Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK
Penelitian yang berjudul “Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient
Pada Anak Asuh Yayasan X di Bandung” ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai AQ pada anak asuh Yayasan X berusia 9-11 Tahun di Bandung, yang berada pada kategori masa kanak – kanak akhir.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan menggunakan teknik survei. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-eksperimental, ex post facto. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan pada semua anggota populasi yang berjumlah 32 orang.
Penelitian ini didasari oleh teori Adversity Quotient dari Paul G. Stoltz (2000) dengan keempat dimensinya yang terdiri dari Control, Ownership, Reach dan Endurance. Alat ukur yang digunakan merupakan modifikasi dari alat ukur “Adversity Response Profile” (ARP) dari Paul G. Stoltz (2000) dan terdiri dari 16 item. Validitas alat ukur berkisar antara 0.301 – 0.768 dan reliabilitas sebesar 0,616. Hasil dari penelitian adalah sebagian besar anak asuh Yayasan X di Bandung mempunyai AQ dalam taraf yang sedang, dengan dimensi Control, Reach dan Endurance dalam taraf yang sedang pula. Sedangkan untuk dimensi Ownership berada pada taraf yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa anak asuh cukup memiliki kemampuan untuk bertahan dan mengatasi hambatan yang dialaminya, serta memiliki tanggung jawab yang besar terhadap hambatan yang dialami.
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI
ABSTRAK………..
KATA PENGANTAR……….
DAFTAR ISI………
DAFTAR BAGAN………..
DAFTAR TABEL………
DAFTAR LAMPIRAN………
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah ... 1
1.2Identifikasi Masalah ... 11
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ... 11
1.4Kegunaan Penelitian………..11
1.4.1. Kegunaan Teoretis………...11
1.4.2. Kegunaan Praktis ... 12
1.5. Kerangka Pemikiran ... 12
1.6. Asumsi ... 20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient 2.1.1 Definisi Adversity Quotient ... 21
Universitas Kristen Maranatha
2.1.3 Derajat Adversity Quotient…… ... 24
2.1.4 Peran Adversity Quotient dalam Kehidupan ... 26
2.1.5 Ilmu Pengetahuan tentang Adversity Quotient ... 31
2.1.6 Proses Kerja Adversity Quotient ... 36
2.1.7 Faktor yang Mempengaruhi Adversity Quotient ... 39
2.1.7.1 Faktor Internal ... 40
2.1.7.2 Faktor Eksternal ... 42
2.2 Masa Akhir Kanak-kanak 2.2.1 Definisi dan Batasan Masa Akhir Kanak-kanak ... 44
2.2.2 Perkembangan Kognitif pada Masa Akhir Kanak-kanak... 45
2.2.3 Perkembangan Sosioemosional pada Masa Akhir Kanak- kanak ... 45
2.3 Anak Asuh 2.3.1 Pengertian Anak Asuh... 47
2.3.2 Anak Asuh Yayasan X ... 48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian ... 50
3.2. Variabel Penelitian ... 50
Universitas Kristen Maranatha
3.3.1 Definisi Konseptual ... 51
3.3.2 Definisi Operasional ... 51
3.4. Alat Ukur Penelitian ... 52
3.4.1 Alat Ukur Adversity Quotient... 52
3.4.2 Data Penunjang ... 54
3.4.3 Pengujian Alat Ukur ... 55
3.4.3.1 Validitas Alat ukur ... 55
3.4.3.2 Reabilitas Alat ukur ... 57
3.5. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 58
3.5.1 Populasi Sasaran ... 58
3.5.2 Karakteristik Populasi ... 58
3.5.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 59
3.6 Teknik Analisis ... 59
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Sampel ... 60
4.2 Hasil Penelitian ... 61
4.2.1 Distribusi Frekuensi………. . 61
4.2.2 Tabulasi Silang ... 64
Universitas Kristen Maranatha BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 76
5.2 Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA………...
DAFTAR RUJUKAN………
Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.5. Kerangka Pemikiran……….………19
Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin…. 60
Tabel 4.1.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia………. 60
Tabel 4.2.1.1 Distribusi Frekuensi AQ……… 61
Tabel 4.2.1.2 Persentase CORE Responden Secara Keseluruhan………62
Tabel 4.2.1.3 Persentase CORE Pada Responden Yang Mempunyai
Derajat AQ Tinggi……….….62
Tabel 4.2.1.4 Persentase CORE Pada Responden Yang Mempunyai
Derajat AQ Sedang..……….……….63
Tabel 4.2.1.5 Persentase CORE Pada Responden Yang Mempunyai
Derajat AQ Rendah…..……….64
Tabel 4.2.2.1 Tabulasi Silang antara AQ dengan Karakteristik Responden…...64
Tabel 4.2.2.2 Tabulasi Silang antara AQ dengan Penilaian Responden
Tentang Prestasinya………...65
Tabel 4.2.2.3 Tabulasi Silang antara AQ dengan Prestasi Akademik
Selama Mendapatkan Beasiswa……… 66
Tabel 4.2.2.4 Tabulasi Silang antara AQ dengan Usaha Responden dalam
Mengatasi Hambatan………... 67
Lampiran 1. Alat Ukur Adversity Quotient
PETUNJUK PENGISIAN
Pada halaman berikut terdapat sejumlah pernyataan. Adik diminta untuk membayangkan
setiap situasi yang ada di bawah ini seolah-olah terjadi pada diri adik saat ini. Bayangkan apa
yang akan adik apa yang akan terjadi sebagai akibat dari situasi tersebut. Kemudian berikan
tanda silang (X) pada angka yang merupakan jawaban yang sesuai dengan dirimu. Adik diminta
untuk mengisinya secara spontan, yaitu apa yang pertama kali ada dalam pikiranmu saat
membayangkan situasi tersebut. Adik diminta untuk mengisi semua pertanyaan dan jangan
sampai ada yang terlewati.
Contoh :
o Saya kehilangan mainan yang sangat saya sukai.
Sejauh mana kamu dapat mempengaruhi situasi ini?
Bila adik merasa sama sekali tidak mungkin mempengaruhi situasi tersebut, maka
berikan tanda silang pada angka 1
Sama sekali tidak mungkin 1 2 3 4 5 Sepenuhnya
Bila adik merasa cenderung tidak mungkin mempengaruhi situasi tersebut, maka berikan
tanda silang pada angka 2
Sama sekali tidak mungkin 1 2 3 4 5 Sepenuhnya
Bila adik merasa ragu antara mungkin atau tidak mungkin dapat mempengaruhi situasi itu
sepenuhnya, maka berikan tanda silang pada angka 3
Bila adik merasa cenderung dapat mempengaruhi situasi tersebut sepenuhnya, maka
berikan tanda silang pada angka 4
Sama sekali tidak mungkin 1 2 3 4 5 Sepenuhnya
Bila adik merasa dapat mempengaruhi situasi itu sepenuhnya, maka berikan tanda silang
pada angka 5
1. Orang tua kamu mengalami kesulitan keuangan pada saat tahun ajaran baru.
Sejauh mana kamu dapat mempengaruhi situasi ini?
Sama sekali tidak mungkin 1 2 3 4 5 Sepenuhnya
2. Kamu terlewati untuk diangkat menjadi ketua kelas.
Sejauh mana kamu merasa bertanggung jawab untuk memperbaiki situasi ini?
