P E N Y E L E S A I A N T I N D A K A N M A I N H A K I M S E N D I R I (EIGENRICHTING ) TERHADAP P ELAKU TINDAK PIDANA
PENCURIAN DI DALAM MASYARAKAT KOTA BANDA ACEH
SKRIPSI
Diajukan Oleh:
MUHAMMAD FADHIL NIM. 160106021
Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum Prodi Ilmu Hukum
F A K U L T A S S Y A R I ’ A H D A N H U K U M UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY BANDA ACEH
2021 M/1442 H
ii
P E N Y E L E S A I A N T I N D A K A N M A I N H A K I M S E N D I R I (EIGENRICHTING ) TERHADAP P ELAKU TINDAK PIDANA
PENCURIAN DI DALAM MASYARAKAT KOTA BANDA ACEH
SKRIPSI
D ia ju kan Kep ad a Fa ku lta s S yar i’a h dan Hu kum Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh
Sebagai Salah Satu Beban Studi Program Sarjana (S1) Dalam Ilmu Hukum
Oleh:
MUHAMMAD FADHIL NIM. 160106021
Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum Prodi Ilmu Hukum
Disetujui untuk Dimunaqasyahkan Oleh:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. A. Hamid Sarong, S.H., M.H Dr. Jamhir, S.Ag., M.Ag
NIP. 194910121978031002 NIP. 197804212014111001
iii
P E N Y E L E S A I A N T I N D A K A N M A I N H A K I M S E N D I R I (EIGENRICHTING ) TERHADAP P ELAKU TINDAK PIDANA
PENCURIAN DI DALAM MASYARAKAT KOTA BANDA ACEH SKRIPSI
Telah Diuji oleh Panitia Ujian Munaqasyah Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry
dan Dinyatakan Lulus Serta Diterima Sebagai Salah Satu Beban Studi
Program Sarjana (S-1) Dalam Ilmu Hukum Pada Hari/Tanggal : Senin, 19 Juli 2021
09 Zulhijjah 1442 H di Darussalam, Banda Aceh
Panitia Ujian Munaqasyah Skripsi:
Ketua, Sekretaris
Prof. Dr. A. Hamid Sarong, S.H., M.H Dr. Jamhir, S.Ag., M.Ag NIP. 194910121978031002 NIP. 197804212014111001
Penguji I, Penguji II,
Dr. Ali, M.Ag IdaFriatna,M.Ag NIP. 197101011996031003 NIP. 197705052006042010
NIP.
iv
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA UIN AR-RANIRY BANDA ACEH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
Jl. Syeikh Abdur Rauf Kopelma Darussalam Banda Aceh Telp./ Fax, 0651-7557442 Email : [email protected],id
Telp./ Fax, 0651-7557442 Email : [email protected],id
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH Yang bertandatangan dibawah ini :
Nama : Muhammad Fadhil
NIM : 160106021
Prodi : Ilmu Hukum
Fakultas : Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan;
2. Tidak melakukan plagiasi terhadap naskah karya orang lain;
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa izin pemilik karya;
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data;
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggungjawab atas karya ini.
Bila di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan dan ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan ini, maka saya siap untuk dicabut gelar akademik saya atau diberikan sanksi lain berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Banda Aceh, 21 Juni 2021 Yang menyatakan,
Muhammad Fadhil NIM. 160106021
v ABSTRAK
Nama : Muhammad Fadhil
NIM : 160106021
Fakultas/Prodi : Syari’ah dan Hukum/Ilmu Hukum Judul :
(Eigenrichting) Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian Di Dalam Masyarakat Kota Banda Aceh
Tanggal Sidang : 19 Juli 2021 Tebal Skripsi :
Pembimbing I : Prof. Dr. A. Hamid Sarong, S.H., M.H Pembimbing II : Dr. Jamhir, M.Ag
Kata Kunci : Tindakan Main Hakim Sendiri, Pencurian, Upaya
Penyelesaian, Kebijakan, Masyarakat, Kepolisian, Tindak Pidana.
Judul skripsi ini tentang penyelesaian tindakan main hakim sendiri (eigenrichting) terhadap pelaku tindak pidana pencurian di dalam masyarakat kota Banda Aceh. Kasus tindakan main hakim sendiri terhadap pelaku pencurian masih sering terjadi diwilayah kota Banda Aceh dalam hal ini ditemukan permasalahan untuk diteliti. Adapun permasalahan itu, pertama, bagaimanaa kasus-kasus tindakan main hakim sendiri terhadap pelaku tindak pidana pencurian diwilayah hukum Polresta Banda Aceh, kedua, bagaimana kebijakan dan upaya penanganan tindakan main hakim sendiri terhadap pelaku tindak pidana pencurian di wilayah hukum Polresta Banda Aceh, ketiga, bagaimana upaya pencegahan dalam menyelesaikan tindakan main hakim sendiri terhadap pelaku tindak pidana pencurian di wilayah hukum Polresta Banda Aceh.
Pendekatan yang digunakan adalah yuridis empiris, adalah untuk mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataan di kehidupan di dalam masyarakat. Adapun hasil penelitian pada kasus-kasus tindakan main hakim sendiri terhadap pelaku tindak pidana pencurian. Pertama, bukti lapangan menunjukkan bahwa timbulnya hal tersebut disebabkan oleh rasa kekesalan masyarakat terhadap praktik pencurian. Kedua, adanya kebijakan dalam upaya penanganan kasus tindakan main hakim sendiri yang dilakukan oleh Polresta Banda Aceh, kebijakan ini terbagi menjadi dua bagian kebijakan, pertama kebijakan terhadap korban, kedua kebijakan terhadap pelaku. Ketiga, Polresta Banda Aceh melakukan upaya untuk mencegah dan menyelesaikan tindakan main hakim sendiri terhadap pelaku pencurian, hal ini dilakukan untuk tujuan kesadaran hukum masyarakat agar terciptanya tujuan hukum dan rasa kerja sama dalam membangun perkembangan hukum yang baik, sehingga masyarakat dapat mengerti bahwa tindakan main hakim sendiri merupakan perbuatan melawan hukum yang dapat merugikan orang lain.
Penyelesaian Tindakan Main Hakim Sendiri
84
vi
KATA PENGANTAR
ِمْيِحَّرلا ِنهْحَّْرلا ِهٰللّا ِمْسِب
Puji Syukur kehadiran Allah Swt atas karunia dan Petunjuk-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penyelesaian Tindakan Main Hakim Sendiri Eigenrichting Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian Didalam Masyarakat Kota Banda Aceh”. Tidak lupa pula selawat serta salam semoga senantiasa tercurah limpah kepada Nabi Muhammad Saw yang telah membimbing umatnya dari zaman jahiliyah menuju ke zaman islamiyah yang terang serta berilmu pengetahuan, juga yang kita harapkan syafa’atnya di hari kiamat kelak.
Penyusunan Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi dan melengkapi persyaratan guna mencapai gelar sarjana hukum pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar-Raniry.
Penyusun juga menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud sebagaimana yang diharapkan, tanpa bimbingan dan bantuan serta tersedianya fasilitas- fasilitas yang diberikan oleh beberapa pihak. Oleh karena itu, penyusun menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah dengan ikhlas membantu penyusunan skripsi ini terutama kepada;
Bapak Prof. Dr. A. Hamid Sarong, S.H., M.H. Selaku Dosen Pembimbing Satu skripsi yang telah tulus dan ikhlas meluangkan waktu, dan juga tenaga dan pikiran dalam memberikan pengarahan, dukungan, masukan serta kritik-kritik yang membangun selama proses penulisan skripsi ini.
Bapak Dr. Jamhir, M.Ag. Selaku Penasehat Akademik dan Pembimbing Dua skripsi ini yang telah tulus serta ikhlas dalam meluangkan waktu, dan juga tenaga, pikiran dalam memberikan pengarahan yang baik dalam proses format penulisan, serta dukungan, masukan-masukan kritik terhadap isi yang membangun selama proses penulisan skripsi.
vii
Muhammad Siddiq, M.H., Ph.D. Selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar-raniry Banda Aceh.
