• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Work Family Conflict pada Karyawan yang Sudah Berkeluarga di PT.Sipatex Putri Lestari.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Work Family Conflict pada Karyawan yang Sudah Berkeluarga di PT.Sipatex Putri Lestari."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

i Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Penelitian ini dilaklanakan untuk mengetahui work family conflict pada

karyawati yang ludah berkeluarga di PT. Sipatex Putri Leltari. Penarikan lampel

menggunakan metode purpolive lampling, yang dilakukan lelama 14 hari di PT.

Sipatex Putri Leltari kepada 73 karyawati yang ludah berkeluarga.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode delkriptif. Alat

ukur yang digunakan adalah kuelioner, berupa data utama mengenai enam dimenli

work family conflict, yaitu time WIF, ltrain WIF, behavior WIF, time FIW, ltrain

FIW, behavior FIW lerta data penunjang mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi work family conflict, yaitu work domain dan family domain.

Berdalarkan halil pengolahan data, diperoleh bahwa lebanyak 74% karyawati

yang ludah berkeluarga di PT. Sipatex Putri Leltari mengalami work family conflict

yang ledang Sebanyak 68.5% karyawati yang ludah berkeluarga di PT PT. Sipatex

Putri Leltari mengalami work family conflict pada arah work interfering with family

(WIF). Sebanyak 50.7% karyawati yang ludah berkeluarga di PT PT. Sipatex Putri

Leltari mengalami work family conflict pada arah family interfering with work

(FIW). Sebanyak 76.7% karyawati yang ludah berkeluarga di PT. Sipatex Putri

Leltari mengalami work family conflict pada dimenli time FIW rendah dan lebanyak

54.8% karyawati yang ludah berkeluarga di PT. Sipatex Putri Leltari mengalami

work family conflict pada dimenli behavior WIF rendah.

Untuk penelitian lelanjutnya, peneliti mengajukan laran untuk dapat

melakukan penelitian mengenai perbandingan work family conflict pada karyawati

yang ludah berkeluarga di PT. Sipatex Putri Leltari pada jadwal kerja lhift dan non

lhift dan dapat dipertimbangkan juga untuk memilih relponden yang lebih homogen.

Kepada karyawati yang ludah berkeluarga di PT. Sipatex Putri Leltari dilarankan

untuk memilih alternatif penyelelaian pada dimenli time FIW, leperti lebih

mengefektifkan waktu kerja lehingga dapat mengurangi waktu lembur kerja yang

dapat membuat kelelahan di pekerjaan dan membuat mereka menghabilkan waktu

untuk menjalankan perannya lebagai karyawati PT. Pada dimeli behavior WIF,

leperti lebih membialakan diri untuk menerapkan perilaku yang lama ketika berada

di dalam pekerjaan maupun di dalam keluarga agar pola perilaku yang terbentuk

lama.

(2)

ii Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

The purpole of thil relearch il to know work family conflict on married women

employeel at PT. Sipatex Putri Leltari. Thil relearch il uling purpolive lampling

method, conducted over 14 dayl at PT. Sipatex Putri Leltari with 73 married women

employeel.

The method uled in thil relearch il delcriptive method. The mealuring

inltrument are queltionairel, the primary queltionaire il about the lix dimenlionl of

work family conflict, which il time WIF, ltrain WIF, behavior WIF, time FIW, ltrain

FIW, behavior FIW and lupporting data on the factorl that affect work family

conflict, luch al the work domain and the family domain.

Baled on the relultl of data procelling, it wal found that al many al 74% of an

employee who hal a family in PT. Sipatex Putri Leltari experiencing work family

conflict being employe A total of 68.5% who are married in PT PT. Sipatex Putri

Leltari experiencing work family conflict in the direction of work interfering with

family (WIF). A total of 50.7% employee, who wal married in PT PT. Sipatex Putri

Leltari experiencing work family conflict in the direction of family interfering with

work (FIW). A total of 76.7% of an employee who hal a family in PT. Sipatex Putri

Leltari experiencing work family conflict on a low-dimenlional FIW time and al

much al 54.8% employee, who wal married at PT. Sipatex Putri Leltari experiencing

work family conflict on WIF low-dimenlional behavior.

For future ltudiel, the relearcherl propole advice to be able to conduct

comparative relearch on work family conflict on employee, who wal married at PT.

Sipatex Putri Leltari on lhift work lchedulel and non-lhift and can be conlidered

allo for lelecting relpondentl were more homogeneoul. To the employee, who wal

married at PT. Sipatex Putri Leltari il advilable to choole an alternative lolution to

the dimenlion of time FIW, luch al more effective working time in order to reduce

overtime work which can create fatigue in the work and make them lpend time to

perform itl role al an employee of PT. At WIF behavior dimenlion, al are more

accultomed to apply the lame behavior when they are at work and in the family lo

that the lame pattern of behavior il formed.

(3)

iii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

Lembar Judul...i

Lembar Pengesahan...ii

Abstrak...iii

Abltract...iv

Kata Pengantar...v

Daftar Isi...viii

Daftar Tabel...xiii

Daftar Skema...xiv

Daftar Diagram...xv

Daftar Lampiran...xvi

Bab I : PENDAHULUAN

1.

1. Latar Belakang Masalah...1

1.

2. Identifikasi Masalah...9

1.

3. Maksud Dan Tujuan Penelitian

1.

3. 1. Maksud Penelitian...1k

(4)

iv Universitas Kristen Maranatha

1.

4. Kegunaan Penelitian

1.

4. 1. Kegunaan Teoritis…...1k

1.

4. 2. Kegunaan Praktis...11

1.

5. Kerangka Pikir...11

1.

6. Asumsi Penelitian...21

Bab II : TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Definisi Peran dan Konflik Peran...22

2.2. Definisi Work Family Conflict...24

2.2.1.Bentuk Work Family Conflict...25

2.2.2. Sumber atau Penyebab Work Family Conflict...28

2.2.3.

Dimensi Work Family Conflict...36

2.2.4.

Dampak-Dampak

Yang

Ditimbulkan

Work

Family

Conflict...37

2.3

Teori Perkembangan Dewasa Awal

2.3.1

Definisi Dewasa Awal...41

2.3.2

Perkembangan Fisik...41

2.3.3

Perkembangan Kognitif...42

2.3.4

Karier dan Kerja...43

2.4

Teori Perkembangan Dewasa Madya

2.4.1. Definisi Dewasa Madya...44

(5)

v Universitas Kristen Maranatha

2.4.3. Perkembangan Kognitif...45

2.4.4. Karier dan Kerja...46

Bab III : METODOLOGI PENELITIAN

3

1. RanSangan Penelitian...48

3.

2. Bagan Prosedur Penelitian...49

3.

3. Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional

3. 3. 1. Variabel Penelitian...49

3. 3. 2. Definisi Operasional...5k

3. 4. Alat Ukur

3.

4. 1. Alat UkurWork Family Conflict...51

3.

4. 2. Prosedur Pengisian Kuesioner...54

3.

