• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PSIKOLOGI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL SILENCE KARYA SHUSAKU ENDO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PSIKOLOGI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL SILENCE KARYA SHUSAKU ENDO"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PSIKOLOGI TOKOH UTAMA

DALAM NOVEL “SILENCE” KARYA SHUSAKU ENDO

ENDO SHUSAKU NO “SILENCE” NO SHOUSETSU NI OKERU SHUJINKOU NO SHINRIGAKUTEKINA BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana

Dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh :

MULIA NATALIA SIRAIT 120708017

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS PSIKOLOGI TOKOH UTAMA

DALAM NOVEL “SILENCE” KARYA SHUSAKU ENDO

ENDO SHUSAKU NO “SILENCE” NO SHOUSETSU NI OKERU SHUJINKOU NO SHINRIGAKUTEKINA BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana

Dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh :

MULIA NATALIA SIRAIT 120708017

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. H. Yuddi Adrian Muliadi, M.A Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum NIP. 19600827 199103 1 001 NIP. 19600919 198803 1 001

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

(3)

Disetujui Oleh :

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

Medan

Medan, Januari 2017

Program Studi Sastra Jepang

Ketua

Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum

NIP. 19600919 198803 1 001

(4)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan hanya bagi Tuhan Yesus Kristus, oleh karena anugerah-Nya yang melimpah, kemurahan dan kasih setia yang besar akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Adapun skripsi ini berjudul “Analisis Psikologi Tokoh Utama Dalam Novel Silence Karya Shusaku Endo”.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua penulis, Bapak Ferdinan Sirait dan Ibu Rosmina Hutapea yang telah tulus ikhlas memberikan kasih sayang, cinta, doa, perhatian, dukungan moral dan materil selama ini terlebih selama penyusunan skripsi ini. Terimakasih telah meluangkan segenap waktunya untuk mengasuh, mendidik, membimbing, dan mengiringi perjalanan hidup penulis dengan dibarengi alunan doa yang tiada henti agar penulis sukses dalam menggapai cita-cita.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yakni kepada:

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Ketua Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. H. Yuddi Adrian Muliadi, M.A, selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Pembimbing I, yang selalu memberikan waktu dan pemikirannya dalam

(5)

membimbing, mengarahkan, serta memberikan saran-saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.

4. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah bersedia memberikan waktu dan pemikirannya dalam membimbing, mengarahkan, serta memberikan saran-saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.

5. Bapak dan Ibu dosen, serta staf pegawai di Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang dengan penuh kesabaran telah memberikan ilmu yang berguna dan bermanfaat bagi penulis serta dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Dosen Penguji Seminar Proposal dan Penguji Ujian Skripsi, yang telah memanfaatkan waktu untuk membaca dan menguji skripsi ini.

7. Abang Djoko Santoso, selaku administrasi Program Studi Sastra Jepang yang selalu membantu mengurus keperluan akademik dan surat-surat penulis.

8. Kepada keluarga besar penulis juga kepada kedua kakak penulis Melissa Sirait dan Merry Sirait serta kedua adik penulis Monica Sirait dan Laura Sirait yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.

9. Kepada para sahabat-sahabat penulis yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang selalu mendengarkan keluh kesah penulis serta selalu memberi semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

10. Seluruh rekan-rekan seperjuangan Sastra Jepang 2012, yang senantiasa memberikan dorongan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

(6)

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang membantu dan memberikan dukungan kepada penulis. Semoga apa yang kalian kerjakan mendapatkan berkat dari Tuhan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu demi sempurnanya skripsi ini, penulis sangat membutuhkan dukungan dan sumbangsih pikiran yang berupa kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi penulis serta para pembaca.

Medan, Januari 2017 Penulis,

Mulia Natalia Sirait

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan... 7

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 7

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 14

1.6. Metode Penelitian ... 15

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL SILENCE, KONSEP SELF DAN IMAGO DEI C.G JUNG DAN BIOGRAFI PENGARANG 2.1. Definisi Novel ... 17

2.2. Unsur-unsur Dalam Novel ... 19

2.3. Latar Novel Silence ... 27

2.4. Individuasi menurut C.G Jung ... 30

2.4.1 Konsep Self dan Imago Dei menurut C.G Jung …. 32 2.4.2 Kristus sebagai Imago Dei... 33

2.5 Biografi Pengarang ... 36

(8)

BAB III ANALISIS PSIKOLOGI TOKOH SEBASTIAN

RODRIGUES DALAM NOVEL SILENCE KARYA

SHUSAKU ENDO

3.1. Ringkasan Cerita ... 39 3.2. Analisis Psikologi Tokoh Sebastian... 41

3.2.1. Analisis Tokoh Utama Berdasarkan konsep Self

Dan Imago Dei menurut C.G Jung… ... 42 3.2.2. Analisis Konflik Batin Tokoh Utama dilihat dari

Teori Konflik Menjauh-Menjauh ... 57 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan ... 74 4.2. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ABSTRAK

(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa kesusastraan, standar kesusastraan yang dimaksud adalah penggunaan kata-kata yang indah, gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik (Zainuddin, 1992:99). Sastra adalah hasil karya manusia baik lisan atau non lisan tulisan yang menjadikan bahasa sebagai medianya.Hasil dari sastra adalah karya sastra. Karya sastra juga digunakan pengarang sebagai wadah untuk menyampaikan ide, gagasan atau pikiran mengenai gambaran-gambaran pengalaman yang dihadapinya.

Karya sastra fiksi adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita.Sastra menyuguhkan pengalaman batin yang dialami pengarang kepada para penikmat karya sastra. Pada dasarnya karya sastra memiliki karya yang bersifat fiksi dan non fiksi. Karya sastra yang bersifat fiksi seperti novel, cerpen, essei dan komik. Sedangkan yang bersifat non fiksi berupa puisi, dan drama (Aminuddin, 2000:66).

Novel adalah salah satu karya sastra dan media komunikasi yang digunakan pengarang untuk menyampaikan pesan kepada orang lain atau pembaca yang disampaikan dengan cara tidak langsung. Novel merupakan karya fiksi yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus (Nurgiyantoro, 1995:9). Novel juga sarat akan pengetahuan dan pesan-pesan moral

(10)

Pada umumnya karya sastra memiliki dua unsur yang berpengaruh didalam karya sastra tersebut, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur ini terdiri dari penokohan, tema, alur, plot, bahasa dan sudut pandang cerita. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur- unsur yang berada diluar karya sastra. Tetapi secara tidak langsung mempengaruhi karya sastra tersebut. Seperti kebudayaan, sosial, psikologis, politik, agama dan lain-lain yang dapat mempengaruhi penulisan karya sastra tersebut. Salah satu unsur dalam novel ini yang akan ditelaah adalah tokoh. Dalam mendeskripsikan tokoh, pengarang memiliki kebebasan dalam menampilkan tokoh-tokoh cerita baik di dalam kehidupan sosiologis maupun psikologis.

Berbicara mengenai psikologis tokoh utama di dalam sebuah karya sastra termasuk kedalam salah satu unsur yang mempengaruhi jalan cerita dari karya sastra tersebut. Psikologis tokoh yang terdapat dalam karya sastra fiksi merupakan hak seorang pengarang untuk menampilkan bagaimana psikologis tokohnya sehingga terdapat keserasian dan kesesuaian antara tokoh dan jalan cerita yang dibuat oleh pengarang tersebut. Psikologis tokoh dapat kita lihat dari karakter tokoh di dalam cerita fiksi tersebut.

Psikologi berasal dari kata Yunani psyche, yang berarti jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Jadi psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia (Atkinson dalam Albertine, 2010:3). Psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan. Pada dasarnya psikologi sastra dibangun atas dasar asumsi-asumsi genesis, dalam kaitannya dengan

(11)

asal-usul karya, artinya psikologi sastra dianalisis dalam kaitannya dengan psike dengan aspek-aspek kejiwaan pengarang (Albertine, 2010:54).

Novel adalah salah satu karya sastra yang di dalamnya juga terdapat unsur intrinsik dan ekstrinsik. Salah satu unsur intrinsik yang terdapat dalam novel adalah tokoh. Tokoh adalah pelaku utama yang mengambil peranan penting dalam cerita. Para tokoh rekaan ini menampilkan berbagai watak dan perilaku yang terkait dengan kejiwaan dan pengalaman psikologis sebagaimana dialami oleh manusia di dalam kehidupan nyata.

