• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN KECERDASAN MAJEMUK MELALUI PENERAPAN PRINSIP BERMAIN SAMBIL BELAJAR PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGEMBANGAN KECERDASAN MAJEMUK MELALUI PENERAPAN PRINSIP BERMAIN SAMBIL BELAJAR PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN KECERDASAN MAJEMUK MELALUI PENERAPAN PRINSIP BERMAIN SAMBIL BELAJAR

PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Nurhasanah, R, S.E., S.Pd.I., M.Pd Dosen STAI Al-Gazali Bone

Abstrak: Banyak metode pembelajaran yang dapat diterapkan bagi anak-anak usia dini, salah satunya melalui bermain. Belajar sambil bermain dapat menyenangkan dan menghibur bagi anak-anak. Bermain bagi anak adalah kegiatan yang serius tetapi menyenangkan. Bermain adalah salah satu pendekatan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan untuk anak usia dini.

Dengan menggunakan strategi, metode/bahan dan media yang menarik, permainan dapat diikuti anak secara menyenangkan. Seperti dipaparkan oleh Mulyasa bahwa jenis-jenis bermain yang dapat digunakan sebagai metode pembelajaran bagi anak usia dini yaitu bermain sosial, dengan benda, dan bermain peran. Metode pembelajaran tersebut masing- masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Tapi, yang terpenting adalah ketika bermain harus disesuaikan dengan minat dan bakat para anak-anak usia dini. Sehingga tujuan pendidikan bagi anak-anak usia dini dapat tercapai. Kegiatan bermain sambil belajar dapat dijadikan alat untuk meningkatkan dan menemukan kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh anak. Ada Sembilan kecerdasan majemuk yang terdapat pada diri anak yaitu: kecerdasan verbal, kecerdasan logis matematis, kecerdasan visual spasial, kecerdasan music, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan kinestetik, kecerdasan naturalis, kecerdasan eksistensial.

Kata Kunci: Bermain, Belajar, Kecerdasan Majemuk

PENDAHULUAN

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan 6 (enam) perkembangan: agama dan moral, fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, dan seni, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan sesuai kelompok usia yang dilalui oleh anak usia dini seperti yang tercantum dalam Permendikbud 137 tahun 2014 tentang Standar Nasional PAUD (menggantikan Permendiknas 58 tahun 2009).

Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini. Pertama, untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan pada masa dewasa. Kedua, untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah, sehingga dapat mengurangi usia putus sekolah dan mampu bersaing secara sehat di jenjang pendidikan berikutnya.1

Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak.

Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis yang meliputi

1 https://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_anak_usia_dini

(2)

perkembangan intelektual, bahasa, motorik dan sosio emosional. Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini meliputi pembiasaan, keteladanan, dan pembelajaran.

Jika mengatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini tidak ada unsur edukatif tentu tidak sepenuhnya benar , beberapa tempat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Menempatkan cara bermain sambil belajar yang memungkinkan anak belajar dalam dunia permainan yang dapat memperluas pengetahuan dan sosial antar sesama. Kehadiran PAUD begitu populer di semua kalangan saat ini. Tujuan penerapan prinsip bermain sambil belajar bagi anak usia dini salah satunya adalah untuk menstimulasi otak anak dalam jangka panjang agar dalam memorinya selalu dipenuhi oleh kegiatan-kegiatan yang memberi kesan positif dan tentunya menyenangkan bagi anak. Tujuan bermain tersebut pada dasarnya diarahkan untuk mengembangan multiple intelligences anak.

Lebih lanjut hadir teori baru tentang Multiple Intelligence yang menyatakan bahwa setiap anak memiliki beberapa potensi kecerdasan. Kegiatan pendidikan anak usia dini hendaknya memperhatikan 9 macam kecerdasan atau potensi dalam diri anak tersebut ketika anak sedang belajar tentang dunianya. Setiap kecerdasan dapat dirangsang dengan cara yang berbeda.

Sembilan kecerdasan tersebut tidaklah harus terpenuhi semua pada diri anak. Dibutuhkan peranan guru yang optimal untuk menemukan potensi kecerdasan majemuk pada diri anak. Itulah yang melatar belakangi penulis untuk meneliti pengembangan kecerdasan majemuk melalui kegiatan bermain sambil belajar pada anak usia dini.