4. 3. Sistem Penilaian...54

3.

4. 4. Data Pribadi dan Data Penunjang...55

3.

4. 5. Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur

3.

4. 5. 1. Validitas Alat Ukur...56

3.

4. 5. 2. Reliabilitas Alat Ukur...58

3.

5. Populasi Dan Sampel Penelitian

3. 5. 1. Populasi Sasaran...6k

3.

5. 2. Karakteristik Sampel...6k

(6)

vi Universitas Kristen Maranatha

3. 6. Teknik Analisis Data...61

Bab IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

4.

1. Gambaran Umum Responden

4.

1. 1. Gambaran Responden berdasarkan Level Posisi...62

4.

1. 2. Gambaran Responden berdasarkan Masa Kerja...63

4.

1. 3. Gambaran Responden berdasarkan Jam Kerja...64

4.

1. 4. Gambaran Responden berdasarkan Jumlah Anak...64

4.

1. 5. Gambaran Responden berdasarkan Usia Anak TerkeSil...65

4.

1.6. Gambaran Responden berdasarkan Kepemilikan Pembantu Rumah

Tangga...62

4.2. Gambaran Hasil Penelitian

4.

2. 1.Gambaran Mengenai Work Family Conflict...67

4.

2. 2. Gambaran Mengenai Arah Work Family Conflict...68

4.

2. 3. Gambaran Mengenai Dimensi Work Family Conflict...69

4.

3. Pembahasan...7k

Bab V : KESIMPULAN DAN SARAN

5.

1. Kesimpulan...8k

5.

2. Saran

5.

2. 1. Saran Teoretis...81

(7)

vii Universitas Kristen Maranatha

Daftar Pustaka...83

(8)

viii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Kisi – Kisi Alat Ukur...52

Tabel 3.2. Skor Jawaban...54

Tabel 3.3 Kriteria Validitas...57

Tabel 3.4 Hasil Validitas Alat Ukur...57

Tabel 3.5 Kriteria Reliabilitas...59

Tabel 3.6 Hasil Reliabilitas Alat Ukur...59

Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Level Posisi...62

Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Masa Kerja...63

Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Jam Kerja...64

Tabel 4.4 Gambaran Responden Berdasarkan Jumlah Anak...64

Tabel 4.5 Gambaran Responden Berdasarkan Usia Anak TerkeSil...65

(9)

ix Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR SKEMA

Skema 1.1 Skema Kerangka Pikir...2k

(10)

x Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1. Gambaran Mengenai Work Family Conflict...67

Diagram 4.2. Gambaran Mengenai Arah Work Family Conflict...68

(11)

xi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner Survey Awal

Lampiran 2 : Alat Ukur dan Data Penunjang

Lampiran 3 : Hasil Skor Work Family Conflict

Lampiran 4 : Data Jawaban Responden pada Data Penunjang

(12)
(13)

1

1

Universitas Kristen Maranatha

BABBIB

PENDAHULUANB

B

1.1 LatarBBelakangBMasalahB

Di era globalisasi ini wanita mulai menyadari pentingnya kesejahteraan

keluarga. Banyak wanita yang mulai bekerja karena dipengaruhi oleh beberapa

faktor, salah satu diantaranya adalah faktor ekonomi keluarga. Hal ini terlihat dari

meningkatnya jumlah tenaga kerja wanita dari tahun ke tahun. Berdasarkan data

yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah angkatan kerja

di Indonesia pada Agustus 2013 mencapai 139.991.800 orang. Karyawati yang

bekerja berjumlah 20.573.000 orang (Maryati, 2013).

Wanita yang bekerja di luar rumah pada zaman sekarang banyak dijumpai,

apalagi di kota-kota besar. Ada banyak alasan mengapa wanita bekerja seperti

untuk mencari nafkah, mengejar kesenangan, menjaga gengsi, mendapat status

sosial di masyarakat sampai alasan emansipasi. Bukan merupakan hal yang tabu

apabila wanita menginginkan atau terpaksa bekerja di luar rumah, tetapi anehnya

banyak pula para wanita yang mengeluh ketika harus menghadapi ketidaklayakan

perlakuan. Diantaranya cuti hamil yang terlalu singkat sampai shift lembur

siang-malam.

Wanita yang bekerja juga kerap kesulitan membagi waktu untuk

(14)

2

Universitas Kristen Maranatha anak sekolah dan membereskan urusan kantor. Apalagi di jaman sekarang dengan

semakin sulitnya pilihan lapangan pekerjaan menyebabkan banyak wanita

terpaksa bekerja jauh dari rumah bahkan ada yang harus melaksanakan shift kerja

malam di kantornya. Seorang wanita single bekerja mungkin tidak terlalu

menimbulkan problema keluarga dibanding seorang ibu yang bekerja,

dibandingkan yang sudah dikaruniai anak balita. Memang Tuhan telah

menciptakan pria dan wanita sama, ditinjau dari sisi kemanusiaannya, artinya pria

dan wanita diciptakan memiliki ciri khas kemanusiaan yang tidak berbeda jauh

antara satu dengan yang lain. Keduanya dikaruniai potensi hidup yang sama

berupa kebutuhan jasmani, naluri dan akal. Tuhan juga telah membebankan

hukum yang sama terhadap pria dan wanita apabila hukum itu ditujukan untuk

manusia secara umum.

Secara khusus pria sebagai seorang kepala rumah tangga berkewajiban

untuk memenuhi nafkah bagi keluarganya dengan bekerja, namun kita tidak dapat

menutup sebelah mata kenyataan di masyarakat kenapa wanita menginginkan

bekerja di luar rumah. Secara umum wanita mempunyai hak untuk bekerja di luar

rumah, namun dengan catatan tidak melupakan kewajiban sebagai seorang ibu

sekaligus istri di rumah walaupun secara hak dan kewajiban pria pun dituntut

untuk dapat membagi waktu antara kerja dan rumah tangga begitu pula masalah –

(15)

3

Universitas Kristen Maranatha Wanita bukan kepala rumah tangga yang berkewajiban untuk mencari

nafkah, sehingga menjadikan wanita harus lebih condong ke masalah keluarganya

dibanding pekerjaannya. Peran seorang ibu dan istri sangatlah besar dalam sebuah

keluarga. Seorang Ibu yang tahu betul tanggung jawabnya, akan rela waktunya

dihabiskan untuk mencurahkan segenap tenaga, perhatian dan kewaspadaan

terhadap keluarganya. Seorang abdi yang bekerja lebih berat dari kuli manapun

karena dari ketika pagi buta membuka matanya, hingga anak dan suami pulas

malam harinya, barulah dia bisa beristirahat. Itupun bahkan kadang harus terjaga

pula ditengah malamnya. Persoalan penyeimbangan perhatian dan tanggung

jawab antara sebagai seorang ibu dengan sebagai seorang karyawati inilah yang

sering menjadikan permasalahan baik di dalam rumah tangganya maupun di

kantornya. Ditambah lagi kadang istri juga tidak dapat melakukan kompromi atau

kesepakatan untuk mencari solusinya bersama suami (Nur Hudda Elhasani, 2013).

