaimana pola asuh otoriter dan peran pola asuh terhadap penyesuaian diri anak.

Hipotesis

Dari uraian di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah ada hubungan negatif yang signifikan antara pola asuh otoriter dengan penyesuaian diri pada mahasiswa UKSW 2014 yang berasal dari Ambon.

METODE PENELITIAN Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif korelasional yang bertujuan untuk mengetahui signifikansi hubungan antara pola asuh otoriter dengan penyesuaian diri pada mahasiwa 2014 Universitas Kristen Satya Wacana yang berasal dari Ambon.

Partisipan

(19)

Alat Ukur Penelitian

Pola Asuh Otoriter diukur dengan menggunakan Skala yang disusun oleh Robinson, et al (1995) yang telah dimodifikasi oleh penulis dan juga berdasarkan aspek-aspek Pola Asuh Otoriter yang dikemukakan oleh Robinson, et al. yang dibuat berdasarkan dari tipologi Baumrind (1966), aspek-aspeknya antara lain yaitu Verbal Hostility, Corporal Punishment, Non-reasoning Punitive Strategies, dan Directiveness. Jumlah item yang diuji untuk pola asuh otoriter ada 20 item dan nilai uji reliabilitas sebelumnya menggunakan alpha cronbach adalah 0,86 dan dikatakan item valid apabila 0,30. Hasil uji seleksi item dan reliabilitas pada putaran pertama dari pola asuh otoriter orangtua dengan 20 item didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,856 yang berarti alat ukur tersebut tergolong reliabel. Kemudian item yang gugur berjumlah 2 item, yaitu nomor 19 dan 20. Penentuan-penentuan uji lolos diskriminasi item menggunakan ketentuan dari Azwar (2012) yang menyatakan bahwa item pada skala pengukuran dapat dikatakan lolos apabila ≥0,30. Nilai korelasi item total bergerak antara 0,301-0,700.

Pada pengujian kedua didapatkan perubahan koefisien reliabilitas sebesar 0,891 dengan item yang gugur berjumlah 1 item yaitu nomor 3, dengan indeks daya diskriminan item yang bergerak antara 0,366-0,712. Pada pengujian ketiga didapatkan perubahan koefisien reliabilitas sebesar 0,895 dengan indeks daya diskriminasi item yang bergerak antara 0,393-0,687.

(20)

mengatakan bahwa dalam penyesuaian diri terdapat beberapa aspek yang harus dimiliki seseorang yaitu:

a. Penyesuaian akademik (Academic adjustment) b. Penyesuaian Sosial (Social adjustment)

c. Penyesuaian emosi (personal/emotional adjustment) d. Attachment

Jumlah item penyesuaian diri yaitu 67 item. Nilai uji reliabilitas sebelumnya oleh Baker dan Siryk (dalam Splichal, 2009) menggunakan alpha cronbach adalah 0,95. Hasil uji seleksi item dan reliabilitas pada putaran pertama dari Skala penyesuaian diri dengan 67 item didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,944 yang berarti alat ukur tersebut tergolong reliabel. Jumlah item gugur adalah 14 item yaitu nomor 10, 28, 32, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 54, 56, 62 dan 66. Penentuan-penentuan uji lolos daya diskriminasi item menggunakan ketentuan dari Azwar (2012) yang menyatakan bahwa item pada skala pengukuran dapat dikatakan lolos apabila ≥0,30. Nilai korelasi item total bergerak

antara 0,330-0,717. Pada putaran kedua, hasil pengujian reliabilitas skala mengalami perubahan menjadi 0,957, dengan indeks daya diskriminan item bergerak antara 0,343-0,714

Prosedur Penelitian

(21)

saat pendaftaran makrab etnis Ambon, maupun setiap kesempatan bertemu dengan mahasiswa 2014 asal Ambon di lingkungan kampus Universitas Kristen Satya Wacana. Peneliti sebelumnya telah memperkenalkan diri, memberi tahu maksud dan tujuan peneliti melakukan penelitian ini, dan meminta mereka untuk menjadi partisipan dalam penelitian ini. Selama pengisian angket berlangsung peneliti memberikan sendiri dan menunggu langsung pengisian angket berlangsung. Selain itu, selama pengisian angket partisipan diperbolehkan untuk bertanya jika materi dalam skala psikologis sulit dipahami.

Pada awal teknik pengambilan sampling adalah sampling jenuh dengan angket yang disebarkan 112 buah dan pada saat pelaksanaan penelitian berlangsung dari 112 orang, 40 orang tidak dapat menjadi partisipan dikarenakan keterbatasan waktu, tidak selesai subjek dalam mengisi angket karena terbatasnya waktu, dan ada subjek yang menolak untuk mengisi angket. Total keseluruhan partisipan yang didapat adalah 72 orang mahasiswa.

