• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi deskriptif sikap wanita dewasa dini menikah terhadap wanita lajang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi deskriptif sikap wanita dewasa dini menikah terhadap wanita lajang."

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

STUDI DESKRIPTIF SIKAP WANITA DEWASA DINI MENIKAH TERHADAP WANITA LAJANG

Natalia Dian Pratiwi 029114089

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimana sikap wanita dewasa dini yang sudah menikah terhadap wanita lajang. Wanita yang memilih untuk hidup melajang akan dinilai oleh sesama wanita dewasa yang sudah menjalankan tugas perkembangannya untuk mencari pasangan, memilih pasangan, dan menikah.

Subjek dalam penelitian ini adalah wanita dewasa dini yang berstatus menikah dan berusia antara 28-33 tahun, dengan jumlah subjek keseluruhan adalah 80 orang. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang dibuat untuk mengetahui dan menggambarkan secara umum mengenai sikap wanita dewasa dini yang menikah terhadap wanita lajang berdasarkan skor item pada skala sikap yang disusun oleh peneliti. Data yang diperoleh dari skala sikap ini akan diolah secara statistik dengan menggunakan SPSS for windows 13.00. Uji reliabilitas menggunakan tehnik Cronbach Alpha, koefisien reliabilitas yang dihasilkan sebesar 0,926.

Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh kesimpulan bahwa secara umum wanita dewasa dini yang sudah menikah memiliki sikap yang positif terhadap wanita lajang. Hal ini tampak dari hasil penelitian yang menunjukkan subjek memiliki sikap dalam kategorisasi tinggi yaitu 47,5 % (38 subjek). Apabila dilihat berdasarkan komponen sikap kognitif, afeksi, dan konasi, subjek juga berada pada kategorisasi tinggi.

(2)

ABSTRACT

THE ATTITUDE OF THE MARRIED YOUNG-ADULT WOMAN TOWARD SINGLE WOMAN

Natalia Dian Pratiwi 029114089

The aims of this research are to find out and to describe the attitude of the married young-adult woman toward single woman. Young-adult woman who choose to be single woman will be graded by young-adult woman who already undergo their development task to find and choose partners, and get married.

The subjects of this research were young-adult woman of 28 to 33 years old who are married. The number of the subject was 80 subject. The research was a quantitative descriptive research which was made to find out and to describe, in general, the attitude of the married young-adult woman toward single woman based on the item score in the attitude scale that was designed by the researcher. The data gathered from the attitude scale was processed using SPSS for Windows 13.00. The reliability test used The Cronbach Alpha technique, and the result of the reliability coefficient was 0,926.

Based on the data analysis result, it can be concluded that, in general, young-adult woman who are married have a positive attitude toward single woman. It can be seen from the result of the research which shows that the subject have an attitude in high category which is 47,5 % (38 subject). If it is seen based on the components of cognitive, affective, and conative attitude, the subject also have category.

(3)

STUDI DESKRIPTIF

SIKAP WANITA DEWASA DINI MENIKAH

TERHADAP WANITA LAJANG

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Natalia Dian Pratiwi

NIM : 029114089

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

Segala sesuatu berasal dari

Allah, segala sesuatu hidup oleh

kuasa-Nya dan segala sesuatu itu

untuk kemulian-Nya (Roma 11:36)

Segala sesuatu yang kulakukan saat ini dan yang

akan datang, akan selalu kupersembahkan

untuk-Nya....

Bapa, Putra, dan Roh Kudus, pemberi nafas dan talenta

Bunda Perawan Maria, ibu dari segala ibu

Serta mereka yang menghiasi hidupku...

Silvester Purwidyanto, sosok raja ku

Catharina Enny Indriany, ibu peri ku

Frederikus Rhesa Yanitra, saudara lelaki ku

(7)

Aku tak kan pernah jadi seperti saat ini

Jika tak ada orang-orang disamping,

didepan, dan dibelakangku….

Saat ku memalingkan wajahku,,

Selalu ada orang-orang yang siap ‘tuk diriku

Tak kan pernah lupa,,

Dan tak kan pernah cukup jika diucapkan

dengan kata terima kasih

Aku tahu,,

Aku tidak bisa memberikan apapun kepada kalian

selain ucapan terima kasih

dan,,,

aku percaya kisah kita tak akan sampai disini saja

karena ku yakin bahwa

perpisahan tidak akan pernah abadi

Terima kasih….

‘tuk kalian yang pernah ada dan selalu ada

Penuh sayang dan cinta ku..

Natalia Dian Pratiwi

(8)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan

daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 20 Juni 2007

Penulis

(9)

ABSTRAK

STUDI DESKRIPTIF SIKAP WANITA DEWASA DINI MENIKAH TERHADAP WANITA LAJANG

Natalia Dian Pratiwi 029114089

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimana sikap wanita dewasa dini yang sudah menikah terhadap wanita lajang. Wanita yang memilih untuk hidup melajang akan dinilai oleh sesama wanita dewasa yang sudah menjalankan tugas perkembangannya untuk mencari pasangan, memilih pasangan, dan menikah.

Subjek dalam penelitian ini adalah wanita dewasa dini yang berstatus menikah dan berusia antara 28-33 tahun, dengan jumlah subjek keseluruhan adalah 80 orang. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang dibuat untuk mengetahui dan menggambarkan secara umum mengenai sikap wanita dewasa dini yang menikah terhadap wanita lajang berdasarkan skor item pada skala sikap yang disusun oleh peneliti. Data yang diperoleh dari skala sikap ini akan diolah secara statistik dengan menggunakan SPSS for windows 13.00. Uji reliabilitas menggunakan tehnik Cronbach Alpha, koefisien reliabilitas yang dihasilkan sebesar 0,926.

Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh kesimpulan bahwa secara umum wanita dewasa dini yang sudah menikah memiliki sikap yang positif terhadap wanita lajang. Hal ini tampak dari hasil penelitian yang menunjukkan subjek memiliki sikap dalam kategorisasi tinggi yaitu 47,5 % (38 subjek). Apabila dilihat berdasarkan komponen sikap kognitif, afeksi, dan konasi, subjek juga berada pada kategorisasi tinggi.

(10)

ABSTRACT

THE ATTITUDE OF THE MARRIED YOUNG-ADULT WOMAN TOWARD SINGLE WOMAN

Natalia Dian Pratiwi 029114089

The aims of this research are to find out and to describe the attitude of the married young-adult woman toward single woman. Young-adult woman who choose to be single woman will be graded by young-adult woman who already undergo their development task to find and choose partners, and get married.

The subjects of this research were young-adult woman of 28 to 33 years old who are married. The number of the subject was 80 subject. The research was a quantitative descriptive research which was made to find out and to describe, in general, the attitude of the married young-adult woman toward single woman based on the item score in the attitude scale that was designed by the researcher. The data gathered from the attitude scale was processed using SPSS for Windows 13.00. The reliability test used The Cronbach Alpha technique, and the result of the reliability coefficient was 0,926.

Based on the data analysis result, it can be concluded that, in general, young-adult woman who are married have a positive attitude toward single woman. It can be seen from the result of the research which shows that the subject have an attitude in high category which is 47,5 % (38 subject). If it is seen based on the components of cognitive, affective, and conative attitude, the subject also have category.

(11)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya ucapkan puji dan syukur yang tak terhingga kepada

Bapa, Putra, dan Roh Kudus atas rahmat, berkat, dan anugerah-Nya selama saya

diberikan nafas, kesempatan berdinamika dengan kehidupan yang sebenarnya

sangat indah ini.

Ucapkan puji dan syukur yang tak terhingga kembali kepada Bapa, Putra,

dan Roh Kudus atas segala yang dilakukan untuk saya. Biarkan skripsi ini

menjadi bukti kasih-Nya kepada saya, karena Dia telah menghadirkan

orang-orang berikut sebagai perpanjangan tangan-Nya saat saya mengerjakan skripsi

sebagai karya terindah pertama :

1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi. M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin untuk melakukan

penelitian ini.

2. Ibu P. Henrietta PDADS., S.Psi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

membantu saya untuk mengerjakan skripsi ini, memberikan

masukan-masukan, memberikan dukungannya baik secara fisik maupun psikis, serta

suasana yang sangat nyaman sehingga saya bisa menjadi diri saya sendiri

selama proses pembuatan skripsi ini. Terima kasih karena dengan ucapan

dan tulisannya menjadikan skripsi ini sebagai hasil karya terbaik yang

(12)

3. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi. M.Si selaku dosen penguji yang telah

menguji skripsi ini, sehingga menghasilkan karya ilmiah yang memenuhi

syarat kelulusan.

4. Bapak V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Si. selaku dosen penguji yang

telah menguji skripsi ini, sehingga menghasilkan karya ilmiah yang

memenuhi syarat kelulusan.

5. Bapak Y. Agung Santoso, S.Psi. dan Ibu MM. Nimas Eki., S.Psi., Psi. selaku

dosen pembimbing akademik yang telah banyak membimbing dan

membantu saya selama menjalani studi. Terima kasih juga karena telah

menyediakan waktu untuk sesekali mendengar keluh kesah saya.

