PENGEMBANGAN BUKU TEKS PERKEMBANGAN PUISI INDONESIA
MODERN PERIODE 1990-2010 UNTUK SMA
BERBASIS MULTIKULTURAL
TESIS
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Oleh
Sri Sunanik
S841108041
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
MOTTO
Tuntunlalh ilmu dan belajarlah (untuk ilmu) ketenangan dan kehormatan diri,
dan bersikaplah rendah hati kepada orang yang mengajar kamu.
( H.R Thabrani)
Cukuplah Allah menjadi Pelindung kami
dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.
PERSEMBAHAN
Teriring rasa syukurku yang begitu dalam yang selalu kupanjatkan kepada Allah
SAW, karya ini kupersembahkan untuk:
1. Agama, Nusa dan Bangsa,
2. Ibu dan almarhum Bapak yang mendukung studi lanjut ini
3. Suamiku Natangsa Surbakti beserta putra-putriku,
4. Saudara-saudaraku,
5. Anak didikku, serta
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah Swt. Tanpa karunia-Nya, tidak
mungkin tesis ini bisa terselesaikan. Terselesaikannya tesis ini juga tidak terlepas
dari bantuan beberapa pihak. Karena itu, ucapan terimaka kasih disampaikan
kepada:
1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian;
2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS., Direktur PPs UNS yang telah memberikan
izin dan kemudahan dalam melakukan penelitian;
3. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa
Indonesia yang telah memberikan motivasi serta kemudahan sehingga
penyusunan tesis ini dapat terselesaikan;
4. Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd., yang telah banyak memberikan
bimbingan, masukan, serta dorongan semangat sehingga tesis ini dapat
terselesaikan;
5. Prof. Dr. St. Y. Slamet, M.Pd, yang telah banyak memberikan arahan,
saran, dalam menyelesaikan tesis ini;
6. Bpk dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia yang telah
menularkan ilmunya dan memudahkan dalam penyelesaian tesis ini;
7. Drs. H. Tri Kuat, M.Pd., Kepala SMA Muhammadiyah I Surakarta yang
telah memberikan izin, fasilitas dan kemudahan dalam melakukan penelitian
8. Bpk. Ridwan (alm) serta Ibunda Sukarni, orang tua tercinta yang selalu
memberikan doa yang tak henti-hentinya dan dorongan semangat selama
masa perkuliahan sampai terselesaikannya tesis ini;
9. Bpk. Dim Surbakti (alm) serta ibunda Ngameti, mertua tersayang yang telah
begitu perhatian dan selalu memberikan doa serta semangat selama masa
perkuliahan sampai terselesaikannya tesis ini;
10. Dr. Natangsa Surbakti, S.H, M.Hum, suami tercinta yang telah banyak
memberikan bantuan moril dan materiil, bimbingan, semangat, doa dengan
tulus iklas sehingga akhirnya tesis ini bisa terselesaikan.
11. Anak-anakku tersayang Nuraini Aprilia Surbakti, Irfan Hanif Surbakti,
Bayunta Surbakti, Ciptanina Surbakti, Ali Surbakti yang telah sabar dan ikut
memberikan dorongan semangat yang tak henti-hentinya sampai tesis ini
terlesesaikan;
Akhir kata, penulis berharap agar tesis ini dapat membawa manfaat bagi
pembaca dan selanjutnya dapat menimbulkan minat untuk menulis buku dengan
materi yang berbeda dan tentunya yang lebih baik.
Surakarta, ... Oktober 2012
Daftar Gambar
Halaman
Gambar 1 Foto saat uji coba terbatas 280
Gambar 2 Foto saat uji coba utama 281
Gambar 3 Foto saat uji coba efektivitas bersama peneliti 282
Gambar 4 Foto saat uji coba efektifitas bersama guru setempat 283
Gambar 5 Foto saat wawancara dengan petugas perpustakaan 284
Daftar Lampiran
Halaman
Lampiran ke-1 RPP untuk uji coba utama (periode 1990-2000) 123
Lampiran ke-2 RPP untuk uji coba utama (periode 2000-2010) 130
Lampiran ke-3 RPP untuk uji keefektifitan 137
Lampiran ke-4 Hasil pretest dan posttest uji coba utama 147
Lampiran ke-5 Hasil pretest dan posttest uji efektivitas siklus 1 152
Lampiran ke-6 Hasil pretest dan posttest uji efektivitas siklus 2 155
Lampiran ke-7 Tabel nilai t 158
Lampiran ke-8 Catatan lapangan hasil wawancara dengan
MGMP
159
Lampiran ke-9 Catatan lapangan hasil wawancara dengan siswa 163
Lampiran ke-10 Catatan lapangan hasil wawancara dengan
petugas perpustakaan
166
Lampiran ke-11 Catatan lapangan hasil observasi pertama 169
Lampiran ke-12 Catatan lapangan hasil observasi kedua 171
Lampiran ke-13 Catatan lapangan hasil uji coba terbatas 173
Lampiran ke-14 Catatan lapangan hasil wawancara dengan ahli 175
Lampiran ke-15 Catatan lapangan hasil uji coba utama 177
Modern Periode
1990-Tesis. Pembimbing I: Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd. Pembimbing II: Prof. Dr. St. Y. Slamet, M.Pd. Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Abstrak
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menghasilkan buku teks tentang perkembangan puisi Indonesia modern periode 1990-2010 untuk SMA berbasis multikulturalisme. Selain itu, tujuan lainnya adalah untuk mendeskripsikan kebutuhan buku teks tentang perkembangan puisi Indonesia modern periode 1990-2012 di SMA, menjelaskan proses pengembangan prototipe buku teks tersebut, dan mengembangkan buku teks tentang perkembangan puisi Indonesia modern periode 1990-2010, serta untuk menghasilkan buku teks dan mengetahui keefektifan buku teks perkembangan puisi Indonesia modern periode 1990-2010 untuk SMA sebagai penunjang bahan pembelajaran puisi di sekolah.
Penelitian lapangan dilakukan di SMA Muhammadiyah I Surakarta pada kelas X secara acak berjumlah 20 orang untuk uji coba terbatas, dan kelas X-1, X-2, X-4 untuk uji coba luas. Adapun untuk uji efektivitas dilakukan di kelas XI-S3 melalui kegiatan penelitian tindakan kelas. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, focus group discution, dan tes. Adapun data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan uji t-non independent dan data kualitatif dianalisis dengan analisis kualitatif menurut Miles dan Huberman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa buku teks perkembangan puisi Indonesia modern periode 1990-2010 untuk SMA dengan pendekatan multikulturalisme ini terbukti efektif dan dapat digunakan sebagai buku pendamping untuk bahan pembelajaran puisi di SMA. Perbedaan hasil pretest dan post-test pada siklus 1 setelah diolah menunjukkan hasil nilai t-hitung adalah 20,351, sedangkan perbedaan hasil pretest dan post-test pada siklus 2 setelah diolah menunjukkan hasil nilai t-hitung adalah 24, 420. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara pretest dan posttest.
Sri Sunanik. 2012. Textbook Development "Modern Poetry Indonesian Poetry Development 1990-2010 for High School with Multiculturalism Approach ". Thesis. Consultant I: Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd. Consultant II: Prof. Dr. St. Y. Slamet, M.Pd. Indonesian Language Study Program, Magisterial Program, Sebelas Maret University of Surakarta.
Abstract
This is development research about textbook development of modern Indonesian poetry development 1990-2010 SMA periods for Hight School with Multiculturalism approach. Multiculturalism approach is chosen because Indonesia has ethnics, religion, social, economics, tradision, and culyures; therefor, it can be a bridge of some differences being cultures diversity unites the people. This research being important because in the end of research it able to provide a product that is a book as learning material supports or supplementary materials at school, especially for poetry. The purpose of this research is to develops a product from the poets and inserted in a certain period based on the works characteristics provided, that is using a daily language, with various themes, and the works may brought some changes. The poets work arts the, inserted in time periods of 1990-2000 and 2000-2010.
Field research has carried out in SMA Muhammadiyah I of Surakarta in grade X randomly as 20 participants for try out, and grade X-1, X-2, X-4 for wider try out. While, effective test has done in grade XI-S3 through classroom Action Research.