Sama sekali tidak 1 2 3 4 5 Sepenuhnya
bertanggung jawab bertanggung jawab
3. Kamu mendapatkan teguran atas tugas yang baru saja kamu selesaikan.
Akibat dari situasi ini akan:
Mempengaruhi semua 1 2 3 4 5 Terbatas pada
aspek hidup saya situasi ini
4. Seseorang yang kamu hargai mengabaikan usaha kamu untuk membicarakan tugas yang
tidak kamu mengerti.
Sejauh mana kamu merasa bertanggung jawab untuk memperbaiki situasi ini?
Sama sekali tidak 1 2 3 4 5 Sepenuhnya
bertanggung jawab bertanggung jawab
5. Orang memberikan tanggapan yang tidak baik pad aide kamu.
Sejauh mana kamu dapat mempengaruhi situasi ini?
6. Kamu tidak dapat beristirahat seperti yang kamu perlukan.
Akibat dari situasi ini akan:
Berpengaruh selamanya 1 2 3 4 5 dengan cepat
berlalu
7. Ban sepedamu bocor ketika kamu sedang dalam perjalanan ke sekolah untuk mengikuti
ulangan umum.
Akibat dari situasi ini akan:
Mempengaruhi semua 1 2 3 4 5 Terbatas pada
aspek hidup saya situasi ini
8. Setelah mencari dengan seksama, kamu tidak dapat menemukan buku catatan yang
penting.
Akibat dari situasi ini akan:
Berpengaruh selamanya 1 2 3 4 5 dengan cepat
berlalu
9. Kamu kekurangan anggota kelompok untuk mengerjakan tugas pada mata pelajaran yang
sulit.
Sejauh mana kamu merasa bertanggung jawab untuk memperbaiki situasi ini?
Sama sekali tidak 1 2 3 4 5 Sepenuhnya
10.Kamu terlambat datang ke sekolah pada hari pertama ulangan umum.
Akibat dari situasi ini akan:
Mempengaruhi semua 1 2 3 4 5 Terbatas pada
aspek hidup saya situasi ini
11.Tugas sekolah dan tugas di rumahmu tidak seimbang.
Sejauh mana kamu dapat mempengaruhi situasi ini?
Sama sekali tidak mungkin 1 2 3 4 5 Sepenuhnya
12.Kamu tampaknya tidak mempunyai cukup uang .
Akibat dari situasi ini akan:
Berpengaruh selamanya 1 2 3 4 5 dengan cepat
berlalu
13.Kamu tidak berolahraga secara teratur padahal tahu apa yang seharusnya dilakukan.
Sejauh mana kamu dapat mempengaruhi situasi ini?
Sama sekali tidak mungkin 1 2 3 4 5 Sepenuhnya
14.Kamu tidak berhasil mencapai nilai rapor seperti yang diharapkan.
Sejauh mana kamu merasa bertanggung jawab untuk memperbaiki situasi ini?
Sama sekali tidak 1 2 3 4 5 Sepenuhnya
15.Kamu kehilangan sesuatu yang penting untukmu.
Akibat dari situasi ini akan:
Berpengaruh selamanya 1 2 3 4 5 dengan cepat
berlalu
16.Gurumu tetap tidak setuju dengan pendapatmu ketika kamu menyerahkan tugas yang
diberikannya.
Akibat dari situasi ini akan:
Mempengaruhi semua 1 2 3 4 5 Terbatas pada
Lampiran 2. Data Penunjang
No. Urut :
Data Pribadi
1. Nama :
2. Jenis Kelamin : Laki-laki/ Perempuan
3. Usia :
4. Kelas :
5. Lama mendapat beasiswa : ……… semester.
6. Rata-rata nilai rapor selama mendapat beasiswa :
7. Saya memiliki kemampuan dalam bidang:
………..
8. Prestasi yang pernah dicapai:
………..
9. Cita-cita:
………..
10.Usaha yang dilakukan untuk mencapai cita-cita itu:
……….
…….………
………….………
11.Hal yang biasa saya lakukan jika menemukan hambatan dalam belajar:
………
12.Ikut bimbingan belajar? Ya / tidak
Alasannya:
………
………
II. Pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan diri saudara!
1. Guru mengadakan ulangan mendadak, padahal saya belum belajar. Saya akan………
a. Mengerjakan sendiri sesuai dengan kemampuan saya
b. Bertanya kepada teman bila saya tidak dapat menjawab soal tersebut
c. Bekerja sama dengan teman dalam menjawab soal ulangan tersebut
2. Guru memberikan soal secara lisan. Saya akan…
a. Langsung mengangkat tangan untuk mencoba menjawab soal tersebut
b. Menunggu ditunjuk oleh guru, baru menjawab
c. Tidak menjawab karena takut salah
3. Dalam waktu 1 bulan, kira-kira saya terserang penyakit sebanyak…..
a. 1 kali atau tidak sama sekali
b. 2-3 kali
c. Lebih dari 3 kali
4. Ketika ada teman yang mengejek saya, maka…….
a. Saya langsung marah kepadanya
b. Saya mengatakan padanya bahwa saya kesal dengan perbuatannya dan memintanya
untuk berhenti mengejek
5. Hubungan saya dengan guru saya ………
a. Sangat baik d. Kurang baik
b. Baik e. Tidak baik
c. Cukup baik
6. Hubungan saya dengan orang tua saya ………
a. Sangat baik d. Kurang baik
b. Baik e. Tidak baik
c. Cukup baik
7. Sikap orang tua ketika saya sedang belajar ………..
a. Sangat mendukung c. Kurang mendukung
b. Cukup mendukung d. Tidak mendukung
8. Menurut pengamatan saya, ketika orang tua saya mengalami kesulitan, biasanya mereka :
a. Berusaha keras melakukan sesuatu untuk mengatasi kesulitan tersebut
b. Berusaha mengatasi kesulitan, namun hanya sampai batas tertentu
c. Mudah menyerah terhadap situasi
9. Setahu saya, ketika guru saya mengalami kesulitan, biasanya mereka :
a. Berusaha keras melakukan sesuatu untuk mengatasi kesulitan tersebut
b. Berusaha mengatasi kesulitan, namun hanya sampai batas tertentu
c. Mudah menyerah terhadap situasi
10.Ketika teman saya mengalami kesulitan, biasanya mereka :
a. Berusaha keras melakukan sesuatu untuk mengatasi kesulitan tersebut
b. Berusaha mengatasi kesulitan, namun hanya sampai batas tertentu
11.Saya termasuk siswa yang :
a. Sangat berprestasi c. Kurang berprestasi
b. Cukup berprestasi d. Tidak berprestasi
12.Selama ini seberapa besar perhatian yang diberikan orang tua saya terhadap keberhasilan
saya ?
a. Sangat besar c. Kurang
b. Cukup besar d. Tidak ada
13.Selama ini seberapa besar perhatian yang diberikan oleh guru saya terhadap keberhasilan
saya ?
a. Sangat besar c. Kurang
b. Cukup besar d. Tidak ada
14.Selama ini seberapa besar perhatian yang diberikan oleh teman dekat saya terhadap
keberhasilan saya ?