6. Ibu Dra. L. Pratidarmanstiti. MS yang telah memberikan arti dan makna

hidup sebagai seorang wanita, informasi yang sangat dalam mengenai

wanita membuat keingintahuan saya mengenai wanita sangat tinggi.

Mungkin karena ibu, saya bisa melihat fenomena wanita lajang menjadi

sesuatu yang sangat menarik dan layak untuk diangkat menjadi topik skripsi

ini. Terima kasih pula atas kesediaan ibu berdiskusi dengan saya sehingga

membuat pola berpikir saya mengenai topik skripsi ini menjadi lebih

matang.

7. Terima kasih kepada Ibu ML. Anantasari, S.Psi., M.Si. yang telah berbagi

ilmu tentang perkembangan wanita, serta masukan-masukan saat pengolahan

topik skripsi saya, sehingga membuat saya bisa memandang dari sudut

(13)

8. Bapak Herry Widodo, S.Psi. yang telah memberikan informasi mengenai

buku, jurnal, dan tesis yang ada di perpustakaan S2 Psikologi UI, juga

pinjaman kartu perpustakannya. Terima kasih juga atas waktu yang

diberikan selama saya di Jakarta. Mungkin karena bapak juga, keinginan

saya untuk melanjutkan S2 Psikologi sempat muncul kembali. Dan ”selamat

sudah lulus S2, pak!”

9. Terima kasih untuk semua dosen tetap maupun tidak tetap di Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan saya banyak

informasi baru, membantu saya lebih luas melihat dan memaknai segala

sesuatu yang ada disekitar, serta membantu saya untuk mendapatkan gelar

Sarjana Psikologi.s

10.Terima kasih untuk Mbak Nanik, Mas Muji, Mas Gandung, Mas Donny, Pak

Gie, dan karyawan lain yang telah membantu kelancaran selama saya

menjalani studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

Saya kembali mengucapkan puji dan syukur yang sangat tak terhingga

kepada Bapa, Putra, dan Roh Kudus atas segala yang telah dilakukan untuk saya.

Biarkan hidup saya menjadi bukti kasih-Nya kepada saya, karena Dia telah

menghadirkan orang-orang yang dengan senantiasa memberikan kasih,

kesempatan, bantuan, masukan, dan dukungan. Saya yakin orang-orang berikut

(14)

1. Terima kasih yang tak terhingga untuk Papanda dan Mamanda yang telah

berdoa dan selalu mendukung Lia dalam segala hal, serta memberikan

banyak kesempatan untuk menjadi orang yang lebih baik.

2. Adik laki-lakiku, terima kasih untuk kasih dan sayang yang tak pernah

terucap dari bibirmu. Tetapi segala bentuk dorongan selama pembuatan

skripsi ternyata membuat dirimu berbicara.

3. Eyang-eyang, tante-tante, om-om, sepupu-sepupu, terima kasih untuk doa

dan dukungannya selama ini. Lontaran-lontaran kalimat “sudah lulus? atau

”kapan lulus?” menjadi sebuah motivasi yang sangat luar biasa untuk Lia.

4. Terima kasih untuk Tante Nuek dan Om Iong, sudah menjadi “second

home”. Maaf juga karena Lia selalu dan suka sekali merepotkan.

5. Terima kasih untuk Sendy, karena kesediannya mendengarkan keluh kesah

sepanjang pembuatan skripsi dan menyediakan waktu luangnya untuk

mengantarkan ke perpustakaan-perpustakaan.

6. Sahabatku sekaligus saudara perempuanku “9erombolan si Berat” Yusi,

Lita, Yuli, Ani, Ayu, Dwitya, Tzu2, dan Icha. Terima kasih untuk

kenyamanan, kehangatan, kebahagian, dan semangat cepat lulusnya. Dengan

kebersamaan kita, aku bisa menjadi diri sendiri dan bisa belajar menghargai

dan memaknai hidup.

7. Sahabatku dan keluarga pertama di saat ku beranjak dewasa “3ple-X” Dewi,

May, (dan si kecil Deron). Terima kasih untuk kisah kasih yang kalian

(15)

kehidupan yang sebelumnya tidak pernah kutemui. Tak lupa untuk keluarga

Dewi dan May, terima kasih untuk segalanya.

8. Michael Hendarman, terima kasih yang sangat besar untuk perasaan yang

telah Natnat rasakan selama ini. Denganmu Nat tahu bagaimana rasa itu bisa

menjadi suatu yang menyenangkan dan menyakitkan.

9. Anak-anak kostku Rhesa Dewi, Wibi, Astrid (+Cyrill), dan Edo. Terima

kasih atas semangat untuk segera cepat jadi Sarjana Psikologi, serta

ledekan-ledekan yang pada akhirnya menjadi sebuah motivasi besar untukku.

10.Terima kasih untuk dukungan teman-teman angkatan 2002 Psikologi,

angkatan yang tidak pernah mengenal kata menyerah dan munafik. Harapan

kita untuk menjadi Sarjana Psikologi yang ”baik” hingga bisa merubah

dunia ini dengan telapak tangan kita harus selalu ada, teman!

11.My best friends Teguh, Tetra, Baim, P-Yank, Bronto, Hafiz Undip, Curex,

Avie, Letoy, Lepi, Angga, Simin, Denny cewek, Ge’Oon, Teh’ Inna (untuk

detik-detik terakhir yang sangat berharga), Vera, Dini, Ellenora, Tyas,

Ladyane, Ira, Aree, Esa, Linda, Agus, Mas Adri, Joe, Doddy, Tisa, Winda,

Aan Pak’e, Tanti ’03, Raniy, Nicey, Benny, Adip, Piwi, dan Eik Losari.

Terima kasih sudah menjadi teman yang berarti, terima kasih untuk apapun

yang kalian berikan hingga aku sekarang menjadi seorang Sarjana Psikologi

(pada akhirnya, amin).

12.Teman-teman Insadha 2002, AKSI 2002 (special kelompok Horney & tutor

(16)

dan High School Ambassador 2003 MTV SKY Yogya, penyiar Masdha FM

angkatan 2002 beserta kakak angkatan, panitia AKSI 2004, panitia

Psychology Art Performance 2004, panitia La Festa Della Gioa 2004,

panitia AKSI 2005, PSF (Angel’s Voice), anak KKN USD 31 Gedogan

Bantul, relawan gempa Yogya USD, relawan gempa Yogya lokasi RS.

Sardjito, Asisten dosen Inventori 2006, Les Jepang Omatsuri. Terima kasih

atas pengalaman yang sangat indah, kebersamaan kita membuatku menjadi

lebih dewasa dan mengerti arti kedewasaan.

13.Teman-teman angkatan 1997-2006 Fakultas Psikologi dan fakultas lain di

Universitas Sanata Dharma. Terima kasih untuk kehumanisannya.

14.Terima kasih untuk subjek-subjek yang bersedia membantu meluangkan

wanktu untuk mengisi angket-angketku.

15.Teman-teman seperjuanganku di bulan Juli 2007, akhirnya kita menjadi

Sarjana Psikologi sekaligus bebas biaya UKD. Untuk Ipoet, Pita, Meme,

Mba’ Willis, There, Mia, Lita, Lia, Mas Kobo, Ajeng, Ko’ Khrisna, Obet,

dan Andre terima kasih untuk support di detik-detik penerimaan 4 digit di

belakang nama ku. ”Ternyata membuat skripsi dan ujian skripsi itu sangat

indah ya?”

Dan pihak-pihak yang tidak dapat saya tuliskan diatas, kerena keterbatasan

ingatan dan tempat penulisan, saya ucapkan terima kasih dan mohon maaf

sebesar-besarnya. Tanpa kalian yang saya tuliskan atau tidak, tidak akan pernah

(17)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... ...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN...iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...v

ABSTRAK...vi

ABSTRACT...vii

KATA PENGANTAR...viii

DAFTAR ISI...xiv

DAFTAR TABEL...xvii

DAFTAR LAMPIRAN...xviii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan...1

B. Rumusan Masalah...7

C. Tujuan Penelitian...7

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis...7

2. Manfaat Praktis...7

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

(18)

2. Ciri-ciri Sikap ...11

3. Struktur Sikap...12

4. Fungsi Sikap... .13

5. Faktor-faktor Sikap...15

B. Wanita di Masa Dewasa Dini 1. Masa Dewasa Dini...18

2. Wanita di Masa Dewasa Dini...19

C. Wanita Lajang 1. Pengertian Wanita Lajang...20

2. Alasan Wanita Melajang...22

3. Tipe-tipe Wanita Lajang...26

D. Sikap Wanita Dewasa Dini Menikah Terhadap Wanita Lajang...27

E. Kerangka Penelitian...30

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian...31

B. Identifikasi Variabel Penelitian...31

C. Definisi Operasional...32

D. Subjek Penelitian...33

E. Metode dan Tehnik Pengumpulan Data...33

F. Validitas dan Reliabilitas... 35

1. Validitas Isi...36

(19)