Research results shown that modern Indonesian poetry development textbook in time period of 1990-2010 for High School with multiculturalism approach has proven to be effective and may be used as supplementary and learning materials textbook of poetry in High School. Pretest and post-test diversity results in cycle 1 after processing shown that t- account is 20,351 m while, pretest and post test differences results in cycle 2 after processing shown that t- account is 24,4420. This proven that there is a significant difference between and post test.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses kegiatan belajar mengajar selalu memerlukan sarana dan prasarana
yang memadai. Salah satu sarana yang paling menonjol untuk menunjang proses
tersebut adalah buku. Selain ada buku pelajaran yang wajib digunakan, tetapi ada
juga buku teks. Buku teks adalah buku yang kehadirannya sangat penting karena
buku ini digunakan untuk mendampingi atau melengkapi buku ajar yang wajib
digunakan di sekolah. Hal ini senada dengan pendapat Wahyu Tri Harsini (2010:
17) buku teks adalah buku yang memperkaya buku ajar yang dipakai di sekolah.
Buku teks yang membicarakan perkembangan puisi Indonesia dalam
menunjang pembelajaran selama ini belum banyak dijumpai di sekolah.
Kebanyakan yang ada di sekolah adalah buku pelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia pembahasannya tentang puisi secara umum sehingga sering disebut
buku pelajaran. Mengenai hal ini (Tarigan & Tarigan, 2010: 74) berpendapat
bahwa buku teks pelajaran merupakan buku yang dipakai untuk mempelajari
atau mendalami suatu subjek pengetahuan dan ilmu serta teknologi atau suatu
bidang studi, sehingga mengandung penyajian asas-asas tentang subjek tersebut.
Kehadiran buku teks yang khusus membahas perkembangan puisi periode
1990 hingga tahun 2010 belum pernah ditemui. Kalaupun ada buku puisi, hanya
sebatas teori tentang pembelajaran puisi dan bukan pembahasan tentang
Sesuai dengan perkembangan zaman, ternyata perkembangan sastra
khususnya tentang perkembangan puisi Indonesia dewasa ini sangat pesat.
Banyak penyair baru bermunculan dengan karya-karyanya yang spektakuler
seperti salah seorang penyair muda yang berasal dari Solo yaitu Wiji Thukul,
kemudian penyair dari Ngimbang-Lamongan Jawa Timur yaitu Eka Budianta,
Omi Intan Naomi yang lahir di Denpasar dan besar di Solo, serta Sitok
Srengenge yang berasal dari desa Dorolegi-Grobogan-Purwodadi yang telah
banyak menciptakan karya berbau protes atau kritik kepada penguasa. Namun,
sayangnya masih banyak siswa SMA yang belum mengenal siapa penyair ini
beserta karya-karyanya. Hal ini karena terbatasnya buku-buku yang membahas
masalah perkembangan sastra khusunya puisi di tanah air. Padahal masih banyak
penyair muda berbakat lainnya seperti Dorothea Rosa Herliany, F. Rahadi dan
lain-lain yang seharusnya bisa dikenal siswa SMA sebagai pemicu semangat
belajarnya.
Lahirnya penyair-penyair muda berbakat yang telah mengekspresikan buah
pikirannya melalui puisi dengan menggunakan tema yang beragam, jelas telah
ikut memperkaya perkembangan puisi di Indonesia. Sayang sekali jika hasil
karya mereka tidak banyak diketahui oleh generasi muda penerus bangsa.
Tema-tema puisi karya mereka pun sangat beragam/multikultural yaitu mulai dari Tema-tema
agama, adat-istiadat, budaya daerah atau kesukuan, kemanusiaan/sosial dan
lain-lain. Hal ini memang tak bisa dipungkiri karena Indonesia memang benar-benar
multi pulau, multi etnik, multi budaya dan juga multi bahasa daerah yang
Berdasarkan kenyataan yang ada di SMA Muhammadiyah I Surakarta,
keberadaan buku teks perkembangan puisi Indonesia periode 1990 sampai 2010
memang benar-benar belum ada. Hal ini diketahui melalui hasil wawancara
dengan guru pengajar bahasa Indonesia maupun melalui survei di perpustakaan.
Buku sastra yang banyak terdapat di perpustakaan SMA Muhammadiyah I
Surakarta adalah berupa novel dan cerita fiksi non sastra serta beberapa materi
puisi dari majalah Horison.
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu adanya observasi dan wawancara
dengan anggota MGMP bahasa dan sastra Indonesia SMA di Surakarta. Hasil
wawancara menyatakan kebutuhan buku teks tentang perkembangan puisi di
Indonesia menurut mereka sangat dibutuhkan. (MGMP SMA Surakarta, 2012).
Dari beberapa guru yang tergabung dalam MGMP bahasa Indonesia menyatakan
bahwa di perpustakaan sekolahnya masih sangat sedikit ditemukan buku yang
membahas materi puisi dari beberapa penyir. Memang ada satu atau dua buku
kumpulan puisi atau yang sering disebut ontologi karya penyair tertentu di
perpustakaannya, tetapi hal itu tentunya belum bisa mewakili jumlah penyair
yang sekarang ini sedang bermunculan. Banyak buku karya sastra diciptakan,
tetapi sampai saat ini belum ada yang mendeskripsikan dan menganalisis
perkembangan puisi Indonesia.
Keberadaan buku kumpulan puisi/ontologi di sekolah (menurut anggota
MGMP bahasa Indonesia) sering kali hanya dimiliki oleh seorang guru pengajar
bahasa Indonesia yang kebetulan sangat menyukai puisi. Hal itupun hanya
keberadaan buku ontologi secara umum diperpustakaan memang masih sangat
sedikit jumlahnya.
Untuk memenuhi kebutuhan tadi, perlu diadakan penyusunan buku teks
yang memuat perkembangan puisi Indonesia periode 1990-2010 yang memuat
karya penyair pada periode tahun tersebut. Prinsip multikulturalisme dalam
menyusun buku teks juga harus diperhatikan. Hal ini karena masyarakat
Indonesia terdiri dari berbagai suku, agama, adat dan kebudayaan yang beragam
sehingga dapat menjadi wadah bagi semuanya. Senada dengan pendapat Yaqin
(2005: 4-5) mengemukakan bahwa pendidikan multikultural menawarkan satu
alternatif melalui penerapan strategi dan konsep pendidikan yang berbasis pada
pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat, khususnya yang ada pada siswa
seperti keragaman etnis, budaya, bahasa, agama, status social, gender,
kemampuan, umur dan ras.
Selain itu, hal mendasar yang tidak boleh dilupakan dalam penyusunan
buku teks adalah harus sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Sepanjang sejarah
kemerdekaan Indonesia, paling tidak sudah lima model kurikulum yang
diterapkan di dunia pendidikan kita. Mulai dari kurikulum 1968, kurikulum
1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994, dan akhirnya kurikulum 2006 atau lebih
dikenal dengan sebutan KTSP. Pemerintah menentukan kurikulum KTSP dalam
pembelajaran karena pada KTSP ini mempunyai karakteristik tersendiri yaitu:
(1) Berorientasi pada disiplin ilmu, yang bisa dilihat dari struktur program mata
pelajaran yang harus ditempuh siswa dan sebera jauh kemampuan siswa
dapat dilihat dari prinsip pembelajaran yang menekankan aktivitas siswa untuk
mencari dan menemukan sendiri. (3) Mengangses kepentingan daerah, tampak
pada prinsip yang berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan
kepentingan peserta didik dan lingkungan. (4) Merupakan kurikulum teknologis,
terlihat adanya standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator dan perilaku
yang terukur ( Wina Sanjaya, 2008: 130- 131).
Di dalam kurikulum KTSP SMA, ditegaskan bahwa mata pelajaran bahasa
Indonesia terdiri dari kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra.
Pembelajaran sastra terintegrasi di dalam pembelajaran kemampuan menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis (Depdiknas, 2006). Pembelajaran sastra ini
tidak mengabaikan aspek sastra, baik prosa, puisi, maupun drama, yang semua
itu diberikan secara seimbang sejak kelas X. XI. dan XII. Pembelajaran sastra
pada pelajaran bahasa Indonesia diwujudkan dalam Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar yang disusun oleh Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (
Depdiknas, 2006).
