• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA CA. MAMMAE DENGAN FOKUS PENGELOLAAN MANAJEMEN KEPERAWATAN NYERI DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PADA CA. MAMMAE DENGAN FOKUS PENGELOLAAN MANAJEMEN KEPERAWATAN NYERI DI RSUD TUGUREJO SEMARANG"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA CA. MAMMAE DENGAN FOKUS PENGELOLAAN MANAJEMEN KEPERAWATAN NYERI

DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

Nimas Arinda A *); S. Eko Ch. Purnomo; Sarkum Setyo Raharjo Jurusan Keperawatan; Poltekkes Kemenkes Semarang

Jl. Tirto Agung; Pedalangan; Banyumanik; Semarang Abstrak

Kanker payudara merupakan penyakit paling ditakuti perempuan dan angka kejadiannya terbanyak kedua di Indonesia. Salah satu efek panjang yang dirasakan pada pasien yang mengalami kanker payudara adalah nyeri. Nyeri yang tidak ditangani secara adekuat dapat menyebabkan ketidakmampuan bagi penderitanya. Penanganan nyeri atau yang biasa disebut manajemen nyeri merupakan suatu pengelolaan yang kompleks terhadap nyeri meliputi tindakan farmakologis maupun non-farmakologis. Beberapa tindakan non-farmakologis yang telah terbukti mampu mengurangi nyeri adalah distraksi dengan musik dan masase punggung. Tujuan dari penelitian ini adalah mendiskripsikan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami kanker payudara dengan gangguan rasa nyaman nyeri. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian deskriptif. Subjek adalah 2 klien kanker payudara di RSUD Tugurejo Semarang. Hasil penelitaian yang ditunjukan setelah 3x24 jam dilakukan intervensi adalah adanya penurunan skala nyeri dari skala 3 menjadi 2 pada subjek pertama, namun tidak disertai peningkatan kemampuan mengontrol nyeri secara mandiri. Sedangkan penurunan skala nyeri dari skala 2 menjadi skala 1 yang disertai peningkatan kemampuan mengontrol nyeri secara mandiri terjadi pada subjek kedua.

Simpulan yang didapatkan bahwa manajemen nyeri pada kanker payudara harus dilakukan secara rutin sehingga masalah teratasi. Disarankan bagi klien untuk selalu melakukan manajemen nyeri secara mandiri dan pihak RS diharapkan mampu memberikan fasilitas yang dapat digunakan oleh klien.

Kata kunci : kanker, manajemen nyeri, masase, distraksi Daftar pustaka : 28 eks (tahun 2002- 2016)

Abstract

NURSING CARE TO BREAST CANCER WITH FOCUS MANAGEMENT IN PAIN AT RSUD TUGUREJO SEMARANG. Breast cancer is the most feared breast disorder of women with the second highest incidence in Indonesia. One of the long-term effect experienced by breast cancer patient is chronic pain. The untreated pain can causes inability for the patient. The treatment for the pain or usually called pain management is coplex management for the pain by pharmacological and non-pharmacological action. Some non-pharmacological action has been proved can decrease the pain are music distraction and back massage.

Aim of the research is to describe nursing care to breast cancer patient in pain. Research method used descriptive method. The research subject are two patient at RSUD Tugurejo Semarang. The result shown after 3x24 hours investigated is lower scale pain from 3 to 2 in the first subject, but not accompanied increase of independent self-control pain. While lower pain from 2 to 1 accompanied increase independent self-control work at the second subject. The conclusion is the management on breast cancer must routine doing. The pain management in independent way also hospital facilities can be used to do the paint management is recommended.

Keywords : pain management, cancer, distraction, massage Book list : 28 copy (year of book 2002-2016)

I. Pendahuluan

Kanker payudara adalah tumor ganas yang timbul di dalam jaringan payudara, meliputi kelenjar susu, saluran kelenjar susu dan jaringan penunjang payudara (Mardiana, 2007).

Berdasarkan estimasi Globocan, International agency for Research on Cancer (IARC) 2012, kanker

*) Penulis Korespondensi E-mail : nimasarinda@gmail.com

payudara merupakan jenis kanker tertinggi yang menyerang kaum wanita, yaitu dengan presentasi kasus sebesar 43,3% dan dengan presentasi kematian 12,9% (IARC, 2012).