G. Metode dan Analisis Data... ...38

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian... 40

1. Validitas Isi... 40

2. Uji Coba Alat Penelitian... 40

3. Hasil Uji Coba Alat Penelitian... 41

4. Estimasi Reliabilitas... 44

B. Pelaksanaan Penelitian... 45

C. Deskripsi Subjek Penelitian... 47

D. Hasil Penelitian... ... 49

1. Deskripsi Data Penelitian...49

2. Hasil Penelitian Kategorisasi Sikap Wanita Dewasa Dini Menikah Terhadap Wanita Lajang...51

3. Deskripsi Masing-masing Komponen Sikap Wanita Dewasa Dini Menikah Terhadap Wanita Lajang... ..53

4. Deskripsi Sikap Wanita Dewasa Dini Menikah Terhadap Tipe Tipe Wanita Lajang...58

E. Pembahasan Hasil Penelitian...64

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...72

B. Saran...73

(20)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi Item Untuk Uji Coba Penelitian………35

Tabel 2. Distribusi Item Setelah Uji Coba yang Sahih Dan Gugur...42

Tabel 3. Distribusi Item Skala yang Sahih...43

Tabel 4. Distribusi Item Skala Penelitian...44

Tabel 5. Gambaran Subjek Penelitian………..46

Tabel 6. Deskripsi Data Penelitian………...48

Tabel 7. Kategori Norma………..51

Tabel 8. Kategorisasi Sikap………..51

Tabel 9. Kategori Norma………53

Tabel 10. Kategorisasi Sikap………..53

Tabel 11. Kategori Norma………..54

Tabel 12. Kategorisasi Sikap………..55

Tabel 13. Kategori Norma………..56

Tabel 14. Kategorisasi Sikap………..57

Tabel 15. Kategori Norma………..59

Tabel 16. Kategorisasi Sikap………..59

Tabel 17. Kategori Norma………..60

Tabel 18. Kategorisasi Sikap………..61

Tabel 19. Kategori Norma………..62

Tabel 20. Kategorisasi Sikap………..62

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Tabulasi Data Try Out...77

a. Hasil Data Try Out...78

b. Uji Reliabilitas...90

c. Reliabilitas Item-item Sahih...92

2. Tabulasi Data Penelitian...93

a. Hasil Data Penelitian...94

b. Reliabilitas...102

c. Deskripsi Data Sikap Wanita Dewasa Dini Menikah Terhadap Wanita Lajang…………...104

d. Katergorisasi Subjek Penelitian………...106

3. Soal-soal Try Out dan Penelitian... 108

a. Soal Try Out...109

b. Soal Penelitian...115

4. Keterangan Penelitian...121

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Belakangan ini sering muncul beberapa istilah-istilah baru dalam

kalangan masyarakat kita. Salah satu istilah yang muncul dan sepertinya

sudah sering kali muncul adalah istilah lajang. Istilah tersebut digunakan

sebagai sebutan untuk individu yang memilih untuk membujang, atau

individu yang tidak menikah, atau belum menikah, atau pernah menikah

namun kemudian menjalani kehidupan sendiri karena proses perceraian atau

pasangannya meninggal dunia (Bird, G. & Melville, K., 1994). Adapula yang

mengatakan bahwa individu yang belum menikah atau tidak pernah menikah

dalam ikatan lembaga perkawinan apapun, juga status janda atau duda, baik

cerai ataupun ditinggal mati suami atau istrinya disebut sebagai lajang

(Barkas, 2001). Dan secara khusus, lajang dibagi ke dalam 4 tipe yaitu tipe

Ambivalent yang merupakan tipe lajang karena keinginannya sendiri, tipe

Wishfull merupakan tipe yang melajang karena belum dapat pasangan, tipe

Resolved merupakan tipe yang melajang karena pilihan hidup untuk

selamanya, dan tipe Regretful merupakan tipe yang melajang karena

menyerah pada nasibnya. Jadi jika ada seorang wanita yang memilih untuk

membujang, atau tidak menikah, atau belum menikah, atau pernah menikah

(23)

Menjadi wanita lajang sepertinya adalah sebuah pilihan dari wanita itu

sendiri, dan pilihan itu ada karena ada berbagai macam alasan di dalamnya.

Alasan-alasan tersebut salah satunya karena keinginan untuk meraih karier

yang lebih tinggi, trauma dengan hubungan sebelumnya, memiliki persepsi

negatif mengenai bentuk fisiknya, atau bahkan karena lesbian yaitu mencintai

sesama wanita (Hurlock 1991, dalam Meiyuntarini, Tatik, Dwi Sarwendah &

Pudji Astutiek. 2001).

Wanita yang masih atau memutuskan atau memilih untuk hidup

melajang ini semakin hari semakin pesat saja peningkatannya (Zainuddin,

1998). Bahkan belakangan ini, hidup melajang seolah menjadi trend baru di

kalangan wanita karir dan di kalangan selebritis (Lis, 2002). Keputusan

wanita lajang sepertinya semakin menarik perhatian masyarakat,

perbincangan tidak hanya muncul di lingkungan masyarakat kita saja,

melainkan sudah masuk menjadi perbincangan di dalam media cetak dan

media elektronik. Salah satunya terbukti dari sebuah majalah terbitan dari luar

Indonesia yang melakukan sebuah riset, riset ini dilakukan oleh majalah Asia

Week edisi Juni tahun 1997 kemudian diangkat menjadi sebuah topik dalam

majalah Femina 20-26 November 1997, salah satu majalah wanita di

Indonesia. Subjek dari riset tersebut adalah wanita yang berasal dari

Hongkong, Jepang, Korea, dan Philipina. Sebagian besar dari mereka

mengatakan bahwa menikah bukan merupakan prioritas utama karena

(24)

“Bagi saya pria adalah hadiah, seperti memenangkan undian. Dengan atau tanpa pria, saya sudah hidup puas.” (Endang, 1997).

Dengan adanya salah satu pernyataan tersebut sepertinya bisa dikatakan hidup

melajang itu bukan berarti hidup dengan rasa kesepian, karena hidup bahagia

tidak selalu berorientasi kepada pernikahan seperti yang dikatakan oleh

Santrock (1995). Tetapi mereka masih bisa memiliki kebahagiaan dengan

karier, teman-teman, dan keluarganya.

Di dalam kehidupan, individu memiliki tahap-tahap perkembangan

yang akan dijalani (Santrock, 1995). Tahap-tahap perkembangan tersebut

harus dijalani secara bertahap tanpa boleh ada yang terlewati. Ada beberapa

masa yang harus dilewati oleh setiap individu, yaitu masa kanak-kanak,

remaja, dan dewasa. Setiap masa-nya terdapat tahap-tahap perkembangan, dan

tahap-tahap perkembangan di setiap masa pun akan berbeda satu sama lain.

Pada usia 18 atau 21 sampai 40 tahun, individu akan memasuki tahap

perkembangan yang dinamakan masa dewasa dini (Santrock, 1995). Di masa

ini, kita akan dihadapkan pada tugas-tugas perkembangan seperti mencari dan

menemukan calon pasangan hidup, belajar membina kehidupan rumah tangga

bersama pasangannya, mulai hidup berkeluarga, belajar mengasuh anak-anak,

mengelola urusan rumah tangga, meniti karier dalam rangka memantapkan

kehidupan ekonomi rumah tangga (Havinghurst 1965, dalam Mappiare,

1997).

Pada budaya tradisional yang menganggap bahwa pernikahan sebagai

(25)

individu itu berjenis kelamin wanita, tentu akan menjadi sasaran kritik

masyarakat, dan biasanya akan muncul juga pembicaraan mengenai peran

gender. Dimana wanita selalu dianggap sebagai individu yang identik dengan

ruang lingkup domestik, yaitu menjadi ibu rumah tangga dan mengurus rumah

tangga (Kartono, 1992). Bahkan saat ini sudah muncul sebuah ideologi

ibuisme, dengan asumsi awal bahwa bagaimanapun juga seorang wanita

dipandang, ia takkan terlepas sepenuhnya dari peran dan fungsi sebagai istri

dan ibu (Nurrachman, 1993).

Terlebih di dalam masyarakat yang menggunakan paham patriarki

yaitu paham dimana laki-laki memegang kuasa atas peran penting dalam

masyarakat, pemerintahan, pendidikan, industri, seperti di Indonesia (Tukiran,

2001). Bisa dikatakan pada paham ini akan ada perbedaan dalam memandang

pria dan wanita yang melajang. Terlihat dari kecenderungan masyarakat

Indonesia yang lebih memperhatikan wanita yang belum menikah daripada

pria (Prisanti, 1997). Walaupun sudah terdapat kemajuan pola berpikir

masyarakat seiring dengan meningkatnya pendidikan, tetap saja wanita lajang

belum dapat diterima oleh masyarakat kita. Dan tampaknya masyarakat Timur

lebih bisa menerima wanita dewasa yang telah menikah daripada wanita yang

lajang (Wogner, 2002).