a. Sangat besar c. Kurang
Lampiran 3. Hasil Perhitungan Validitas dan Reabilitas
No soal Validitas
1 0.349 valid
2 0.305 valid
3 0.627 valid
4 0.345 valid
5 0.517 valid
6 0.301 valid
7 0.49 valid
8 0.345 valid
9 0.517 valid
10 0.49 valid
11 0.402 valid
12 0.55 valid
13 0.305 valid
14 0.715 valid
15 0.768 valid
16 0.654 valid
Reabilitas
Lampiran 4. Tabulasi Silang Data Penunjang dan AQ
Tabel 4.1. Tabulasi Silang antara AQ dengan Usia Responden
Usia AQ Total
Tinggi Sedang Rendah
% % % %
9 tahun 2 28.57 5 71.43 0 0 7 100
10 tahun 4 28.57 10 71.43 0 0 14 100
11 tahun 4 36.36 6 54.55 1 9.09 11 100
Tabel 4.2. Tabulasi Silang antara AQ dengan Kelas Responden
Kelas AQ Total
Tinggi Sedang Rendah
% % % %
4 3 27.28 8 72.72 0 0 11 100
5 6 37.5 9 56.25 1 6.25 16 100
Tabel 4.3. Tabulasi Silang antara AQ dengan Lama Responden Mendapat Beasiswa
Lama
Beasiswa
(Semester)
AQ Total
Tinggi Sedang Rendah
% % % %
3 2 22.22 6 66.67 1 11.11 9 100
5 3 33.33 6 66.67 0 0 9 100
7 5 35.71 9 64.29 0 0 14 100
Tabel 4.4. Tabulasi Silang antara AQ dengan Kemampuan Responden
Kemampuan AQ Total
Tinggi Sedang Rendah
% % % %
Akademik 1 25 3 75 0 0 4 100
Non – Akademik 9 32.14 18 64.29 1 3.57 28 100
Tabel 4.5. Tabulasi Silang antara AQ dengan Prestasi Responden
Prestasi AQ Total
Tinggi Sedang Rendah
% % % %
Akademik 2 33.33 4 66.67 0 0 6 100
Non-Akademik 5 29.41 12 70.59 0 0 17 100
Tabel 4.6. Tabulasi Silang antara AQ dengan Bidang Cita-cita Responden
Cita-cita
(dalam
bidang)
AQ Total
Tinggi Sedang Rendah
% % % %
Kesehatan 2 25 5 62.5 1 12.5 8 100
Pendidikan 3 50 3 50 0 0 6 100
Kesenian 2 50 2 50 0 0 4 100
Olahraga 1 11.11 8 88.89 0 0 9 100
Lain-lain 2 40 3 60 0 0 5 100
Tabel 4.7. Tabulasi Silang antara AQ dengan Usaha Responden untuk
Mencapai Cita-cita
Usaha untuk
mencapai
cita-cita
AQ Total
Tinggi Sedang Rendah
% % % %
Umum 9 33.33 17 62.97 1 3.70 27 100
Tabel 4.8. Tabulasi Silang antara AQ dengan Keikutsertaan Responden dalam Bimbingan
Belajar yang Diadakan Yayasan X
Mengikuti
bimbingan belajar
Yayasan X
AQ Total
Tinggi Sedang Rendah
% % % %
Ya 6 28.57 14 66.67 1 4.76 21 100
Kadang 3 33.33 6 66.67 0 0 9 100
Tidak 1 50 1 50 0 0 2 100
Tabel 4.9. Tabulasi Silang antara AQ dengan Alasan Keikutsertaan Responden Dalam
Bimbingan Belajar
Alasan AQ Total
Tinggi Sedang Rendah
% % % %
Internal 8 30.77 17 65.38 1 3.85 26 100
Tabel 4.10 Tabulasi Silang antara AQ dengan Respon Responden Ketika Guru
Mengadakan Ulangan Mendadak
Respon Responden AQ Total
Tinggi Sedang Rendah
% % % %
Mengerjakan
sendiri
10 31.25 21 68.75 1 0 32 100
Bertanya bila tidak
dapat menjawab
0 0 0 0 0 0 0 0
Bekerjasama 0 0 0 0 0 0 0 0
Tabel 4.11. Tabulasi Silang antara AQ dengan Respon Responden Ketika Guru
Memberikan Soal Lisan
Respon Responden AQ Total
Tinggi Sedang Rendah
% % % %
Langsung menjawab 7 30.43 16 69.57 0 0 23 100
Menunggu ditunjuk 3 37.5 5 62.5 0 0 8 100
Tabel 4.12. Tabulasi Silang antara AQ dengan Frekuensi Responden Terserang Penyakit
dalam waktu 1 Bulan
Frekuensi AQ Total
Tinggi Sedang Rendah
% % % %
≤ 1 8 38.09 13 61.91 0 0 21 100
2-3 2 22.22 6 66.67 1 11.11 9 100
>3 0 0 2 100 0 0 2 100
Tabel 4.13. Tabulasi Silang antara AQ dengan Reaksi Responden Ketika Ada Yang
Mengejek
Reaksi responden AQ Total
Tinggi Sedang Rendah
% % % %
Langsung marah 0 0 1 100 0 0 1 100
Menyatakan
kekesalan
4 26.66 10 66.67 1 6.67 15 100
Memendam
kekesalan
Tabel 4.14. Tabulasi Silang antara AQ dengan Hubungan Responden dengan Guru
Tabel 4.15. Tabulasi Silang antara AQ dengan Hubungan Responden dengan Orang Tua
Tabel 4.16. Tabulasi Silang antara AQ dengan Respon Orang Tua Ketika Menghadapi
Kesulitan
Respon orang tua AQ Total
Tinggi Sedang Rendah
% % % %
Berusaha Keras 6 27.27 16 72.73 0 0 22 100
Berusaha Sampai
Batas Tertentu
4 50 4 50 0 0 8 100
Mudah Menyerah 0 0 1 50 1 50 2 100
Tabel 4.17. Tabulasi Silang antara AQ dengan Respon Guru Ketika Menghadapi Kesulitan
Respon Guru AQ Total
Tinggi Sedang Rendah
% % % %
Berusaha Keras 8 29.63 18 66.67 1 3.7 27 100
Berusaha Sampai
Batas Tertentu
Tabel 4.18. Tabulasi Silang antara AQ dengan Respon Teman Ketika Menghadapi
Kesulitan
Respon Teman AQ Total
Tinggi Sedang Rendah
% % % %
Berusaha Keras 6 31.58 13 68.42 0 0 19 100
Berusaha Sampai
Batas Tertentu
4 30.77 8 61.54 1 7.69 13 100
Tabel 4.19. Tabulasi Silang antara AQ dengan Perhatian yang Diberikan Orang
Tua Terhadap Keberhasilan Responden
Perhatian
terhadap
keberhasilan
AQ Total
Tinggi Sedang Rendah
% % % %
Sangat besar 6 33.33 12 66.67 0 0 18 100
Tabel 4.20. Tabulasi Silang antara AQ dengan Perhatian yang Diberikan Guru Terhadap
Keberhasilan Responden
Perhatian
terhadap
keberhasilan
AQ Total
Tinggi Sedang Rendah
% % % %
Sangat besar 6 46.15 7 53.85 0 0 13 100
Cukup besar 4 22.22 13 72.22 1 5.56 18 100
Kurang besar 0 0 1 100 0 0 1 100
Tabel 4.21. Tabulasi Silang antara AQ dengan Perhatian yang Diberikan Teman Terhadap
Keberhasilan Responden
Perhatian
terhadap
keberhasilan
AQ Total
Tinggi Sedang Rendah
% % % %
Sangat besar 3 33.33 6 66.67 0 0 9 100
Cukup besar 6 35.30 10 58.82 1 5.88 17 100
Lampiran 5. Kategori Penilaian Prestasi Akademik Berdasarkan Patokan Nilai Rapor
Nilai Rapor Kategori
6, 1 – 7,0 Cukup
7,1 – 8,0 Cukup Baik
8,1 – 9,0 Baik
1 Universitas Kristen Maranatha BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hal yang penting, karena memegang peranan
kunci sebagai pendekatan dasar dan bagian penting dalam sistem
pembangunan bangsa (Djuju Sudjana, Pikiran Rakyat, 15 Februari 2005).