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi kanker payudara di Indonesia mencapai 0,5 per 1000 perempuan. Di Jawa

(2)

Tengah sendiri estimasi jumlah kasus kanker payudara sebesar 11.511 kasus.

Hasil dari studi pendahuluan di RSUD Tugurejo pada tanggal 6 Januari 2017 diketahui bahwa jumlah klien yang mengalami kanker payudara mengalami peningkatan dari 120 orang tahun 2015 menjadi 191 orang tahun 2016, dengan jumlah kematian meningkat dari 11 orang tahun 2015 menjadi 21 orang tahun 2016.

Saat dilakukan wawancara, salah satu perawat RSUD Tugurejo mengatakan bahwa dari sekian banyak klien kanker payudara yang ada, nyeri adalah salah satu gejala yang sering dijumpai selain anemia dan ulserasi.

Nyeri adalah salah satu gejala yang timbul akibat penyakit kanker payudara. Sekitar 30%

pasien kanker disertai dengan nyeri dan hampir 70% pasien kanker stadium lanjut yang menjalani pengobatan disertai dengan keluhan nyeri dalam berbagai tingkatan (Harsal, 2010).

Nyeri kanker payudara adalah nyeri yang berhubungan dengan penyakit kanker payudara (Smeltzer dan Bare 2002). Nyeri dapat terjadi akibat dari tumor yang meluas menekan saraf serta pembuluh sekitarnya, reaksi kekebalan dan peradangan terhadap kanker yang sedang tumbuh dan nyeri juga dapat disebabkan karena perasaan takut dan cemas (Mulyani dan Nuryani, 2013).

Nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai efek yang membahayakan diluar ketidaknyamanan yang disebabkannya.Klien mungkin tidak mampu melakukan hubungan interpersonal sebelum nyeri mulai terjadi.

Ketidakmampuan ini dapat berkisar dari membatasi keikutsertaan dalam aktivitas fisik sampai tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pribadi, seperti berpakaian atau makan (Smeltzer dan Bare, 2002).

Penanganan nyeri dapat dilakukan dengan farmakologis dan non farmakologis.

Penatalaksanaan nyeri dengan farmakologis yaitu dengan memberikan kelompok opioid ringan seperti kodein hingga opioid kuat seperti morfin dan fentanil (Harsal, 2010). Menurut Tamsuri (2006), selain tindakan farmakologi untuk menanggulangi nyeri ada pula tindakan non farmakologis untuk mengatasi nyeri, beberapa tindakan tersebut yaitu distraksi dan massage.

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Abdurrasyid tahun 2013 di Rumah Sakit Dharmais Jakarta menunjukan rata-rata skala nyeri sebelum pemberian terapi berada pada skala 7.64 dan sesudah terapi 5.60. Hasil uji

statistik menunjukan perbedaan yang bermakna (p<0.05).

Pada penelitian lain yang dilakukan di Makassar, menunjukkan terdapat penurunan intensitas nyeri yang lebih besar pada kelompok intervensi (1,21) yang mendapatkan terapi analgetik dan massase, jika dibandingkan dengan rata-rata penurunan intensitas nyeri pada kelompok kontrol (0,81) yang hanya mendapat terapi standar analgetik (Usman, 2009).

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis berminat untuk melakukan manajemen nyeri pada klien dengan kanker payudara di RSUD Tugurejo Semarang.

II. Metode

Penelitian ini menggunakan studi kasus, yaitu studi yang mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam dan menyertakan berbagai sumber informasi. Dalam studi kasus ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Subjek penelitian menggunakan dua responden yang telah di diagnosa Ca. Mammae dan memiliki masalah keperawatan nyeri. dalam penelitian ini menggunakan alat ukur untuk skala nyeri yaitu skala intensitas nyeri numerik/Numeric Rating Scale. Sedangkan analisa data yang dilakukan pada studi kasus ini yaitu dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

III. Hasil dan Pembahasan A. Pengkajian

Subjek I adalah Ny. R berumur 49 tahun.

Pada riwayat keperawatan sekarang, benjolan timbul sejak tahun 2014 dari sebesar kelereng dan terasa nyeri semakin membesar hingga sebesar bola pingpong pada tahun 2017. Klien pernah melakukan biopsi. Klien mengatakan nyeri.