Konflik yang seringkali muncul dalam rumah tangga ketika suami dan istri

sama – sama bekerja di luar rumah adalah ketika salah satu dari mereka tidak

memiliki waktu yang cukup untuk dihabiskan bersama dengan keluarga. Dengan

kata lain, mereka terlalu sibuk untuk menghabiskan waktu mereka di kantor

sehingga akhirnya tugas dan tanggung jawab yang harus mereka lakukan di dalam

keluarga mereka di rumah sedikit terabaikan. Salah satu faktor yang menyebabkan

hal itu adalah jadwal shift kerja mereka di kantor. Ketika seorang wanita

memutuskan untuk bekerja pada sebuah perusahaan, mereka akan otomatis terikat

(16)

4

Universitas Kristen Maranatha menentukan jadwal kerja mereka pun, mereka berkewajiban untuk mengikutinya.

Contohnya apabila seorang wanita bekerja pada sebuah pabrik yang

mengharuskan mereka bekerja berdasarkan shift. Mereka tidak bisa semaunya

mengatur shift mereka karena hal tersebut telah ditentukan oleh pabrik tempat

mereka bekerja. Salah satu contohnya adalah pabrik tekstil. Pabrik tekstil

membutuhkan tenaga kerja 24 jam.

Industri tekstil di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat

sehingga pada tahun 1992 menjadi penghasil devisa tertinggi di antara komoditas

nonminyak dan non-gas dengan nilai ekspor sebesar US $ 3.5 milyar. Industri

tekstil mempunyai peran penting di dalam perekonomian Indonesia. Namun

dalam lima tahun terakhir, secara nasional pangsa industri ini mengalami

penurunan, sementara persaingan industri tekstil di pasar dunia cenderung

semakin ketat. Industri tekstil tersebut tidak berbasis pada produksi bahan baku

domestik yang kuat. Bahan baku tekstil yang berupa serat kapas harus diimpor.

Dalam kondisi keuangan negara mengalami krisis sejak pertengahan tahun 1997,

banyak pabrik tekstil berhenti berproduksi sebagaimana dinyatakan Menteri

Perdagangan dan Perindustrian RI. Tetapi penurunan produksi yang terjadi

berbanding terbalik dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan (Iwan, 2008).

Maraknya perusahaan tekstil di kota Bandung menjadi salah satu lapangan

pekerjaan bagi masyarakat Bandung dan sekitarnya. Salah satunya adalah

(17)

5

Universitas Kristen Maranatha terkemuka di Kota Bandung. Berdiri pada tahun 1976 dan didirikan oleh Bapak

Frans Leonardi sebagai Direktur Utama. Perusahaan ini telah berkembang dari

hanya produsen kain greige polos menjadi salah satu perusahaan manufaktur

tekstil terpadu, menjadi salah satu produsen utama kain kualitas baik,

menawarkan layanan manufaktur mulai dari Texturizing, Sizing, Tenun, Jacquard,

Mewarnai, Percetakan, dan Benang.

Adapun visi dari PT.Sipatex Putri Lestari adalah pola pemikiran yang

dimiliki oleh perusahaan yang menjadi patokan dalam pengembangan usaha dan

pelaksanaan tugas operasional sehari-hari. Pada perusahaan ini visi merupakan

kesatuan dari tiga unsur yaitu misi, strategi, dan nilai-nilai kebersamaan. Misi dari

PT.Sipatex Putri Lestari adalah menjadi perusahaan tekstil terkemuka dengan

motto Quality, Delivery, and Creativity (QDSC), meningkatkan posisi dalam

pasar internasional, mengelola modal pemegang saham seefektif dan se-efisien

mungkin, dan mempertahankan budaya perusahaan (corporate culture) secara

sehat. Setiap karyawan dari PT.Sipatex Putri Lestari harus dapat bekerja dengan

baik agar visi dan misi dari perusahaan dapat terwujud dengan baik.

Berdasarkan wawancara terhadap manager HRD dari PT.Sipatex Putri

Lestari diperoleh data bahwa tenaga kerja PT. Sipatex Putri Lestari kebanyakan

didapatkan dari penduduk daerah sekitar dan ditambah oleh tenaga kerja yang

datang dari luar daerah lain. Perusahaan mempekerjakan karyawan dengan latar

(18)

6

Universitas Kristen Maranatha sampai dengan perguruan tinggi. Berdasarkan data pada tahun 2013, PT.Sipatex

Putri Lestari memiliki karyawan sebanyak 2.100 orang. Dengan karyawan pria

sebanyak 1.500 orang, karyawan wanita sebanyak 600 orang, dan karyawati yang

sudah berkeluarga sebanyak 100 orang.BKaryawati yang sudah berkeluarga yaitu

karyawati yang sudah menikah dan memiliki anak.

Tenaga kerja di PT.Sipatex Putri Lestari dibagi menjadi dua yaitu tenaga

kerja non-shift dan tenaga kerja shift. Tenaga kerja non-shift biasanya

dikhususkan untuk karyawan yang tidak terlibat dalam proses produksi, misalnya

untuk karyawan yang bersifat administratif. Seluruh karyawan pria dan wanita

diharapkan untuk dapat memenuhi tuntutan kerja dari perusahaan. Karyawati pun

diharapkan dapat bekerja sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan oleh

perusahaan. PT. Sipatex Putri Lestari memiliki 11 divisi, yaitu Central

Maintanence, Finance & ACC, Human Resource & Development, Stirring

Comite, Material Control, VVIC, PC, R & D, Texture Rising, Weaving dan Dying

Finishing.

Pembagian kerja untuk karyawati dibagi dalam dua bagian, untuk bagian

produksi, karyawati banyak dipekerjakan di divisi texturizing, rising and weaving.

Alasannya karena dalam divisi texturizing, rising and weaving memerlukan

ketelitian dan kesabaran yang sangat tinggi untuk mengecek kualitas yang keluar

dari mesin produksi. Menurut manager HRD, pekerjaan ini lebih baik dikerjakan

(19)

7

Universitas Kristen Maranatha

HRD karena divisi ini membutuhkan ketelitian yang tinggi dan keluwesan dalam

berinteraksi dengan karyawan lainnya.

Semua pekerja bekerja dari hari senin sampai hari sabtu dan bekerja sesuai

dengan shift. Untuk karyawati yang bekerja non-shift hari senin sampai hari sabtu

dimulai pukul 08.00 sampai pukul 16.15 sedangkan hari sabtu dimulai pukul

08.00 sampai pukul 11.45. Untuk jadwal kerja shift,shift pagi dimulai pukul 06.00

sampai pukul 14.00, shift siang dimulai pukul 14.00 sampai pukul 22.00, dan shift

malam pukul 22.00 sampai pukul 06.00. Jadwal kerja shift diperuntukkan untuk

karyawan yang bekerja pada bagian operasional mesin. Peran pria dan wanita di

PT.Sipatex Putri Lestari memiliki tuntutan kerja yang sama, yaitu dapat bekerja

sesuai dengan job description masing-masing dan menyelesaikan setiap pekerjaan

yang dibebankan dengan penuh tanggungjawab.