Wanita dewasa dini yang sudah menikah tentu tidak perlu merasa

resah lagi oleh pertanyaan yang selalu dilontarkan oleh masyarakat saat

(26)

ingat kamu umur berapa?”. Wanita dewasa dini yang berstatus menikah ini

tentu memiliki opini tentang sesama jenisnya yang berada pada masa dewasa

dini juga. Opini yang muncul pun berbeda setiap individunya, ada yang

mendukung dan ada juga yang tidak mendukung menjadi wanita lajang. Ada

yang menuliskan dalam http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/027, opini

yang berasal dari salah satu wanita ini adalah bahwa ia akan menerima para

wanita lajang, karena mereka juga memiliki nilai plus, yaitu memiliki waktu

lebih banyak dan waktu lebih banyak untuk dicurahkan sesuai dengan

keinginannya. Seorang wanita yang sudah menikah selama 4 tahun,

menuliskan opininya mengenai menikah atau tidak menikah dalam situs

Jawaban.com, dalam tulisannya ia mengatakan bahwa menikah tidak seperti

cerita Cinderlella, Putri Salju, maupun Putri Tidur yang menceritakan bahwa

menikah adalah puncak dari sebuah kebahagiaan. Menurutnya pernikahan

adalah sebuah pintu awal, ada yang menjadikan pintu itu adalah awal menuju

kebahagiaan, ada pula yang menjadikannya sebagai awal ketidakbahagiaan.

Ketidakbahagiaan muncul karena masih banyak tuntutan yang muncul dalam

sebuah kehidupan pernikahan, dan tidak semua orang bisa melewatinya. Jadi

sebenarnya buat apa menikah, hanya mengubah nama panggilan saja dari

Miss. menjadi Mrs. (jika didalam kebudayaan Amerika). Oleh karena itu

kemudian ia berpendapat kembali bahwa sebenarnya wanita menikah dengan

wanita lajang sama saja, hanya beberapa bagian berbeda saja, misalnya saat

(27)

Di sini juga ada contoh yang tidak mendukung dengan fenomena

wanita lajang. Salah satunya muncul dari pasangan menikah bernama Greg

Ethridge dan Shannon Ethridge mengeluarkan buku yang berjudul “Every

Woman’s Marriage”. Di dalam buku itu, kedua pasangan ini memberikan

sebuah pandangan bahwa sebuah pernikahan itu tidak selamanya berisikan

kekerasan, keegoisan atau segala sesuatu berunsurkan ketidakbahagiaan yang

biasanya terjadi dalam kekerasan rumah tangga. Mereka bahkan memberikan

beberapa tips untuk para suami-istri agar pernikahannya bisa bahagia (

Elliott-CBN, 2001, dalam http.// www. Jawaban. com). Bisa dikatakan bahwa

Shannon Ethridge mendukung bahwa seorang wanita haruslah menikah,

terlihat dari judul yang mereka ambil untuk salah satu bukunya. Shannon

sepertinya memberikan pandangan kepada para wanita agar tidak perlu takut

dengan kehidupan menikah, dan mengajak wanita yang lajang untuk menikah

sesuai dengan tugas perkembangannya. Ibu dari seorang penulis terkenal Ayu

Utami juga berpendapat bahwa seorang wanita itu harusnya menikah, karena

jika menikah maka tidak akan kesepian di hari tuanya (Utami, 2005).

Timbulnya pro dan kontra yang terjadi pada fenomena wanita lajang

ini membuat peneliti tertarik untuk mengangkat fenomena tersebut menjadi

topik penelitian. Ketertarikan tersebut kemudian berkembang menjadi

keingintahuan peneliti untuk melihat bagaimana sikap wanita dewasa dini

yang sudah menikah terhadap wanita lajang. Sikap yang muncul pun akan ada

(28)

penelitian ini, peneliti ingin melihat sikap wanita dewasa dini yang sudah

menikah khususnya, terhadap teman-temannya yang berada pada masa

perkembangan yang sama, tetapi masih atau memilih untuk melajang.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana sikap wanita

dewasa dini yang sudah menikah terhadap wanita lajang?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap wanita dewasa dini

yang sudah menikah terhadap wanita lajang.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan sumbangan

informasi dalam bidang psikologi, khususnya psikologi wanita dan

psikologi sosial. Selain itu peneliti juga berharap agar penelitian ini

bisa dijadikan sebagai literatur tambahan yang mengangkat fenomena

wanita lajang dan membicarakan mengenai sikap wanita dewasa dini

(29)

2. Manfaat Praktis

Bagi subjek dari penelitian, semoga dengan adanya penelitian ini

subjek bisa menyesuaikan diri saat berada pada lingkungan yang

berbeda dengan dirinya. Dan bisa membantu memberikan informasi

atau pemahaman mengenai wanita lajang terhadap orang-orang

disekitar subjek.

Peneliti juga berharap penelitian ini bisa menambah khasanah

penelitian dan membuka peluang munculnya penelitian baru di bidang

psikologi secara umum bagi para praktisi, mahasiswa, dan semua

(30)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Sikap

1. Pengertian Sikap

Sikap yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai attitude ini

diperkenalkan pertama kali oleh Herbert Spencer pada tahun 1862.

Beberapa tahun kemudian muncul berbagai macam definisi dari sikap

yang sifatnya mendukung pendapat Herbert Spencer, tetapi tidak

ditemukan secara jelas sebenarnya apa pendapat dari Herbert Spencer itu

sendiri mengenai sikap. Berikut adalah beberapa definisi sikap yang

muncul tersebut (Ahmadi, 2002) :

a. L. L Thurstone mendefinisikan sikap sebagai tingkat kecenderungan

yang bersifat positif atau negatif terhadap sebuah objek psikologi.

Seseorang dikatakan memiliki sikap positif apabila menyukai sebuah

objek psikologi dan akan dikatakan memiliki sikap negatif jika tidak

menyukai objek psikologi tersebut. Yang dimaksud dengan objek

psikologi di sini dapat berupa simbol, kata-kata, slogan, orang,

lembaga, ide, dan sebagainya.

b. Zimbardo dan Ebbesen mendefinisikan sikap sebagai suatu keadaaan

yang mudah terpengaruh dengan seseorang atau objek yang berisi

(31)

c. John H. Harvey dan William P. Smith mendefinisikan sikap sebagai

sebuah kesiapan seseorang dalam merespon secara konsisten dalam

bentuk positif atau negatif terhadap objek atau situasi

Dari beberapa definisi diatas, salah satu ahli Psikologi bernama

W. J. Thomas memberikan batasan terhadap definisi sikap. W. J Thomas

kemudian mendefinisikan sikap sebagai suatu kesadaran individu yang

menentukan perbuatan-perbuatan yang sudah atau mungkin akan terjadi

dalam keadaan-keadaan sosial (Ahmadi, 2002).

Berbeda dengan pendapat Judd (Baron. A.Robert & Donn Byrne,

1997), ia mengatakan bahwa sikap adalah evaluasi terakhir dari

bermacam-macam aspek dalam lingkungan sosial, dan evaluasi tersebut

berada dalam memori seseorang. Olson dan Maio (Baron, A.Robert &

Donn Byrne, 2003) juga memiliki pendapat yang serupa dengan Judd,

mereka berpendapat bahwa sikap itu untuk menunjukkan evaluasi

seseorang dalam penggambaran aspek-aspek di lingkungan sosialnya.

Jadi bisa disimpulkan bahwa sikap merupakan evaluasi yang

dilakukan individu saat melihat objek di lingkungan sosialnya. Objek

tersebut bentuknya bisa bermacam-macam, ada yang seperti simbol,

kata-kata, orang, atau keadaan sosial. Sikap yang akan muncul pun akan

berbeda-beda, ada yang positif dan ada pula yang negatif, tergantung

(32)

Sikap yang telah dikatakan sebagai suatu kesadaran seseorang

untuk menentukan perbuatan dalam keadaan sosial ini menyebabkan

sikap terbagi menjadi dua macam (Ahmadi, 2002). Dua macam sikap

tersebut, adalah :

a. Sikap sosial yang berarti kesadaran seseorang yang menentukan

perbuatan yang nyata, berulang-ulang terhadap objek sosial. Sikap

sosial ini tidak dinyatakan oleh seseorang saja, melainkan

diperhatikan oleh orang-orang sekelompoknya. Misalnya sikap

berkabung mahasiswa Psikologi Sanata Dharma karena

meninggalnya seorang dosen.

b. Sikap individuil yaitu sikap yang hanya dimiliki oleh perseorangan

saja. Misalnya sikap seseorang yang sangat menggemari makanan

coklat.

2. Ciri-ciri Sikap

Untuk mengetahui sikap atau bukan, maka muncul beberapa

pendapat bahwa sikap memiliki ciri-ciri. Menurut Adi (1995), ciri-ciri

dari sikap adalah sebagai berikut :

a. Sikap selalu berhubungan dengan objek. Objek bisa berupa benda,

orang, ideologi, nilai-nilai sosial lembaga masyarakat, dll.

(33)

c. Sikap dapat berubah meskipun relatif sulit berubah.

d. Sikap tidak hilang walau kebutuhan sudah dipenuhi.

e. Sikap tidak hanya satu macam saja, melainkan sangat beragam

sesuai dengan objek yang menjadi pusat perhatiannya.

f. Sikap mencakup faktor motivasi dan perasaan, hal inilah yang

membedakan antara sikap dengan pengetahuan.

