• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "4. PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

4.1. Proses Produksi

Proses produksi tepung terigu terdiri dari proses penghisapan dan penyimpanan gandum (Wheat Unloading and Storage in Silo), proses pembersihan gandum (Wheat Cleaning), penggilingan gandum (Milling) dan pengayakan (Sifting), proses pengemasan tepung (Flour Packing) dan proses penyimpanan tepung di gudang (Finish Product Store). Keempat proses tersebut terbagi menjadi beberapa sub proses seperti di bawah ini:

4.1.1. Tahap Pembongkaran (Unloading)

Biji gandum yang diimpor dari luar negeri, dihisap oleh grain unloader, Gandum yang dihisap kemudian akan ditransportasikan oleh mesin transport mekanik berupa belt conveyor dan bucket elevator dari kapal ke hopper penimbangan. Setelah masuk pada hopper penimbangan, biji gandum akan ditimbang, di dalam mesin ini biji gandum akan disaring melalui sebuah ayakan.

Tujuan proses ini adalah untuk memisahkan gandum dari produk sampah (Foreign Material) yang berukuran jauh lebih besar dari gandum, seperti batang- batang gandum, kertas, plastik dan lain-lain. Setelah melalui proses ini, biji gandum akan ditransportasikan oleh mesin chain conveyor dan bucket elevator ke silo yang akan diisi sesuai permintaan dari seksi Wheat Silo.

4.1.2. Tahap Penyimpanan (Storage)

Biji gandum yang masuk ke dalam silo akan disimpan sementara sampai waktunya dikeluarkan untuk digiling, sesuai jadwal perencanaan produksi. Lama penyimpanan gandum dalam silo maksimal 3 bulan. Jika penyimpanan melebihi 3

(2)

Tujuan dari pembersihan biji gandum adalah untuk mendapatkan biji yang berkualitas bagus, sehingga kualitas tepung yang dihasilkan dapat terjaga dengan baik. Sedangkan proses pembersihannya sendiri melalui tiga tahap, yaitu:

4.1.3.1. Tahap Awal Pembersihan (Wheat Pre Cleaning)

Pada proses ini gandum akan dibersihkan dengan menggunakan drum separator dengan tujuan untuk menyaring kotoran/sampah atau material yang lain yang masih terkandung pada biji gandum, sebelum biji gandum diberi air (bila diperlukan) dan masuk ke dalam tempat penyimpanan sementara di seksi Mill (Raw Wheat Bin).

4.1.3.2.Tahap Pembersihan Pertama (1st Cleaning)

Pada proses ini, gandum akan melewati beberapa mesin pembersihan yang memiliki fungsi-fungsi tertentu yaitu:

• Mesin Centrifugal Separator, mesin ini berfungsi untuk menyaring kotoran atau sampah dan atau produk lain, yang memiliki ukuran lebih besar dan atau lebih kecil dari gandum. Kotoran atau sampah dan atau produk lain tersebut antara lain, biji lain (kedelai, jagung, biji bunga matahari, batang gandum), sedangkan untuk produk lain seperti spare part mesin yang terikut antara lain, mur, baut, atau bagian mesin yang lain.

• Mesin Dry Stoner, mesin ini berfungsi untuk memisahkan batuan kecil (kerikil) yang ada diantara gandum.

• Mesin Disc Carter, mesin ini berfungsi untuk memisahkan gandum berdasarkan ukuran, yakni untuk memisahkan gandum yang kisut dan atau gandum yang pecah selama proses transport.

• Mesin Scourer, mesin ini berfungsi untuk menghilangkan rambut gandum dan debu yang menempel pada gandum. Selain itu mesin ini juga berfungsi untuk meretakkan kulit gandum, sehingga pada saat pemberian air, gandum akan lebih cepat menyerap air yang diberikan tersebut.

• Mesin Air Circulating Aspirator, mesin ini berfungsi untuk menghisap kulit dan debu, hasil dari proses pemisahan pada mesin Scourer.

(3)

Gandum yang telah melewati proses pembersihan akan ditransportasikan untuk mesin bucket elevator ke mesin first dampener untuk menjalani proses first dampening. Pada proses ini, gandum yang telah dibersihkan diberi air sebanyak 70%, dan total air yang harus diberikan. Tujuan pemberian air ini adalah untuk mencapai kadar air yang ideal pada saat gandum digiling dan pada akhirnya diharapkan tepung yang dihasilkan akan memiliki kadar air yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Pemberiannya dilakukan bertahap untuk menghindari kejenuhan gandum dalam menyerap air. Setelah menjalani proses first dampening, gandum akan masuk ke dalam first conditioning bin. Pada proses first conditioning, gandum diberi waktu (selama 16-18 jam) untuk menghisap air yang diberikan. Setelah penyimpanan tersebut, selanjutnya gandum dikeluarkan dengan menggunakan flowmatic menuju proses second dampening.

4.1.3.3. Tahap Pembersihan Kedua (2nd Cleaning)

Gandum yang dikeluarkan oleh flowmatic dari first conditioning bin, akan ditransportasikan oleh mesin bucket elevator ke proses second dampening.

Pada proses ini, gandum untuk kedua kalinya diberi air (sebanyak 30% dari total air yang harus diberikan), dengan mesin yang sama seperti pada proses pre dampening.

Kemudian gandum akan ditransportasikan masuk ke dalam second conditioning bin, untuk disimpan sementara dan memberi waktu pada gandum untuk menyerap air yang diberikan. Setelah penyimpanan tersebut, gandum dikeluarkan dengan menggunakan flowmatic untuk memasuki proses second cleaning masuk ke dalam mesin scourer. Pada mesin ini gandum dipisahkan dari rambut halus dan debu yang masih menempel pada kulit gandum, dan selanjutnya rambut dan debu tersebut akan dihisap oleh mesin circulating aspirator. Juga memisahkan jika ada benda-benda yang mengandung besi dengan metal

(4)

Setelah ditimbang, gandum akan masuk ke dalam mesin penggilingan.

Gandum digiling oleh mesin Roller Mill, yakni mesin yang dilengkapi oleh dua buah roll dari baja. Gandum akan dipecah, dan hasil pemecahan ini akan ditransportasikan dengan menggunakan angin (Pneumatic System) menuju ke proses Sifting.

Pada proses sifting, hasil penggilingan diayak pada mesin sifter, dimana pada mesin tersebut terdapat beberapa susunan ayakan (cover) yang bertujuan untuk memisahkan produk hasil penggilingan tersebut berdasarkan ukuran butiran dari produk. Selanjutnya ada yang kembali ke mesin roll untuk digiling, ke mesin sifter berikutnya untuk diayak ulang, ke mesin purifier untuk pemurnian semolina (kandungan endosperm), ke mesin bran finisher untuk pemisahan kandungan endosperm yang masih melekat pada kulit, dan ke mesin vibro finisher untuk memisahkan endosperm yang masih melekat pada kulit yang halus.

Proses penggilingan dan pengayakan diatas berlangsung secara berulang-ulang untuk memastikan bahwa kandungan endosperm yang dapat diambil dari biji gandum dalam jumlah yang optimal (±78% dari total kandungan endosperm pada biji gandum). Endosperm yang telah menjadi tepung dari hasil penggilingan dan pengayakan selanjutnya dikumpulkan dalam sebuah mesin transport screw conveyor.