PEMBAHASAN

A. Kecerdasan Majemuk

Kecerdasan seringkali dimaknai sebagai kemampuan memahami sesuatu dan kemampuan berpendapat. Dalam hal ini kecerdasan dipahami sebagai kemampuan intelektual yang menekankan logika dalam memecahkan masalah. Kecerdasan biasanya diukur dari kemampuan menjawab soal-soal tes standar di ruang kelas (tes IQ). Tes tersebut, menurut Thomas R. Hoerr, sebenarnya hanya mengukur kecerdasan secara sempit karena hanya menekankan pada kecerdasan Hnguistik dan matematis-logis. walaupun dapat mengukur keberhasilan anak di sekolah, namun ddak bisa memprediksi keberhasilan seseorang di dunia nyata, karena keberhasilan di dunia nyata saat ini mencakup lebih dari sekedar kecakapan Unguistik dan matematis-logis.2

Kecerdasan majemuk adalah teori yang dicetuskan oleh Howard Gardner untuk menunjukkan bahwa pada dasarnya setiap individu memiliki banyak kecerdasan. Menurut Gardner, kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan dan menyelesaikan masalah dan menghasilkan produk mode yang merupakan konsekuensi dalam suasana budaya atau masyarakat tertentu.3 Kesembilan kecerdasan tersebut adalah:

1. Kecerdasan verbal (linguistic intelligence) adalah kemampuan untuk memanipulasi bahasa secara efektif untuk mengekspresikan diri secara retorikal atau puisi. Bahasa juga digunakan sebagai alat untuk mengingat informasi yang ada. Kemampuan ini dapat dirangsang melalui mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, berdiskusi, dan bercerita

2. Kecerdasan logika-matematik (logico-mathematical intelligence) adalah kemampuan untuk mendeteksi pola-pola, beralasan deduksi, dan berpikir logis. Umumnya kecerdasan ini diasosiasikan dengan berpikir ilmiah dan matematis. Kemampuan ini dapat dirangsang melalui kegiatan menghitung, membedakan bentuk, menganalisa data, dan bermain dengan benda-benda.

2Thomas R- Hoerr, Buku KerJa MuItipk lnteltigences, terj. Ary Nilandari, Bandung: Mizan Pustaka, 2007), h. 9-10

3 Howard Gardner, Mutiipk lntelligenws; Tbe Theory ia Practice, ^Jew York: Basic Books, 1993), h. 7

(3)

3. Kecerdasan visual-spasial (visual-spatial intelligence) adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah dengan cara memanipulasi dan menciptakan melalui imajinasi mental. Kemampuan ini dapat dirangsang melalui bermain kertas warna warni, balok- balok, bentuk-bentuk geometri, puzzle, menggambar, melukis, dan berimajinasi.

4. Kecerdasan musikal (musical/rhytmic intelligence) adalah kemampuan umtuk mengenal dan mengkomposisikan irama, birama, dan ritme musik. Kemampuan ini dapat dirangsang melalui irama, nada, birama berbagai bunyi, dan bertepuk tangan.

5. Kecerdasan kinestetik (bodily/kinesthetic intelligence) adalah kemampuan untuk menggunakan salah satu kemampuan mental dalam mengkoordinasikan gerakan tubuh.

Kemampuan ini dapat dirangsang melalui gerakan tubuh, tarian, dan olahraga.

6. Kecerdasan mencintai keindahan alam (naturalist intelligence) adalah kemampuan untuk menangkap informasi melalui keindahan alam. Kemampuan ini dapat dirangsang melalui pengamatan lingkungan, bercocok tanam, memelihara binatang, termasuk mengamati gejala alam seperti hujan, angin, banjir, pelangi, siang-malam, panas- dingin, bulan-bintang, dan matahari.

7. Kecerdasan berkawan (interpersonal intelligence) adalah kemampuan untuk melakukan hubungan antar manusia (berkawan) yang dapat dirangsang dengan bermain bersama teman, bekerjasama, bermain peran, memecahkan masalah, dan menyelesaikan konflik 8. Kecerdasan mengenal diri sendiri (intrapersonal intelligence) adalah kemampuan untuk

memahami diri sendiri yang dapat dirangsang melalui pengembangan konsep diri, harga diri, mengenal diri sendiri, percaya diri, termasuk kontrol diri, dan disiplin.