Ibu Dr. Khairani, S.Ag., M.Ag. Selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar-raniry Banda Aceh.
Bapak Prof. Dr. H. Warul Walidin AK, M.Ag. Selaku Rektor Universitas Islam Negeri Ar-raniry Banda Aceh.
Bapak Dr. Ali, M.Ag. Selaku Penguji I Sidang Munaqasyah yang telah meluangkan waktu dan bersedia untuk menguji penulis dalam karya ilmiah yang telah diselesaikan ini dan juga terima kasih atas kritikan dan saran yang telah diberikan.
Ibu Ida Friatna, M.Ag. Selaku Penguji II Sidang Munaqasyah yang telah meluangkan waktu dan bersedia untuk menguji penulis dalam karya ilmiah yang telah diselesaikan ini dan juga terima kasih atas kritikan dan saran yang telah diberikan.
Seluruh Bapak/Ibu Staf Pengajar/Dosen yang telah tulus dan ikhlas membimbing dan membekali penyusun selama proses belajar dan mengajar untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat sehingga penyusun dapat menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar-raniry Banda Aceh.
Ibu dan Keluarga Besar yang selalu penyusun cintai dan banggakan, yang tiada henti untuk selalu mendoakan dan memberikan semangat agar dapat menyelesaikan Studi di Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar-raniry Banda Aceh.
Polresta Banda Aceh, Polsek Ingin Jaya, Polsek Ingin Jaya, dan beserta wilayah hukumnya yang telah membantu penyusun mendapatkan data dan menghubungkan dengan narasumber.
viii
Bapak Agus Syahputra, S.Sos. Selaku Penyidik Reskrim Polresta Banda Aceh yang telah bersedia menjadi nara sumber dalam memberikan data dan berdiskusi terkait permasalahan skripsi ini.
Bapak Dekky Reza P, S.H. Selaku Penyidik Reskrim Polresta Banda Aceh yang telah bersedia menjadi narasumber dalam memberikan data dan berdiskusi terkait permasalahan skripsi ini.
Ibu Clara Phytares Marda, S.H. Selaku Penyidik Polsek Ingin Jaya yang telah bersedia menjadi narasumber dalam memberikan data lapangan serta berdiskusi terkait permasalahan skripsi ini.
Bapak AIPTU Vudy Dasly. Selaku Kasi Iden Polsek Lhong Raya yang telah bersedia menjadi narasumber dan memberikan data lapangan dan berdiskusi terkait permasalahan skripsi ini.
Sahabat-Sahabat Zulfikar, Said Sultan Desrizal, Asrul Aulia, Rizky Rahimullah, Muhammad Afdal Sit, Wahyudi Syahputra, Khairul Alwi Noviosi, Muhammad Syauqi, Ilham Triaji Kausar dan lain-lainnya yang tidak dapat saya sebut satu persatu.
Meskipun Skripsi ini merupakan hasil kerja maksmimal dari penyusun, namun penyusun menyadari bahwa akan ketidaksempurnanya dari skripsi ini.
Maka penyusun dengan rendah hati sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dari pembaca sekalian. Penyusun berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi kalangan akademisi dan juga untuk umum, serta memberikan manfaat dan kontribusi positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan terutama pada ilmu hukum khususnya hukum pidana.
Banda Aceh, 5 Juli 2021 Penulis,
Muhammad Fadhil NIM. 160106021
ix
TRANSLITERASI
Keputusan Bersama Mentri P dan K Nomor: 158 Tahun 1987- Nomor: 054b/1987 1. Konsonan
No. Arab Latin Ket No. Arab Latin Ket
1 ا Tidak
dilambangkan 61 ط ṭ t dengan titik di
bawahnya
2 ب b 61 ظ ẓ z dengan titik di
bawahnya
3 ت t 61 ع ‘
4 ث ś s dengan titik di
atasnya 61 غ gh
5 ج j 02 ف f
6 ح ḥ h dengan titik di
bawahnya 06 ق q
7 خ kh 00 ك k
8 د d 02 ل l
9 ذ ż z dengan titik di
atasnya 02 م m
10 ر r 02 ن n
11 ز z 01 و w
12 س s 01 ه h
13 ش sy 01 ء ’
14 ص ş s dengan titik di
bawahnya 01 ي y
15 ض ḍ d dengan titik di
bawahnya
2. Vokal
Vokal Bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vocal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
a. Vokal Tunggal
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harkat, transliterasinya sebagai berikut:
x
Tanda Nama Huruf Latin
َ Fatḥah A
َ Kasrah I
َ Dammah U
b. Vokal Rangkap
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harkat dan huruf, transliterasinya gabungan huruf, yaitu:
Tanda dan Huruf
Nama Gabungan
Huruf ي َ Fatḥah dan ya Ai و َ Fatḥah dan wau Au Contoh:
فيك
= kaifa,لوه
= haula 3. MaddahMaddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Harkat dan
Huruf Nama Huruf dan tanda
ي/ ا Fatḥah dan alif atau ya Ā
ي Kasrah dan ya Ī
و Dammah dan wau Ū
Contoh:
لا ق
= qālaي م ر
= ramāلْي ق
= qīlaل ْوق ي
= yaqūluxi 4. Ta Marbutah (ة)
Transliterasi untuk ta marbutah ada dua.
a. Ta marbutah ( ة) hidup
Ta marbutah ( ة) yang hidup atau mendapat harkat fatḥah, kasrah dan dammah, transliterasinya adalah t.
b. Ta marbutah ( ة) mati
Ta marbutah ( ة) yang mati atau mendapat harkat sukun, transliterasinya adalah h.
c. Kalau pada suatu kata yang akhir huruf ta marbutah ( ة) diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu terpisah maka ta marbutah ( ة) itu ditransliterasikan dengan h.
Contoh:
ةَضاوَر الاَفاطَالْا
: rauḍah al-aṭfāl/ rauḍatul aṭfālةَنا يِدَمالا اةَرَّوَ ن مالا
: al-Madīnah al-Munawwarah/al-Madīnatul Munawwarah
اةَحالَط
: ṬalḥahModifikasi
1. Nama orang berkebangsaan Indonesia ditulis seperti biasa tanpa transliterasi, seperti M. Syuhudi Ismail. Sedangkan nama-nama lainnya ditulis sesuai kaidah penerjemahan. Contoh: Ḥamad Ibn Sulaiman.
2. Nama negara dan kota ditulis menurut ejaan Bahasa Indonesia, seperti Mesir, bukan Misr ; Beirut, bukan Bayrut ; dan sebagainya.