Sedikit berbeda dengan Adi, Ahmadi (2002) mengatakan bahwa ciri-ciri

dari sikap, yaitu :

a. Sikap itu dipelajari

b. Sikap memiliki kestabilan

c. Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dengan orang lain, juga

antara orang dengan barang atau situasi.

d. Sikap berisi komponen kognisi dan afeksi.

e. Approach-avoidance directionality, yang berarti bahwa jika

seseorang memiliki sikap yang favorabel terhadap sesuatu maka

mereka akan mendekatinya dan membantunya. Tetapi jika

unfovarabel maka mereka akan menghindarinya.

3. Struktur sikap

Azwar (1995) berpendapat bahwa sikap memiliki struktur, dan

(34)

merupakan gabungan dari unsur-unsur definisi sikap secara umum, oleh

karena itu struktur ini saling menunjang. Stuktur sikap tersebut, yaitu :

a. Komponen kognitif, terdiri dari seluruh pikiran yang dimiliki

seseorang mengenai objek sikap tertentu atau fakta, pengetahuan,

dan keyakinan tentang sebuah objek. Jadi komponen ini berupa apa

yang dipercayai oleh subjek pemilih sikap.

b. Komponen afektif, terdiri dari seluruh perasaan atau emosi

seseorang terhadap objek, terutama dalam hal penilaian. Jadi

komponen ini merupakan komponen perasaan yang menyangkut

aspek emosional, seperti kedengkian, simpati, ketakutan, dan

lain-lain.

c. Komponen konatif, terdiri dari kesiapan seseorang untuk bereaksi

atau kecenderungan untuk bertindak terhadap objek. Jadi komponen

ini adalah aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan

sikap yang dimiliki oleh subjek, seperti kecenderungan memberikan

pertolongan, kecenderungan menjauhkan diri dari orang lain, dan

lain-lain.

4. Fungsi Sikap

Saat seseorang ingin bersikap, maka akan ada fungsi dari sikap

ini sehingga seseorang ingin untuk melakukannya. Fungsi sikap menurut

(35)

Sikap bisa dikatakan sesuatu yang mudah menjalar, sehingga

dengan mudah juga menjadi milik bersama. Misalnya sebuah

anggota A yang memiliki kepentingan dan pengalaman bersama,

akan ditandai dengan sikap anggota yang sama terhadap suatu objek

tertentu.

b. Sebagai alat pengatur tingkah laku.

Tingkah laku pada binatang terjadi karena spontanitas, artinya

langsung bereaksi terhadap stimulus. Berbeda dengan manusia yang

akan selalu ada pertimbangan, proses yang dilakukan secara sadar ini

dilakukan sebelum melakukan respon.

c. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman.

Dalam kehidupan, seseorang akan selalu mendapatkan

pengalaman-pengalaman, dan orang akan menerima pengalaman itu

secara aktif. Seseorang akan menerima pengalaman tersebut juga

dengan bersikap memberi penilaian kemudian bersikap memilih.

d. Sebagai pernyataan kepribadian.

Dikatakan demikian karena sikap sering mencerminkan pribadi

dari orang tersebut. Oleh karena itu dengan melihat sikap dari

seseorang, kita bisa secara tidak langsung mengetahui bagaimana

(36)

5. Faktor-faktor Sikap

Azwar (1995) mengatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi

sikap, yaitu :

a. Pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi dikatakan dapat mempengaruhi sikap

karena apa yang telah atau sedang kita alami akan ikut membentuk

dan mempengaruhi kita dalam merepson stimulus-stimulus sosial.

Middlebrook (1974, dalam Azwar 1995) mengatakan bahwa saat

kita tidak memiliki pengalaman sama sekali maka kita akan

cenderung memiliki sikap negatif terhadap objek psikologi

tersebut.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Orang-orang disekitar kita merupakan salah satu yang ikut

mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting atau

berarti khusus yang kita jadikan sebagai pengaruh saat kita

bersikap.

c. Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup mempunyai pengaruh yang

kuat terhadap pembentukan sikap kita. Misalnya bila kita hidup

dalam kehidupan sosial yang bernorma kuat tidak mendukung

pergaulan seks bebas, maka kemungkinan besar kita akan memiliki

(37)

d. Pengaruh media massa

Media massa bisa dikatakan tidak memiliki pengaruh yang

besar jika dibandingkan dengan interaksi individual secara

langsung, tetapi tidak bisa dikatakan juga kalau media massa

memiliki peranan yang kecil dalam bersikap. Media massa

merupakan sarana dalam berkomunikasi, dalam menyampaikan

informasi tentunya media massa akan membawa pula pesan-pesan

yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang.

Disinilah peran media massa dalam mempengaruhi seseorang

dalam bersikap.

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Dalam lembaga pendidikan dan lembaga agama diberikan

dasar pengertian dan konsep moral kedalam diri individu.

Pemahaman yang baik dan buruk, boleh atau tidak boleh dilakukan

diberikan di lembaga ini. Konsep-konsep tersebut yang nantinya

akan berperan saat individu menentukan untuk berikap. Oleh

karena itu seringkali ajaran moral yang diberikan di kedua lembaga

ini dijadikan sebagai determinan tunggal yang menentukan sikap.

f. Emosional

Sikap tidak hanya ditentukan oleh situasi lingkungan atau

pengalaman pribadi saja, tetapi terkadang ada sikap yang muncul

(38)

menjadi sikap yang sementara dan berlalu begitu saja atau bisa

juga akan bertahan lama.

Sedangkan menurut Ahmadi (2002), ada dua faktor yang

mempengaruhi sikap dari individu, yaitu :

a. Faktor intern

Faktor ini terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri, yang

berupa selektif individu untuk menerima dan mengolah

pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Biasanya pilihan

terhadap pengaruh dari luar itu disesuaikan dengan sikap di

dalam diri manusia terutama yang sudah menjadi minatnya.

Misalnya jika kita sedang lapar, maka akan lebih memperhatikan

perangsang yang dapat membuat rasa lapar daripada perangsang

lainnya.

b. Faktor eksternal

Merupakan faktor yang terdapat di luar pribadi individu,

faktor ini berupa interaksi sosial di luar kelompok.

Beberapa faktor yang telah disebutkan diatas akan mempengaruhi

sikap karena sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Sikap timbul karena

adanya suatu stimulus, dan stimulus yang banyak mempengaruhi adalah

(39)

B. Wanita di Masa Dewasa Dini

1. Masa Dewasa Dini

a. Pengertian Masa Dewasa Dini

Masa dewasa dini dimulai saat individu menginjak usia 18 atau

21 tahun, dan berlangsung hingga individu menginjak usia 40 tahun

(Santrock, 1999). Havinghurst (dalam Santrock 1999) dan Gunarsa

(2001) juga sependapat bahwa batas usia dewasa dini adalah 21-40

tahun. Berbeda dengan Levinson (dalam Monks, 2002) yang

mengatakan bahwa masa dewasa dini saat individu berusia 17-45

tahun. Secara umum bisa dikatakan bahwa individu akan memasuki

masa dewasa dini berkisar usia 20-40 tahun.

Pada masa ini individu sudah dianggap dewasa untuk menjalani

kehidupannya, yang berarti individu dianggap sudah mampu untuk

bertanggung jawab secara penuh terhadap dirinya sendiri, baik dalam

pengambilan keputusan, menentukan nilai-nilai diri, maupun dalam

menentukan pola kehidupan yang sesuai diri sendiri (Kartono, 1992).

b. Tugas Perkembangan Masa Dewasa Dini

Setiap fase perkembangan, individu akan dituntut untuk melewati

fase tersebut dengan menjalani tugas-tugas perkembangan yang

berbeda di setiap fasenya. Havinghurst (dalam Mappiare, 1997)

mengemukakan tugas-tugas perkembangan dari fase masa dewasa dini,

(40)

2) Belajar membina kehidupan rumah tangga bersama pasangannya.

3) Mulai hidup berkeluarga.

4) Belajar mengasuh anak-anak.

5) Mengelola urusan rumah tangga.

6) Meniti karier dalam rangka memantapkan kehidupan ekonomi

rumah tangga.

7) Menjadi warga negara yang bertanggung jawab.

8) Memperoleh kelompok sosial yang seirama dengan nilai-nilai

pahamnya.

Tugas-tugas perkembangan ini haruslah dipenuhi oleh seseorang

yang melewati masa dewasa dini. Tugas-tugas ini bisa dikatakan

sebagai dasar dari penguasaan tugas-tugas perkembangan dalam

usia-usia selanjutnya atau saat masa dewasa madya dan masa dewasa lanjut

nanti (Mappiare, 1997). Dengan demikian saat seseorang bisa

menjalankan dan menguasai tugas-tugas perkembangan ini dengan

utuh, maka akan mempermudah ia untuk menjalankan dan menguasai

tugas-tugas perkembangan selanjutnya.