Pada saat tepung di dalam mesin screw conveyor inilah, ditambahkan zat additive berupa zat gizi besi dan/atau vitamin C. Selanjutnya setelah melewati mesin screw conveyor dan mendapatkan penambahan zat additive, tepung akan masuk ke dalam hopper untuk selanjutnya ditransportasikan ke tempat pengemasan dengan menggunakan media angin (blowing system).

Tepung kemudian ditransportasikan kedalam hopper penerimaan di area Flour Packing, dan ditransportasikan kedalam silo yang telah ditentukan dengan menggunakan Chain Conveyor. Selanjutnya tepung akan disimpan sementara didalam silo.

4.1.5. Tahap Pengemasan (Packing)

Tahap pengemasan dibagi menjadi 3 jenis pengemasan yaitu Packing 25 Kg, Packing 1 Kg dan Bulk Handling.

(5)

4.1.5.1. Packing 25 Kg

Sebelum dikemas, tepung diayak ulang (resifting) menggunakan rebolter dengan ujuran 425 Mikron. Setelah itu ditransportasikan ke mesin pengemasan (Carrousel), masuk kedalam hopper timbangan untuk ditimbang dan kemudian masuk kedalam kemasan. Selanjutnya akan dijahit oleh mesin jahit dan ditransportasikan ke gudang melalui talang. Kemudian disusun diatas pallet yang bersih dan ditransportasikan oleh forklift ke areal gudang. Setelah saatnya dikeluarkan, tepung dalam kemasan dikeluarkan dari blok penyimpanan dengan menggunakan sistem FIFO.

4.1.5.2. Packing 1 Kg

Tepung ini didapatkan dari proses pengeluaran tepung dari silo tepung yang ditransportasikan meunju ke area pengemasin tepung 1 Kg. Selanjutnya tepung akan diayak kembali sebelum tepung dikemas. Proses pengayakan ini menggunakan mesin rebolter dengan menggunakan ukuran ayakan 200 Mikron, dimana proses ini bertujuan untuk mengeliminasi kandungan/materi lain yang terkandung dalam tepung selama proses transportasi berlangsung.

Hasil pengayakan akan masuk kedalam mesin pengemasan untuk ditimbang dan kemudian masuk kedalam kemasan plastik. Pengemasan menggunakan sistem pemanasan untuk mencegah terjadi kebocoran baik tepung yang tumpah dari kemasan maupun masuknya pengaruh luar kedalam kemasan.

Selanjutnya dimasukkan kedalam kotak dan ditutup dengan menggunakan esolatape dan ditransportasikan ke gudang penyimpanan tepung kemasan 1 Kg dengan menggunakan Belt Conveyor. Kemudian kotak akan disusun diatas pallet dan ditempatkan pada blok penyimpanan.

4.1.5.3. Bulk Handling

Sebelum ditransfer ke Bulk Truck, tepung diayak ulang (resifting)

(6)

4.1.6. Tahap Proses Repass

Tahap ini dilakukan untuk produk dari hasil pembersihan sifter dan/atau mesin lain selama proses milling dan sifting berlangsung, yang akan diproses menjadi by product. Produk tersebut akan dikarungi, kemudian dimasukkan kedalam oval bin untuk kemudian digiling oleh mesin Hammer Mill.

4.2. Perancangan Survey

Untuk mengumpulkan data yaitu tingkat awareness karyawan terhadap penerapan sistem HACCP di PT. ISM Tbk. bogasari flour mills Surabaya, digunakan alat bantu kuesioner.

4.2.1. Target Populasi

Target populasi dalam penelitian tingkat awareness karyawan adalah operator dan foreman divisi manufacturing bagian production operation selaku karyawan yang menangani proses produksi makanan secara langsung yaitu operator dan foreman dari seksi Loading Unloading (LOU), Wheat Silo (Wheat Storage), Mill, Flour Packing 25 kg (FLC), Consumer Pack 1 kg (CP 1 kg), dan Bulk Handling (BL).

4.2.2. Metode Sampling yang Digunakan

Untuk ukuran sampel yang diambil, Gay (Umar, 2001, hal. 108) menyatakan bahwa ukuran minimum sampel yang dapat diterima berdasarkan desain penelitian yang menggunakan metode deskriptif adalah minimal 10%

populasi dan untuk populasi relatif kecil minimal 20% populasi. Sedangkan untuk penelitian deskriptif-korelasional adalah minimal 30 subyek.

Dengan jumlah total operator dan foreman sebanyak 278 orang, jumlah minimum sampel yaitu sebanyak 20% dari populasi didapatkan ukuran sampel minimum sebanyak 56 orang.

Sedangkan untuk jumlah sampel yang diambil untuk tiap seksi akan berbeda karena prosentase karyawan tiap seksi berbeda. Ukuran sampel tiap seksi dihitung dengan menggunakan stratified sampling, yaitu dengan mengalikan prosentase populasi operator masing-masing seksi dengan jumlah sampel minimum yaitu 56 orang. Sehingga ukuran minimum sampel di tiap seksi adalah:

(7)

Tabel 4.1. Ukuran Sampel Minimum

Seksi Subpopulasi

sampel tiap seksi

sampel tiap shift

LOU 41 14.75% 8 3

Wheat Silo 24 8.63% 5 2

Mill 91 32.73% 18 6

Packing 25 kg 110 39.57% 22 7

CP 1 kg 6 2.16% 1 0

Bulk Handling 6 2.16% 1 0

Total 278 100.00% 56 19

SAMPLE SIZE 56

Pemilihan sampel dilakukan dengan metode Purposive sampling dan Convenience Sampling.

4.2.3. Pembuatan Kuesioner

Menurut Battacharya dan Johnson (1977, hal. 575) untuk pengambilan sampel (sampling) terhadap manusia, alat utama dalam pegumpulan data adalah kuesioner (575).

Dalam melakukan pembuatan kuesioner tentang HACCP, digunakan referensi dari sebuah survey yang juga meneliti awareness terhadap HACCP dan disesuaikan dengan kondisi penerapan HACCP di PT. ISM Tbk. bogasari flour mills Surabaya sendiri. Contoh kuesioner dapat dilihat dalam Lampiran 1.

4.2.3.1. Validitas Kuesioner

Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Validitas kuesioner dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan pengujian kuesioner pada orang-orang yang berkompeten (dalam hal ini adalah supervisor para food handler yaitu kepala seksi). Juga dengan melakukan uji coba kuesioner pada sejumlah responden (minimal 30 orang) kemudian menghitung korelasi masing-masing pertanyaan (Singarimbun, 1989, hal. 139).

Pertanyaan yang mengukur aspek yang sama dikelompokkan, kemudian

(8)

dikelompokkan kemudian nilai korelasi dibandingkan dengan nilai kritis dari tabel. Nilai korelasi tiap pertanyaan adalah :

Tabel 4.2. Nilai Korelasi Pertanyaan Kuesioner

Pertanyaan r Pertanyaan r

1 0.445187 12(3) 0.59963

3 0.821293 12(4) 0.503855

4 0.782949 12(5) 0.699184

5 0.738144 12(6) 0.565121

16 0.673072 12(7) 0.464183

12(1) 0.63017 12(8) 0.634363

12(2) 0.694104 Ket : 12(1) adalah pertanyaan no.12 pernyataan 1, dst.

Dengan menggunakan 53 sampel sehingga N-2 = 51, maka angka kritis tingkat kepercayaan 5% adalah 0.2707. Dari hasil uji korelasi, semua nilai korelasi berada diatas angka kritis taraf 5%, sehingga pertanyaan dalam kuesioner adalah signifikan. Hal ini berarti bahwa pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner memiliki validitas konstruk, yaitu pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner mengukur aspek yang sama.

