PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DALAM MEMAINKAN INSTRUMEN
GAMELAN GAMBANG (UNTUK SD) SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Gemma Sanggar Labdha Wega Wara NIM: 141134120
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2018
ii
iii
iv PERSEMBAHAN
Karya tulis ini peneliti persembahkan kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esayang selalu melimpahkan berkat dan kasih-Nya.
2. Kedua orang tua tercinta, Bapak Yuventius Bagus Srihono dan Ibu ME.
Yully Wahyunngsih sebagai motivator dalam hidup saya yang selalu mengasihi tanpa pamrih dan berjuang tanpa mengenal lelah untuk kebahagiaan serta masa depan anak-anaknya.
3. Adik terkasih, Bernadus Sanggar Radin Ndaru yang selalu memberikan doa, dukungan dan semangat.
4. Keluarga Besar Sujdono Joyo Hartono yang selalu memberikan dukungan moral.
5. Sahabat-sahabat PGSD angkatan 2014 yang senantiasa memberikan dukungan.
v MOTTO
Be the best or do the best
vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya orang atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 30 Mei 2018 Peneliti
Gemma Sanggar Labdha Wega Wara
vii LEMBAR PERNYATAAN PESETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Gemma Sanggar Labdha Wega Wara Nomor Mahasiswa : 141134120
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, karya ilmiah yang berjudul:
“PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DALAM MEMAINKAN INSTRUMEN GAMELAN GAMBANG
(UNTUK SD)”.
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai peneliti.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 30 Mei 2018 Yang menyatakan
Gemma Sanggar Labdha Wega Wara
viii ABSTRAK
PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DALAM MEMAINKAN INSTRUMEN GAMELAN GAMBANG (UNTUK
SD)
Gemma Sanggar Labdha Wega Wara Universitas Sanata Dharma
2018
Potensi penelitian ini adalah kegiatan ekstrakurikuler gamelan di SD. Dari hasil angket yang dibagikan kepada 20 siswa-siswi SD di Desa Siroto Rt 01 Rw 07, Kecamatan Pudak Payung Semarang, peneliti mendapatkan data bahwa bermain gamelan dapat membantu membiasakan berdoa (50%), kompak (50%), konsentrasi (40%), tanggung jawab (25%). Peneliti juga mengetahui bahwa (90%) siswa belum pernah membaca buku tentang nilai-nilai budi pekerti dalam gamelan. Oleh karena itu, Peneliti terdorong untuk mengembangkan prototipe buku pendidikan budi pekerti dalam memainkan instrumen gamelan gambang (untuk SD) dan mendeskripsikan kualitas prototipe tersebut. Penelitian ini, peneliti fokus dengan instrumen Gambang karena melatih penabuhnya untuk memiliki sikap tekun dalam memainkannya.
Peneliti menggunakan 7 langkah penelitian dan pengembangan (R&D) menurut Borg and Gall dalam Sugiyono, meliputi: 1) potensi dan masalah, 2) pengumpulan data, 3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) ujicoba produk (7) revisi produk. Prototipe tersebut divalidasi oleh praktisi gamelan dan ahli bahasa dengan skor rata-rata “3,5” (dari rentang nilai 1-4) yang artinya
“sangat baik” sehingga layak diujicoba setelah direvisi.
Ujicoba dilakukan kepada 20 siswa kelas IV di SD Kanisius Sengkan Yogyakarta. Hasil refleksi yang berkaitan dengan pemahaman siswa tentang nilai- nilai budi pekerti dalam memainkan gamelan dan nilai ketekunan dalam instrumen gambang mendapatkan skor “3,625” (dari rentang 1-4). Hasil tersebut menunjukan bahwa prototipe buku pendidikan budi pekerti dalam memainkan gamelan (untuk SD) yang dikembangkan memiliki kualitas “sangat baik”.
Kata kunci: pengembangan, budi pekerti, gamelan,gambang, ketekunan.
ix ABSTRACT
DEVELOPING PROTOTYPE CHARACTER VALUE BOOK IN PLAYING GAMBANG (FOR ELEMENTARY SCHOOL)
Gemma Sanggar Labdha Wega Wara Sanata Dharma University
2018
The potential of this research is the extracurricular activities of gamelan in elementary school. From the results of questionnaires distributed to 20 elementary school students in Siroto Rt 01 Rw 07, Pudak Payung Semarang, researchers got data that playing gamelan can help to get used to praying (50%), compact (50%), concentration (40%) , responsibility (25%). Researchers also know that (90%) students have never read a book about the values of manners in the gamelan.
Therefore, the researcher is encouraged to develop a prototype of character education books in playing gambang elliptical instruments (for SD) and to describe the quality of the prototype. This research, the researchers focus on Gambang instruments because it trains the driller to have a diligent attitude in playing it.
The researcher uses 7 research and development (R & D) steps according to Borg and Gall in Sugiyono, covering: 1) potentials and problems, 2) data collection, 3) product design, (4) design validation, (5) design revision, product trial (7) product revision. The prototype is validated by gamelan practitioners and linguists with an average score of "3.5" (from a range of values 1-4) which means "very good" so it is worth a try after being revised.
Tests conducted to 20 students of grade IV in Kanisius Sengkan Elementary School in Yogyakarta. The results of reflection relating to students' understanding of the moral values in playing gamelan and gambang instruments scored "3,625"
(from range 1-4). These results show that the prototype of character education books in playing gamelan (for SD) developed has a "very good" quality.
Keywords: development, character, gamelan, gambang, perseverance.
x KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan limpahan kasih karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DALAM MEMAINKAN INSTRUMEN GAMELAN GAMBANG (UNTUK SD)”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Yohanes Haryoso, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Christiyanti Aprinastuti, M.Si., M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Ibu Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
4. Ibu Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum. selaku Dosen pembimbing I yang telah sabar mendampingi, membimbing, dan mengarahkan peneliti selama menyelesaikan penulisan skripsi.
5. Bapak Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd selaku Dosen pembimbing II yang telah sabar membimbing dan mengarahkan peneliti selama menyelesaikan penulisan skripsi.
6. Validator ahli bahasa dan praktisi gamelan yang telah memvalidasi prototipe yang peneliti kembangkan.
7. Bapak Herybertus Virgo Isnanto, selaku ilustrator.
8. Siswa-siswi kelas IV SD Kanisius Sengkan Yogyakarta tahun pelajaran 2017/2018 yang terlibat dalam penelitian.
9. Kedua orang tua, Bapak Yuventius Bagus Srihono dan Ibu ME. Yully Wahyuningsih yang telah setia membimbing dan mendoakan dalam setiap langkah saya.
xi 10. Bernadus Sanggar Radin Ndaru yang selalu mendoakan dan memberikan
motivasi.
11. Keluarga Besar Sudjono Joyo Hartono yang telah mendukung saya selama menuntut ilmu di Yogyakarta.
12. Teman-teman penelitian kolaboratif Anisa, Rossa, Willy,Thomas Wahyu, Thomas Yuli, Inggit, Lisa, Aji, Dhenis, Jugun, dan Enggar yang telah memberikan bantuan selama melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Peneliti berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dan para pembaca.