Problem-problem kejiwaan dalam novel dapat berupa konflik antar tokoh, konfilk batin, kelainan perilaku, dan bahkan kondisi psikologis yang lebih parah, sehingga mengakibatkan kesulitan dan tragedi. Salah satu novel Jepang yang penulis baca dan amati adalah novel Silence karya Shusaku Endo. Novel Silence dapat dikategorikan sebagai novel agama, yaitu agama Kristen Katolik (http://barbayo.blogspot.co.id). Novel ini ditulis oleh seorang sastrawan Jepang yang juga penganut agama Kristen Katolik.Novel Silence meraih penghargaan Tanizaki Prize. Endo sebagai penulis terbilang luwes dalam bercerita dengan membuat bab-bab dalam novel yang sepenuhnya berisi surat kiriman pastor atau catatan kronologis peristiwa. Setelah penulis baca, novel ini mengandung unsur konflik yang dialami tokoh utama novel dan dari sini penulis bisa menganalisis masalah-masalah apa sajakah yang terdapat dan dialami tokoh tersebut.

Novel Silence mengisahkan perjalanan tiga misionaris yang berasal dari Portugis bernama Sebastian Rodrigues, Juan De Santa Marta, dan Pastor Franciso Garrpe.

Kedatangan Rodrigues dan teman-temannya ke Jepang untuk mencari keberadaan gurunya bernama pastor Christovao Ferreira, yang telah dikabarkan mengingkari

(12)

Jepang selain mencari gurunya juga bermaksud untuk membantu orang-orang Kristen yang hidup tanpa adanya pastor. Namun, ia bersama Garrpe ditangkap oleh pemerintah Jepang di tempat yang berbeda. Pemerintah Jepang tidak memperlakukan mereka dengan kejam, hanya dipaksa secara halus untuk mengingkari keyakinannya sebelum banyak korban yang terbunuh.Hari demi hari Rodrigues lewati di penjara dengan melihat penganut Kristen disiksa secara sadis. Mulai timbul rasa keragu-raguan dalam dirinya terhadap Tuhan karena tidak ada bantuan dari Tuhan atas segala deritanya.

Pada akhirnya Rodrigues melakukan fumie, yaitu tindakan yang mengharuskan kaum Kristiani untuk menginjak-injak lukisan keagamaan yang dianggap suci oleh mereka seperti Bunda Maria dan Yesus. Rodrigues mengingkari keyakinannya demi umat Kristen Jepang dan menetap di Jepang. Perjalanan yang ditempuh oleh Rodrigues dan teman-temannya mengalami masa yang sulit. Keinginan untuk bertemu Ferreira bagaikan mencari jarum dalam tumpukan jerami, bahkan untuk melanjutkan misi mengkristenkan Jepang menjadi mimpi buruk selama mereka tinggal di Jepang. Selama tinggal di Portugis mereka hidup tenang, damai tanpa kekurangan apa pun.

Namun berbanding terbalik dengan kehidupan di Jepang, mereka harus hidup penuh ketakutan ditangkap oleh pemerintah, makan-makanan yang lebih pantas untuk binatang, seperti kentang kering, mentimun busuk, dan ikan asin yang sudah tidak layak makan. Pertahanan mereka terus diuji hingga titik puncak kekejaman yang membuat mereka memutuskan untuk hidup sebagai murtad dan mati sebagai martir. Pemerintah Jepang pada novel Silence terus membujuk Rodrigues agar melakukan pengingkaran iman. Mereka menyatakan bahwa Tuhan agama Kristen tidak sama dengan Tuhan agama di Jepang sehingga Tuhan agama Kristen tidak dapat dipahami oleh orang Jepang. Pada

(13)

akhirnya karena tidak tahan melihat penyiksaan terhadap penganut Kristen yang sadis dan dilakukan di depan matanya, ia akhirnya melakukan fumie demi umatnya.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana konflik batin yang dialami tokoh utama dalam novel ini. Untuk itu penulis membahasnya di dalam skripsi dengan judul “Analisis Psikologi Tokoh Utama Dalam Novel Silence Karya Shusaku Endo”.

1.2 Perumusan Masalah

Dalam novel Silence, Endo mengekspresikan konflik yang dirasakannya sebagai orang Jepang pemeluk agama asing dengan menciptakan gambaran Kristus (Imago Dei) yang maha pengasih yang diyakininya dapat dirasakan oleh sebangsanya. Gambaran Allah bukan hasil dari khayalan manusia, tetapi satu pengalaman yang secara spontan menimpa manusia (C.G Jung, 1987:71). Dalam novel ini, tokoh utama memiliki gambaran Allah dalam dirinya.

Pendeta Sebastian Rodrigues sebagai tokoh utama adalah seorang misionaris Katolik yang datang ke Jepang pada abad-17. Ceritanya diawali dengan laporan bahwa salah seorang pastor kenamaan asal Portugis, Bapa Ferreira, yang dikabarkan telah menjadi murtad karena siksaan bertubi-tubi yang dialaminya selama di Jepang. Maka dari itu salah seorang murid Ferreira yang bernama Sebastian Rodrigues mencoba untuk mencari gurunya dan meyakinkan dirinya sendiri mengenai kabar yang ia dengar.

Setibanya disana, Rodrigues melihat sendiri dan merasakan bagaimana penderitaan yang dialami orang-orang Jepang yang dengan berani memeluk dan mempertahankan

(14)

keyakinannya itu (Gambaran Kristianitas di Jepang dalam Novel Silence Karya Shusaku Endo, www. janarusaja.wordpress.com).

Pemerintah Jepang pada saat itu memang sangat gencar untuk mencari dan menyiksa semua orang Kristen agar mereka mau untuk menyangkali keyakinannya. Pada mulanya Rodrigues ditantang untuk menyangkali keyakinannya dengan menyiksa orang- orang Jepang pemeluk Kristen dan melihat seberapa tega seorang pastor melihat umatnya disiksa karena dirinya tidak mau menyangkali keimanannya. Satu demi satu orang Jepang yang menganut agama Kristen disiksa. Diikat terbalik dalam sebuah lubang, sampai dibenamkan dan diikat di tepi lautan. Sebagaimanapun mereka tahan akan siksaan itu, pada akhirnya ajal juga yang menjemputnya. Rodrigues dalam perjalanannya mencari gurunya Ferreira dihadapkan pada keadaan dan pemikiran yang dilematis karena melihat betapa banyaknya korban yang berjatuhan karena tindakan para pastor Portugis yang terus mencoba untuk menyebarkan keyakinannya di tanah Jepang. Situasi dilematis itu memuncak ketika Tuhan yang Rodrigues yakini seolah diam tanpa berbuat apapun untuk menyelamatkan umatnya dari kesengsaraan.

Hal ini menyebabkan munculnya konflik batin (beban psikologis) terhadap tokoh utama yang akan dilihat dari konsep Self dan Imago Dei. Untuk memudahkan arah sasaran yang ingin dikaji, maka masalah penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan berikut ini:

1. Bagaimana konflik batin yang dialami oleh tokoh Rodrigues dalam Novel Silence?

2. Bagaimana dampak konflik batin yang dialami terhadap perilaku tokoh Rodrigues yang ditunjukkan dalam Novel Silence?

(15)

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Untuk mencegah agar masalah tidak berkembang terlalu luas dan pembahasan menjadi terarah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai diperlukan pembatasan masalah.

Di dalam penelitian ini, penulis hanya terfokus membahas mengenai bagaimana psikologis tokoh utama yang bernama Sebastian Rodrigues di dalam Novel Silence ini.

Penulis menganalisis novel ini dengan mengambil beberapa cuplikan cerita dari Novel Silence. Kemudian penulis akan mengomentari cuplikan tersebut terutama yang terdapat indeks kondisi psikologis tokoh utama yang diekspresikan oleh Shusaku Endo dalam Novel Silence ini. Dalam analisis psikologi tersebut akan dilihat keterkaitannya dengan konsep self dan Imago Dei Carl Gustav Jung yang terdapat dalam novel tersebut.

Supaya penjelasan di dalam pembahasan masalah dalam skripsi ini menjadi jelas dan memiliki akurasi data yang tepat dan objektif, maka penulis menjelaskan juga mengenai definisi novel, setting novel Silence, psikologi analitis C.G Jung dalam kajian sastra dan biografi pengarang.Penulis menganalisis penelitian ini dengan menggunakan teori konflik batin dan psikologi analitis C.G Jung sebagai acuan penelitian.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

Karya sastra pada umunya merupakan hasil imajinasi dari seorang pengarang.