4.2.3.2. Reabilitas Kuesioner

Reabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Teknik perhitungan yang digunakan adalah teknik belah dua (Singarimbun, 1989, hal. 143). Teknik yang dilakukan adalah membagi item-item yang valid tersebut menjadi dua belahan.

Item dapat dibelah berdasarkan nomor pertanyaan ganjil dan genap.

Dimana nilai korelasi untuk skor (nilai) total untuk belahan pertama dan kedua harus lebih rendah dari nilai korelasi untuk keseluruhan pertanyaan. Untuk mencari reabilitas keseluruhan item digunakan rumus (Singarimbun, 1989, hal.

144):

tt tt

tot

r

r r

= + 1

) (

2

(4.1) dimana :

• rtot : angka reliabilitas keseluruhan item

(9)

• rtt : angka korelasi belahan pertama dan belahan kedua

Dengan menggunakan bantuan software Excel didapatkan nilai korelasi tiap belahan adalah rtt = 0.740854 dan dengan menggunakan rumus 4.1 didapatkan rtot

= 0.851139.

Sehingga dari perhitungan tersebut ditemukan bahwa angka korelasi belahan lebih rendah dari angka korelasi keseluruhan. Sehingga dapat dikatakan pertanyaan-pertanyaan reliabel.

4.3. Pengolahan Data Kuesioner

Pengolahan data survey dilakukan setelah menyebarkan kuesioner ke responden dan mengumpulkan kembali hasil kuesioner. Data mentah dari kuesioner dimasukkan ke komputer dengan menggunakan pengkodean sederhana yang kemudian diolah dengan menggunakan bantuan software SPSS 11.0.

Jumlah/ukuran sampel minimum sesuai dengan Tabel 4.1 adalah sebanyak 56 sampel. Namun Jumlah responden dari penyebaran kuesioner ini adalah sebanyak 100 orang, sehingga data hasil kuesioner yang akan diolah adalah sebanyak 100 data.

4.3.1. Karakteristik Sampel (Responden)

Karakteristik sampel (responden) dibagi menjadi beberapa kategori yaitu jenis seksi tempat responden bekerja, jabatan, usia, lama kerja dan pendidikan terakhir (latar belakang pendidikan). Prosentase dan jumlah sampel/responden dapat dilihat pada gambar-gambar dibawah ini:

(10)

Prosentase responden menurut jenis seksi

2%

2%

27%

48%

9%

12%

Bulk Handling

CP 1 kg

FLC 25kg

Mill Wheat Silo Loading & Unloading

Gambar 4.1. Prosentase Jumlah Sampel menurut Jenis Seksi

Responden (sampel) terbanyak adalah dari seksi Mill (48%) kemudian seksi FLC (27%) karena kedua seksi ini memiliki jumlah karyawan yang paling banyak.

Prosentase responden menurut jabatan

6%

94%

Foreman

Operator

Gambar 4.2. Prosentase Jumlah Sampel menurut Kategori Jabatan

Prosentase sampel terbesar diambil dari karyawan dengan jabatan operator (94%) karena populasi operator yang memang lebih banyak dibandingkan foreman.

(11)

Prosentase responden menurut tingkat pendidikan

1%

1%

18%

61%

1%

1%

4%

13%

Missing

SLTP

STM/SMK

SMU D1 D2 D3 S1

Gambar 4.3. Prosentase Jumlah Sampel menurut Kategori Pendidikan Latar belakang pendidikan responden paling banyak adalah SMU (61%).

Prosentase responden menurut kategori usia

4%

2%

13%

9%

20%

40%

12%

50-54 thn

45-49 thn

40-44 thn

35-39 thn

30-34 thn

25-29 thn 20-24 thn

Gambar 4.4. Prosentase Jumlah Sampel menurut Kategori Usia (Tahun) Usia responden paling banyak berada pada kategori usia 25 s/d 29 tahun (40%).

(12)

Prosentase responden menurut kategori lama kerja

2%

6%

1%

17%

17%

57%

26-29 thn

22-25 thn

18-21 thn

10-13 thn

6-9 thn

2-5 thn

Gambar 4.5. Prosentase Jumlah Sampel menurut Kategori Lama Kerja (Tahun) Lama kerja responden paling banyak berada pada kategori 2 s/d 5 tahun ( 57%).

4.3.2. Hasil Kuesioner

Data diolah kedalam bentuk Bar-chart (tabel frekuensi dapat dilihat pada lampiran 4). Pengolahan hasil pengisian kuesioner dapat dilihat sebagai berikut :

Apakah anda pernah mendengar tentang HACCP?

Tidak Ya

Percent

120

100

80

60

40

20

0

99

Gambar 4.6. Bar-Chart Jawaban Pertanyaan “Apakah anda pernah mendengar tentang HACCP/sistem manajemen mutu keamanan makanan?”

Dari 100 orang responden, hanya 1% yang mengatakan belum pernah mendengar tentang HACCP (Gambar 4.6). Untuk pertanyaan berikutnya hanya

(13)

ditujukan kepada 99% responden yang mengatakan pernah mendengar tentang HACCP.

"Darimana anda mendengar tentang HACCP?"

Lainnya Tidak Jawab Induksi

Buku Training Rekan Kerja Atasan

Percent

40

30

20

10

0

7 22 32

14 24

Gambar 4.7. Bar-Chart Jawaban Pertanyaan “Darimana anda mendengar tentang HACCP?”

Apakah ada dokumen tertulis mengenai penerapan HACCP (HACCP Plan)?

Tidak Tahu/Tidak Ing Ada

Percent

100

80

60

40

20

0 7

93

Gambar 4.8. Bar-Chart Jawaban Pertanyaan “Apakah ada dokumen tertulis mengenai penerapan HACCP/ prosedur keamanan makanan di perusahaan anda

(HACCP Plan)?”

(14)

Apakah anda pernah membaca HACCP Plan?

Tidak Ya

Percent

100

80

60

40

20

0

14 86

Gambar 4.9. Bar-Chart Jawaban Pertanyaan “Apakah anda pernah membaca dokumen tertulis mengenai penerapan HACCP (HACCP plan) / prosedur

keamanan makanan di seksi anda?”

Kapan terakhir kali anda membaca HACCP Plan?

Tidak Tahu/lupa Tidak Jawab

>2 thn 1 thn-2 thn 6 bln-< 1 thn

<6 bln

Percent

40

30

20

10

0

6 29

13 24 27

Gambar 4.10. Bar-Chart Jawaban Pertanyaan “Kapan terakhir kali anda membaca dokumen tertulis HACCP (HACCP Plan) yang diterapkan di perusahaan anda?”

Menurut responden sumber informasi HACCP (Gambar 4.7) adalah training (32%), atasan (24%) dan buku (22%). 93% responden mengetahui adanya HACCP Plan yang tersedia (Gambar 4.8). Namun hanya 86% dari responden tersebut membaca dokumen rancangan HACCP (Gambar 4.9). 29%

Responden yang pernah membaca HACCP Plan terakhir kali membaca dokumen tersebut lebih dari 2 tahun yang lalu (Gambar 4.10).

(15)

Apakah Informasi HACCP mudah didapatkan?