2. Wanita di Dewasa Dini

Berdasarkan penjelasan diatas, wanita pada masa dewasa dini ini

(41)

mempunyai anak. Hal ini ditegaskan dengan munculnya pendapat bahwa

wanita memiliki peran (Gunarsa, 2001), peran wanita adalah :

a Sebagai anggota masyarakat, wanita memiliki beberapa peran seperti

wanita karier, wanita bekerja, atau wanita yang mengikuti organisasi.

b Sebagai anggota keluarga. Saat ini pun wanita memiliki peran ganda

yang berarti wanita berperan sebagai anggota keluarga, istri, dan juga

seorang ibu.

1). Peran wanita sebagai anggota keluarga adalah memberikan

inspirasi tentang arti hidup.

2). Peran wanita sebagai istri adalah untuk membantu suami dalam

menentukan tujuan hidup, menjadi kekasih suami, menjadi

pengabdi dalam meringankan beban suami, dan menjadi

pendamping suami.

3). Peran wanita sebagai ibu adalah merawat, membesarkan, dan

mendidik anak.

C. Wanita Lajang

1. Pengertian Wanita Lajang

Banyak para ahli mengatakan bahwa wanita lajang adalah wanita

yang secara sadar memutuskan untuk hidup sendiri tanpa ada ikatan

perkawinan (Meiyuntarini, Tatik, Dwi Sarwendah & Pudji Astutiek.

(42)

Hal ini bisa diasumsikan bahwa perawan tua merupakan bagian atau

memiliki definisi yang sama dengan wanita lajang.

Berbeda dengan di Amerika, mereka menyebut wanita lajang

sebagai single woman. Salah satu literatur Amerika yang ditulis oleh

Metthew Melko (2002) mendefinisikan single woman ini sebagai wanita

yang belum pernah menikah, pernah menikah kemudian bercerai, dan

pernah menikah kemudian ditinggal mati oleh suaminya.

Adapula yang mengartikan bahwa wanita lajang merupakan status

dari wanita yang belum menikah atau tidak pernah menikah dalam ikatan

lembaga perkawinan apapun, juga bukan status janda, baik janda cerai

ataupun ditinggal mati suaminya (Barkas, 2001). Dan ada juga yang

berpendapat bahwa wanita lajang adalah wanita yang tidak memiliki date,

tidak memiliki pacar, lesbian, mereka yang belum menikah, mereka yang

pernah menikah lalu bercerai, atau mereka yang tidak akan menikah

(Margareth, 1997).

Sebenarnya konsep dari lajang itu sendiri adalah sendirian atau

belum menikah (Kamus Besar Bahasa Indonesia 1989). Jadi secara garis

besar bisa dikatakan bahwa wanita lajang yang dimaksudkan adalah

mereka yang memutuskan untuk hidup tidak menikah, memutuskan untuk

belum menikah, pernah menikah tetapi bercerai atau ditinggal mati oleh

suaminya. Mereka yang kini hidup sendiri tanpa ada ikatan perkawinan

(43)

2. Alasan Wanita Melajang

Hurlock (dalam Meiyuntarini, Tatik dkk. 2001) mengatakan bahwa

ada beberapa alasan kenapa wanita dewasa dini memutuskan untuk tidak

menikah atau hidup melajang.

Alasan-alasan tersebut, yaitu :

a. Penampilan sex yang tidak tepat atau menarik.

b. Cacat fisik atau penyakit lama.

c. Sering gagal dalam mencari pasangan.

d. Tidak mau memikul tanggung jawab pernikahan dan menyandang

statusnya sebagai orang tua.

e. Keinginan untuk meniti karier yang menuntut jam kerja yang lama

dan tanpa batas.

f. Tidak seimbangnya jumlah anggota masyarakat wanita dan pria di

masyarakat dimana dia tinggal.

g. Jarang mempunyai kesempatan untuk berjumpa dan berkumpul

dengan lawan jenisnya yang cocok.

h. Mempunyai tanggung jawab keuangan dan waktu untuk orang tua

dan saudara.

i. Kekecewaan yang pernah dialami karena kehidupan keluarga yang

tidak bahagia pada masa lalu.

j. Mudah fasilitas untuk melakukan hubungan sex tanpa menikah.

(44)

m. Kebebasan untuk mengubah dan melakukan percobaan dalam

pekerjaan dan gaya hidup.

n. Mempunyai keyakinan bahwa mobilitas sosial akan lebih mudah

diperoleh bila lajang.

o. Lesbian

Bird dan Melville (1994) juga mengemukakan beberapa alasan

seseorang untuk melajang. Alasan-alasan tersebut akibat dari perubahan

nilai dan munculnya alternatif-alternatif praktis yang semakin

berkembang. Perubahan nilai yang dimaksud misalnya keyakinan

mengenai hambatan-hambatan yang muncul setelah pernikahan,

sedangkan munculnya alternatif bisa berupa kesempatan untuk

mendapatkan jenjang karier yang lebih tinggi. Bird dan Melville juga

mengemukakan beberapa hal yang mendorong seseorang untuk

melajang, hal-hal tersebut yaitu :

a. Kesempatan untuk berkarier.

b. Pengalaman hidup yang lebih beragam.

c. Kecukupan diri.

d. Kebebasan seksual.

e. Gaya hidup yang menggairahkan.

f. Kebebasan untuk berubah dan bereksperimen.

(45)

i. Adanya kelompok pendukung.

j. Pelayanan khusus untuk yang melajang, seperti ”single party”.

Berbeda dengan Paludi (1998) yang mengemukakan bahwa alasan

seseorang melajang diakibatkan karena dua faktor, yaitu faktor dari luar

individu dan dari dalam individu. Faktor yang berasal dari luar adalah

kondisi sosial, kondisi dimana jumlah pria lebih banyak dari pada wanita.

Tak hanya itu, latar belakang juga menjadi alasan kenapa seseorang

melajang. Paludi mengatakan bahwa terkadang seseorang mempunyai

kewajiban untuk menafkai keluarga atau harus merawat orang tua atau

saudara yang sakit, sehingga mereka tidak mempunyai waktu untuk

kencan atau menjalin relasi yang lebih dalam dengan lawan jenisnya.

Sedangkan faktor dari dalam adalah memiliki tujuan untuk berkarier,

trauma terhadap masa lalu, faktor fisik, dan pilihan gaya hidup.

Begitu pula yang dikatakan oleh Barkas (2001), bahwa alasan dari

wanita yang memutuskan untuk hidup melajang adalah karena komitmen

karier. Hal ini berarti mendedikasikan hidupnya untuk sebuah pekerjaan

yang telah dijalaninya, dengan begitu bisa bebas mengaktualisasikan

dirinya terhadap pekerjaan tanpa harus diganggu oleh kewajibannya

sebagai istri atau ibu rumah tangga. Kemandirian yang ingin dicapai

seorang wanita juga merupakan alasan mereka melajang, selain itu ada

(46)

Margareth (1997), bahwa karier biasanya dijadikan alasan utama mereka

melajang, karena mereka berpendapat bahwa pernikahan dan karier tidak

akan bisa berjalan bersama secara seimbang proporsinya. Mereka juga

merasa malas jika harus berkompromi terlebih dahulu dengan

pasangannya saat harus memutuskan sesuatu, terlebih yang berhubungan

dengan kariernya. Ketidakpercayaan akan pasangan dan ketidaktertarikan

dengan kehidupan setelah pernikahan juga merupakan alasan yang cukup

kuat untuk wanita melajang.

Sedangkan menurut Psikolog Amy Budiman (2001) perubahan

zaman merupakan alasan dari wanita melajang. Perubahan disini

mencakup kesetaraan pendidikan, kesempatan kerja, penghasilan yang

bagus, perkembangan wawasan, dan cara berpikir yang global. Jadi

dengan perubahan disini, wanita menjadi sadar bahwa kebahagiaan dari

seorang wanita tidak hanya bisa dicapai dengan cara menikah kemudian

memiliki anak saja. Karena dengan memiliki pendidikan yang tinggi,

karier yang sukses, penghasilan yang tinggi pun bisa membuat seorang

wanita memiliki kebahagiaan yang tidak kalah nilainya dengan

kebahagiaan yang dimiliki oleh seorang wanita yang menikah.

Kesalahpahaman juga merupakan salah satu dari alasan mereka ini

melajang. Mereka menganggap bahwa dirinya ada yang tidak beres secara

fisik atau psikisnya, dan merasa dirinya akan selalu dicampakkan oleh

(47)

hubungan seks; dan melajang bukan sesuatu yang melanggar norma, bisa

dijadikan alasan kenapa wanita ini memutuskan untuk melajang (Hardway,

2002).

Hardway (2002) juga mengatakan bahwa wanita lajang ini

memutuskan melajang karena standart yang terlalu tinggi untuk seseorang

yang akan menjadi pasangannya, terlalu pemilih, kurang berusaha

mempertahankan pernikahannya sehingga harus bercerai, dan tidak

sungguh-sungguh ingin menikah.

3. Tipe-tipe Wanita Lajang

Keputusan untuk menjadi wanita lajang adalah sebuah pilihan dari

wanita itu sendiri, alasan-alasan dari mereka pun berbeda satu sama lain.