Seperti yang diungkapkan oleh Wellek dan Warren dalam Pradopo (2002 : 81) bahwa karya sastra pada hakekatnya merupakan sebuah hasil imajinasi dari seorang pengarang.

Karya fiksi psikologis merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan

(16)

cara lebih banyak mengkaji perwatakan daripada mengkaji alur atau peristiwa (Cuddon dalam Albertine, 2010:53).

Di dalam karya sastra fiksi terdapat dua unsur yang sangat mempengaruhi yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Salah satu unsur intrinsik yang akan ditelaah dalam novel ini adalah tokoh. Seorang tokoh dalam novel berbeda dengan tokoh sejarah atau tokoh yang hidup. Tokoh novel muncul dari kalimat-kalimat yang mendeskrispikannya dan dari kata-kata yang dikatakan si tokoh tersebut. Tokoh adalah para pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita (Aminuddin, 2000:79).

Sebuah novel dapat dikatakan berhasil apabila pembaca mampu memahami dan menghayati cerita dalam novel tersebut. Untuk menghasilkan keberhasilan itu tentu saja diperlukan keterlibatan antara penulis dengan para tokoh tentang apa saja yang akan dilakukan tokoh tersebut, apa saja yang dipikirkan, bagaimana perasaan para tokoh, serta mengapa para tokoh bertindak sedemikian rupa sehingga melahirkan permasalahan atau disebut juga dengan konflik. Konflik yang dihadirkan oleh seorang pengarang tidak luput dari kenyataan bahwa keberadaannya merupakan bagian dari kehidupan manusia.

Sebagai makhluk sosial yang hidup berdampingan, seringkali timbul adanya konflik.

Watak setiap tokoh di dalam karya fiksi selalu berbeda-beda, seperti halnya di dalam kehidupan nyata. Watak seorang tokoh dapat menggambarkan psikologi tokoh tersebut. Walaupun psikologi termasuk unsur ekstrinsik tetapi keberadaan unsur ini sangat mempengaruhi jalan sebuah cerita dari karya fiksi tersebut.

Psikologi sastra adalah studi tipe atau pribadi dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra (Wellek dan Warren dalam Budianto, 1989:90). Psikologi

(17)

sastra dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, karya sastra merupakan produk dari suatu kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berbeda pada situasi setengah sadar (subconscious), setelah jelas baru dituangkan ke dalam bentuk secara sadar (conscious).

Kedua, kajian psikologi sastra di samping meneliti perwatakan tokoh secara psikologis juga meneliti aspek-aspek pemikiran dan perasaan pengarang ketika menciptakan karya tersebut. Seberapa jauh pengarang mampu menggambarkan perwatakan tokoh sehingga pembaca merasa terbuai oleh problema psikologis kisahan yang kadang kala membuat dirinya merasa terlibat dalam cerita (Endraswara dalam Albertine, 2010:55).

Oleh karena itu, penulis akan menggunakan teori konflik batin dan psikologi analitis yang dikemukakan oleh Carl Gustav Jung yaitu konsep Self dan Imago Dei (Gambaran Allah). Menurut Jung, terdapat relasi antara self dan pengalaman akan Yang Maha Esa. Jung mengatakan “Gambaran Allah serupa dengan arketipe self”.

Di dalam novel Silence diceritakan konflik batin tokoh utama yaitu Sebastian Rodrigues, yang mengalami dilema harus memilih menyangkal imannya demi menyelamatkan orang Kristen di Jepang atau mempertahankan imannya dan tega membiarkan orang Kristen disiksa. Rodrigues merasa setiap siksaan yang dialaminya sama seperti siksaan yang dirasakan oleh Kristus. Dilema Rodrigues memuncak ketika Tuhan yang ia yakini seolah diam tanpa berbuat apapun untuk menyelamatkan umatnya dari kesengsaraan.

1.4.2 Kerangka Teori

Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan

(18)

Meneliti suatu karya sastra berarti harus menggunakan salah satu teori sastra atau dapat juga dikatakan pendekatan sastra. Di dalam penulisan ini, teori yang akan digunakan penulis adalah teori konflik batin dan psikologi analitis C.G Jung.

Pendekatan psikologi adalah ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia baik itu sebagai individu maupun kelompok.Atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala jiwa manusia.Untuk mengungkapkan gejala-gejala kejiwaan dalam diri tokoh utama, maka penulis menggunakan konsep Self dan Imago Dei menurut Carl G.

Jung.

Konsep teori Jung, penulis rasakan cocok dan sesuai untuk membahas tokoh utama dalam novel ini dibandingkan teori Freud. Jung dengan konsep naluri bawaan mengatakan bahwa manusia sejak lahir mempunyai bawaan adanya gambaran Allah.

Gambaran Allah bukan hasil dari khayalan manusia, tetapi satu pengalaman yang secara spontan menimpa manusia. Sedangkan Freud menyebut agama sebuah ilusi, neurose (gangguan mental lunak) yang menghalangi pemikiran kritis dan pemenuhan sikap kekanak-kanakan. Sehingga jelas bahwa konsep agama menurut Jung dan Freud sangat berbeda.

Self (diri) adalah satu unsur yang melampaui ego yang sadar. Ia bukan hanya meliputi psike (jiwa) yang sadar, tetapi juga psike yang tak sadar, dan karena itu boleh dikatakan ada satu kepribadian yang juga ada pada kita. Hampir tidak ada harapan pada kita bahwa kita pernah mampu mencapai satu kesadaran yang tepat tentang self (diri), sebab betapa pun banyak hal yang kita sadari, selalu akan ada sejumlah unsur tak sadar yang tak jelas dan tidak dapat ditentukan. Jung juga mengatakan “Self merupakan tujuan

(19)

hidup kita, karena dia adalah pernyataan yang paling lengkap dari komposisi yang mau tak mau harus diterima (sudah menjadi nasib) dan itu kita sebut individualitas.”

Menurut Jung, terdapat relasi erat antara self dan Yang Maha Esa. Secara empiris self muncul secara spontan dalam rupa lambang-lambang spesifik. Dalam sejarah, lambang-lambang ini dipercayai sebagai gambaran Allah. Jung juga menegaskan bahwa kehadiran Allah dalam pangalaman psike yang mendalam tampak sebagai self. Self yang dalam bentuk Imago Dei dapat mewakili Allah dan dapat mengarahkan dan menentukan hidup kita. Kemudian mengenai konsep Jung tentang Kristus sebagai Imago Dei, ia mengatakan bahwa Kristus sebagai yang disalibkan dan sebagai manusia sejati adalah gambaran yang dengan sangat baik melukiskan tujuan dari usaha etis manusia. Sengsara Kristus adalah lukisan dari sengsara yang harus dialami setiap manusia dalam proses individuasinya yang akhirnya membawa kepada mekarnya self. Kristus dalam agama Kristen menjadi satu contoh yang terdapat dalam setiap orang Kristen sebagai inti kepribadian yang integral.

Dalam hal ini, seperti yang dikemukakan Jung bahwa self memiliki relasi dengan Imago Dei. Self juga bisa dikatakan sebagai kepribadian atau diri sendiri. Self menyeimbangkan keseluruhan aspek sadar dan tak sadar yang ada dalam diri manusia.

Self membimbing manusia kearah aktualisasi diri (individuasi) untuk menjadi diri yang utuh dan sempurna. Hal itu merupakan tujuan hidup manusia meskipun jarang tercapai, karena seberapa banyakpun hal yang manusia sadari akan selalu ada juga hal-hal yang tak disadari dan tak jelas sehingga membuat manusia tidak pernah mampu menjadi diri yang sempurna. Dalam proses individuasi yaitu perjalanan untuk menjadi diri sejati, pada saat

(20)

bentuk pengalaman yang paling dekat dengan self yang mampu dicapai oleh kebanyakan manusia. Manusia menjadikan gambaran Allah yang ada dalam dirinya sebagai teladan menuju kepribadian yang utuh. Kristus merupakan gambaran Allah yang muncul dalam agama Barat. Sengsara yang dialami Kristus merupakan gambaran kesengsaraan yang harus dialami setiap manusia dalam proses menjadi diri sendiri. Proses ini seringkali menyakitkan karena mau tidak mau manusia harus menerima hal-hal yang biasanya dihindari ataupun tidak disukai, namun hal ini yang akhirnya membawa manusia kepada berkembangnya self.