Teknik Analisis Data

(22)

HASIL PENELITIAN

[image:22.595.90.512.220.610.2]

Berdasarkan jumlah item pola asuh otoriter dengan 5 pilihan jawaban maka dibuat ketgorisasi sebagi berikut:

Tabel 4.4. Kategorisasi Pengukuran Skala Pola Asuh Otoriter Orangtua

No Interval Kategori Mean N Persentase 1 71,4 ≤ x ≤ 85 Sangat

Tinggi

0%

2 57,8 ≤ x < 71,4 Tinggi 15 20,83% 3 44,2 ≤ x < 58,7 Sedang 51,78 48 66,67% 4 30,6 ≤ x < 44,2 Rendah 8 11,11% 5 17 ≤ x < 30,6 Sangat

Rendah

1 1.39%

Jumlah 72 100%

SD =7,677 Min = 23 Max = 65 Keterangan: x = Pola Asuh Otoriter Orangtua

(23)
[image:23.595.85.512.156.649.2]

Berdasarkan jumlah kategorisasi item skala penyesuaian diri dengan item valid 17 item dan memiliki 5 pilihan jawaban maka dibuat kategorisasi sebagai berikut:

Tabel 4.5. Kategorisasi Pengukuran Skala Penyesuaian Diri

No Interval Kategori Mean N Persentase 1 222,6 ≤x ≤ 265 Sangat

Tinggi

0 0%

2 180,2 ≤ x <222,6 Tinggi 11 15,28% 3 137,8 ≤ x <180,2 Sedang 157,24 50 69,44% 4 95,4 ≤ x < 137,8 Rendah 8 11,11% 5 53 ≤ x < 95,4 Sangat

Rendah

3 4,17%

Jumlah 72 100%

SD = 23,900 Min = 78 Max = 207 Keterangan: x = Penyesuaian Diri

(24)
[image:24.595.88.513.160.619.2]

Uji Normalitas

Tabel 4.6. Hasil Uji Normalitas Pola Asuh Otoriter Orangtua dengan Penyesuaian Diri

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Pola asuh

otoriter

Penyesuaian

diri

N 72 72

Normal Parametersa Mean 51.78 157.24

Std. Deviation 7.677 23.900

Most Extreme Differences Absolute .140 .110

Positive .055 .099

Negative -.140 -.110

Kolmogorov-Smirnov Z 1.190 .935

Asymp. Sig. (2-tailed) .118 .346

Berdasarkan uji hasil pengujian normalitas pada tabel 4.6 di atas, kedua variabel memiliki signifikansi p>0,05. Variabel pola asuh otoriter orangtua memiliki nilai K-S-Z sebesar 1,190 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,118 (p>0.05). Oleh karena nilai signifikansi p>0,05, maka distribusi data pola asuh otoriter orangtua berdistribusi normal. Hal ini juga terjadi pada variabel penyesuaian diri yang memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,935 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,346. Dengan demikian data penyesuaian diri juga berdistribusi normal.

Uji Linearitas

(25)

Tabel 4.7. Hasil Uji Linearitas Pola Asuh Otoriter Orangtua dengan Penyesuaian Diri

ANOVA Table

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Penyesuaian diri *

Pola asuh otoriter

Between

Groups

(Combined) 17512.688 26 673.565 1.315 .206

Linearity 199.983 1 199.983 .391 .535

Deviation from

Linearity 17312.705 25 692.508 1.352 .186

Within Groups 23042.298 45 512.051

Total 40554.986 71

Dari hasil uji linearitas diperoleh nilai Fbeda sebesar 1,352 dengan sig.= 0,186 (p>0,05) yang menunjukkan hubungan antara pola asuh otoriter orangtua dengan penyesuaian diri adalah linear.

Analisis Korelasi

[image:25.595.85.516.115.753.2]

Perhitungan analisis data dilakukan setelah uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji linieritas. Perhitungan dalam analisis ini dilakukan dengan SPSS seri 17.0 for windows. Hasil korelasi antara pola asuh otoriter orangtua dengan penyesuaian diri dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut ini:

Tabel 4.8. Hasil Uji Korelasi antara Pola Asuh Otoriter Orangtua dengan Penyesuaian Diri

Correlations

Pola asuh

otoriter Penyesuaian diri

Pola asuh otoriter Pearson Correlation 1 .070

Sig. (1-tailed) .279

N 72 72

Penyesuaian diri Pearson Correlation .070 1

(26)

Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien korelasi antara pola asuh otoriter orangtua dengan penyesuaian diri sebesar 0,070 dengan sig. = 0,279 (p > 0.05) yang berarti tidak ada hubungan yang negatif signifikan antara pola asuh otoriter orangtua dengan penyesuaian diri.