3. Kata-kata yang sudah dipakai (serapan) dalam kamus bahasa arab.
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Susunan organisasi dan tata kerja tingkat Polres dan Polsek ... 53
Gambar 2 SK penetapan pembimbing skripsi ... 84
Gambar 3 Surat Permohonan Penelitian ... 85
Gambar 4 Dokumentasi kegiatan penelitian ... 112
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Pedoman transliterasi ... ix
Tabel 2 Susunan organisasi dan tata kerja tingkat Polres dan Polsek ... 53
Tabel 3 Daftar informan dan responden ... 86
Tabel 4 Verbatin wawancara ... 95
Tabel 5 Lembar kontrol bimbingan1 ... 08
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 SK penetapan pembimbing ... 84
Lampiran 2 Surat permohonan melakukan penelitian... 85
Lampiran 3 Daftar informan dan responden ... 86
Lampiran 4 Surat pernyataan kesediaan melakukan wawancara ... 87
Lampiran 5 Protokol wawancara... 91
Lampiran 6 Verbatin wawancara ... 95
Lampiran 7 Lembar kontrol bimbingan ... 108
Lampiran 8 Dokumentasi kegiatan penelitian ... 112
xv DAFTAR ISI
LEMBARAN JUDUL ... i
PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN SIDANG ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
DAFTAR ISI ... xv
BAB SATU: PENDAHULUAN1 A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Penjelasan Istilah ... 9
F. Kajian Pustaka... 11
G. Metode Penelitian ... 16
1. Jenis Penelitian ... 16
2. Sumber Data ... 17
3. Metode Pengumpulan Data ... 18
H. Sistematika Pembahasan ... 19
BAB DUA: P EN E G AK AN H UK U M D AN P EN G E RT I AN T I N D A K A N M A I N H A K I M S E N D I R I (EIGENRICHTING) ... 20
A. Penegakan Hukum ... 20
1. Pengertian Penegakan Hukum ... 20
2. Aparat Penegak Hukum ... 22
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum ... 30
B. Main Hakim Sendiri ... 36
1. Pengertian Main Hakim Sendiri (Eigenrichting) ... 36
2. Perbuatan dan Pertanggungjawaban Tindakan Main Hakim Sendiri (Eigenrichting) ... 40
xvi
BAB TIGA : KEBIJAKAN DAN UPAYA PENCEGAHAN DALAM PENYELESAIAN TINDAKAN MAIN HAKIM SENDIRI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
PENCURIAN ... 49
A. Gambaran Umum Polresta Banda Aceh... 49
1. Visi dan Misi Polresta Banda Aceh ... 49
2. Kebijakan Polresta Banda Aceh ... 51
3. Susunan Organisasi dan Tata Kerja Tingkat Polres dan Polsek ... 53
4. Satuan Reserse Kriminal Polresta Banda Aceh ... 54
B. Kasus-kasus Tindakan Main Hakim Sendiri Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian di Wilayah Hukum Polresta Banda Aceh ... 55
1. Kasus Tindakan Main Hakim Sendiri Terhadap Pelaku Pencurian Uang di Pasar Induk Lambaro... 55
2. Kasus Tindakan Main Hakim Sendiri Terhadap Pelaku Pencurian di Gudang Kayu Kawasan Lamgugop Syah Kuala ... 56
3. Kasus Tindakan Main Hakim Sendiri Mengakibatkan Kematian terhadap Pelaku Pencurian Ternak di Aceh Tenggara (Kasus Tambahan Berupa Gambaran Buruknya Prilaku Tindakan Main Hakim Sendiri)... 57
4. Kasus Tindakan Main Hakim Sendiri Terhadap Pelaku Pencurian Uang di Kawasan Blang Padang Banda Aceh ... 58
C. Kebijakan dan Upaya Penanganan Tindakan Main Hakim Sendiri Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian di Wilayah Hukum Polresta Banda Aceh ... 58
1. Kebijakan Terhadap Korban ... 62
2. Kondusifkan Wilayah (Menjaga Keamanan wilayah) ... 64
3. Kebijakan Terhadap Pelaku ... 65
D. Upaya Pencegahan dalam Menyelesaikan Tindakan Main Hakim Sendiri Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian di Wilayah Hukum Polresta Banda Aceh... 68
1. Memberikan Pemahaman dan Kesadaran Hukum Kepada Masyarakat ... 69
2. Membentuk Organisasi yang Aktif dan Berfokus Pada Pengetahuan Hukum ... 70
3. Peran Ketua Adat dan Tokoh Masyarakat ... 71
4. Peran Penegak Hukum Harus Selalu Aktif dalam Melakukan Kegiatan Pengamanan wilayah ... 71
xvii
5. Penyuluhan Terpadu dan Penyuluhan Insidensial ... 73
BAB EMPAT : PENUTUP ... 75
A. Kesimpulan ... 75
B. Saran ... 76
DAFTAR PUSTAKA ... 77
LAMPIRAN ... 84
1 BAB SATU PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan Negara hukum. di seluruh wiyalah kesatuan republik Indonesia diatur dan ditata oleh hukum yang dilaksanakan oleh pemerintah sebagai penguasa serta penjamin kesejahteraan dan ketentraman melalui instansi, aparat atau lembaga-lembaga lain yang bekerja sama dengan pemerintah. Hukum sebagai suatu alat kontrol masyarakat yang digunakan oleh Negara sudah selayaknya di indahkan oleh masyarakat maupun Negara sebagai pembuat dan penegak hukum.
Hukum sebagai tatanan yang mengatur hidup dan mengandung nilai-nilai dan norma-norma yang harus dijalankan oleh masyarakat, apabila hal tersebut dilanggar maka akan terjadi penyimpangan hukum sehingga mengakibatkan hukum tersebut tidak berfungsi dengan baik salah satu penyimpangan hukum yang sering terjadi di dalam kehidupan sosial masyarakat adalah tindakan main hakim sendiri (eigenrichting) khususnya terhadap pelaku tindak pidana pencurian.
Tindakan main hakim sendiri (eigenrichting) merupakan tindakan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap orang yang melakukan kejahatan atau tindakan kriminal. Dalam hal ini menurut pandangan Sudikno Mertokusumo mengenai tindakan main hakim sendiri (eigenrichting) ia berpendapat bahwa
“tindakan main hakim sendiri adalah tindakan untuk melaksanakan hak menurut kehendaknya sendiri yang bersifat sewenang-wenang, tanpa persetujuan dari pihak lain yang berkepentingan, sehingga menimbulkan kerugian”. Pelaku main hakim sendiri tidak dapat dibenarkan oleh undang-undang walaupun ada pengecualian terhadap hukum perdata untuk melakukan eigenrichting,
2
Perbuatan yang dilakukan biasanya termasuk perbuatan kategori kekerasan, penganiayaan ringan dan berat, hingga berujung kematian.1
Di beberapa tempat kota Banda Aceh dan Aceh Besar, para pelaku tindakan main hakim sendiri yang melakukan tindakannya memaparkan alasan- alasan untuk membenarkan perbuatannya seperti maling/pencuri melarikan diri, agar memberikan efek jera yang dapat membuat pelaku kejahatan tidak melakukan hal itu lagi (efek jera) dengan cara kekerasan yang dilakukan oleh massa, alasan lain karena tindak kejahatan tersebut sudah sangat sering dilakukan tetapi beberapa pelaku pencurian belum tertangkap oleh Kepolisian sehingga hal ini menimbulkan keresahan bagi masyarakat dan ketika pelaku tertangkap oleh masyarakat maka timbulah rasa emosional yang tinggi pada masyarakat sehingga tidak dapat kontrol dan melakukan tindakan main hakim sendiri secara langsung kepada pelaku pencurian tanpa mengamankan dan melaporkan terlebih dahulu kepolisi atau pihak yang berwenang.
Banyak alasan yang dikemukan oleh pelaku tindakan main hakim sendiri tidak menjadikan perbuatan tersebut dibenarkan oleh hukum yang berlaku akan tetapi sebaliknya, sehingga dari perbuatan pidana yang telah terjadi sebelumnya menimbulkan perbuatan pidana baru yang disebut main hakim sendiri. Padahal semua rangkaian untuk penangkapan dan proses penjatuhan sanksi kepada pelaku tindak pidana atau terduga tindak pidana telah diatur oleh hukum. hukum sebagai sarana dan upaya untuk menemukan keadilan bagi siapapun baik pelaku tindak pidana maupun korban dari tindak pidana, serta diluar dari hal itu saksi- saksi dari rangkaian perbuatan pidana, seperti apa yang dikatakan aristoteles yang dikutip oleh R.Soersoso hukum semata-mata menghendaki keadilan dan isi dari pada hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan apa yang dikatakan tidak adil.2
1Sidik Sunaryo, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana,( Malang: UMM Press 2004), hlm 16.
2R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta Sinar Grafika Jakarta 2011), hlm 58.
Hukum merupakan sistem berarti bahwa hukum itu merupakan tatanan, yaitu suatu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain. Dengan perkataan lain sistem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut.3
Apabila terjadi pelanggaran hukum, seperti penganiayaan dan pembunuhan, pencurian atau kejahatan yang dilakukan sendiri maupun bersama- sama maka hal tersebut akan diatur dalam hukum materil dan peraturan yang telah dietapkan tersebut harus ditegakkan dan dipertahankan, untuk menegakkan dan mempertahankan hukum materil dibutuhkan peraturan hukum materil yaitu hukum formil.