Konflik adalah percekcokan, perselisihan atau pertentangan. Dalam sastra diartikan bahwa konflik merupakan ketegangan atau pertentangan didalam cerita rekaan atau drama yakni pertentangan antara dua kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh, pertentangan antara dua tokoh, dan sebagainya. Konflik batin adalah konflik yang disebabkan oleh adanya dua gagasan atau lebih, atau keinginan yang saling bertentangan untuk mengusai diri sehingga mempengaruhi tingkah laku. Pendapat lain mengenai jenis konflik disebutkan oleh Dirgagunarsa (dalam Sobur 2003: 292-293), bahwa konflik mempunyai beberapa bentuk, antara lain sebagai berikut.

1. Konflik mendekat-mendekat (approach-aproach conflict)

Konflik ini timbul jika suatu ketika terdapat dua motif yang kesemuanya positif (menyenangkan atau menguntungkan) sehingga muncul kebimbangan untuk memilih satu di antaranya.

2. Konflik mendekat-menjauh (approach-avoidance conflict)

Konflik ini timbul jika dalam waktu yang sama timbul dua motif yang berlawanan mengenai satu objek, motif yang satu positif (menyenangkan),

(21)

yang lain negatif (merugikan, tidak menyenangkan). Karena itu ada kebimbangan, apakah akan mendekati atau menjauhi objek itu.

3. Konflik menjauh-menjauh (avoidance-avoidance conflict)

Konflik ini terjadi apabila pada saat yang bersamaan, timbul dua motif yang negatif, dan muncul kebimbangan karena menjauhimotif yang satu berarti harus memenuhi motif yang lain yangjuga negatif.

Pada umumnya konflik dapat dikenali karena beberapa ciri, menurut Dirgagunarsa (dalam Sobur, 2003:293) adalah sebagai berikut:

1. Terjadi pada setiap orang dengan reaksi berbeda untuk rangsangan yangsama.

Hal ini bergantung pada faktor-faktor yang sifatnya pribadi.

2. Konflik terjadi bilamana motif-motif mempunyai nilai yang seimbang atau kira-kira sama sehingga menimbulkan kebimbangan dan ketegangan.

3. Konflik dapat berlangsung dalam waktu yang singkat, mungkin beberapa detik, tetapi bisa juga berlansung lama, berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

Dalam analisis ini, penulis hanya akan menggunakan teori konflik menjauh- menjauh, yaitu konflik yang terjadi apabila pada saat bersamaan, muncul motif yang dua- duanya sama tidak menyenangkan. Namun mau tidak mau, harus memilih salah satu dari kedua motif itu. Tokoh Rodrigues dalam novel Silence, sering dihadapkan dengan dua pilihan yang sama-sama tidak menyenangkan untuknya. Sehingga muncul kebimbangan dan konflik dalam batinnya untuk memilih salah satu dari dua pilihan tersebut. Oleh karena itu penulis menggunakan teori konflik menjauh-menjauh untuk menganalisis

(22)

Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda (Pradopo, 2003:72-73). Pada pandangan semiotik yang berasal dari teori Saussure dalam Nurgiyantoro (1995:39), bahasa merupakan sebuah sistem tanda, dan sebagai suatu tanda bahasa bersifat mewakili sesuatu yang lain yang disebut makna. Oleh karena itu, penulis akan menganalisis psikologis tokoh utama Sebastian Rodrigues dalam novel Silence menggunakan pendekatan semiotik yang digunakan untuk menjabarkan tanda-tanda psikologis yang akan dilihat dari teori konflik batin serta konsep Self dan Imago Dei melalui tokoh cerita yang terdapat dalam novel tersebut.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka penulis menyimpulkan tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui konflik batin tokoh utama yang diungkapkan Shusaku Endo dalam novel Silence.

2. Untuk mengetahui dampak konflik batin yang dialami terhadap perilaku tokoh utama yang ditunjukkan dalam novel Silence.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pihak-pihak tertentu baik penulis maupun pembacanya, diantaranya :

1. Bagi peneliti dan pembaca, dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai psikologis tokoh dalam karya sastra fiksi.

(23)

2. Bagi pembaca, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan penunjang untuk Departemen Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara, guna memperkaya bahan penelitian dan sumber bacaan.

1.6 Metode Penelitian

Dalam melakukan sebuah penelitian dibutuhkan sebuah metode penelitian sebagai penunjang dalam penulisan hasil penelitian. Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

Penelitian yang bersifat deskriptif yaitu memberi gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu (Koentjaranigrat, 1976:30). Metode deskriptif juga termasuk sebagai metode dalam penelitian kualitatif.

Metode penelitian kualitatif adalah merupakan penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Penelitian kualitatif ini bukanlah penelitian kuantitatifikasi yang berdasarkan angka-angka, tapi menggunakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antar konsep yang sedang dikaji secara empiris (Moleong, 1994: 6).

Untuk mendukung data yang konkret dalam penulisan ini penulis juga menggunakan metode studi kepustakaan (library research) untuk mengumpulkan data- data pendukung. Yaitu dengan cara mengumpulkan data dari berbagai macam literatur buku yang berhubungan dengan masalah penelitian dan menghimpun data yang

(24)

bersumber dari internet seperti google dan blog-blog yang membahas mengenai permasalahan yang berkaitan dengan penelitian ini.

(25)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL SILENCE,

KONSEP SELF DAN IMAGO DEI C.G JUNG DAN BIOGRAFI PENGARANG

2.1 Definisi Novel

Novel diartikan sebagai suatu karangan atau karya sastra yang lebih pendek daripada roman, tetapi lebih panjang dari cerita pendek, yang isinya hanya mengungkapkan sesuatu kejadian penting, menarik dari kehidupan seseorang (dari suatu episode kehidupan seseorang) secara singkat dan pokok-pokok saja. Kata novel berasal dari bahasa Italia yaitu novella yang artinya ‘sebuah barang baru kecil’ dan kemudian diartikan sebagai ‘cerita pendek dalam bentuk prosa’ (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995:9). Istilah novella mengandung pengertian yang sama dengan novellet (inggris), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, naming juga tidak terlalu pendek.

Novel (Inggris: Novelette) merupakan bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Dalam perkembangannya novel dianggap bersinonim dengan fiksi. Novel sebagai karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajiner, yang dibangun melalui berbagai unsur instrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajiner. Kesemuanya itu walau bersifat noneksistensial, karena dengan sengaja dikreasikan oleh pengarang dibuat mirip, diimitasikan dan atau dianalogikan dengan dunia nyata lengkap dengan peristiwa-peristiwa dan latar aktualnya

(26)

sehingga tampak seperti sungguh ada dan terjadi serta terlihat berjalan dengan sistem koherensinya sendiri.

Novel menurut Wellek dan Waren dalam Nurgiyantoro (1995:3) bahwa novel sebagai karya fiksi hruslah merupakan cerita menarik, tetap merupakan bangunan struktur yang koheren dan tetap mempunyai tujuan estetik. Sedangkan Reeve menyatakan bahwa novel adalah gambaran dari kehidupan dan perilaku yang nyata, dari zaman pada saat novel itu ditulis (Wellek dan Warren, 1989:282).

Pengertian novel menurut para ahli:

1. Menurut Drs. Jakob Sumardjo (http://soddis.blogspot.co.id) novel adalah bentuk sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak dicetak dan paling banyak beredar, lantaran daya komunitasnya yang luas pada masyarakat.

2. Drs. Rostamaji, M.Pd, Agus priantoro, S.Pd (http://taniats.blogspot.com), mengatakan bahwa novel merupakan karya sastra yang mempunyai dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik yang kedua saling berhubungan karena sangat berpengaruh dalam kehadiran sebuah karya sastra.

3. Menurut Paulus Tukam, S.Pd (http://www.e-jurnal.com) novel adalah karya sastra yang berbentuk prosa yang mempunyai unsur-unsur intrinsik.

Biasanya novel menceritakan peristiwa pada masa tertentu. Penggarapan unsur- unsur intrinsiknya masih lengkap, seperti tema, plot, latar, gaya bahasa, nilai tokoh dan penokohan. Dengan catatan, yang ditekankan aspek tertentu dari unsur intrinsik tersebut.

Novel biasanya menceritakan kejadian yang luar biasa tentang kehidupan manusia. Pada sebuah novel selalu ada kaitan erat dengan masyarakat dan dapat dikatakan sebagai dokumentasi sosial. Di dalamnya digambarkan perjuangan dalam kehidupan,

(27)

pertentangan antara keadilan dengan penindasan, konflik antar manusia, alam, dan perasaan masyarakat yang bercampur-campur dengan imajinasi.