Yogyakarta, 30 Mei 2018 Peneliti
Gemma Sanggar Labdha Wega Wara
xii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang Masalah ... 1
1.2.Rumusan Masalah ... 6
1.3.Tujuan Penelitian ... 6
1.4.Manfaat Penelitian ... 7
1.5.Definisi Operasional ... 7
1.6.Spesifikasi Produk ... 9
BAB II LANDASAN TEORI
... 102.1 Kajian Pustaka ... . 10
2.1.1Teori yang Mendukung ... 10
2.1.1.1 Budi Pekerti ... .. 10
1. Pengertian Budi Pekerti ... ... 10
2. Pendidikan Budi Pekerti... ... 12
2.1.1.2 Gamelan ... 15
1. Gamelan atau Karawitan... ... 15
2. Bentuk-bentuk Gendhing Gamelan ... .... 19
2.1.1.3 Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Gamelan... 26
1. Nilai-Nilai Budi Pekerti dalam Instrumen Gamelan... 26
a. Siter... 27
b. Bonang... 27
c. Saron... 28
d. Gambang... 29
e. Kendang... 30
f. Gong... 31
g. Rebab... 32
h. Kenong ... 32
2. Nilai-Nilai Budi Pekerti dalam Memainkan Instrumen Gamelan ... ... 34
xiii
a. Sopan santun... .... 34
b. Religius... .... 34
c. Konsentrasi ... 35
d. Kerjasama ... 36
e. Ketekunan ... 36
f. Kesabaran ... 37
g. Tanggung Jawab ... 37
2.1.1.4 Instrumen Gambang ... 38
2.1.1.5 Cerita Bergambar ... 40
2.1.1.6 Literasi ... 42
2.2 Hasil Penelitian Yang Relevan ... ... 46
2.3 Kerangka Berpikir ... 49
2.4 Pertanyaan Penelitian ... 51
BAB III METODE PENELITIAN ... 52
3.1 Jenis Penelitian ... 52
3.2 Setting Penelitian ... 53
3.2.1 Tempat Penelitian ... 53
3.2.2 Subjek Penelitian ... 53
3.2.3 Objek Penelitian ... 53
3.2.4 Waktu Penelitian ... 54
3.3 Prosedur Pengembangan ... 54
3.3.1 Potensi dan Masalah ... 56
3.3.2 Pengumpulan Data ... 56
3.3.3 Desain Produk ... 57
3.3.4 Validasi Desain ... 58
3.3.5 Revisi Desain ... 58
3.3.6 Ujicoba Produk ... 59
3.4 Uji Coba Produk... ... 59
3.5 Instrumen Penelitian ... 59
3.5.1 Pedoman Wawancara ... 60
3.5.2 Angket ... 61
3.5.3 Validator Angket Pra Penelitian... 63
3.5.4 Angket Siswa Pra Penelitian ... 64
3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 65
3.6.1 Wawancara ... ... 65
3.6.2 Angket ... ... 65
3.7 Teknik Analisis Data ... 66
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 69
4.1 Hasil Penelitian ... 69
4.1.1 Prosedur Pengembangan ... 69
4.1.1.1 Potensi dan Masalah ... 70
4.1.1.2 Pengmpulan Data ... 70
4.1.1.3 Desain Produk ... 73
4.1.1.4 Validasi Desain ... 75
4.1.1.5 Revisi Desain ... 77
4.1.1.6 Ujicoba Produk ... 79
xiv
4.1.2 Kualitas Produk ... 80
4.2 Pembahasan ... 83
4.3 Kelebihan dan Kekurangan Prototipe ... 86
4.3.1 Kelebihan Prototipe Buku ... 86
4.3.2 Kekurangan Prototipe Buku ... 87
BAB V PENUTUP ... 88
5.1 Kesimpulan ... 88
5.2 Keterbatasan Penelitian... 89
5.3 Saran ... 89
DAFTAR PUSTAKA ... 90
LAMPIRAN ... 92
Biografi Peneliti ... 125
xv DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Nilai-Nilai Budi Pekerti dalam Nilai-nilai Karakter ...14
Tabel 2.2 Nilai-Nilai Budi Pekerti dalam Instrumen Gamelan ...33
Tabel 2.3 Nilai-Nilai Budi Pekerti dalam Memainkan Gamelan ...38
Tabel 2.4 Nilai dalam Instrumen Gambang ...40
Tabel 3.1 Kisi-kisi Pedoman Wawancara ...60
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Angket ...62
Tabel 3.3 Hasil Validasi Angket Pra Penelitian oleh Ahli ...63
Tabel 3.4 Angket Siswa Pra Penelitian ...64
Tabel 3.5 Hasil Interval Skala 1-4...67
Tabel 4.1 Rekap Angket dari Siswa SD ...72
Tabel 4.2 Rekap Validasi Uji Coba Produk Buku ...76
Tabel 4.3 Pedoman Penggolongan Kualitas...77
Tabel 4.4 Rekapan Hasil Uji Coba ...78
xvi DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Penelitian yang Relevan ...49
Gambar 3.1 Langkah langkah Penelitian Pengembangan (R&D) ...54
Gambar 3.2 Prosedur Penelitian Pengembangan yang digunakan oleh Peneliti ...55
Gambar 4.1 Sketsa Awal ...75
Gambar 4.2 Revisi Gambar Cergam ...79
Gambar 4.3 Para Siswa Membaca Buku dengan Serius ...79
xvii DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1a Surat Izin Penelitian ...93
Lampiran 1b Surat Keterangan telah Melaksanakan Penelitian ...94
Lampiran 2 Pedoman Wawancara ...95
Lampiran 3 Hasil Wawancara ...96
Lampiran 4 Kisi-Kisi Instrumen Angket ...97
Lampiran 5Angket Validator ...98
Lampiran 5a Hasil Validasi Angket (Validator I) ...100
Lampiran 5b Hasil Validasi Angket (Validator II) ...102
Lampiran 5c Rekap Validasi Angket ... ...104
Lampiran 6Angket Analisis Kebutuhan Siswa ...105
Lampiran 6a Hasil Angket Siswa... ...106
Lampiran 6b Rekap Hasil Angket Siswa ...109
Lampiran 7 Penilaian Validator Produk ...110
Lampiran 7a Hasil Validasi ...112
Lampiran 7b Hasil Rekap ...116
Lampiran 8 Refleksi ...117
Lampiran 8a Hasil Refleksi Siswa ...118
Lampiran 8b Rekapan Refleksi Siswa ...121
Lampiran 8c Rubrik Penilian ...123
Lampiran 9 Kisi-kisi Produk ...124
1 BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini peneliti membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk, dan definisi operasional.
1.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah bangsa yang memiliki keanekaragam budaya. Kebudayaan adalah buah budi manusia yang berarti hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang bersifat lahir dan batin. Kebudayaan Indonesia mencakup kebudayaan nasional, kebudayaan lokal, dan budaya asing yang telah ada sebelum Indonesia merdeka. Indonesia memiliki kebudayaan yang bernilai tinggi dan beraneka ragam macamnya. Tinggi rendahnya kebudayaan suatu bangsa dapat dilihat dari kesenian rakyat yang dimilikinya. Kesenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia.