Pembahasan

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti mengenai hubungan antara pola asuh otoriter dengan penyesuaian diri pada mahasiswa UKSW 2014 asal Ambon, didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang negatif signifikan antara pola asuh otoriter dengan penyesuaian diri pada mahasiswa UKSW 2014 asal Ambon. Berdasarkan hasil uji perhitungan korelasi, keduanya memiliki r sebesar 0,070 dengan signifikansi sebesar 0,279 (p > 0,05) yang berarti kedua variabel tidak memiliki hubungan yang negatif signifikan, yang menunjukkan bahwa jika pola asuh otoriter orangtua dalam kategori tinggi ataupun rendah tidak berkorelasi dengan penyesuaian diri pada mahasiswa merantau asal Ambon.

(27)

Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini juga bertolak belakang dari hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Suaib dan Rachmahana (2007) yang memiliki hasil adanya hubungan negatif yang signifikan antara Pola Asuh Otoriter dengan penyesuaian diri pada mahasiswa yang mempunyai hasil koefisien korelasi r = -0,475 (p<0,01). Hal tersebut dapat terjadi karena berbagai faktor, salah satunya ialah subjek yang diambil yaitu mahasiswa yang berasal dari Ambon dan berkuliah jauh dari tempat asal juga orangtua mereka. Seperti, ciri pola asuh otoriter yang di kemukakan oleh Hurlock (1995) bahwa orangtua otoriter melakukan pengontrolan terhadap anak sangat ketat dan pengendalian tingkah laku anak melalui kontrol eksternal, tetapi disini anak berada jauh dari jangkauan orangtua sehingga orangtua tidak lagi dapat mengontrol dan mengendalikan anak dan anak tidak harus lagi mengikuti semua aturan yang diberikan oleh orangtua karena orangtua sekarang berada jauh dari anak.

(28)

mereka yang mereka katakan keras atau otoriter, hal tersebut didukung juga oleh penelitian Glorida (2012) yang mengatakan bahwa pada umumnya orangtua di Ambon mendidik anak dengan cara otoriter, dengan memberikan hukuman verbal maupun non verbal kepada anak ketika anak tidak mengikuti apa yang dikatakan orangtua.

Selain itu, juga didukung dari beberapa hasil wawancara singkat peneliti dengan beberapa responden ataupun mahasiswa asal Ambon lainnya, mereka mengatakan telah terbiasa dengan sikap orangtua yang keras, memarahi, memberikan hukuman secara verbal maupun non-verbal. Hal tersebut dimungkinkan terjadi karena faktor budaya atau kebiasaan cara pengasuhan di Ambon yang tergolong otoriter. Karena itu, masyarakat di Ambon dan anak-anak yang berasal dari Ambon menganggap hal tersebut adalah hal yang biasa saja, hal ini didukung oleh Hurlock (1995) yang menyebutkan ada beberapa faktor yang memengaruhi pola asuh orangtua diantaranya keyakinan atau nilai-nilai budaya orangtua, persamaan dengan pola asuh yang diterima oleh orangtua dan penyesuaian yang disetujui oleh kelompok atau masyarakat.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara Pola Asuh Otoriter dengan Penyesuaian Diri Mahasiswa UKSW 2014 asal Ambon, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

(29)

2. Sebagian besar subjek (51,78%) memiliki tingkat Pola Asuh Otoriter berada pada kategori sedang dan sebagian besar subjek (157,24%) memiliki Penyesuaian Diri berada pada kategori sedang juga.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Bagi Mahasiswa.

Berdasarkan hasil penelitian diharapkan untuk mahasiswa asal Ambon agar lebih meningkatkan lagi penyesuaian dirinya karena masih pada kategori sedang dan perlu untuk lagi ditingkatkan dengan cara yang lain seperti memiliki motivasi diri untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya, faktor internal dari dalam diri mahasiswa sendiri, ikut memulai berpartisipasi dalam lingkungan perkuliahan dan faktor lain diluar pola asuh otoriter yang diterima oleh mahasiswa asal Ambon. 2. Bagi Orangtua

Untuk mendidik anak agar menjadi anak yang memiliki penyesuaian diri yang baik tidak dapat dilakukan dengan mendidik anak menggunakan cara pola asuh otoriter. Orangtua dapat mendidik dan mengasuh anak dengan memberikan anak motivasi, dukungan, dan hal-hal lain yang diluar dari pola asuh otoriter.

3. Bagi peneliti selanjutnya.

(30)
(31)

Daftar Pustaka

Ali, M., Asrori. (2008). Psikologi remaja perkembangan peserta didik. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Aryatmi. (1992). Perilaku remaja daerah pinggiran dan kota. Surabaya: Swastika media Cipta.

Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Barus, G. (2003). Memaknai pola pengasuhan orangtua pada remaja. Jurnal Intelektual. Vol. 1. 2. 151-154.