2.2 Unsur-Unsur Dalam Novel

Unsur-unsur yang membangun sebuah novel adalah unsur intrinsik dan unsur ekstrensik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri atau unsur-unsur yang turut serta membangun cerita. Sedangkan unsur ekstrensik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi atau sistem organisme karya sastra.

2.2.1 Unsur Intrinsik

Unsur instrinsik dalam sebuah novel terdiri dari : a. Tema

Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung didalam teks. Gagasan dasar umum ini sebelumnya telah ditentukan oleh pengarang yang digunakan untuk mengembangkan cerita. Tema menurut Aminudin (2000:91) adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya.

Sementara itu tema menurut Stanton dan Kenny dalam Nurgiyantoro (1995:67) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Tema disaring dari motif-motif yang terdapat dalam karya yang bersangkutan yang menentukan peristiwa-peristiwa, konflik, dan situasi tertentu.

(28)

Tema sebuah karya sastra selalu berkaitan dengan makna atau pengalaman kehidupan. Pengarang memilih dan mengangkat berbagai masalah hidup menjadi tema atau sub-tema kedalam karya fiksi sesuai dengan pengalaman, pengamatan, dan aksi-interaksinya dengan lingkungan.

Dalam analisis ini, tema yang di ungkapkan dalam novel Silence adalah mengenai kebungkaman Tuhan terhadap orang-orang Kristen teraniaya, diambilnya tema ini karena dari awal sampai akhir cerita terus mengenai kebungkaman Tuhan. Dalam novel ini di ceritakan konflik batin tokoh utama yang dilema dan ragu akan Tuhannya saat melihat penderitaan orang sekitarnya. Banyaknya masalah yang terjadi dalam kehidupan tokoh utama serta terjepit diantara dua pilihan yang tidak menyenangkan menimbulkan konflik batin pada tokoh utama.

b. Alur (Plot)

Alur merupakan salah satu unsur terpenting dalam karya sastra. Istilah alur dalam hal ini sama dengan istilah plot maupun struktur cerita. Plot adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita (Aminudin, 2000:83). Menurut Stanton dalam Nugiyantoro (1995:113), plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.

Peristiwa-peristiwa cerita (plot) dimanifestasikan lewat perbuatan, tingkah laku, dan sikap tokoh-tokoh(utama) dalam cerita. Plot merupakan cerminan atau bahkan perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak, berpikir, dan bersikap dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan. Dalam cerita fiksi, urutan tahapan cerita

(29)

dapat beraneka ragam. Montage dan Henshaw dalam Aminudin (2000:84) menjelaskan bahwa tahapan peristiwa dalam plot suatu cerita dapat tersusun dalam tahapan, yaitu:

1. Eksposition, yakni tahap awal yang berisi penjelasan tentang tempat terjadinya peristiwa serta perkenalan tokoh-tokoh dalam cerita;

2. Inciting force, pada bagian ini timbul kekuatan, kehendak, maupun perilaku yang bertentangan dari pelaku;

3. Rising Action, yaknisituasi panas karena tokoh-tokoh dalam cerita mulai berkonflik;

4. Crisis, situasi panas dan para tokoh sudah mendapat gambaran nasibnya.

5. Climax, situasi puncak ketika konflik berada dalam kadar yang paling tinggi dan para tokoh mendapatkan nasibnya sendiri-sendiri;

6. Falling action, disini kadar konflik sudah menurun sehingga ketegangan dalam cerita mulai mereda;

7. Conclusion, tahap penyelesaian cerita.

Menurut susunannya atau urutannya alur terbagi dalam 2 jenis, yaitu alur maju dan alur mundur. Alur maju adalah alur yang susunannya mulai dari peristiwa pertama, peristiwa kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya sampai cerita itu berakhir.

Alur mundur adalah alur yang susunannya dimulai dari peristiwa terakhir kemudian kembali pada peristiwa pertama, kedua, dan seterusnya sampai kembali lagi pada peristiswa terakhir tadi.

Berdasarkan uraian tersebut, alur dalam novel Silence adalah alur maju. Peristiwa-

(30)

alasan kepergian tokoh Rodrigues ke Jepang dan berakhir pada cerita mengenai penyangkalan iman atau murtadnya Pastor Rodrigues karena siksaan yang dialaminya.

c. Latar/ Setting

Dalam karya sastra, latar (setting) merupakan satu unsur pembentuk cerita yang sangat penting, karena unsur tersebut akan dapat menentukan situasi umum sebuah karya. Latar atau Setting disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995:216).

Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realitas kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh ada dan terjadi. Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok yaitu tempat, waktu dan sosial.Latar tempat berkaitan dengan geografis. Di lokasi mana peristiwa terjadi,di desa apa, kota apa dan sebagainya. Latar waktu berkaitan dengan masalah waktu, hari, jam maupun historis. Latar sosial berkaitan dengan kehidupan manusia. Ketiga unsur ini meskipun masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda namun masih saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lainnya.

Latar tempat dalam novel Silence diantaranya adalah Kapal santa isabella, Macau, pondok penyimpanan arang, desa Tomogi, Goto, penjara di luar Nagasaki, kuil Saishoji, dan kantor magistrat. Latar waktu dalam novel Silence terjadi pada zaman Edo (tahun 1636-1646). Sedangkan latar sosial dalam novel ini adalah kondisi sosial Jepang yang terjadi pada zaman Edo sekitar abad 17. Dalam novel ini diceritakan para petani miskin yang mengais kehidupan dengan menanam kentang dan gandum

(31)

serta diperlakukan tidak adil oleh para pejabat, terutama orang Jepang yang beragama Kristen. Setiap hari para pejabat memburu orang-orang jepang Kristen untuk ditangkap, disiksa dan menyangkal imannya.

d. Penokohan

Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones, 1995: 165). Penokohan mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakannya, bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.Peristiwa dalam karya fiksi seperti halnya peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, selalu diemban oleh tokoh-tokoh tertentu. Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:165), Tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Dalam usaha memahami tokoh, pembaca memerlukan pengetahuan tentang karakter manusia dalam kehidupan sehari-hari baik yang diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain; dalam arti pemahamannya terhadap karakter orang lain.

Ketika membaca sebuah novel, biasanya pembaca akan dihadapkan pada sejumlah tokoh yang dihadirkan di dalamnya. Namun dalam kaitanya dalam keseluruhan cerita peranan masing-masing tokoh tersebut tidak sama. Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan secara terus menerus sehingga terasa mendominasi

(32)

atau beberapa kali dalam cerita, itu pun dalam porsi penceritaan yang relatif pendek.

Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utamacerita (central character, main character) sedangkan yang kedua tokoh tambahan (peripheral character). Penokohan dalam novel Silence adalah sebagai berikut :

1. Sebastian Rodrigues adalah tokoh utama dalam novel Silence merupakan seorang pastor Portugis yang datang ke Jepang dengan sebuah misi. Tokoh Rodrigues digambarkan sebagai sosok yang penuh kasih dan tokoh yang selalu melihat Kristus sebagai Imago Dei dalam setiap tindakannya.

2. Christovao Ferreira adalah seorang Misionaris Katolik dari Portugis yang telah melakukan misi di Jepang selama dua puluh tahun, dan dikabarkan telah murtad.

Ia pernah menjadi guru bagi Rodrigues pada waktu Rodrigues belajar Teologi di seminari.

3. Francisco Garrpe adalah sahabat Rodrigues dan juga menjadi siswa di seminari Campolide bersamanya. Garrpe ikut bersama Rodrigues ke Jepang untuk menjalankan misi mereka.Ia digambarkan sebagai seorang yang tegas, kuat pada pendiriannya dan berani.

4. Kichijiro adalah orang Jepang yang beragama Kristen yang membantu masuknya Rodrigues ke Jepang dan juga sebagai orang yang mengkhianati Rodrigues.

Kichijiro digambarkan sebagai tokoh yang memiliki karakter berubah-ubah. Ia menampilkan berbagai karakter yang berlainan sehingga karakternya menjadi rumit.

5. Inoue adalah Gubernur Chigoku yang ditakuti oleh umat Kristen Jepang dan terkenal karena telah membuat murtad banyak paderi (pastor). Tokoh Inoue

(33)

digambarkan berwajah penuh pengertian, baik dan juga sabar, Namun sebenarnya ia adalah orang yang licik dan kejam. Dengan siasatnya yang licik, ia membuat para paderi murtad termasuk Rodrigues.