Kesenian Indonesia terbentuk dari kesenian-kesenian daerah. Beberapa kesenian yang tumbuh dan berkembang di Indonesia misalnya tari-tarian, ukir-ukiran, gamelan, wayang, dll. Dalam hal ini peneliti memfokuskan salah satu kesenian Indonesia yaitu gamelan. Gamelan merupakan sebuah pernyataan musikal berupa kumpulan instrumen-instrumen (bunyi-bunyian). Gamelan termasuk seni musik ensembel yang dimainkan secara bersama-sama dalam sebuah kelompok
2 (Yudhoyono, 1984: 15). Istilah gamelan terjadi dari pergeseran atau perkembangan kata gembel. Gembel merupakan alat untuk memukul, karena instrumen dibunyikan dengan cara dipukul maka namanya menjadi gembelan. Seiring berjalannya waktu kata gembelan berubah menjadi gamelan. Gamelan berasal dari kata “gamel” yang mempunyai arti menabuh atau dipukul dan diikuti dengan akhiran-an yang menunjukan sebagai kata benda (Ferdiansyah, 2010:28). Gamelan yang lengkap mempunyai kira-kira 75 instrumen, tetapi dalam gamelan terdapat instrumen yang pokok antara lain bonang, kenong, kendhang, suling, gender, slenthem, gambang, gong, rebab, saron, demung, siter, peking, kempyang. Dari beberapa peryataan tersebut, kumpulan instrumen-instrumen gamelan yang dimainkan bersama-sama hingga menghasilkan bunyi atau gendhing disebut juga dengan karawitan.
Karawitan berasal kata rawit, yang mendapat awalan ka dan akhiran an.
Rawit berarti halus, lembut dan lungit, oleh karena itu karawitan diistilahkan sebagai kehalusan dan keindahan instrumen gamelan dalam menghasilkan bunyi atau gendhing untuk membuat hati menjadi damai dan nyaman untuk pendengarnya. Dalam karawitan cara memainkan instrumen gamelan tidak boleh sembarangan. Bermacam-macam cara memainkan instrumen gamelan, seperti dipukul, ditiup, digesek, dan dipetik untuk menghasilkan bunyi atau gendhing yang diinginkan. Oleh karena itu dalam memainkan gamelan harus dilakukan bersama- sama agar menghasilkan bunyi atau gendhing yang indah untuk didengarkan. Bagi masyarakat Jawa, gamelan merupakan gambaran keseluruhan hidup.Gendhing yang dihasilkan merupakan dinamika penggambaran hidupbermasyarakat.
Pandangan hidup yang dimaksud adalah saling menjaga diri, saling menjaga rasa,
3 karsa, dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari bermasyarakat. Keseluruhan hidup berarti diri yang dapat mengatur keseimbangan emosi dan menata perilaku yang selaras, harmonis, dan tidak menimbulkan perpecahan. Dalam hal ini gamelan memiliki berbagai filosofi dan nilai-nilai budi pekerti yang terkandung dalam memainkan gamelan (Endraswara, 2008: 221).
Nilai-nilai budi pekerti muncul melalui instrumen-instrumen gamelan dan mempunyai pengaruh besar pada karakter penabuh gamelan. Berbagai contoh nilai- nilai budi pekerti yang muncul pada instrumen-instrumen gamelan seperti, nilai religius, tanggung jawab, ketekunan, kerjasama, dll. Nilai-nilai yang terkadung pada gamelan sebenarnya sudah tampak dari zaman dulu misalnya nilai religius, dimana zaman dulu gamelan digunakan sebagai sarana untuk upacara-upacara pemujaan dan seiring berjalannya zaman gamelan digunakan sebagai upacara keagamaan (Endraswara, 2008: 220). Berkaitan penelitian ini, peneliti mempersempit pembahasan dengan memilih instrumen gambang, sebagai instrumen yang memiliki nilai ketekunan dalam memainkannya. Dibutuhkan ketekunan dalam memainkan instrumen gambang yang berperan sebagai penghias lagu pokok dalam gamelan. Oleh karena itu peneliti mengembangkan prototipe buku pendidikan budi pekerti dalam memainkan instrumen gamelan gambang (untuk SD).
Peneliti menyusun prototipe yang berjudul “Nilai-nilai Budi Pekerti Dalam Memainkan Instrumen Gamelan Gambang (Untuk SD)”. Pada prototipeyang disusun peneliti, bagian pertama berisi tentang informasi sederhana tentang gamelan, berupa nilai-nilai budi pekerti dalam memainkan gamelan dan nilai budi
4 pekerti dalam instrumen gamelan. Bagian kedua berupa cerita bergambar berjudul
“Menabuh Gambang Melatih Ketekunan” yang menceritakan pengalaman seorang anak penabuh gambang dengan nilai-nilai budi pekerti yang diserapnya.
Selanjutnya terdapat beberapa pertanyaan atau refleksi untuk mengetahui tingkat pemahaman para pembaca yaitu siswa-siswi SD kelas atas.
Peneliti memperkuat penelitian ini dengan melakukan wawancara kepada dua orang praktisi gamelan. Praktisi pertama bernama Bapak FX. Suparji mengemukakan bahwa gamelan merupakan budaya yang luhur dan mengandung nilai-nilai budi pekerti. Saat belajar memainkan gamelan, penabuh tidak hanya mempelajari tentang teori dan cara memainkan gamelan saja. Tapi penabuh diajarkan untuk meresapi instrumen-instrumen yang dimainkannya, hingga sampai penabuh mengerti dan memahami sebuah nilai-nilai kehidupan pada instrumen yang dimainkannya. Nilai-nilai itu adalah tata bahasa, dan tata kama. Bapak Fransiskus Suparjan praktisi kedua menyatakan bahwa di dalam instrumen gamelan terdapat banyak sekali nilai-nlai budi pekerti. Contoh nilai budi pekerti yang terkandung dalam instrumen gamelan adalah kesopanan, religius, kerjasama, ketekunan, dll. Gamelan dimainkan secara bersama-sama dan masing-masing orang memainkan satu instrumen. Kerjasama tersebut akan membentuk kekompakan, seperti ketika penabuh memukul dengan keras, lembut, dan cepat.