Sedangkan subjek II adalah Ny. K berumur 44 tahun. Klien mengatakan nyeri di payudara kanan dan merasa lemas. Pada riwayat keperawatan sekarang, Ny. K melakukan biopsi pada November 2017. Sejak tiga tahun lalu timbul benjolan dengan diameter ± 3 cm pada payudara kanan yang terasa nyeri dan puting mengalami retraksi.

Pada keluhan utama, kedua subjek mengatakan merasakan nyeri pada benjolan di

(3)

payudara. Sehingga penulis melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif. Menurut Prasetyo (2010) pengkajian nyeri pada klien kanker payudara tidak jauh berbeda dengan penyakit lain yang juga memunculkan respon yang sama. Hanya saja terdapat perbedaan pada lokasi dan penyebab munculnya nyeri pada klien dengan kanker payudara.

Pengkajian nyeri dilakukan secara komprehensif meliputi aspek karakteristik nyeri menurut Prasetyo (2010) meliputi P, Q, R, S, T.

Hasil pengkajian nyeri pada subjek I adalah nyeri seperti ditusuk-tusuk dan terasa perih di benjolan payudara kanan atas puting di bagian dalam dan tidak menyebar, skala nyeri 3 (dari skala 0-10) tanpa analgetik. Nyeri dirasa hilang timbul 4-5x dalam sehari, timbulnya mendadak, memburuk saat kecapekan dan lebih sering terjadi pada malam hari saat menjelang tidur. Nyeri yang dialaminya telah terjadi sejak tahun 2014 ketika benjolan muncul.

Ny. R mengatakan belum mampu mengontrol nyeri yang dirasakannya. Klien juga merasa cemas dan keluarga jarang menemani di RS.

Sedangkan subjek II mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk (senut-senut) pada benjolan di payudara kanan atas luka post eksisi, nyeri tidak menyebar, skala nyeri 2 (dari skala 0-10) tanpa analgetik dan hilang timbul 3- 4x/ hari, memburuk saat bagian payudara digerakan. Nyeri terasa saat tidak dalam aktivitas dan memburuk saat digerakan. Saat ditanya tentang cara klien untuk mengontrol nyeri yang dirasakan, klien mengatakan tidak paham mengenai hal tersebut. Biasanya klien akan mengusap-ngusap lokasi yang nyeri.

B. Diagnosa keperawatan

Merujuk dari hasil pengkajian pada Ny. R dan Ny. K dirumuskan diagnosa nyeri kronis.

Diagnosa ini sesuai dengan NANDA 2015-2017 dimana nyeri kronis didefinisikan sebagai pengalaman sensorik dan emosional tidak menyenangkan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, awitan tiba-tiba atau lambat dengan intensitas ringan hingga berat, terjadi konstan atau berulang tanpa akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung lebih dari tiga (>3) bulan. Sesuai dengan hasil pengkajian dimana kedua klien telah merasakan nyeri sejak 3 tahun lalu dengan skala 2 dan skala 3, yang termasuk golongan nyeri ringan. Perbedaan skala nyeri diduga dikarenakan pengaruh dari beberapa faktor yang mempengaruhi respon nyeri seseorang.

Menurut Andarmoyo (2013) faktor yang mempengaruhi presepsi nyeri seseorang antara lain usia, jenis kelamin, kebudayaan, makna nyeri, ansietas, perhatian, gaya koping, pengalaman terdahulu, dukungan keluarga dan sosial.

Pada Ny. R dengan skala nyeri 3, salah satu faktor yang mempengaruhi respon nyeri adalah ansietas atau kecemasan. Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (Tamsuri, 2007). Sesuai pengkajian pola Gordon, dimana Ny. R merasakan cemas karena akan melakukan operasi pada payudaranya.

Secara klinik, kecemasan pasien menyebabkan menurunnya kadar serotonin. Serotonin merupakan neurotransmitter yang memiliki andil dalam memodulasi nyeri pada susunan saraf pusat. Hal inilah yang mengakibatkan peningkatan sensasi nyeri (Smeltzer & Bare, 2002). Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Adha (2014) dimana terdapat hubungan antara kecemasan yang akan meningkatkan presepsi seseorang terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.

Faktor selanjutnya yang bermakna mempengaruhi respon nyeri adalah kehadiran orang-orang terdekat dan bagaimana sikap mereka terhadap klien. Berbeda dengan Ny. K yang selalu ditemani dan dihibur oleh suaminya, Ny. R berada di RS sendirian setiap harinya. Suami atau anak laki-lakinya hanya sesekali datang pada jam kunjung saja. Padahal, individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan. Walaupun nyeri tetap klien rasakan, kehadiran orang yang dicintai akan meminimalkan kesepian dan ketakutan (Andarmoyo, 2013).