9. Kecerdasan spritual (spritual intelligence) adalah kemampuan mengenal dan mencintai ciptaan Tuhan. Kemampuan ini dapat dirangsang melalui penanaman nilai-nilai moral dan agama.

Untuk memahami kecerdasan majemuk yang dimiliki seorang anak, dibutuhkan pengetahuan khusus. Pertama yang paling penting diketahui oleh pendidik adalah mengenai ciri- ciri kecerdasan majemuk yang tampak pada anak. Mendeteksi ciri-ciri tersebut memudahkan guru untuk mengembangkan dan mengarahkan kecerdasan majemuk anak. Ciri-ciri Kecerdasan Majemuk adalah sebagai berikut:

1. Kecerdasan linguistic. Seorang anak yang memunyai kecerdasan linguistik memiliki kepribadian yaitu peka terhadap bahasa, dapat berbicara dengan teratur dan sistematis, memiliki penalaran yang tinggi. Disamping itu juga mampu mendengarkan, membaca dan menulis, lancar dalam mengucapkan kata-kata dan suka bermain kata-kata serta memiliki ingatan perbendaharaan kata yang kuat.

2. Kecerdasan logis-matematis. Anak yang memunyai kecerdasan logis matematis memiliki ciri-ciri kepribadian yaitu anak suka berpikir abstrak dan suka akan keakuratan, menikmati tugas hitung-menghitung. Memecahkan soal-soal dan computer dan suka melakukan penelitian dengan cara logis, catatan tersusun rapi dan sistematis.

3. Kecerdasan visual dan spasial. Ciri kepribadian yang menonjol dalam diri anak yang memiliki kemampuan visual-spasial adalah anak dapat berpikir dengan menciptakan sketsa atau sambar, mudah sekali membaca peta dan diagram, mudah ingat bila melihat gambar, memiliki cita warna tinggi dan mampu menggunakan semua panca indra untuk melukiskan sesuatu.

4. Kecerdasan music. Beberapa sifat yang nampak dalam diri seorang anak yang memiliki kecerdasan musik adalah anak peka terhadap nada, irama dan warna suara. Peka terhadap nuansa emosi suatu musik dan peka terhadap gubahan musik yang bervariasi dan biasanya sangat spiritual.

5. Kecerdasan interpersonal. Sifat-sifat yang menonjol dalam diri orang anak yang memiliki kecerdasan interpersonal adalah anak ahli dalam berunding, pintar bergaul dan mampu membaca niat orang lain serta menikmati saat-saat bersama orang lain.

(4)

Memiliki banyak teman, pintar berkomunikasi, suka dengan kegiatan kelompok, gemar bekerja sama dan menjadi mediator serta pandai membaca situasi.

6. Kecerdasan intrapersonal. Sifat-sifat yang dimiliki oleh anak yang memunyai kecerdasan intrapersonal adalah anak peka terhadap nilai-nilai yang dimiliki, sangat memahami diri, sadar betul emosi dirinya, peka terhadap tujuan hidupnya, mampu mengembangkan kepribadiannya, bisa memotivasi diri sendiri, sangat sadar akan kekuatan dan kelemahanannya.

7. Kecerdasan kinestetik. Ciri-ciri kepribadian anak dengan kecerdasan kinestetik adalah anak dapat bersikap rileks, suka olah raga fisik dan suka menyentuh. Anak ahli bermain peran, belajar dengan bergerak-gerak dan berperan serta dalam proses belajar. Selain itu anak juga sangat peka dengan kondisi lingkungan fisik, gerak-gerik tubuh terlatih dan terkendali dan suka bermain dengan sesuatu benda sambil mendengarkan orang lain berbicara dan sangat berminat dengan bidang mekanik.

8. Kecerdasan naturalis. Sifat-sifat yang dimiliki anak dengan kecerdasan naturalis adalah anak suka dengan alam sekitar, lebih senang berada di alam terbuka daripada di ruangan dan suka berpetualang menjelajah hutan. Anak bisa marah besar jika ada orang membantai binatang langka, merusak dan membakar hutan, mencemari laut dan sungai sehingga menimbulkan kematian flora dan fauna serta lebih suka mengkonsumsi obat dan jamu trasional daripada pabrik. Anak juga lebih senang menggunakan bahan yang alami dan tidak menimbulkan polusi lingkungan.