Pada pembelajaran sastra khususnya puisi, memang diperlukan
pemahaman arti secara tepat agar sesuai dengan apa yang dimaksudkan penyair.
Hal ini tidak akan terasa sulit karena pada umumnya pemahaman puisi yang
sudah terkenal banyak menggunakan pendekatan obyektif artinya puisi tersebut
mampu berbicara sendiri (Waluyo, 2010:2). Sedangkan untuk puisi-puisi yang
masih gelap atau sukar dipahami isinya maka harus menyertakan faktor genetik
puisi yaitu berupa siapa penyairnya dan kenyataan sejarah yang melatarbelakangi
Selanjutnya Waluyo ( 2010:1) menjelaskan bahwa dalam karya sastra
khususnya puisi, bentuk yang paling tua adalah mantra. Kemudian dalam
perkembangannya puisi tidak hanya dibacakan tetapi juga dilagukan sehingga
menjadi nyanyian lagu populer yang didendangkan oleh berbagai penyanyi
dalam kurun waktu yang berbeda. Materi sastra dalam bentuk puisi, bisa ditinjau
berdasarkan waktu kemunculannya. Puisi dapat dibagi menjadi tiga kelompok,
yaitu puisi lama, puisi baru, dan puisi modern. Puisi lama lahir sebelum
penjajahan Belanda dan masih murni berciri khas Melayu. Puisi lama terdiri dari:
mantra, bidal, pantun dan karmina, talibun, seloka, gurindam, dan syair.
Sedangkan puisi baru adalah puisi yang terpengaruh gaya bahasa Eropa.
Penetapan jenis puisi baru ini berdasarkan jumlah larik yang terdapat dalam
setiap bait, sehingga ada yang disebut distichon, terzina, quatrain, quint, sextet,
septina, stanza, serta soneta. Adapun puisi modern adalah puisi yang
berkembang di Indonesia setelah masa kemerdekaan. Berdasarkan cara
pengungkapannya, puisi modern dapat dibagi menjadi puisi epik, puisi lirik, dan
puisi dramatik.
Puisi Indonesia modern periode 1990-2010 ini memiliki ciri bahwa dalam
karya itu antara lain: berisi situasi reformasi, bertema sosial-politik, romantik,
naturalis, religius atau profetik, menggunakan bahasa sehari-hari, terdapat
revolusi tipografi, mengandung kritik sosial, dan juga banyak puisi yang
diciptakan dengan nir bait atau tanpa bait. Ciri-ciri tersebut tentu sangat menarik
dan mudah dipelajari oleh siswa SMA. Apalagi jika pengarang puisi tersebut
bagi mereka karena telah ikut mengangkat nama daerahnya. Hal ini tentu sesuai
dengan prinsip multikultural yang pada intinya bahwa perbedaan yang bersifat
kedaerahan itu justru memperkaya budaya bangsa.
Perkembangan perpuisian di Indonesia periode 1990-2010 sangat pesat,
oleh sebab itu pembahasannya dijadikan dua macam. Pertama puisi karya
penyair yang termasuk periode 1990-2000, dan yang kedua puisi karya penyair
periode 2000-2010. Tentu saja disertai dengan riwayat hidup penyair secara
singkat.
Dengan mempelajari karya sastra khususnya puisi, diharapkan siswa
mampu melatih kreativitasnya, serta mampu mengambil manfaat dan mencontoh
hal-hal yang bersifat positif yang terdapat di dalamnyaa. Selain itu diharapkan
juga siswa mampu menghargai karya sastra, berpikir kritis, serta dapat
menimbulkan kepekaan terhadap karya sastra khusunya tentang puisi. Seseorang
yang sedang membaca karya sastra secara langsung mengandaikan bahwa
unsur-unsur yang ada di dalamnya berkaitan dengan sistem sosiokultural tertentu.
Demikian pula pada saat pembaca menghubungkannya dengan system sosial
yang lain, maka maknanya pun akan berubah ( Nyoman Kutha Ratna, 2008: 213)
Penelitian ini menjadi penting, karena pada akhirnya nanti akan
Periode
1990-multikulturalisme. Materi yang terdapat dalam buku teks perkembangan puisi
Indonesia tahun 1990-2010 ini mengulas nama-nama pengarang beserta
serta terdapat ulasan arti yang terkandung di dalamnya. Pengarang-pengarang
beserta hasil karya yang terdapat dalam buku ini harus mewakili keberagaman
yang terdapat di Indonesia atas prinsip multikulturalisme. Dengan demikian akan
membantu bertambahnya pengetahuan siswa pada materi sastra khususnya
tentang puisi kisaran tahun 1990 2010.
Adapun tahapan yang dilakukan dalam mengadakan penelitian ini antara
lain: (1) Studi pendahuluan atau eksplorasi untuk mengetahui kebutuhan siswa
maupun kebutuhan guru bahasa Indonesia di beberapa SMA di Surakarta tentang
buku teks perkembangan puisi Indonesia periode 1990-2010; (2) Pengembangan
produk awal (prototype) buku teks perkembangan puisi Indonesia periode
1990-2010 yang dibutuhkan siswa maupun guru atau stakeholders; (3) Pengujian
prototype buku teks perkembangan puisi Indonesia periode 1990-2010 melalui
uji coba terbatas dan uji coba luas untuk megetahui tingkat efektivitas buku teks
perkembangan puisi Indonesia periode 1990-2010 yang dihasilkan; (4)
Melakukan uji efektivitas buku teks perkembangan puisi Indonesia periode
1990-2010 untuk SMA yang dihasilkan melalui penelitian tindakan kelas dan
Focus Group Discusion. Dengan demikian, penelitian tentang pengembangan
buku teks dengan judul Perkembangan Puisi Indonesia Periode 1990-2010 untuk
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah disebutkan di atas, dapat
dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kebutuhan buku teks perkembangan puisi Indonesia modern
periode 1990-2010 untuk SMA?
2. Bagaimanakah proses pengembangan prototipe buku teks perkembangan
puisi Indonesia modern periode 1990-2010 yang berbasis multikultural?
3. Bagaimanakah prototipe buku teks perkembangan puisi Indonesia modern
periode 1990-2010 dikembangkan menjadi buku teks?
4. Bagaimanakah keefektifan buku teks perkembangan puisi Indonesia modern
periode 1990-2010 untuk SMA berbasis multikultural sebagai bahan
penunjang pembelajaran puisi di sekolah?
C.Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Tujuan umum yang diharapkan adalah untuk menghasilkan sebuah
buku teks perkembangan puisi Indonesia modern periode 1990-2010 yang
dapat dijadikan bahan ajar materi puisi di SMA.
b. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk;
1. Mendeskripsikan kebutuhan buku teks perkembangan puisi Indonesia
2. Mengetahui proses pengembangkan prototipe buku teks perkembangan
puisi Indonesia modern periode 1990-2010 berbasis multikultural.
3. Menghasilkan buku teks yang dikembangan dari prototipe
perkembangan puisi Indonesia modern periode 1990-2010 berbasis
multicultural.
4. Mengetahui keefektifan buku teks perkembangan puisi Indonesia
modern periode 1990-2010 untuk SMA berbasis multikultural sebagai
bahan penunjang pembelajaran puisi di sekolah.
4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang berupa buku Teks Prekembangan Puisi Periode
1990-2010 dengan menggunakan pendekatan multicultural untuk SMA
Muhammadiyah I Surakarta ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara
teoretis maupun secara praktis.
a. Manfaat Teoritis
Buku teks Perkembangan Puisi Indonesia Periode 1990-2010 yang
dikembangkan dengan menggunakan pendekatan multikulturalisme untuk
SMA Muhammadiyah I Surakarta sebagai hasil dari penelitian ini
diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam bidang pengajaran bahasa
dan sastra Indonesia di tingkat sekolah lanjutan atas. Dengan mengetahui
nama-nama sastrawan beserta hasil karyanya di tahun 2000-an ini, akan
mendorong dan meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami puisi
Selain itu, mereka akan lebih peka menghadapi situasi dan ketimpangan
yang berada di sekitarnya melalui pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia serta mencurahkannya dalam bentuk puisi.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini secara praktis dapat memberikan masukan kepada
dunia pendidikan bahwa sesuai dengan berkembangnya zaman, ternyata
perkembangan puisipun juga ikut berkembang pesat. Hal ini tentu saja
akan bermanfaat bagi:
1. Guru bahasa Indonesia SMA
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi guru Bahasa Indonesia dalam
memperkaya pengetahuan tentang perkembangan puisi di tanah air, karena
sesuai dengan perkembangan zaman maka puisi pun juga telah ikut
berkembang.