Faktor lain yang menyebabkan terjadinya perbedaan skala nyeri adalah pengalaman terdahulu. Pada Ny. K dengan skala nyeri yang lebih rendah dari Ny. R memiliki pengalaman melakukan operasi eksisi yang menimbulkan nyeri dan dapat diatasi. Sehingga Ny. K merasa nyeri yang dialaminya adalah hal biasa. Sesuai dengan teori yang dikemukakan Kozier (2009) bahwa pengalaman nyeri sebelumnya mengubah sensitivitas seseorang terhadap nyeri yang dirasakan selanjutnya. Sejalan dengan penelitian Rusdiatin (2007), yang menyatakan

(4)

terdapat hubungan antara pengalaman nyeri sebelumnya dengan respon nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya yang dinyatakan oleh Andarmoyo (2013) bahwa bila seseorang mengalami nyeri dan dapat mengatasi nyeri yang dirasakan dengan mudah, maka akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk menginterpretasikan nyeri yang dirasakan.

Apabila seseorang tidak pernah merasa nyeri, maka presepsi nyeri dapat mengganggu koping terhadap nyeri.

Hal-hal lain yang mendukung dipilihnya diagnosa ini adalah adanya ungkapan verbal nyeri, ekspresi nyeri seperti meringis pada Ny.

R, dan ungkapan karakteristik nyeri yang seperti ditusuk-tusuk pada kedua klien.

Hal-hal tersebut sesuai dengan batasan karakteristik nyeri pada NANDA 2015-2017, yaitu anoreksia, ekspresi wajah nyeri (misal mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus, meringis), ungkapan verbal, Hambatan kemampuan meneruskan aktivitas sebelumnya, keluhan tentang karakteristik nyeri, Keluhan tentang intensitas nyeri, laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas dan perubahan pola tidur (Herdman, 2015).

Sedangkan faktor yang berhubungan pada diagnosa ini adalah penekanan/kompresi/

infiltrasi tumor pada saraf. Hal ini dikarenakan Provocate (P), pada Ny. R adalah tumor berdiameter 2 cm pada payudara kanan dan Ny.K adalah karena adanya tumor pada payudara sebelah kanan berdiameter <2 cm, nyeri terjadi karena adanya penekanan tumor pada saraf. Munculnya nyeri berkaitan erat dengan adanya reseptor dan rangsangan.

Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nosiseptor, merupakan saraf aferen primer untuk menerima dan menyalurkan rangsangan nyeri. Ujung-ujung saraf bebas nosiseptor berfungsi sebagai reseptor yang peka terhadap rangsangan mekanis, suhu, listrik, atau kimiawi yang menimbulkan nyeri (Price, 2006).

C. Rencana keperawatan

Rencana keperawatan yang disusun dengan kriteria hasil yang ingin dicapai yaitu klien mampu menggunakan skala nyeri untuk mengidentifikasi tingkat nyeri, melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri, dan mampu mengontrol nyeri secara mandiri menggunakan metode non farmakologi untuk mengurangi nyeri. Ini sesuai

dengan evaluasi klien dengan masalah keperawatan nyeri menurut Andarmoyo (2013).

Sedangkan rencana yang ditetapkan juga diambil dari Andarmoyo (2013) antara lain dengan kaji ulang pengalaman nyeri dan bagaimana intensitas nyeri klien, hal ini dilakukan untuk mempermudah atau membantu evaluasi yang nantinya akan dilakukan kaji ulang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya nyeri, kaji ulang efek nyeri kronik terhadap kehidupan klien, kaji ulang tindakan yang diupayakan untuk menurunkan nyeri. Penilaian nyeri kanker payudara merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi nyeri kanker payudara yang efektif (Prasetyo, 2010).

Berikan dan ajarkan tindakan pereda nyeri non farmakologi distraksi dengan musik dan masase punggung untuk mengontrol nyeri.