Karyawati yang sudah berkeluarga memiliki dua peran, yaitu di pekerjaan

dan di keluarga. Mereka dituntut harus dapat menunjukkan performance kerja

yang baik. Walaupun mereka memiliki dua peran dalam hidupnya, mereka harus

dapat profesional dalam menjalankan kedua peran tersebut. Jika mereka tidak

dapat menyeimbangkan antara tuntutan peran di pekerjaan dan keluarga, mereka

pun mengalami konflik antar peran (interrole conflict) yaitu seseorang yang

menjalani dua peran atau lebih secara bersamaan saat pemenuhan tuntutan dari

suatu peran bertentangan dengan pemenuhan tuntutan dari peran yang lain. (Khan

(20)

8

Universitas Kristen Maranatha Konflik antar peran tersebut dapat mengakibatkan suatu konflik antara

pekerjaan dan keluarga atau disebut dengan work family conflict. Work family

conflict adalah sebuah bentuk interrole conflict dimana tekanan peran yang

berasal dari pekerjaan dan keluarga saling mengalami ketidakcocokan dalam

beberapa karakter. Dengan demikian, partisipasi untuk berperan dalam pekerjaan

menjadi lebih sulit dengan adanya partisipasi untuk berperan di dalam keluarga,

begitu juga sebaliknya (Khan et al. dalam Greenhaus dan Beutell, 1985).

Work family conflict dapat terjadi karena tuntutan peran di pekerjaan

mempengaruhi pemenuhan tuntutan peran di keluarga atau tuntutan peran di

keluarga mempengaruhi pemenuhan tuntutan peran di pekerjaan. Tuntutan peran

di pekerjaan seperti waktu kerja yang padat dan tidak teratur, perjalanan kerja

yang padat, pekerjaan yang berlebihan dan bentuk-bentuk lain dari stress kerja,

adanya konflik interpersonal di tempat kerja, career transition, serta supervisor

atau organisasi yang tidak mendukung. Tuntutan peran di pekerjaan dapat

mempengaruhi pemenuhan tuntutan peran di keluarga, yaitu individu tidak dapat

memenuhi tuntutan perannya di keluarga karena tuntutan pekerjaan, misalnya istri

yang bekerja dengan waktu yang relatif panjang dan ditambah waktu lembur yang

mengakibatkan ia pulang malam dan tidak dapat mendampingi anak untuk belajar

dan menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga (Greenhaus, 1985).

Sedangkan tuntutan peran di keluarga seperti kehadiran anak, masih

(21)

9

Universitas Kristen Maranatha konflik dengan anggota keluarga dan keberadaan anggota keluarga yang tidak

mendukung. Tuntutan peran di keluarga mempengaruhi pemenuhan tuntuan peran

di pekerjaan memiliki dampak yaitu individu tidak dapat memenuhi tuntutan

peran di pekerjaan karena tuntutan keluarga, misalnya istri yang harus menjaga

anak yang sedang sakit mengakibatkan istri tidak masuk kerja dan pekerjaan

tudak dapat diselesaikan (Greenhaus, 1985). Istri yang bekerja akan mengalami

work family conflict, karena mereka harus menjalankan dua peran bersamaan.

Work family conflict pun dapat terjadi pada karyawati yang sudah berkeluarga di

PT.Sipatex Putri Lestari.

Menurut manager HRD, selama ini permasalahan kerja lebih banyak

dialami oleh karyawati khususnya karyawati yang sudah menikah. Terkadang

banyak karyawati yang performance kerjanya kurang maksimal karena sedang ada

masalah di dalam keluarganya yang terbawa-bawa sampai di kantor. Karyawati

tersebut tidak dapat bekerja dengan baik dan pekerjaan yang biasanya dapat

diselesaikan menjadi tidak dapat diselesaikan dengan baik. Akhirnya karyawati

tersebut dituntut harus dapat menyelesaikan pekerjaannya dan pulang terlambat

yang mengakibatkan aktivitas dengan keluarga menjadi berkurang.

Karyawati yang tidak dapat memenuhi tuntutan perusahaan, biasanya

terjadi karena masalah keteledoran dari karyawati yang bersangkutan, kondisi dari

karyawati yang kurang sehat, kondisi karyawati yang merasa jenuh dengan

(22)

10

Universitas Kristen Maranatha penurunan performance kerja. Adapun masalah lain yaitu adanya masalah pribadi

misalnya masalah dengan anggota keluarga. Masalah keluarga dapat memberikan

dampak bagi pekerjaan misalnya tidak dapat berkonsentrasi dalam melakukan

pekerjaan sehingga performance kerja menjadi tidak maksimal, mempengaruhi

atau menghambat proses-proses yang akan dilakukan oleh divisi lain yang

berhubungan dengan pekerjaan karyawati tersebut dan ia dapat sampai tidak

masuk kerja atau absen kerja karena adanya masalah dalam keluarga.

Manager HRD pun menjelaskan bahwa tingkat absent kerja pada PT.

Sipatex Putri Lestari lebih banyak dilakukan oleh karyawati yang sudah

berkeluarga, alasan yang sering terjadi yaitu karena anak atau suami dari mereka

sakit sehingga membuat karyawati tersebut tidak masuk kerja ataupun datang

terlambat ke kantor karena mereka harus intensif menjaga dan memperhatikan

anak atau suami mereka yang sedang sakit tersebut. Jika terjadi masalah keluarga

pada karyawati sangat mempengaruhi kinerja karyawan tersebut. Hal ini lebih

terlihat pada hasil kinerja dari karyawati yang sudah berkeluarga. Dengan adanya

masalah tersebut dapat mengakibatkan karyawati yang sudah berkeluarga tidak

masuk kerja atau absen yang tinggi. Ketidakhadiran karyawati yang sudah

berkeluarga dapat mempengaruhi dan menghambat proses produksi serta

proses-proses lain yang terkait dengan pekerjaan.

Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan pada 5 orang karyawati

(23)

11

Universitas Kristen Maranatha bahwa mereka mengalami konflik pada area waktu pada perannya di pekerjaan

yang mempengaruhi perannya di keluarga. Waktu mereka banyak dihabiskan di

perusahaan sehingga seringkali keluarga mereka terbengkalai. Karyawati yang

mengalami konflik ini, memiliki waktu tempuh yang cukup lama dari rumah ke

kantor begitu juga sebaliknya. Jam kerja yang mengharuskan masuk pukul 08.00

sampai pukul 16.15 mengharuskan mereka yang memiliki rumah yang cukup jauh

dari perusahaan untuk berangkat dari rumah lebih pagi. Mereka tidak memiliki

waktu banyak untuk sarapan bersama atau sekedar mengantar anak ke sekolah

sehingga komunikasi mereka pun terbatas. Untuk kembali ke keluarga, mereka

pun membutuhkan waktu tempuh yang lebih lama karena harus menghadapi

kemacetan jalanan kota Bandung. Sesampainya di rumah terkadang anak sudah

tidur sehingga menyebabkan mereka tidak memiliki kesempatan untuk

menjalankan perannya sebagai ibu dan terkadang suami mereka pun sudah terlihat

lelah sehingga komunikasi di antara mereka hanya seadanya saja.