Oleh karena itu pemerintah mencanangkan program Wajib Belajar 9 tahun
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Pada
pelaksanaannya, tidak semua orang bisa menamatkan pendidikan dasar 9
tahun secara berkesinambungan. Salah satu faktor penghambat anak dalam
menamatkan pendidikan dasarnya adalah faktor ekonomi. Banyak anak usia
sekolah dari keluarga tidak mampu yang membutuhkan bantuan dari orang
lain agar dapat menamatkan pendidikan dasar. Pada tahun 2005 tercatat
sekitar 1.712.413 anak putus sekolah dan 84,48% diantaranya adalah tingkat
Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidayah (Seto Mulyadi, Kompas, 22 Juli 2006).
Di daerah Bandung Timur, terdapat banyak anak usia sekolah dasar
dari keluarga tidak mampu. Sebagian besar dari mereka memiliki orang tua
yang kurang berpendidikan. Rendahnya pendidikan orang tua, membuat sudut
pandang mereka menjadi sempit. Kebanyakan dari mereka melakukan
pekerjaan kasar. Ada yang bekerja sebagai buruh, pekerja bangunan,
pembantu, dan supir. Sebagian besar orang tua mereka tidak memiliki
2
Universitas Kristen Maranatha memiliki penghasilan yang tidak tetap, sehingga untuk memenuhi kehidupan
sehari-hari pun sulit, apalagi untuk membiayai mereka sekolah.
Yayasan X merasa ikut bertanggung jawab untuk menunjang
penuntasan wajib belajar pendidikan dasar dengan memberikan beasiswa
kepada anak usia sekolah dari keluarga tidak mampu. Yayasan X merupakan
sebuah yayasan sosial yang dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan
kesadaran dan tanggung jawab masyarakat terhadap masa depan anak sebagai
generasi penerus bangsa yang berkualitas, dalam upaya mencerdaskan bangsa.
Selain memberikan beasiswa, Yayasan X pun melakukan upaya
pengembangan sumber daya manusia berupa pemberian pelatihan kepada
ibu-ibu, mendirikan home industry, dan mendirikan Balai Pengobatan di sebuah
daerah di kawasan Bandung Timur. Anak yang diberi beasiswa selanjutnya
disebut anak asuh.
Tahun 2003 jumlah anak asuh Yayasan “X” 20 orang, kemudian
jumlahnya meningkat menjadi 80 orang setelah berjalan 3 tahun. Dari 80
orang anak asuh, 75% berusia 6-12 tahun (Sekolah Dasar), 13,75% berusia
13-15 tahun (SMP), 11,5% usia 16-18 tahun (SMU). Anak-anak tersebut terdiri
dari 35% perempuan dan 65% laki-laki. Anak asuh Yayasan X berasal dari
beberapa sekolah di kawasan yang sama.
Anak asuh berasal dari keluarga tidak mampu yang membutuhkan
bantuan dari orang lain agar dapat menamatkan pendidikan dasar, namun
cukup berprestasi. Calon anak asuh diseleksi dengan persyaratan memiliki
3
Universitas Kristen Maranatha instansi lain. Data identitas calon anak asuh didapat berdasarkan informasi
dari Ketua RT mengenai keluarga tidak mampu di lingkungan tersebut dan
dari formulir mengenai data diri yang diisi orang tua calon anak asuh.
Anak asuh mendapatkan bantuan dalam bentuk biaya sekolah,
tunjangan kesehatan dan fasilitas belajar berupa bimbingan belajar. Selama
mendapatkan beasiswa anak asuh tetap tinggal bersama orang tuanya dan tetap
bersekolah di sekolah asalnya. Meskipun sudah mendapatkan bantuan biaya
untuk sekolah, namun hambatan yang dialami anak asuh ini masih tetap ada.
Di rumah, anak asuh harus membantu orang tua mereka dalam mengerjakan
pekerjaan rumah tangga seperti mencuci, dan menjaga adik mereka karena
orang tua mereka sibuk mencari nafkah. Padahal anak asuh usia 9-11 tahun
berada pada masa anak-anak “usia sekolah” dimana anak asuh seharusnya
menghabiskan waktunya untuk belajar dan bermain bersama teman-temannya.
Tetapi dengan kondisi keluarga mereka, mereka harus dapat membagi waktu
mereka untuk belajar, membantu orang tua mereka di rumah dan bermain
bersama teman sebaya.
Anak asuh akan mendapatkan beasiswa selama 1 tahun dan dapat
diperpanjang jika anak asuh dapat mempertahankan atau bahkan
meningkatkan prestasi akademisnya. Anak asuh yang mengalami penurunan
prestasi akan diberi surat peringatan, kemudian diberi kesempatan untuk
meningkatkan prestasi selama 2 semester. Pemberian beasiswa dapat
4
Universitas Kristen Maranatha Anak asuh harus berupaya meningkatkan prestasinya dengan giat
belajar dan rajin mengikuti pelajaran di sekolah. Anak asuh yang masuk
rangking 10 besar di kelasnya akan mendapatkan biaya untuk pembelian buku
pada tahun ajaran baru dan hadiah. Bila mengalami kesulitan dalam suatu
mata pelajaran, anak asuh dapat meminta bantuan ke Bimbingan Belajar
(Bimbel) yang disediakan Yayasan X. Belajar di Bimbel saja tidak cukup,
anak asuh harus belajar juga di rumahnya. Namun, anak asuh tidak
mempunyai tempat yang memadai untuk belajar di rumahnya. Kebanyakan
dari mereka tinggal di rumah yang sangat kecil. Aktivitas seluruh anggota
keluarga, seperti tidur, memasak, menonton, belajar, dilakukan dalam satu
ruangan yang dapat relatif sempit. Hal ini membuat anak asuh sulit
berkonsentrasi ketika belajar di rumah.
Pada umumnya, anak asuh kurang memiliki sarana prasarana yang
memadai di sekolahnya, misalnya penyediaan buku di perpustakaan yang
kurang lengkap, dan tidak tersedianya ruangan untuk melakukan percobaan
ilmiah. Ada anak asuh yang menganggap keterbatasan sarana dan prasarana
tersebut sebagai hal yang dapat mengganggu kelancaran kegiatan belajarnya,
ada juga anak asuh yang tidak menanggapinya sebagai hal yang mengganggu.
Faktor penghambat lainnya adalah keluarga. Sebagian besar dari orang
tua anak asuh sibuk bekerja, sehingga tidak mempunyai waktu untuk
menemani dan membantu ketika anak asuh merasa kesulitan dalam belajar.