Baumrind, D. (1966). Effects of authoritative parental control on child behavior. Child Development, 37(4), 887-907.

Cozby, P. C. (2009). Methods in behavioral research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Dayakisni, T. (1988). Perbedaan intensi prososial siswa- siswi ditijau dari pola asuh orangtua. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Jurnal Psikologi 1, 14-17

Fatimah, E. (2006). Psikologi perkembangan (perkembangan peserta didik). Bandung : Pustaka Setia

Glorida, H. (2012). Hubungan antara pola asuh orangtua otoriter dengan kecenderungan emotional focused coping pada remaja (Study Kasus). Diakses

pada tanggal 13 November 2013 dari

http://xtyega.blogspot.com/2012/09/skripsi-emotional-focused-copiing-studi.html

Gunarsa, S. D. (2003). Psikologi untuk keluarga. Jakarta : Gunung Mulia

Hadi, S. (2004). Metodologi research. Yogyakarta: Andi Ofset.

Hurlock, E. (1990a). Psikologi perkembangan anak. Jakarta: Erlangga

(32)

Hurlock, E. (1999c). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentan kehidupan. Jakarta: Erlangga

Kartono, K. (1979). Teori kepribadian/ Kartini Kartono.Bandung: Alumni

Kusumastuti, N. E. (2003). Hubungan antara persepsi terhadap sikap orangtua yang terlalu melindungi anak pada sistem pendidikan terpadu. Skripsi (tidak diterbitkan). Solo : Universitas Sebelas Maret.

Lehner, G. F. J., Kube, E. (1964). The dynamics of personal adjusment. London: Prentice-Hall.

Ningrum, P. R. (2013). Perceraian orangtua dan penyesuaian diri remaja (Studi Pada Remaja Sekolah Menengah Atas/Kejuruan Di Kota Samarinda). eJournal Psikologi, Volume 1, Nomor 1, hal: 69-79.

Nurgiyantoro, Gunawan, & Marzuki. (2009). Statistik terapan: untuk penelitian ilmu-ilmu sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Robinson, C. C., Mandleco, B., Olsen, S. F., & Hart, C. H. (1995). Authoritative, authoritarian, and permissive parenting practices: Development of a New Measure. Psychological Reports 77, 819-830.

Runyon, R.P., Haber, A. (1984). Psychology of adjustment. Illinois : The Dorsey Press. Santrock, J. W. (1995). Life-span development ( Perkembangan masa hidup). Jakarta:

Erlangga.

Schneiders, A. (1964). Personal adjustment and mental health. New York: Rinehart & Winston.

Singgih, D. (2005). Bentuk dan Pola Dasar Penyesuaian Diri. Jakarta: Rineka Cipta.

Splichal, C. T. (2009). The effects of first-generation status and race/ethinicity on student adjustment to college (Doctoral dissertation). Available from ProQuest Dissertations and Theses database. (UMI No. 3392608)

Sugiyono. (2012). Metodologi penelitian pendidikan: pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

(33)

Gambar

Tabel 4.4. Kategorisasi Pengukuran Skala Pola Asuh Otoriter Orangtua
Tabel 4.5. Kategorisasi Pengukuran Skala Penyesuaian Diri
Tabel 4.6. Hasil Uji Normalitas Pola Asuh Otoriter Orangtua dengan Penyesuaian Diri
Tabel 4.8. Hasil Uji Korelasi antara Pola Asuh Otoriter Orangtua dengan Penyesuaian Diri

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada januari 2014 sampai pada penulisan penelitian ini dilakukan kepada sebagian para mahasiswa yang kuliah di UKSW pernah

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Golonka (2013), yang meneliti tentang hubungan antara pola asuh orangtua, komunikasi elektronik

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan keintiman pada mahasiswa UKSW yang menjalani hubungan pacaran Long-distance Relationship (LDR) dan hubungan

Dari hasil kajian penelitian di atas menunjukkan bahwa antara kecerdasan emosi dengan penyesuaian diri siswa SMA yang tinggal di tempat kost tidak memiliki hubungan

Kemungkinan yang menyebabkan hubungan positif signifikan antara pola asuh permisif dengan prokastinasi akademik pada siswa kelas X SMA Xaverius Bandar Lampung dapat

Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat hubungan positif signifikan antara konsep diri dengan penyesuaian sosial pada remaja yang tinggal.. di panti asuhan Abu

Hasil tersebut menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara sensation seeking dengan perilaku seks pranikah pada mahasiswa UKSW, yang berarti semakin tinggi

Dari hasil analisa data diperoleh koefisien korelasi (r) -0,363dengan P &lt; 0,05yang berarti ada hubungan negatifdan signifikan antara pola asuh permisif orang tua dengan