6. Mokichi dan Ichizou adalah para petani miskin dari desa Tomogi. Mereka adalah orang Jepang yang beragama Kristen dan yang telah membantu Rodrigues dan Garrpe untuk bersembunyi di desa mereka. Namun mereka mati sebagai martir saat berusaha menyelamatkan para pastor dari pengawal pemerintah Jepang.

e. Sudut Pandang

Sudut pandang (point of view) merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995:248). Menurut Booth dalam Nurgiyantoro (1995:249) Sudut pandang adalah teknik yang digunakan pengarang untuk dapat sampai dan berhubungan dengan pembaca. Dengan teknik yang dipilihnya itu diharapkan pembaca dapat menerima dan menghayati gagasan-gagasannya.

Secara garis besar sudut pandang cerita dapat dibedakan kedalam dua macam yaitu orang pertama, gaya “aku” dan orang ketiga, gaya “dia”. Dalam pengisahan cerita yang menggunakan sudut pandang orang pertama, “aku”, narrator adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita.Ia adalah si “aku” yang berkisah, mengisahkan peritiwa dan tindakan, yang diketahui, yang dirasakan serta sikapnya terhadap orang lain kepada pembaca. Menurut Nurgiyantoro (1995:262) berdasarkan peran dan kedudukan si “aku” dalam cerita, sudut pandang orang pertama dapat

(34)

1. “Aku” Tokoh Utama. Dalam sudut pandang ini, si “aku” mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya baik yang bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun fisik, hubunganya dengan sesuatu ysng diluar dirinya. Si “aku”

menjadi tokoh utama cerita praktis menjadi tokoh protagonist. Berbagai pengalaman kehidupan yang diceritakan tokoh “aku” akan berhubungan erat dengan pengalamn pembaca.

2. “Aku” Tokoh Tambahan. Dalam sudut pandang ini tokoh “aku” muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan sebagai tokoh tambahan. Tokoh “aku” hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan kemudian dibiarkan untuk mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya . Tokoh cerita yang dibiarkan berkisah sendiri itulah yang menjadi tokoh utama, sebab dialah yang lebih banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, tindakan dan berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Dengan demikin si “aku” hanya tampil sebagai saksi terhadap berlangsungnya cerita yang ditokohi orang lain. Si “aku” umumnnya tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.

Berdasarkan uraian tersebut, sudut pandang yang dipakai dalam novel ini adalah sudut pandang orang pertama, “aku” tokoh tambahan. Tokoh Sebastian Rodrigues adalah tokoh cerita yang dibiarkan berkisah tentang pengalamannya sehingga menjadi tokoh utama. Sedangkan narrator menjadi si “aku” yang muncul dalam pembukaan dan penutup novel ini.

(35)

2.2.2. Unsur Ekstrensik

Unsur ini meliputi latar belakang penciptaan, sejarah, biografi pengarang dan lain- lain diluar unsur intrinsik. Unsur ekstrensik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi system organisme karya sastra.

Secara khusus ia dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun tidak ikut menjadi bagian di dalamnya.

Didalam unsur ekstrensik juga terdapat sejumlah unsur antara lain adalah keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang kesemuanya akan mempengaruhi karya yang ditulisnya. Dengan kata lain, unsur biografi pengarang akan mempengaruhi karya yang ditulisnya.

Unsur-unsur ekstrinsik meliputi tradisi dan nilai-nilai, kondisi sosial kehidupan masyarakat, keyakinan dan pandangan hidup, suasana politik, lingkungan hidup, agama, dan lain-lain. Nilai ekstrensik pada karya fiksi tidak dapat dipisahkan dari kondisi masyarakat pada saat karya fiksi itu ditulis dan juga dipengaruhi oleh karakter penulisnya.

Untuk melakukan pendekatan terhadap uinsur ekstrinsik diperlukan bantuan ilmu-ilmu seperti sosiologi, psikologi, filsafat, dan lain-lain.

2.3 Latar Novel Silence

Novel Silence merupakan salah satu hasil karya sastra fiksi.Novel ini ditulis oleh Shusaku Endo pada tahun 1966. Di dalam novel Silence memiliki latar tempat, waktu, dan sosial.

(36)

2.3.1 Latar Tempat

Di dalam cerita novel Silence terdapat latar tempat terjadinya cerita yang berbeda beda seperti yang dibawah ini :

1. Kapal Santa Isabella

Ini terlihat pada cuplikan kalimat “Di Kapal Santa Isabella ada ketiga misionaris yang setelah menerima berkat dari Uskup Joao Dasco, naik ke kapal.” (Hal. 34) 2. Macau

Ini terlihat pada suratyang ditulis Rodrigues yang menyatakan bahwa sebelum pergi ke Jepang, mereka singgah di kota Macau. Kota Macau merupakan basis berbagai operasi Portugis dan basis perdagangan antara Cina dan Jepang. (Hal.

36)

3. Pondok penyimpanan arang

Ini terlihat pada cuplikan kalimat “Orang-orang Kristen itu ingin menyembunyikan kami disana; di pondok penyimpanan arang.” (Hal. 60)

4. Desa Tomogi

Ini terlihat saat Rodrigues dan Garrpe tiba di Jepang yaitu pada cuplikan kalimat

“Desa ini desa nelayan bernama Tomogi, letaknya tidak terlalu jauh dari Nagasaki.” (Hal. 60)

5. Goto

Ini terlihat dari pembicaraan para pastor dengan orang Kristen di Tomogi, tentang kemungkinan para pastor pergi ke Goto. (Hal. 80)

(37)

6. Penjara di luar Nagasaki

Ini terlihat pada cuplikan kalimat “ Ketika dia dimasukkan ke penjara itu, tidak ada tawanan lain selain dirinya. Sepanjang hari dia duduk diam dan muram dalam kegelapan, mendengarkan suara para pengawal. Kadang-kadang para pengawal mengajaknya bicara sekedar untuk merintang-rintang waktu. Dari merekalah di tahu bahwa dia berada di luar Nagasaki, tetapi dia tidak tahu pasti posisi persisnya di sebelah mana pusat kita.” (Hal. 169)

7. Kuil Saishoji

Ini terlihat pada percakapan Ferreira dengan Rodrigues. Ferreira mengatakan bahwa ia telah tinggal di kuil Saishoji selama setahun. (Hal. 227)

8. Kantor Magistrat

Ini terlihat dari percakapan Rodrigues dengan penerjemah bahwa ia akan dibawa ke kantor magistrat untuk menyangkal imannya. Dan setelah menjadi murtad, Rodrigues sesekali pergi ke kantor magistrat. (Hal.276)

2.3.2 Latar Waktu

Setting waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa- peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Setting waktu mengacu pada saat terjadinya peristiwa, meliputi hari, tanggal, bulan, tahun, bahkan zaman tertentu yang melatarbelakangi cerita tersebut. Di dalan novel Silence, latar waktu yang terdapat dalam cerita yang digambarkan pengarang adalah pada zaman Edo, abad ke 17 (tahun 1636- 1646).

(38)

2.3.3 Latar Sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks seperti kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cari berpikir dan bersikap dan lain-lain.Selain itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan misalnya atas, menengah, dan bawah.

Dalam novel Silence, pengarang menggambarkan latar sosial dari tokoh Rodrigues adalah kehidupan para nelayan dan petani miskin dan penyiksaan orang-orang Jepang yang beragama Kristen. Dalam novel ini di gambarkan melalui surat yg ditulis oleh Rodrigues bahwa mereka adalah petani miskin yang mengais-ngais kehidupan dengan menanam kentang dan gandum di ladang-ladang yang hanya sepetak. Mereka selalu berkerja dengan keras dan tak kenal lelah, akan tetapi pejabat memungut pajak sangat tinggi dari mereka. Serta para penguasa distrik mengarahkan segala cara untuk memburu orang-orang Kristen yang bersembunyi. Setiap hari para pejabat berkeliling menginspeksi setiap desa dengan seksama dan terkadang mereka menggebrek sebuah rumah secara mendadak.

2.4 Individuasi menurut C.G Jung

Carl Gustav Jung adalah seorang psikiater berkebangsaan Swiss, pendiri Sekolah Psikologi Analitis.Ia lahir tanggal 26 Juli 1875 di Kesswil, sebagai putra tunggal dari seorang pendeta Protestan. Nenek moyang ibunya banyak yang menjadi teolog. Nenek moyang ayahnya adalah seorang anggota Dewan Katolik di kota Mainz; kakeknya masuk

(39)

Protestan karena dipengaruhi oleh Friedrich Schleiermacher tahun 1813. Warisan religius ini yang mempengaruhi minatnya dengan persoalan-persoalan religius dalam karya Jung.