Selain itu, karena rendahnya pendidikan orang tua, sehingga orang tua
5
Universitas Kristen Maranatha yang menghayati hal tersebut sebagai hambatan untuk dapat maju, ada juga
yang menganggap hal tersebut sebagai tantangan untuk dapat belajar sendiri.
Anak asuh usia 9 – 11 tahun berada pada ”usia sekolah” dimana
mereka lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya dibandingkan
dengan orang tuanya. Mereka seringkali mengamati teman sebaya dan
menjadikannya model dalam berperilaku. Teman seringkali memiliki sikap
yang sama terhadap sekolah, aspirasi pendidikan dan orientasi prestasi.
Hubungan dengan teman sebaya dapat memberikan pengaruh yang positif dan
negatif. Mereka cenderung senang melakukan kegiatan yang membutuhkan
kerjasama dan saling menolong. Hal ini dapat memberikan dampak positif.
Perilaku yang buruk dari teman sebaya, misalnya perilaku malas belajar dan
banyak bermain, dapat memberikan dampak negatif yang menjadi faktor
penghambat bagi anak asuh untuk dapat meningkatkan prestasinya.
Anak asuh, seringkali merasa kesulitan dalam beberapa pelajaran
seperti Matematika, Bahasa Inggris, dan IPA (Sains). Menurut mereka
dikarenakan guru menjelaskan terlalu cepat dan membosankan dalam
penyampaikan pelajaran di kelas sehingga mereka terkadang kurang
menyimak materi yang disampaikan. Bahan pelajaran dan tugas yang
diberikan pun sangat banyak dan sulit.
Setiap anak boleh datang ke bimbingan belajar yang diadakan oleh
Yayasan X bila mengalami hambatan belajar. Pada awalnya, bimbingan
belajar ini hanya diadakan setiap hari Sabtu. Namun karena ada anak- anak
6
Universitas Kristen Maranatha diadakan setiap hari. Mereka bertanya mengenai pelajaran yang tidak dapat
mereka kuasai pada pembimbing yang ada. Ada anak asuh yang
memanfaatkan fasilitas tersebut namun ada juga yang tidak memanfaatkannya.
Sebagian anak asuh tidak memanfaatkannya karena malas, sebagian besar lagi
karena dilarang oleh orang tuanya. Namun ada juga yang tetap mengikuti
bimbingan belajar meskipun sudah dilarang.
Anak asuh berkewajiban untuk memanfaatkan bantuan yang
diterimanya dengan baik. Dengan banyaknya hambatan yang dialami anak
asuh ini, maka anak asuh perlu memiliki kemampuan untuk bertahan dan
mengatasi hambatan yang ada dalam kehidupannya, untuk dapat
mempertahankan prestasi belajarnya. Bila mereka gagal mempertahankan
prestasi belajarnya, maka mereka akan kehilangan beasiswa dan tidak dapat
sekolah lagi. Bila mereka tidak sekolah, maka kelak mereka akan kesulitan
untuk mendapatkan pekerjaan yang baik dan merubah masa depan mereka
menjadi lebih baik. Oleh karena itu, anak asuh harus mempertahankan prestasi
belajarnya sehingga bisa terus mendapatkan beasiswa.
Tanggapan dan cara anak asuh dalam mengatasi hambatan dapat
berbeda-beda. Menurut Paul G.Stoltz (2000), cara anak asuh mengatasi
masalahnya, merupakan cerminan dari Adversity Quotient (AQ). AQ adalah
suatu ukuran untuk mengetahui respon anak asuh terhadap hambatan. AQ
dapat menggambarkan derajat kemampuan anak asuh untuk dapat bertahan
7
Universitas Kristen Maranatha Adversity Quotient diperlukan mulai dari masa kanak-kanak hingga
dewasa. Karena hambatan tidak hanya dimiliki oleh orang dewasa saja.
Hambatan yang dimiliki individu akan terus meningkat. Berdasarkan
penelitian Seligman, anak-anak yang berlandaskan pada perasaan yang tidak
baik tentang situasi sulit, atau bahkan tidak belajar bagaimana
menghadapiperasaan tersebut sejak masih muda, sebagai remaja, mereka tidak
siap untuk menghadapi tantangan.
Adversity Quotient dimulai dari perkembangan kognitif. Anak- anak
akan belajar bagaimana merespon hambatan dan memecahkan masalah, atau
bahkan belajar untuk tidak memberikan respon pada beberapa masalah. Anak
asuh usia 9 – 11 tahun berada pada tahap perkembangan concrete operational
dimana mereka sudah mampu melakukan penalaran logis. Anak asuh sudah
mampu untuk berpikir logis, fleksibel dan sistematis dalam menghadapi
hambatan, serta sudah dapat memahami sudut pandang orang lain.
Menurut Paul G. Stoltz (2000), AQ terdiri atas empat dimensi, yaitu:
Control, Ownership, Reach dan Endurance (CORE). Dimensi pertama,
control, mengukur berapa besar anak asuh merasa mampu untuk
mengendalikan hambatan belajar yang dihadapi. Anak asuh yang memiliki
control yang tinggi, tidak menyerah ketika ada hambatan. Mereka mengambil
tindakan untuk mengatasinya sehingga menghasilkan keuletan dan tekad yang
besar untuk belajar. Anak asuh yang memiliki control yang rendah, merasa
tidak mampu mengendalikan hambatan yang ada sehingga mereka memiliki
8
Universitas Kristen Maranatha Dimensi kedua, ownership mengukur seberapa besar anak asuh
bertanggung jawab untuk memperbaiki situasi yang dihadapi tanpa
mempedulikan penyebabnya. Ada anak asuh yang memiliki dimensi
ownership yang tinggi, ia belajar dari kesalahannya, ia mengakui akibat yang
ditimbulkan dan bertanggung jawab atas akibat itu. Namun ada pula anak asuh
yang memiliki dimensi ownership yang rendah. Ia menyalahkan orang lain
dan tidak mau bertanggung jawab atas akibat yang ditimbulkan.
Dimensi ketiga, reach mengukur seberapa besar hambatan belajar akan
menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan anak asuh. Ada anak asuh
yang memiliki reach yang tinggi, ia memiliki kecenderungan yang besar untuk
merespon suatu hambatan sebagai sesuatu yang spesifik dan terbatas, sehingga
tidak mengganggu kegiatan belajar dan prestasi akademisnya. Ada pula anak
asuh yang memiliki reach yang rendah, ia membiarkan suatu hambatan
mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya, sehingga mengganggu kegiatan
belajar dan prestasinya. Hal ini kadang membuat anak asuh tidak berdaya
mengambil tindakan.
Dimensi keempat, endurance mengukur seberapa besar anak asuh
dapat bertahan menghadapi hambatan. Dimensi ini menyatakan kemampuan
anak asuh untuk membatasi lama suatu hambatan berlangsung, dan
kemampuan untuk mengaitkan penyebab hambatan dengan sesuatu yang
bersifat permanen atau sementara. Ada anak asuh yang memiliki endurance
yang tinggi, ia menganggap hambatan yang muncul sebagai sesuatu yang
9
Universitas Kristen Maranatha terjadi lagi, sehingga akan meningkatkan energi, optimisme dan
kecenderungan untuk bertindak. Hal ini membuat anak asuh dapat bertahan
dalam hambatan yang dihadapi. Ada pula anak asuh yang memiliki endurance
yang rendah, ia memandang hambatan yang muncul dan penyebabnya sebagai
peristiwa yang berlangsung lama dan peristiwa-peristiwa yang positif sebagai
sesuatu yang bersifat sementara.
Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan terhadap 10
anak asuh ketika sedang mengikuti bimbingan belajar yang diadakan Yayasan
”X”, terlihat ada 3 tipe sikap anak asuh dalam menghadapi hambatan. Ada
anak yang terlihat mempunyai kemampuan untuk menghadapi setiap
hambatan. Mereka memiliki semangat yang tinggi untuk belajar, berusaha
keluar dari masalah untuk mencapai prestasi belajar yang lebih baik dari
sebelumnya. Misalnya dengan pergi ke bimbingan belajar untuk belajar,
menanyakan pelajaran yang sulit. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara,
ada 40% anak asuh yang merasa mampu menyelesaikan soal latihan yang
diberikan pembimbing. Meskipun dalam mengerjakannya mereka menemukan
hambatan, namun mereka tetap merasa mampu untuk mengerjakannya.
Ada juga anak asuh yang terlihat berusaha untuk menghadapi setiap
hambatan belajar yang mereka alami, namun ketika merasa hambatannya
terlalu berat, mereka akan menyerah. Mereka mengatakan bahwa mereka
memang tidak mampu. Dari hasil observasi dan wawancara, terdapat 40%
anak yang merasa diri mereka tidak mampu setelah mencoba mengerjakan
10
Universitas Kristen Maranatha Ada juga anak asuh yang terlihat langsung menyerah ketika
menghadapi hambatan. Kebanyakan dari mereka merasa hambatannya terlalu
berat dan merasa dirinya tidak mampu mengatasinya. Prestasi yang diperoleh
pun kurang memuaskan. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, terdapat
20% anak yang langsung menyerah ketika diberikan soal latihan oleh
pembimbing. Setelah menerima soal dari pembimbing, mereka melihatnya dan
mengatakan bahwa persoalannya terlalu sulit dan mereka tidak dapat
mengerjakannya.
Anak asuh perlu memiliki kemampuan untuk bertahan dan mengatasi
hambatan yang ada dalam kehidupannya terutama dalam belajar. Anak asuh
harus dapat meningkatkan prestasi akademisnya untuk dapat mempertahankan
beasiswa yang diterimanya. Namun pada kenyataannya, tidak semua anak
asuh dapat meningkatkan prestasi akademisnya. Diantara mereka ada pula
yang tidak dapat meningkatkan prestasi dan mengalami penurunan prestasi
setelah mendapatkan beasiswa.
Berdasarkan fakta di atas, peneliti terdorong untuk meneliti mengenai
AQ pada anak-anak asuh Yayasan X di Bandung. Hal ini disebabkan karena
dengan adanya respon anak asuh yang berbeda-beda dalam menghadapi
hambatannya. Peneliti tertarik untuk meneliti tentang bagaimana kemampuan
11
Universitas Kristen Maranatha 1.2 Identifikasi Masalah
Dari penelitian ini ingin diketahui gambaran tentang derajat Adversity
Quotient pada Anak Asuh Yayasan X di Bandung dalam mengatasi
hambatan belajar.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai
derajat Adversity Quotient pada anak asuh Yayasan X di Bandung dalam
mengatasi hambatan belajar.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih lanjut
mengenai derajat Adversity Quotient pada anak asuh Yayasan X di
Bandung dalam mengatasi hambatan belajar dan kaitannya dengan
faktor-faktor lain.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoretis
Kegunaan teoritis dari penelitian ini adalah sebagai masukan bagi
penelitian lain dalam bidang psikologi, khususnya dalam bidang
12
Universitas Kristen Maranatha Kegunaan lainnya adalah sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya
mengenai Adversity Quotient.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Sebagai masukan bagi Yayasan X mengenai gambaran Adversity
Quotient anak asuh, sehingga dapat dimanfaatkan dalam upaya
memberikan bimbingan pengembangan diri, terutama ketika anak asuh
mengalami hambatan belajar.
Sebagai masukan bagi orang tua anak asuh mengenai gambaran
Adversity Quotient anak asuh, agar dapat dimanfaatkan dalam upaya
mendukung mereka selama proses belajar terutama ketika mereka
mengalami hambatan belajar.
Sebagai informasi untuk anak asuh agar mereka dapat mengenali
kemampuan yang mereka miliki dalam menghadapi dan mengatasi
setiap hambatan yang mereka hadapi, sehingga dapat digunakan
sebagai acuan bagi pengembangan diri mereka.
1.5 Kerangka Pemikiran
Setiap anak asuh pasti pernah mengalami hambatan dalam hidupnya.
Hambatan tersebut ada yang berasal dari dalam diri, maupun lingkungan.
Demikian pula dengan anak asuh. Mereka mengalami hambatan dari dalam diri,
seperti kurang konsentrasi, bosan, dan malas belajar. Ada pula yang berasal dari
lingkungan, seperti hambatan yang terjadi karena keadaan sosial, ekonomi,
13
Universitas Kristen Maranatha Anak asuh usia 9-11 tahun berada pada masa anak-anak “usia sekolah”
dimana anak asuh seharusnya menghabiskan waktunya untuk belajar dan bermain
bersama teman-temannya. Tetapi dengan kondisi keluarga mereka, mereka harus
dapat membagi waktu mereka untuk belajar, membantu orang tua mereka di
rumah dan bermain bersama teman sebaya.
Ada anak asuh yang menganggap hambatan tersebut sebagai hal yang
positif, namun ada juga yang menganggap hal tersebut negatif. Perbedaan
tanggapan ini berkaitan erat dengan kemampuan anak asuh dalam mengatasi
hambatan yang ada. Hal tersebut dapat diketahui melalui Adversity Quotient (AQ).
Menurut Paul G. Stoltz (2003: 58), Adversity Quotient merupakan pola
tanggapan yang ada dalam pikiran individu terhadap kesulitan, yang selanjutnya
menentukan bagaimana tindakan individu terhadap masalah yang dihadapinya.
Adversity Quotient menggambarkan pola tanggapan dalam pikiran secara seketika
atas semua bentuk dan intensitas dari kesulitan, mulai dari kesulitan yang besar
sampai gangguan yang kecil.
Menurut Paul G. Stoltz (2000: 140), Adversity Quotient terdiri atas empat
dimensi, yaitu : Control (C), Ownership (O), Reach (R) dan Endurance (E).
Dimensi pertama, Control mengukur seberapa besar anak asuh merasa mampu
mengendalikan hambatan belajar yang dihadapi. Semakin tinggi tingkat kendali
yang dimiliki anak asuh, semakin besar keuletan dan tekad mereka untuk tidak
menyerah dan mengambil tindakan untuk mengatasi hambatan yang ada.
Dimensi kedua, Ownership mengukur seberapa besar anak asuh
14
Universitas Kristen Maranatha penyebabnya. Anak asuh dengan Ownership tinggi belajar dari kesalahannya,
mengakui akibat yang ditimbulkan dan bertanggung jawab atas akibat itu.
Sedangkan anak asuh dengan Ownership yang rendah akan mempersalahkan
orang lain dan tidak mau bertanggung jawab atas akibat yang terjadi.