Sebanyak 40% atau 2 orang menyatakan bahwa mereka mengalami

konflik pada area waktu pada perannya di keluarga mempengaruhi perannya di

pekerjaan. Mereka sering terlambat untuk datang ke kantor karena pagi-pagi

mereka harus menyiapkan sarapan untuk anak dan suami juga harus menyiapkan

bekal untuk dibawa oleh anak dan suaminya. Hal tersebut memberikan dampak

(24)

12

Universitas Kristen Maranatha Sebanyak 20% atau 1 orang menyatakan bahwa mereka mengalami

konflik karena kelelahan pada perannya di keluarga mempengaruhi perannya di

pekerjaan. Jika terdapat masalah di keluarga, biasanya hal tersebut terbawa-bawa

sampai di pekerjaan sehingga dapat mempengaruhi produktivitas kerja mereka di

perusahaan. Ketika suami atau anak di rumah sedang sakit dan mereka terpaksa

harus datang ke kantor, hal tersebut akan sangat menggangu konsentrasi mereka

di kantor. Apalagi kalau di rumah tidak ada yang membantu mengurus suami atau

anak yang sedang sakit.

Berdasarkan fenomena inilah maka penulis tertarik untuk melakukan suatu

penelitian ilmiah yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul Studi

deskriptif mengenai work family conflict pada karyawati yang sudah berkeluarga

di PT. Sipatex Putri Lestari.

1.2 IdentifikasiBMasalahB

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti

ingin mengetahui bagaimana gambaran work family conflict yang dilihat dari

dimensi-dimensi pada karyawati yang sudah berkeluarga di PT. Sipatex Putri

(25)

13

Universitas Kristen Maranatha

1.3 MaksudBdanBTujuanBPenelitianB

1.3.1 Maksud penelitian :

Penelitian ini memiliki maksud untuk memperoleh gambaran mengenai

dimensi work family conflict pada karyawati yang sudah berkeluarga di PT.

Sipatex Putri Lestari.

1.3.2 Tujuan Penelitian :

Penelitian ini memiliki tujuan memperoleh gambaran yang dominan

mengenai derajat work family conflict pada karyawati yang sudah berkeluarga

di PT. Sipatex Putri Lestari melalui dimensi-dimensi dari work family conflict.

Dimensi work family conflict yaitu Time based WIF, Time based FIW, Strain

based WIF, Strain based FIW, Behavior based WIF dan Behavior based FIW.

1.4 KegunaanBPenelitianB

1.4.1 Kegunaan Teoritis :

1. Menjadi bahan masukan bagi ilmu Psikologi khususnya dalam bidang

Psikologi Industri dan Organisasi dan Psikologi Keluarga mengenai work

family conflict pada karyawati yang sudah berkeluarga di PT. Sipatex

(26)

14

Universitas Kristen Maranatha 2. Memberikan sumbangan informasi kepada peneliti lain yang tertarik untuk

meneliti mengenai work family conflict dan mendorong dikembangkannya

penelitian-penelitian lain yang berhubungan dengan topik tersebut.

1.4.2 Kegunaan Praktis :

1. Memberikan informasi kepada karyawati yang sudah berkeluarga di PT.

Sipatex Putri Lestari mengenai konflik yang dialami pada perannya

sebagai pekerja dan sebagai istri maupun seorang ibu, sehingga senantiasa

dapat mengantisipasi masalah-masalah yang akan timbul yang diakibatkan

karena work family conflict.

2. Memberikan informasi kepada PT. Sipatex Putri Lestari mengenai work

family conflict agar dapat menjadi salah satu faktor untuk diadakannya

pengembangan bagi karyawati dan mengadakan pelatihan untuk

meningkatkan kinerja karyawati.

1.5 KerangkaBPikirB

Pada dewasa ini, semakin banyaknya wanita yang membantu suami

mencari tambahan penghasilan, selain karena didorong oleh kebutuhan ekonomi

keluarga, juga wanita semakin dapat mengekspresikan dirinya di tengah-tengah

keluarga dan masyarakat. Wanita sebagai salah satu anggota keluarga seperti juga

(27)

15

Universitas Kristen Maranatha mendukung keluarga. Dahulu dan juga sampai sekarang masih ada anggota

masyarakat yang menganggap wanita dalam keluarga adalah hanya melahirkan

keturunan, mengasuh anak, melayani suami, dan mengurus rumah tangga (Fahru

Alaina, 2013).

Menurut Santrock (2002) masa dewasa awal (20 – 40 tahun) merupakan

masa peralihan dari masa remaja untuk memasuki masa tua. Pada masa ini,

seorang individu tidak lagi disebut sebagai masa “tanggung” (akil balik), tetapi

sudah tergolong sebagai seorang pribadi yang benar – benar dewasa (maturity). la

tidak lagi diperlakukan sebagai seorang anak atau remaja, tetapi sebagaimana

layaknya seperti orang dewasa lainnya. Penampilan fisiknya benar-benar matang

sehingga siap melakukan tugas – tugas seperti orang dewasa lainnya, misalnya

bekerja, menikah, dan mempunyai anak. la dapat bertindak secara bertanggung

jawab untuk dirinya ataupun orang lain (termasuk keluarganya). Segala

tindakannya sudah dapat dikenakan aturan – aturan hukum yang berlaku, artinya

bila terjadi pelanggaran, akibat dari tindakannya akan memperoleh sanksi hukum

(misalnya denda, dikenakan hukum pidana atau perdata).

Sedangkan batasan usia masa dewasa madya tidak ditentukan secara tegas.

Dengan banyaknya individu yang hidup hingga usia lanjut kisaran usia dewasa

madya mengalami kemunduraan. Masa ini berkisar antara usia 35–45 tahun

hingga memasuki usia 60 tahun. Bagi banyak individu menganggap dewasa

madya adalah suatu masa menurunnya keterampilan fisik dan semakin besarnya

(28)

16

Universitas Kristen Maranatha muda dan semakin berkurangnya jumlah waktu yang tersisa dalam kehidupan;

suatu titik ketika individu berusaha meneruskan sesuatu yang berarti pada

generasi yang berikutnya; dan suatu masa ketika individu mencapai dan

mempertahankan kepuasan dalam karirnya.