Individuasi adalah inti ajaran Jung. Individuasi adalah kemungkinan yang terdapat dalam manusia dan pada setiap orang dimana psike (jiwa) individual dapat mencapai perkembanganyang lengkap dan utuh. Dengan kata lain, individuasi adalah proses menjadi diri sendiri atau realisasi diri. Proses individuasi berpangkal dari keseluruhan psike, suatu organisme yang bagian-bagian individualnya dikoordinir oleh sistem yang saling melengkapi dan saling mengimbangi dan mengembangkan kematangan kepribadian. Jung menekankan pentingnya fungsi religius dari psike. Penekanan fungsi religius ini dapat membawa gangguan psikis, sedangkan perkembangan religius adalah satu komponen intergral (utuh) dari proses individuasi.

Namun harus diketahui bahwa tujuan individuasi bukanlah kesempurnaan moral dan religius melainkan keutuhan psikis. Dan dalam keutuhan psikis ini kenyataan kongkret dari aspek-aspek negatif, yang jahat, yang salah (shadow) tidak boleh ditiadakan tetapi harus diakui dan diterima dalam psike sebagai hal yang negatif di dalam diri seseorang. Keutuhan pribadi hanya mungkin sejauh individu dapat menerima kehidupan yang paradoksal dan ambigu, penuh pertentangan-pertentangan batin yang harus ditahan di dalam pribadi seseorang. Dengan kata lain, self sebagai arketipe (pola- pola dasar) dari keutuhan kepribadian manusia baru dapat berkembang sepenuhnya, hanya terjadi bial manusia menerima sisi shadow-nya dan juga menerima kesatuan paradoksal antara yang baik dan yang jahat.

(40)

2.4.1 Konsep Self dan Imago Dei menurut C.G. Jung

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Self (diri) adalah satu unsur yang melampaui ego yang sadar. Ia bukan hanya meliputi psike (jiwa) yang sadar, tetapi juga psike yang tak sadar, dan karena itu boleh dikatakan ada satu kepribadian yang juga ada pada kita. Hampir tidak ada harapan pada kita bahwa kita pernah mampu mencapai satu kesadaran yang tepat tentang self (diri), sebab betapa pun banyak hal yang kita sadari, selalu akan ada sejumlah unsur tak sadar yang tak jelas dan tidak dapat ditentukan. Jung juga mengatakan “Self merupakan tujuan hidup kita, karena dia adalah pernyataan yang paling lengkap dari komposisi yang mau tak mau harus diterima (sudah menjadi nasib) dan itu kita sebut individualitas.”

Menurut Jung, terdapat relasi erat antara self dan Yang Maha Esa.Secara empiris self muncul secara spontan dalam rupa lambang-lambang spesifik. Dalam sejarah, lambang-lambang ini dipercayai sebagai gambaran Allah. Jung juga menegaskan bahwa kehadiran Allah dalam pangalaman psike yang mendalam tampak sebagai self , dan seluruh ajaran agama dan semua sistem teologi membuktikan fakta bahwa self adalah salah satu rumusan yang palng biasa dan paling asli untuk mengungkapkan kenyataan Allah. Lambang totalitas self sering dialami secara nominous sebab dialami sebagai

“kepenuhan Ilahi”. Bagi Jung, kata nominous menunjuk kepada sesuatu yang tak bisa diungkapkan, yang penuh rahasia, yang menakutkan dan mempesona, yang sama sekali lain. Dengan kata lain, nominous istilah untuk sesuatu yang dialami langsung tapi tak bisa diungkapkan, misterius dan menggetarkan. Dan semua sifat ini hanya dapat dialami secara langsung berhadapan dengan yang Ilahi.

(41)

Mengenai Gambaran Allah, Jung mengatakan bahwa Gambaran Allah (Imago Dei) bukan hasil khayalan manusia, tetapi suatu pengalaman yang spontan menimpa manusia. Setiap orang dapat dengan mudah mengetahui hal itu, apabila orang itu tidak lebih suka menjadi buta karena prasangka-prasangkanya sendiri daripada mencari kebenaran. Bagi Jung, Imago Dei adalah faktor yang ditemukan dalam psike (jiwa), merupakan fungsi psikologis yang mutlak harus ada dan bersifat irasional serta merupakan pengalaman asli manusia. Sebagai empirikus, Jung tidak dapat menarik kesimpulan lain daripada bahwa di dalam jiwa manusia terdapat satu “fungsi religius yang asli” dan “lambang-lambang asli” serta ada faktor-faktor psikis yang bersesuaian dengan figur-figur yang Ilahi. Self yang dalam bentuk Imago Dei dapat mewakili Allah dan dapat mengarahkan dan menentukan hidup kita.

2.4.2 Kristus Sebagai Imago Dei

Dalam Konsep Self dan Imago Dei, selain Kristus sebagai Imago Dei, Jung juga mengemukakan Budha sebagai Imago Dei. Namun pembahasan dalam novel ini hanya menyangkut tokoh utama dengan Kristus (sebagai Imago Dei) maka dalam bagian ini hanya akan digunakan konsep Jung tentang Kristus sebagai Imago Dei. Menurut Jung, lambang Kristus sangat penting bagi ilmu psikologi, sebab lambang Kristus merupakan lambang dari Self yang paling maju dan berkembang. Jung menganggap Kristus sebagai sebuah contoh lain dari Imago Dei.

Menurut Jung, sebagai manusia, Kristus adalah individu yang unik dan tak terulang serta yang paling khas, tetapi sebagai Allah, bersifat universal dan abadi. Self

(42)

Dei, maka bersifat universal dan abadi. Dan Kristus sebagai penyatuan antara dua kodrat ialah yang manusiawi dan yang Ilahi mencerminkan fakta psikologis ialah bahwa Kristus sebagai manusia melambangkan ego dan sebagai Allah melambangkan self. Namun juga terdapat perbedaan antara self dan tokoh Kristus yang sebenarnya kurang begitu jelas.

Perbedaan ini terdapat dalam hal “kesempurnaan” dan “keutuhan”. Gambaran Kristus dibayangkan sebagai “sempurna”, sedangkan arketipe self dimaksudkan sebagai

“keutuhan” yang jauh dari sempurna. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa seberapa banyakpun hal yang manusia sadari akan selalu ada juga hal-hal yang tak disadari dan tak jelas sehingga membuat manusia tidak pernah mampu menjadi diri yang sempurna. Itu sebabnya kita tak pernah mampu mencapai satu kesadaran yang tepat tentang self.

Perwujudan dari self harus menghadapi dan mengakui sifat paradoksalnya.

Perwujudan self mengandaikan bahwa kita harus masuk kedalam konflik-konflik fundamental dari pertentangan-pertentangan dalam self itu. Manusia yang menderita dalam proses individuasi seolah-olah bergantung pada salib pertentangan seperti Yesus yang menderita pada salibnya bergantung di antara dua penjahat, disisi kiri dan kanannya.

Kristus di atas salib melambangkan usaha pahit manusia untuk mencapai kepenuhannya, melambangkan keutuhan psikisnya yang susah payah untuk mewujudkan keutuhan psikisnya.

Lambang Kristen, penyaliban, justru menghapuskan keadaan konflik dan keadaan gawat yang disebabkan karena manusia belum ditebus. Lambang salib menyatakan bahwa justru manusia yang menderita merupakan titik pertemuan. Di titik itulah pertentangan-pertentangan yang hidup dengan paling keras bertabrakan dan mereka

(43)

berusaha untuk saling dipersatukan. Menurut Jung, salib adalah pengalaman sedih yang paling intens bahwa pertentangan-pertentangan sangat dipertajam dan tak dapat ditahan, tetapi justru pengalaman pahit ini merupakan syarat psikologis yang mutlak harus ada supaya manusia dapat mengalami kemungkinan penyalamatan dari luar (dan bukan penyelamatan diri). Psikologi Kristen mempunyai pengertian dalam terhadap fakta bahwa penebusan tidak berarti mengambil sebuah beban yang tidak mau dipikul oleh kita sendiri.

Hanya seseorang yang utuh yang dapat mengalami betapa berat beban manusia bagi dirinya sendiri.