2. Siswa-siswi SMA Muhammadiyah I Surakarta
Dengan adanya penelitian ini, siswa-siswi SMA Muhammadiyah I
Surakarta sangat terbantu pemahamannya dalam mempelajari puisi beserta
perkembangannya. Khususnya perkembangan antara tahun 1990-2010 dan
dapat dijadikan contoh untuk lebih giat berkarya.
3. Sokolah
Penelitian ini juga bermanfaat bagi pihak sekolah selaku pengambil
kebijaksanaan, karena dengan hasil penelitian ini pihak sekolah bisa
melengkapi buku teks tentang puisi di perpustakaan untuk kemajuan anak
didik di sekolah.
4. Peneliti lain
Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan agar
kelak bisa melakukan penelitian sejenis tetapi lebih berbobot dan bernilai
lebih mendalam. Selain itu semoga hasil penelitian ini dapat menjadi
dorongan semangat untuk berkarya lebih baik, berinovasi lebih tinggi, dan
mengembangkan kreativitas yang lebih sempurna.
BAB II
KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN,
KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Teori
Pembahasan dalam kajian teori ini, secara berturut-turut akan
dikemukakan: (1) Tinjauan Buku Teks; (2) Hakikat Puisi; (3)
Perkembangan Puisi di Indonesia; (4) Hakikat Pendekatan Multikultural;
(5) Penelitian Relevan
Pengertian buku teks telah dikemukakan banyak orang. Buku teks
adalah buku yang memperkaya buku ajar yang dipakai di sekolah
(Trihartati, 2010: 17). Menurut Rifai (2010:1) yang dimaksud buku teks
adalah buku yang digunakan untuk mempelajari atau mendalami suatu
subjek pengetahuan, ilmu, teknologi, dan seni sehingga mengandung
penyajian asas-asas karya ilmiah dan kepanditan (literary) yang terkait
dengannya. Buku tersebut harus memuat materi tentang pengetahuan atau
disiplin mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum. Isi buku teks harus
sesuai atau menunjang buku pelajaran di sekolah.
Buku teks pelajaran berisi informasi tentang ilmu pengetahuan atau
pelajaran tertentu, mulai dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi.
Buku teks ini termasuk dalam golongan nonfiksi. Buku teks sering
dipergunakan oleh para ilmuwan untuk meyebarkan hasil penelitian atau
penemuan mereka. Buku teks pelajaran merupakan buku yang dipakai
untuk mempelajari atau mendalami suatu subjek pengetahuan dan ilmu
serta teknologi atau suatu bidang studi, sehingga mengandung penyajian
asas-asas tentang subjek tersebut. (Tarigan & Tarigan, 2010: 74).
Buku teks pelajaran atau buku ajar merupakan buku tentang bidang
studi tertentu, yang merupakan buku standart, yang disusun oleh para pakar
dalam bidang itu untuk maksud dan tujuan instruksional, yang dilengkapi
sarana-sarana pengajaran yang serasi dan mudah dipahami oleh para
pemakainya di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi sehingga dapat
Sementara itu dalam Depdiknas (2004: 4) menegaskan buku pelajaran
adalah buku yang dijadikan pegangan siswa pada jenjang tertentu sebagai
media pembelajaran (instruksional), berkaitan dengan bidang studi tertentu.
Pengertian buku teks juga disampaikan oleh banyak pakar yang
diantaranya adalah menurut Hall-Quest (cit, Tarigan 1986:11) menurutnya
buku teks pelajaran adalah rekaman pikiran rasial yang di susun untuk
maksud-maksud dan tujuan-tujuan intruksional. Kemudian Bacon (cit,
Tarigan 1986:11) mengemukakan bahwa buku teks adalah buku yang
dirancang buat penggunaan di kelas, dengan cermat yang disusun dan
disiapkan oleh para pakar atau para ahli dalam bidang itu dan dilengkapi
dengan sarana-sarana pengajaran yang sesuai dan serasi.
Buckingham (cit, Tarigan 1986:11) mengatakan bahwa buku teks
adalah sarana belajar yang biasa dugunakan di sekolah-sekolah dan di
Perguruan Tinggi untuk menunjang suatu program pengajaran dalam
pengertian modern dan yang umum dipahami. Lange (cit, Tarigan 1986:11)
menjelaskan bahwa buku teks adalah buku standar, buku setiap cabang
khusus dan studi dan dapat terdiri dari dua tipe yaitu buku pokok atau buku
utama dan sebagai suplemen atau buku tambahan.
Pusat Perbukuan (2006: 1) menyebutkan bahwa buku teks adalah
buku yang dijadikan pegangan siswa pada jenjang tertentu sebagai media
pembelajaran (instruksional). Buku teks ini berkaitan dengan bidang studi
tertentu, bahwa buku teks atau buku pelajaran adalah sekumpulan tulisan
yang disiapkan oleh pengarangnya dengan menggunakan acuan kurikulum
yang berlaku. Substansi yang ada dalam buku diturunkan dari kompetensi
yang harus dikuasai oleh pembacanya (dalam hal ini siswa).
Selanjutnya, Pusbuk 2010 menegaskan bahwa buku yang diterbitkan
untuk menunjang kurikulum dan silabus dan diterbitkan oleh Pemerintah
dalam hal ini adalah Pusat Perbukuan Kementerian dan Kebudayaan
disebut dengan buku ajar. Bentuk buku ajar ada dua macam yaitu ada yang
dicetak dan ada pula yang berupa buku elektronik. Adapun yang dimaksud
buku teks adalah yang erat kaitannya dengan kurikulum, silabus, standar
kompetensi, dan kompetensi dasar yang berisi materi tertentu dan boleh
diterbitkan selain dari pusat perbukuan kementerian dan kebudayaan.
Sementara itu, buku teks yang akan dikembangkan dalam penelitian
ini adalah buku untuk melengkapi buku yang sudah diterbitkan oleh
Pemeritah. Dapat pula dikatakan buku teks ini adalah sebagai buku
pendamping atau buku pengayaan. Karena materi yang disusun adalah
materi yang berupa karya sastra khususnya tentang puisi periode tahun
1990-2010.
Dari beberapa penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa buku teks
adalah buku yang memperkaya buku ajar yang dipakai untuk
memperdalam ilmu pengetahuan tertentu yang disusun oleh pakar dalam
bidang ilmu tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan potensi dan
memotivasi serta merangsang aktivitas dan menghargai perbedaan pribadi
Grene dan Petty (cit Husen, 1998: 182) menjelaskan buku teks yang
baik harus memiliki makna dan peran yang besar dalam pembelajaran.
Kehadiran buku teks dalam proses pembelajaran harus dapat: (1)
mencerminkan suatu sudut pandang yang tangguh dan modern mengenai
pembelajaran serta mendemonstrasikan aplikasinya dalam bahan
pembelajaran yang disajikan, (2) menyajikan suatu sumber pokok masalah
atau objek materi yang kaya, mudah dibaca dan bervariasi, yang sesuai
dengan minat dan kebutuhan para siswa sebagai dasar bagi
program-program kegiatan yang disarankan tempat keterampilan-keterampilan
ekspresional diperoleh di bawah kondisi yang menyerupai kehidupan yang
sebenarnya, (3) menyediakan sumber yang tersusun rapi dan bertahap
mengenai keterampilan-keterampilan ekspresional yang mengemban
masalah pokok dalam komunikasi, (4) menyajikan bersama-sama dengan
buku manual yang mendampingi metode dan sarana pembelajaran untuk
memotivasi para siswa, (5) menyajikan fiksasi (perasaan yang mendalam)
awal yang perlu dan juga sebagai penunjang bagi latihan-latihan dan
tugas-tugas praktis, dan (6) menyajikan bahan atau sarana evaluasi dan remidial
yang serasi dan tepat guna.