Kemudian oleh Shostak (dalam Nurmala, 2006) individu yang melajang

itu dibagi dalam beberapa tipe, adapun tipe-tipe tersebut adalah sebagai

berikut :

a. Ambivalent

Tipe ambivalent merupakan tipe untuk individu yang secara

sukarela melajang dan menganggap kesendiriannya hanyalah

sementara. Mereka tidak mencari pasangan untuk menikah, tetapi tetap

terbuka dengan rencana-rencana untuk menikah. Biasanya mereka

merupakan individu yang selalu mengejar pendidikan, karier, dan

(48)

bersama tanpa ada hubungan pernikahan atau biasa disebut kumpul

kebo termasuk ke dalam tipe ini.

b. Wishhful

Individu yang masuk ke dalam tipe ini adalah individu yang aktif

mencari pasangan tetapi belum berhasil. Mereka masih mempunyai

kesadaran untuk menikah.

c. Resolved

Tipe ini adalah tipe untuk individu yang melajang karena pilihan

hidupnya. Sebagian besar adalah pastur atau romo, biarawan/biarawati.

d. Regretful

Merupakan tipe individu yang sebenarnya memilih untuk menikah,

tetapi karena menyerah pada nasib mereka tidak bisa menikah.

Menyerah bisa diakibatkan karena jumlah wanita dan laki-laki tidak

seimbang, penampilan sex tidak menarik, cacat secara fisik atau psikis,

kaum lesbian bisa masuk ke dalam tipe ini. Atau karena mereka

menemukan kekurangan dalam lembaga pernikahan.

D. Sikap Wanita Dewasa Dini Menikah Terhadap Wanita Lajang

Fenomena wanita lajang memang sedang populer saat ini, sering

dibicarakan dalam obrolan-obrolan di masyarakat maupun di dalam media

massa. Dikatakan pula bahwa wanita yang melajang ini ternyata semakin pesat

(49)

2002). Wanita yang belum menikah atau tidak menikah, atau tidak memiliki

status pernikahanlah yang akan disebut sebagai wanita lajang (Barkas, 2002).

Alasan mereka untuk melajang pun beragam, ada yang karena belum dapat

pasangan yang cocok, homoseksual, trauma masa lalu, atau karena masih

ingin mengejar jenjang karier setinggi-tingginya (Santrock, 1995).

Seorang wanita pada masa dewasa dini memang cenderung dituntut

untuk mencari pasangan hidup, menikah, berkeluarga, dan memiliki anak. Hal

tersebut memang tidak boleh dipungkiri karena merupakan suatu tugas

perkembangan pada masa dewasa dini. Masa dimana menurut Havinghurts

(dalam Mappiare, 1997) seorang dewasa dini ditugaskan untuk mencari dan

menemukan pasangan hidup, membina kehidupan rumah tangga, meniti karier

dalam rangka memantapkan kehidupan ekonomi rumah tangga, dan menjadi

warga negara yang bertanggung jawab.

Tak hanya tugas perkembangan saja yang menuntut seorang wanita

dewasa dini untuk memilih pasangan hidup kemudian menikah, budaya

tradisional di Indonesia pun juga menuntut demikian. Budaya tradisional yang

menganggap pernikahan adalah suatu yang sangat penting dalam masyarakat

tentu akan menuntut wanita untuk menikah. Di saat ada seorang wanita yang

tidak menikah maka akan menimbulkan berbagai macam kritikan dari

masyarakat. Terkadang kita akan melihat ketimpangan gender disini, dimana

seorang wanita lajang akan lebih disorot dibandingkan pria lajang (Prisanti,

(50)

dibandingkan dengan kaum laki-laki, karena pada paham ini dikenal sebagai

paham yang menganggap seorang laki-laki yang memegang kuasa atas

peran-peran penting dalam sebagian besar kehidupan manusia (Tukiran, 2001).

Jadi disaat seorang dewasa dini, khususnya wanita yang berusia 28-33

tahun belum atau tidak menikah, maka akan timbul opini-opini yang positif

maupun yang negatif. Menurut Levinson (dalam Monks, 2002), usia 28-33

tahun ini merupakan usia dimana seseorang akan membentuk kehidupan

berkeluarga. Kehidupan yang diawali dengan pernikahan, yaitu peristiwa

dimana sepasang mempelai atau calon suami-istri dipertemukan secara formal

di hadapan pemuka agama, para saksi, dan sejumlah hadirin, kemudian

disyahkan secara resmi sebagai suami-istri dengan upacara keagamaan dan

ritual-ritual tertentu, lalu hidup sebagai keluarga kecil yang kemudian

dilengkapi oleh lahirnya seorang anak (Kartono, 1992).

Sedangkan wanita yang sudah menikah akan sedikit merasa lega

karena sudah tidak ada lagi tuntutan untuk menikah. Dan apakah mereka yang

sudah menikah ini akan memberikan sikap yang positif terhadap teman

sesama jenisnya yang memilih atau memutuskan untuk melajang, atau malah

sebaliknya. Melihat beberapa opini-opini yang beragam muncul di situs-situs

internet mengenai wanita lajang, kemungkinan sikap yang muncul pun akan

beragam pula, ada yang mendukung wanita lajang dan ada yang tidak

(51)

E. Kerangka Penelitian

(52)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti memilih untuk menggunakan penelitian

deskriptif kuantitatif, penelitian deskriptif yang menggunakan data yang

berupa angka. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan atau

memberikan gambaran yang sistematis, faktual dan akurat mengenai

fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Suryabrata, 1998).

Penelitian ini hanya menggambarkan variabel yang akan diteliti melalui

pengisian skala tanpa perlu mencari, menerangkan saling berhubungan,

menguji hipotesis, membuat ramalan, atau mendapatkan makna dan implikasi

(Suryabrata, 1998). Dengan demikian jenis penelitian yang dilaksanakan oleh

peneliti ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif yang menggambarkan

secara umum mengenai sikap wanita dewasa dini yang menikah terhadap

wanita lajang berdasarkan skor item pada skala sikap yang disusun oleh

peneliti.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Bentuk dari penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, oleh karena

itu tidak ada kontrol terhadap variabel, sehingga variabel dilihat sebagaimana

(53)

variabel dalam penelitian ini adalah sikap wanita dewasa dini yang menikah

terhadap wanita lajang.

C. Definisi Operasional

Berhubung variabel dari penelitian ini adalah sikap wanita dewasa

dini yang menikah terhadap wanita lajang, maka berikut adalah penjelasan

mengenai definisi operasional penelitian ini. Sikap merupakan sebuah bentuk

dari kesadaran dari setiap individu untuk merespons sebuah objek psikologis

secara konsisten. Respon yang diberikan bisa bersifat positif dan negatif,

tergantung bagaimana individu itu melihat objek psikologinya. Jadi sikap

wanita dewasa dini menikah terhadap wanita lajang adalah bagaimana seorang

wanita yang masuk dalam masa dewasa dini dengan status sudah menikah,

memberikan sikap terhadap wanita yang belum atau tidak menikah, atau

ditinggal cerai atau mati oleh suaminya yang disebut sebagai wanita lajang.

Wanita yang masih atau memilih atau memutuskan untuk melajang

ini memiliki alasan yang sangat bervariasi, kemudian oleh Shostak (dalam

Nurmala, 2006) individu yang melajang itu dibagi dalam beberapa tipe.

Berikut ini adalah tipe-tipe dari wanita lajang, yaitu :

a. Ambivalent

Tipe ambivalent merupakan tipe untuk individu yang secara

sukarela melajang dan menganggap kesendiriannya hanyalah

(54)

merupakan individu yang selalu mengejar pendidikan, karier, dan

kesenangan. Individu yang memilih untuk seks bebas, seperti hidup

bersama tanpa ada hubungan pernikahan atau biasa disebut kumpul

kebo termasuk ke dalam tipe ini.

b. Wishhful

Individu yang masuk ke dalam tipe ini adalah individu yang aktif

mencari pasangan tetapi belum berhasil. Mereka masih mempunyai

kesadaran untuk menikah.

c. Resolved

Tipe ini adalah tipe untuk individu yang melajang karena pilihan

hidupnya. Sebagian besar adalah pastur atau romo, biarawan/biarawati.

d. Regretful

Merupakan tipe individu yang sebenarnya memilih untuk menikah,

tetapi karena menyerah pada nasib mereka tidak bisa menikah.

Menyerah bisa diakibatkan karena jumlah wanita dan laki-laki tidak

seimbang, penampilan sex tidak menarik, cacat secara fisik atau psikis,

kaum lesbian bisa masuk ke dalam tipe ini. Atau karena mereka

menemukan kekurangan dalam lembaga pernikahan.

D. Subjek Penelitian

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah wanita dewasa

(55)

dikatakan sebagai struktur kehidupan individu menjadi lebih stabil dan tetap,

dibandingkan pada masa awal-awal memasuki masa dewasa (Levinson, 1978

dalam Monks, 2002). Oleh karena itu biasanya pada masa ini individu akan

muncul tuntutan untuk membentuk kehidupan keluarga.

E. Metode dan Tehnik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah kuesioner

berskala yang dibuat oleh peneliti berdasarkan komponen-komponen dari

sikap, adapun komponen sikap itu sendiri adalah kognitif, afektif, dan konatif.