9. Kecerdasan Eksistensial. Sifat-sifat yang dimiliki seorang anak dengan kecerdasan Eksistensial adalah anak suka bertanya soal kebenaran dan inti persoalan, kritis, suka merenung dan melakukan refleksi diri serta senang berdiskusi mengenai hakekat hidup.4 Saat mengajar anak dengan kecerdasan linguistik, metode yang digunakan adalah dengan bercerita, curah gagasan (brainstorming) dan dengan tape recorder atau menulis jurnal.

Sedangkan anak yang memiliki kecerdasan logis- matematis yang digunakan adalah dengan kalkulasi dan kuantifikasi, klasifikasi dan kategori atau penalaran ilmiah. Sedangkan anak dengan kecerdasan visual dan spasial strategi pembelajaran dengan visualisasi, penggunaan warna, gambar dan sketsa gagasan serta simbol grafis. Anak yang memiliki kecerdasan musik mengajarnya dengan irama, lagu, rap, senandung dan konsep musikal serta dengan musik suasana. Anak dengan kecerdasan interpersonal dapat belajar dengan barbagi rasa dengan teman sekelas, kerja kelompok, permainan dan simulasi. Apabila mengajar anak dengan kecerdasan intrapersonal dapat menggunakan refleksi, hubungan materi dengan pengalaman pribadi, waktu memilih dan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan serta perumusan tujuan. Jika anak memiliki kecerdasan kinestetik dapat belajar dari teater kelas, konsep kinestetis dan peta tubuh.

Anak yang memiliki kecerdasan naturalis dapat belajar dengan jalan-jalan di alam terbuka dan melihat ke luar jendela serta tanaman sebagai dekorasi atau membawa hewan piaraan di kelas.

Sedangkan anak dengan kecerdasan eksistensial untuk mengembangkannya yaitu dengan mendengarkan kotbah, membaca buku-buku rohani, filsafat, buku theologia, mengadakan refleksi diri, menghadiri upacara kematian, diskusi dengan ahli filsafat dan theolog, mengikuti reatreat dan dinamika kelompok.5

B. Konsep Bermain Sambil Belajar

Konsep Bermain Sambil Belajar Kegiatan bermain merupakan kegiatan yang sangat menarik bagi anak-anak, dalam kamus besar bahasa Indonesia yang diterbitkan

4 Dr. Stefanus Soejanto Sandjaja, Teori Multiple Intelligences dan Aplikasinya di Pendidikan Anak Usia Dini (Semarang, 2006), h.5

5Aryanti dan Wahyuni, Multiple Intelligences & Application, (Salatiga,2003), h. 6

(5)

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan memberikan pengertian bahwa bermain asal kata dari main yang artinya “melakukan permainan yang menyenangkan hati dengan menggunakan alat permainan atau tidak”, dalam pengertian lain dijelaskan lebih lanjut bahwa bermain adalah “melakukan perbuatan untuk besenang-senang dengan menggunakan alat- alat tertentu atau tidak”. Masa anak merupakan masanya bermain. Bermain ialah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang demi kesenangan, tanpa ada tujuan atau sasaran yang hendak dicapai. Bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan anak dini usia, dengan menggunakan strategi, metode, materi/ bahan, dan media yang menarik agar mudah diikuti oleh anak. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi (penjajakan), menemukan, dan memanfaatkan benda-benda disekitarnya.6

Solehuddin mengatakan bahwa : “Bermain dapat dipandang sebagai suatu kegiatan yang bersifat volunter, spontan, terfokus pada proses, memberi ganjaran secara intrinsik, menyenangkan, aktif, dan fleksibel, semakin suatu aktivitas memiliki ciri-ciri tersebut itu semakin merupakan bermain”.7 Alasan tersebut dikarenakan : Pertama, bermain itu sifanya sukarela, karena bermain dilakukan atas keinginan dan kemauan anak. Kedua, bermain itu sifatnya spontan karena bermain dilakukan tanpa perencanaan sebelumnya. Ketiga, kegiatan bermain terarah ke dalam proses bukan hasilnya, yang menjadi sasaran kegiatan bermain adalah peristiwa atau kegiatan bermainnya itu sendiri dan bukan hasilnya.

Keempat, kegiatan bermain itu memiliki intrinsic reward, anak yang bermain akan senang atau bahagia disaat ia dapat melakukan apa yang ingin ia lakukan. Kelima, keterlibatan aktif pada pihak anak baik fisik maupun mental. Keenam, bermain itu sifatnya fleksibel dan choiceful, anak yang bermain mempunyai kesempatan yang bebas untuk memilih kegiatan bermain apa saja yang ia inginkan.