Kristus sebagai yang disalibkan dan sebagai manusia sejati adalah gambaran yang dengan sangat baik melukiskan tujuan dari usaha etis manusia. Sengsara Kristus adalah lukisan dari sengsara yang harus dialami setiap manusia dalam proses individuasinya yang akhirnya membawa kepada mekarnya self. Itu berarti bahwa apa yang terjadi dalam kehiupan Kristus, terjadi selalu dan dimana-mana. Kristus adalah penjelmaan self yang berjuang untuk mengatasi dunia. Jung mengatakan, dalam agama Kristen lebih ditekankan aspek penderitaan. Kristus tahu bahwa Ia harus mengorbankan diri dan bahwa itulah jalan kehidupannya dari dalam Dirinya sendiri.

Dengan demikian, Kristus dalam agama Kristen menjadi satu contoh yang terdapat dalam setiap orang Kristen sebagai inti kepribadian yang integral; Kristus menjadi gambaran perkembangan self. Sehingga individu tidak mengikuti jalannya sendiri menuju keutuhannnya tetapi berusaha meniru jalan yang ditempuh oleh Kristus.

(44)

2.5 Biografi Pengarang

Shusaku Endo dilahirkan di Sugamo, Tokyo pada tanggal 27 Maret 1923. Ia adalah anak laki-laki kedua. Ayahnya adalah seorang pegawai di Bank Yasuda dan ibunya belajar biola dan lulusan sekolah musik Ueno. Ketika berumur tiga tahun, keluarganya pindah ke Dairen, Cina, yang waktu itu diduduki Jepang. Pada tahun 1933, orangtuanya kemudian bercerai, saat itu Endo masih berumur 10 tahun dan ibunya memutuskan untuk kembali ke Jepang dengan membawa serta Endo, kemudian mereka tinggal di Kobe. Pada saat itu, dengan pengaruh bibinya yang beragama Katolik, Endo bersama ibunya sering pergi ke gereja Katolik. Satu tahun kemudian, pada sebuah upacara pembaptisan, ia ditanya “Apakah kamu percaya Tuhan?”, dan ia menjawab tanpa disadarinya, “Ya, percaya”. Tetapi tahun berikutnya berkali-kali ia mencoba untuk melepaskan agama Katoliknya, namun ia tidak bisa. Pada usia 20 tahun, Endo berhasil masuk ke Universitas Keio, fakultas sastra. Pada suatu hari, secara kebetulan Endo membaca sketsa kesusastraan Perancis di toko buku bekas. Dan sejak saat itu, ia mulai membaca karya sastra modern Katolik Perancis. Endo juga menerima pengaruh filsuf Katolik di asrama universitasnya. Pada bulan Maret 1948, di usianya yang ke-25 tahun, Endo lulus dari Universitas Keio.

Pada tanggal 5 Juni 1950, Endo pergi berlayar ke Perancis untuk belajar kesusastraan modern Katolik Perancis. Ia merupakan pelajar pertama yang mendapatkan beasiswa ke luar negeri setelah perang. Pada bulan Oktober, Endo masuk universitas Lyons. Setelah kira-kira 2 tahun belajar di Lyons, Endo pindah ke Paris. Karena kesehatannya yang memburuk sehingga masuk rumah sakit, akhirnya Endo pulang ke Jepang pada tahun 1953.Pada bulan November 1954, Endo mengeluarkan novel

(45)

pertamanya, Aden Made, yang dimuat di majalah Mita Bungaku. Namun pada tahun itu juga ibunya meninggal. Kepergian ibunya merupakan masa yang berat bagi Endo karena pengaruh ibunya yang kuat sejak ia kecil.

Pada bulan Mei 1955, Endo mengeluarkan novelnya Shiroi Hito dan novel itu mendapat penghargaan bergengsi Akutagawa Prize, yang merupakan penghargaan pertama dari sekian banyak penghargaan yang kelak diperolehnya dalam dunia sastra.

Selanjutnya pada bulan September, ia menikah dengan Okada Junko dan pada bulan Juni 1956 lahir anak pertama laki-laki. Endo Shusaku mengeluarkan novel Chinmoku pada bulan Maret 1966 dan novelnya ini mendapakan penghargaan Tanizaki yang ke-2.

Setelah novel Chinmoku diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris pada tahun 1969, pada tahun 1972 novel tersebut diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa yaitu Swedia, Perancis, Belanda, Polonia dan Spanyol. Kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dari terjemahan bahasa Inggrisnya, Silence, dengan judul Silence (Hening).

Walaupun Shusaku Endo sudah meninggal pada tahun 1996, sampai sekarang sejumlah bukunya masih diterjemahkan kedalam berbagai bahasa di dunia.

Sebagai pengarang, Shusaku Endo adalah salah satu dari sedikit pengarang Jepang yang menulis dari persfektif yang unik sebagai seorang Jepang dan Katolik (pemeluk Kristen di Jepang kurang dari 1%). Buku-bukunya mencerminkan banyak pengalamannya dalam membahas jalinan moral kehidupan. Iman Katoliknya dapat dilihat dalam kadar tertentu di setiap bukunya, yang sering kali merupakan ciri khas dari karya- karyanya. Kebanyakan tokoh novel Shusaku Endo bergumul dengan dilema moral yang rumit sebagai orang Katolik, dan pilihan-pilihan mereka sering kali membawa hasil yang

(46)

Shusaku Endo juga dijuluki Graham Greene-nya Jepang. Dalam hal ini karyanya seringkali dibandingkan dengan karya Graham Greene. Malah, Greene secara pribadi pernah menyebut Endo sebagai salah satu penulis terbaik di abad ke-20. Buku-buku yang ditulis Endo bersifat problematik dan kontorversial, tulisannya sangat psikologis dan diwarnai iman Katolik.

(47)

BAB III

ANALISIS PSIKOLOGI TOKOH SEBASTIAN RODRIGUES DALAM NOVEL SILENCE KARYA SHUSAKU ENDO

3.1 Ringkasan Cerita

Chinmoku (沈黙) berarti hening atau keheningan. Novel Chinmoku dikarang oleh sastrawan Jepang bernama Shusaku Endo. Novel ini diterbitkan pada tahun 1966 oleh penerbit Shincosha di Tokyo, Jepang dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh alih bahasa, Tanti Lesmana pada tahun 2008 dengan judul Silence. Silence terbit dalam 304 halaman dan dibagi ke dalam sepuluh bab. Bab pertama hingga bab keempat mengisahkan isi surat-surat yang ditulis oleh Sebastian Rodrigues. Novel Silence mengisahkan perjalanan tiga pastor muda, yakni Sebastian Rodrigues, Juan De Santa Marta, dan Francisco Garrpe yang diam-diam datang ke Jepang untuk mencari guru mereka Christovao Ferreira yang telah dinyatakan murtad di Jepang. Pada bab pertama hingga bab empat merupakan kisah yang diceritakan melalui surat-surat Rodrigues untuk gereja Roma.

Surat pertama yang ditulis Rodrigues mengabarkan sesampainya mereka di Macao setelah melewati perjalanan panjang dari Roma. Namun, kesehatan Juan De Santa Marta memburuk sehingga ia tidak dapat melanjutkan perjalanan ke Jepang. Di Macao mereka bertemu dengan Bapa Alessandro Valignano yang menetap di sana selama sepuluh tahun. Keinginan Rodrigues dan Garrpe ke Jepang ditentang keras oleh Bapa Valignano karena sejak tahun 1636 pemerintah Jepang mencurigai adanya keterlibatan Portugis dengan pemberontakan yang terjadi di Jepang. Hal tersebut tidak mengurungkan

Referensi

Dokumen terkait

Apabila mereka ingin saling berkenalan dengan berjabatan tangan sekali dengan setiap orang, maka banyaknya cara jabat tangan yang mungkin adalah …a. Persamaan lingkaran yang berpusat

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Penunjukan Kuasa Pengguna Anggaran, Bendahara, Pejabat

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Penunjukan Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen,

Menyiapkan bahan pengoordinasian, pelaksanaan, dan pembinaan evaluasi hasil rencana pembangunan daerah serta program pembangunan lainnya.. Renstra Bappeda Tahun 2016-2021 Page II -

Dengan keluarnya Surat Edaran Dirjen Bimas Islam Nomor: DJ.II/542 tahun 2013 membuat gerak langkah kursus Pra Nikah semakin jelas, ditambah dengan Surat Edaran

Jika bawahan dapat melakukan pekerjaan dengan baik, maka pemimpin memberikan pengakuan melalui pujian, hadiah (reward and punishment) atau keuntungan – keuntungan

Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 4 orang adalah orang tua yang memiliki anak usia 3 sampai 6 tahun. Pada penelitian ini semua partisipan memiliki