• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Tentang Derajat Adversity Quotient Pada Anak Asuh Yayasan "X" di Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Tentang Derajat Adversity Quotient Pada Anak Asuh Yayasan "X" di Bandung."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

Penelitian yang berjudul “Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient

Pada Anak Asuh Yayasan X di Bandung” ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai AQ pada anak asuh Yayasan X berusia 9-11 Tahun di Bandung, yang berada pada kategori masa kanak kanak akhir.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan menggunakan teknik survei. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-eksperimental, ex post facto. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan pada semua anggota populasi yang berjumlah 32 orang.

Penelitian ini didasari oleh teori Adversity Quotient dari Paul G. Stoltz (2000) dengan keempat dimensinya yang terdiri dari Control, Ownership, Reach dan Endurance. Alat ukur yang digunakan merupakan modifikasi dari alat ukur “Adversity Response Profile” (ARP) dari Paul G. Stoltz (2000) dan terdiri dari 16 item. Validitas alat ukur berkisar antara 0.301 – 0.768 dan reliabilitas sebesar 0,616. Hasil dari penelitian adalah sebagian besar anak asuh Yayasan X di Bandung mempunyai AQ dalam taraf yang sedang, dengan dimensi Control, Reach dan Endurance dalam taraf yang sedang pula. Sedangkan untuk dimensi Ownership berada pada taraf yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa anak asuh cukup memiliki kemampuan untuk bertahan dan mengatasi hambatan yang dialaminya, serta memiliki tanggung jawab yang besar terhadap hambatan yang dialami.

(2)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

ABSTRAK………..

KATA PENGANTAR……….

DAFTAR ISI………

DAFTAR BAGAN………..

DAFTAR TABEL………

DAFTAR LAMPIRAN………

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 11

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ... 11

1.4Kegunaan Penelitian………..11

1.4.1. Kegunaan Teoretis………...11

1.4.2. Kegunaan Praktis ... 12

1.5. Kerangka Pemikiran ... 12

1.6. Asumsi ... 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient 2.1.1 Definisi Adversity Quotient ... 21

(3)

Universitas Kristen Maranatha

2.1.3 Derajat Adversity Quotient…… ... 24

2.1.4 Peran Adversity Quotient dalam Kehidupan ... 26

2.1.5 Ilmu Pengetahuan tentang Adversity Quotient ... 31

2.1.6 Proses Kerja Adversity Quotient ... 36

2.1.7 Faktor yang Mempengaruhi Adversity Quotient ... 39

2.1.7.1 Faktor Internal ... 40

2.1.7.2 Faktor Eksternal ... 42

2.2 Masa Akhir Kanak-kanak 2.2.1 Definisi dan Batasan Masa Akhir Kanak-kanak ... 44

2.2.2 Perkembangan Kognitif pada Masa Akhir Kanak-kanak... 45

2.2.3 Perkembangan Sosioemosional pada Masa Akhir Kanak- kanak ... 45

2.3 Anak Asuh 2.3.1 Pengertian Anak Asuh... 47

2.3.2 Anak Asuh Yayasan X ... 48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian ... 50

3.2. Variabel Penelitian ... 50

(4)

Universitas Kristen Maranatha

3.3.1 Definisi Konseptual ... 51

3.3.2 Definisi Operasional ... 51

3.4. Alat Ukur Penelitian ... 52

3.4.1 Alat Ukur Adversity Quotient... 52

3.4.2 Data Penunjang ... 54

3.4.3 Pengujian Alat Ukur ... 55

3.4.3.1 Validitas Alat ukur ... 55

3.4.3.2 Reabilitas Alat ukur ... 57

3.5. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 58

3.5.1 Populasi Sasaran ... 58

3.5.2 Karakteristik Populasi ... 58

3.5.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 59

3.6 Teknik Analisis ... 59

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Sampel ... 60

4.2 Hasil Penelitian ... 61

4.2.1 Distribusi Frekuensi………. . 61

4.2.2 Tabulasi Silang ... 64

(5)

Universitas Kristen Maranatha BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 76

5.2 Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA………...

DAFTAR RUJUKAN………

(6)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.5. Kerangka Pemikiran……….………19

(7)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin…. 60

Tabel 4.1.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia………. 60

Tabel 4.2.1.1 Distribusi Frekuensi AQ……… 61

Tabel 4.2.1.2 Persentase CORE Responden Secara Keseluruhan………62

Tabel 4.2.1.3 Persentase CORE Pada Responden Yang Mempunyai

Derajat AQ Tinggi……….….62

Tabel 4.2.1.4 Persentase CORE Pada Responden Yang Mempunyai

Derajat AQ Sedang..……….……….63

Tabel 4.2.1.5 Persentase CORE Pada Responden Yang Mempunyai

Derajat AQ Rendah…..……….64

Tabel 4.2.2.1 Tabulasi Silang antara AQ dengan Karakteristik Responden…...64

Tabel 4.2.2.2 Tabulasi Silang antara AQ dengan Penilaian Responden

Tentang Prestasinya………...65

Tabel 4.2.2.3 Tabulasi Silang antara AQ dengan Prestasi Akademik

Selama Mendapatkan Beasiswa……… 66

Tabel 4.2.2.4 Tabulasi Silang antara AQ dengan Usaha Responden dalam

Mengatasi Hambatan………... 67

(8)
(9)

Lampiran 1. Alat Ukur Adversity Quotient

PETUNJUK PENGISIAN

Pada halaman berikut terdapat sejumlah pernyataan. Adik diminta untuk membayangkan

setiap situasi yang ada di bawah ini seolah-olah terjadi pada diri adik saat ini. Bayangkan apa

yang akan adik apa yang akan terjadi sebagai akibat dari situasi tersebut. Kemudian berikan

tanda silang (X) pada angka yang merupakan jawaban yang sesuai dengan dirimu. Adik diminta

untuk mengisinya secara spontan, yaitu apa yang pertama kali ada dalam pikiranmu saat

membayangkan situasi tersebut. Adik diminta untuk mengisi semua pertanyaan dan jangan

sampai ada yang terlewati.

Contoh :

o Saya kehilangan mainan yang sangat saya sukai.

Sejauh mana kamu dapat mempengaruhi situasi ini?

 Bila adik merasa sama sekali tidak mungkin mempengaruhi situasi tersebut, maka

berikan tanda silang pada angka 1

Sama sekali tidak mungkin 1 2 3 4 5 Sepenuhnya

 Bila adik merasa cenderung tidak mungkin mempengaruhi situasi tersebut, maka berikan

tanda silang pada angka 2

Sama sekali tidak mungkin 1 2 3 4 5 Sepenuhnya

 Bila adik merasa ragu antara mungkin atau tidak mungkin dapat mempengaruhi situasi itu

sepenuhnya, maka berikan tanda silang pada angka 3

(10)

 Bila adik merasa cenderung dapat mempengaruhi situasi tersebut sepenuhnya, maka

berikan tanda silang pada angka 4

Sama sekali tidak mungkin 1 2 3 4 5 Sepenuhnya

 Bila adik merasa dapat mempengaruhi situasi itu sepenuhnya, maka berikan tanda silang

pada angka 5

(11)

1. Orang tua kamu mengalami kesulitan keuangan pada saat tahun ajaran baru.

Sejauh mana kamu dapat mempengaruhi situasi ini?

Sama sekali tidak mungkin 1 2 3 4 5 Sepenuhnya

2. Kamu terlewati untuk diangkat menjadi ketua kelas.

Sejauh mana kamu merasa bertanggung jawab untuk memperbaiki situasi ini?