Tidak Tahu/Lupa Tidak Jawab

Susah Mudah

Percent

80

60

40

20

0

13 14 72

Gambar 4.11. Bar-Chart Jawaban Pertanyaan “Apakah anda dapat mendapatkan informasi yang jelas mengenai penerapan HACCP (HACCP Plan)/prosedur

keamanan makanan di perusahaan anda dengan mudah?”

Darimana anda mendapatkan informasi tentang HACCP?

Tidak Jaw ab Buku

Training Rekan Kerja Atasan

Percent

50

40

30

20

10

0

27 39

8 26

Gambar 4.12. Bar-Chart Jawaban Pertanyaan “Darimana anda mendapatkan informasi yang jelas mengenai penerapan HACCP / prosedur keamanan makanan

di perusahaan anda (dengan mudah)?”

(16)

kenapa susah mendapatkan informasi HACCP?

Lainnya Tidak Jawab jarang disosialisasi dirahasiakan

Percent

100

80

60

40

20

0 8 8

77

8

Gambar 4.13. Bar-Chart Jawaban Pertanyaan “Mengapa anda mengalami kesusahan mendapatkan informasi yang jelas mengenai penerapan HACCP/

prosedur keamanan makanan di perusahaan anda?”

Sebanyak 72% responden menjawab mereka dapat mendapatkan informasi yang jelas mengenai HACCP dengan mudah (Gambar 4.11). Dan informasi tersebut mudah mereka dapatkan dari training (39%), buku (27%) dan atasan (26%) (Gambar 4.12). Sedangkan responden yang mengatakan susah untuk mendapatkan informasi yang jelas mengenai HACCP, 77% mengatakan hal tersebut dikarenakan sosialisasi yang jarang dilakukan (Gambar 4.13).

Kapan terakhir kali anda mendapatkan training HACCP?

N/A Tidak Tahu/lupa Tidak Jaw ab tidak pernah

>2 thn 1 thn-2 thn 6 bln-< 1 thn

<6 bln

Percent

40

30

20

10

0

12

3 14 34

15

7 14

Gambar 4.14. Bar-Chart Jawaban Pertanyaan “Kapan terakhir kali anda mengikuti training HACCP yang diadakan oleh Bogasari?”

(17)

Dari 70 orang responden yang sudah pernah mengikuti training (refreshment training atau induksi), 34% mengikuti training lebih dari 2 tahun yang lalu (Gambar 4.14).

Apa keuntungan dari HACCP?

lainnya tidak jaw ab memahami bahaya dan bekerja dengan sesua

citra perusahaan,day produk aman,mutu ter

Percent

50

40

30

20

10

0

6 3

15 10

20 46

Gambar 4.15. Bar-Chart Jawaban Pertanyaan “Apa keuntungan dari penerapan HACCP (sistem keamanan makanan)?”

Keuntungan HACCP menurut karyawan (Gambar 4.15) adalah “produk aman, tidak terkontaminasi sehingga mutu/kualitas dan kebersihan produk terjamin” (46%), “citra perusahaan dimata pelanggan akan meningkat serta dapat meningkatkan daya saing produk” (20%), “dapat memahami bahaya makanan dan pencegahannya serta memahami pentingnya keamanan makanan” (15%), “pekerja akan bekerja sesuai standar HACCP sehingga output kerja bermutu (meningkat moral pekerja) sebesar 10% dan keuntungan lainnya seperti kebersihan lingkungan, produk halal, kesehatan makanan, menambah pengetahuan, sebagai improvement, tidak tahu dan tidak ada keuntungan) sebesar 6%.

(18)

Apa keuntungan HACCP di seksi anda?

Lainny a Tidak T

ahu Tidak ja

wab kebersihan

lingkun ga men

gerti k eseha

tan d moral pe

kerja m ening penca

paian q uality o keam

anan p roduk t

erj prose

s dan ko ntrol l

Percent

30

20

10

0

4 3 14 10 11

24

3 24

7

Gambar 4.16. Bar-Chart Jawaban Pertanyaan “Apa keuntungan/manfaat yang anda rasakan dari penerapan HACCP di seksi anda/pekerjaan anda?”

Menurut responden, keuntungan HACCP dalam pekerjaan mereka (Gambar 4.16) adalah “kebersihan dan keamanan produk terjamin sehingga kualitas terjaga dan mengeliminir ketidaksesuaian untuk menghasilkan produk yang bermutu” (24%), “moral pekerja meningkat sehingga berhati-hati dalam bekerja” (24%), tidak menjawab (14%), “kebersihan lingkungan kerja” (11%),

“mengerti kesehatan dan kebersihan produk (10%), “proses dan prosedur kontrol lebih mudah dan terkendali” (7%), “pencapaian quality objective yang lebih optimal” (3%) dan lainnya (4%).

Dari Gambar 4.17, dapat dilihat bahwa sebanyak 77% responden menyatakan bahwa mereka mengerti mengenai HACCP dan 87% responden menyatakan HACCP memang tidak terlalu sulit dimengerti yang berarti HACCP dapat diterima dengan baik (Gambar 4.18).

(19)

"Saya tidak terlalu mengerti mengenai HACCP"

Tidak Tahu Tidak jaw ab Tidak Setuju

Setuju

Percent

100

80

60

40

20

0

77

18

Gambar 4.17. Bar-Chart Respon terhadap Pernyataan “Saya tidak terlalu mengerti mengenai HACCP”

"HACCP terlalu sulit untuk dimengerti"

Tidak Tahu Tidak jaw ab Tidak Setuju Setuju

Percent

100

80

60

40

20

0 5

87

5

Gambar 4.18. Bar-Chart Respon terhadap Pernyataan “HACCP terlalu sulit untuk dimengerti”

(20)

"Saya tidak punya waktu untuk masalah keamanan makanan"

Tidak Tahu Tidak jaw ab

Tidak Setuju Setuju

Percent

100

80

60

40

20

0 5

89

Gambar 4.19. Bar-Chart Respon terhadap Pernyataan “Saya tidak punya waktu untuk masalah keamanan makanan”

"Keamanan makanan bukan prioritas utama"

Tidak Tahu Tidak Setuju

Setuju

Percent

100

80

60

40

20

0

91

6

Gambar 4.20. Bar-Chart Respon terhadap Pernyataan “Keamanan makanan bukan prioritas utama”

Sebanyak 89% responden menyatakan mereka peduli terhadap masalah keamanan makanan (Gambar 4.19), 91% menganggap keamanan makanan adalah prioritas utama (Gambar 4.20). Hal ini berarti sebagian besar responden sudah menyadari pentingnya masalah keamanan makanan dan HACCP sendiri.

(21)

"Saya tidak merasakan keuntungan yang jelas dari penerapan HACCP"

Tidak Tahu Tidak Setuju

Setuju

Percent

100

80

60

40

20

0 9

84

7

Gambar 4.21. Bar-Chart Respon terhadap Pernyataan “Saya tidak merasakan keuntungan yang jelas dari penerapan HACCP/sistem keamanan makanan”

"Ada kendala bahasa dalam mengkomunikasikan HACCP"

Tidak Tahu Tidak jaw ab Tidak Setuju

Setuju

Percent

60

50

40

30

20

10

0

14 49

35

Gambar 4.22. Bar-Chart Respon terhadap Pernyataan “Ada kendala bahasa yang digunakan dalam mengkomunikasikan HACCP ke karyawan”

Sebanyak 84% responden menyatakan bahwa mereka merasakan keuntungan dari penerapan HACCP dalam pekerjaan mereka (Gambar 4.21). Hal

(22)

yang beranggapan bahwa ada kendala bahasa dalam sosialisasi HACCP juga cukup besar yaitu sebesar 35% (Gambar 4.22). Hal ini berarti meskipun sebagian besar responden mengerti mengenai HACCP namun sebagian besar tetap beranggapan masih ada kendala dalam bahasa yang digunakan dalam sosialisasi HACCP bagi sebagian karyawan.