Peran serta para pendidik dalam mengelola konsep pembelajaran pada pendidikan anak usia dini harus sesuai dengan kaidah psikologi perkembangan yang dalam hal ini telah ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini termaktub dalam poin A tentang standarisasi yang menyatakan bahwa: “Struktur program kegiatan PAUD mencakup bidang pengembangan pembentukan prilaku dan bidang pengembangan kemampuan dasar melalui kegiatan bermain dan pembiasaan.

Lingkup pengembangan meliputi: (1) nilai-nilai agama dan moral, (2) fisik, (3) kognitif, (4) bahasa dan (5) sosial emosional. Kegiatan pengembangan suatu aspek dilakukan secara terpadu dengan aspek yang lain, menggunakan pendekatan tematik”.

Dari poin standar isi di atas sangatlah jelas bahwa proses pembelajaran pada pendidikan anak usia dini idealnya dikemas sedemikian rupa dalam kegiatan bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain yang di dalamnya terdapat unsur-unsur pembelajaran nilai agama dan moral, fisik, kognitif, bahasa dan sosial emosional. Mengingat dunia anak adalah dunia bermain maka sudah seharusnya bagi para pendidik perlu menguasai bagaimana caranya merancang dan menyusun materi pembelajaran yang memenuhi aspek-aspek perkembangan anak melalui konsep pembelajaran bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain yang mengacu pada Permendiknas No. 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini.

Adapun manfaat bermain bagi anak secara lebih jelas diantaranya:

1. Meningkatkan pengetahuan.

2. Menghilangkan rasa bosan.

3. Meningkatkan kretivitas anak.

4. Mengendalikan emosi.

5. Membangun hubungan sosial.

6. Belajar bekerjasama.

6 Direktorat PADU, 2002, h. 6

7 Solehuddin. Konsep Dasar Pendidikan Pra Sekolah. (Bandung : UPI, 2000), h.85

(6)

7. Meningkatkan kosa kata.

8. Mengembangkan kepuasan ego anak.

Menurut Sudarna bermain dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak.8 Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan permainan anak adalah sebagai berikut:

1. Kesehatan. Anak-anak yang sehat mempunyai banyak energi untuk bermain dibandingkan dengan anak-anak yang kurang sehat, sehingga anak-anak yang sehat menghabiskan banyak waktu bermain yang membutuhkan banyak energi.

2. Intelegensi. Anak-anak yang cerdas lebih aktif dibanding dengan anak-anak yang kurang cerdas. Anak-anak yang cerdas lebih menyenangi permainan-permainan yang bersifat intelektual atau permainan yang banyak merangsang daya pikir mereka, misalnya permainan drama, menonton film, atau membaca bacaan-bacaan yang bersifat intelektual.

3. Jenis kelamin. Anak perempuan lebih sedikit melakukan permainan yang menghabiskan banyak energi, misalnya memanjat, berlari-lari, atau kegiatan fisik yang lain dibandingkan anak laki-laki. Perbedaan ini bukan berarti bahwa anak perempuan kurang sehat dibanding anak laki-laki, melainkan pandangan masyarakat bahwa anak perempuan sebaiknya menjadi anak yang lembut dan bertingkah laku yang halus.

4. Lingkungan. Anak yang dibesarkan di lingkungan yang kurang menyediakan peralatan, waktu, dan ruang bermain bagi anak, akan menimbulkan aktivitas bermain anak berkurang.

5. Status sosial ekonomi. Anak yang dibesarkan di lingkungan keluarga yang status sosial ekonominya tinggi, lebih banyak tersedia alat-alat permainan yang lengkap dibandingkan dengan anak-anak yang dibesarkan di keluarga yang status ekonominya rendah.

Bermain bagi anak-anak sangat memberikan manfaat bagi mereka. Anak akan mengenal berbagai jenis permainan dan masing-masing permainan ini memiliki manfaat yang berbeda-beda, sehingga kejiwaan mereka akan semakin berkembang. Menurut Sudarna ada dua macam permainan, yakni permainan aktif dan pasif.9

Pertama, permainan aktif.