Upaya terbaik dalam menegakkan hukum pidana materil selalu menuntut dan bersandar pada bagaimana regulasi ketentuan hukum pidana formil maupun menjadi pengawal dalam membingkai semangat dan tujuan hukum pidana materil itu sendiri. Dengan dijalankannya hukum pidana formil oleh penegak hukum sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku serta tidak memihak (bersifat netral) dalam menjalankan tugasnya akan menghasilkan keadilan dan ketertiban bagi masyarakat.
Di dalam sistem hukum Indonesia, penegak hukum dilakukan oleh penguasa, penguasa berhak untuk menjalankan rangkaian peradilan mulai dari penangkapan, penyidikan, persidangan, hingga penjatuhan sanksi kewenangan tersebut dibagi pada lembaga-lembaga Negara seperti polisi bertindak sebagai penyidik,4 lembaga kejaksaan bertindak sebagai penuntut umum,5 lembaga kehakiman bertanggungjawab untuk mengadili.6 Secara hukum materil dan
3Sidik Sunaryo, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, (Malang: UMM Press, Malang 2004), hlm 1.
4Undang-udang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Pasal 1 (a).
5Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Pasal 6
6Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Pasal 8
4
hukum formil masyarakat tidak memiliki wewenang apapun dalam rangkaian proses pemidanaan.
Secara das sollen (seharusnya/fakta hukum) penguasa yang berhak untuk memproses suatu tindak pidana. Akan tetapi das sein (kenyataan/peristiwa konkret yang terjadi di masyarakat) memaparlan bahwa masyarakat ikut serta secara langsung dalam proses pemidanaan, seperti tindakan main hakim sendiri yang dilakukan sekelompok masyarakat kepada pelaku kejahatan seperti yang sudah dijelaskan diatas. Dalam hal ini penulis mengangkat kasus yang terjadi sangat lumrah (hal yang dipandang biasa oleh masyarakat) di masyarakat yaitu tindakan main hakim sendiri (eigenrichting) terhadap pelaku tindak pidana pencurian.
Dalam hal ini penulis menemukan beberapa kasus tindakan main hakim sendiri seperti pelaku tindak pidana pencurian ternak pada hari Rabu 28 Agustus 2019, sekitar pukul 19:00 Wib, tempat kejadian di kawasan tambak Gampong Alue Campli, Kecamatan Seunuddon, Kabupaten Aceh Utara. Kasus bermula saat Marzuki (40) warga Alue Campli melihat ada tiga orang pemuda mencurigakan dengan menggunakan sepeda motor jenis Yamaha berada di pematangan tambak dan saat itu diduga hendak menangkap kambing miliknya.
Karena sendiri kemudian saksi meminta bantuan kepada masyarakat lain untuk menangkap mereka. Namun saat sampai dilokasi hanya tersangka Hd yang berhasil diciduk oleh warga, karena warga merasa kesal dengan perbuatan pencurian yang dilakukan oleh Hd, kemudian warga melakukan tindakan amuk massa, yang menyebabkan Hd mengalami luka-luka disekeliling tubuhnya, dan sepeda motor yang digunakan Hd juga dibakar oleh warga. setelah itu tersangka Hd di bawa kepolsek setempat guna untuk diamankan dan diproses secara
hukum. sejauh ini penulis tidak menemukan dalam kasus tersebut polisi menindak para pelaku pemukulan pencuri kambing tersebut.7
Kasus lain terjadi di Banda Aceh, seorang pemuda yang belum diketahui identitasnya babak belur diamuk massa kejadian ini terjadi pada Senin 1 Juli 2019, kejadian itu bermula saat pria tersebut berniat ingin mencuri disalah satu gudang penyimpanan milik warga di kawasan Lamgugop, Syiah Kuala, Banda Aceh. Saat pria tersebut masuk di dalam gudang kayu dengan cara mengcongkel dindingnya, namun tindakan pelaku tersebut berhasil diketahui oleh pemilik gudang dan warga sekitar, sempat terjadi kejar-kejaran dengan pelaku, pada akhirnya pelaku berhasil ditangkap oleh warga dan terjadi pemukulan saat penangkapannya. Akibat kejadian itu. Korban mengalami luka serius dibagian wajahnya akibat terkena benda tumpul, beruntung pihak kepolisan langsung datang kelokasi kejadian perkara dan menghentikan warga main hakim sendiri tersebut. Saat pihak kepolisian tiba dan mengamankan situasi, pria itu sudah babak belur, tangan dan kakinya terikat dengan tali, kemudian pria yang belum diketahui identitasnya itu langsung dibawa ke Rumah Sakit Zainoel Abidin Banda Aceh untuk mendapatkan perwatan medis saat ini pria tersebut belum sadarkan diri. AKP Edi mengatakan terkait dengan keterangan dokter ada pendarahan dikepalanya, saat ini kami kesulitan untuk menghubungi keluarga karena yang bersangkutan tidak mengantongi identitas diri.8
Kemudian kasus pencuri tewas diamuk massa oleh sekelompok warga, kasus ini terjadi pada Kamis (24/2/2011) sekitar Pukul 04:00 Wib, tewaas berlimpah darah akibat dihajar ratusan massa di Desa Lawe Serke, Kecamatan Lawe Sigala-gala, Aceh Tenggara. Kejadian ini bermula pada saat warga sedang melakukan kegiatan keamanan (ronda malam), mereka melakukan ronda malam
7Diakses Pada 28 Maret 2021 Pukul 15:46 Wib http:/aceh.antaranews.com/berita/94626 /maling-kambing-diamuk-warga-dan-sepedanya-dibakar-di-aceh-utara.
8Diakses Pada 28 Maret 2021 Pukul 16:20 Wib, https://www.ajnn.net/news/maling- babak-belur-diamuk-massa-di-lamgugop/index.html.
6
karena di tempat mereka tinggal sangat sering terjadi praktik pencurian, seperti sepeda motor, hewan ternak dan hal-hal penting lainnya. Ketika itu warga yang melakukan ronda malam mencoba untuk memancing pelaku pencurian dengan bersembunyi, setelah mereka melihat ada tiga orang yang diduga ingin melakukan praktik pencurian. lalu mereka membekuk pelaku. Pada akhirnya kedua pelaku ditangkap oleh warga sekitar, karena warga memiliki rasa emosional yang tinggi terhadap pelaku pencurian, dengan seketika warga melakukan kekerasan kepada korban, sehingga membuat kedua pelaku pencurian tewas ditempat, sedangkan satu tersangka lagi berhasil melarikan dari kepungan massa. Dalam kasus ini penulis tidak menemukan adanya penindakan kepada orang-orang yang melakukan tindakan main hakim sendiri kepada kedua pelaku pencurian ini.9
Selanjutnya kasus pencurian yang terjadi di Pasar Induk Lambaro, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar, kasus ini terjadi pada Hari Senin 13 April 2020. Kasus bermula saat tersangka EL (47) melakukan pencurian uang di pasar induk Lambaro, ia mengambil sejumlah uang dengan nominal Rp.3.000.000.00 (tiga juta rupiah) milik salah satu pedagang sayur di pasar Lambaro tersebut.