Dalam perkembangannya sekarang ternyata tugas atau peranan wanita

dalam kehidupan keluarga semakin berkembang lebih luas lagi. Wanita saat ini

tidak hanya berkegiatan di dalam lingkup keluarga tapi banyak diantara

bidang-bidang kehidupan di masyarakat membutuhkan sentuhan kehadiran wanita dalam

penanganannya. Peran wanita dalam menopang kehidupan dan penghidupan

keluarga semakin nyata. Keadaan ekonomi keluarga mempengaruhi

kecenderungan wanita untuk berpartisipasi di luar rumah agar dapat membantu

meningkatkan perekonomian keluarga. Tugas untuk memperoleh penghasilan

keluarga dibebankan kepada suami sebagai kepala keluarga, sedangkan peran istri

dalam hal ini dianggap sebagai penambah penghasilan keluarga. Dalam golongan

berpenghasilan rendah, istri lebih berperan serta dalam memperoleh penghasilan

untuk keluarga. Seringkali kebutuhan rumah tangga yang begitu besar dan

mendesak, membuat suami dan istri harus bekerja untuk bisa mencukupi

kebutuhan sehari-hari (Rahmawati, 2010).B

Kondisi tersebut membuat istri tidak punya pilihan lain kecuali ikut

mencari pekerjaan di luar rumah. Ada pula ibu-ibu yang tetap memilih untuk

bekerja, karena mempunyai kebutuhan sosial yang tinggi dan tempat kerja mereka

(29)

17

Universitas Kristen Maranatha kebutuhan akan penerimaan sosial, akan adanya identitas sosial yang diperoleh

melalui komunitas kerja. Bergaul dengan rekan-rekan di kantor, menjadi agenda

yang lebih menyenangkan dari pada tinggal di rumah. Faktor psikologis seseorang

serta keadaan internal keluarga, turut mempengaruhi seorang ibu untuk tetap

mempertahankan pekerjaannya.

Pada umumnya, wanita banyak menghadapi masalah psikologis karena

adanya berbagai perubahan yang dialami saat menikah, antara lain perubahan

peran sebagai istri dan ibu rumah tangga, bahkan juga sebagai ibu bekerja. Wanita

yang menjadi istri dan yang bekerja sering hidup dalam pertentangan yang tajam

antara perannya di dalam dan di luar rumah. Banyak wanita yang bekerja full-time

menjelaskan bahwa mereka merasa bersalah karena sepanjang hari meninggalkan

rumah. Namun, setibanya di rumah mereka merasa tertekan karena tuntutan

anak-anak dan suami. Sering sekali timbul perselisihan antara suami-istri yang

terus-menerus tentang pekerjaan atau gaji siapa yang lebih penting bagi kelangsungan

hidup maupun hal lainnya misalnya masalah tanggung jawab dalam mendidik dan

merawat anak-anak (Pujiastuti dan Retnowati, 2000).

Keputusan untuk mengambil dua peran berbeda yaitu di rumah tangga dan

di tempat kerja tentu diikuti dengan tuntutan dari dalam diri sendiri dan

masyarakat. Tuntutan dari diri sendiri dan sosial ini menyerukan hal yang sama

yaitu keberhasilan dalam dua peranan tersebut. Idealnya memang setiap wanita

bisa menjalani semua peran dengan baik dan sempurna, namun ini bukanlah hal

(30)

18

Universitas Kristen Maranatha untuk membagi waktu bagi urusan rumah tangga dan urusan kantor (Danar,

2012).

Pekerjaan dan keluarga dapat menimbulkan konflik dalam menghadapi

peran gandanya tersebut. Apalagi jika pekerjaan dan keluarganya memberi

tekanan dalam waktu yang bersamaan. Sebagai ibu yang memiliki anak, maka

kewajibanya untuk mengawasi tumbuh kembang si anak tersebut. Pada sisi lain

dia juga harus memikirkan tanggung jawab yang lain, yaitu tanggung jawab

sebagai seorang pemimpin pada suatu perusahaan yang juga memerlukan

perhatian lebih agar perusahaan yang dipimpin tetap berada pada jalurnya.

Konflik seringkali terjadi karena tugas rumah tangga sering datang seiring dengan

tugasnya sebagai karyawan dan keduanya memerlukan perhatian yang sama besar,

waktu dan energi dibutuhkan untuk mencapai pemenuhan peran yang optimal.

Konflik antara ranah pekerjaan dan keluarga hadir pada saat individu harus

menampilkan multi peran sebagai pekerja, pasangan, dan orang tua.

Khan et al dalam Greenhause & Beutell, (1985) mendefinisikan interrole

conflict sebagai munculnya dua atau lebih tekanan dari peran berbeda secara

bersamaan, yang mengakibatkan pemenuhan tuntutan dari peran yang satu

menjadi lebih sulit karena juga memenuhi tuntutan peran yang lain. Pada

karyawati yang sudah berkeluarga di PT. Sipatex Putri Lestari memiliki dua

peran, yaitu sebagau karyawati dan peran sebagai istri juga ibu. Pada peran

(31)

19

Universitas Kristen Maranatha hingga sore hari, namun perannya sebagai istri juga ibu menuntut ia untuk berada

di rumah.

Interrole conflict yang dialami oleh karyawati yang sudah berkeluarga di

PT. Sipatex Putri Lestari yaitu dalam pemenuhan tuntutan dari perannya sebagai

pekerja menghambat pemenuhan tuntutan dari perannya sebagai istri atau

pemenuhan tuntutan dari perannya sebagai istri menghambat pemenuhan tuntutan

dari perannya sebagai pekerja. Hal ini dapat menyebabkan work family conflict.

Menurut Khan er al. Dalam Greenhause dan Beutell (1985), work family conflict

adalah sebuah bentuk interrole conflict dimana tekanan peran berasal dari

pekerjaan dan keluarga saling mengalami keidakcocokan dalam beberapa

karakter. Dengan demikian, partisipasi untuk berperan dalam pekerjaan (keluarga)

menjadi lebih sulit dengan adalanya partisipasi untuk berperan di dalam keluarga

(pekerjaan).

Work family conflict dapat terjadi karena tuntutan peran di pekerjaan

mempengaruhi pemenuhan tuntutan peran di keluarga atau tuntutan peran di

keluarga mempengaruhi pemenuhan tuntutan peran di pekerjaan. Tuntutan peran

di pekerjaan seperti waktu kerja yang padat, tidak teratur, perjalanan kerja yang

padat, pekerjaan yang berlebihan dan bentuk-bentuk lain dari stress kerja, adanya

konflik interpersonal di tempat kerja, career transition, serta supervisor atau

organisasi yang tidak mendukung. Tuntutan peran di pekerjaan mempengaruhi

pemenuhan tuntutan peran di keluarga memiliki dampak yaitu individu tidak

(32)

20

Universitas Kristen Maranatha misalnya istri yang bekerja dengan waktu yang relatif panjang dan ditambah

waktu lembur yang mengakibatkan ia pulang malam tidak dapat mendampingi

anak untuk belajar dan menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga

(Greenhaus, 1985).

Menurut Gutek et al (dalam Carlson 2000) work family conflict dapat

muncul dalam dua arah yaitu dari pekerjaan yang mempengaruhi kehidupan

keluarga (WIF : Work Interfening with Famiy) dan konflik dari keluarga yang

mempengaruhi pekerjaan (FIW : Family Interfening with Work). Work damily

conflict memiliki tiga bentuk, yaitu time based conflict, strain based conflict, dan

behavior based conflict.