Untuk mengetahui nilai budi pekerti yang didapatkan daribermain gamelan. Peneliti membagikan angket yang dibagikan kepada 20 siswa SD di Desa Siroto Rt 1 Rw 7 , Kecamatan Pudak Payung Semarang, bahwa bermain gamelan dapat membantu membiasakan berdoa (50%) siswa, kompak (50%), konsentrasi (40%), tanggung
5 jawab (25%). Peneliti juga mengetahui bahwa (90%) siswa belum pernah membaca buku tentang gamelan, sedangkan (10%) pernah membaca buku cerita tentang gamelan, tetapi bukan tentang nilai-nilai yang terkandung dalam gamelan melainkan notasi pada gamelan. Diperkuat dengan hasil relevan yang diambil peneliti yang berjudul “Seni Karawitan atau Gamelan Jawa: Pendidikan Budi Pekerti”. Penelitian ini dilakukan untuk menanamkan kepada masyarakat dan generasi muda melalui seni karawitan atau gamelan sebagai pertunjukan yang mengandung nilai-nilai budi pekerti atau moral. Penelitian ini mengungkapkan nilai-nilai budi pekerti atau moral yang terdapat dalam kesenian karawitan atau gamelan seperti kebersamaan, patriotisme, persatuan, dll. Dengan adanya nilai-nilai tersebut, diharapkan siswa-siswi Sekolah Dasar memiliki nilai-nilai budi pekerti.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan diperkenalkan gamelan kepada siswa sejak dini khususnya anak Sekolah Dasar. Maka dari itu nilai-nilai baik yang terkandung dalam gamelan tersebut,dapat diajarkan dan diaplikasikan pada siswa-siswi di jenjang Sekolah Dasar. Sehingga jenjang selanjutnya para siswa akan terbiasa dengan hal-hal yang baik. Oleh karena itu peneliti mengembangkan prototipe nilai- nilai budi pekerti dalam memainkan instrumen gamelan gambang (untuk SD) untuk bahan literasi di sekolah.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 menerangkan bahwa penumbuhan budi pekerti diperkuat melalui Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Salah satu kegiatan GLS adalah kegiatan membaca 15 menit buku nonpelajaran sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai. Materi baca berisi nilai- nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disesuaikan
6 dengan tahap perkembangan siswa. Berkaitan dengan prototipe yang peneliti susun, diharapkan menjadi sarana kegiatan literasi di sekolah, sehingga pembacanya mengetahui nilai-nilai budi pekerti yang terkandung dalam gamelan dan memperoleh informasi lebih lanjut mengenai gamelan yang merupakan salah satu budaya Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
Beradasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti fokus terhadap rumusan masalah sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana pengembangan prototipe buku pendidikan budi pekerti dalam memainkan instrumen gamelangambang (untuk SD)?
1.2.2 Bagaimana kualitas prototipe buku pendidikan budi pekerti dalam memainkan instrumen gamelangambang (untuk SD)?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:
1.3.1 Mengembangkan prototipe buku pendidikan budi pekerti dalam memainkan instrumen gamelangambang (untuk SD).
1.3.2 Mendeskripsikan kualitas prototipe buku pendidikan budi pekerti dalam memainkan instrumen gamelangambang (untuk SD).
1.4. Manfaat Produk
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
7 1.4.1. Bagi Siswa
Prototipe buku pendidikan budi pekerti dapat memberikan informasi kepada siswa tentang makna nilai-nilai budi pekerti yang terkandung dalam memainkan gamelan dan menggugah minat siswa dalam melestarikan gamelan sebagai budaya Indonesia.
1.4.2. Bagi Guru
Membantu guru untuk dapat menggunakan prototipe dalam kegiatan literasi dengan media berupa prototipe buku pendidikan budi pekerti dalam memainkan instrumen gamelan gambang (untuk SD).
1.4.3. Bagi Peneliti
Memberikan pengalaman dan melatihpeneliti menggunakan metode R&D menghasilkan produk berupa prototipe buku pendidikan budi pekerti dalam memainkan gamelan (untuk SD).
1.5. Defenisi Operasional
Beberapa definisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.5.1 Prototipe
Prototipe adalah bentuk dasar dari sebuah produk yang berupa buku yang belum dicetak dan dipublikasikan secara luas atau belum resmi memiliki hak cipta atas produk dan karya tulis yang dibuat.
1.5.2 Gamelan
8 Gamelan adalah sebuah pernyataan musikal berupa kumpulan instrumen- instrumen (bunyi-bunyian) tradisional.
1.5.3 Pendidikan Budi Pekerti
Pendidikan budi pekerti adalah upaya untuk membekali siswa melalui pengajaran, dan latihan selama siswa tersebut tumbuh dan berkembang sebagai bekal masa depan, agar siswa tersebut memiliki hati nurani yang bersih, baik, dan menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan sesama makhluk.
1.5.4 Nilai-nilai dalam Memainkan Gamelan
Nilai-nilai dalam memainkan gamelan diwujudkan dalam berbagai aturan dan tata cara yang menjadi kebiasaan para penabuh gamelan antara lain sopan santun, religius, konsentrasi, kerjasama, ketekunan, kesabaran, dan tanggung jawab.
1.5.5 Gambang
Gambang adalah instrumen pukul pada gamelan Jawa dengan wilahan- wilahan dari kayu atau bambu yang disusun berderetan diatas sebuah bak kayu sebagai wadah gemanya.
1.6 Spesefikasi Produk
Spesifikasi produk yang dilakukan oleh peneliti sebagai berikut:
1.6.1 Produk berupa prototipe buku yang berjudul “Nilai-nilai Budi Pekerti dalam Memainkan Instrumen Gamelan Gambang (untuk SD)”, terdiri dari dua bagian. Bagian pertama artikel “Nilai-nilai Budi Pekerti dalam Memainkan
9 Gamelan” dan bagian kedua cerita bergambar berjudul “Menabuh Gambang Melatih Ketekunan”.
1.6.2 Prototipe buku terdiri darihalaman sampul, kata pengantar, daftar isi, bagian pertama berisi artikel (nilai-nilai budi pekerti dalam meminkan gamelan), bagian kedua berisi cerita bergambar,pertanyaan refleksi, daftar pustaka, biodata penulis.
1.6.3 Artikel pada bagian pertama memuat informasi sederhana tentang gamelan, nilai-nilai budi pekerti yang terkandung dalam instrumen gamelan, dan nilai-nilai budi pekerti yang terkandung dalam memainkan gamelan.
1.6.4 Cerita bergambar pada bagian kedua berjudul “Menabuh Gambang Melatih Ketekunan” mengisahkan seorang anak dengan pengalamannya bermain instrumen gamelan gambang dan nilai-nilai budi pekerti yang terkandung di dalamnya.
1.6.5 Refleksi pada bagian akhir buku bertujuan untuk mengetahui seberapa pemahaman siswa telah membaca buku cerita tersebut.
1.6.6 Produk prototipe dibuat dengan kertas: buffalo (kertas berwarna sebagai cover), dan paperboard (kertas halus sebagai isi buku)
BAB II
LANDASAN TEORI
10 Pada babini peneliti membahas mengenai kajian pustaka, penelitian yang relevan dan kerangka berpikir, dan pertanyaan peneliti. Keempat hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut.
2.1 Kajian Pustaka
Kajian pustaka ini akan membahas menegenai pengertian budi pekerti dan pendidikan budi pekerti.
2.1.1 Teori yang Mendukung
Beberapa teori yang mendukung penelitian ini adalah teori-teori mengenai budi pekerti, gamelan, nilai-nilai yang terkandung dalam gamelan, instrumen Gambang, literasi, dan cerita bergambar.
2.1.1.1 Budi Pekerti
Pada bagian ini diuraikan mengenai pengertian budi pekerti dan pendidikan budi pekerti.