Kemudian pada saat dilakukannya aksi pencurian uang tersebut ada salah satu saksi yang melihat bahwa ia mengambil suatu barang di dalam tas pedagang tersebut yang ditaruh diatas meja. Pada akhirnya tindakan pencurian tersebut diketahui oleh pemilik uang, dan langsung membekuk pelaku dengan meminta bantuan pada warga-warga yang berada ditempat kejadian, pada saat membekuk pelaku warga melakukan tindakan kekerasan berupa amukan massa, pada saat warga sedang melakukan amuk massa, dilihat oleh salah seorang kerabat pelaku yang berinisial IS (39) dan IS berusaha untuk menghentikan massa, kemudian aksi IS itu mengakibatkan ia terjerumus oleh emosi warga yang tidak bisa dikontrol sehingga IS pun menjadi korban dari tindakan amukan massa, hal ini
9Diakses Pada 28 Maret 2021 Pukul 17:00 Wib, https://www.tribunnews.com/regional/
2011/02/25/dua-komplotan-pencuri-tewas-diamuk-massa.
karena IS diduga adalah rekan EL yang turut membantu dalam praktik pencurian sejumlah uang tersebut. Akibat dari hal itu pelaku dibawa kerumah sakit terdekat guna mendapatkan perawatan, dan IS pun di bebaskan karena ia tidak bersalah sementara EL ditahan oleh pihak Polsek Ingin Jaya.10
Dari kasus-kasus tersebut penulis menemukan perbedaan sikap kepolisian terhadap pelaku main hakim sendiri ketiga kasus diatas yang ditimbulkan oleh massa hanya luka-luka (babak-belur) dan satu kasus yang terjadi di Aceh Tenggara akibat amukan massa sehingga mengakibatkan tewasnya kedua pelaku pencurian. Menurut pengamatan penulis dalam mencari fakta-fakta kejadian kasus diatas Kepolisian tidak menindak pelaku-pelaku tindakan main hakim sendiri, padahal para pelaku tindakan main hakim sendiri telah melakukan tindak pidana yang menimbulkan kerugian bagi orang lain dan perbuatan tersebut menimbulkan akibat hukum.
Contoh kasus-kasus menimbulkan pertanyaan bagi penulis bagaimana prosedur atau kebijakan Kepolisian sebagai petugas keamanan dan penyidik suatu perbuatan hukum dalam menyelesaikan masalah ini apakah terdapat aturan internal atau kebijakan internal tentang perbuatan main hakim sendiri yang dapat di pidana atau tidak dapat dipidana. Sebab penindakan eigenrichting yang dilihat oleh penulis tidak ada penindakan kepada pelaku-pelaku main hakim sendiri secara khusus. Ketika tidak ditindak oleh penegak hukum, dalam hal ini apakah hal tersebut dapat disebabkan oleh kesulitan dalam penegakan yaitu masalah internal penegak hukum atau terdapat alasan pembenar/pemaaf pada pelaku tindakan main hakim sendiri.
Oleh karena itu hal-hal yang dipaparkan diatas, penulis tertarik untuk melakukan sebuah penelitian untuk dijadikan karya ilmiah (skripsi) terkait dengan subyektifitas kepolisian dalam mengusut, menindak, dan menyelesaikan kasus, perkara tindakan main hakim, apakah jika terjadi luka-luka atau babak
10Diakses Pada 28 Maret 2021 Pukul 21:48 Wib, https://aceh.tribunnews.com/2020/04 /13/ini-kronologi-kasus-dua-pencuri-yang-diamuk-massa-di-pasar-lambaro-aceh-besar.
8
belur para pelaku eigenrichting tidak di usut, dan apabila menimbulkan kematian dari perbuatan eigenrichting baru kemudian di usut, selain pada pelaku apa yang dilakukan oleh Kepolisian pada korban main hakim sendiri, untuk itu penulis tertarik untuk mengangkat judul “Penyelesaian Tindakan Main Hakim Sendiri (Eigenrichting) Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian Di Dalam Masyarakat Kota Banda Aceh”.
B. Rumusan Masalah
Bedasarkan uraian latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan yang akan di bahas sebagai berikut:
1. Bagaimana kasus-kasus tindakan main hakim sendiri terhadap pelaku tindak pidana pencurian di wilayah hukum Polresta Banda Aceh ? 2. Bagaimana kebijakan dan upaya penanganan tindakan main hakim
sendiri terhadap pelaku tindak pidana pencurian di wilayah hukum Polresta Banda ?
3. Bagaimana upaya pencegahan dalam menyelesaikan tindakan main hakim sendiri terhadap pelaku tindak pidana pencurian di wilayah hukum Polresta Banda Aceh ?
C. Tujuan Penelitian
Bedasarkan uraian diatas dari rumusan masalah yang akan diteliti maka tujuan yang ingin di capai sebagai berikut;
1. Mengetahui kasus-kasus tindakan main hakim sendiri (eigenrichting) terhadap pelaku tindak pidana pencurian di wilayah Hukum Polresta Banda Aceh.
2. Mengetahui bagaimana kebijakan dan upaya penanganan terkait dengan kasus tindakan main hakim sendiri terhadap pelaku tindak pidana pencurian di wilayah hukum Polresta Banda Aceh.
3. Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan oleh Polresta Banda Aceh dalam menyelesaikan dan mencegah terjadinya tindakan main hakim sendiri terhadap pelaku tindak pidana pencurian
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang penulis harapkan dalam hasil penulisan karya ilmiah ini adalah:
1. Meningkatkan kemampuan penulis dalam melakukan penelitian baik secara observasi lapangan maupun secara observasi literatur dengan dukungan wawasan yang telah didapatkan oleh penulis, serta dapat menerapkan teori-teori yang telah di dapat dibangku perkuliahan dengan mengorelasikannya pada kajian-kajian penelitian yang dilakukan.
2. Diharapkan menjadi bahan pengetahuan yang dapat berguna untuk pendidikan. Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi pedoman pada pengetahuan baru yang berguna untuk mahasiswa, masyarakat, praktisi hukum, dan aparat kepolisian.
3. Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam menyelesaikan dan mencegah terjadinya tidakan main hakim sendiri khususnya terhadap pelaku tindak pidana pencurian. dan;
4. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesadaran hukum kepada masyarakat bahwa tindakan main hakim sendiri adalah perbuatan tindak pidana yang diatur oleh hukum pidana dalam usnurnya berupa kekerasan, penganiayaan, dan sebagainya.
E. Penjelasan Istilah
Penjelasan istilah dalam skripsi ini perlu dijelaskan secara umum agar mudah dipahami arti yang terkait dalam penulisan ini, untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman terhadap suatu istilah yang terdapat dalam penulisan ini. Adapun penjelasan istilah sebagai berikut;
10
1. Penyelesaian. Penjelasan tentang penyelesaian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yaitu proses, cara, atau perbuatan menyelesaikan dalam berbagai-bagai arti seperti pemberesan atau pemecahan.11 Namun penyelesaian menurut ilmu hukum yaitu terdapat pada dua bagian yang pertama penyelesaian secara litigasi (penyelesaian sengketa antara para pihak yang dilakukan di muka pengadilan), dan yang kedua penyelesaian non litigasi atau dikenal dengan mediasi, mediasi adalah salah satu strategi penyelesaian sengketa, dimana para pihak setuju untuk menyelesaikan persoalan mereka melalui proses musyawarah, perundingan atau “urung rembuk”;
proses ini tidak melibatkan pihak ketiga, karena para pihak atau wakilnya berinisiatif menyelesaikan sengketa mereka.12
2. Main hakim sendiri (eigenrichting). Main hakim sendiri merupakan terjemahan dari istilah bahasa Belanda yaitu “Eigenrichting” yang berarti cara/tindakan main hakim sendiri, mengambil hak tanpa mengindahkan hukum, tanpa pengetahuan pemerintah dan tanpa penggunaan alat kekuasaan pemerintah.13 Selain itu main hakim sendiri adalah istilah dari tindakan untuk menghukum suatu pihak tanpa melewati proses yang sesuai dengan hukum. perbuatan main hakim sendiri selalu berjalan dengan pelanggaran hak-hak orang lain dan oleh karena itu tidak diperbolehkan, perbuatan ini menunjukkan bahwa ada indikasi rendahnya terhadap kesadaran hukum.14
3. Tindak pidana pencurian. Pihak yang melanggar ketentuan dari Pasal 362 KUHPidana bahwa barang siapa yang mengambil barang sesuatu,
11Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) “Penyelesaian” Link:
https://kbbi.web.id/selesai (Diakses Pada Senin 8 Maret 2021 Pada Waktu 14:11 Wib).