Adapun Ciri-ciri buku teks yang baik menurut Tarigan & Tarigan
(2010: 87) pada intinya menjelaskan bahwa buku teks adalah buku yang:
(1) memuat satu bidang studi tertentu. (2) memuat materi pelajaran yang
sesuai dengan kurikulum yang berlaku. (3) disusun oleh pakar dalam
dengan situasi dan kondisi pembelajaran sehingga mudah digunakan oleh
pendidik dan mudah dipahami oleh peserta didik.(6) dapat menunjang
program pengajaran.
Pentingnya kehadiran buku teks dalam proses belajar seperti
yang telah banyak dikemukakan oleh tokoh di atas, maka Hutchinson
and Torres (cit Litz, 2012: 5) juga mempunyai pendapat yang sama:
"The textbook is an almost universal element of [English
language] teaching. Millions of copies are sold every year, and
numerous aid projects have been set up to produce them in
-learning situation, it seems,
is complete until it has its relevant textbook. "
Artinya bahwa kehadiran buku teks dalam proses belajar dan
mengajar sangatlah penting karena tidak ada proses belajar mengajar
yang bisa berhasil dengan baik atau secara maksimal tanpa kehadiran
buku teks.
2. Hakikat Puisi
Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata berbahasa Yunani
poesis, yang berarti membangun, membentuk, membuat, menciptakan.
Sedangkan kata poet dalam tradisi Yunani Kuno berarti orang yang
mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai
dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang
berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf,
Puisi sebagai karya sastra merupakan totalitas wholeness dengan ciri-ciri tertentu antara lain : (1) Adanya aturan dan urutan (Order), (2) Adanya kompleksitas (Complexity), (3) Adanya kesatuan (Unity), (4) serta masuk akal
(Coherence) (5) dan berfungsi menyucikan jiwa manusia atau katharsis
(Luxemburg cit, Kutha Ratna. 2008: 207). Hal ini senada dengan Siswantoro (2010: 24) bahwa puisi merupakan bahasa yang terorganisir oleh kaidah,
pesan atau informasi yang disampaikan terkemas lebih artistik.
Batasan puisi sangat beragam, ada yang memberi batasan
berhubungan dengan unsur lahir saja ada pula yang berhubungan dengan
batin, tetapi ada juga yang berdasarkan unsur lahir dan unsur batin.
Sedangkan Waluyo (2010: 33) memberi batasan bahwa puisi adalah
bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair
secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan
bahasa yakni dengan mengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.
Adapun menurut Muljana (cit Waluyo, 2010: 58) menjelaskan
bahwa puisi adalah bentuk kesusastraan yang menggunakan pengulangan
suara sebagai ciri khasnya. Pengulangan itu menghasilkan ritma, dan
musikalitas. Batasan ini bisa dicermati bahwa pengertian puisi tersebut
berdasarkan struktur fisiknya saja. Hal ini disebabkan oleh adanya
larik-larik puisi yang mengandung persamaan bunyi.
Pengertian puisi menurut Hudson (cit Aminuddin: 134)
mengungkapkan bahwa puisi adalah salah satu cabang sastra yang
ilusi dan imajinasi, seperti halnya lukisan yang menggunakan garis dan
warna dalam menggambarkan gagasan pelukisnya.
Laurence Perrine (1974: 553) mengatakan pengertian puisi sebagai
berikut:
people have used it, and the most civilized have cultivated it.
In all ages and in all countries, poetry conditions of people ,
by soldiers statesmen, lawyer, farmers, doctors, scientists
clergymen, plilosophers, king and qeens. In all ages it has
been to children. Because is has given pleasure. People have
read it or listened to it or recited it because they liked it,
Puisi adalah sesuatu yang digunakan secara universal mulai dari
orang yang masih primitif sampai yang beradab. Puisi dianggap sebagai
budaya dan disukai semua orang dalam semua negara serta apapun
profesinya mulai dari negarawan, tentara, pengacara, petani, dokter,
pendeta ilmuwan, plilosophers, raja dan ratu. Mulai dari orang tua sampai
anak-anak. Sebab puisi dapat memberikan keindahan. Bagi orang-orang
yang telah membacanya ataupun mendengarkannya bahkan dibacakannya,
semua merasa senang.
Sementara itu James Reeves (1998: 37) mengatakan puisi Apoem is
not a bird`s song, any more than it is a rose . but if it not something of this
quality of self-sufficiency, it is not a true poem and migh as well have been
. Jadi yang dimaksud puisi bukanlah sebuah
penyajian kata-kata seperti prosa. Adapun Atmazaki (1993: 7)
menyebutkan puisi adalah sebuah keindahan dan suasana tertentu yang
terkandung di dalam kata-kata.
Selanjutnya Zamzam Noor (2011: 21) mengemukakan batasan puisi
adalah karya sastra yang menggunakan bahasa yang khas, bukan bahasa
yang umum atau biasa. Bahasa yang digunakan dalam puisi efektif dan
terkadang sugestif.
Sebuah puisi juga sering dibarengi dengan adanya imajinasi karena
sebuah imajinasi adalah pengalaman dalam membayangkan suatu tindakan
yang disengaja/dilakukan dengan sadar tentang benda-benda dalam dunia
nyata ketika objek yang sesungguhnya tidak berada di tempat.
consciousness, when objects are not present or when we
imagine things that do not refer to any real objects in the
world, the above discussion centers on the idea of double
.
(Zalipour, 2010: 112).
Senada dengan Zalipour, Sastri (2010: 36) mengatakan bahwa untuk
menciptakan sebuah puisi hal yang paling penting adalah adanya imajinasi,
karena dengan imajinasi tersebut dunia baru bisa tercipta sebagai objek
Imagination is
essentially vital in the sense that it informs and animates other existences.
the objects are objects only for the imagination, because it is primary
Selanjutnya Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984), puisi merupakan
ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta
penyusunan larik dan bait. Watt-Dunton (cit, Situmorang, 1980:9)
mengatakan bahwa puisi adalah ekpresi yang kongkret dan yang bersifat
artistik dari pikiran manusia dalam bahasa emosional dan berirama.. Ralph
Waldo Emerson (cit, Situmorang, 1980:8) mengatakan bahwa puisi
mengajarkan sebanyak mungkin dengan kata-kata sesedikit mungkin.
Tirtawirya (1980:9) mengatakan bahwa puisi merupakan ungkapan secara
implisit dan samar, dengan makna yang tersirat, di mana kata-katanya
condong pada makna konotatif.
Adapun Pradopo (2010:7) mengemukakan puisi itu ekspresi pikiran
yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi pancaindra
dalam suasana yang berirama. Semua itu merupakan sesuatu yang penting,
yang direkam dan diekspresikan, dinyatakan dengan menarik dan memberi
kesan. Sebuah puisi merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman
manusia yang penting, digubah dalam wujud yang paling berkesan.
Adanya batasan puisi yang sangat beragam tersebut sehingga
menimbulkan adanya persamaan dan perbedaan. Akan tetapi batasan yang
sampai saat ini masih banyak diyakini orang adalah yang menyatakan
bahwa puisi merupakan karya yang terikat (Sayuti, 2010: 2).
Dengan demikian, bisa dikemukakan bahwa pengertian puisi yang
dikemukakan oleh Ratna, Zamzam Noor, Atmazaki, Reeves, dan Pradopo,
sebagai sebuah ciptaan manusia dan sebagai ungkapan perasaan yang
mempunyai pengertian utuh. Artinya dalam puisi tersebut terdapat unsur
lahir dan unsur batin yang keduanya mencerminkan satu pengertian yang
tak terpisahkan.
Keutuhan puisi dipengaruhi beberapa unsur, yaitu kata, larik , bait,
bunyi, dan makna. Kelima unsur ini saling mempengaruhi keutuhan sebuah
puisi. Kata adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata
(diksi) yang tepat sangat menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-unsur
yang lain. Kata-kata yang dipilih diformulasi menjadi sebuah larik. Larik
atau baris mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa.
Larik bisa berupa satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah
kalimat.
Pada puisi lama, jumlah kata dalam sebuah larik biasanya empat bait,
tetapi pada puisi baru tak ada batasan. Bait merupakan kumpulan larik
yang tersusun harmonis. Pada bait inilah biasanya ada kesatuan makna.
Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait biasanya empat buah,
tetapi pada puisi baru tidak dibatasi.
Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima atau persajakan adalah
bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan
bait. Sedangkan irama (ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang
pendek, dan keras lembut ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh
perulangan bunyi secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena
bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat konsonan dan vokal), atau
panjang pendek kata.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rima adalah salah satu
unsur pembentuk irama, namun irama tidak hanya dibentuk oleh rima.
Baik rima maupun irama inilah yang menciptakan efek musikalisasi pada
puisi, yang membuat puisi menjadi indah dan enak didengar meskipun
tanpa dilagukan. Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata,
pembentukan larik dan bait. Makna bisa menjadi isi dan pesan dari puisi
tersebut. Melalui makna inilah misi penulis puisi disampaikan.
Puisi sebagai sebuah ciptaan manusia dan sebagai ungkapan perasaan
yang mempunyai pengertian utuh. Artinya dalam puisi tersebut terdapat
unsur lahir dan unsur batin yang keduanya mencerminkan satu pengertian
yang tak terpisahkan.
a. Unsur-unsur pembentuk puisi
a.1 Unsur lahir
Struktur fisik puisi menurut Waluyo, adalah sarana-sarana yang
digunakan oleh penyair untuk mengungkapkan hakikat puisi. Struktur
puisi yang pertama adalah perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk
puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri,
pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai
dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut
Struktur kedua adalah diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang
dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk
karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal,
maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata
dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan
kata.
Selanjutnya struktur ketiga adalah imaji, yaitu kata atau susunan
kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti
penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji
raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca
seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang
dialami penyair.
Adapun yang keempat kata kongkret, yaitu kata yang dapat
ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji.
Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal Kata-kata kongkret
-lain,
-kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dan lain-lain.
Unsur yang kelima adalah bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias
yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan
konotasi tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi
Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas
antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke,
eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks,
antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradox, dan
keenam adalah versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum.
Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan
akhir baris puisi.
Sementara itu, unsur-unsur fisik pembangun puisi menurut
Jabrohim, dkk (2009:35-57) meliputi: (1) diksi atau pilihan kata, yang
berfungsi membedakan secara tepat nuansa makna sesuai dengan
gagasan yang ingin disampaikan. (2) pengimajian (citraan), yang secara
singkat dapat dikelompokkan menjadi citraan penglihatan, citraan
pendengaran, citraan penciuman, citraan pencecapan, citraan rabaan,
citraan gerak. (3) kata kongkret, yaitu kata-kata yang digunakan oleh
penyair untuk menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin
dengan maksud untuk membangkitkan imaji pembaca. (4) Bahasa
figuratif atau majas, yang biasanya digunakan untuk mengekspresikan
suasana yang dilukiskan. (5) Verifikasi yang meliputi ritma, rima, dan
metrum. (6) Tipografi atau bentuk baris dalam puisi; (7) Sarana
retorika, yaitu gaya cara atau muslihat pikiran yang berupa bahasa yang
tersusun untuk mengajak pembaca berpikir.
Sebagai contoh pemakaian citraan dalam puisi, di bawah ini
DEWA TELAH MATI
Tak ada dewa di rawa-rawa ini
Hanya gagak yang mengakak malam hari Dan siang terbang mengitari bangkai Pertapa yang terbunuh dekat kuil
Dewa telah mati di tepi-tepi ini
Hanya ular yang mendesir dekat sumber Lalu minum dari mulut
Pelacur yang tesenyum dengan baying sendiri
Bumi ini perempuan jalang
yang menarik laki-laki jantan dan pertapa ke rawa-rawa mesum ini
dan membunuhnya pagi hari
(Jabrohim, dkk. hal.40)
Menurut Sayuti, puisi di atas menggunakan bidang keagamaan
sebagai sumber citraannya. Hal tersebut tampak pada kata-kata: `dewa`,
`kuil`, `pertapa`, dan `ular`. Citra visual tampak pada saat penyair
menggambarkan kehidupan manusia sebagai `rawa`. Suasana `rawa`
yang didominasi oleh warna hitam (`gagak`, `malam`) juga termasuk
citra visual, dan bersamaan dengan itu muncul citra auditif yang
ditimbulkan oleh kata `mengangak`. Adapun citra gerak tampak pada
frase `terbang mengitari`. Jadi puisi tersebut secara padu
mengungkapkan tiga jenis citraan yaitu ada yang terlihat, ada yang
terdengar, dan ada yang nampak dalam bergerak.
Demikian juga dengan pemakaian bahasa figuratif, biasanya
dipakai untuk menghidupkan lukisan, untuk lebih mengkonkretkan dan
lebih mengekspresikan perasaan yang diungkapkan. Dengan demikian,
dekat pada pembaca karena dalam bahasa figurative oleh penyair
diciptakan kekonkretan, kedekatan, keakraban, dan kesegaran. Selain itu
juga dapat memudahkan pembaca dalam menikmati sesuatu yang
disampaikan penyair.
Sebagai contoh adanya bahasa figurative dalam sebuah puisi,
berikut ini disajikan sebuah puisi karya Emha Ainun Najib:
TUHANKU
Kucari tetumbuhan yang bertahan dari api Yang kami nyalakan sendiri
mengancam kehidupan seseorang yang berada di dalmnya. Dalam hutan
tidak ada jalan yang jelas karena tidak pernah dilewati orang, sehingga
orang yang berada di dalamnya dapat tersesat.
Penyair mengiaskan kehidupan yang gersang tanpa gairah hidup,
tidak mempunyai semangat, tidak tahan uji, seperti tanah yang kering
serta menimbulkan banjir. Di sini penyair membutuhkan keyakinan dan
keimanan yang teguh serta kepercayaan diri yang kuat agar dapat
bertahan dari godaan nafsu yang timbul dari dirinya sendiri seperti
tetumbuhan yang bertahan dari api yang dinyalakan sendiri.
Seperti dijelaskan di atas, bahwa untuk mengidupkan suasana
sebuah puisi, sering penyair menggunakan bahasa kias atau bahasa
figurative atau disebut juga gaya bahasa untk memperindah ciptaannya.
Sehubungan dengan pemakaian bahasa kias ini, Sayuti (2010: 195)
membagi tiga kelompok besar dalam pemakaian bahasa kias yaitu: (1)
kelompok pembandingan yaitu berupa metafora dan simile; (2)
kelompok penggantian yaitu berupa metomini dan sinekdoki; dan (3)
kelompok pemanusiaan yaitu personifikasi. Aedangkan Pradopo (2010:
62) membagi pemakaian bahasa kiasan itu menjadi tujuh macam, yaitu:
(1) perbandingan; (2) metafora; (3) perumpamaan epos/epic simile; (4)
personifikasi; (5) metonimi; (6) sinekdoki; (7) allegori.
Di atas telah dicontohkan penggunaan bahasa kias epik-simile,
selanjutnya diberikan contoh sebuah puisi yang menggunakan gaya
bahasa sinekdoki karya Emha Ainun Najib sebagai berikut:
TUHANKU
di dalam setiap sembahyangku aku melihat
segala bangunan yang kami ciptakan dalam kehidupan, ternyata hanyalah ulat-ulat,
busuk dan menjijikkan.
bangunan kehidupan yang diciptakan
-ulat yang busuk dan menjijikkan`.
Penyebutan sebagian untuk mewakili keseluruhan seperti itu
menimbulkan gambaran yang jelas tentang kesia-siaan manusia dalam
menjalani hidup ini. Disini kiasan untuk menonjolkan bagian yang
penting dari kehidupan manusia yang diumpamakan sebagai `ulat-ulat
yang busuk dan menjijikkan` dari segala aktivitas kehidupan manusia
secara keseluruhan.
Untuk pemakaian gaya bahasa Metonimi, bisa diperhatikan dalam
contoh puisi berikut ini:
Puisi di atas menjelaskan pikiran serta keyakinan penyair tentang
Tuhan dengan menggunakan istilah atau nama hal atau benda ke hal lain
yang mempunyai kaitan rapat. Bentuk metonimi ditandai dengan kata
yang bergarisbawah.