"Seharusnya ada pemeriksaan lebih sering dari QA"

Tidak Tahu Tidak jaw ab Tidak Setuju

Setuju

Percent

100

80

60

40

20

0 7 5

87

Gambar 4.23. Bar-Chart Respon terhadap Pernyataan “Seharusnya ada pengawasan (monitoring) lebih sering dari pihak yang berkaitan (QA) mengenai

masalah keamanan makanan”

"Seharusnya ada lebih banyak training tentang HACCP"

Tidak Tahu Tidak Setuju

Setuju

Percent

100

80

60

40

20

0 5

93

Gambar 4.24. Bar-Chart Respon terhadap Pernyataan “Seharusnya ada lebih banyak training mengenai HACCP(sistem keamanan makanan)”

(23)

Sebanyak 87% responden menyetujui jika pengawasan terhadap masalah keamanan makanan dilakukan lebih sering (Gambar 4.23) dan 93% responden juga menyetujui jika dilakukan lebih banyak pelatihan mengenai HACCP (Gambar 4.24). Hal ini berarti motivasi karyawan untuk memperluas pengetahuan mereka tentang HACCP cukup tinggi dan mereka juga mengharapkan evaluasi atas kinerja mereka dalam masalah keamanan makanan sebagai bukti mereka menganggap HACCP adalah permasalahan yang penting.

Dari Gambar 4.25 dan 4.26, dapat dilihat bahwa sebanyak 54%

responden sudah merasa puas terhadap komitmen manajemen dalam memberikan training mengenai HACCP dan sebanyak 50% responden merasa puas dalam praktek training yang telah diberikan, namun prosentase responden yang merasa kurang puas terhadap praktek training yang diberikan juga cukup besar (41%).

Hal ini berarti perlu ada evaluasi dan peningkatan pada praktek training yang ada.

Komitmen Bogasari dalam men-training staff tentang HACCP?

kurang puas puas

sangat puas

Percent

60

50

40

30

20

10

0

29 54

17

Gambar 4.25. Bar-Chart Pendapat Responden terhadap “Komitmen Bogasari dalam men-training staff tentang HACCP/masalah keamanan makanan”

(24)

Praktek training yang diberikan kepada staff

sangat tidak puas kurang puas

puas sangat puas

Percent

60

50

40

30

20

10

0 3

41 50

6

Gambar 4.26. Bar-Chart Pendapat Responden terhadap “Praktek training yang diberikan kepada staff”

jenis sosialisasi?

N/A Lainny

a Tidak

Jaw ab Penjelas

an at asan Training t

iap se ksi Lomb

a Kotak S

aran Tanda Video Trainin

g luar Training B

oga sari Rapat

Poster

Percent

20

10

0

12 14

7 8 9

5 11 17

3 13

Gambar 4.27. Bar-Chart Jawaban Pertanyaan “Menurut anda, jenis sosialisasi, pengenalan atau perlengkapan seperti apa yang dapat meningkatkan kepedulian

karyawan terhadap prosedur keamanan makanan (HACCP)?”

Dari Gambar 4.27 diatas, dapat dilihat bahwa menurut responden sosialisasi dengan training perusahaan tetap menjadi pilihan utama (17%)

(25)

dibandingkan jenis sosialisasi lainnya (17%), selain itu training tiap seksi (14%), poster (13%) dan penjelasan atasan (12%) juga merupakan pilihan sosialisasi favorit. Hal ini bisa menjadi pertimbangan dalam membuat rancangan sistem sosialisasi HACCP yang baru.

prosedur keamanan makanan seksi LOU?

Lainnya pembersihan mesin-me pengecekan gandum

Percent

70

60 50

40 30

20

10 0

25 17

58

Gambar 4.28. Bar-Chart Jawaban Responden mengenai “Prosedur makanan yang ada di seksi LOU”

Prosedur makanan di seksi Wheat Silo?

rcent

70

60

50

40

30

20

10 11 11 11

67

(26)

Prosedur makanan di seksi Mill?

Tidak tahu Pembersihan mesin da

mesin-mesin screenin

Percent

50

40

30

20

10

0

34

23 43

Gambar 4.30. Bar-Chart Jawaban Responden mengenai “Prosedur makanan yang ada di seksi Mill”

Prosedur makanan di seksi FLC?

Lainnya Tidak tahu

Pemisahan dengan mat

Percent

70 60 50

40 30

20

10 0

7 59

33

Gambar 4.31. Bar-Chart Jawaban Responden mengenai “Prosedur makanan yang ada di seksi Flour Packing 25 Kg”

(27)

Prosedur makanan di seksi CP & BL?

Tidak tahu Rebolter & Test ayak

Percent

80

60

40

20

0

25 75

Gambar 4.32. Bar-Chart Jawaban Responden mengenai “Prosedur makanan yang ada di seksi Consumer Pack & Bulk Handling”

Menurut responden yang bekerja di seksi LOU (Gambar 4.28), pengecekan gandum adalah prosedur keamanan makanan diseksi mereka (58%), Hal ini berarti mereka lebih menekankan pengecekan gandum sebagai usaha pencegahan terhadap bahaya makanan. Menurut responden seksi Wheat Silo (Gambar 4.29), mesin pemisah seperti separator adalah usaha mereka untuk mencegah bahaya makanan (67%).

Sedangkan menurut responden seksi Mill (Gambar 4.30), prosedur keamanan mereka terdapat pada mesin-mesin screening seperti separator, dry stoner, scourer dan magnet separator (43%). Namun yang perlu diperhatikan adalah sebanyak 34% responden tidak mengetahui mengenai usaha pencegahan bahaya makanan di seksi Mill, padahal dalam seksi ini terdapat Critical Control Point (CCP) yang sangat penting sebagai titik kontrol kritis terhadap bahaya makanan.

Pada seksi Flour Packing 25 Kg (Gambar 4.31), ternyata persentase

(28)

keamanan di seksi mereka yaitu pemisahan material asing dari tepung dengan pengayakan di rebolter sifter yang merupakan CCP.

Sedangkan pada seksi Consumer Pack & Bulk Handling (Gambar 4.32), sebanyak 75% responden telah mengetahui prosedur keamanan makanan di seksi mereka yaitu berupa pengayakan dengan rebolter (CCP) dan dengan melakukan prosedur tes ayak.

Apakah ada dokumentasi dari monitoring?

Tidak Tahu Tidak Jaw ab

Tidak ada monitoring Tidak ada dokumentas

Ya

Percent

60

50

40

30

20

10

0

19

7 5 19

49

Gambar 4.33. Bar-Chart Jawaban Pertanyaan “Apakah ada penyimpanan data (dokumentasi) tertulis dari pemeriksaan (monitoring) prosedur keamanan

makanan/pencegahan bahaya makanan yang dilakukan ?”

Sebanyak 49% responden sudah mengetahui bahwa ada proses dokumentasi dari monitoring yang dilakukan (Gambar 4.33).