1. Pengertian Budi Pekerti
Budi pekerti berasal dari kata budi dan pekerti. Kata budi berarti tabiat, watak, akhlak, atau alat batin yang merupakan panduan baik akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk. Kata pekerti berarti perbuatan, jika telah dirangkai kata budi pekerti merupakan tingkah laku. Budi pekerti sangat penting dalam kehidupa manusia, baik sebagai pribadi maupun makhluk sosial. Orang yang memiliki budi pekerti yang baik akan selalu bersikap dan perilaku baik. Sebaliknya, orang yang memiliki budi pekerti yang buruk akan selalu bersikap dan berperilaku buruk (Suyatmi, dkk.2012:1).
11 Budi pekerti berisi suatu pandangan dari dalam diri manusia, sedangkan sebagai perilaku, budi pekerti harus berwujud tindakan yang mencerminkan suatu sikap. Dengan demikian maka ada dua unsur, yaitu pemahaman atau pengertian dan tindakan atau perbuatan. Menurut Zuriah (2007: 17) budi pekerti dapat diartikan sebagai moralitas. Moralitas mengandung beberapa pengertian yaitu adat istiadat, sopan santun, dan perilaku. Budi pekerti berisi tentang nilai-nilai perilaku manusia yang akan diukur menurut kebaikan dan keburukan melaui norma agama, norma hukum, tat krama, norma budaya dan adat istiadat dalam masyarakat. Menurut Endraswara (2008: 20), budi pekerti adalah sikap dan perilaku yang dilandasi kegiatan berpikir atau oleh batin. Budi pekerti erat kaitannya dengan budaya.
Karena budaya di setiap daerah sangatlah berbeda maka penerapan nilai-nilai budi pekerti di setiap daerah belum tentu sama. Pada masyarakat Jawa, diterapkan beberapa nilai-nilai budi pekerti untuk membentuk akhlak mulia, nilai-nilai tersebut anatara lain kerukunan hidup, sifat arif, jujur, mawas diri, tata krama yang baik, dll.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa budi pekerti disebut juga moralitas.
Budi pekerti adalah sikap atau tingkah laku manusia yang berisi nilai-nilai kebaikan dalam masyarakat tertentu.
2. Pendidikan Budi Pekerti
12 Pendidikan budi pekerti adalah upaya untuk membekali siswa melalui pengajaran, dan latihan selamasiswa tersebut tumbuh dan berkembang sebagai bekal masa depan, agar siswa tersebut memiliki hati nurani yang bersih, baik, dan menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan sesama makhluk (Endraswara, 2008: 20). Dengan hal tersebut, terbentuklah pribadi seutuhnya yang tercermin pada perilaku yang berupa ucapan, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, dan hasil karya berdasarkan nilai-nilai agama dan norma.
Menurut Endraswara (2008: 5) pendidikan budi pekerti bertujuan untuk memfasilitasi siswa untuk mampu menggunakan dan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya, sehingga memungkinkan tumbuh dan berkembangnya akhlak yang baik dalam diri siswa. Akhlak baik yang terbentuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari hari. Penerapannya tidak dari berbagai aspek kehidupan. Aspek kehidupan yang dimaksud adalah agama, adat istiadat, norma dalam masyarakat, danlain-lain.
Pendidikan budi pekerti adalah usaha membekali siswa melalui pengajaran dan latihan dengan tujuan perilaku baik untuk diterapkan di kehidupan sehari-hari.
Pendidikan budi pekerti sama dengan pendidikan karakter. Seseorang dapat dikatakan berkarakter atau berwatak jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral didalamnya (Zuriah, 2007: 19). Hal tersebut selaras dengan pendapat Lickona (2014: 72) bahwa ada tiga komponen penting dalam membangun pendidikan karakater yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling (perasaan tentang moral) dan moral action (perbuatan bermoral). Ketiga komponen
13 tersebut dapat dijadikan proses dan tahapan pendidikan karakater. Dengan kata lain pendidikan karakter melibatkan aspek-aspek pendidikan yang terdiri dari aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik. Aspek kognitif menitik beratkanpada otak, mengajarinya dari tidak tahu menjadi tahu, dan pada tahap-taap berikutnya dapat membudayakan akal pikiran, sehingga dia dapat memfungsi akalnya menjadi kecerdasan intelektual. Aspek afektif yang menekankan pada perasaan, emosional, pembentukan sikap di dalam diri pribadi seseorang dengan terbentuknya sikap, simpati, antipati, mencintai, membenci, dan lain sebagainya.
Aspek ini dapat digolongkan sebagai kecerdasan emosional. Aspek psikomotorik menekankan dengan sebuah tindakan, perbuatan, perilaku, dan lain sebagainya.
Karakter yang baik terdiri atas mengetahui kebaikan, menginginkan kebaikan, dan melakukan kebaikan.Pengetahuan moral terbentuk dari enam kualitas pemikiran, yaitu 1) kesadaran moral, kemampuan menangkap isu moral dari suatu objek atau peristiwa. 2) pengetahuan terhadap nilai-nilai moral adalah kemampuan menerjemahkan nilai-nilai abstrak menjadi perilaku kongkret. 3) pengambilan prespektif adalah kemampuan menerima sudut pandang lain, memahami situasi sebagaimana orang lain memahaminya dan mengimajinasikannya. 4) perasaan moral adalah memahami makna sebagai orang yang bermoral. 5) pembuatan keputusan adalah proses seseorang menjadi memiliki keputusan. 6) memahami diri sendiri merupakan kemampuan melihat kembali perilaku sendiri dan mengevaluasinya.
Menurut Lickona (2014:78-79) tindakan moral merupakan produk pikiran dan perasaan moral. Tindakan moral terdiri dari tiga aspek, yaitu 1) kompetensi adalah
14 kemampuan mengubah putusan dan perasaan moral menjadi tindakan moral, 2) keinginan moral merupakan inti dari keberanian moral; lebih mengisyaratkan pada sebuah tindakan nyata dari kemauan, 3) kebiasaan adalah melakukan hal yang baik dengan di dasari kekuatan kebiasaan.
Kesamaan aspek dalam pendidikan karakter dan pendidikan budi pekerti dapat dilihat dalam tabel tersebut.
Tabel 2.1 Nilai Budi Pekerti dan Nilai Karakter.
Nilai Budi Pekerti Nilai Karakter
Sikap Afektif
Pikiran Kognitif
Perilaku Psikomotorik
Menurut Zuriah (2007: 67) pendidikan karakter atau pendidian budi pekerti memiliki beberapa tujuan, yaitu 1) siswa memahami nilai-nilai budi pekerti di lingkungan masyarakat baik dalam keluarga, lokal nasional, dan sebagainya. 2) siswa mampu mengembangkan watak atau tabiatnya secara konsisten dalam mengambil keputusan budi pekerti di tengah-tengah rumitnya berkehidupan bermasyarakat. 3) siswa mampu menghadapi masalah nyata dalam masyarakat secara rasional bagi pengambilan keputusan yang terbaik setelah melakukan pertimbngan sesuai dengan norma budi pekerti. 4) siswa mampu menggunakan pengalaman budi pekerti yang baik bagi pembentukan kesadaran dan pola perilaku yang berguna dan bertanggung jawab atas tindakannya.
2.1.1.2 Gamelan
15 Pada bagian ini, peneliti akan menguraikan mengenai gamelan atau karawitan, bentuk gendhing gamelan, fungsi gamelan, etika dalam memainkan karawitan.