Sama sekali tidak 1 2 3 4 5 Sepenuhnya

bertanggung jawab bertanggung jawab

3. Kamu mendapatkan teguran atas tugas yang baru saja kamu selesaikan.

Akibat dari situasi ini akan:

Mempengaruhi semua 1 2 3 4 5 Terbatas pada

aspek hidup saya situasi ini

4. Seseorang yang kamu hargai mengabaikan usaha kamu untuk membicarakan tugas yang

tidak kamu mengerti.

Sejauh mana kamu merasa bertanggung jawab untuk memperbaiki situasi ini?

Sama sekali tidak 1 2 3 4 5 Sepenuhnya

bertanggung jawab bertanggung jawab

5. Orang memberikan tanggapan yang tidak baik pad aide kamu.

Sejauh mana kamu dapat mempengaruhi situasi ini?

(12)

6. Kamu tidak dapat beristirahat seperti yang kamu perlukan.

Akibat dari situasi ini akan:

Berpengaruh selamanya 1 2 3 4 5 dengan cepat

berlalu

7. Ban sepedamu bocor ketika kamu sedang dalam perjalanan ke sekolah untuk mengikuti

ulangan umum.

Akibat dari situasi ini akan:

Mempengaruhi semua 1 2 3 4 5 Terbatas pada

aspek hidup saya situasi ini

8. Setelah mencari dengan seksama, kamu tidak dapat menemukan buku catatan yang

penting.

Akibat dari situasi ini akan:

Berpengaruh selamanya 1 2 3 4 5 dengan cepat

berlalu

9. Kamu kekurangan anggota kelompok untuk mengerjakan tugas pada mata pelajaran yang

sulit.

Sejauh mana kamu merasa bertanggung jawab untuk memperbaiki situasi ini?

Sama sekali tidak 1 2 3 4 5 Sepenuhnya

(13)

10.Kamu terlambat datang ke sekolah pada hari pertama ulangan umum.

Akibat dari situasi ini akan:

Mempengaruhi semua 1 2 3 4 5 Terbatas pada

aspek hidup saya situasi ini

11.Tugas sekolah dan tugas di rumahmu tidak seimbang.

Sejauh mana kamu dapat mempengaruhi situasi ini?

Sama sekali tidak mungkin 1 2 3 4 5 Sepenuhnya

12.Kamu tampaknya tidak mempunyai cukup uang .

Akibat dari situasi ini akan:

Berpengaruh selamanya 1 2 3 4 5 dengan cepat

berlalu

13.Kamu tidak berolahraga secara teratur padahal tahu apa yang seharusnya dilakukan.

Sejauh mana kamu dapat mempengaruhi situasi ini?

Sama sekali tidak mungkin 1 2 3 4 5 Sepenuhnya

14.Kamu tidak berhasil mencapai nilai rapor seperti yang diharapkan.

Sejauh mana kamu merasa bertanggung jawab untuk memperbaiki situasi ini?

Sama sekali tidak 1 2 3 4 5 Sepenuhnya

(14)

15.Kamu kehilangan sesuatu yang penting untukmu.

Akibat dari situasi ini akan:

Berpengaruh selamanya 1 2 3 4 5 dengan cepat

berlalu

16.Gurumu tetap tidak setuju dengan pendapatmu ketika kamu menyerahkan tugas yang

diberikannya.

Akibat dari situasi ini akan:

Mempengaruhi semua 1 2 3 4 5 Terbatas pada

(15)

Lampiran 2. Data Penunjang

No. Urut :

Data Pribadi

1. Nama :

2. Jenis Kelamin : Laki-laki/ Perempuan

3. Usia :

4. Kelas :

5. Lama mendapat beasiswa : ……… semester.

6. Rata-rata nilai rapor selama mendapat beasiswa :

7. Saya memiliki kemampuan dalam bidang:

………..

8. Prestasi yang pernah dicapai:

………..

9. Cita-cita:

………..

10.Usaha yang dilakukan untuk mencapai cita-cita itu:

……….

…….………

………….………

11.Hal yang biasa saya lakukan jika menemukan hambatan dalam belajar:

………

(16)

12.Ikut bimbingan belajar? Ya / tidak

Alasannya:

………

………

II. Pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan diri saudara!

1. Guru mengadakan ulangan mendadak, padahal saya belum belajar. Saya akan………

a. Mengerjakan sendiri sesuai dengan kemampuan saya

b. Bertanya kepada teman bila saya tidak dapat menjawab soal tersebut

c. Bekerja sama dengan teman dalam menjawab soal ulangan tersebut

2. Guru memberikan soal secara lisan. Saya akan…

a. Langsung mengangkat tangan untuk mencoba menjawab soal tersebut

b. Menunggu ditunjuk oleh guru, baru menjawab

c. Tidak menjawab karena takut salah

3. Dalam waktu 1 bulan, kira-kira saya terserang penyakit sebanyak…..

a. 1 kali atau tidak sama sekali

b. 2-3 kali

c. Lebih dari 3 kali

4. Ketika ada teman yang mengejek saya, maka…….

a. Saya langsung marah kepadanya

b. Saya mengatakan padanya bahwa saya kesal dengan perbuatannya dan memintanya

untuk berhenti mengejek

(17)

5. Hubungan saya dengan guru saya ………

a. Sangat baik d. Kurang baik

b. Baik e. Tidak baik

c. Cukup baik

6. Hubungan saya dengan orang tua saya ………

a. Sangat baik d. Kurang baik

b. Baik e. Tidak baik

c. Cukup baik

7. Sikap orang tua ketika saya sedang belajar ………..

a. Sangat mendukung c. Kurang mendukung

b. Cukup mendukung d. Tidak mendukung

8. Menurut pengamatan saya, ketika orang tua saya mengalami kesulitan, biasanya mereka :

a. Berusaha keras melakukan sesuatu untuk mengatasi kesulitan tersebut

b. Berusaha mengatasi kesulitan, namun hanya sampai batas tertentu

c. Mudah menyerah terhadap situasi

9. Setahu saya, ketika guru saya mengalami kesulitan, biasanya mereka :

a. Berusaha keras melakukan sesuatu untuk mengatasi kesulitan tersebut

b. Berusaha mengatasi kesulitan, namun hanya sampai batas tertentu

c. Mudah menyerah terhadap situasi

10.Ketika teman saya mengalami kesulitan, biasanya mereka :

a. Berusaha keras melakukan sesuatu untuk mengatasi kesulitan tersebut

b. Berusaha mengatasi kesulitan, namun hanya sampai batas tertentu

(18)

11.Saya termasuk siswa yang :

a. Sangat berprestasi c. Kurang berprestasi

b. Cukup berprestasi d. Tidak berprestasi

12.Selama ini seberapa besar perhatian yang diberikan orang tua saya terhadap keberhasilan

saya ?

a. Sangat besar c. Kurang

b. Cukup besar d. Tidak ada

13.Selama ini seberapa besar perhatian yang diberikan oleh guru saya terhadap keberhasilan

saya ?

a. Sangat besar c. Kurang

b. Cukup besar d. Tidak ada

14.Selama ini seberapa besar perhatian yang diberikan oleh teman dekat saya terhadap

keberhasilan saya ?

a. Sangat besar c. Kurang

(19)