1. Bermain bebas dan spontan atau ekplorasi. Dalam permainan ini anak dapat melakukan segala hal yang diinginkannya, tidak ada aturan-aturan dalam permainan tersebut. Anak akan terus bermain dengan permainan tersebut selama permainan tersebut menimbulkan kesenangan dan anak akan berhenti apabila permainan tersebut sudah tidak menyenangkannya. Dalam permainan ini anak melakukan ekperimen atau menyelidiki, mencoba, dan mengenal hal-hal baru.

2. Drama. Dalam drama, anak memerankan suatu peranan, menirukan karakter yang dikagumi dalam kehidupan yang nyata, atau dalam media massa.

3. Bermain Musik. Bermain musik dapat mendorong anak untuk mengembangkan tingkah laku sosialnya, yaitu dengan bekerja sama dengan teman-teman sebayanya dalam memproduksi musik, bernyanyi, berdansa, atau memainkan alat musik.

4. Mengumpulkan atau mengoleksi sesuatu. Kegiatan ini sering menimbulkan rasa bangga, karena anak mempunyai koleksi lebih banyak daripada teman-temannya. Di samping itu, mengumpulkan benda-benda dapat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak. Anak terdorong untuk bersikap jujur, bekerja sama, dan bersaing.

5. Permainan olah raga. Dalam permainan olah raga, anak banyak menggunakan energi fisiknya, sehingga sangat membantu perkembangan fisiknya. Di samping itu, kegiatan ini mendorong sosialisasi anak dengan belajar bergaul, bekerja sama,

8Sudarsana, Pendidikan Anak Usia Dini Berkarakter, (Yogyakarta: Genius Publisher, 2014). h. 161-162

9 Ibid. h. 163-164

(7)

memainkan peran pemimpin, serta menilai diri dan kemampuannya secara realistik dan sportif.

Kedua, permainan pasif.

1. Membaca. Membaca merupakan kegiatan yang sehat. Membaca akan memperluas wawasan dan pengetahuan anak, sehingga anak pun akan berkembang kreativitas dan kecerdasannya.

2. Mendengarkan radio. Mendengarkan radio dapat mempengaruhi anak baik secara positif maupun negatif. Pengaruh positifnya adalah anak akan bertambah pengetahuannya, sedangkan pengaruh negatifnya yaitu apabila anak meniru hal-hal yang disiarkan di radio seperti kekerasan, kriminalitas, atau hal-hal negatif lainnya.

3. Menonton televisi. Pengaruh televisi sama seperti mendengarkan radio, baik pengaruh positif maupun negatifnya.

Bermain merupakan cara belajar yang sangat penting bagi anak usia dini tetapi sering kali guru dan orang tua memperlakukan mereka sesuai dengan keinginan orang dewasa, bahkan sering melarang anak untuk bermain. Akibatnya, pesan-pesan yang akan diajarkan orang tua sulit diterima anak karena banyak hal yang disukai oleh anak dilarang oleh orang tua, sebaliknya banyak hal yang disukai orang tua, tetapi tidak disukai anak. Untuk itu, orang tua dan guru pada lembaga pendidikan anak usia dini perlu memahami hakikat perkembangan anak dan hakikat pendidikan anak usia dini, agar dapat memberi pendidikan yang sesuai dengan jalan pikiran dan tingkat perkembangan mereka.

Kegiatan belajar akan terjadi sepanjang manusia itu hidup atau dengan kata lain sepanjang manusia itu masih memenuhi kebutuhannya. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dari berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan dan kemampuannya serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar.

Menurut Mulyasa jenis-jenis bermain yang dapat digunakan sebagai metode pembelajaran bagi anak usia dini yaitu bermain sosial, bermain dengan benda, dan bermain peran.

1. Bermain Sosial. Dalam bermain sosial, gurulah yang mengamati cara bermain anak dan dia akan memperoleh kesan bahwa partisipasi anak dalam kegiatan bermain dengan teman-temannya akan menunjukkan derajat partisipasi yang berbeda. Parterm mengelompokkan kegiatan bermain berdasarkan derajat partsipasi seorang dalam bermain; yaitu unoccupied play (tidak peduli), solitary play (soliter), onlooker play (penonton), parallel play (pararel), assosiative play (asosiatif) dan cooperative play (kooperatif).