Menurut Keraf (2009: 138) yang dimaksud gaya bahasa simile
adalah perbandingan yang menyatakan sesuatu sama dengan hal lain,
dengan menggunakan kata-kata seperti, sama, bagaikan, laksana dan
langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Perbandingan ini tidak
menggunakan kata-kata seperti, sama, bagaikan, laksana. Sedangkan
gaya bahasa alegori adalah cerita singkat yang mengandung kiasan.
Adapun gaya bahasa personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang
menggambarkan benda mati seolah-olah hidup. Gaya bahasa metonimia
adalah gaya bahasa yang menggunakan sebuah kata untuk menyatakan
suatu hal lain, dan gaya bahasa sinekdoke adalah gaya bahasa yang
menggunakan sebagian dari sesuatu untuk menyatakan keseluruhan dan
sebaliknya menggunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian.
Jadi jelaslah bahwa sarana kepuitisan berupa bahasa figurative
tidak selamanya digunakan secara sendiri-sendiri tetapi sering juga
digunakan secara bersama-sama dan dipadukan secara variatif. Selain
itu, bentuk dan munculnya sarana kepuitisan itu juga di dukung oleh
pemilihan dan pemakaian kosa katanya, dan akhirnya akan
mempengaruhi penafsiran dan penangkapan maknanya. Dalam puisi di
atas, telah digunakan bahasa figurative epic simile yaitu epos atau
pembandingan yang dilanjutkan atau diperpanjang.
Selanjutnya, struktur fisik puisi atau pembentuk puisi menurut
Aminuddin, (2010: 136-146) meliputi (1) bunyi, maksudnya adalah
bunyi yang berselang/berulang baik dalam larik puisi ataupun pada
akhir larik puisi. Perulangan tersebut dinamakan asonansi apabila yang
diulang bunyi vokal, dan dinamakan aliterasi bila yang diulang bunyi
(makna leksikal) atau makna sesuai dengan kamus, kata bermakna
utterance/indice atau makna yang sesuai dengan konteks, dan kata
bermakna simbol atau makna kata yang mengandung
penafsiran/konotatif; (3) larik atau baris, adalah merupakan wadah,
penyatu, dan pengembang ide bagi penyair yang diawali lewat kata; (4)
bait, adalah kesatuan larik yang berada dalam satu kelompok dalam
mendukung satu kesatuan pokok pikiran, dan (5) tipografi, yaitu cara
menuliskan suatu puisi sehingga menampilkan bentuk-bentuk tertentu.
a.2. Unsur batin
Lebih jauh Waluyo, (2010:32) menegaskan bahwa struktur batin
puisi, atau sering pula disebut sebagai hakikat puisi, yang pertama
adalah tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa
adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik
makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
Struktur batin yang kedua adalah rasa (feeling), yaitu sikap
penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya.
Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang
sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan,
agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia,
pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman
pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah
tidak bergantung pada kemampuan penyair memilih kata-kata, rima,
wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk
oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
Adapun struktur ketiga yaitu nada (tone), yaitu sikap penyair
terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa.
Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte,
bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah,
menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada
sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dan lain-lain.
Selanjutnya yang keempat adalah amanat/tujuan/maksud (itention);
sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan
puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi,
maupun dapat ditemui dalam puisinya.
Selanjutnya, Unsur batin pembangun puisi menurut Jabrohim,
dkk (2009: 65-67) adalah: (1) tema, yaitu sesuatu yang menjadi pikirran
pengarang; (2) perasaan, yaitu perasaan penyair yang ikut
terekspresikan dalam puisi; (3) nada, yaitu sikap penyair terhadap
pembaca. Apakah menggurui, mengejek, menyimdir, ataupun lugas; (4)
suasana, yaitu keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi tersebut.
Apakah timbul rasa haru, sedih, senang dan sebagainya; (5) amanat,
yaitu pesan yang ingin disampaikan oleh penyair.
Berbeda dengan Jabrohim, unsur batin puisi menurut Aminudduin
(2010: 149-151) yang mengacu pada pendapat Richards disebut dengan
diciptakan atau digambarkan oleh penyair lewat puisi yang
dihadirkannya; (2) subject matter, yaitu pokok pikiran yang
dikemukakan panyair lewat puisi yang digambarkannya; (3) feeling,
yaitu sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkannya; (4)
tone, sikap penyair terhadap pembaca sejalan dengan pokok pikiran
yang ditampilkannya; (5) totalitas makna, yaitu keseluruhan makna
yang terdapat dalam puisi; dan (6) tema, adalah ide dasar yang menjadi
inti dari keseluruhan makna dalam puisi.
Unsur pembentuk puisi berikutnya menurut Boulton (1993: 9)
menyebutkan unsur pembentuk puisi itu terdiri dari unsur lahir dan
unsur batin seperti dalam kutipan di bawah ini:
more important, the sound of poetry . it may be either the
sound when poetry is read to us, or the sound we hear
mentally when we read it to ourselves. it includes: rhythm,
rhyme, intonation and various kinds of echo and repetition.
mental form might be described as content in the usual
sense of the word when applied to literature: it includes,
grammatical structure, logical sequence , the pattern of
associations, the use of a dominant image, the pattern of
image and emotion. all these things combine to give a good
poem its power over our imaginati
Berdasarkan kutipan di atas, jelaslah bahwa yang dimaksud unsur
fisik puisi menurut Boulton adalah intonasi yang didalamnya termasuk
batin puisi adalah penggunaan kata-kata atau struktur gramatikal,
nada,dan suasana, pola gambar, serta emosi.
Jadi, pembagian unsur pembentuk puisi menurut Waluyo,
Aminuddin, Boulton, dan Jabrohim pada dasarnya sama, yang
membedakan hanyalah istilah yang dipakai saja. Untuk unsur lahir yang
dikemukakan Jabrohim menyertakan sarana retorik tetapi untuk
Waluyo, hal tersebut tidak diungkapkan karena dianggap sudah
terwakili dalam pengimajinasian. Sedangkan Boulton hanya membagi
unsur fisik menjadi rhythm atau ritme dan phonetic form atau fonetik
karena dalam kedua hal ini sudah dianggap bisa mewakili makna puisi.
Dari pembahasan unsur pembentuk puisi di atas, berikut ini
diberikan contoh sebuah puisi karya Wiji Thukul seorang penyair yang
termasuk periode 1990-2010 dengan karya berjudul ibunda.
hingga kalian main strom seenaknya sampai anakku demam
tinggi suhu panas badannya
durhaka apakah
yang diperbuat oleh anakku
hingga tubuhnya mati rasa kalian siksa hak istimewa apakah yang kalian miliki begitu sewenang-wenang kalian
melihat si jantung hati darah dagingnya dicederai biarpun yang melakukannya penguasa
Struktur fisik pembentuk puisi di atas adalah sebagai berikut:
1. Diksi
Kata penjara mempunyai arti sama dengan lembaga
pemasyarakatan atau bui yang mempunyai arti tempat untuk mengurung
orang hukuman. Penyair sengaja menggunakan kata penjara karena
dinilai lebih tepat dan mudah dipahami oleh masyarakat awam.
Puisi di atas mengandung citraan penglihatan, yang ditandai
3. Kata konkret
Untuk menggambarkan kesengsaraan fisik atau kekerasaan fisik
yang dialami akibat penyiksaan, maka penyair menggunakan kata
4. Bahasa figuratif
berarti
semena-Kata-kata tersebut menggunakan gaya bahasa metafora.
5. Versifikasi yang di dalamnya terdapat ( ritma, rima)
Puisi karya Wiji Thukul ini hampir setiap lariknya menggunakan
ritma, yaitu nada pembacaan yang naik turun. Sedangkan rimanya
hampir semua larik dalam satu bait juga menggunakan rima yang sama.
6. Tipografi
Tipografi adalah bentuk puisi. Bentuk puisi yang digunakan oleh
penyair ini adalah bentuk tradisional artinya bentuk yang masih dipakai
oleh setiap penyair pada umumnya.
Yang dimaksud sarana retorika adalah penggunaan gaya khas atau
ciri tertentu dari tiap penyair. Adapun sarana retorika dari Wiji Thukul
ini adalah kebiasaan menggunakan bahasa sehari-hari yang mudah
dipahami masyarakat.