Time based conflict berkaitan dengan tuntutan waktu pada satu peran

menghambat pemenuhan waktu pada peran yang lain. Strain based conflict

berkaitan dengan kelelahan dalam satu peran menghambat pemenuhan tuntutan

peran yang lain. Behavior based conflict berkaitan dengan tuntutan pola perilaku

pada satu peran tidak sesuai dengan tuntutan pola perilaku pada peran yang lain.

Jika dikombinasikan antara tiga bentuk work family conflict, yaitu time,

strain, dan behavior dengan dua arah work family conflict, yaitu work interfening

with family (WIF) dan family interfening with work (FIW) akan menghasilkan

enam kombinasi work family conflict yaitu, time based WIF, time based FIW,

strain based WIF, strain based FIW, behavior based WIF, dan behavior based

(33)

21

Universitas Kristen Maranatha begitu pula dengan karyawati yang sudah berkeluarga di PT. Sipatex Putri Lestari

Majalaya memiliki konflik yang berbeda-beda.

Timebased WIF berkaitan dengan tuntutan waktu pada peran sebagai

pekerja menghambat pemenuhan waktu pada peran dalam keluarga. Pada

karyawati yang sudah berkeluarga di PT. Sipatex Putri Lestari yang mengalami

timebased WIF tidak dapat memenuhi tuntutan waktu pada perannya sebagai istri

juga ibu karena tidak dapat memenuhi tuntutan waktu pada perannya sebagai istri

juga sebagai ibu karena waktu yang ia miliki ia habiskan untuk pemenuhan

tuntutan perannya sebagai karyawati. Tuntutan perannya sebagai karyawati PT.

Sipatex Putri Lestari yang menuntut karyawannya untuk bekerja selama 8 jam,

membuat waktu untuk mengurus anak dan rumah tangga menjadi berkurang atau

mungkin tidak dapat memenuhi tuntutan perannya sebagai istri dan juga ibu.

Strain based WIF berkaitan dengan kelelahan dalam peran sebagai

pekerja yang menghambat pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga. Pada

karyawati yang sudah berkeluarga di PT. Sipatex Putri Lestari yang mengalami

strain based WIF tidak dapat memenuhi tuntutan peran sebagai istri juga ibu

karena ia telah kelelahan dalam memenuhi peran sebagai karyawati. Karyawati

yang bersangkutan pulang ke rumah dengan keadaan yang sudah lelah dan

membutuhkan waktu untuk beristirahat sehingga tuntutannya sebagai istri juga ibu

tidak dapat terpenuhi, seperti membimbing anak belajar dan mangasuh anak.

Behavior based WIF berkaitan dengan tuntuan pola perilaku pada peran

(34)

22

Universitas Kristen Maranatha keluarga. Pada karyawati yang sudah berkeluarga di PT. Sipatex Putri Lestari

yang mengalami behavior based WIF tidak dapat memenuhi tuntutan pola

perilaku pada peran sebagai istri juga ibu karena terdapatnya ketidaksesuai

tuntutan pola perilaku pada perannya sebagai karyawati. Karyawati yang memiliki

jabatan tertentu, misalnya seorang supervisor umum yang dituntut untuk memiliki

sikap senagai seorang leader. Karyawati tersebut menerapkan sikap seorang

leader tersebut di rumah, sedangkan suami dan anak menuntutnya untuk dapat

menjadi seorang istri dan ibu yang lemah lembut. Sehingga terdapat

ketidaksesuaian antara pola perilaku di pekerjaan dan di keluarga.

Timebased FIW berkaitan dengan tuntutan waktu pada peran dalam

keluarga menghambat pemenuhan waktu pada peran sebagai pekerja. Pada

karyawati yang sudah berkeluarga di PT. Sipatex Putri Lestari yang mengalami

timebased FIW tidak dapat memenuhi tuntutan waktu pada perannya sebagai

karyawati karena waktu yang ia miliki ia habiskan untuk pemenuhan tuntutan

perannya sebagai istri juga ibu. Jika anak dari karyawati sedang sakit, hal ini

dapat membuat karyawati tersebut tidak masuk kerja, absent, atau datang

terlambat ke perusahaan. Hal ini dapat membuat tuntutan waktu yang harus

dipenuhi pada perannya sebagai seorang pekerja tidak dapat terpenuhi karena

karyawati tersebut harus menemani anaknya yang sedang sakit.

Strain based FIW berkaitan dengan kelelahan dalam peran di keluarga

yang menghambat pemenuhan tuntutan peran sebagai pekerja. Pada karyawati

(35)

23

Universitas Kristen Maranatha FIW tidak dapat memenuhi tuntutan peran sebagai sebagai karyawati karena ia

telah kelelahan dalam memenuhi peran sebagai istri juga ibu. Ketika anak dari

karyawati sakit dan karyawati harus menjaga anaknya, karyawan tersebut tidak

dapat berkonsentrasi bekerja dikarenakan karyawati tersebut sudah merasa

kelelahan karena ia telah menjalankan perannya sebagai ibu.

Behavior based FIW berkaitan dengan tuntuan pola perilaku pada peran

dalam keluarga tidak sesuai dengan tuntutan pola perilaku pada peran sebagai

pekerja. Pada karyawati yang sudah berkeluarga di PT. Sipatex Putri Lestari yang

mengalami behavior based FIW tidak dapat memenuhi tuntutan pola perilaku

pada peran sebagai sebagai karyawati karena terdapatnya ketidaksesuaian pola

perilaku pada perannya sebagai istri juga ibu. Karyawati PT. Sipatex Putri Lestari

pada perannya sebagai seorang istri dan juga seorang ibu, karyawati tersebut

memiliki sikap yang lemah lembut, sedangkan pada perannya di pekerjaan

sebagai seorang pekerja yang diharuskan memiliki sikap yang tegas kepada

bawahan. Ia tidak dapat memenuhi tuntutan pola perilaku pada perannya sebagai

pekerja karena kebiasaan pola perilaku di keluarganya yang lemah lembut.

Work family conflict dapat memberikan dampak baik pada lingkup atau

kerja maupun lingkup atau area keluarga. Dampak pada lingkup atau area kerja

dapat berkaitan dengan kepuasan kerja, komitmen organisasi, ketidakhadiran,

performance kerja, dan kesuksesan karir. Sedangkan dampak pada lingkup atau

area keluarga dapat berkaitan dengan kepuasan hidup dan kepuasan pernikahan

(36)

24

(37)

25

Universitas Kristen Maranatha

1.6 AsumsiBPenelitianB

1. Setiap karyawati yang sudah berkeluarga di PT. Sipatex Putri Lestari

memiliki arah dan dimensi work family conflict yang berbeda-beda yang

dialaminya.

2. Family Interfering with Work (FIW) dapat terjadi karena kehadiran anak,

memiliki tanggungjawab pada anak usia balita, mempunyai konflik

dengan anggota keluarga, dan waktu mengerjakan pekerjaan tumah yang

padat.