2. Bermain dengan Benda. Bermain dengan benda merupakan kegiatan bermain ketika anak dalam menggunakan atau mempermainkan benda-benda tertentu dan benda- benda tersebut dapat menjadi hiburan yang menyenangkan bagi anak yang bermainnya. Oleh karena itu, lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini harus menyiapkan berbagai permainan, sekaligus menyediakan benda-benda yang dapat digunakan secara aman dan nyaman bagi anak-anak dalam bermain. Tipe bermain dengan benda meliputi bermain praktis, bermain simbolik, dan bermain dengan aturan.

3. Bermain Peran. Pendidikan anak usia dini sering dihadapkan pada berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan bidang pengembangan maupun menyangkut hubungan sosial. Melalui bermain peran, anak-anak mencoba mengekplorasi hubungan antar manusia dengan cara memperagakannya dan mendiskusikannya sehingga secara bersama-sama dapat mengekplorasi perasaan, sikap, nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah. Sebagai suatu model pembelajaran, bermain peran berakar pada dimensi pribadi dan sosial. Dari dimensi pribadi model ini

(8)

berusaha membantu anak-anak menemukan makna dari lingkungan sosial yang bermanfaat bagi dirinya. Dalam pada itu, melalui model ini anak-anak diajak untuk belajar memecahkan masalah pribadi yang sedang dihadapinya dengan bantuan kelompok sosial yang beranggotakan teman-teman sekelas.10

Banyak metode pembelajaran yang dapat diterapkan bagi anak-anak usia dini, salah satunya melalui bermain. Belajar sambil bermain dapat menyenangkan dan menghibur bagi anak-anak. Bermain bagi anak adalah kegiatan yang serius tetapi menyenangkan. Bermain adalah salah satu pendekatan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan untuk anak usia dini.

Dengan menggunakan strategi, metode/bahan dan media yang menarik, permainan dapat diikuti anak secara menyenangkan. Seperti dipaparkan oleh Mulyasa di atas bahwa jenis- jenis bermain yang dapat digunakan sebagai metode pembelajaran bagi anak usia dini yaitu bermain sosial, dengan benda, dan bermain peran. Metode pembelajaran tersebut masing- masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Tapi, yang terpenting adalah ketika bermain harus disesuaikan dengan minat dan bakat para anak-anak usia dini. Sehingga tujuan pendidikan bagi anak-anak usia dini dapat tercapai.

C. Pengembangan Kecerdasan Majemuk Melalui Kegiatan Bermain Sambil Belajar

Pendidikan anak usia dini di Indonesia mengalami masa-masa penuh dilema.

Pendidik hingga saat ini masih menerapkan pendekatan akademik penuh hafalan. Praktik yang sesuai dengan kebutuhan/perkembangan anak (DAP) belum seluruhnya diterapkan.

Keberhasilan belajar anak diukur dari kepatuhan, kemampuan kognitif dan sosial anak.

Anak-anak dengan kecerdasan kinestetik, intrapersonal, dan naturalis dianggap sebagai anak-anak yang bermasalah. Beberapa pendidik, bahkan, mengecap mereka sebagai anak yang hiperaktif, kuper, dan jorok. Pandangan ini telah membawa efek yang merugikan bagi anak-anak, terutama bagi perkembangan mereka.

Kekeliruan pandangan terhadap potensi anak didik oleh pendidik merupakan sesuatu hal yang fatal. Kekeliruan pandangan ini memunculkan sikap meremehkan, merendahkan, dan menghambat kegiatan dan perkembangan anak yang justru tidak disadari atau bahkan dianggap benar oleh pendidik. Pendidik melarang bahkan memarahi ketika anak memanjat pohon, merangkak di pasir, mencari cacing di tanah, melengkungkan tubuhnya, berdiam diri, dan memandangi hujan. Pendidik tidak menyadari bahwa pengalaman dimarahi, dicap jorok, dipermalukan, diancam, dan dibentak, misalnya sangat mungkin menjelma menjadi pengalaman yang benar-benar menyakitkan dan melumpuhkan minat anak terhadap sesuatu. Akibatnya, besar kemungkinan potensi kecerdasan anak akan terhambat.

Memahami kecerdasan majemuk memungkinkan menghindarkan guru dari perilaku- perilaku yang disebutkan di atas. Untuk itu perlunya pengembangan kecerdasan majemuk pada diri anak perlu diperhatikan oleh guru. Adapun pengembangan kecerdasan majemuk dapat dilakukan dengan menerapkan sembilan tahap sebagai berikut:

Pertama pengembangan kecerdasan majemuk melalui kegiatan Sembilan pertemuan.