12Syahrizal Abbas Mediasi Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Internasional. Edisi Pertama Cetakan 1, (Pranada Media 1 Januari 2017), hlm 9.
13Diakses pada 8 Maret 202, http://repository.unpas.ac.id/34505/2/J.%20BAB%20II.
14Andi Hamzah, “Kamus Hukum”, (Jakarta: Ghalia Indonesia 1996), hlm 167.
yang seharusnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum.15 Jadi semua perbuatan para pihak yang melanggar suatu aturan hukum pidana,terdapat larangan yang disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi barang siapa saja yang melanggar larangan tersebut.16
F. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah kegiatan yang meliputi: mencari, membaca, dan menelaah laporan-laporan penelitian dan bahan pustaka yang memuat teori-teori yang relavan dengan penelitian terkait dengan penulisan ini yang akan dilakukan.17
Pada kajian pustaka yang pertama penulis ingin memberikan suatu gambaran sejarah yang diapatkan pada literatur karya tulis berupa buku yang ditulis oleh Peter Burke dengan Judul Sejarah dan Teori Sosial edisi kedua yang terkait dengan timbulnya pertama kali istilah tindakan main hakim sendiri, disini terdapat dua karya terkenal dari Montaillou karya sejarawan Prancis Emmanuel Le Roy Laudurie dan The Cheese and the Worms yang ditulis sejarahwan Italia Carlo Ginzburg. kedua studi ini mendasarkan teruma pada catatan tentang interogasi atas orang-orang yang dicurigai oleh penyidik gereja sebagai penyebar kabar bohong, dokumen yang oleh Ginzburg telah disetarakan dengan rekaman video karena disitu dicatat dengan sangat cermat bukan saja setiap ucapan terdakwa melainkan juga gerakan tubuh dan bahkan lenguhan mereka ketika mengalami siksaan. Sejak munculnya penelitian Le Roy Laudrie dan Ginzburg yang terkenal dan kontroversial tersebut, bermunculanlah studi-studi sejarah mikro lain. Salah satu yang paling menarik diantaranya berfokus pada
15Dzulkifli dan Jimmy, Kamus Hukum, (Surabaya: Grahamdia Press 2012), hlm 328.
16Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi. Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana. (Jakarta:
PT. Fajar Interpratama Mandiri Kencana 2014), hlm 37.
17 M. Toha Anggoro, Metode Penelitian, (Jakarta: Universitas Terbuka 2007), hlm, 22.
12
apa yang disebut “drama sosial”, seperti tentang persidangan atu tindak kekerasan.
Selanjutnya dari pengaruh kedua studi itu timbulah studi-studi baru yang ditulis sejarahwan Amerika yang bernama Wyatt-Brown yang di ilhami oleh Geertz, melukiskan peristiwa tindakan main hakim sendiri di Natches, Mississippi, tahun 1834. Dalam studi ini, tindakan pengadilan “pengadilan jalanan” atas seorang laki-laki yang membunuh istri dianalisis oleh Wyatt Brown sebagai “suatu skenario moral” dengan tindakan merupakan bahasa yang menungkap rasa kasih sayang di dalam diri serta nilai-nilai sosial yang dirasakan, teruatama rasa harga diri masyarakat setempat (Wyatt-Brown 1982:
462-496).18
Penelitian Skripsi selanjutnya dengan judul Tinjauwan Hukum Pidana Islam Terhadap Main Hakim Sendiri Bagi Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus di Keluharan Bendan Ngisor kec. Gajahmungkur Kota Semarang) oleh M. Khasan Amrullah. Dalam hasil penelitian ini didapatkan bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya tindakan main hakim sendiri itu didorong oleh kejengkelan warga terhadap maraknya aksi pencurian yang sering terjadi. Obyek pencurian meliputi sandal-sandal yang bermerk, sepatu, maupun barang-barang lainnya. Selain itu, pencuri yang memilih berdiam diri ketika ditanyakan identitasnya juga menjadi penyebab semakin marahnya warga masyarakat.
Warga yang semakin geram tersebut kemudian melakukan main hakim sendiri.
Faktor ini terjadi disebabkab karena; faktor emosi, sikap pelaku pencurian terhadap korban, faktor pengalaman sebagai korban pencurian (dendam/trauma), dan faktor ikut-ikutan, selain faktor tersebut, hal ini juga disebabkan faktor legalitas seperti; faktor respon aparat penegak hukum terhadap korban, faktor
18Peter Burke. Sejarah dan Teori Sosial edisi kedua. (Jakarta Yayasan Pustaka Obor Indonesia 2015). Hlm 56-57
hukum yang belum menimbulkan efek jera, dan faktor tidak adanya proses hukum bagi pelaku tindakan main hakim sendiri.19
Penelitian selanjutnya dengan judul Pendapat Masyarakat Terhadap Perbuatan Main Hakim sendiri (Eigenrichting) (Studi Kasus di Wilayah Kecamatan Jabres Kota Surakarta) oleh Thariq Farhan Purdianto Prabowo.
Dalam penelitian ini didapatkan bahwa pada realitasnya, pasal yang biasa digunakan para penegak hukum untuk menjerat pelaku main hakim sendiri hanyalah beberapa pasal saja seperti: Apabila seseorang atau sekelompok orang melakukan perbuatan main hakim sendiri maka pada umumnya dapat dijerat dengan pasal 170 KUHP, Pasal 351 dan Pasal 406 KUHP tentang perusakan yang mengakibatkan barang rusak, hancur sehingga tidak dapat dipakai lagi atau hilang dengan melawan hukum.
Dari beberapa undang-undang dan pasal-pasal diatas sebenarnya banyak pasal yang dapat digunakan untuk menjerat para pelaku perbuatan main hakim sendiri, namun realitasnya tidak banyak pasal yang diterapkan para penegak hukum untuk menjerat para pelaku perbuatan main hakim sendiri. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor-faktor yaitu; Pertama, minimnya kemampuan penegak hukum dalam memahami bunyi pasal yang ada dalam KUHP atau undang-undang pidana lainnya. Kedua, yurisprudensi dijadikan sebagai pedoman bagi para penegak hukum khususnya hakim dalam menyelesaikan perkara dalam kasus perbuatan main hakim sendiri. Ketiga, penerapan pasal yang ada di dalam undang-undang perlu disesuaikan dengan bentuk perbuatan main hakim sendiri yang dapat berupa penganiayaan, perusakan harta benda dan sebagainya.
Perbuatan main hakim sendiri merupakan tanggapan atau respon langsung dari masyarakat mengenai suatu keadaan tertentu yang terjadi di
19M. Khasan Amrullah. Tinjauwan Hukum Islam Terhadap Main Hakim Sendiri Bagi Pelaku Tindak Pidana Pencurian. (Skripsi ini dipublikasikan) Jurusan Jinayah Siyasah Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang 2011.
14
sekitarnya. Masyarakat memiliki respon yang berbeda-beda terhadap perbutan main hakim sendiri dan main hakim sendiri termasuk respon negatif yang timbul dari sekelompok individu tersebut dengan bebagai macam alasan yaitu mayoritasnya adalah karena masyarakat tidak percaya terhadap kinerja para penegak hukum. Dengan demikian untuk pemerintah Republik Indonesia, seharusnya memberikan sosialisasi kepada masyarakat terhadap perbuatan main hakim sendiri agar tidak menjadi kebiasaan buruk masyarakat Indonesia dalam menghadapi pelaku kejahatan. Kedua, untuk aparat penegak hukum, agar dalam mengadili pelaku main hakim sendiri dilakukan dengan integritas yang tinggi.