Karena menurut Prasetyo (2010) distraksi musik adalah suatu pengalihan perhatian ke hal-hal lain diluar nyeri, yang dengan demikian diharapkan menurunkan kewaspadaan klien terhadap nyeri kanker payudara bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri kanker payudara. Musik religi adalah salah satu pilihan untuk teknik ini. Terapi musik religi merupakan penggabungan antara musik dengan terapi spiritual. Pendekatan spiritual dianggap mampu membantu pemulihan dan memberikan ketenangan pada perasaan klien. Sejalan dengan penelitian oleh Karyati, Cahyo dan Hartinah dimana terdapat hubungan signifikan antara terapi musik religi terhadap tingkat nyeri di RSUD Sunan Kalijaga Demak.

Sedangkan masase adalah salah satu metoda dari teknik stimulasi kutaneus. Teknik ini bekerja dengan menstimulasi permukaan kulit untuk mengontrol nyeri kanker payudara.

Hal ini berkaitan dengan gate control pengendalian “menutup gerbang” untuk menghambat perjalanan rangsangan nyeri kanker payudara. Stimulus kutaneus akan merangsang serabut-serabut sraf perifer untuk mengirimkan impuls melalui dorsal horn pada medulla spinalis, saat impuls yang dibawa oleh serabut A-Beta mendominasi maka mekanisme gerbang akan menutup sehingga impuls nyeri tidak dihantarkan ke otak.

Metode ini juga dianggap cocok dengan kedua klien yang dapat berkonsentrasi dengan baik dan cukup baik untuk ikut serta dalam aktivitas mental dan fisik yang kompleks (Andarmoyo, 2013).

Teknik non farmakologi distraksi dengan musik dan stimulasi kutaneus (masase

(5)

punggung) dipilih karena selain mudah dilakukan oleh klien atau keluarga klien juga terbukti efektif untuk menurunkan nyeri.

Selanjutnya motivasi keluarga untuk tetap memberikan support atas nyeri yang dialami klien. Sesuai dengan pernyataan Andarmoyo (2013) bahwa dukungan keluarga akan membantu mengurangi respon klien terhadap nyeri.

Intervensi berikutnya yaitu kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian analgetik.

WHO merekomendasikan penggunaan analgesik yang disertai atau tanpa disertai adjuvan ditentukan oleh tingkat keparahan dari nyeri kanker payudara yang dirasakan. Untuk nyeri ringan ( skala 1-3 pada skala 0-10) maka direkomendasikan penggunaan pada tangga pertama yaitu non opiat yang disertai atau tanpa obat adjuvan. Apabila nyeri dirasakan klien menetap atau skala nyeri meningkat (nyeri sedang; skala 4-6 pada skala 0-10), WHO merekomendasikan penggunaan opiat lemah, disertai atau tanpa nonopiat, dan disertai atau tanpa obat-obatan adjuvan. Apabila dengan pemberian obat pada tangga ketiga nyeri masih menetap atau bahkan meningkat (nyeri berat;

skala 7-10 pada skala 0-10) opiat kuat dapat digunakan, nonopiat sebaiknya diteruskan dan obat-obatan adjuvan juga harus dipertimbangkan penggunaannya (Prasetyo 2010).

D. Implementasi

Dari hasil pengkajian ulang tindakan yang diupayakan untuk menurunkan nyeri, kemampuan Ny. R dan Ny. K dalam mengontrol nyeri yang dirasakan masih rendah, dimana Ny. R akan mengoleskan minyak kayu putih pada benjolan bila nyeri terasa. Sedangkan Ny. Hanya mengusap-ngusap bagian yang nyeri dengan harapan nyerinya segera hilang. Seperti yang dikemukakan oleh Mulyani dan Nuryani (2013), bahwa pada kasus kanker payudara salah satu penyebab terjadinya nyeri adalah akibat tumor yang meluas dan menekan saraf dan pembuluh disekitarnya dan itulah yang terjadi pada kasus Ny. R dan Ny. K. Sehingga pemahaman dan kemampuan klien dalam mengontrol nyeri yang dirasakan adalah hal yang penting karena selama masih terdapat tumor pada payudara klien maka nyeri akan tetap terus berlangsung.

Terapi non farmakologis yang dilakukan oleh Ny. R dan Ny. K yaitu dengan menggunakan teknik distraksi dengan musik yang disukai klien, setelah dilakukan distraksi

dengan musik didapatkan respon yang hampir sama antara kedua klien. Ny. R mengaku senang dan skala nyeri turun menjadi skala 1 lalu terdengar menyanyikan lirik lagu walau lirih/pelan dan mengetukan jari jemarinya mengikuti alunan lagu. Sedangkan Ny. K mengatakan gembira sehingga nyeri yang dirasakannya menjadi skala 2. Ny. K lebih memilih menggerakan kakinya mengikuti irama lagu sambil memejamkan matanya.