Pengembangan kecerdasan majemuk pada cara ini dilakukan dengan mempersiapkan kegiatan pembelajaran yang menekankan pengembangan satu macam kecerdasan dalam setiap pertemuan, sehingga sembilan kecerdasan dikembangkan dalam sembilan kali pertemuan. Kedua pengembangan kecerdasan majemuk melalui satu kali pertemuan.

Pengembangan kecerdasan majemuk melalui cara ini dilakukan dengan mempersiapkan pembelajaran dengan menekankan pengembangan minimal empat macam kecerdasan dalam setiap kaii pertemun.Jadi, cara ini lebih efektifdan eflsien diterapkan dalam pembelajaran formal di sekolah.

10 Mulyasa, Manajemen PAUD, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 198

(9)

PENUTUP

Banyak metode pembelajaran yang dapat diterapkan bagi anak-anak usia dini, salah satunya melalui bermain. Belajar sambil bermain dapat menyenangkan dan menghibur bagi anak-anak. Bermain bagi anak adalah kegiatan yang serius tetapi menyenangkan. Bermain adalah salah satu pendekatan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan untuk anak usia dini.

Dengan menggunakan strategi, metode/bahan dan media yang menarik, permainan dapat diikuti anak secara menyenangkan. Seperti dipaparkan oleh Mulyasa di atas bahwa jenis- jenis bermain yang dapat digunakan sebagai metode pembelajaran bagi anak usia dini yaitu bermain sosial, dengan benda, dan bermain peran. Metode pembelajaran tersebut masing- masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Tapi, yang terpenting adalah ketika bermain harus disesuaikan dengan minat dan bakat para anak-anak usia dini. Sehingga tujuan pendidikan bagi anak-anak usia dini dapat tercapai secara maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Aryanti dan Wahyuni, Multiple Intelligences & Application, Salatiga,2003

(10)

Dr. Stefanus Soejanto Sandjaja, Teori Multiple Intelligences dan Aplikasinya di Pendidikan Anak Usia Dini, Semarang, 2006

Direktorat PADU, 2002

Howard Gardner, Multiple lntelligent; The Theory ia Practice, Jew York: Basic Books, 1993 https://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_anak_usia_dini

Mulyasa, Manajemen PAUD, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012 Solehuddin. Konsep Dasar Pendidikan Pra Sekolah. Bandung : UPI, 2000

Sudarsana, Pendidikan Anak Usia Dini Berkarakter, Yogyakarta: Genius Publisher, 2014 Suyadi, Psikologi Belajar Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta: Pedagogia, 2010

Thomas R-Hoerr, Buku KerJa MuItipel lntelligences, terj. Ary Nilandari, Bandung: Mizan Pustaka, 2007

Referensi

Dokumen terkait

KAJI BANDING MANAJEMEN SAINT PRIMA FOOTBALL ACADEMY DENGAN COERVER COACHING SOCCER SCHOOL (CCSS). Universitas Pendidikan Indonesia |

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Matematika. ©Melda Jaya Saragih 2014

Berdasarkan hasil uji hedonik pada makaroni mentah dan matang serta pertimbangan teknik dan mutu produk maka formulasi makaroni terbaik yang dipilih adalah formulasi F2 (40

Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh kedalaman muka air tanah dan amelioran terhadap perubahan beberapa sifat kimia tanah dan produktivitas beberapa genotipe kedelai

yang menjadi tanggung jawabnya. 2) Mempunyai pengetahuan tentang perkembangan peserta didik.. 3) Mempunyai kemampuan untuk memperlakukan mereka sacara individu. Kemampuan

Penerapan Allgoritma Chaid Exhaustive untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi nasabah dalam menggunakan layanan internet banking Universitas Pendidikan Indonesia |

Pacitan, pada prinsipnya sama dengan PKL, namun ada beberapa hal yang berbeda diantaranya: Prakerin adalah proses belajar siswa di DU/DI sehingga dapat dilaksanakan di

Praktek II (KP II) yang berjudul “ SISTEM KOMUNIKASI YANG MENGGUNAKAN SERAT OPTIK” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar kesarjanaan pada Jurusan Elektro