1. Gamelan atau Karawitan
Gamelan adalah salah satu kebudayaan Indonesia dalam bidang kesenian yang sudah ada sejak abad ke-8 M. Gamelan terdapat di beberapa daerah seperti Jawa, Sunda, Bali, dll.Di daerah-daerah tersebut, gamelan memiliki ciri khas masing masing baik bentuk, pola permainan, maupun lagu yang dibawakan. Akan tetapi, hal yang umum dari gamelan adalah terdiri dari beberapa instrumen yang dimainkan secara bersama-sama. Gamelan yang akan dibahas oleh peneliti adalah gamelan Jawa yang terdapat di Daaerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Orang yang mempelajari gendhing gamelan, tidak hanya memperoleh pengetahuan dan kepandaian gendhing saja. Orang mempelajari gendhing gamelan, akan dituntut untuk memiliki rasa kewiramaan (perasaan ritmis), rasa keindahan (perasaan estetis), dan menguatkan rasa kesusilaan (rasa etis). Gendhing Jawa bersifat indah dan luhur dan merupakan kekayaan bangsa yang patut dibanggakan.
Istilah gamelan yang dikenal di Indonesia, namun artinya masih belum jelas dan menjadi dugaan-dugaan. Istilah gamelan bisa terjadi karena adanya pergeseran atau perkembangan kata gembel. Gembel merupakan alat untuk memukul, karena instrumen dibunyikan dengan cara dipukul maka namanya menjadi gembelan.
Seiring berjalannya waktu kata gembelan berubah menjadi gamelan. Gamelan berasal dari kata “gamel” yang mempunyai arti menabuh atau dipukul dan diikuti dengan akhiran-an yang menunjukan sebagai kata benda (Ferdiansyah, 2010:28).
16 Gamelan yang lengkap mempunyai kira-kira 75 instrumen, tetapi dalam gamelan terdapat instrumen yang pokok antara lain bonang, kenong, kendhang, suling, gender, slenthem, gambang, gong, rebab, saron, demung, siter, peking, kempyang, peking. Pernyataan dari instrumen-instrumen tersebut disebut dengan karawitan.
Karawitan berasal kata rawit, yang mendapat awalan ka dan akhiran an. Rawit berarti halus, lembut dan lungit, oleh karena itu karawitan diistilahkan sebagai kehalusan dan keindahan instrumen gamelan dalam menghasilkan bunyi atau gendhing untuk membuat hati menjadi damai dan nyaman untuk pendengarnya.
Kata karawitan juga dapat diartikan sebagai suatu keahlian, keterampilan, kemampuan, atau seni memainkan, atau mengolah suatu gendhing. Karawitan mempunyai dua arti yaitu arti umum dan arti khusus. Dalam arti umum, berarti musik Jawa tradisional, dalam arti khusus adalah seni suara vokal, yang dikemas dengan instrumentalia yang berlaras slendro dan pelog. Secara khusu, istilah karawitan lebih mengacu pada pengertian seni suara yang menggunakan gamelan laras slendro dan laras pelog. Dari pengertian tersebut masih sangat ,karena pernyataan ini karawitan terdapat medium suara manusia (karawitan vokal), suara instrumen gamelan (karawitan instrumental), dan gabungan keduanya (Karawitan vokal instrumental) menjadi satu perangkat yang saling mengisi (Endraswara, 2008: 23-25).
Gamelan berarti instrumen musik Jawa. Gamelan adalah alat mengekspresikan gagasan orang Jawa melalui alat yang ditata estetis. Selama ini gamelan masih mendominasi dalam berbagai perlehatan Jawa apa pun. Sebagai alat khusus, gamelan ada yang dibuat dari perunggu, besi, bambu, dan kayu. Ricikan (wadita)
17 adalah nama semua instrumen gamelan. Alat-alat bunyi gamelan disebut ricikan, baik yang tabuh satu maupun yang tabuh dua. Bahkan ada pula ricikan yang digesek, dipetik, dan ditiup. Pada dasarnya ricikan gamelan dibagi menjadi tiga macam, menurut bentuk dan ujudnya, yaitu 1) bilah, wujud dan bentuknya seperti bilah. Yang dimaksud ricikan bilah, antara lain Demung, Slenthem, Saron, Barung, Saron Penerus, Gender Barung, Gender Penerus, Gambang (bilah kayu). 2) Pencon atau pencu, wujud dan bentuknya seperti pencon atau pencu pada umumnya. Yang termasuk ricikan pencon atau pencu, antara lain Kenong, Kempul, Gong Besar, Gong Suwukan, Bonang Barung, Bonang Penerus, Kethuk, Kempyang, Engkuk-Kemong. 3) bentuk lain-lain, wujud dan bentuknya tidak sama dengan diatas. Yang termasuk bentuk lain yaitu Siter, Rebab, Kendhang, Suling, dan Kemanak (Endraswara, 2008: 46). Semua instrumen gamelan dibunyikan secara bersama-sama atau sebagian saja dengan cara yang sesuai, sehingga membentuk kumpulan suara yang teratur dalam tempo dan irama tertentu. Hasil pembunyian instrumen-instrumen tersebut secara teratur disebut gendhing.
Menurut nada (laras) yang dihasilkan, gamelan dibagi menjadi 2 jenis,yaitu gamelan laras slendro dan gamelan laras pelog. Gamelan laras slendro memiliki 5 nada, sedangkan gamelan laras pelog memiliki 7 nada. Karena hal ini, maka gendhing gamelan Jawa juga dibagi menjadi 2 jenis sesuai laras atau nada yang dihasilkan instrumen gamelan. Gendhing slendro dan pelog terletak pada bunyi yang dihasilkan, dan iramanya. Gendhing slendro sedikit lebih kalem fleksibel dan menarik hati dan seakan konsumtif bagi orang-orang tua yang sesuai dengan irama yang mengalun lembut dan penuh kewibawaan dan ketenangan. Sedangkan
18 sebagian gendhing pelog terasa lebih bergairah, iramanya menjengkelkan tapi menyenangkan hati. Gendhing pelog seakan menjadi konsumtif bagi anak muda atau generasi yang memiliki perasaan muda. Gendhing gamelan sangat beragam mulai dari yang sederhana hingga gendhing yang rumit tergantung dari pola ataubentuk masing-masing gendhing.
Penjelasan mengenai makna gamelan, Karawitan, instrumen gamelan, gendhing, jenis dan fungsi instrumen gamelan dimuat dalam prototipe buku yang peneliti kembangkan. Pada bagian pertama yang berisi tentang artikel “nilai-nilai budi pekerti dalam memainkan gamelan”. Pada artikel tersebut, peneliti tidak memaparkan semua yang berkaitan dengan gamelan secara lengkap, melainkan peneliti mengulas hal-hal dasar umum mengenai gamelan. Peneliti menyesuaikan isi prototipe buku dengan tingkat pembacanya, yaitu siswa SD. Sesuai yang diungkapkan guru gamelan di Sekolah Dasar bahwa pembelajaran gamelan di tingkat Sekolah dasar masih tergolong dalam tingkat sederhana, dan belum mempelajari gamelan secara mendalam.