Gambar 4.34 bertujuan untuk menunjukkan bagaimana karyawan menilai tingkat pengetahuan mereka mengenai HACCP. Ternyata sebanyak 46%

mengatakan bahwa tingkat pengetahuan mereka sudah cukup, namun 24%

mengatakan tingkat pengetahuan mereka masih kurang.

(29)

tingkat pengetahuan HACCP?

Tidak Jaw ab Sangat Kurang

Kurang Cukup

Bagus Sangat Bagus

Percent

50

40

30

20

10

0 3

24 46

19

6

Gambar 4.34. Bar-Chart Jawaban Pertanyaan “Menurut anda, bagaimana tingkat pengetahuan anda terhadap HACCP”

saran untuk penerapan HACCP?

Lainnya Tidak Jaw ab fasilitas pendukung Pemeriksaan lebih di

Training ditingkatka sosialisasi ditingka

Percent

40

30

20

10

0

8 26

4 6

30 26

Gambar 4.35. Bar-Chart Jawaban Pertanyaan “Apakah ada pendapat, saran, masukan anda mengenai penerapan HACCP di Bogasari dan mengenai

(30)

kontinyu dan merata serta mudah dimengerti (26%), mengharapkan pemeriksaan, kontrol dan monitoring lebih ditingkatkan dan lebih ketat (6%), meminta agar fasilitas yang mendukung pelaksanaan HACCP dapat ditingkatkan (4%).

Dan lainnya berharap penerapan HACCP melibatkan semua pihak yang terkait, sosialisasi yang dilakukan lebih mendetail (aplikatif) seperti menempel deskripsi bahaya pada mesin dan bahasa yang digunakan mudah dimengerti, ada juga yang berharap adanya training dari luar perusahaan dan ada yang mengatakan penerapan HACCP sudah bagus (8%).

Hasil jawaban kuesioner secara umum dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini.

Tabel 4.3. Prosentase Terbanyak Jawaban Kuesioner

No Kategori Inti pertanyaan Jawaban Prosentase terbanyak 1 Pernah dengar HACCP? Pernah 99%

3 Ada HACCP Plan? Ada 93%

4

Pernah baca HACCP

Plan? Pernah 86%

5

Kapan terakhir baca

HACCP Plan? > 2 tahun 29%

10

Tahu keuntungan HACCP?

produk aman,tidak terkontaminasi hingga mutu kebersihan produk

terjamin 46%

11

kualitas terjaga, mengeliminir

ketidaksesuaian untuk menghasilkan produk

yang bermutu 24%

Tahu keuntungan HACCP di seksi?

moral pekerja meningkat sehingga berhati-hati

dalam bekerja 24%

15 Tahu prosedur

keamanan makanan?

Responden Seksi LOU Pengecekan gandum 58%

Responden Seksi WHS Mesin pemisah 67%

Responden Seksi Mill Mesin screening 43%

Responden Seksi FLC

25 Kg Tidak Tahu 59%

Pengetahuan

Responden Seksi CP 1

Kg dan BL Rebolter&Test Ayak 75%

(31)

Tabel 4.3. Prosentase Terbanyak Jawaban Kuesioner (sambungan)

16 Ada dokumentasi

monitoring? Ya 49%

12(1) Tidak mengerti

HACCP? Tidak Setuju 77%

12(2) HACCP sulit? Tidak setuju 87%

12(3)

Tidak punya waktu untuk keamanan

makanan? Tidak setuju 89%

12(4)

Keamanan makanan

bukan prioritas? Tidak Setuju 91%

12(5)

Tidak ada keuntungan

HACCP? Tidak Setuju 84%

12(6) Ada kendala bahasa? Tidak Setuju 49%

12(7)

Seharusnya banyak

pemeriksaan? Setuju 87%

12(8)

Seharusnya lebih

banyak training? Setuju 93%

18

Motivasi

Ada opini HACCP? peningkatan training 30%

2 Dengar HACCP dari? Training 32%

6 Apakah info HACCP

mudah didapat? Mudah 72%

7 Sumber info HACCP

yang mudah? Training 39%

8 Mengapa info HACCP

susah didapat? Jarang

disosialisasikan 77%

9

Kapan terakhir

training? > 2 tahun 34%

13(1)

Puas komitmen perusahaan dalam

training? Puas 54%

13(2) Puas praktek training? Puas 50%

14 Jenis sosialisasi yang

tepat? Training 17%

17

Eksplorasi

Tingkat pengetahuan

HACCP? Cukup 46%

Pertanyaan-pertanyaan kuesioner terdiri pertanyaan eksplorasi dan pertanyaan yang menjadi parameter pengukuran awareness yaitu pengetahuan dan motivasi.

4.4. Analisa Hasil Kuesioner (Tingkat Awareness Karyawan)

(32)

Menurut sumber dari website e-World Human Resources Development (eworld-indonesia.com, 2006), self awareness (kesadaran diri) mengandung dua makna kesadaran. Tingkat pertama, seseorang itu tahu bahwa sesuatu ada Sedangkan tingkat kedua, seseorang paham betul mengenai emosi yang sedang dialaminya sehingga ia dapat membedakannya dengan perasaan serupa yang disebabkan oleh kondisi yang berbeda.

Dapat dikatakan bahwa awareness didukung adanya pengetahuan dan motivasi seseorang terhadap sesuatu, dan variabel tersebut saling terikat ( dimana seseorang tidak dapat dikatakan aware jika hanya tahu tanpa termotivasi atau termotivasi namun tidak mengetahui), sehingga:

Awareness = Pengetahuan x Motivasi

Persamaan ini juga merupakan degradasi dari teori performance oleh Vroomian (Umar, 2001, hal. 150).

Tingkat awareness dihitung dengan mengalikan jumlah total bobot tingkat pengetahuan karyawan dengan jumlah total bobot tingkat motivasi.

Perhitungan tingkat awareness dari nilai tiap pertanyaan kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 5.

Nilai minimum awareness adalah 0 dan nilai maksimum adalah 1152.

Nilai maksimum didapat dari nilai maksimum pertanyaan kategori pengetahuan ( 8 pertanyaan x 4 adalah 32 poin) dikalikan nilai maksimum pertanyaan kategori motivasi ( 9 pertanyaan x 4 adalah 36 poin).

Tingkat Awareness dibagi menjadi 4 kategori yaitu tidak aware, kurang aware, cukup aware dan aware. Kategori tingkat awareness berdasarkan nilai kuesioner dapat dilihat pada tabel 4.4. dibawah ini :

Tabel 4.4. Kategori Nilai Tingkat Awareness Karyawan

Nilai Kategori 0-287 Tidak Aware 288-575 Kurang Aware 576-863 Cukup Aware 864-1152 Aware

(33)

Hasil pengukuran tingkat awareness responden dari kuesioner dapat dilihat pada Gambar 4.36 dibawah ini:

tingkat awareness

aw are cukup aw are kurang aw are

tidak aw are

Percent

50

40

30

20

10

0

40 34

22

4

Gambar 4.36. Bar-Chart Hasil Perhitungan Tingkat Awareness Karyawan Secara keseluruhan, 49% responden sudah memiliki awareness yang baik (40%). Sedangkan prosentase sisanya (60%) masih berada dibawah nilai aware.

Nilai rata-rata awareness responden adalah 721.6 yang berada dalam kategori cukup aware. Prosentase tingkat awareness rata-rata responden adalah sebesar 62.61%.