Dimensi ketiga, Reach mengukur seberapa besar hambatan belajar akan
menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan anak asuh. Anak asuh yang
memiliki tingkat jangkauan yang tinggi, besar kecenderungannya merespon suatu
hambatan sebagai sesuatu yang spesifik dan terbatas, sehingga tidak mengganggu
prestasi akademisnya. Anak asuh yang membiarkan hambatan mempengaruhi hal
lain dalam kehidupannya, semakin besar kemungkinannya untuk melihat
hambatan kecil sebagai suatu bencana besar yang mempengaruhi seluruh aspek
kehidupannya. Hal ini kadang membuat anak asuh tidak berdaya mengambil
tindakan.
Dimensi keempat, Endurance mengukur kemampuan anak asuh untuk
dapat bertahan menghadapi hambatan. Dimensi ini menyatakan kemampuan anak
asuh untuk membatasi lama suatu hambatan berlangsung, dan kemampuan untuk
mengaitkan penyebab hambatan dengan sesuatu yang bersifat permanen atau
sementara. Anak asuh yang memiliki tingkat daya tahan yang tinggi, akan
menganggap hambatan yang muncul sebagai sesuatu yang sifatnya sementara,
akan cepat berlalu dan kecil kemungkinannya untuk terjadi lagi, sehingga akan
meningkatkan energi, optimisme dan kecenderungan untuk bertindak. Hal ini
membuat anak asuh dapat bertahan dalam hambatan yang dihadapi. Sebaliknya,
15
Universitas Kristen Maranatha bahwa anak asuh memandang hambatan yang muncul dan penyebabnya sebagai
peristiwa yang berlangsung lama dan peristiwa-peristiwa yang positif sebagai
sesuatu yang bersifat sementara.
Menurut Paul G. Stoltz (1997), keempat dimensi tersebut dapat dibedakan
menjadi tiga tingkatan derajat Adversity Quotient yaitu: Adversity Quotient tinggi,
Adversity Quotient sedang dan Adversity Quotient rendah. Anak asuh yang
memiliki Adversity Quotient tinggi, akan mampu untuk mengendalikan setiap
hambatan yang dialaminya. Anak asuh mampu menyadari hambatan tanpa
mempermasalahkan dari mana hambatan itu berasal. Mereka tidak menyalahkan
diri sendiri atas hal tersebut, namun bertanggung jawab atas akibat yang
ditimbulkan. Hambatan yang muncul dalam suatu aspek tidak mempengaruhi
anak asuh dalam mengatasi hambatan di aspek yang lain. Anak asuh memandang
hambatan yang ada sebagai situasi yang bersifat sementara, akan cepat berlalu,
sehingga tidak mempengaruhi prestasi akademiknya.
Anak asuh dengan Adversity Quotient sedang, memiliki pengendalian
yang cukup namun ketika hambatan datang menumpuk, terkadang membuatnya
kurang dapat mengendalikan hambatan yang ada. Anak asuh juga cukup
bertanggung jawab atas akibat yang ditimbulkan, namun ketika berada dalam
keadaan lelah atau tegang maka mereka akan cenderung untuk menyalahkan
orang lain atas munculnya hambatan tersebut. Pada Adversity Quotient yang
sedang ini, hambatan yang dialami cenderung akan mempengaruhi prestasi anak
asuh dan aspek kehidupan yang lainnya. Anak asuh akan cenderung terbebani
16
Universitas Kristen Maranatha Anak asuh dengan Adversity Quotient rendah akan memiliki tingkat
pengendalian yang rendah terhadap hambatan yang dialami, sehingga cenderung
akan menyerah. Anak asuh juga mempunyai rasa tanggung jawab yang rendah.
Anak asuh akan menyalahkan orang lain bila hambatan datang, tanpa merasa
perlu untuk memperbaiki situasi tersebut. Hambatan yang dialami juga akan
mempengaruhi semua aspek atau bidang kehidupannya, termasuk prestasi
akademiknya. Hal ini membuat dirinya merasa dikelilingi oleh hambatan. Anak
asuh akan memandang kesulitan belajar sebagai sesuatu yang berlangsung lama
bahkan menetap sehingga membuat dirinya menjadi putus asa dan menyerah.
Adversity Quotient anak asuh dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Hal–hal yang termasuk dalam faktor internal antara lain kecerdasan,
bakat, kemauan, karakter dan kesehatan. Sedangkan faktor eksternalnya adalah
pengaruh orang tua, teman dan guru.
Kecerdasan, bakat, kemauan, karakter dan kesehatan dapat mempengaruhi
anak asuh dalam memberi respon terhadap hambatan yang dialaminya. Menurut
V.A.C Henmon (1974), kecerdasan terdiri dari dua faktor, yaitu kemampuan
untuk memperoleh pengetahuan dan pengetahuan yang telah diperoleh.
Kemampuan anak asuh dalam memperoleh pengetahuan dan pengetahuan yang
diperoleh dapat dilihat dari prestasi yang dicapai anak asuh di sekolahnya.
Kecerdasan anak asuh dapat mempengaruhi kesuksesan anak asuh. Masa akhir
kanak-kanak adalah masa dimana anak-anak lebih siap untuk belajar daripada
17
Universitas Kristen Maranatha Menurut Wechsler, bakat merupakan kemampuan spesifik yang
memberikan kepada individu suatu kondisi tertentu yang memungkinkan
tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau keterampilan setelah melalui latihan.
Pada umumnya, anak asuh memiliki bakat tertentu yang terdiri dari satu atau lebih
kemampuan khusus yang lebih menonjol dibandingkan bidang lainnya.
Kemampuan khusus itu dapat berbentuk keterampilan atau kemampuan dalam
suatu bidang ilmu, misalnya bakat dalam bidang seni musik, seni suara, olahraga,
matematika, dan bahasa. Bakat yang disertai kemauan akan mendukung anak asuh
dalam mencapai cita-citanya. Tanpa kemauan untuk berusaha, bakat yang dimiliki
anak asuh tidak dapat berkembang.
Karakter anak asuh menentukan cara anak asuh untuk berpikir dan
bertindak. Karakter dapat mempengaruhi cara anak asuh dalam mengatasi
hambatan. Karakter yang baik merupakan dorongan dari dalam diri anak asuh
untuk melakukan apa yang benar, berdasarkan standar tertinggi dari perilaku,
dalam setiap situasi. (Hill, 2002). Karakter dari anak asuh berperan dalam
pencapaian cita-citanya. Salah satunya adalah keberanian dan kejujuran. Anak
asuh yang memiliki keberanian untuk bertindak memiliki kesempatan yang lebih
besar untuk dapat maju.
Kesehatan fisik dan emosi anak asuh pun dapat mempengaruhi
kemampuan anak asuh dalam mencapai kesuksesan. Jika anak asuh sakit, maka
perhatiannya akan teralihkan pada penyakitnya. Sebaliknya, fisik dan emosi yang
18
Universitas Kristen Maranatha Paul G.Stoltz (2000) menyatakan bahwa respon individu terhadap
hambatan dalam proses belajar dibentuk lewat pengaruh-pengaruh dari orang tua,
guru, teman sebaya dan orang-orang yang mempunyai peran penting selama masa
kanak-kanak. Relasi keluarga dan teman sebaya terus memainkan peran yang
penting pada masa akhir kanak-kanak. Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa
dukungan guru memberi pengaruh yang kuat bagi prestasi murid-murid
(Goodenow, 1993 dalam Santrock, 2002: 351). Adversity Quotient dapat dibentuk
dan dipelajari dari lingkungan anak asuh berada.