2. Bentuk-bentuk gendhing gamelan
Istilah gendhing sebenarnya merujuk pada dua hal. Pertama, gendhing itu sebagai mana seluruh tabuhan yang disajikan dengan titilaras gamelan. Kedua, gendhing adalah sebuah variasi sajian yang dipandang lebih kompleks, biasanya dientukan oleh jumlah kethuk dan irama. Dalam hal ini dapat dinamakan gendhing, apabila sajian itu panjang, menggunakan kethuk dan irama. Sajian gendhing cenderung untuk uyon-uyon, mat-matan, atau yang lainnya. Menurut (Endraswara, 2008: 84), bentuk gendhing amatlah beragam, dari tingkat sederhana menuju untuk
19 yang lebih kompleks. Bentuk dasar gendhing yang biasa digunakan dalam berbagai forum yaitu gangsaran, lancaran, ladrang, ketawang, dan bubaran. Berikut penjelasan mengenai beberapa bentuk gendhing gamelan.
a) Gangsaran
Gangsaran adalah bentuk gendhing yang paling mudah dan sederhana.
Gendhing ini hanya menggunakan satu titilaras saja, sehingga menabuh relatif enak, tidak harus repot mengingat titilaras lain. Gendhing ini biasanya dibuka oleh kendhang, dengan tempo yang cepat. Pola pada gangsaran setiap gongan (satu kali gong dibunyikan), terdiri dari 8 sabetan, 4 kenong, 3 kempul, dan tidak menggunakan kethuk dan kempyang. Dari tiap 8 sabetan tersebut gangsaran dapat diakhiri gong (Endraswara, 2008: 87).
b) Lancaran
Lancaran adalah suatu bentuk susunan balungan gendhing yang dalam rangkaian notasi balungan gendhing sebanyak satu gongan (satu kali gong dibunyikan) disusun atas tiap satu bunyian gong 8 sabetan balungan, sabetan 1 dan 3 tiap gatra kosong. Terdiri dari 4 gatra, 4 kenongan, 3 kempulan, dan 8 kethukan.
Tiap 8 sabetan diakhiri dengan gong. Letak kethuk pada sabetan 1 dan 3 tiap gatra.
Kempul terletak pada sabetan 6, 10, dan 14, dan gatra pertama kosong. Sebagai contoh lancaran yang ditabuh dengan irama yang berbeda adalah lancaran Bindri, lancaran Bendrong, lancaran Mayar Sewu, dll (Endraswara, 2008: 87).
c) Ladrang
Ladrang adalah suatu bentuk gendhing alit yang dalam satu rangkaian notasi balungan gendhing alit sebanyak sak gongan (satu kali gong dibunyikan),
20 disusun atas delapan 8 gatra dan mempunyai jumlah nada dasar balungan gendhing sebanyak 32 sabetan (hitungan) dengan semua bagian terisi nada dasar. Pada setiap dua gatra diakhiri dengan satu kali kenong dibunyikan (Endraswara, 2008: 94).
d) Ketawang
Ketawang adalah suatu bentuk gendhing alit yang dalam satu rangkaian susunan notasi balungan gendhing sebanyak sak gongan (satu kali gong dibunyikan), disusun atas 4 gatra dan mempunyai jumlah nada dasar balungan gendhing sebanyak 16 sabetan (hitungan).Pada setiap 2 gatra diakhiri dengan satu kali kenong dan gong dibunyikan (Endraswara, 2008: 92).
e) Bubaran
Bentuk gendhing bubaran tidak lain adalah sajian berpola lancaran dan lancaran. Biasanya gendhing ini dipakai sebagai ucapan syukur ketika pertunjukan karawitan selesai. Gendhing bubaran yang populer antara lain Bubaran Udan Mas Pl Br, Bubaran Runtung Sl enem, Bubaran Sembung Gilang Sl 9, dan Ldr. Wahyu Sl 9 yang biasa dipakai dalam wayang kulit. Gendhing ini bercirikan pada tabuhan bonang berupa mipil lamba. Iramanya dari pelan ke irama seseg. Tabuhan kendhang bubaran tidak mengikuti pola ladrang dan lancaran, melainkan memiliki pola khusus (Endraswara, 2008: 92).
Di atas telah dijelaskan beberapa bentuk dan pola gendhing. Pada prototipe buku yang disusun peneliti, hanya memuat salah satu gendhing saja, yaitu gendhing lancaran yang familiar dengan siswa SD. Adapun beberapa istilah penting terkait gendhing lancaran yaitu buka, ompak, lagu dan suwuk.Buka adalah membunyikan nada untuk memulai gendhing. Instrumen yang biasanya digunakan adalah bonang
21 barung, kendhang, atau gender. Ompak adalah bagian gendhing berupa iringan gamelan diawal sebelum masuk lagu. Lagu adalah iringan gamelan yang disertai dengan vokal. Suwuk adalah aba-aba dari pemain kendhang untuk berhenti atau selesainya suatu gendhing.
3. Fungsi Gamelan
Menurut Timanto (dalam Endraswara, 2008: 44) bagi masyarakat Jawa mempunyai fungsi wirasa dan wirama yang berkaitan dengan nilai-nilai sosial, moral dan spiritual. Gamelan merupakan alat kesenian yang serba luwes, dan dapt digunakan dalam berbagai keperluan antara lain:
a. Agama
Dalam upacara ritual gamelan digunakan untuk pemujaan kepada roh-roh halus, atau roh luhur. Kemudian dalam perkembangannya, gamelan digunakan dalam upacara keagamaan. Gamelan digunakan sebagai sarana membuat hening atau ketenangan, dan pemusatan dalam upacara keagaman. Selain itu gamelan juga digunakan dalam dakwah. Gamelan sekaten setahun sekali dibawa ke halaman masjid, kemudian dibunyikan. Bunyi gamelan sekaten memiliki daya tarik yang sangat besar, sehingga banyak yang berdatangan dan berkumpul di dekat gamelan tersebut.
b. Pertunjukan
Pertunjukan masyarakat Jawa seperti wayang dan kethoprak pada umumnya menggunakan iringan musik gamelan. Telah terdapat gendhing khusus untuk mengiringi pertunjukan tersebut. Pertujukan tersebut, tidak lengkap jika tidak
22 diiringi dengan musik gamelan. Dengan kata lain gamelan dalam pertunjukan merupakan suatu yang harus ada.
c. Pendidikan
Gamelan bisa digunakan untuk mendidik rasa keindahan seseorang.
Seseorang yang biasa berkecimpung dalam karawitan maka akan tumbuh rasa setia kawan, tegur sapa halus, dan tingkah laku sopan. Hal tersebut karena jiwa seseorang menjadi halus, sehalus gendhing-gendhing dalam karawitan.
d. Tari-tarian
Gamelan dan tari tidak dapat dipisahkan. Tari merupakan sebuah gerakan yang diiringi dengan suara gamelan. Gamelan dapat digunakan untuk mengiringi macam-macam tarian. Tari klasik atau tari modern dapat diiringi dengan gamelan.