3. Work Interfering with Family (WIF) dapat terjadi karena waktu kerja yang

padat, waktu kerja yang tidak teratur, target kerja yang tinggi, dan

pekerjaan yang berlebihan.

4. Work family conflict dapat terjadi pada arah Work Interfering with Family

(WIF) yaitu konflik dari pekerjaan yang mempengaruhi kehidupan

keluarga atau Family Interfering with Work (FIW) yaitu konflik dari

keluarga yang mempengaruhi pekerjaan.

5. Work family conflict pada karyawati yang sudah berkeluarga di PT.

Sipatex Putri Lestari dilihat dari kombinasi antara arah work family

conflict dengan bentuk work family conflict yang akan menghasilkan

enam dimensi work family conflict, yaitu time based WIF, time based

FIW, strain based WIF, strain based FIW, behavior based WIF, dan

(38)

Universitas Kristen Maranatha BABBVB

KESIMPULANBDANBSARAN

5.1.BKesimpulanB

B Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan hasil, dapat ditarik

beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Sebagian besar karyawati yang sudah berkeluarga di PT. Sipatex

mengalami work family conflict dalam derajat sedang. Sedangkan sebagian

kecil mengalami work family conflict dalam derajat rendah dan sebagian

kecil lagi mengalami work family conflict dalam derajat tinggi.

2. Dilihat dari arah work interfering family (WIF) yang paling dominan

adalah work interfering family (WIF) sedang dan dari arah family

interfering work (FIW) yang paling dominan adalah family interfering

work (FIW) sedang.

3. Jumlah jam kerja cenderung memberikan pengaruh pada work interfering

with family (WIF)

4. Dimensi dari work family conflict dari arah family interfering work (FIW)

yang paling dominan dialami oleh karyawati yang sudah berkeluarga di

PT.Sipatex adalah time FIW (family interfering with work).

5. Dimensi dari work family conflict dari arah work interfering family (WIF)

yang paling dominan dialami oleh karyawati yang sudah berkeluarga di

(39)

81

Universitas Kristen Maranatha 5.2.BSaran

5.2.1.BSaranBTeoritisB

1. Untuk penelitian selanjutnya, dapat melakukan penelitian mengenai

perbandingan work family conflict pada karyawati yang sudah berkeluarga di

PT. Sipatex Putri Lestari pada jadwal kerja shift dan non shift.

2. Untuk penelitian selanjutnya, dapat dipertimbangkan untuk memilih responden

yang lebih homogen, seperti posisi kerja tertentu agar dapat melihat work

family conflict pada responden yang hampir sama.

5.2.2.BSaranBPraktisB

B Untuk mengantisipasi masalah yang akan timbul karena work family

conflict, maka disarankan kepada karyawati yang sudah berkeluarga di PT.Sipatex

untuk memilih alternatif penyelesaian misalnya:

1. Pada dimensi time FIW, seperti lebih mengefektifkan waktu kerja sehingga

dapat mengurangi waktu lembur kerja yang dapat membuat kelelahan di

pekerjaan dan membuat mereka menghabiskan waktu untuk menjalankan

perannya sebagai karyawati PT. Sipatex sehingga ketika harus berperan

dalam keluarga sudah merasa kelelahan dan tidak memiliki waktu untuk

menjalankan perannya di keluarga. Mereka juga dapat membuat support

(40)

82

Universitas Kristen Maranatha menitipkan anaknya ke daycare atau dapat meminta bantuan dari

pengasuh atau orangtua mereka.

2. Pada dimesi behavior WIF, seperti lebih membiasakan diri untuk

menerapkan perilaku yang sama ketika berada di dalam pekerjaan maupun

di dalam keluarga. Agar pola perilaku yang terbentuk sama.

Untuk mengantisipasi masalah yang akan timbul karena work family

conflict, maka disarankan kepada perusahaan untuk melakukan upaya-upaya

dalam hal :

1. Memberikan psychoeducation kepada karyawati yang sudah berkeluarga

di PT. Sipatex, karyawati dapat mengetahui kondisi yang mereka alami,

penyebabnya, dan alternatif penyelesaiannya.

2. Memberikan waktu kerja yang lebih fleksibel untuk karyawati yang masih

(41)

79 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Carlson, Dawn S., K. Michele Kacmar, Larry J. Williams. 2000. Construction and Initial Validation of a Multidimensional Measure of Work–Family Conflict. Journal of Vocational Behavior 56, 249–276

.

Greenhaus, Jeffrey. H., Nicholas J. Beutell. 1985. Sources of Conflict Between Workand Family Roles. Journal The Academy of Management Review, Vol. 10, No. 1, PP 76-88.

Gulo, W. 2010. Metodologi Penelitian. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.

Korabik, Karen., Donna S Lero, Denise L. Whitehead. 2008. Handbook Of Work - Family Integration. Canada : Academic Press.

Mufida, Alia. 2008. Hubungan Antara Work Family Conflict Dengan Psychology Well Being Pada Ibu Yang Bekerja. Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Santrock. J. W. 2002. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup. (edisi kelima). Jakarta : Erlangga.

Santrock, John W. 1995. Life- Span Development 5th Edition. University of Texas At Dallas : Brown and Benchmark.

(42)

80

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

http://www.antaranews.com/berita/403834/bps-jumlah-angkatan-kerja-berkurang-tiga-juta-orang

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/41648

http://pondokpsikologi.blogspot.com/2013/02/fenomena-wanita-bekerja.html

http://prodibpi.wordpress.com/2010/08/05/modernisasi-dan-peran-perempuan-dalam-pembangunan/

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29648/5/Chapter%20I.pdf

http://danar-a--fpsi08.web.unair.ac.id/artikel_detail-44898-Umum-Latar%20Belakang.html

Tiurman, R. 2008. Buku Ajar Teknik Penulisan Karya Ilmiah. Bandung :

Referensi

Dokumen terkait

Arikunto, Suharsini, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006).. Asrori, “Akuntansi Syariah Bidang Baru Studi Akuntansi Dalam

Adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi dan llmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,sehubungan dengan penelitian skripsi berjudul : "Dampak Aplikasi Sistem

Sri Rohmawati, (2013) Peran Instruktur dalam Menumbuhkan Motivasi Warga Belajar Pada Pelatihan Kewirausahaan (Studi Deskriptif Pada Warga Belajar Paket C di

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab kesulitan belajar yang dialami peserta didik kelas XI jurusan Teknik Kendaraan Ringan di SMK Muhammadiyah 1

[r]

Finally, the writer hopes this Observation Report can benefit to the writer, academic environment, and the readers.. The writer realizes that this

Data yang diperoleh berupa laporan keuangan perusahaan perbankan go public di Bursa Efek Jakarta untuk tahun buku 2001, 2002, dan 2003 dari Indonesian Capital Market

signifikan kecerdasan emosional ditinjau dari jenis kelamin pada siswa kelas X SMA. Negeri 3 Salatiga dengan nilai signifikansi 0,187 (p