4.4.1. Membandingkan nilai rata-rata (Compare Means)

Dengan melakukan perbandingan nilai rata-rata, kita dapat mengetahui jika terjadi perbedaan awareness yang signifikan antara tiap kategori dalam faktor. Perbandingan tingkat awareness responden menurut seksinya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.5. Perbandingan Means Awareness menurut Seksi

(34)

Tabel 4.5. Perbandingan Means Awareness menurut Seksi (sambungan)

Bulk Handling 816.00 Cukup Aware Total 721.60

Tingkat awareness rata-rata tiap seksi tidak terlalu jauh berbeda (tidak signifikan) dan berada dalam kategori cukup aware. Sehingga jenis seksi tidak menentukan tinggi rendahnya awareness responden.

Perbandingan tingkat awareness responden untuk operator dan foreman dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.6. Perbandingan Means Awareness menurut Kategori Jabatan

JABATAN Mean Kategori Operator 710.34 Cukup Aware Foreman 898.00 Aware

Total 721.60

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat awareness rata-rata foreman lebih tinggi, namun tingkat awareness rata-rata operator tidak terlalu jauh berbeda (signifikan). Sehingga jenis jabatan tidak menentukan tinggi rendahnya awareness responden.

Perbandingan tingkat awareness responden menurut tingkat pendidikan terakhir dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.7. Perbandingan nilai Awareness rata-rata menurut Kategori Pendidikan

PENDIDIKAN Mean Kategori S1 860.31 Cukup Aware

D3 868.00 Aware

D2 672.00 Cukup Aware

D1 868.00 Aware

SMU 700.07 Cukup Aware STM/SMK 704.67 Cukup Aware

SLTP .00 Tidak Aware Total 721.60

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat awareness rata-rata responden yang memiliki latar pendidikan SLTP lebih rendah dibandingkan dengan responden yang memiliki latar belakang lebih tinggi. Namun peningkatan awareness tidak berjalan searah. Sehingga latar belakang pendidikan memiliki pengaruh terhadap tingkat awareness responden, namun tidak memiliki pengaruh yang kuat.

(35)

Perbandingan tingkat awareness responden menurut kategori usia dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.8. Perbandingan nilai Awareness rata-rata menurut Kategori Usia

USIA(Tahun) Mean Kategori 20-24 709.00 Cukup Aware 25-29 768.40 Cukup Aware 30-34 699.00 Cukup Aware 35-39 784.00 Cukup Aware 40-44 591.08 Cukup Aware 45-49 766.00 Cukup Aware 50-54 666.00 Cukup Aware

Total 721.60

Dari Tabel 4.8. diatas dapat dilihat bahwa tingkat awareness rata-rata responden tiap kategori usia tidak terlalu jauh berbeda (signifikan). Sehingga usia tidak menentukan tinggi rendahnya awareness responden.

Perbandingan tingkat awareness responden menurut kategori lama kerja dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.9. Perbandingan nilai Awareness rata-rata menurut Kategori Lama Kerja

LAMA KERJA (Tahun) Mean Kategori

2-5 737.26 Cukup Aware 6-9 726.35 Cukup Aware 10-13 694.59 Cukup Aware 18-21 576.00 Cukup Aware 22-25 708.67 Cukup Aware 26-29 576.00 Cukup Aware

Total 721.60

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat awareness rata-rata responden tiap kategori lama kerja tidak terlalu jauh berbeda (signifikan). Sehingga lama kerja tidak menentukan tinggi rendahnya awareness responden. Sebenarnya terbentuk hubungan yang searah dimana semakin lama responden bekerja, tingkat awareness semakin rendah. Namun pada kategori lama kerja 22 s/d 25 tahun terjadi peningkatan nilai awareness, hal ini disebabkan pada kategori tersebut ada

(36)

Uji Chi-Square dan Uji Korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan/pengaruh faktor jenis seksi, jabatan, tingkat pendidikan, usia dan lama kerja terhadap tingkat awareness karyawan terhadap HACCP.

4.5.1. Uji Chi-Square

Uji Chi-Square ini digunakan untuk menguji apakah ada hubungan antara faktor-faktor jenis seksi, jabatan, tingkat pendidikan, usia dan lama kerja terhadap tingkat awareness responden (karyawan). Tabel data yang digunakan untuk uji chi-square dapat dilihat pada Lampiran 6 dan output komputer berupa crosstabulation, clustered bar-chart, dan output statistik SPSS dapat dilihat pada Lampiran 7.

Tabel 4.10. Nilai Tingkat Signifikansi tiap Faktor terhadap Tingkat Awareness

Variabel Asymp.Sig Variabel Asymp.Sig Seksi 0.237 Lama Kerja 0.196 Jabatan 0.424 Pernah training 0.018 Pendidikan 0.001 Periode training 0.222

Usia 0.225

Jika nilai Asymp.Sig < 0.05, maka faktor tersebut memiliki hubungan terhadap tingkat awareness. Untuk jenis seksi, karena Asymp. Sig > 0.05 maka dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan antara jenis seksi dengan tingkat awareness karyawan. Sehingga meskipun karyawan ditempatkan di seksi manapun tidak akan berpengaruh terhadap tingkat awareness mereka terhadap HACCP.

Untuk jenis jabatan, karena Asymp. Sig > 0.05 maka dapat dikatakan bahwa juga tidak ada hubungan antara jabatan dengan tingkat awareness responden. Sehingga jabatan operator maupun foreman atau asisten tidak mempengaruhi tingkat awareness mereka terhadap HACCP.

Sedangkan untuk faktor latar belakang pendidikan responden, karena Asymp. Sig < 0.05 maka dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat awareness karyawan. Sehingga tinggi rendahnya latar belakang pendidikan seseorang mempengaruhi tinggi rendahnya awareness mereka terhadap HACCP.

(37)

Selanjutnya untuk faktor usia, karena Asymp. Sig > 0.05 maka dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan tingkat awareness karyawan. Sehingga usia karyawan tidak mempengaruhi tingkat awareness mereka terhadap HACCP.

Faktor lama kerja karyawan bekerja juga memiliki hubungan dengan tingkat awareness mereka terhadap HACCP, karena Asymp. Sig > 0.05 maka dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan antara lama kerja dengan tingkat awareness karyawan. Sehingga lama kerja karyawan bekerja tidak mempengaruhi tingkat awareness mereka terhadap HACCP.

Faktor training yaitu faktor pernah tidaknya mengikuti training dan periode terakhir mengikuti training training juga diuji dengan uji Chi-Square untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara faktor training dengan tingkat awareness.

Hasil output statistik (dapat dilihat pada lampiran 7) menunjukkan bahwa untuk faktor pernah tidaknya mengikuti training memiliki Asymp. Sig sebesar 0.018 < 0.05 yang berarti ada hubungan antara pernah tidaknya mengikuti training dengan tingkat awareness mereka. Sedangkan faktor periode training memiliki Asymp. Sig sebesar 0.222 > 0.05 yang berarti periode training tidak berpengaruh terhadap tingkat awareness terhadap HACCP.