Lampiran 3. Hasil Perhitungan Validitas dan Reabilitas

No soal Validitas

1 0.349 valid

2 0.305 valid

3 0.627 valid

4 0.345 valid

5 0.517 valid

6 0.301 valid

7 0.49 valid

8 0.345 valid

9 0.517 valid

10 0.49 valid

11 0.402 valid

12 0.55 valid

13 0.305 valid

14 0.715 valid

15 0.768 valid

16 0.654 valid

Reabilitas

(20)

Lampiran 4. Tabulasi Silang Data Penunjang dan AQ

Tabel 4.1. Tabulasi Silang antara AQ dengan Usia Responden

Usia AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

9 tahun 2 28.57 5 71.43 0 0 7 100

10 tahun 4 28.57 10 71.43 0 0 14 100

11 tahun 4 36.36 6 54.55 1 9.09 11 100

Tabel 4.2. Tabulasi Silang antara AQ dengan Kelas Responden

Kelas AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

4 3 27.28 8 72.72 0 0 11 100

5 6 37.5 9 56.25 1 6.25 16 100

(21)

Tabel 4.3. Tabulasi Silang antara AQ dengan Lama Responden Mendapat Beasiswa

Lama

Beasiswa

(Semester)

AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

3 2 22.22 6 66.67 1 11.11 9 100

5 3 33.33 6 66.67 0 0 9 100

7 5 35.71 9 64.29 0 0 14 100

Tabel 4.4. Tabulasi Silang antara AQ dengan Kemampuan Responden

Kemampuan AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Akademik 1 25 3 75 0 0 4 100

Non – Akademik 9 32.14 18 64.29 1 3.57 28 100

Tabel 4.5. Tabulasi Silang antara AQ dengan Prestasi Responden

Prestasi AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Akademik 2 33.33 4 66.67 0 0 6 100

Non-Akademik 5 29.41 12 70.59 0 0 17 100

(22)

Tabel 4.6. Tabulasi Silang antara AQ dengan Bidang Cita-cita Responden

Cita-cita

(dalam

bidang)

AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Kesehatan 2 25 5 62.5 1 12.5 8 100

Pendidikan 3 50 3 50 0 0 6 100

Kesenian 2 50 2 50 0 0 4 100

Olahraga 1 11.11 8 88.89 0 0 9 100

Lain-lain 2 40 3 60 0 0 5 100

Tabel 4.7. Tabulasi Silang antara AQ dengan Usaha Responden untuk

Mencapai Cita-cita

Usaha untuk

mencapai

cita-cita

AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Umum 9 33.33 17 62.97 1 3.70 27 100

(23)

Tabel 4.8. Tabulasi Silang antara AQ dengan Keikutsertaan Responden dalam Bimbingan

Belajar yang Diadakan Yayasan X

Mengikuti

bimbingan belajar

Yayasan X

AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Ya 6 28.57 14 66.67 1 4.76 21 100

Kadang 3 33.33 6 66.67 0 0 9 100

Tidak 1 50 1 50 0 0 2 100

Tabel 4.9. Tabulasi Silang antara AQ dengan Alasan Keikutsertaan Responden Dalam

Bimbingan Belajar

Alasan AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Internal 8 30.77 17 65.38 1 3.85 26 100

(24)

Tabel 4.10 Tabulasi Silang antara AQ dengan Respon Responden Ketika Guru

Mengadakan Ulangan Mendadak

Respon Responden AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Mengerjakan

sendiri

10 31.25 21 68.75 1 0 32 100

Bertanya bila tidak

dapat menjawab

0 0 0 0 0 0 0 0

Bekerjasama 0 0 0 0 0 0 0 0

Tabel 4.11. Tabulasi Silang antara AQ dengan Respon Responden Ketika Guru

Memberikan Soal Lisan

Respon Responden AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Langsung menjawab 7 30.43 16 69.57 0 0 23 100

Menunggu ditunjuk 3 37.5 5 62.5 0 0 8 100

(25)

Tabel 4.12. Tabulasi Silang antara AQ dengan Frekuensi Responden Terserang Penyakit

dalam waktu 1 Bulan

Frekuensi AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

≤ 1 8 38.09 13 61.91 0 0 21 100

2-3 2 22.22 6 66.67 1 11.11 9 100

>3 0 0 2 100 0 0 2 100

Tabel 4.13. Tabulasi Silang antara AQ dengan Reaksi Responden Ketika Ada Yang

Mengejek

Reaksi responden AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Langsung marah 0 0 1 100 0 0 1 100

Menyatakan

kekesalan

4 26.66 10 66.67 1 6.67 15 100

Memendam

kekesalan

(26)

Tabel 4.14. Tabulasi Silang antara AQ dengan Hubungan Responden dengan Guru

Tabel 4.15. Tabulasi Silang antara AQ dengan Hubungan Responden dengan Orang Tua

(27)

Tabel 4.16. Tabulasi Silang antara AQ dengan Respon Orang Tua Ketika Menghadapi

Kesulitan

Respon orang tua AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Berusaha Keras 6 27.27 16 72.73 0 0 22 100

Berusaha Sampai

Batas Tertentu

4 50 4 50 0 0 8 100

Mudah Menyerah 0 0 1 50 1 50 2 100

Tabel 4.17. Tabulasi Silang antara AQ dengan Respon Guru Ketika Menghadapi Kesulitan

Respon Guru AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Berusaha Keras 8 29.63 18 66.67 1 3.7 27 100

Berusaha Sampai

Batas Tertentu

(28)

Tabel 4.18. Tabulasi Silang antara AQ dengan Respon Teman Ketika Menghadapi

Kesulitan

Respon Teman AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Berusaha Keras 6 31.58 13 68.42 0 0 19 100

Berusaha Sampai

Batas Tertentu

4 30.77 8 61.54 1 7.69 13 100

Tabel 4.19. Tabulasi Silang antara AQ dengan Perhatian yang Diberikan Orang

Tua Terhadap Keberhasilan Responden

Perhatian

terhadap

keberhasilan

AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Sangat besar 6 33.33 12 66.67 0 0 18 100

(29)

Tabel 4.20. Tabulasi Silang antara AQ dengan Perhatian yang Diberikan Guru Terhadap

Keberhasilan Responden

Perhatian

terhadap

keberhasilan

AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Sangat besar 6 46.15 7 53.85 0 0 13 100

Cukup besar 4 22.22 13 72.22 1 5.56 18 100

Kurang besar 0 0 1 100 0 0 1 100

Tabel 4.21. Tabulasi Silang antara AQ dengan Perhatian yang Diberikan Teman Terhadap

Keberhasilan Responden

Perhatian

terhadap

keberhasilan

AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Sangat besar 3 33.33 6 66.67 0 0 9 100

Cukup besar 6 35.30 10 58.82 1 5.88 17 100

(30)

Lampiran 5. Kategori Penilaian Prestasi Akademik Berdasarkan Patokan Nilai Rapor

Nilai Rapor Kategori

6, 1 – 7,0 Cukup

7,1 – 8,0 Cukup Baik

8,1 – 9,0 Baik

(31)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang penting, karena memegang peranan

kunci sebagai pendekatan dasar dan bagian penting dalam sistem

pembangunan bangsa (Djuju Sudjana, Pikiran Rakyat, 15 Februari 2005).

Oleh karena itu pemerintah mencanangkan program Wajib Belajar 9 tahun

untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Pada

pelaksanaannya, tidak semua orang bisa menamatkan pendidikan dasar 9

tahun secara berkesinambungan. Salah satu faktor penghambat anak dalam

menamatkan pendidikan dasarnya adalah faktor ekonomi. Banyak anak usia

sekolah dari keluarga tidak mampu yang membutuhkan bantuan dari orang

lain agar dapat menamatkan pendidikan dasar. Pada tahun 2005 tercatat

sekitar 1.712.413 anak putus sekolah dan 84,48% diantaranya adalah tingkat

Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidayah (Seto Mulyadi, Kompas, 22 Juli 2006).

Di daerah Bandung Timur, terdapat banyak anak usia sekolah dasar

dari keluarga tidak mampu. Sebagian besar dari mereka memiliki orang tua

yang kurang berpendidikan. Rendahnya pendidikan orang tua, membuat sudut

pandang mereka menjadi sempit. Kebanyakan dari mereka melakukan

pekerjaan kasar. Ada yang bekerja sebagai buruh, pekerja bangunan,

pembantu, dan supir. Sebagian besar orang tua mereka tidak memiliki

(32)

2

Universitas Kristen Maranatha memiliki penghasilan yang tidak tetap, sehingga untuk memenuhi kehidupan

sehari-hari pun sulit, apalagi untuk membiayai mereka sekolah.

Yayasan X merasa ikut bertanggung jawab untuk menunjang

penuntasan wajib belajar pendidikan dasar dengan memberikan beasiswa

kepada anak usia sekolah dari keluarga tidak mampu. Yayasan X merupakan

sebuah yayasan sosial yang dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan

kesadaran dan tanggung jawab masyarakat terhadap masa depan anak sebagai

generasi penerus bangsa yang berkualitas, dalam upaya mencerdaskan bangsa.

Selain memberikan beasiswa, Yayasan X pun melakukan upaya

pengembangan sumber daya manusia berupa pemberian pelatihan kepada

ibu-ibu, mendirikan home industry, dan mendirikan Balai Pengobatan di sebuah

daerah di kawasan Bandung Timur. Anak yang diberi beasiswa selanjutnya

disebut anak asuh.

Tahun 2003 jumlah anak asuh Yayasan “X” 20 orang, kemudian

jumlahnya meningkat menjadi 80 orang setelah berjalan 3 tahun. Dari 80

orang anak asuh, 75% berusia 6-12 tahun (Sekolah Dasar), 13,75% berusia

13-15 tahun (SMP), 11,5% usia 16-18 tahun (SMU). Anak-anak tersebut terdiri

dari 35% perempuan dan 65% laki-laki. Anak asuh Yayasan X berasal dari

beberapa sekolah di kawasan yang sama.

Anak asuh berasal dari keluarga tidak mampu yang membutuhkan

bantuan dari orang lain agar dapat menamatkan pendidikan dasar, namun

cukup berprestasi. Calon anak asuh diseleksi dengan persyaratan memiliki

(33)

3

Universitas Kristen Maranatha instansi lain. Data identitas calon anak asuh didapat berdasarkan informasi

dari Ketua RT mengenai keluarga tidak mampu di lingkungan tersebut dan

dari formulir mengenai data diri yang diisi orang tua calon anak asuh.

Anak asuh mendapatkan bantuan dalam bentuk biaya sekolah,

tunjangan kesehatan dan fasilitas belajar berupa bimbingan belajar. Selama

mendapatkan beasiswa anak asuh tetap tinggal bersama orang tuanya dan tetap

bersekolah di sekolah asalnya. Meskipun sudah mendapatkan bantuan biaya

untuk sekolah, namun hambatan yang dialami anak asuh ini masih tetap ada.

Di rumah, anak asuh harus membantu orang tua mereka dalam mengerjakan

pekerjaan rumah tangga seperti mencuci, dan menjaga adik mereka karena

orang tua mereka sibuk mencari nafkah. Padahal anak asuh usia 9-11 tahun

berada pada masa anak-anak “usia sekolah” dimana anak asuh seharusnya

menghabiskan waktunya untuk belajar dan bermain bersama teman-temannya.

Tetapi dengan kondisi keluarga mereka, mereka harus dapat membagi waktu

mereka untuk belajar, membantu orang tua mereka di rumah dan bermain

bersama teman sebaya.

Anak asuh akan mendapatkan beasiswa selama 1 tahun dan dapat

diperpanjang jika anak asuh dapat mempertahankan atau bahkan

meningkatkan prestasi akademisnya. Anak asuh yang mengalami penurunan

prestasi akan diberi surat peringatan, kemudian diberi kesempatan untuk

meningkatkan prestasi selama 2 semester. Pemberian beasiswa dapat

(34)

4

Universitas Kristen Maranatha Anak asuh harus berupaya meningkatkan prestasinya dengan giat

belajar dan rajin mengikuti pelajaran di sekolah. Anak asuh yang masuk

rangking 10 besar di kelasnya akan mendapatkan biaya untuk pembelian buku

pada tahun ajaran baru dan hadiah. Bila mengalami kesulitan dalam suatu

mata pelajaran, anak asuh dapat meminta bantuan ke Bimbingan Belajar

(Bimbel) yang disediakan Yayasan X. Belajar di Bimbel saja tidak cukup,

anak asuh harus belajar juga di rumahnya. Namun, anak asuh tidak

mempunyai tempat yang memadai untuk belajar di rumahnya. Kebanyakan

dari mereka tinggal di rumah yang sangat kecil. Aktivitas seluruh anggota

keluarga, seperti tidur, memasak, menonton, belajar, dilakukan dalam satu

ruangan yang dapat relatif sempit. Hal ini membuat anak asuh sulit

berkonsentrasi ketika belajar di rumah.

Pada umumnya, anak asuh kurang memiliki sarana prasarana yang

memadai di sekolahnya, misalnya penyediaan buku di perpustakaan yang

kurang lengkap, dan tidak tersedianya ruangan untuk melakukan percobaan

ilmiah. Ada anak asuh yang menganggap keterbatasan sarana dan prasarana

tersebut sebagai hal yang dapat mengganggu kelancaran kegiatan belajarnya,

ada juga anak asuh yang tidak menanggapinya sebagai hal yang mengganggu.

Faktor penghambat lainnya adalah keluarga. Sebagian besar dari orang

tua anak asuh sibuk bekerja, sehingga tidak mempunyai waktu untuk

menemani dan membantu ketika anak asuh merasa kesulitan dalam belajar.

Selain itu, karena rendahnya pendidikan orang tua, sehingga orang tua

(35)

5

Universitas Kristen Maranatha yang menghayati hal tersebut sebagai hambatan untuk dapat maju, ada juga

yang menganggap hal tersebut sebagai tantangan untuk dapat belajar sendiri.

Anak asuh usia 9 – 11 tahun berada pada ”usia sekolah” dimana

mereka lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya dibandingkan

dengan orang tuanya. Mereka seringkali mengamati teman sebaya dan

menjadikannya model dalam berperilaku. Teman seringkali memiliki sikap

yang sama terhadap sekolah, aspirasi pendidikan dan orientasi prestasi.

Hubungan dengan teman sebaya dapat memberikan pengaruh yang positif dan

negatif. Mereka cenderung senang melakukan kegiatan yang membutuhkan

kerjasama dan saling menolong. Hal ini dapat memberikan dampak positif.

Perilaku yang buruk dari teman sebaya, misalnya perilaku malas belajar dan

banyak bermain, dapat memberikan dampak negatif yang menjadi faktor

penghambat bagi anak asuh untuk dapat meningkatkan prestasinya.

Anak asuh, seringkali merasa kesulitan dalam beberapa pelajaran

seperti Matematika, Bahasa Inggris, dan IPA (Sains). Menurut mereka

dikarenakan guru menjelaskan terlalu cepat dan membosankan dalam

penyampaikan pelajaran di kelas sehingga mereka terkadang kurang

menyimak materi yang disampaikan. Bahan pelajaran dan tugas yang

diberikan pun sangat banyak dan sulit.

Setiap anak boleh datang ke bimbingan belajar yang diadakan oleh

Yayasan X bila mengalami hambatan belajar. Pada awalnya, bimbingan

belajar ini hanya diadakan setiap hari Sabtu. Namun karena ada anak- anak

(36)

6

Universitas Kristen Maranatha diadakan setiap hari. Mereka bertanya mengenai pelajaran yang tidak dapat

mereka kuasai pada pembimbing yang ada. Ada anak asuh yang

memanfaatkan fasilitas tersebut namun ada juga yang tidak memanfaatkannya.

Sebagian anak asuh tidak memanfaatkannya karena malas, sebagian besar lagi

karena dilarang oleh orang tuanya. Namun ada juga yang tetap mengikuti

bimbingan belajar meskipun sudah dilarang.

Anak asuh berkewajiban untuk memanfaatkan bantuan yang

diterimanya dengan baik. Dengan banyaknya hambatan yang dialami anak

asuh ini, maka anak asuh perlu memiliki kemampuan untuk bertahan dan

mengatasi hambatan yang ada dalam kehidupannya, untuk dapat

mempertahankan prestasi belajarnya. Bila mereka gagal mempertahankan

prestasi belajarnya, maka mereka akan kehilangan beasiswa dan tidak dapat

sekolah lagi. Bila mereka tidak sekolah, maka kelak mereka akan kesulitan

untuk mendapatkan pekerjaan yang baik dan merubah masa depan mereka

menjadi lebih baik. Oleh karena itu, anak asuh harus mempertahankan prestasi

belajarnya sehingga bisa terus mendapatkan beasiswa.

Tanggapan dan cara anak asuh dalam mengatasi hambatan dapat

berbeda-beda. Menurut Paul G.Stoltz (2000), cara anak asuh mengatasi

masalahnya, merupakan cerminan dari Adversity Quotient (AQ). AQ adalah

suatu ukuran untuk mengetahui respon anak asuh terhadap hambatan. AQ

dapat menggambarkan derajat kemampuan anak asuh untuk dapat bertahan

(37)

7

Universitas Kristen Maranatha Adversity Quotient diperlukan mulai dari masa kanak-kanak hingga

dewasa. Karena hambatan tidak hanya dimiliki oleh orang dewasa saja.

Hambatan yang dimiliki individu akan terus meningkat. Berdasarkan

penelitian Seligman, anak-anak yang berlandaskan pada perasaan yang tidak

baik tentang situasi sulit, atau bahkan tidak belajar bagaimana

menghadapiperasaan tersebut sejak masih muda, sebagai remaja, mereka tidak

siap untuk menghadapi tantangan.

Adversity Quotient dimulai dari perkembangan kognitif. Anak- anak

akan belajar bagaimana merespon hambatan dan memecahkan masalah, atau

bahkan belajar untuk tidak memberikan respon pada beberapa masalah. Anak

asuh usia 9 – 11 tahun berada pada tahap perkembangan concrete operational

dimana mereka sudah mampu melakukan penalaran logis. Anak asuh sudah

mampu untuk berpikir logis, fleksibel dan sistematis dalam menghadapi

hambatan, serta sudah dapat memahami sudut pandang orang lain.

Menurut Paul G. Stoltz (2000), AQ terdiri atas empat dimensi, yaitu:

Control, Ownership, Reach dan Endurance (CORE). Dimensi pertama,

control, mengukur berapa besar anak asuh merasa mampu untuk

mengendalikan hambatan belajar yang dihadapi. Anak asuh yang memiliki

control yang tinggi, tidak menyerah ketika ada hambatan. Mereka mengambil

tindakan untuk mengatasinya sehingga menghasilkan keuletan dan tekad yang

besar untuk belajar. Anak asuh yang memiliki control yang rendah, merasa

tidak mampu mengendalikan hambatan yang ada sehingga mereka memiliki

(38)

8

Universitas Kristen Maranatha Dimensi kedua, ownership mengukur seberapa besar anak asuh

bertanggung jawab untuk memperbaiki situasi yang dihadapi tanpa

mempedulikan penyebabnya. Ada anak asuh yang memiliki dimensi

ownership yang tinggi, ia belajar dari kesalahannya, ia mengakui akibat yang

ditimbulkan dan bertanggung jawab atas akibat itu. Namun ada pula anak asuh

yang memiliki dimensi ownership yang rendah. Ia menyalahkan orang lain

dan tidak mau bertanggung jawab atas akibat yang ditimbulkan.

Dimensi ketiga, reach mengukur seberapa besar hambatan belajar akan

menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan anak asuh. Ada anak asuh

yang memiliki reach yang tinggi, ia memiliki kecenderungan yang besar untuk

merespon suatu hambatan sebagai sesuatu yang spesifik dan terbatas, sehingga

tidak mengganggu kegiatan belajar dan prestasi akademisnya. Ada pula anak

asuh yang memiliki reach yang rendah, ia membiarkan suatu hambatan

mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya, sehingga mengganggu kegiatan

belajar dan prestasinya. Hal ini kadang membuat anak asuh tidak berdaya

mengambil tindakan.

Dimensi keempat, endurance mengukur seberapa besar anak asuh

dapat bertahan menghadapi hambatan. Dimensi ini menyatakan kemampuan

anak asuh untuk membatasi lama suatu hambatan berlangsung, dan

kemampuan untuk mengaitkan penyebab hambatan dengan sesuatu yang

bersifat permanen atau sementara. Ada anak asuh yang memiliki endurance

yang tinggi, ia menganggap hambatan yang muncul sebagai sesuatu yang

(39)

9

Universitas Kristen Maranatha terjadi lagi, sehingga akan meningkatkan energi, optimisme dan

kecenderungan untuk bertindak. Hal ini membuat anak asuh dapat bertahan

dalam hambatan yang dihadapi. Ada pula anak asuh yang memiliki endurance

yang rendah, ia memandang hambatan yang muncul dan penyebabnya sebagai

peristiwa yang berlangsung lama dan peristiwa-peristiwa yang positif sebagai

sesuatu yang bersifat sementara.

Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan terhadap 10

anak asuh ketika sedang mengikuti bimbingan belajar yang diadakan Yayasan

”X”, terlihat ada 3 tipe sikap anak asuh dalam menghadapi hambatan. Ada

anak yang terlihat mempunyai kemampuan untuk menghadapi setiap

hambatan. Mereka memiliki semangat yang tinggi untuk belajar, berusaha

keluar dari masalah untuk mencapai prestasi belajar yang lebih baik dari

sebelumnya. Misalnya dengan pergi ke bimbingan belajar untuk belajar,

menanyakan pelajaran yang sulit. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara,

ada 40% anak asuh yang merasa mampu menyelesaikan soal latihan yang

diberikan pembimbing. Meskipun dalam mengerjakannya mereka menemukan

hambatan, namun mereka tetap merasa mampu untuk mengerjakannya.

Ada juga anak asuh yang terlihat berusaha untuk menghadapi setiap

hambatan belajar yang mereka alami, namun ketika merasa hambatannya

terlalu berat, mereka akan menyerah. Mereka mengatakan bahwa mereka

memang tidak mampu. Dari hasil observasi dan wawancara, terdapat 40%

anak yang merasa diri mereka tidak mampu setelah mencoba mengerjakan

(40)

10

Universitas Kristen Maranatha Ada juga anak asuh yang terlihat langsung menyerah ketika

menghadapi hambatan. Kebanyakan dari mereka merasa hambatannya terlalu

berat dan merasa dirinya tidak mampu mengatasinya. Prestasi yang diperoleh

pun kurang memuaskan. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, terdapat

20% anak yang langsung menyerah ketika diberikan soal latihan oleh

pembimbing. Setelah menerima soal dari pembimbing, mereka melihatnya dan

mengatakan bahwa persoalannya terlalu sulit dan mereka tidak dapat

mengerjakannya.

Anak asuh perlu memiliki kemampuan untuk bertahan dan mengatasi

hambatan yang ada dalam kehidupannya terutama dalam belajar. Anak asuh

harus dapat meningkatkan prestasi akademisnya untuk dapat mempertahankan

beasiswa yang diterimanya. Namun pada kenyataannya, tidak semua anak

asuh dapat meningkatkan prestasi akademisnya. Diantara mereka ada pula

yang tidak dapat meningkatkan prestasi dan mengalami penurunan prestasi

setelah mendapatkan beasiswa.

Berdasarkan fakta di atas, peneliti terdorong untuk meneliti mengenai

AQ pada anak-anak asuh Yayasan X di Bandung. Hal ini disebabkan karena

dengan adanya respon anak asuh yang berbeda-beda dalam menghadapi

hambatannya. Peneliti tertarik untuk meneliti tentang bagaimana kemampuan

(41)

11

Universitas Kristen Maranatha 1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui gambaran tentang derajat Adversity

Quotient pada Anak Asuh Yayasan X di Bandung dalam mengatasi

hambatan belajar.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai

derajat Adversity Quotient pada anak asuh Yayasan X di Bandung dalam

mengatasi hambatan belajar.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih lanjut

mengenai derajat Adversity Quotient pada anak asuh Yayasan X di

Bandung dalam mengatasi hambatan belajar dan kaitannya dengan

faktor-faktor lain.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

 Kegunaan teoritis dari penelitian ini adalah sebagai masukan bagi

penelitian lain dalam bidang psikologi, khususnya dalam bidang

(42)

12

Universitas Kristen Maranatha  Kegunaan lainnya adalah sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya

mengenai Adversity Quotient.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Sebagai masukan bagi Yayasan X mengenai gambaran Adversity

Quotient anak asuh, sehingga dapat dimanfaatkan dalam upaya

memberikan bimbingan pengembangan diri, terutama ketika anak asuh

mengalami hambatan belajar.

 Sebagai masukan bagi orang tua anak asuh mengenai gambaran

Adversity Quotient anak asuh, agar dapat dimanfaatkan dalam upaya

mendukung mereka selama proses belajar terutama ketika mereka

mengalami hambatan belajar.

 Sebagai informasi untuk anak asuh agar mereka dapat mengenali

kemampuan yang mereka miliki dalam menghadapi dan mengatasi

setiap hambatan yang mereka hadapi, sehingga dapat digunakan

sebagai acuan bagi pengembangan diri mereka.

1.5 Kerangka Pemikiran

Setiap anak asuh pasti pernah mengalami hambatan dalam hidupnya.

Hambatan tersebut ada yang berasal dari dalam diri, maupun lingkungan.

Demikian pula dengan anak asuh. Mereka mengalami hambatan dari dalam diri,

seperti kurang konsentrasi, bosan, dan malas belajar. Ada pula yang berasal dari

lingkungan, seperti hambatan yang terjadi karena keadaan sosial, ekonomi,

(43)

13

Universitas Kristen Maranatha Anak asuh usia 9-11 tahun berada pada masa anak-anak “usia sekolah”

dimana anak asuh seharusnya menghabiskan waktunya untuk belajar dan bermain

bersama teman-temannya. Tetapi dengan kondisi keluarga mereka, mereka harus

dapat membagi waktu mereka untuk belajar, membantu orang tua mereka di

rumah dan bermain bersama teman sebaya.

Ada anak asuh yang menganggap hambatan tersebut sebagai hal yang

positif, namun ada juga yang menganggap hal tersebut negatif. Perbedaan

tanggapan ini berkaitan erat dengan kemampuan anak asuh dalam mengatasi

hambatan yang ada. Hal tersebut dapat diketahui melalui Adversity Quotient (AQ).

Menurut Paul G. Stoltz (2003: 58), Adversity Quotient merupakan pola

tanggapan yang ada dalam pikiran individu terhadap kesulitan, yang selanjutnya

menentukan bagaimana tindakan individu terhadap masalah yang dihadapinya.

Adversity Quotient menggambarkan pola tanggapan dalam pikiran secara seketika

atas semua bentuk dan intensitas dari kesulitan, mulai dari kesulitan yang besar

sampai gangguan yang kecil.

Menurut Paul G. Stoltz (2000: 140), Adversity Quotient terdiri atas empat

dimensi, yaitu : Control (C), Ownership (O), Reach (R) dan Endurance (E).

Dimensi pertama, Control mengukur seberapa besar anak asuh merasa mampu

mengendalikan hambatan belajar yang dihadapi. Semakin tinggi tingkat kendali

yang dimiliki anak asuh, semakin besar keuletan dan tekad mereka untuk tidak

menyerah dan mengambil tindakan untuk mengatasi hambatan yang ada.

Dimensi kedua, Ownership mengukur seberapa besar anak asuh

(44)

14

Universitas Kristen Maranatha penyebabnya. Anak asuh dengan Ownership tinggi belajar dari kesalahannya,

mengakui akibat yang ditimbulkan dan bertanggung jawab atas akibat itu.

Sedangkan anak asuh dengan Ownership yang rendah akan mempersalahkan

orang lain dan tidak mau bertanggung jawab atas akibat yang terjadi.

Dimensi ketiga, Reach mengukur seberapa besar hambatan belajar akan

menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan anak asuh. Anak asuh yang

memiliki tingkat jangkauan yang tinggi, besar kecenderungannya merespon suatu

hambatan sebagai sesuatu yang spesifik dan terbatas, sehingga tidak mengganggu

prestasi akademisnya. Anak asuh yang membiarkan hambatan mempengaruhi hal

lain dalam kehidupannya, semakin besar kemungkinannya untuk melihat

hambatan kecil sebagai suatu bencana besar yang mempengaruhi seluruh aspek

kehidupannya. Hal ini kadang membuat anak asuh tidak berdaya mengambil

tindakan.

Dimensi keempat, Endurance mengukur kemampuan anak asuh untuk

dapat bertahan menghadapi hambatan. Dimensi ini menyatakan kemampuan anak

asuh untuk membatasi lama suatu hambatan berlangsung, dan kemampuan untuk

mengaitkan penyebab hambatan dengan sesuatu yang bersifat permanen atau

sementara. Anak asuh yang memiliki tingkat daya tahan yang tinggi, akan

menganggap hambatan yang muncul sebagai sesuatu yang sifatnya sementara,

akan cepat berlalu dan kecil kemungkinannya untuk terjadi lagi, sehingga akan

meningkatkan energi, optimisme dan kecenderungan untuk bertindak. Hal ini

membuat anak asuh dapat bertahan dalam hambatan yang dihadapi. Sebaliknya,

(45)

15

Universitas Kristen Maranatha bahwa anak asuh memandang hambatan yang muncul dan penyebabnya sebagai

peristiwa yang berlangsung lama dan peristiwa-peristiwa yang positif sebagai

sesuatu yang bersifat sementara.

Menurut Paul G. Stoltz (1997), keempat dimensi tersebut dapat dibedakan

menjadi tiga tingkatan derajat Adversity Quotient yaitu: Adversity Quotient tinggi,

Adversity Quotient sedang dan Adversity Quotient rendah. Anak asuh yang

memiliki Adversity Quotient tinggi, akan mampu untuk mengendalikan setiap

hambatan yang dialaminya. Anak asuh mampu menyadari hambatan tanpa

mempermasalahkan dari mana hambatan itu berasal. Mereka tidak menyalahkan

diri sendiri atas hal tersebut, namun bertanggung jawab atas akibat yang

ditimbulkan. Hambatan yang muncul dalam suatu aspek tidak mempengaruhi

anak asuh dalam mengatasi hambatan di aspek yang lain. Anak asuh memandang

hambatan yang ada sebagai situasi yang bersifat sementara, akan cepat berlalu,

sehingga tidak mempengaruhi prestasi akademiknya.

Anak asuh dengan Adversity Quotient sedang, memiliki pengendalian

yang cukup namun ketika hambatan datang menumpuk, terkadang membuatnya

kurang dapat mengendalikan hambatan yang ada. Anak asuh juga cukup

bertanggung jawab atas akibat yang ditimbulkan, namun ketika berada dalam

keadaan lelah atau tegang maka mereka akan cenderung untuk menyalahkan

orang lain atas munculnya hambatan tersebut. Pada Adversity Quotient yang

sedang ini, hambatan yang dialami cenderung akan mempengaruhi prestasi anak

asuh dan aspek kehidupan yang lainnya. Anak asuh akan cenderung terbebani

(46)

16

Universitas Kristen Maranatha Anak asuh dengan Adversity Quotient rendah akan memiliki tingkat

pengendalian yang rendah terhadap hambatan yang dialami, sehingga cenderung

akan menyerah. Anak asuh juga mempunyai rasa tanggung jawab yang rendah.

Anak asuh akan menyalahkan orang lain bila hambatan datang, tanpa merasa

perlu untuk memperbaiki situasi tersebut. Hambatan yang dialami juga akan

mempengaruhi semua aspek atau bidang kehidupannya, termasuk prestasi

akademiknya. Hal ini membuat dirinya merasa dikelilingi oleh hambatan. Anak

asuh akan memandang kesulitan belajar sebagai sesuatu yang berlangsung lama

bahkan menetap sehingga membuat dirinya menjadi putus asa dan menyerah.

Adversity Quotient anak asuh dipengaruhi oleh faktor internal dan

eksternal. Hal–hal yang termasuk dalam faktor internal antara lain kecerdasan,

bakat, kemauan, karakter dan kesehatan. Sedangkan faktor eksternalnya adalah

pengaruh orang tua, teman dan guru.

Kecerdasan, bakat, kemauan, karakter dan kesehatan dapat mempengaruhi

anak asuh dalam memberi respon terhadap hambatan yang dialaminya. Menurut

V.A.C Henmon (1974), kecerdasan terdiri dari dua faktor, yaitu kemampuan

untuk memperoleh pengetahuan dan pengetahuan yang telah diperoleh.

Kemampuan anak asuh dalam memperoleh pengetahuan dan pengetahuan yang

diperoleh dapat dilihat dari prestasi yang dicapai anak asuh di sekolahnya.

Kecerdasan anak asuh dapat mempengaruhi kesuksesan anak asuh. Masa akhir

kanak-kanak adalah masa dimana anak-anak lebih siap untuk belajar daripada

(47)

17

Universitas Kristen Maranatha Menurut Wechsler, bakat merupakan kemampuan spesifik yang

memberikan kepada individu suatu kondisi tertentu yang memungkinkan

tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau keterampilan setelah melalui latihan.

Pada umumnya, anak asuh memiliki bakat tertentu yang terdiri dari satu atau lebih

kemampuan khusus yang lebih menonjol dibandingkan bidang lainnya.

Kemampuan khusus itu dapat berbentuk keterampilan atau kemampuan dalam

suatu bidang ilmu, misalnya bakat dalam bidang seni musik, seni suara, olahraga,

matematika, dan bahasa. Bakat yang disertai kemauan akan mendukung anak asuh

dalam mencapai cita-citanya. Tanpa kemauan untuk berusaha, bakat yang dimiliki

anak asuh tidak dapat berkembang.

Karakter anak asuh menentukan cara anak asuh untuk berpikir dan

bertindak. Karakter dapat mempengaruhi cara anak asuh dalam mengatasi

hambatan. Karakter yang baik merupakan dorongan dari dalam diri anak asuh

untuk melakukan apa yang benar, berdasarkan standar tertinggi dari perilaku,

dalam setiap situasi. (Hill, 2002). Karakter dari anak asuh berperan dalam

pencapaian cita-citanya. Salah satunya adalah keberanian dan kejujuran. Anak

asuh yang memiliki keberanian untuk bertindak memiliki kesempatan yang lebih

besar untuk dapat maju.

Kesehatan fisik dan emosi anak asuh pun dapat mempengaruhi

kemampuan anak asuh dalam mencapai kesuksesan. Jika anak asuh sakit, maka

perhatiannya akan teralihkan pada penyakitnya. Sebaliknya, fisik dan emosi yang

(48)

18

Universitas Kristen Maranatha Paul G.Stoltz (2000) menyatakan bahwa respon individu terhadap

hambatan dalam proses belajar dibentuk lewat pengaruh-pengaruh dari orang tua,

guru, teman sebaya dan orang-orang yang mempunyai peran penting selama masa

kanak-kanak. Relasi keluarga dan teman sebaya terus memainkan peran yang

penting pada masa akhir kanak-kanak. Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa

dukungan guru memberi pengaruh yang kuat bagi prestasi murid-murid

(Goodenow, 1993 dalam Santrock, 2002: 351). Adversity Quotient dapat dibentuk

dan dipelajari dari lingkungan anak asuh berada.

Bandura, dalam teori social learning meyakini pentingnya situasi

eksternal dan peranan reinforcement dalam menentukan respon anak asuh

terhadap hambatan dalam proses belajar, juga proses kognitif sebagai faktor

penentu respon anak asuh terhadap hambatan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Martin Seligman,

Christopher Peterson dkk (2000), diketahui bahwa individu dapat diajar untuk

memperbaiki bagaimana mereka merespon hambatan yang dialaminya. Respon

anak asuh terhadap hambatan merupakan gabungan antara hasil belajar dan proses

berpikir. Anak asuh itu dapat mempelajari atau memodifikasi respon terhadap

hambatan dengan memperhatikan dan meniru orang tua, guru maupun teman

sebaya.

Berdasarkan uraian di atas maka untuk lebih memperjelas dibuatlah skema

(49)

19

Universitas Kristen Maranatha Faktor Eksternal:

o Orang tua

o Guru

o Teman sebaya

tinggi

Anak Asuh Yayasan X AQ sedang

rendah

Faktor Internal:

 Kecerdasan Dimensi:

 Bakat - Control

 Kemauan - Ownership

 Karakter - Reach

 Kesehatan - Endurance

(50)

20

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi

1. Adversity Quotient merupakan salah satu faktor yang dibutuhkan anak

asuh Yayasan X untuk dapat meningkatkan prestasi akademis.

2. Setiap anak asuh akan memberikan tanggapan yang berbeda-beda

terhadap hambatan yang ada selama belajar sesuai dengan tingkat

(51)

76 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Sebagian besar anak asuh Yayasan X di Bandung mempunyai AQ dalam taraf

yang sedang dengan dimensi Control, Reach, Endurance dalam taraf yang

sedang pula dan dimensi Ownership berada pada taraf yang tinggi. Hal ini

menunjukkan bahwa anak asuh cukup dapat memegang kendali atas hambatan

yang mereka alami dan memiliki tanggung jawab yang tinggi untuk berusaha

mengatasi hambatan tersebut.

2. Anak asuh perempuan cenderung lebih dapat mengatasi hambatan yang

mereka alami daripada anak asuh laki-laki. Hal ini tidak selaras dengan hasil

penelitian Dweck bahwa anak laki-laki lebih dapat mengatasi hambatan

daripada anak perempuan.

3. Anak asuh dengan AQ tinggi dapat belajar lebih banyak daripada anak asuh

dengan AQ sedang dan rendah sehingga dapat memperoleh prestasi yang baik.

Hal ini disebabkan karena anak asuh dengan AQ tinggi menganggap kesulitan

sebagai sesuatu yang bersifat sementara, sedangkan anak asuh dengan AQ

rendah menganggapnya sebagai sesuatu yang bersifat tetap.

4. Sikap orang tua, guru dan teman-teman ketika menghadapi kesulitan

tampaknya berkaitan dengan sikap anak asuh ketika menghadapi kesulitan

(52)

77

Universitas Kristen Maranatha 5. Dukungan orang tua ketika belajar dapat memperkuat keberhasilan anak asuh.

Sebagian besar anak asuh yang memiliki orang tua yang sangat mendukung

ketika belajar memiliki AQ tinggi dan sebagian besar anak asuh yang memiliki

orang tua yang cukup mendukung memiliki AQ sedang.

6. Anak asuh dengan AQ rendah tidak dapat mewakili populasi karena jumlah

sampel yang terbatas.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas dan dengan menyadari berbagai keterbatasan

dari hasil penelitian yang telah diperoleh, maka peneliti merasa perlu mengajukan

beberapa saran, yaitu :

1. Anak asuh diharapkan dapat lebih memahami pola tanggapannya dalam

menghadapi kesulitan-kesulitan hidup serta belajar untuk mengembangkan

pola tanggapan yang positif terhadap setiap situasi sulit yang dihadapi.

2. Orang tua diharapkan untuk memberikan dukungan yang positif dan sikap

peduli kepada anak asuh dalam kegiatan belajar mereka terutama ketika

mereka mengalami kesulitan belajar. Pemberian dukungan positif tersebut

dapat dilakukan dengan memberi semangat ketika anak asuh sedang belajar,

memberi pujian atas keberhasilan yang diraih anak asuh, walaupun hanya

keberhasilan kecil. Dukungan tersebut dapat menjadi pendorong bagi anak

asuh untuk terus maju mengatasi setiap rintangan. Selain itu, orang tua juga

diharapkan dapat mengembangkan pola tanggapan positif dalam menghadapi

(53)

78

Universitas Kristen Maranatha dihadapi. Sehingga anak asuh dapat menjadikannya contoh dalam

menghadapi hambatan.

3. Yayasan X, melalui bimbingan belajar yang diadakannya, diharapkan dapat

mendukung dalam mengembangkan pola tanggapan positif anak asuh dalam

menghadapi kesulitan. Salah satu caranya adalah dengan mendorong anak

asuh untuk terus berusaha dan tidak mudah menyerah saat menghadapi

kesulitan belajar, dengan memberinya kesempatan untuk berusaha sendiri,

tidak terlalu mudah memberikan jalan keluar ketika anak asuh menghadapi

kesulitan, tetapi membimbingnya untuk mengatasi kesulitan tersebut dengan

usahanya sendiri. Hal ini dapat melatih anak asuh dalam menghadapi setiap

hambatan dalam hidupnya.

4. Penelitian ini masih memerlukan pengembangan, sehingga untuk peneliti lain

yang tertarik pada bidang bahasan yang sama dapat mempertimbangkan

mengembangkan penelitian ini, dengan memperhatikan faktor-faktor yang

mempengaruhi AQ, misalnya dengan melihat hubungan AQ dengan parent

(54)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo.

Santrock, John W. 2002. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga.

Stoltz, Paul G. 2000. Adversity Quotient Mengubah Hambatan Jadi Peluang. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Stoltz, Paul G. 2003. Adversity Quotient @ Work Mengatasi Kesulitan di Tempat Kerja. Jakarta : Interaksara.

Sudjana. 1992. Metoda Statistika. Edisi ke-5. Bandung: Penerbit Tarsito.

(55)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Cahyadi, Heri. 2006. Survei mengenai Adversity Quotient Pada Siswa/i Sekolah

Menengah Pertama “X” Kelas I di Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas

Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Henmon, V.A.C. 1974. Definisi Inteligensi. http://nagasakti.mervpolis.com

Hill, T.A. 2005. Character First! Kimray Inc. http:// www.charactercities.org

Kompas. 22 Juli 2006. Seto Mulyadi.

Mustafa, Hasan. 2000. Teknik Sampling. home.unpar.ac.id

Perda Perlindungan Anak Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat No.4 2006 Seri E Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat no 5 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Anak.

Pikiran Rakyat. 15 Februari 2005. Djuju Sudjana.

Sitepu SK, Nirwana. 1995. Statistika. Diterbitkan atas usaha Unit Pelayanan Statistika Jurusan Statistik, FMIPA Universita Padjadjaran Bandung.

Wechsler, David. 24 Januari 2008. Inteligensi dan IQ. http://efdinal.multiply.com

Gambar

Tabel 4.1. Tabulasi Silang antara AQ dengan Usia Responden
Tabel 4.4. Tabulasi Silang antara AQ dengan Kemampuan Responden
Tabel 4.6. Tabulasi Silang antara AQ dengan Bidang Cita-cita Responden
Tabel 4.8. Tabulasi Silang antara AQ dengan Keikutsertaan Responden dalam Bimbingan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Agar penyelenggaraan karakter pada mata pelajaran AutoCAD Dasar siswa kelas X Jurusan Teknik Gambar Bangunan di SMK Negeri 3 Yogyakarta dapat berjalan dengan

literatur menyebutkan bahwa terapi konservatif pada kasus empiema subdural dapat dilakukan jika memenuhi kriteria berikut yaitu : status pasien yang tidak menurun,

 Mesin pengering cengkeh ini akan mati dengan sendirinya apabila nilai kelembaban yang dibaca sensor telah sesuai seperti

daripada nasi putih saat dikonsumsi Memperlambat penyerapan glukosa dalam usus halus Memberikan rasa kenyang lebih lama Penurunan risiko obesitas Penurunan resistensi

Pengaruh Tingkat Pemberian Asam Sulfat (H 2 SO 4 ) terhadap Mutu CPO (Crude Palm Oil ) yang Dihasilkan Melalui Proses Pemurnian Degumming.. Oleh :

Berdasarkan hasil pengujian dengan citra dinamis pada gambar 10, 11 dan 12, dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan metode haar-like untuk face detection

[r]

Simpulan: Data menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penyakit gagal ginjal kronis dengan gambaran sedimen urin di kandung kemih pada