Komponen ini kemudian dipadukan dengan tipe-tipe wanita lajang, yaitu

ambivalent, wishful, resolved, dan regretful.

Sebelum pembuatan skala, peneliti terlebih dahulu membuat

blueprint dengan tujuan untuk mempermudah dalam pembuatan skala.

Blueprint dari skala sikap ini disusun berdasarkan indikator yang terdiri dari

item-item yang favorable dan unfavorable. Item favorable merupakan item

yang memihak pada objek yang diukur, sedangkan item yang unfavorable

merupakan item yang tidak memihak pada objek yang diukur, atau bisa juga

dikatakan bahwa item unfavorable adalah item yang mengidikasikan

rendahnya atribut yang diukur begitu pula sebaliknya dengan item favorable.

Item-item yang dirumuskan dengan kalimat yang jelas dan mudah untuk

dimengerti ini sudah disusun berdasarkan blueprint.

(56)

yang harus diisi oleh subjek penelitian. Alat yang digunakan dalam penelitian

ini adalah skala sikap. Skala ini disusun dengan menggunakan metode rating

yang dijumlahkan (Method of Summated Rating) yaitu metode penskalaan

yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya.

Skala disusun sendiri oleh peneliti dengan menggunakan skala Likert yang

telah dimodifikasi dengan variabel yang akan diukur.

Skala penelitian ini setiap butir itemnya memuat empat kategori

alternatif jawaban yaitu “sangat setuju” (SS), “setuju”(S), “tidak setuju”(TS),

dan “sangat tidak setuju”(STS). Penskoran dalam kuesioner ini adalah:

1. Pada pernyataan favorable, jawaban “SS” memperoleh skor 4, “S”

memperoleh skor 3, “TS” memperoleh skor 2, dan “STS”

memperoleh skor 1.

2. Pada pernyataan unfavorable, jawaban “SS” memperoleh skor 1, “S”

memperoleh skor 2, “TS” memperoleh skor 3, dan “STS”

memperoleh skor 4.

Skor pada setiap item kemudian dijumlahkan sehingga diperoleh skor total.

Semakin tinggi skor total, maka menunjukkan bahwa semakin positif sikap

wanita tersebut terhadap wanita lajang. Dan jika semakin rendah skor total,

maka menunjukkan bahwa semakin negatif sikap wanita tersebut terhadap

wanita lajang.

Secara keseluruhan item skala ini terdiri dari 72 item yang teriri

(57)

Tabel. 1

Distribusi Item Untuk Uji Coba Penelitian

Komponen Sikap

Kognisi Afeksi Konasi No Tipe Wanita

F. Validitas dan Reliablitas

1. Validitas Isi

Validitas bisa didefinisikan sebagai seberapa jauh ketepatan dan

kecermatan alat ukur suatu tes dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar,

2002). Sebelum uji coba dilakukan, skala sikapnya diuji validitas isinya

terlebih dahulu. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat

pengujian terhadap isi dengan analisis rasional atau lewat professional

judgment, untuk melihat sejauh mana item dalam tes mencakup

(58)

2. Seleksi Item

Seleksi item merupakan proses untuk memilih item-item yang

sahih, yaitu item-item yang memiliki daya beda tinggi. Daya beda tinggi

item adalah sejauh mana item mampu membedakan antara individu atau

kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang

diukur (Azwar, 2002).

Pengujian daya beda item dilakukan dengan komputasi koefisien

korelasi antara skor item dengan distribusi skor skala yang akan

menghasilkan korelasi item total. Kemudian dianalisis dengan koefisien

korelasi Product Moment dari Pearson. Sebagai kriteria digunakan

batasan 0,30 dengan taraf signifikan 0,05. Item yang memiliki koefisien

korelasi sebesar 0,30 keatas (>0,30) dianggap memenuhi kriteria sebagai

item yang sahih. Sedangkan item yang memiliki koefisien korelasi

kurang dari 0,30 (<0,30) digugurkan.

3. Reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu pengukuran yang dapat dipercaya

(Azwar, 2002). Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam

beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang

sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam

diri subjek memang belum berubah. Menurut prosedur yang dilakukan

dan sifat yang dihasilkan terdapat tiga macam pendekatan untuk

(59)

Penelitian ini menggunakan pendekatan konsistensi internal. Pengujian

reliabilitas ini dilakukan dengan hanya mencobakan instrument sekali

saja pada sekelompok subjek (Azwar, 1999). Tehnik estimasi yang

digunakan adalah koefisien alpha. Alat tes dinyatakan reliabel apabila

nilai r yang diperoleh paling tidak mendekati 0,90

G. Metode dan Analisis Data

Menurut Azwar (1995) hasil dari analisi deskriptif biasanya berupa

frekuensi dan presentase, tabulasi silang, serta berbagai bentuk grafik dan

chart pada data yang bersifat kategorikal, serta berupa statistik-statistik

kelompok (antara lain mean dan varians) pada data yang bukan kategorial.

Pada penelitian ini, metode analisis yang digunakan adalah metode statistik

deskriptif. Metode ini meliputi penyajian data melalui tabel, penghitungan

modus, median, mean, dan standart deviasi serta perhitungan prosentase.

Modus adalah tehnik penjelasan suatu kelompok yang didasarkan

atas nilai yang sering muncul dalam kelompok tersebut. Median adalah

tehnik penjelasan suatu kelompok yang didasarkan atas nilai tengah dari

kelompok data yang telah disusun urutannya. Mean adalah jumlah dari

semua data kemudian dibagi dengan banyaknya data, mean biasa disebut

sebagai rata-rata.

Keadaan kelompok akan dijelaskan berdasarkan modus, median,

(60)

standard deviasi atau simpangan baku dari kelompok data. Penentuan

kategori sikap wanita dewasa dini yang sudah menikah ini akan dilakukan

dengan kategorisasi jenjang berdasarkan standart deviasi dan mean teoretik

(Azwar, 2002) sebagai berikut :

X minimum teoritik : Skor paling rendah yang mungkin

diperoleh subjek pada skala, yaitu = 1

X maksimum teoritik : Skor paling tinggi yang mungkin

diperoleh subjek pada skala, yaitu = 4

Range : Luas jarak sebaran antara nilai maksimal

dan nilai minimal

Standart Deviasi (σ) : Luas jarak sebaran yang dibagi ke dalam

6 satuan deviasi Standart

Penggolongan akan dibagi menjadi lima kategori, yaitu sangat

tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Luas interval yang

mencangkup setiap kategori ditetapkan sebagai berikut :

(µt + 1,5σ) < X : Sangat Tinggi

(µt + 0,5σ) < X ≤ (µt + 1,5σ) : Tinggi

(µt - 0,5σ) < X ≤ (µt + 0,5σ) : Sedang

(µt – 1,5σ) < X ≤ (µt – 0,5σ) : Rendah

(61)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian

1. Orientasi Kancah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di perumahan Minomartani yang terletak

di Depok, Sleman, Yogyakarta. Perumahan ini dihuni oleh sebagian

besar orang-orang yang sudah berkeluarga, dan mayoritas berasal dari

Yogyakarta. Seringkali terlihat ibu-ibu melakukan aktivitas di luar

rumah, ada yang mengasuh anaknya, membersihkan pekarangan, atau

mengobrol dengan tetangga sehabis pulang kerja, atau melakukan

kegiatan RT seperti arisan atau PKK.

2. Uji Coba Alat Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan uji coba skala

penelitian terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk melihat dan

menentukan apakah item-item yang dibuat dapat dinggap baik dan

layak digunakan dalam penelitian. Uji coba alat penelitian skala sikap

wanita dewasa sini menikah terhadap wanita lajang ini dilaksanakan di

Perumahan Jetis Magowoharjo Sleman dan Perumahan Candi Gebang.

Subjek yang digunakan dalam uji coba penelitian adalah subjek yang

memiliki karakteristik sama dengan subjek penelitian, yaitu wanita

Gambar

Tabel 2
Tabel 4
Tabel 5 Gambaran Subjek Penelitian
Tabel 6 Deskripsi Data Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

(2) Dalam hal orang tua tidak ada atau tidak diketahui keberadaannya atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya maka kewajiban dan

Boiler adalah suatu kombinasi antara sistem- sistem dan peralatan yang dipakai untuk perubahan energi kimia dari bahan bakar fossil menjadi energi termal dan pemindahan

(1) Kepala Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 633 huruf a, mempunyai tugas pokok membantu Gubernur dalam melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di

Luas varietas hibrida pada tahun 2012 mencapai 19.300 ha menggunakan benih bantuan yang disalurkan kepada petani melalui program Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU),

Keywords: Genre Based Approach, Critical Thinking, argumentative texts, English Language

Evaluasi adalah bagian yang sangat penting dalam mengembangkan kurikulum, baik dalam kurikulum baru ataupun kurikulum yang ada untuk menyempurnakannya, lalu apa sesungguhnya

[r]

Model Hubungan Arus, Kecepatan, dan Kepadatan di Jalan Empat Lajur Dua Arah - Willy Kriswardhana, Marco Sukma Widanar, Syamsul Arifin, Sonya Sulistyono 90 kecepatan