Respon tersebut membuktikan bahwa terapi musik membantu mengekspresikan perasaan klien dan memberi pengaruh positif terhadap suasana hati dan emosi. Musik terbukti mampu mengurangi intensitas nyeri seperti yang dilakukan oleh Abdurrasyid pada tahun 2013 di RS Dharmais, dimana terdapat penurunan skala nyeri setelah diberikan terapi musik. Hal ini karena musik merupakan alat distracter, musik mampu merangsang/

menstimulasi tubuh untuk mengeluarkan endorfin. Endorfin adalah hormon tubuh yang memberikan perasaan senang yang berperan dalam penurunan nyeri. Endorfin atau neuropeptida endorgenic morphin merupakan zat alamiah yang dimiliki setiap orang yang diproduksi di kelenjar pituitary serta merupakan bahan neuroregulator jenis neuromodulator yang terlibat dalam sistem analgesia. Sifat analgesia ini menjadikan endorfin sebagai opioid endogen. Endorfin dapat menimbulkan hambatan presinaptik dan hambatan postsinaptik pada serabut nyeri (nosiseptor) yang bersinap pada kornu dorsalis (Djohan, 2006).

Lalu terapi non farmakologis kedua yang dilakukan oleh Ny. R dan Ny. K adalah masase punggung. Dimana tindakan masase dianggap

“menutup gerbang” untuk menghambat perjalanan rangsang nyeri pada pusat yang lebih tinggi pada sistem saraf pusat. Selanjutnya rangangan taktil dan perasaan positif, yang berkembang ketika dilakukan dengan sentuhan yang penuh perhatian dan empatik, bertindak memperkuat efek masase untuk mengendalikan nyeri yang dialami Ny. R dan Ny. K (Andarmoyo, 2013).

Setelah dilakukan masase pada kedua klien, didapatkan respon bahwa Ny. R merasa lebih rileks dan nyaman sehingga perasaan nyeri yang dirasakannya berkurang. Sedangkan pada Ny. K juga terjadi penurunan rasa nyeri dan perasaan yang menjadi tenang. Pada kedua klien juga didapat penurunan skala nyeri sebanyak satu sklala untuk masing-masing klien. Respon yang didapatkan dari klien terjadi

(6)

karena masase pada punggung merangsang titik tertentu disepanjang meridian medulla spinalis yang ditransmisikan melalui serabut saraf besar ke formatio retikularis, thalamus dan sistem limbic akan melepaskan endorfin. Sehingga mampu mengurangi nyeri dan stress, serta memberikan kenyamanan pada klien (Price, 2006).

Hasil yang didapatkan sejalan dengan penelitian hasil penelitian pada 16 orang pada kelompok intervensi yang mendapatkan terapi analgetik dan massase selama 3 hari menujukan penurunan intensitas nyeri sebesar 1.21 (Usman, 2009).

Selanjutnya setelah dilakukan kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian obat analgetik, kedua klien tetap tidak mendapatkan terapi farmakologi dengan menggunakan obat- obatan analgetik. Walaupun analgetik dapat menghilangkan nyeri dengan efektif, perawat dan dokter masih cenderung tidak melakukan upaya analgetik dalam penanganan nyeri karena informasi obat yang tidak benar, karena adanya kekhawatiran klien akan mengalami ketagihan obat (Andarmoyo, 2013).

Padahal pada Ny. R mengalami nyeri skala 3 dan Ny. K mengalami nyeri skala 2 dimana pada kedua klien mengalami nyeri pada golongan nyeri ringan yang seharusnya bila mengacu pada tangga analgetik WHO maka klien seharusnya mendapat obat non opiat yang disertai atau tanpa obat adjuvan.

E. Evaluasi

Setelah dilakukan manajemen nyeri pada Ny. R dikatakan bahwa masalah nyeri kronis teratasi sebagian karena Ny. R walaupun terjadi penurunan skala nyeri dari skala 3 menjadi 2 setelah dilakukan intervensi, namun klien belum mampu mengontrol nyeri yang dirasakannya secara mandiri, sehingga setelah intervensi dihentikan maka skala nyeri yang dirasakan oleh Ny. R akan kembali ke skala semula yaitu skala 3 NRS. Maka dapat dikatakan bahwa Ny. R belum mampu memperhankan kesejahteraannya dan belum memenuhi tujuan yang diinginkan.

Sehingga perlu melanjutkan intervensi meliputi kaji ulang pengalaman dan intensitas nyeri klien, ajarkan dan berikan tindakan pereda nyeri non farmakologi relaksasi nafas dalam dikarenakan teknik ini tidak memerlukan alat dan dapat dilakukan tanpa bantuan orang lain, motivasi keluarga untuk tetap memberikan dukungan atas nyeri yang dialami klien dan evaluasi keefektifan teknik kontrol nyeri.

Sedangkan pada Ny. K dikatakan bahwa masalah nyeri kronis telah teratasi, karena klien telah melaporkan penurunan skala nyeri dari skala 2 menjadi 1, klien juga telah mampu melakukan teknik kontrol nyeri non farmakologi secara mandiri. Sehingga intervensi di hentikan. Klien juga dianjurkan untuk tetap melakukan kegiatan distraksi dirumah apabila nyeri masih muncul. Jenis kegiatan yang dapat dilakukan yaitu seperti membaca al-Quran, berdzikir atau mendengarkan musik religi.

Kegiatan dengan pendekatan spiritual dipilih karena dianggap mampu menenangkan emosi dan membuat perasaan menjadi tenang sehingga nyeri dapat teralihkan.

Kesamaan dari evaluasi yang didapatkan yaitu kedua subjek melaporkan skala nyeri menurun setelah dilakukan teknik non farmakologi distraksi musik dan masase punggung. Ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Abdurrasyid (2013) yang menyatakan ada pengaruh pemberian terapi musik terhadap penurunan skala nyeri pada pasien kanker. Juga sejalan dengan penelitian oleh Usman (2009) yang didapatkan hasil adanya pengaruh pemberian masase terhadap penurunan skala nyeri.

Sedangkan perbedaan hasil kemampuan klien untuk mengontrol nyeri pada kedua kasus disebabkan karena Ny. R tidak memiliki telepon genggam seperti Ny. K sehingga tidak bisa mendengarkan musik secara mandiri. Selain itu dikarenan keluarga Ny. R tidak selalu ada untuk memberi dukungan dan membantu melakukan masase pada punggungnya.

IV. Kesimpulan

Berdasarkan hasil studi dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan gambaran pengkajian pada kanker payudara ditemukan keluhan dimana klien merasa nyeri karena penekanan tumor yang terasa seperti ditusuk-tusuk. Nyeri dirasakan dipayudara yang terdapat benjolan yang teraba keras dan sulit digerakkan. Skala yang muncul pada nyeri kanker payudara adalah skala 2-3 NRS.

Diagnosa yang muncul yaitu nyeri kronis berhubungan dengan penekanan/kompresi/

infiltrasi tumor pada saraf.

Manajemen nyeri yang diberikan selama 3 x 24 jam secara mandiri adalah memberikan dan mengajarkan teknik distraksi dengan musik dan masase punggung. Musik yang digunakan adalah musik kesukaan klien yaitu musik lawas, musik didengarkan melalui earphone agar bisa lebih fokus. Sedangkan masase dilakukan pada

(7)

punggung kedua klien dengan posisi duduk.

Lalu tindakan farmakologi yang dilakukan adalah merekomendasikan pengkolaborasian dengan tim dokter untuk memberikan obat analgetik.

Maka didapatkan gambaran evaluasi nyeri pada subjek I masalah teratasi sebagian, dikarenakan walaupun klien melaporkan penurunan skala nyeri sebanyak satu skala NRS, namun pada subjek I tidak terjadi peningkatan kemampuan mengontrol nyeri secara mandiri dikarenakan tidak terdapat fasilitas yang mendukung. Sedangkan pada subjek II masalah dinyatakan telah teratasi. Dilihat dari terjadinya penurunan skala nyeri sebanyak satu skala NRS, kemudian subjek II telah mampu melakukan teknik untuk mengontrol nyeri secara mandiri sehingga klien tetap akan bisa mengontrol nyeri yang dirasakannya setelah intervensi dihentikan.

V. Daftar Pustaka

Abdurrasyid. (2013). Pengaruh Terapi Distraksi mendengarkan musik klasik mozart terhadap penurunan skala nyeri pada pasien kanker di rumah sakit dharmais [abstrak]. Jakarta:

Universitas Esa Unggul

Adha. (2014). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Respon terhadap Nyeri Pasien Post Operasi Mayor di IRNA Bedah RSUP. Dr.

Djamil Padang. Padang: Stikkes Mercu Bakti Jaya

Anas, T. (2006). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri .Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC

Andarmoyo, S. (2013). Konsep dan proses keperawatan Nyeri. Jogjakarta : Arruz media

Djohan. (2009). Psikologi Musik. Yogyakarta : Best Publihser

Harsal, A.(2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam:

Penanggulangan Nyeri pada Kanker. Edisi 5. Jilid 2. Jakarta : Internal Publishing

Herdman, T. H. (2015). Nanda International Inc.

Diagnosa Keperawatan : Definisi &

Klasifikasi 2015-2017. Editor, T. Heather Herdman, Shigemi Kamitsura; alih bahasa Budi Anna Keliat...[et al]. Editor penyelaras, Monica Ester. Edisi 10.

Jakarta : EGC

Instalasi RM RSUD Tugurejo Semarang. (2016).

Prevalensi Kasus Kanker Payudara pada Klien Rawat Inap Tahun 2015-2016.

Semarang : RSUD Tugurejo

International Agency for Research on Cancer (IARC) / WHO.(2012). GLOBOCAN 2012: Estimated cancer incidence, mortality, and prevalence worldwide in 2012.(online) (http://globocan.iarc.fr/Pages/fact_she ets_population.aspx diakses 20 Oktober 2016)

Kementrian Kesehatan RI. (2015).Menkes Canangkan Komitmen penanganan Kanker di Indonesia.(online) (www.depkes.go.id. Diakses 25 Oktober 2016)

Kozier, B. (2009). Buku Ajar Keperawatan Klinis.

Ed 5. Jakarta : EGC

Mardiana, L.(2007). Kanker pada wanita :pencegahan dan pengobatan dengan tanaman obat. Cetakan V. Jakarta : Panerba Swadaya.

Mulyani dan Nuryani. (2013). Kanker Payudara dan PMS pada Kehamilan. Yogyakarta:

Nuha Medika

Potter, P. A dan Perry, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik. Volume 1 Edisi 4.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Prasetyo, S. N. (2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Graha Ilmu

Price, S.A dan Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC

Rosma, S. (2008). Menurunkan Risiko Kanker Payudara. Jakarta : Kata Hati

Rusdiatin, I. (2007). Pengaruh Pemberian Teknik Akupresure terhadap Tingkat Nyeri Persalinan Kala I di RS Rajawali Citra Potonobanguntapan Bantul. Yogyakarta : Stikkes Surya Global

Smeltzer, S.C & Bare, B.G.(2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth. Edisi 8 Vol 1. Terj. Agung waluyo dkk. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Usman, R.D. (2009). Pengaruh Terapi Massase Terhadap Intensitas Nyeri Kanker Payudara Di Makassar [Abstrak].

Jakarta: Universitas Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

production 36–53 weeks of age four females roosting closely together for about 14 days and four females roosting far apart from each other were taken out from each flock and

Penerapan model pembelajaran logan avenue problem solving (laps)-heuristic dengan pendekatan open-ended dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan penalaran

Bedasarkan hasil penelitian penulisan caption Instagram mahasiswa dan mahasiswi PBSI angkatan 2017 kelas 5B sebanyak 32 orang yang telah dianalisis maka kesimpulan

adalah tekanan hidrolik. Posisi awal cetakan adalah “terbuka penuh” yang diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan produk yang dihasilkan nantinya dapat

Adanya penelitian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya guru yang tidak memberikan pengalaman yang bermakna pada siswa ketika proses pembelajaran berlangsung. Salahsatu cara

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah melalui media gambar seri dapat peningkatan kecerdasan emosional anak Kelompok Bermain Tunas Melati II Celep Kedawung

sepeninggal Prabu Pandudewanata sampai Pandawa mampu memerintah kerajaan besar tersebut. Kurawa yang dikendalikan oleh Dewi Gendari dan Arya Sangkuni selalu membuat dalih

Telah dilakukan Penelitian di Kawasan Cagar Alam Lembah Anai dan Cagar Alam Batang Palupuh, Sumetera Barat, dengan tujuan mendapatkan data jenis-jenis jamur makro di kedua