4.5.2. Uji Korelasi

Uji Korelasi ini digunakan untuk mengetahui arah dan besarnya hubungan antar faktor. Output Statistik SPSS untuk uji korelasi dapat dilihat pada Lampiran 8. Koefisien Korelasi untuk tiap variabel terhadap tingkat awareness dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.11. Koefisien Korelasi tiap Faktor terhadap Tingkat Awareness

Variabel Koefisien Korelasi Variabel Koefisien Korelasi Jabatan 0.164 Lama Kerja -0.061

(38)

Dari Tabel 4.11 diatas dapat dilihat bahwa korelasi yang signifikan pada level 0.05 adalah pendidikan dan awareness adalah -0.207. Dimana semakin tinggi tingkat pendidikan (semakin kecil angka menunjukkan tingkatan pendidikan yang lebih tinggi, urutan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Lampiran 9) maka akan semakin tinggi pula tingkat awareness karyawan. Namun dilihat dari nilai korelasi yang hanya 0.207 dapat dikatakan hubungan antara tingkat pendidikan dan tingkat awareness lemah. Demikian juga dengan faktor pernah training, signifikan namun lemah.

4.6. Kuesioner Lanjutan

Kuesioner lanjutan bertujuan untuk meneliti lebih lanjut mengenai jawaban responden yang masih kurang sesuai dan mengumpulkan pendapat karyawan mengenai sistem sosialisasi yang dianggap mudah dimengerti.

Responden kuesioner lanjutan adalah responden kuesioner awal yang memberikan jawaban yang tidak sesuai (tidak aware) terhadap beberapa pertanyaan tertentu.

Contoh kuesioner lanjutan dapat dilihat pada Lampiran 10 dan tabel frekuensinya pada Lampiran 11. Berikut ini pembahasan mengenai setiap pertanyaan dalam kuesioner lanjutan.

kenapa belum membaca HACCP Plan?

Tidak sempat karena materi susah dimenge

tidak tahu kegunaann

Percent

80

60

40

20

0

70

10 20

Gambar 4.37. Bar-Chart Jawaban Pertanyaan “Mengapa belum pernah membaca HACCP Plan?”

(39)

Sebanyak 70% responden kuesioner lanjutan yang belum pernah membaca HACCP Plan mengatakan alasan mereka belum pernah membaca tentang HACCP Plan adalah karena keterbatasan waktu dan kesibukan yang mereka miliki (Gambar 4.37).

kenapa HACCP sulit dimengerti?

Bahasa kurang sederh Penerapan diseksi sa

Jarang diberi penjel tidak berhubungan la

Percent

60

50

40

30

20

10

0

25 19

50

6

Gambar 4.38. Bar-Chart Jawaban Pertanyaan “Mengapa HACCP sulit dimengerti?”

kenapa anda tidak mengerti HACCP?

Lainny a Tidak

tahu a pak

ah ad Bingun

g be rtanya

den Tidak

per nah

diber i Tidak

ber kaitan la

ng

Percent

50

40

30

20

10

0

13 13 27 40

7

(40)

penyebabnya adalah karena penjelasan mengenai HACCP jarang diberikan kepada mereka. Dan dari Bar-chart Gambar 4.39 sebanyak 40% responden yang mengatakan mereka tidak memahami mengenai HACCP adalah karena tidak pernah diberi pelatihan.

Hal tersebut dikarenakan sistem sosialisasi yang sekarang dilakukan hanya dalam bentuk training, dimana materi HACCP dan frekuensi training yang diberikan terbatas.

kenapa tidak punya waktu untuk keamanan makanan?

Lainnya Tidak memiliki dampa

Percent

70

60

50

40

30

20

10 0

33 67

Gambar 4.40. Bar-Chart Jawaban Pertanyaan “Mengapa responden tidak punya waktu terhadap masalah keamanan makanan?”

kenapa keamanan makanan bukan prioritas utama?

Jarang sekali terjad Prioritas utama adal

Percent

60

50

40

30

20

10

0

50 50

Gambar 4.41. Bar-Chart Jawaban Pertanyaan “Mengapa keamanan makanan bukan prioritas utama?”

Sebanyak 67% responden yang menyatakan bahwa mereka tidak mempunyai waktu untuk masalah keamanan mengatakan hal tersebut dikarenakan

(41)

keamanan makanan tidak memiliki dampak pada pekerjaan mereka (Gambar 4.40). Dan masing-masing sebesar 50% responden yang mengatakan bahwa keamanan makanan bukan prioritas utama berpendapat bahwa prioritas utama adalah tercapainya target produksi dan jarang sekali terjadi bahaya makanan (Gambar 4.41).

Hal ini berarti pengetahuan mereka tentang kemanan makanan masih kurang dan tidak memahami pentingnya keamanan makanan.

kenapa tidak merasakan keuntungan dari HACCP?

Lainnya Saya tidak mengetahu Tetap banyak terjadi

Tidak memberikan kem

Percent

60

50

40

30

20

10

0

6 50

19 25

Gambar 4.42. Bar-Chart Jawaban Pertanyaan “Mengapa responden tidak merasakan keuntungan yang jelas dari HACCP?”

Dilihat dari Bar-Chart Gambar 4.42, sebanyak 50% responden yang tidak merasakan keuntungan yang jelas dari penerapan HACCP mengatakan hal tersebut dikarenakan penerapan HACCP di seksi mereka kurang jelas. Hal ini dikarenakan belum ada sosialisasi mendalam tentang penerapan HACCP dimasing-masing seksi.

Dilihat dari Bar-Chart Gambar 4.43, menurut responden sosialisasi yang tepat agar HACCP mudah dimengerti oleh karyawan adalah dengan menggunakan bahasa yang lebih sederhana (35%) dan lainnya (25%) seperti frekuensi sosialisasi

Gambar

Gambar 4.7. Bar-Chart Jawaban Pertanyaan “Darimana anda mendengar tentang  HACCP?”
Gambar 4.9. Bar-Chart Jawaban Pertanyaan “Apakah anda pernah membaca  dokumen tertulis mengenai penerapan HACCP (HACCP plan) / prosedur
Gambar 4.11. Bar-Chart Jawaban Pertanyaan “Apakah anda dapat mendapatkan  informasi yang jelas mengenai penerapan HACCP (HACCP Plan)/prosedur
Gambar 4.13. Bar-Chart Jawaban Pertanyaan “Mengapa anda mengalami  kesusahan mendapatkan informasi yang jelas mengenai penerapan HACCP/
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perhitungan waktu baku pada proses ini nantinya juga akan memperhitungkan performance rating serta allowance yang berkaitan dengan nilai kebutuhan operator dan

Hasil perhitungan pada tabel di atas menunjukkan bahwa output baku perancangan sistem kerja baru melebihi target perusahaan bila dibandingkan dengan output baku lainnya kecuali

Untuk mengetahui berapa item yang dibuat dalam jumlah ton maka tahap selanjutnya dalam perencanaan ini adalah mengkonversikan produksi unit item dari jumlah jam ke dalam jumlah

masih terdapat rute yang tidak berhubungan, maka rute tersebut akan disisipkan pada kendaraan yang sudah ada sesuai dengan kapasitas kendaraan yang masih ada dan

Usulan perbaikan yang akan diberikan untuk menurukan jumlah kecacatan kesalahan pemotongan plat adalah pembuatan instruksi kerja untuk proses pemotongan, instruksi

Adapun kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah Asap cair limbah biji buah merah grade 3 mengandung Asam asetat, Fenol dan pH yang lebih tinggi dibandingkan

Hasil penelitian dengan sampel 20 berdasarkan nilai rata-rata terlihat tidak ada perbedaan dalam hasil hipotesa, pada sampel 20 berdasarkan nilai tengah juga tidak ada perbedaan

Hal ini akan membuat kapasitas jalan kecil sehingga derajat kejenuhan yang terjadi cukup besar dan sesuai dengan perhitungan pada tahun 2006 mendatang arus lalu lintas di