Ketiga, untuk masyarakat Indonesia, jadilah masyarakat yang dewasa ketika sesuatu terjadi disekitar kita. Perbuatan main hakim sendiri merupakan tindakan kejahatan yang bertentangan dengan ketentuan hukum pidana.20
Selanjutnya penelitian skripsi dengan judul Tindakan Main Hakim Sendiri Terhadap Pelaku Pencurian Yang Menyebabkan Kematian Perspektif Hukum Islam dan KUHP. Di teliti oleh Aima Prodi Perbandingan Mazhab dan Hukum Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang 2017. Peneliti dari skripsi ini pertama lebih menekankan pada istilah dan unsur-unsur tindak pidana dan tindak pidana menurut beberapa para ahli hukum pidana terkhususnya pada tindakan main hakim sendiri. Pada bagian selanjutnya peneliti skripsi ini memcoba mengutarakan defenisi main hakim sendiri dalam hukum islam, Dalam hukum pidana Islam istilah tindak pidana biasa disebut dengan kata jarimah, yang berarti tindak pidana. Kata lain yang sering digunakan untuk pidana istilah jarimah ialah jinayah. Hanya di kalangan fuqaha istilah jarimah pada umumnya digunakan untuk untuk semua pelanggaran terhadap perbuatan perbuatan yang dilarang oleh syara‟ baik mengenai jiwa ataupun lainya.
Sedangkan jinayah pada umumnya digunakan untuk menyebutkan perbuatan
20Thariq Farhan Purdianto Prabowo. Pendapat Masyarakat Terhadap Perbuatan Main Hakim Sendiri (Eigenrichting). (Skripsi ini dipublikasikan) Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta 2017.
pelanggaran mengenai jiwa atau anggota badan, seperti membunuh dan melukai anggota badan tertentu.
Menurut istilah jinayah adalah perbuatan yang diharamkan atau dilarang karena dapat menimbulkan kerugian atau kerusakan agama, jiwa, akal, atau harta benda, selanjutnya penulisan ini menekankan pada defenisi main hakim sendiri dalam menurut kuhp. Main hakim sendiri merupakan istilah dari bahasa belanda yaitu “eigenrichting” yang berarti mengambil hak tanpa mengindahkan hukum dan tanpa pengetahuan pemerintah atau para penegak hukum.
Selanjutnya memfokuskan pada jenis-jenis main hakim sendiri, seperti penganiyayaan, kekerasan atau yang terdapat istilah dalam hukum islam seperti Al-Syajja “pelukaan khusus pada bagian muka dan kepala”, Al-Jirah “pelukaan pada anggota badan selain wajah”.21
Selanjutnya diakhiri pada kajian pustaka yang terakhir, penulis menemukan literatur karya tulis berupa buku yang ditulis oleh Mutaqin yang berjudul Bait-bait Opini dari Anak Negeri, dari beberapa penulisan yang ditulis oleh penulis disini peneliti lebih menegaskan pada permasalahan solusi mengatasi tindakan main hakim sendiri eigenrichting yang terdapat pada penulisan buku ini. Dengan demikian untuk mengatasi masalah ini diperlukan adanya upaya penyadaran terhadap masyarakat dengan menyosialisasikan bahwa tindakan main hakim sendiri, adalah tindakan yang tidak memiliki pijakan hukum melalui kampanye anti tindakan main hakim sendiri, selanjutnya melalui penanaman pemahaman-pemahaman sejak dini pada anak melalui sekolah-sekolah untuk tidak bertindak diluar koridor hukum yang ada. Sehingga memperkecil kemungkinan menjadi pelaku tindakan main hakim sendiri di kemudian hari, dan tentunya harus ada respon cepat dari aparat penegak hukum, dalam hal ini polisi harus bergerak cepat saat terdapat pelaku criminal yang
21Aima. Tindakan Main Hakim Sendiri Terhadap Pelaku Pencurian Yang Mengakibatkan Kematian Perspektif Hukum Islam dan KUHP. (Skripsi ini dipublikasikan).
Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang 2017.
16
tertangkap oleh warga sebelum keadaan menjadi tak terkendali dan pelaku main hakim sendiri harus dikenakan harus dikenakan sanksi bedasarkan KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana).22
G. Metode Penelitian
Sebuah keberhasilan dalam peneilitian sangat ditentukan oleh metode penelitian yang dipakai untuk mendapatkan data yang akurat dari objek penelitian. Dalam penelitian karya ilmiah ini metode penelitian dan pendekatan merupakan hal yang sangat penting, sehingga dengan adanya sebuah metode penelitian dan pendekatan penulis mampu mendapatkan data yang akurat dan akan menjadi sebuah penelitian yang diharapkan.
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian yuridis empiris, atau disebut dengan penelitian lapangan (field research), yaitu mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi secara kenyataan di dalam masyarakat.23 Penelitian yuridis empiris adalah penelitian hukum normatif secara in action (terjun kelapangan) pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Atau dengan kata lain yaitu seuatu penelitian yang dilakukan terhadap kedaan sebenarnya atau keadaan nyata yang terjadi dimasyarakat dengan maksud untuk mengetahui dan menemukan fakta-fakta dan data yang dibutuhkan, setelah data terkumpul, kemudian menuju kepada identifikasi masalah yang pada akhirnya menuju pada penyelesaian masalah. Dalam penelitian ini peneliti diarahkan pada wawancara langsung (sebagai informan/responden untuk mengetahui informasi-informasi terkait data-data yang diperlukan) dan melihat dokumen-dokumen kasus,berita dari sosial media.
Karena yang diteliti adalah ketentuan hukum yang berlaku di masyarakat Banda
22Mutaqin. Bait-Bait Opini Dari Anak Negeri. Cetakan Pertama, (Sukabumi: Cv Jejak, Kab. Sukabumi, Jawa Barat 2018), hlm 55-56.
23Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia UI- Press 2014), hlm 9.
Aceh dan sekitarnya tentang “Penyelesaian Tindakan Main Hakim Sendiri (Eigenrichting) Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian Di Dalam Masyarakat Kota Banda Aceh.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini penulis yang penulis gunakan terbagi menjadi tiga yaitu;
a. Sumber data primer (primary data atau basic data)
Data primer adalah jenis data yang diperoleh bedasarkan penelitian dilapangan melalui prosedur dan tehnik pengambilan data yang berupa Al- Qur’am, Hadits, Dokumen-dokumen resmi, Undang-undang, dan hasil penelitian yang berwujud laporan Kepolisian, interview dan observasi.24 Dalam penelitian ini data primer diperoleh secara langsung dari Penyidik Kepolisian yang mengetahui kasus-kasus tindakan main hakim sendiri (eigenrichting) terhadap pelaku tindak pidana pencurian di Banda Aceh.
b. Sumber data skunder (Secondary data)
Data skunder dalam penelitian hukum merupakan sumber data yang diperoleh antara lain; mencakup buku-buku, hasil penelitian skripsi, jurnal, hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya. Khusus sumber data skunder ini terkait dengan penulisan penelitian ini.
c. Data tersier (Tertiary data)
Data tersier dalam penelitian hukum merupakan sumber data yang diperoleh antara lain; yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum skunder, contohnya;
adalah kamus, ensiklopedia, Yurisprudensi. Dengan demikian data-data ini diperoleh agar memaksimalkan penelitian ini, sesuai dengan tujuan dan maksud dilakukannya penelitian ini sehingga sampai pada titik penyelesaian permasalahan yang ada didalam penelitian ini.
24Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum, hlm 12.
18
3. Metode Pengumpulan Data
Salah satu tahap yang penting dalam proses penelitian ini adalah tahap pengumpulan data. Hal ini karena data merupakan faktor terpenting dalam suatu penelitian, tanpa adanya data yang terkumpul maka tidak mungkin suatu penelitian akan berhasil. Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah dengan cara;
a. Metode interview. interview adalah suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan percakapan dengan sumber informasi secara langsung (tatap muka) untuk memperoleh keterangan yang relavan dalam penelitian ini. Metode ini penulis gunakan untuk menggali data dari responden dengan penjelasan .25 Wawancara dengan pihak Aparat Kepolisian Wilayah Hukum Polresta Banda Aceh, agar mendapatkan data berupa deskripsi atau dokumen, dan pendapat ilmiah dari para penyidik terkait dengan kasus-kasus permasalahan penelitian ini. Dengan demikian hal ini tidak menjadi suatu hambatan dalam melakukan sebuah teknik pengumpulan data.
b. Metode dokumentasi. Teknik dokumentasi adalah teknik pengumpulan data berupa sumber data tertulis (yang berbentuk tulisan). Sumber data tertulis dapat dibedakan menjadi: dokumen resmi, buku, majalah, arsip, skripsi, jurnal, ataupun dokumen pribadi dan juga foto. Dokumen yang dijadikan arsip dalam penelitian ini adalah dokumentasi mengenai profil Kota Banda Aceh dan daerah sekitarnya.
c. Metode analisis data. Setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap, tahap berikutnya yang penulis lakukan adalah tahap analisa.