Adapun struktur batin pembentuk puisi dalam puisi di atas adalah
sebagai berikut:
1. Tema, penyir dalam hal ini mengungkapkan tema kritik sosial
2. Perasaan, penyair yang terungkap dalam puisi di atas adalah benci
dan marah terhadap penguasa.
3. Nada, yaitu sikap penyir dalam puisi di atas adalah mengkritik
penguasa.
4. Suasana, yaitu sikap pembaca setelah membaca puisi di atas adalah
haru dan simpatik atas keberanian menggungkap masalah soaial.
5. Amanat, pesan yang ingin disampaikan adalah hendaknya
pemerintah tidak bersikap semena-mena terhadap orang yang belum
tentu letak kesalahannya.
b. Penyimpangan bahasa dalam puisi
Penggunaan bahasa dalam puisi berbeda dengan penggunaan bahasa
dalam prosa. Hal ini sesuai dengan hakikat puisi adalah penggunaan bahasa
yang dipadatkan untuk menyampaikan maksud tertentu. Oleh sebab itu
dalam sebuah puisi, terdapat beberapa ciri atau karakteristik penggunaan
bahasa seperti yang dikemukakan oleh Jabrohim, dkk (2009: 59) bahwa
bahasa dipilih dan digunakan untuk memperjelas gambaran dan mampu
menimbulkan kesan yang kuat. Sifat yang kedua adalah sugestif artinya
menyarankan dan mempengaruhi pembaca secara menyenangkan dan tidak
terasa memaksa. Adapun sifat ketiga asosiatif yaitu bahasa puisi mampu
membangkitkan pikiran dan perasaan yang merembet tetapi masih berkisar
di seputar makna konvensionalnya atau makna konotatifnya. Dan yang
terakhir bersifat magis, maksudnya bahasa puisi seolah-olah mempunyai
suatu kekuatan di dalamnya, sehingga tampak magis dan bercahaya.
Karena bahasa yang digunakan dalam puisi bersifat ekspresif,
sugestif, asosiatif, dan magis, maka banyak terjadi penyimpangan dalam
penggunaan bahasa dalam puisi. Untuk itu lebih lanjut Jabrohim (2009:
60-63) dan Waluyo (2010: 79-81) menjelaskan penyimpangan bahasa dalam
puisi itu berupa penyimpangan (1) leksikal, maksudnya kata bentukan yang
digunakan terkadang tidak ditemui dalam kamus misalnya kata keder,
ngloyor, leluka dan sebagainya; (2) penyimpangan semantis, yaitu apabila
bentuk atau struktur itu tidak merujuk pada makna denotatif. Kata `sungai`
akan bermakna berbeda antara penyair satu dengan penyair lainnya
tergantung sudut pandangnya; (3) penyimpangan fonologis, apabila bentuk
kata itu tidak memiliki makna pada umumnya. Hal ini karena penyair
memerlukan rima, kata `perih` diganti `peri`; (4) penyimpangan
morfologis, yaitu jika bentuk tersebut tidak umum pemakaiannya seperti
Penyimpangan berikutnya (5) adalah penyimpangan sintaksis, yaitu
jika struktur tersebut tidak umum pemakaiannya dalam berbahasa secara
normatif. Misalnya penyair tidak menggunakan huruf capital atau tanda
koma, ataupun tanda titik; (6) penyimpangan dialek, yaitu apabila bentuk
yang digunakan merupakan dialek atau slang yang bersifat non standar.
Misalnya biyung, pamrih, ompong, garba dan sebagainya. (7)
penyimpangan register, yaitu ragam bahasa yang digunakan dalam
kelompok tertentu atau profesi tertentu dalam masyarakat. Misalnya
kelompok pencopet mengistilahkan `anak jadah` bagi anak yang lahir di
luar nikah; (8) penyimpangan historis, yaitu penggunaan kata-kata kuno
yang sudah tidak digunakan lagi. Misalnya kata jenawi, bilur, dewangga,
lilih dan sebagainya yang dimaksudkan untuk nilai estetis saja. Dan
penyimpangan yang terakhir (9) adalah penyimpangan grafologi, yaitu
apabila penulisan bentuk dan struktur linguistik penulisannya tidak sesuai
dengan ketentuan atau kaidah yang berlaku.misalnya tidak menggunakan
huruf besar, tanda titik, tanda koma da n sebagainya.
c. Jenis-jenis Puisi
Untuk bisa memahami makna puisi lebih mendalam, tentu harus
mengenal macam-macam puisi sehingga apa yang tersirat di dalamnya bisa
dimaknai sesuai dengan makna yang dimaksudkan penyair. Menurut
Waluyo (2010: 156) jenis puisi dibedakan menjadi: (1) Puisi Naratif, yaitu
puisi yang mengungkapkan cerita atau penjelasan penyair. Yang termasuk
perkasa), dan Romansa (cerita yang menggunakan bahasa yang romantis)..
Puisi lirik, yaitu penyair mengungkapkan aku lirik atau gagasan
pribadinya. Yang termasuk puisi lirik ada(lah Eligi (puisi yang
mengungkapkan perasaan duka), Serenada (sajak percintaan yang dapat
dinyanyikan), Ode (puisi yang berisi pujaan terhadap seseorang), dan puisi
Deskriptif yang termasuk di dalamnya satire dan kritik sosial.
Jenis puisi yang ke (2) adalah puisi Kamar, yaitu puisi yang cocok
dibaca sendirian atau untuk satu/dua orang saja. Puisi Auditorium, yaitu
puisi yang cocok dibaca untuk orang banyak atau di auditorium. Jenis ke
(3) Puisi Fisikal (puisi yang menggambarkan kenyataan apa adanya), puisi
Platonik (puisi yang bersifat spiritual), puisi Metafisik (puisi yang
mengajak pembaca merenungkan kehidupan dan merenungkan Tuhan).
Jenis puisi ke (4) Subjektif (puisi yang mengungkapkan pikiran, gagasan,
parasaan penyair), puisi Objektif (berisi hal-hal di luar diri penyair). Jenis
ke (5) Puisi Konkret (berifat visual dan dapat dihayati keindahan bentuk
dari sudut penglihatan.
Sedangkan jenis puisi ke (6) puisi Diafan (puisi yang kurang
menggunakan pengimajinasian/puisi anak), puisi Prismatis (puisi yang
diciptakan dengan menyelaskan kemampuan menciptakan majas, diksi,
pengimajinasian sehingga sukar dipahami). Selanjutnya, jenis puisi ke (7)
puisi Inspiratif (berdasarkan mood atau passion). Jenis ke (8) puisi Stansa
sosial), dan yang ke (10) puisi Alegori (berisi ungkapan untuk memberi
nasihat budi pekerti dan agama).
Jadi, secara garis besar bisa dikatakan bahwa penggunaan bahasa
dalam puisi jelas berbeda dengan prosa. Hal ini karena bahasa sering
digunakan untuk menghidupkan suasana. Adapun gaya bahasa yang sering
digunakan dalam puisi adalah gaya bahasa perbandingan, metonimi,
sinekdoke, dan personifikasi. Pemakaian gaya bahasa tersebut yang sering
menyebabkan sebuah puisi mengalami penyimpangan.
Berdasarkan uraian tentang puisi di atas maka bisa disimpulkan
bahwa puisi berasal dari sebuah kata berbahasa Yunani yang berarti hasil
ciptaan manusia melalui imajinasi yang menggunakan bahasa yang indah
sebagai media penyampainya dan digubah dalam wujud yang paling
berkesan. Sebuah puisi dibentuk melalui unsur lahir yaitu tipografi, diksi,
bahasa figurative, kata konkret, imaji/citraan, dan unsur batin yaitu berupa
tema, nada, rasa/suasana, amanat. Adapun jenis puisi juga
bermacam-macam ada puisi naratif, puisi kamar, subjektif, puisi konkret, puisi diafan.
c. Perkembangan Puisi di Indonesia setelah tahun 1945-an
Pembagian periode sastra setelah tahun 1945-an menurut Sutedjo
(2008: 21) adalahsebagai berikut:
Angkatan 1950 1960-an
Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah