• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA KONKRET DENGAN ALAT PERAGA MAYA (VIRTUAL MANIPULATIVE) TERHADAP PENINGKATAN VISUAL THINKING SISWA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA KONKRET DENGAN ALAT PERAGA MAYA (VIRTUAL MANIPULATIVE) TERHADAP PENINGKATAN VISUAL THINKING SISWA."

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA KONKRET DENGAN ALAT PERAGA MAYA (VIRTUAL MANIPULATIVE)

TERHADAP PENINGKATAN VISUAL THINKING SISWA

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh

Nia Kania, S.Pd.

1101161

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

Halaman Hak Cipta untuk Mahasiswa S2

==================================================================

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA KONKRET DENGAN ALAT PERAGA MAYA (VIRTUAL MANIPULATIVE)

TERHADAP PENINGKATAN VISUAL THINKING SISWA

Oleh Nia Kania, S.Pd

Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

2013

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidika

Matematika

© Nia Kania 2013

Universitas Pendidikan Indonesia Juli 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA KONKRET DENGAN ALAT PERAGA MAYA (VIRTUAL MANIPULATIVE)

TERHADAP PENINGKATAN VISUAL THINKING SISWA

Oleh:

Nia Kania 1101161

Disetujui dan Disahkan oleh:

Pembimbing I,

Prof. H. Yaya S. Kusumah, M.Sc., Ph.D.

Pembimbing II,

DR. Jarnawi Afgani Dahlan, M.Kes.

Mengetahui:

Ketua Pogram Studi Pendidikan Matematika,

(4)

pembelajaran matematika sebagai upaya mendongkrak kemampuan siswa dalam kemampuan geometri. Salah satu variabel yang dapat membantu siswa dalam memiliki kemampuan persepsi (visualisasi) adalah dengan menggunakan media pembelajaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perbandingan efektivitas penggunaan alat peraga konkret dengan alat peraga maya (virtual manipulative) terhadap peningkatan visual thinking siswa. Penelitian ini merupakan kuasi eksperimen dengan desain penelitian berbentuk kelompok pretes-postes. Kedua kelompok merupakan kelompok eksperimen, kelompok eksperimen I menggunakan alat peraga konkret dan eksperimen II menggunakan alat peraga maya (virtual manipulative) dalam pembelajaran matematika. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 1 Jatiwangi. Sementara itu, sampel yang dipilih secara purposif melibatkan 78 siswa kelas VIII sebanyak dua kelas Instrumen penelitian berupa tes kemampuan visual thinking, wawancara dan lembar observasi. Analisis data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, uji Levene, Uji t. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Kualitas pencapaian visual thinking siswa yang menggunakan alat peraga konkret dikategorikan tinggi; (2) Kualitas pencapaian visual thinking siswa yang menggunakan alat peraga maya (virtual manipulative) dikategorikan tinggi; (3) Kualitas peningkatan visual thinking siswa yang menggunakan alat peraga konkret adalah kategori sedang; (4) Kualitas peningkatan kemampuan visual thinking siswa yang menggunakan alat peraga maya (virtual manipulative) adalah kategori sedang; (5) Tidak terdapat perbedaan peningkatan visual thinking antara siswa yang menggunakan alat peraga konkret dengan siswa yang menggunakan alat peraga maya (virtual manipulative) dalam pembelajaran matematika; (6) Aktivitas siswa yang menggunakan alat peraga konkret terhadap peningkatan visual thinking dapat meningkat secara signifikan; (7) Aktivitas siswa yang menggunakan alat peraga maya (virtual manipulative) terhadap peningkatan visual thinking dapat meningkat secara signifikan; (8) kedua alat peraga memiliki efektivitas yang signifikan terhadap peningkatan visual thinking siswa dalam pembelajaran matematika.

Kata kunci: efektivitas, alat peraga konkret, alat peraga maya (virtual

(5)

Judul ... i A. Pembelajaran Matematika ... 17

B. Media Pembelajaran ... 18

M. Teori Belajar Pendukung Matematika Geometri. ... 39

N. Penelitian yang Relevan. ... 46

O. Kerangaka Berfikir. ... 47

P. Hipotesis ... 50

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian ... 51

a. Variabel Penelitian. ... 52

b. Operasional Variabel Penelitian. ... 52

B. Populasi dan Sampel ... 54

(6)

2. Reliabilitas Instrumen. ... 61

3. Daya Pembeda. ... 62

4. Indeks Kesukaran. ... 64

b. Lembar Observasi. ... 66

c. Wawancara. ... 67

E. Kelengkapan Penelitian a. Silabus. ... 67

b. RPP. ... 67

c. Pengembangan Bahan Ajar. ... 68

1) Alat dan Bahan. ... 68

2) Ilustrasi Pembelajaran. ... 69

F. Prosedur Penelitian ... 71

G. Teknik Pengumpulan Data ... 73

H. Analisis Data... 74

I. Jadwal Kegiatan... 80

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Data Deskriptif Pembelajaran dengan Menggunakkan Alat Peraga ... 82

1. Kelompok Alat Peraga Konkret. ... 83

2. Kelompok Alat Peraga Maya (Virtual Manipulative).. 85

B. Hasil Penelitian. ... 87

a) Analisis Data Tes Awal (Pretes) Kemampuan Visual Thinking Siswa... 89

b) Analisis Data Tes Akhir (Postes) Kemampuan Visual Thinking Siswa... 91

c) Analisis Peningkatan (n-gain) Kemampuan Visual Thinking Siswa... 96

d) Pencapaian Hasil Belajar Siswa ... 100

e) Efektivitas Penggunaan Alat Peraga ... 101

C. Pembahasan Hasil Penelitian... 102

1. Kualitas Pencapaian Visual Thinking Siswa yang Menggunakan Alat Peraga Konkret dalam Pembelajaran Matematika... 102

2. Kualitas Pencapaian Visual Thinking Siswa yang Menggunakan Alat Peraga Maya (Virtual Manipulative) dalam Pembelajaran Matematika... 104

3. Kualitas Peningkatan Kemampuan Visual Thinking Siswa yang Menggunakan Alat Peraga Konkret dalam Pembelajaran Matematika... 105 4. Kualitas Peningkatan Kemampuan Visual Thinking

(7)

5. Peningkatan Kemampuan Visual Thinking Siswa... . 108

6. Aktivitas Siswa yang Menggunaan Alat Peraga Konkret terhadap Kualitas Peningkatan Visual Thinking Siswa dalam Pembelajaran Matematika... 110

7. Aktivitas Siswa yang Menggunaan Alat Peraga Maya (Virtual Manipulative) terhadap Kualitas Peningkatan Visual Thinking Siswa dalam Pembelajaran Matematika... 115

8. Efektivitas Penggunaan Alat Peraga Konkret dan Alat Peraga Maya (Virtual Manipulative) terhadap Kualitas Peningkatan Visual Thinking Siswa dalam Pembelajaran Matematika... 119

9. Wawancara... 120

10. Keterbatasan dalam Penelitian... 121

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... .... 123

B. Implikasi ... 124

C. Saran ... 124

DAFTAR PUSTAKA ... 126

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Standar Kompetensi Geometri dan Pengukuran. ... 34

Tabel 2.2 Effect Sizes and Percentiles... 39

Tabel 3.1 Operasional Variabel ... 53

Tabel 3.2 Indikator Visual Thinking pada Soal Tes ... 57

Tabel 3.3 Kriteria Penskoran Visualisasi Geometri ... 58

Tabel 3.4 Kriteria Penskoran Visual Thinking ... 59

Tabel 3.5 Kriteria Koefisien Korelasi ... 61

Tabel 3.6 Rekapitulasi Validitas Tiap Butir Soal ... 62

Tabel 3.7 Kriteria Koefisien Reliabilitas ... 63

Tabel 3.8 Kriteria Daya Pembeda. ... 64

Tabel 3.9 Rekapitulasi Daya Pembeda Butir Soal. ... 64

Tabel 3.10 Kriteria Indeks Kesukaran. ... 65

Tabel 3.11 Rekapitulasi Indeks Kesukaran. ... 66

Tabel 3.12 Ilustrasi Pembelajaran. ... 69

Tabel 3.13 Teknik Pengumpulan Data. ... 74

Tabel 3.14 Kriteria Skor n-Gain... 79

Tabel 3.15 Effect Sizes and Percentiles... 80

Tabel 3.16 Jadwal Kegiatan Penelitian. ... 81

Tabel 4.1 Daftar Skor Kemampuan Visual Thinking Siswa ... 88

Tabel 4.2 Analisis Hasil Pretes Siswa ... 89

Tabel 4.14 Interpretasi Pencapaian pada Indikator Visual Thinking Siswa .... 101

Tabel 4.15 Pencapaian pada Indikator Kemampuan Visual Thinking Siswa pada Kelas Konkret... 102

(9)

Siswa pada Kelas Maya... 107 Tabel 4.19 Aktivitas Guru pada Kelas Alat Peraga Konkret... 111 Tabel 4.20 Aktivitas Siswa pada Kelas Alat Peraga Konkret... 112 Tabel 4.21 Aktivitas Guru pada Kelas Alat Peraga Maya

(Virtual Manipulative)... 115 Tabel 4.22 Aktivitas Siswa pada Kelas Alat Peraga Maya

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerucut Pengalaman ... 22

Gambar 4.1 Kegiatan Pembelajaran pada Kelas Konkret. ... 83

Gambar 4.2 Hasil Kerja Siswa pada LAS ... 84

Gambar 4.3 Jawaban Siswa Soal LAS ... 85

Gambar 4.4 Kegiatan Pembelajaran pada Kelas Maya ... 86

Gambar 4.5 Jawaban Siswa Soal yang Terdapat pada Komputer ... 86

Gambar 4.6 Q-Q Plot Normalitas Pretes... . 90

Gambar 4.7 Q-Q Plot Normalitas Postes... 94

Gambar 4.8 Q-Q Plot Normalitas N-Gain... 98

Gambar 4.9 Pendapat Siswa Mengenai Peragaan pada Kelas Konkret... 113

Gambar 4.10 Pendapat Siswa Mengenai Soal-soal LAS pada Kelas Konkret... 114

Gambar 4.11 Pendapat Siswa Mengenai Pembelajaran pada Kelas Maya... 118

Gambar 4.12 Pendapat Siswa Mengenai Pembelajaran yang telah Dilakukan pada Kelas Maya... 119

elajaran ... 109

Lampiran A.3 Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 127

Lampiran A.4 Naskah Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 128

Lampiran A.5 Alternatif Jawaban ... 130

Lampiran A.6 Lembar Judgment ... 133

Lampiran A.7 Angket untuk Siswa ... 136

Lampiran A.8 Pedoman Observasi ... 137

Lampiran B Analisis Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 139

Lampiran C.1 Kelompok Kemampuan Matematis Siswa Kelas Eksperimen... 140

Lampiran C.2 Kelompok Kemampuan Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 141

Lampiran C.3 Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa Kelas Eksperimen ... 142

Lampiran C.4 Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 145

(11)

Lampiran D.1 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan Pemecahan

Masalah ... 152 Lampiran D.2 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan K

neksi Matematis 1DAFTAR DIAGRAM

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A.1 Silabus ... 133

Lampiran A.2 RPP Alat Peraga Konkret ... 135

Lampiran A.3 RPP Alat Peraga Maya ... 152

Lampiran A.4 Lembar Aktivitas Siswa (LAS) ... 163

Lampiran B.1 Kisi-Kisi Soal Kemampuan Visual Thinking ... 205

Lampiran B.2 Format Soal Pretes dan Postes ... 212

Lampiran B.3 Format Wawancara dengan Siswa ... 215

Lampiran B.4 Format Wawancara dengan Guru... 217

Lampiran B.5 Format Lembar Observasi Aktivitas Siswa... 219

Lampiran B.6 Format Lembar Observasi Aktivitas Guru... 229

Lampiran C.1 Analisis Hasil Uji Coba Instrumen ... 249

Lampiran D.1 Hasil Penelitian Data Pretes Kemampuan Visual Thinking.... 262

Lampiran D.2 Hasil Penelitian Data Postes Kemampuan Visual Thinking.... 265

Lampiran D.3 Hasil Penelitian Data N-gain Kemampuan Visual Thinking... 268

Lampiran D.4 Rekapitulasi Data Penelitian... 271

Lampiran E.1 Dokumentasi... 278

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pesatnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan mengakibatkan

derasnya arus informasi dan komunikasi yang semakin mudah diperoleh. Menurut

Herman (2007: 5) pada era informasi global ini, semua pihak memungkinkan

mendapatkan informasi secara melimpah, cepat, dan mudah dari berbagai sumber

dan dari berbagai penjuru dunia.

Diperlukan manusia-manusia yang mampu berpikir kritis, logis, sistematis,

dan kreatif guna menyaring, memperoleh, memilih, mengelola dan memanfaatkan

setiap informasi yang didapatnya sehingga menjadi sebuah pengetahuan serta alat

untuk bertindak dan mengambil keputusan yang tepat. Cara berpikir di atas dapat

dikembangkan melalui belajar matematika, karena matematika memiliki struktur

dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan

siswa terampil berpikir rasional. Turmudi (2009) “… penguasaan mata pelajaran matematika memudahkan siswa untuk melatih berfikir logis, analitis, sistematis,

kritis, kreatif dan inovatif yang difungsikan untuk mendukung pembentukan

kompetensi program keahlian”.

Sebagaimana diketahui bahwa hirarki matematika bersifat kaku dan ketat.

Konsep-konsep dalam matematika membutuhkan definisi, aturan dan prinsip yang

terdefinisi sebagai prasyaratnya. Hal ini tentu akan melatih cara berfikir dengan

sistematis dan teliti. Sejalan dengan pendapat Plato (dalam Sugilar, 2012) bahwa

seseorang yang baik dalam matematika akan cenderung baik pula dalam proses

berfikirnya, dan seseorang yang dilatih dalam matematika memiliki

kecenderungan menjadi pemikir yang baik.

Standar kompetensi matematika sekolah disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut di atas. Standar ini dirinci dalam kompetensi dasar, indikator, dan materi pokok, untuk setiap

(14)

Bilangan dan Operasinya, Aljabar, Geometri, Pengukuran, Analisis Data dan

Probabilitas.

Geometri merupakan salah satu cabang matematika yang dipelajari di sekolah.

Materi Geometri dalam matematika SMP meliputi garis, sudut, bangun datar,

kesebangunan bangun ruang, dan Pythagoras. Materi geometri dapat memberikan

situasi kepada siswa untuk belajar struktur matematika, yaitu pengembangan

kumpulan teorema dalam sistem matematika.

Pendekatan yang digunakan dalam mengajarkan geometri biasanya cenderung

berbeda dengan materi matematika lain. Dalam mengajarkan geometri, siswa

diperkenalkan tentang belajar dengan menggunakan sistem matematika (melalui

penggunaan berbagai macam postulat atau aksioma, teorema, definisi dan

mengerjakan dengan pembuktian) dan pada saat yang sama siswa juga belajar

tentang materi geometri itu sendiri. Burger & Shaughnessy (1993:140)

menyatakan bahwa geometri merupakan lingkungan untuk mempelajari struktur

matematika.

Dengan mempelajari struktur matematika, siswa akan terlatih berpikir logis,

sistematis dan kritis. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Budiarto (2000:439)

bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah untuk mengembangkan kemampuan

berpikir logis, mengembangkan intuisi keruangan, menanamkan pengetahuan

untuk menunjang materi yang lain, dan dapat membaca serta menginterpretasikan

argumen-argumen matematik.

Geometri merupakan salah satu materi yang dapat digunakan untuk mencapai

kemampuan berpikir matematik. Tingkat berpikir siswa dalam geometri menurut

teori van Hiele lebih banyak bergantung pada isi dan metode pembelajaran. Tahap

berpikir van Hiele dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Tahap 0 (Visualisasi), tahap ini juga dikenal dengan tahap dasar, tahap

rekognisi, tahap holistik, dan tahap visual.

2. Tahap 1 (Analisis), tahap ini juga dikenal dengan tahap deskriptif. Pada tahap

(15)

3. Tahap 2 (Deduksi Informal), tahap ini juga dikenal dengan tahap abstrak, tahap

abstrak/relasional, tahap teoritik, dan tahap keterkaitan. Pada tahap ini, siswa

sudah dapat melihat hubungan sifat pada suatu bangun geometri dan

sifat-sifat antara beberapa bangun geometri.

4. Tahap 3 (Deduksi), tahap ini juga dikenal dengan tahap deduksi formal. Pada

tahap ini siswa dapat menyusun bukti, tidak hanya sekedar menerima bukti.

5. Tahap 4 (Rigor), pada tahap ini siswa bernalar secara formal dalam sistem

matematika dan dapat menganalisis konsekuensi dari manipulasi aksioma dan

definisi. Saling keterkaitan antara bentuk yang tidak didefinisikan, aksioma,

definisi, teorema dan pembuktian formal dapat dipahami.

Alasan penting mempelajari geometri diungkapkan oleh Walle (1994): (a)

geometri memberikan apresiasi yang utuh; (b) eksplorasi geometrik dapat

membantu mengembangkan keterampilan pemecahan masalah; (c) geometri

memainkan peranan utama dalam bidang matematika lainnya; (d) geometri

digunakan oleh banyak orang dalam kehidupan; (e) geometri penuh dengan

tantangan dan menarik.

Lebih lanjut NCTM (2000) memaparkan empat kemampuan geometri yang

harus dimiliki siswa, yaitu:

(1) Mampu menganalisis karakter dan sifat dari bentuk geometri baik dua dimensi maupun tiga dimensi, dan mampu membangun argumen-argumen matematika mengenai hubungan geometri dengan yang lainnya;

(2) Mampu menentukan kedudukan suatu titik dengan lebih spesifik dan gambaran hubungan spasial dengan menggunakan koordinat geometri serta menghubungkannya dengan sistem yang lain;

(3) Aplikasi transformasi dan menggunakannya secara simetris untuk menganalisis situasi matematika;

(4) Menggunakan visualisasi, penalaran spasial, dan model geometri untuk memecahkan masalah.

Dalam pembelajaran geometri, kemampuan visualisasi ruang merupakan

kemampuan yang harus dimiliki siswa sebagaimana yang direkomendasikan

(16)

membayangkan bentuk dan posisi suatu objek geometri yang dipandang dari sudut

pandang tertentu. Dalam bukunya, Giaquinto (2007:50) mengatakan bahwa “visual imagination seems to play an important role in extending geometrical knowledge”. Sejalan dengan Giaquinto, Dwirahayu (2013) mengatakan bahwa

kemampuan visual merupakan salah satu kemampuan dasar dalam berpikir spasial

(keruangan) yang mendukung pada pemahaman konsep matematika, khususnya

pada bidang kajian geometri.

Visualisasi adalah aktivitas mempersepsi, mengkonstruksi atau

merepresentasikan konsep matematika untuk menanamkan pemahaman konsep

matematika yang kuat sehingga dapat membantu mendapatkan strategi yang tepat

dalam pemecahan masalah matematis. Sebagaimana yang diungkapkan oleh

Bartoline (dalam Idris, 2006) rendahnya kemampuan visualisasi siswa akan

menyebabkan siswa tidak dapat menyelesaikan masalah matematika dengan baik.

Hal ini dipertegas oleh Guzman (2002) yang mengatakan bahwa visualisasi

merupakan aspek yang sangat penting dalam matematika dan sangat berguna

dalam banyak tugas yang berkaitan dengan matematisasi, tidak hanya geometri

atau yang berhubungan langsung dengan aspek keruangan, tetapi juga aspek lain

seperti analisis matematis.

Visualisasi dapat mempermudah memahami masalah, memberikan gambaran

umum penyelesaian masalah dan menganalisis permasalahan serta memahami

bagaimana unsur-unsur dalam masalah matematika. Sebagaimana yang

dikemukakan Nurdin (2012) bahwa visualisasi memungkinkan siswa

mengidentifikasi masalah dalam bentuk yang lebih sederhana, menemukan

hubungan (koneksi), pemecahan masalah dan kemudian memformalkan

pemahaman masalah yang diberikan serta mengidentifikasi metode yang

digunakan untuk masalah yang serupa. Hal ini dipertegas oleh Giaquinto (2007)

mengatakan bahwa visualisasi dapat menggambarkan kasus definisi, sehingga

memberikan kita pemahaman yang lebih jelas tentang aplikasi, membantu kita

(17)

beberapa penalaran yang diberikan kalimat demi kalimat, juga memberi gambaran

proposisi untuk penyelidikan atau ide untuk bukti.

Visualisasi diharapkan dapat menjadi jembatan dalam merepresentasikan

konsep-konsep matematika agar lebih mudah dipahami. Kemampuan berpikir

dalam matematika untuk menyatakan kedudukan antara unsur-unsur suatu bangun

ruang, mengkonstruksi dan merepresentasikan model-model geometri yang

digambar pada bidang datar, serta menduga dan menentukan ukuran yang

sebenarnya dari stimulus visual objek. Kemampuan matematika inilah yang

disebut dengan kemampuan berfikir visual (visual thinking).

Visual thinking adalah aktivitas dalam matematika untuk merepresentasikan,

mengkomunikasikan, membayangkan dan membuktikan informasi visual dari

objek nyata/gambar. Visual thinking didefinisikan oleh Hershkowitz (1998)

sebagai kemampuan merepresentasikan, mentransformasikan,

menggeneralisasikan, mengkomunikasi, mendokumentasikan dan merefleksikan

objek atau benda menjadi informasi visual. Lebih lanjut, Wileman (Stokes, 2001)

mendeskripsikan visual thinking sebagai kemampuan untuk mengubah informasi

dari semua jenis ke dalam gambar, grafik atau bentuk-bentuk lain yang dapat

membantu mengkomunikasikan informasi.

Visual thinking mempunyai hubungan positif dengan materi geometri di

dalam pembelajaran matematika. Visual thinking dalam pembelajaran geometri

dapat mendorong kemampuan pengorganisasian dalam proses memahami,

mengkomunikasikan informasi dan mengingat konsep-konsep geometri secara

lebih bermakna. Hal ini juga diamini oleh pendapat yang diungkapkan Bishop

(dalam Saragih, 2000), kemampuan visual thinking dalam geometri merupakan

kemampuan menginterpretasikan informasi yang melibatkan gambar-gambar yang

relevan, dan kemampuan untuk memproses visual, melibatkan perhitungan

transformasi visual yang relevan.

Hal ini dipertegas oleh pendapat Ismi dan Hidayatullloh (2011) yang

menyatakan bahwa visual thinking memegang peranan penting dalam

(18)

Sebab siswa yang belajar tanpa mengandalkan visual thinking, rawan mengalami

miskonsepsi (kesalahan konsep). Contohnya, ketika siswa dihadapkan pada

konsep kerucut, siswa menganggap bahwa kerucut memiliki titik sudut. Lebih

lanjut Nurdin (2012) menegaskan bahwa melalui visual thinking, penyelesaian

masalah dapat diperoleh, bahkan tanpa melakukan perhitungan. Hal ini

menjelaskan bahwa visual thinking adalah kemampuan untuk membayangkan

dari objek visual.

Namun fakta di lapangan menunjukkan rendahnya kemampuan matematika

siswa pada topik geometri berdasarkan beberapa penelitian, yaitu;. Husaeni,

(2006:1) menunjukkan bahwa prestasi geometri siswa SD masih rendah,

sedangkan penelitian Sunardi (2001) menyatakan bahwa di SMP ditemukan

bahwa masih banyak siswa yang belum memahami konsep-konsep geometri.

Sementara Madja (Abdussakir, 2010) mengemukakan bahwa hasil tes geometri

siswa SMU kurang memuaskan jika dibandingkan dengan materi matematika

lainnya.

Hasil survey Programme for International Student Assessment (PISA)

2000/2001 menunjukkan bahwa siswa lemah dalam geometri, khususnya dalam

pemahaman ruang dan bentuk. Hasil terbaru dari Trends International

Mathematics Science Study (TIMSS) tahun 2011 menunjukkan bahwa penguasaan

matematika siswa Indonesia kelas delapan SMP berada di peringkat ke-38 dari 45

negara. Topik soal yang diujikan adalah domain konten geometri mengenai

bentuk-bentuk geometri, pengukuran, letak dan perpindahan. Kondisi ini

menunjukkan bahwa kemampuan matematika siswa Indonesia, khususnya di

jenjang SMP belum optimal.

Dari penelitian-penelitian tersebut ditemukan bahwa penguasaan konsep

geometri siswa relatif masih rendah. Kelemahan siswa dalam menyelesaikan

masalah geometri antara lain disebabkan karena lemahnya keterampilan dasar

geometri yang meliputi: keterampilan visual, verbal, menggambar, logika dan

terapan. Hal ini pula dialami oleh siswa SMPN 1 Jatiwangi Kabupaten

(19)

dalam materi bangun ruang sisi lengkung, masih banyak ditemukan kekeliruan

dalam menyelesaikan soal-soal tentang bangun ruang sisi lengkung, salah satunya

adalah kesalahan dalam memahami konsep dasar mengenai kerucut. Siswa

menganggap bahwa kerucut memiliki titik sudut. Selain itu, banyak juga siswa

yang masih salah dalam menentukan rumus yang hendak digunakan.

Hal ini dapat disebabkan siswa kurang memahami konsep secara benar dan

lebih cenderung hanya menghafalkan rumus. Rendahnya kompetensi siswa dalam

matematika terutama dalam materi geometri, patut diduga karena siswa kesulitan

didalam mengkonstruksi secara rinci bangun ruang geometri yang dilihatnya.

Dengan kata lain siswa memiliki kemampuan visual thinking yang rendah dalam

melihat dan memahami gambar atau objek yang diberikan. Hal ini didukung oleh

hasil penelitian yang dilakukan Kariadinata (2010) bahwa pada umumnya siswa

merasa kesulitan dalam mengkonstruksi bangun ruang geometri.

Rendahnya kemampuan dalam mengkonstruksi konsep dalam geometri dari

hasil penelitian TIMSS disebabkan oleh penekanan pembelajaran geometri oleh

guru cenderung pada pemberian informasi yang sifatnya mekanis dan menghafal.

Turmudi (2008:11) memandang bahwa pembelajaran matematika selama ini

kurang melibatkan siswa secara aktif, sebagaimana dikemukakannya bahwa “pembelajaran matematika selama ini disampaikan kepada siswa secara informatif, artinya siswa hanya memperoleh informasi dari guru saja sehingga derajat “kemelekatannya” juga dapat dikatakan rendah”

Pembelajaran matematika yang kurang melibatkan siswa secara aktif akan

menyebabkan siswa tidak dapat menggunakan kemampuan matematikanya secara

optimal dalam pembelajaran matematika. Pada akhirnya siswa mempelajari

matematika dengan menghapal rumus atau konsep sehingga menyebabkan

verbalisme bahkan tidak jarang menjadi miskonsepsi sehingga siswa mudah lupa

dan kebingungan dalam memecahkan suatu permasalahan matematis, sehingga

mengakibatkan pembelajaran tidak efektif.

Hal ini pun sesuai dengan penelitian Wahyudin (1999) yang menunjukkan

(20)

(1999) menemukan lima kelemahan yang ada pada siswa antara lain: kurang

memiliki pengetahuan prasyarat yang baik, kurang memiliki kemampuan untuk

memahami serta mengenali konsep-konsep dasar matematika (aksioma, definisi,

kaidah, teorema) yang berkaitan dengan pokok bahasan yang sedang dibicarakan,

kurang memilki kemampuan dan ketelitian dalam menyimak atau mengenali

sebuah persoalan atau soal-soal matematika yang berkaitan dengan pokok bahasan

tertentu, kurang memiliki kemampuan menyimak kembali sebuah jawaban yang

diperoleh (apakah jawaban itu mungkin atau tidak), dan kurang memilki

kemampuan nalar yang logis dalam meyelesaikan persoalan atau soal-soal

matematika.

Seperti kita ketahui, sejauh ini pembelajaran dengan metode ekspositori

menjadi pilihan utama dalam pembelajaran matematika. Lebih lanjut Soedjadi

(dalam Nurlaela, 2012) menilai bahwa selama ini sebagian besar guru matematika

cenderung melaksanakan praktek pengajaran yang monoton kepada siswanya

dengan tahap-tahap: menyajikan teori, definisi atau teorema dilanjutkan dengan

memberikan contoh dan diakhiri dengan latihan soal-soal. Selanjutnya data hasil

penelitian dari PUSKUR menunjukkan fakta serupa, ternyata metode ceramah

dengan guru menulis di papan tulis merupakan metode yang paling sering

digunakan (Kaswan, 2005:1).

Praktek pendidikan yang memperlakukan siswa sebagai objek akan

mengakibatkan ketidakleluasaan siswa untuk mengembangkan ide-ide kreatif,

mengakibatkan berkurangnya minat siswa dalam belajar, kurangnya kesempatan

untuk mengkonstruksi pemahamannya tentang konsep matematika dalam

menemukan berbagai alternatif pemecahan masalah. Sehingga mengakibatkan

pembelajaran tidak efektif dan kurang tepat sasaran.

Menjadikan siswa sebagai subjek pembelajaran akan meningkatkan

keterlibatan siswa. Hal ini akan berdampak positif kepada siswa dalam

menemukan dan membangun pengetahuannya sendiri. Sehingga pemahamannya

tentang konsep akan bermakna dan tahan lama. Hal ini akan mampu mendongkrak

(21)

Eggen dan Kauchak (dalam Fanyadhiba, 2011) menyatakan bahwa suatu

pembelajaran akan efektif bila siswa secara aktif dilibatkan dalam

pengorganisasian dan penemuan informasi (pengetahuan).

Sudah seharusnya kita mengupayakan berbagai alternatif dan inovasi dalam

rangka meningkatkan kemampuan matematika siswa Indonesia. Termasuk dalam

peningkatan kemampuan berfikir visual (visual thinking) siswa dalam

pembelajaran geometri. Kemampuan visual thinking memiliki hubungan yang erat

dengan kemampuan pemahaman konsep-konsep matematika. Siswa yang

memiliki kemampuan visual thinking yang baik akan berpengaruh signifikan

terhadap penguasaan konsep matematika secara mantap.

Maka dalam menyampaikan konsep matematika yang abstrak dan teoritis

dibutuhkan media pembelajaran yang dapat menginterpretasikan konsep

matematika tersebut menjadi lebih konkret, sehingga dapat dipahami oleh siswa.

Hal ini diperkuat oleh pendapat Dale (dalam Sanjaya, 2012) yang mengatakan

bahwa pengetahuan akan semakin abstrak apabila hanya disampaikan melalui

bahasa verbal.

Media pembelajaran dapat diartikan sebagai semua benda yang menjadi

perantara terjadinya proses belajar, dapat berwujud perangkat lunak, maupun

perangkat keras. Hal ini diperkuat oleh pendapat Hamalik (2003) yang

mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dapat membangkitkan

keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi, dan rangsangan

kegiatan belajar, dan akan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap

siswa.

Kusumah (2012) mengatakan bahwa “media adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima untuk merangsang pikiran,

perasaan, perhatian, dan minat siswa sehingga terjadi proses belajar”. Lebih lanjut

Kusumah menjabarkan kegunaan media dalam pembelajaran matematika, yaitu (1)

memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistik; (2) mengatasi

keterbatasan ruang, waktu dan daya indera; (3) menimbulkan kegairahan belajar;

(22)

dan kenyataan; (5) memungkinkan siswa belajar mandiri; (6) memberikan

perangsang yang sama; (7) mempersamakan pengalaman; (8) menimbulkan

persepsi yang sama.

Dari pemaparan di atas, penggunaan media dalam pembelajaran matematika

dapat menjadi alat bantu dalam menyampaikan konsep-konsep matematika yang

abstrak sehingga mudah dipahami oleh siswa. Selain itu, dapat menumbuhkan

motivasi atas keterlibatannya dalam pembelajaran, sehingga siswa akan

mengingat apa yang telah dilakukannya dalam jangka waktu yang lama.

Berdasarkan fungsinya media pengajaran dapat berbentuk alat peraga dan

sarana. Alat peraga adalah bagian dari media pembelajaran. Menurut Estiningsih

(Pujiati, 2004) alat peraga merupakan media pengajaran yang mengandung atau

membawakan ciri-ciri dari konsep yang dipelajari.

Alat peraga adalah alat bantu untuk menjelaskan atau mewujudkan konsep

matematika di dalam kegiatan mendidik atau mengajar supaya yang diajarkan

mudah dimengerti anak didik (Ruseffendi, 1992: 141). Penggunaan alat peraga

mampu memfasilitasi siswa dalam belajar matematika, selain kemampuan

mengenal, memahami, dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan ide

matematika, kemampuan menyelesaikan masalah matematika, kemampuan

bernalar matematika, dan kemampuan melakukan koneksi matematika. “Students can use the visual models to develop computation skills or solve contextual problems” (Blanke, 2008).

Alat peraga matematika adalah seperangkat benda konkret yang dirancang,

dibuat, dihimpun atau disusun secara sengaja yang digunakan untuk membantu

menanamkan atau mengembangkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam

matematika (Iswadji, 2003:1). Salah satu aspek yang dapat membantu siswa

dalam memahami konsep matematika yang abstrak dan teoritis adalah dengan

menggunakan alat peraga, sehingga mengurangi terjadinya verbalisme. Hal ini

pun diamini oleh Aprianto (2008b) dengan peragaan dapat meletakkan dasar-dasar

(23)

Keuntungan menggunakan alat peraga dalam pembelajaran matematika

adalah melibatkan siswa secara aktif dan memberikan pengalaman yang nyata dan

diharapkan dapat bertahan lama dalam ingatan. Selain itu, efektivitas belajar siswa

dapat meningkat karena pembelajaran yang menggunakan alat peraga dapat

mengoptimalkan fungsi seluruh panca indra siswa (Pujianti, 2004:1). Dalam

penggunaan alat peraga mampu memfasilitasi siswa dalam belajar matematika,

selain kemampuan mengenal, memahami, dan menerapkan konsep, prosedur,

prinsip, dan ide matematika, kemampuan menyelesaikan masalah matematika,

kemampuan bernalar matematika, dan kemampuan melakukan koneksi

matematika.

Alat peraga yang pada umumnya sering digunakan adalah alat peraga yang

dapat dilihat dan dipegang (konkret). Alat peraga seperti ini disebut alat peraga

konkret. Jadi alat peraga konkret adalah benda-benda konkret yang digunakan

untuk memvisualisasikan dalam tiga dimensi fakta, konsep, prinsip, atau prosedur

matematika agar menjadi lebih konkret.

Berbagai inovasi dalam pembelajaran matematika selalu mengarah pada

pembelajaran yang mengaktifkan siswa seoptimal mungkin untuk mencapai

tujuan-tujuan belajarnya. Pembelajaran inovatif ini berbeda dengan pembelajaran

konvensional, setidaknya bisa dilihat dari dua hal. Pertama, pembelajaran inovatif

lebih terpusat pada siswa, dan kedua, pembelajaran inovatif tidak saja diarahkan

untuk mencapai tujuan akademik saja, namun juga tujuan afektif atau sosial.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, penggunaan alat peraga dalam dunia

pendidikan semakin maju, tidak hanya terbatas pada penggunaan alat peraga yang

bersifat konkret. Namun sudah mulai memasyarakat penggunaan alat peraga

berbasis komputer. National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) (dalam

Ardhi, 2007) mengatakan bahwa elektronika seperti kalkulator dan komputer

merupakan alat esensial untuk kegiatan seperti belajar mengajar dan melakukan

aktivitas matematika.

Kehadiran dan kemajuan teknologi telah hadir di hadapan kita untuk

(24)

memberikan peluang dan perluasan interaksi serta mempermudah komunikasi

antara guru dan siswa dalam penyampaian informasi materi. Dengan penggunaan

sumber belajar dan alat penyampaian materi matematika yang beragam diikuti

kemajuan teknologi yang sangat menarik apabila diterapkan dalam proses belajar,

pembelajaran matematika menjadi menyenangkan, mudah dimengerti atau tidak

abstrak lagi dan juga tidak monoton.

Alat peraga maya (virtual manipulative) adalah sebuah media dalam

pembelajaran matematika yang berbasiskan teknologi komputer dengan

representasi visual objek dinamis untuk membangun pengetahuan matematika.

Alat peraga maya (virtual manipulative) ini bukan alat untuk membantu siswa

menyelesaikan soal-soal matematika.

Penggunaan alat peraga ini hanyalah untuk membantu siswa dalam

memahami konsep matematika, dan diharapkan mengkonstruksikan ide,

pengetahuan, fakta, prosedur untuk menyelesaikan masalah matematika. Menurut

Moyer, et.al (2002) virtual manipulative pada intinya sama dengan concret

manipulative yaitu penggunaan objek konkret yang bisa digerak-gerakan

walaupun dalam hal ini menggunakan mouse, atau dengan kata lain virtual

manipulative adalah alat peraga yang berbantuan komputer.

Di dalam dunia pendidikan, komputer yang dimanfaatkan sebagai media

untuk menyampaikan materi pelajaran kepada siswa yaitu menjadi alat peraga.

Sebagai alat peraga komputer memiliki keunggulan dalam hal interaksi,

menumbuhkan minat belajar mandiri serta dapat disesuaikan dengan kebutuhan

siswa. Penggunaan alat peraga berbasis komputer yang dirancang secara interaktif

dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Diana (2011) mengatakan bahwa “ketersediaan alat peraga berbasis komputer juga berdampak pada bagaimana siswa belajar matematika, melakukan percobaan, berpikir logis dan

mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, serta dapat mengembangkan

kosa kata matematika dan bahasa

Perlu diketahui bahwa mungkin tidak semua materi matematika dapat

(25)

berbasis komputer, tetapi setidaknya guru mempunyai alternatif baru dalam

pembelajaran matematika. Selama ini guru lebih cenderung menulis di papan tulis

untuk menyampaikan konsep matematika kepada siswa. Hal ini mengakibatkan

siswa hanya menghapal rumus yang diberikan, sehingga menimbulkan verbalisme

dalam mempelajari konsep-konsep matematika.

Dengan semakin banyaknya alat peraga sebagai media pembelajaran

alternatif, timbul pertanyaan mana yang lebih efektif dalam pembelajaran

matematika menggunakan alat peraga konkret atau alat peraga maya (virtual

manipulative)? Berdasarkan hal tersebut, penulis terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul “Perbandingan Efektivitas Penggunaan Alat Peraga Konkret dengan Alat Peraga Maya (Virtual Manipulative) terhadap Peningkatan

Visual Thinking Siswa”. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah kualitas pencapaian visual thinking siswa yang menggunakan

alat peraga konkret dalam pembelajaran matematika?

2. Bagaimanakah kualitas pencapaian visual thinking siswa yang menggunakan

alat peraga maya (virtual manipulative) dalam pembelajaran matematika?

3. Bagaimanakah kualitas peningkatan visual thinking siswa yang menggunakan

alat peraga konkret dalam pembelajaran matematika?

4. Bagaimanakah kualitas peningkatan visual thinking siswa yang menggunakan

alat peraga maya (virtual manipulative) dalam pembelajaran matematika?

5. Apakah terdapat perbedaan kualitas peningkatan visual thinking siswa antara

yang menggunakan alat peraga konkret dengan alat peraga maya (virtual

manipulative) dalam pembelajaran matematika?

6. Bagaimanakah aktivitas siswa yang menggunakan alat peraga konkret

terhadap kualitas peningkatan visual thinking dalam pembelajaran

(26)

7. Bagaimanakah aktivitas siswa yang menggunakan alat peraga maya (virtual

manipulative) terhadap kualitas peningkatan visual thinking dalam

pembelajaran matematika?

8. Bagaimanakah tingkat efektivitas penggunaan alat peraga konkret dan alat

peraga maya (virtual manipulative) terhadap kualitas peningkatan visual

thinking siswa dalam pembelajaran matematika?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya

peningkatkan visual thinking siswa dalam pembelajaran matematika dengan

menggunakan alat peraga. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui kualitas pencapaian visual thinking siswa yang

menggunakan alat peraga konkret dalam pembelajaran matematika

2. Untuk mengetahui kualitas pencapaian visual thinking siswa yang

menggunakan alat peraga maya (virtual manipulative) dalam pembelajaran

matematika.

3. Untuk mengetahui kualitas peningkatan visual thinking siswa yang

menggunakan alat peraga konkret dalam pembelajaran matematika

4. Untuk mengetahui kualitas peningkatan visual thinking siswa yang

menggunakan alat peraga maya (virtual manipulative) dalam pembelajaran

matematika.

5. Untuk mengetahui perbedaan kualitas peningkatan visual thinking siswa

antara yang menggunakan alat peraga konkret dengan alat peraga maya

(virtual manipulative) dalam pembelajaran matematika

6. Untuk mengetahui aktivitas siswa yang menggunakan alat peraga konkret

terhadap kualitas peningkatan visual thinking dalam pembelajaran

matematika

7. Untuk mengetahui aktivitas siswa yang menggunakan alat peraga maya

(virtual manipulative) terhadap kualitas peningkatan visual thinking dalam

(27)

8. Untuk mengetahui efektivitas penggunaan alat peraga konkret dan alat peraga

maya (virtual manipulative) terhadap kualitas peningkatan visual thinking

siswa dalam pembelajaran matematika.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan berarti dalam

memperbaiki mutu pendidikan matematika di kelas, khususnya untuk

meningkatkan visual thinking siswa. Diharapkan juga dapat diaplikasikan dan

dikembangan menjadi lebih baik dalam pembelajaran matematika.

Masukan-masukan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1. Bagi siswa

Pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga diharapkan dapat

meningkatkan kemampuan visual thinking siswa dalam pembelajaran

matematika.

2. Bagi guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan variasi strategi

pembelajaran matematika agar dapat diaplikasikan dan dikembangkan

menjadi baik sehingga dapat meningkatkan kemampuan visual thinking siswa

dalam pembelajaran matematika.

3. Bagi sekolah

Sebagai bahan masukan dalam rangka mengembangkan kemampuan visual

thinking dalam pembelajaran matematika yang erat kaitannya dengan

pembelajaran matematika.

4. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efektivitas

pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga untuk

meningkatkan visual thinking dalam pembelajaran matematika.

(28)

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran dalam memahami

istilah-istilah yang terdapat pada penelitian ini, penulis menetapkan beberapa

definisi operasional, yaitu :

1. Efektivitas

Efektivitas dapat diartikan sebagai suatu taraf/tingkatan yang

menunjukkan tingkat keberhasilan pencapaian kompetensi tujuan pada

bidang studi. Keefektifan pengajaran didukung oleh komponen

pengajaran yang dilakukan guru. Cara mengukur efektivitas pembelajaran

diperoleh dari selisih rata-rata gain ternormalisasi dari kedua kelas dibagi

jumlah dari deviasi standar kedua kelas.

2. Alat Peraga Konkret

Alat peraga konkret adalah alat bantu yang dibuat dari benda-benda

konkret untuk dapat menyampaikan konsep matematika yang sulit

dipahami secara real.

3. Alat Peraga Maya (Virtual Manipulative)

Alat peraga maya (virtual manipulative) adalah media pembelajaran

interaktif yang berbasiskan komputer dari sebuah objek dinamis untuk

membangun pengetahuan matematika.

4. Visual Thinking

Visual thinking adalah proses berfikir analitis dalam memahami,

menafsirkan dan memproduksi pesan secara visual dari semua jenis

informasi kemudian mengubahnya ke dalam bentuk gambar, grafik atau

(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang digunakan dalam penulisan penelitian. Pada

penelitian ini ada dua kelompok subjek eksperimen yang diberikan perlakuan berbeda,

yaitu kelompok eksperimen pertama melakukan pembelajaran dengan menggunakan

alat peraga konkret (kelas konkret) dan kelompok eksperimen kedua melakukan

pembelajaran dengan menggunakan alat peraga maya (virtual manipulative) (kelas

maya). Kedua kelompok ini diberikan pretes dan postes dengan menggunakan

instrument yang sama. Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment, dengan

pertimbangan bahwa kelompok yang sudah ada sebelumnya tidak dibentuk menjadi

kelompok baru, dengan kata lain random yang digunakan bukan random sebenarnya,

tetapi random kelas (acak kelas). Menurut Ruseffendi (2005) pada kuasi eksperimen,

subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi menerima keadaan subjek apa adanya.

Desain penelitiannya adalah perbandingan kelompok statik yang dapat digambarkan

sebagai berikut:

Keterangan:

O : Pretes dan Postes

: Pembelajaran dengan alat peraga konkret

: Pembelajaran dengan alat peraga maya (virtual manipulative)

Data penelitian ini dianalisis secara kuantitatif. Tujuan dari metode penelitian ini

adalah untuk mengetahui perbedaan peningkatan visual thinking siswa SMP sebagai

akibat dari suatu pembelajaran. Kedua kelas merupakan kelompok eksperimen yang

diberi perlakuan berbeda dengan menggunakan dua alat peraga yang berbeda, yaitu

(30)

a. Variebel Penelitian

1) Varibel Bebas

Yang dimaksud variabel bebas dalam penelitian ini adalah perlakuan yang

diberikan secara bebas pada kelas eksperimen. Penggunaan alat peraga

konkret ( ) dan alat peraga maya (virtual manipulative) ( ) merupakan

varibel bebas.

2) Variabel Terikat

Sementara itu, variabel terikat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

variable yang hasilnya dipengaruhi oleh variabel bebas, yaitu visual thinking

( ).

Hubungan antar variabel dapat dilihat bagan dibawah ini;

Diagram 3.1

Hubungan antar Variabel

b. Operasional Variabel Penelitian

Berdasarkan kerangka berfikir yang telah dijabarkan, maka variabel dalam

penelitian ini terdiri dari variabel bebas, yaitu; Alat Peraga Konkret dan Alat

Peraga Maya (Virtual Manipulative) serta variabel terikat, yaitu Visual Thinking.

Untuk menghindari salah penafsiran dalam penelitian dan untuk memudahkan

dalam memperoleh data, maka variabel bebas dan variabel terikat dioprasionalkan

dalam bentuk indikator-indikator sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian.

Operasionalisasi variabel tersebut dirinci ke dalam kolom variabel, kolom

(31)

Tabel 3.1

Operasional Variabel Penelitian

Variabel Dimensi Indikator

Alat Peraga 4. Menyajikan konsep abstrak dalam

bentuk konkret

3. Kendali belajar di tangan siswa 4. Melakukan belajar mandiri atau menjiplak bangun geometri;

Mendeskripsikan

Menyelesaikan soal rutin

1. Siswa mengidentifikasi bangun geometri berdasarkan penampakannya secara utuh: (a) gambar sederhana, diagram atau seperangkat guntingan dalam posisi yang berbeda; (b) bentuk dan konfigurasi lain yang lebih kompleks

2. Siswa melukis, menggambar, atau menjiplak bangun geometri; 3. Secara verbal, siswa

mendeskripsikan bangun geometri dengan penampakannya secara utuh;

(32)

5. Siswa mengidentifikasi bagian-bagian bangun geometri.

B. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Sugiyono (2012) menyatakan

bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti dan kemudian

ditarik kesimpulannya.

Penggunaaan alat peraga dapat diberikan di semua jenjang pendidikan

disesuaikan dengan tingkat kemampuan berfikir siswa dan karakteristik materi

pembelajaran, baik di sekolah dasar, sekolah menengah, maupun pendidikan tinggi di

Indonesia. Tetapi, dikarenakan masalah dalam penelitian ini adalah mengenai

rendahnya kemampuan visual thinking siswa pada tingkat sekolah menengah pertama,

maka subjek yang diambil adalah siswa sekolah menengah pertama.

Selanjutnya melihat keefektifan waktu, biaya, tenaga yang dimiliki oleh peneliti

dan untuk memudahkan dalam mengontrol penelitian, maka penelitian ini dilakukan

di Provinsi Jawa Barat. Dengan pertimbangan, berdasarkan hasil tes yang

diselenggarakan oleh Puspendik merilis nilai rata-rata Ujian Nasional matematika

SMP tahun ajaran 2011/2012 di Provinsi jawa Barat menempati urutan ke-2 tertinggi

skala Nasional dengan kata lain sama atau mendekati nilai rerata UN Nasional.

Dari semua kota/kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Barat, dipilih Kabupaten

Majalengka sebagai tempat penelitian. Hal ini mengingat Kabupaten Majalengka

merupakan tempat peneliti berdomisili, dan berdasarkan hasil observasi pendahuluan

di Kabupaten tersebut.

Dari semua sekolah yang ada di Kabupeten Majalengka dipilihlah SMPN 1

Jatiwangi, karena SMP tersebut memiliki nilai rata-rata UN matematika SMP yang

mendekati nilai rata-rata UN matematika Provinsi Jawa Barat yaitu 7,50. Berdasarkan

(33)

sisi lengkung, masih banyak ditemukan kekeliruan dalam memahami konsep tentang

bangun ruang sisi lengkung. Selain itu, banyak juga siswa yang masih salah dalam

menentukan rumus yang hendak digunakan. Selain itu, sekolah tersebut juga terdapat

laboratorium komputer, elemen yang penting dalam penelitian ini.

Dari tiga tingkatan kelas yang ada di SMP tersebut yaitu kelas VII, kelas VIII

dan kelas IX, yang dijadikan objek penelitian adalah kelas VIII. Adapun

pertimbangannya adalah (a) telah banyak memperoleh materi prasyarat untuk materi

yang dijadikan objek penelitian; (b) terdapat pokok bahasan yang dianggap tepat

untuk digunakan dalam penelitian; (c) siswa kelas VIII merupakan siswa yang

terbilang masih cocok menggunakan alat peraga konkret berdasarkan kemampuan

cara berfikirnya yang pada umumnya siswa masih berada pada tahap berfikir

operasional konkret. Maka, dipilihlah kelas VIII SMPN 1 Jatiwangi sebagai populasi

penelitian.

Sampel adalah bagian dari jumah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi,

Sugiyono (2012). Pemilihan sampel penelitian menggunakan teknik purposive

sampling. Peneliti menerima keadaan sampel yang diambil berdasarkan pertimbangan

tertentu. Menurut Sugiyono (2012) pengambilan sampel dengan cara purposive

sampling merupakan teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu.

Sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak dua kelas, satu kelas adalah

kelas eksperimen dengan menggunakan media pembelajaran alat peraga konkret dan

satu kelas eksperimen dengan menggunakan media pembelajaran alat peraga maya

(virtual manipulative). Jadi, sampel dalam penelitian ini adalah siswa SMPN 1

Jatiwangi kelas VIII yang dipilih secara acak menurut kelas. Didapat kelas VIII-E

sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan alat peraga konkret dan kelas VIII-F

sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan alat peraga maya (virtual

(34)

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di SMPN 1 Jatiwangi Kabupaten Majalengka Provinsi Jawa

Barat. Penelitian ini dilaksanakan sejak 6 Mei 2013 sampai dengan 1 Juni 2013.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes kemampuan visual thinking

dalam pembelajaran matematika berupa tes uraian dan instrument non tes berupa

lembar observasi dan wawancara untuk mengetahui sikap siswa dalam pembelajaran

matematika dengan menggunakan alat peraga. Sebelum dipergunakan sebagai alat

pengumpul data, terlebih dahulu diujicobakan kepada kelas yang telah mempelajari

pokok bahasan yang diteskan. Uji coba instrument tes bertujuan untuk mengetahui

validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran tes tersebut. Sementara itu,

instrument non tes, ujicoba dilakukan untuk melakukan pembobotan pada tiap butir

sikap dalam pembelajaran. Dengan adanya analisis instrument, peneliti bisa

mengetahui apakah perangkat tersebut sudah memenuhi syarat untuk penelitian atau

belum, jika sudah memenuhi syarat maka instrument tersebut dapat diterapkan di

lapangan.

a. Tes Kemampuan Visual Thinking.

Tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes awal dan tes akhir. Jenis

tes yang digunakan dalam pembelajaran ini yaitu tes tipe subjektif (uraian). Hal ini

mengingat visual thinking merupakan kemampuan individu dan memerlukan ruang

gerak yang lebih luas bagi siswa dalam mengemukakan pendapat, penilaian, serta

penjelasannya terhadap materi yang dipelajari. Sehingga tepat kiranya

menggunakan jenis tes ini. Agar tercipta keseimbangan, maka tipe tes uraian ini

digunakan untuk kedua kelompok sampel, yaitu untuk kelompok alat peraga

konkret dan kolompok alat peraga maya (virtual manipulative). Selain berbagai

(35)

menyelesaikan soal matematika terlihat dengan jelas, melalui tes ini dapat terlihat

pula sejauh mana kemampuan visual thinking yang dimiliki siswa.

Selain itu, tes bentuk uraian memiliki beberapa kelebihan seperti yang

dikemukakan oleh Suherman dkk (2003: 77) yaitu diantaranya:

1. Pembuatan soal bentuk uraian relatif lebih mudah dan dapat dibuat dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama.

2. Karena dalam menjawab soal bentuk uraian siswa dituntut untuk menjawabnya secara rinci, maka proses berfikir, ketelitian, sistematika penyusunan dapat dievaluasi. Terjadinya bias hasil evaluasi dapat dihindari karena tidak ada sistem tebakan atau untung-untungan. Hasil evaluasi lebih dapat mencerminkan kemampuan siswa sebenarnya.

3. Proses pengerjaan tes akan menimbulkan kreativitas dan aktivitas positif siswa, karena tes tersebut menuntut siswa agar berfikir secara sistematik, menyampaikan pendapat dan argumentasi, mengaitkan fakta-fakta yang relevan.

Tes untuk mengukur visual thinking siswa berjumlah 7 butir soal. Indikator

dari aspek visual thinking pada perangkat soal dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut:

Tabel 3.2

Indikator Visual Thinking pada Soal Tes

Aspek Indikator yang Diukur No.

Soal

Visual Thinking

Melukis, menggambar, atau menjiplak bangun geometri 2 Mengidentifikasi bangun geometri berdasarkan

penampakannya secara utuh: (a) gambar sederhana, diagram atau seperangkat guntingan dalam posisi yang berbeda; (b) bentuk dan konfigurasi lain yang lebih kompleks.

3a

Secara verbal, siswa mendeskripsikan bangun geometri

dengan penampakannya secara utuh 3b

Mengidentifikasi bagian-bagian bangun geometri 1 Menyelesaikan soal rutin dengan mengoprasikan

(36)

Sebelum soal tes kemampuan visual thinking digunakan, terlebih dahulu

untuk melihat validitas isi dan validitas muka.

Validitas muka yang dimaksudkan adalah kejelasan bahasa/redaksional dan

gambar/representasi dari setiap butir tes yang diberikan. Sedangkan validitas isi

yang dimaksudkan adalah kesesuaian materi tes dengan kisi-kisi tes, indikator

kemampuan yang diukur dan tingkat kesukaran untuk siswa.

Pemeriksaaan validitas muka dikonsultasikan kepada dosen pembimbing.

Selain itu, pemeriksaan validitas muka juga dilakukan oleh orang yang dipandang

ahli, yaitu dosen matakuliah geometri, guru matematika di sekolah yang

bersangkutan dan rekan dari S2 pendidikan matematika

Selanjutnya soal tes diujicobakan pada siswa diluar sampel penelitian, yaitu

siswa kelas IX sebanyak 33 orang yang telah terlebih dahulu mendapatkan

pembelajaran mengenai materi Bangun Ruang Sisi Lengkung. Ujicoba soal tes

dilaksanakan pada tanggal 17 April 2013. Setelah ujicoba soal tes dilaksanakan,

kemudian dilakukan analisis mengenai validitas butir soal, reliabilitas tes, daya

pembeda dan indeks kesukaran.

Adapun teknik penskoran kemampuan visual thinking matematika adalah

mengacu kepada kriteria penskoran Holistic Scoring Rubriks yang dikemukanan

oleh Cai, Lane dan Jakabcsin (dalam Ansari, 2003) yang kemudian dimodifikasi

dari kriteria penskoran visualisasi geometri sebagai berikut:

Tabel 3.3

Kriteria Penskoran Visualisasi Geometri

Skor Kriteria Visualisasi Geometri

3 Semua penjelasan lengkap dan merupakan representasi dari pertanyaan yang diberikan

(37)

1 Penjelasan yang diberikan hanya sedikit mengandung penjelasan

0 Tidak ada jawaban sama sekali

Dalam penelitian ini kriteria penskoran visual thinking berpedoman pada

kriteria penskoran visualisasi geometri yang telah dimodifikasi sebagai berikut:

Tabel 3.4

Kriteria Penskoran Visual Thinking

Indikator yang Diukur Respon Siswa terhadap Soal Skor Skor Mak bangun geometri dengan lengkap dan merupakan representasi dari pertanyaan sesuai indikator yang diberikan

3

9 Melukis, menggambar, atau menjiplak

bangun geometri kurang lengkap dan kurang merepresentasi dari pertanyaan

Tidak ada jawaban sama sekali 0 Mengidentifikasi

dengan kurang lengkap dan kurang merepresentasi dari pertanyaan sesuai

(38)

lebih kompleks.

dengan kurang lengkap dan kurang merepresentasi dari pertanyaan sesuai

Tidak ada jawaban sama sekali 0

Mengidentifikasi sesuai indikator yang diberikan bangun geometri dengan kurang lengkap dan kurang merepresentasi dari pertanyaan sesuai indikator yang diberikan bangun geometri dan hanya sedikit mengandung penjelasan sesuai indikator yang

diberikan

1

Tidak ada jawaban sama sekali 0

Menyelesaikan soal

lengkap dan kurang merepresentasi dari pertanyaan sesuai indikator yang diberikan

2

Penjelasan yang diberikan hanya sedikit mengandung penjelasan konsep sesuai

(39)

indikator yang diberikan

Tidak ada jawaban sama sekali 0

Setelah ujicoba soal tes dilaksanakan, kemudian dilakukan analisis mengenai

validitas butir soal, reliabilitas tes, daya pembeda dan indeks kesukaran sebagai

berikut:

1. Validitas Instrumen

Suatu alat evaluasi, dalam hal ini adalah tes visual thinking dalam

pembelajaran matematika disebut valid jika alat tersebut mampu mengevaluasi

apa yang seharusnya dievaluasi. Validitas adalah tingkat ketepatan tes

mengukur sesuatu yang hendak diukur. Untuk mengetahui valid atau tidaknya

sebuah instrumen, dilakukanlah analisis validitas butir soal.

Rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien validitas butir soal

adalah rumus korelasi produk momen memakai angka kasar (raw score)

(Suherman dan Sukjaya, 1990: 154) sebagai berikut:

  

r = Koefisien korelasi antara X dan Y

x = Skor tiap butir soal

y = Skor total

n = Banyaknya siswa

Adapun untuk menentukan tingkat validitas soal digunakan kriteria

menurut Suherman dan Sukjaya (1990: 147), sebagai berikut:

Tabel 3.5

Kriteria Koefisien Korelasi

(40)

0,90<rxy≤ 1,00 Sangat Tinggi 0,70<rxy≤ 0,90 Tinggi 0,40<rxy≤ 0,70 Sedang 0,20<rxy≤ 0,40 Rendah 0,00<rxy≤ 0,20 Sangat Rendah

xy

r ≤ 0,00 Tidak Valid

Hasil uji validitas butir soal dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3.6 di

bawah ini:

Tabel 3.6

Rekapitulasi Validitas Tiap Butir Soal

No. Soal

x

2

x

xy n r xy Tingkat Validitas

1 183 1199 4664 33 0,81 Tinggi

2 63 137 1551 33 0,66 Sedang

3a 82 212 1943 33 0,68 Sedang

3b 86 320 2260 33 0,68 Sedang

4 100 416 2606 33 0,68 Sedang

5 112 504 2968 33 0,82 Tinggi

6 118 580 3130 33 0,77 Tinggi

Hasil perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran hal 251.

2. Reliabilitas Instrumen

Suatu alat evaluasi dikatakan reliabel, jika alat tersebut mampu

memberikan hasil pengukuran yang tetap sama (konsisten, ajeg), jika

pengukurannya dilakukan terhadap subyek yang sama meskipun dilakukan oleh

orang yang berbeda, waktu dan tempat yang berbeda.

Tes yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk uraian, sehingga rumus

yang digunakan untuk menghitung koefisien reliabilitas tes adalah sebagai

(41)

(a) Menghitung reliabilitas soal menggunakan rumus Cronbach Alpha:

r …….. (Suherman dan Sukjaya, 1990: 194)

Keterangan :

11

r = Koefisien Reliabilitas n = Banyak Butir Soal

x = Jumlah kuadrat tiap skor soal

n = Jumlah siswa

Adapun kriteria koefisien korelasi menurut Guilford (dalam Suherman dan

Sukjaya, 1990: 160) dapat dilihat pada Tabel 3.7 sebagai berikut :

(42)

0,80 <r11≤ 1,00 Sangat Tinggi

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas tes adalah

0,82. Berdasarkan kriteria koefisien reliabilitas menurut Guilford (dalam

Suherman dan Sukjaya, 1990: 160) dapat disimpulkan bahwa instrument

penelitian yang menggunakan soal tipe uraian ini diinterpretasikan sebagai soal

yang reliabilitasnya tinggi. Perhitungan koefisien reliabilitas secara lengkap

dapat dilihat pada Lampiran hal 254.

3. Daya Pembeda

Daya pembeda dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh

kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testi yang

berkemampuan tinggi dengan testi yang berkemampuan rendah. Rumus yang

digunakan untuk menentukan daya pembeda tiap butir soal adalah:

SMI

x = Rata-rata skor kelompok atas tiap butir soal

B

x __

= Rata-rata skor kelompok bawah tiap butir soal

SMI = Skor Maksimum Ideal

Sedangkan untuk menentukan kriteria daya pembeda tiap butir soal

digunakan kriteria menurut Suherman dan Sukjaya (1990: 202) sebagai berikut :

Tabel 3.8

Kriteria Daya Pembeda Daya Pembeda Kriteria

(43)

0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup Baik

0,40 < DP ≤ 0,70 Baik 0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik

Hasil perhitungan untuk menentukan daya pembeda soal disajikan pada

Tabel 3.9 di bawah ini:

Tabel 3.9

Rekapitulasi Daya Pembeda Butir Soal No.

Soal

__

A

x xB

__

SMI DP Kriteria

1 8,00 2,88 9 0,56 Baik

2 2,44 1,22 3 0,40 Cukup Baik

3a 2,88 2,11 3 0,26 Cukup Baik

3b 4,56 1,56 6 0,50 Baik

4 4,67 1,33 6 0,56 Baik

5 4,89 1,33 6 0,59 Baik

6 5,11 1,33 6 0,63 Baik

Perhitungan daya pembeda secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran hal

256.

4. Indeks Kesukaran

Analisis indeks kesukaran tiap butir soal dilakukan untuk mengetahui

tingkat kesukaran masing-masing soal yang diberikan, apakah soal tersebut

termasuk kategori mudah, sedang atau sukar. Karena bentuk tes yang

digunakan adalah tes uraian, maka rumus yang digunakan untuk menghitung

indeks/tingkat kesukaran soal adalah:

SMI x

IK  ……….. (Suherman dan Sukjaya, 1990: 213)

Keterangan :

IK = Indeks Kesukaran

x = Rata-rata Skor

(44)

Adapun untuk menentukan tingkat kesukaran soal digunakan kriteria

menurut Suherman dan Sukjaya (1990: 213) sebagai berikut:

Tabel 3.10

Kriteria Indeks Kesukaran

Indeks Kesukaran Kriteria

IK = 0,00 Sangat Sukar

0,00 < IK ≤ 0,30 Sukar

0,30 < IK ≤ 0,70 Sedang

0,70 < IK ≤ 1,00 Mudah

IK= 1,00 Sangat Mudah

Hasil perhitungan untuk menentukan daya pembeda soal disajikan pada

Tabel 3.11 di bawah ini:

Tabel 3.11

Rekapitulasi Indeks Kesukaran No.

Soal

__

A

x xB

__

x SMI IK Kriteria

1 8,00 2,88 5,44 9 0,60 Sedang

2 2,44 1,22 1,83 3 0,61 Sedang

3a 2,88 2,11 2,50 3 0,83 Mudah

3b 4,56 1,56 3,06 6 0,51 Sedang

4 4,67 1,33 3,00 6 0,50 Sedang

5 4,89 1,33 3,11 6 0,52 Sedang

6 5,11 1,33 3,22 6 0,54 Sedang

Perhitungan indeks kesukaran secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran

hal 259.

b. Lembar Observasi

Tujuan dari lembar observasi ini adalah untuk mengetahui

(45)

menjadi lebih baik dan sesuai dengan skenario yang telah dibuat. Menurut

Ruseffendi (2005) observasi penting dilakukan karena melalui angket dan

wawancara, masih ada hal yang belum bisa terungkap yaitu mengenai keadaan

wajar yang sebenarnya sedang terjadi Adapun dalam penelitian ini, dalam

melakukan observasi setiap tindakan yang diambil yaitu aktivitas belajar siswa dan

aktivitas guru pada kedua kelas eksperimen. Lembar observasi digunakan pada

kedua kelas eksperimen karena indikator-indikator pengamatan yang

dikembangkan dibuat khusus untuk mengamati pelaksanaan pembelajaran dengan

penggunaan alat peraga konkret dan alat maya (virtual manipulative) yang

meliputi: mendengarkan, memperhatikan penjelasan guru/teman, melakukan

manipulasi alat peraga, bertanya antara siswa dengan guru, berdiskusi antar siswa

dengan siswa, menjawab pertanyaan.

Selain itu, lembar observasi juga digunakan untuk mengetahui aktivitas guru

selama peroses pembelajaran berlangsung di kedua kelas. Lembar observasi dapat

dijadikan guru sebagai bahan evaluasi dalam memberikan pengajaran kepada

siswa, sehingga diharapkan menjadi lebih baik pada pembelajaran berikutnya.

Observer dalam penelitian ini adalah guru matematika di sekolah tempat

dilaksanakannya penelitian, pengisisan lembar observasi dilakukan sebanyak lima

kali selama peroses pembelajaran dilaksanakan.

c. Wawancara

Ruseffendi (2005) menyatakan bahwa wawancara adalah suatu cara

mengumpulkan data yang sering digunakan jika kita mau mengetahui sesuatu yang

bila dengan cara angket atau cara lainnya belum bisa terungkap atau belum jelas.

Wawancara yang diberikan merupakan format wawancara tertulis. Dalam

format wawancara tersebut siswa tidak diharuskan menuliskan namanya. Hal ini

bertujuan untuk memberikan keleluasaan pada siswa dalam mengungkapkan

pendapatnya mengenai pembelajaran, baik itu pendapat positif, maupun pendapat

Gambar

Tabel 4.18 Siswa pada Kelas Konkret..............................................................
Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian
Tabel 3.2 Visual Thinking
Tabel 3.3 Kriteria Penskoran Visualisasi Geometri
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada percobaan kultur hara dilakukan pengamatan terhadap tingkat keracunan besi pada daun (nilai skor bronzing), pertumbuhan tinggi tanaman, pertumbuhan panjang akar, bobot kering

nakan cahaya matahari ini membutuhkan waktu yang ingan yang lebih efisien dari segi energi dan waktu pe ingan dengan menggunakan zeolit sintetis. Pada prose

Tujuan dilakukannya praktikum bulk density ini adalah untuk mengetahui nilai bulk density dari sampel tanah utuh serta untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi bulk

Air dan sisa reaktan sebagai hasil atas RD, kemudian diembunkan oleh kondenser, selanjutnya masuk ke menara distilasi untuk memisahkan produk samping yaitu asam

Keterkaitan ergonomi organisasi dengan motivasi kerja yaitu organisasi sebagai wadah bagi para pegawai melakukan aktivitas pekerjaan dapat menjadi pendorong atau penarik bagi

Maka, kajian mengenai reclenno iaitu sistem penerima yang mempunyai antena dan litar penerus, menjadi semakin popular dalam memenuhi permintaan tersebut terutama

Metode analisis yang digunakan adalah analisis jalur (path analysis) Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa Sistem Informasi Akuntansi Manajemen dan Ketidakpastian Lingkungan

Di Kabupaten Pati sendiri, kualitas sarana prasarana yang dimiliki Kabupaten Pati masih belum maksimal untuk beberapa cabang olahraga, karena masih banyak tempat latihan