25Koentjaraningrat. Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia 1981), hlm 162.
Ini adalah tahap yang penting dan menentukan dan memecahkan masalah. Pada tahap ini data penulis kerjakan dan manfaatkan sedemikian rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran- kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam penelitian.26
H. Sistematika Pembahasan
Hasil penelitian ini akan dipaparkan penulis dalam empat bagian dengan penjelasan sebagai berikut;
Bagian awal yang isinya meliputi halaman cover, halaman persetujuan pembimbing, halaman pengesahan, halaman abstrak, halaman kata pengantar, daftar isi.
Bab I, Pendahuluan yang isi nya latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, penjelasan istilah, kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematikan penulisan.
Bab II, penulis membahas tentang pengertian penegak hukum, aparat penegak hukum, dan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, kemudian mengenai pengertian main hakim sendiri disertai dengan pertanggungjawaban tindakan main hakim sendiri.
Bab III, mengenai gambaran umum Polresta Banda Aceh, kemudian mengenai kasus-kasus tindakan main hakim sendiri terhadap pelaku pencurian di Banda Aceh dan Aceh Besar, juga mengenai kebijakan serta upaya dalam hal penanganan tindakan main hakim sendiri, dan upaya pencegahan dalam menyelesaikan kasus tindakan main hakim sendiri terhadap pelaku tindak pidana pencurian.
Bab IV, yang isinya meliputi bagian, kesimpulan, dan saran, penutup Bagian akhir yang isinya meliputi daftar pustaka, lampiran-lampiran dan daftar riwayat hidup.
26Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: CV. Pustaka Setia 2002), hlm 41.
20 BAB DUA
PENEGAKAN HUKUM DAN PENGERTIAN TINDAKAN MAIN HAKIM SENDIRI (EIGENRICHTING)
A. Penegakan Hukum
1. Pengertian Penegakan Hukum
Menurut Soejono penegakan hukum itu adalah proses tahapan dari penyelidikan , penyidikan, penuntutan, pemeriksaan, dalam persidangan, upaya hukum dan pemidanaan. Pendapat lain di jabarkan oleh Satjipto Rahardjo bahwa penegakan hukum pada dasarnya berbicara tentang ide-ide dan konsep-konsep bersifat abstrak, untuk itu penegakan merupakan metode untuk mewujudkan nilai ide-ide dari penegakan hukum.27
Penegakan hukum menurut Jimly Assidiqy adalah proses adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman prilaku dalam lalu lintas atau hubungan- hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Dalam hal ini Jimly Assidiqy membagi dua sudut pandang penegakan hukum yaitu dipandang dari sudut subjeknya dan sudut objeknya.28
Menurut subjeknya penegakan hukum dibagi dalam arti luas dan sempit.
Dalam arti luas yaitu proses penegakan hukum melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum, siapa saja menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Sedangkan dalam arti sempit diartikan sebagai upaya aparatur
27Soejono, Kejahatan Dan Penegakan Hukum Di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta 1995), hlm 32.
28Diakses Pada 30 Maret 2021 Pukul 9:30 Wib, http://mafiadoc.com/penegakan-hukum- jimly-asshiddiqie.
penegak hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya.
Menurut objeknya, Jimly Assidiqy membagi hal tersebut menjadi dua bagian yaitu dalam arti luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat, sedangkan dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja.
Menurut Soerjono Soekanto penegakan hukum adalah kegiatan menyelaraskan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah dan pandangan nilai yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Penegakan hukum secara konkret adalah berlakunya hukum positif dalam praktek sebagaimana seharusnya patut dipatuhi. Oleh karena itu, memberikan keadilan dalam satu perkara berarti memutuskan hukum in concreto dalam mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materil dengan menggunakan cara procedural yang ditetapkan oleh hukum formal.29
Tujuan penegakan hukum ialah mengatur pergaulan hidup secara damai.
“Damai” adalah tertib hukum yang hanya dipertahankan melalui penegakan hukum demi melindungi kepentingan-kepentingan manusia perorangan terhadap orang yang merugikan kepentingannya.30
Berdasarkan pengertian yang dijabarkan oleh para ahli penegakan hukum erat kaitannya dengan rangkaian proses mewujudkan tegaknya hukum, dan untuk melindungi kepentingan-kepentingan hukum serta memberikan batasan-
29Dellyana Shant, Konsep Penegakan Hukum, (Yogyakarta: Liberty 1998), hlm 32.
30H.P. Penggabean, Buku Ajar Klinis Hukum Dalam Sistem Hukum dan Peradilan, (Bandung: PT. Alumni 2011), hlm 18.
22
batasan dan arahan bagi siapa saja yang memiliki wewenang untuk melakukan penegakan hukum.
2. Aparat Penegak Hukum
Sebelum munculnya Negara modern sekitar abad ke-18 (delapan belas) di Eropa, hukum menjadi tempat untuk mencari keadilan kemudian di zaman modern hukum menjadi institusi publik yang birokratis. Banyak hal-hal yang mendasar berubah seperti konseptualisasi hukum, format hukum, bekerjanya hukum dan seterusnya.31
Menurut Jimly Assidiqy aparatur penegak hukum mencakup institusi pengak hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum. dalam arti sempit, aparatur penegak hukum yang terlibat dalam proses tegaknya hukum itu, dimulai dari saksi, polisi, penasehat hukum, jaksa, hakim, dan petugas sipir pemasyarakatan. Setiap aparat dan aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas-tugas atau peranya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta upaya pemasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana.32
Dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum itu, terdapat tiga elemen penting yang mempengaruhinya yaitu;
a. Institusi penegak hukum beserta perangkat sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaanya.
b. Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan aparatnya.
31Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif, (Yogyakarta: Genta Publishing 2009), hlm 11.
32Diakses Pada 30 Maret 2021 Pukul 15:10 Wib, http://mafiadoc.com/penegakan- hukum-jimly-asshiddiqie.
c. Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaanya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum materielnya maupun hukum formilnya.
Aparat penegak hukum di Indonesia terbagi dalam lembaga yang telah diatur oleh Undang-undang, pada lembaga tersebut memiliki fungsi dan tugas yang berbeda-beda dalam menegakkan hukum, petugas penegakan hukum tersebut adalah:
a. Polisi atau Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia).
b. Jaksa (UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Negara Republik Indonesia).
c. Hakim (UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).33 Fungsi kepolisian di dalam Pasal 2 Undang-undang No. 2 Tahun 2002 adalah salah satu fungsi pemerintah Negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Kepolisian dalam hal melakukan penegakan hukum mengikuti procedural hukum acara pidana yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Undang-undang No. 8 Tahun 1981, tugas dan wewenangnya Kepolisian diatur proses akhir tugas kepolisian yaitu pelimpahan berkas perkara yang diserahkan kepada jaksa.
Beberapa hal yang menjadi tugas Kepolisian berupa penyelidikan, penyidikan adalah serangkaian tindakan mencari dan menemukan sesuatu keadaan atau peristiwa yang berhubungan dengan kejahatan dan pelanggaran tindak pidana atau yang diduga sebagai perbuatan tindak pidana.34 Dalam
33Zaeni Asyadie dan Arif Rahman, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada 2003), hlm 185.
34Yahya Harahap, Pembahasan dan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyelidikan dan Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika 2009), hlm 101.