Bandura, dalam teori social learning meyakini pentingnya situasi
eksternal dan peranan reinforcement dalam menentukan respon anak asuh
terhadap hambatan dalam proses belajar, juga proses kognitif sebagai faktor
penentu respon anak asuh terhadap hambatan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Martin Seligman,
Christopher Peterson dkk (2000), diketahui bahwa individu dapat diajar untuk
memperbaiki bagaimana mereka merespon hambatan yang dialaminya. Respon
anak asuh terhadap hambatan merupakan gabungan antara hasil belajar dan proses
berpikir. Anak asuh itu dapat mempelajari atau memodifikasi respon terhadap
hambatan dengan memperhatikan dan meniru orang tua, guru maupun teman
sebaya.
Berdasarkan uraian di atas maka untuk lebih memperjelas dibuatlah skema
19
Universitas Kristen Maranatha Faktor Eksternal:
o Orang tua
o Guru
o Teman sebaya
tinggi
Anak Asuh Yayasan X AQ sedang
rendah
Faktor Internal:
Kecerdasan Dimensi:
Bakat - Control
Kemauan - Ownership
Karakter - Reach
Kesehatan - Endurance
20
Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi
1. Adversity Quotient merupakan salah satu faktor yang dibutuhkan anak
asuh Yayasan X untuk dapat meningkatkan prestasi akademis.
2. Setiap anak asuh akan memberikan tanggapan yang berbeda-beda
terhadap hambatan yang ada selama belajar sesuai dengan tingkat
76 Universitas Kristen Maranatha BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Sebagian besar anak asuh Yayasan X di Bandung mempunyai AQ dalam taraf
yang sedang dengan dimensi Control, Reach, Endurance dalam taraf yang
sedang pula dan dimensi Ownership berada pada taraf yang tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa anak asuh cukup dapat memegang kendali atas hambatan
yang mereka alami dan memiliki tanggung jawab yang tinggi untuk berusaha
mengatasi hambatan tersebut.
2. Anak asuh perempuan cenderung lebih dapat mengatasi hambatan yang
mereka alami daripada anak asuh laki-laki. Hal ini tidak selaras dengan hasil
penelitian Dweck bahwa anak laki-laki lebih dapat mengatasi hambatan
daripada anak perempuan.
3. Anak asuh dengan AQ tinggi dapat belajar lebih banyak daripada anak asuh
dengan AQ sedang dan rendah sehingga dapat memperoleh prestasi yang baik.
Hal ini disebabkan karena anak asuh dengan AQ tinggi menganggap kesulitan
sebagai sesuatu yang bersifat sementara, sedangkan anak asuh dengan AQ
rendah menganggapnya sebagai sesuatu yang bersifat tetap.
4. Sikap orang tua, guru dan teman-teman ketika menghadapi kesulitan
tampaknya berkaitan dengan sikap anak asuh ketika menghadapi kesulitan
77
Universitas Kristen Maranatha 5. Dukungan orang tua ketika belajar dapat memperkuat keberhasilan anak asuh.
Sebagian besar anak asuh yang memiliki orang tua yang sangat mendukung
ketika belajar memiliki AQ tinggi dan sebagian besar anak asuh yang memiliki
orang tua yang cukup mendukung memiliki AQ sedang.
6. Anak asuh dengan AQ rendah tidak dapat mewakili populasi karena jumlah
sampel yang terbatas.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas dan dengan menyadari berbagai keterbatasan
dari hasil penelitian yang telah diperoleh, maka peneliti merasa perlu mengajukan
beberapa saran, yaitu :
1. Anak asuh diharapkan dapat lebih memahami pola tanggapannya dalam
menghadapi kesulitan-kesulitan hidup serta belajar untuk mengembangkan
pola tanggapan yang positif terhadap setiap situasi sulit yang dihadapi.
2. Orang tua diharapkan untuk memberikan dukungan yang positif dan sikap
peduli kepada anak asuh dalam kegiatan belajar mereka terutama ketika
mereka mengalami kesulitan belajar. Pemberian dukungan positif tersebut
dapat dilakukan dengan memberi semangat ketika anak asuh sedang belajar,
memberi pujian atas keberhasilan yang diraih anak asuh, walaupun hanya
keberhasilan kecil. Dukungan tersebut dapat menjadi pendorong bagi anak
asuh untuk terus maju mengatasi setiap rintangan. Selain itu, orang tua juga
diharapkan dapat mengembangkan pola tanggapan positif dalam menghadapi
78
Universitas Kristen Maranatha dihadapi. Sehingga anak asuh dapat menjadikannya contoh dalam
menghadapi hambatan.
3. Yayasan X, melalui bimbingan belajar yang diadakannya, diharapkan dapat
mendukung dalam mengembangkan pola tanggapan positif anak asuh dalam
menghadapi kesulitan. Salah satu caranya adalah dengan mendorong anak
asuh untuk terus berusaha dan tidak mudah menyerah saat menghadapi
kesulitan belajar, dengan memberinya kesempatan untuk berusaha sendiri,
tidak terlalu mudah memberikan jalan keluar ketika anak asuh menghadapi
kesulitan, tetapi membimbingnya untuk mengatasi kesulitan tersebut dengan
usahanya sendiri. Hal ini dapat melatih anak asuh dalam menghadapi setiap
hambatan dalam hidupnya.
4. Penelitian ini masih memerlukan pengembangan, sehingga untuk peneliti lain
yang tertarik pada bidang bahasan yang sama dapat mempertimbangkan
mengembangkan penelitian ini, dengan memperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhi AQ, misalnya dengan melihat hubungan AQ dengan parent
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA
Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo.
Santrock, John W. 2002. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga.
Stoltz, Paul G. 2000. Adversity Quotient Mengubah Hambatan Jadi Peluang. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Stoltz, Paul G. 2003. Adversity Quotient @ Work Mengatasi Kesulitan di Tempat Kerja. Jakarta : Interaksara.
Sudjana. 1992. Metoda Statistika. Edisi ke-5. Bandung: Penerbit Tarsito.
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN
Cahyadi, Heri. 2006. Survei mengenai Adversity Quotient Pada Siswa/i Sekolah
Menengah Pertama “X” Kelas I di Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas
Psikologi Universitas Kristen Maranatha.
Henmon, V.A.C. 1974. Definisi Inteligensi. http://nagasakti.mervpolis.com
Hill, T.A. 2005. Character First! Kimray Inc. http:// www.charactercities.org
Kompas. 22 Juli 2006. Seto Mulyadi.
Mustafa, Hasan. 2000. Teknik Sampling. home.unpar.ac.id
Perda Perlindungan Anak Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat No.4 2006 Seri E Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat no 5 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Anak.
Pikiran Rakyat. 15 Februari 2005. Djuju Sudjana.
Sitepu SK, Nirwana. 1995. Statistika. Diterbitkan atas usaha Unit Pelayanan Statistika Jurusan Statistik, FMIPA Universita Padjadjaran Bandung.
Wechsler, David. 24 Januari 2008. Inteligensi dan IQ. http://efdinal.multiply.com