Fungsi gamelan sebagai pertunjukan dan pendidikan mengispirasi peneliti dalam pembuatan prototipe buku, yaitu pada prototipe buku bagian pertama mengenai nilai-nilai yang didapatkan penabuh saat memainkan gamelan. Selain itu pada bagian cerita bergambar, yang berisi alur mengenai seseorang siswa SD yang mengikuti ekstrakurikuler karawitan dan mengikuti pementasan atau pertunjukan.
Penggunaan gamelan sangat erat pada masyarakat Jawa dalam berbagai keperluan.
Gamelan yang terdiri dari banyak alat perlu ditata secara efisien oleh seorang ahli supaya tidak memakan banyak tempat. Selain itu, para penabuh perlu mengetahui sikap yang benar saat menabuh gamelan.
4. Penataan dan sikap dalam memainkan gamelan
Pada bagian ini akan diuraikan mengenai penataan dan sikap dalam memainkan gamelan, serta cara memainkan gamelan.
23 a. Penataan gamelan
Pada umumnya gamelan ditempatkan di pendhapa, dirumah, atau di tempat lain ditata di atas lantai yang diberi alas. Penataan gamelan juga tergantung pada situasi dan kondisi, maka gamelan dapat ditata atau digelar di atas bangku yang luasnya disesuaikan dengan luas yang dibutuhkan dalam menata instrumen.
Pemain gamelan dapat juga duduk di kursi menghadap instrumennya masing- masing (Soeroso, 1989: 24).
b. Etika dalam Karawitan
Menurut Endraswara (2008: 69), ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam karawitan (memainkan gamelan) antara lain:
1) Menata dan menyiapkan pemukul diatas gamelan, dengan peganggan disebelah kanan. Pukul tidak diletakan dibawah atau diselipakan dalam gamelan. Kecuali tabuh gong dapat diletakan dibawah atau diletakkan didepan pemain, dan tabuh gender dapat diletakkan di kanan dan kiri agar memudahkan penabuh memegangnya jika hendak memulai.
2) Sewaktu memasuki temat gamelan yang telah gelar dan ingin berpindah tempat, sebaiknya tidak melangkahi gamelan karena akan terkesan tidak etis (tidak mempunyai rasa hormat).
3) Menabuh sambil berbicara, senda gurau, makan, merokok juga merupakan tindakan yang kurang bagus.
24 4) Laki-laki duduk dengan cara bersila dengan posisi ditengah gamelan. Wanita duduk dengan cara bersimpuh, tetapi jika memakai celana panjang duduk dengan bersila.
5) Saat memukul gamelan sebaiknya tidak sambil memakai tas atau memangku buku/catatan, karena akan mengganggu kebebasan.
6) Tidak membuang putung rokok, botol air mineral, bungkus makanan, dll.
7) Bila sudah mampu menabuh gamelan dengn tepat, penabuh boleh memejamkan mata agar tidak terkesan kaku dalam memainkan gamelan.
8) Saat jeda tidak tidur diatas gamelan dan tidak berjalan mondar-mandir.
9) Pada saat pementasaan penabuh diharapkan memaikai pakaian adat Jawa supaya sopan dilihat.
c. Cara menabuh gamelan
Menurut Endraswara (2008:71) menjelaskan tata cara menabuh gamelan yang benar, diantaranya:
1) Posisi badan tegak menghadap ke depan.
2) Pria, bersila (sila tumpeng) posisi kaki kiri di bawah kaki kanan, untuk putra.
3) Timpuh, posisi kedua kaki di bawah paha untuk putri.
4) Menabuh dengan semangat dan irama yang laras, memperhatikan proses gending.
5) Jika mengantuk, tahun dahulu.
6) Jika suwuk, tidak menabuh sendiri-sendiri (ting kethongkleng).
25 7) Ikuti aba-aba pangrengga suwara/irama (gender, rebab, sindhen), pamurba suwara (kendhang), pangarsa suwara (bonang, demung), serta permintaan yang diiringi.
8) Pakaian yang digunakan dalam menyajikan karawitan adalah disebut pakaian Kejawen. Terdiri dari blangkon, jas bukak, keris, sabuk, timang da nyamping (kain jarik).
9) Lagu-lagu soran (tanpa iringan vokal) ditabuh keras, terlebih wilahan, namun juga tetap memperhatikan kenyamanan.
10) Cara memegang pukul wilahan, harus miring (condong ke kanan), kira- kira 60 derajat.
11) Jika sudah hafal titilaras, sebaiknya tidak diucapkan dengan vokal, agar tidak gumrenggeng.
12) Apabila menabuh tertinggal atau terlalu cepat, berhenti sejenak, kemudian melirik demung atau slenthem, lalu mengikuti lagi.
13) Dalam karawitan tidak dibenarkan asal menabuh sendiri, meskipun urutan titilaras betul.
14) Penabuh gong harus sigap, akan ditagih oleh seluruh penabuh, jika suwuk tidak menabuh, karawitan terasa gagal.
Dari penjelasan diatas, penataan dan sikap dalam memainkan gamelan merupakan bentuk atau salah satu cara dalam mengetahui karakteristik instrumen gamelan. Pada instrumen gamelan, terdapat karakteristik-karakteristik instrumen gamelan yang berbeda. Dengan adanya karakteristik yang berbeda terdapat makna yang terkandung dalam masing-masing instrumen tersebut.
26 2.1.1.3 Nilai-nilai yang Terkandung dalam Gamelan
Pada bagian nilai-nilai yang terkandung dalam gamelan diuraikan mengenai, nilai-nilai budi pekerti dalam instrumen gamelan, dan nilai nilai budi pekerti dalam memainkan gamelan.
1. Nilai-nilai budi pekerti dalam Instrumen Gamelan
Menurut Yudoyono (1984:87-127) walaupun terdiri atas beberapa macam instrumen, namun instrumen-instrumen atau ricikan pokok pada gamelan tersebut memiliki nilai-nilai yang berbeda. Pada bagian ini peneliti akan memaparkan dari 12 instrumen pokok gamelan yang ada, karena keterbatasan waktu dan tenaga dari peneliti, berikut makna dari masing- masing instrumen gamelan Jawa:
a. Siter
Siter adalah satu-satunya instrumen gamelan yang dimainkan dengan cara dipetik. Instrumen ini bisa dimainkan sendiri ditengah-tengah lagu, sehingga penabuh memiliki rasa tanggung jawab pada instrumen gamelan yang dimainkannya.Penabuh siter diingatkan kembali tentang pentingya bersikap tanggung jawab. Oleh karena itu sadar akan tingkah laku sengaja atau yang tidak sengaja merupakan perwujudan kesadaran akan kewajiban sebagai penabuh siter.
b. Bonang
Instrumen gamelan ini termasuk dalam kelompok tetabuhan keras yang terbuat dari logam. Untuk seperangkat gamelan, jumlahnya ada dua pasang atau 4 (empat) buah. Terdiri atas sepasang BonangPanembung dan
27 sepasang Bonang Penerus. Sesuai denganasal katanya yaitu ‘Nong-Nang’
bonang berfungsi sebagai penunjuk arah dari suatu gending dilihat dari cara memegang alat pemukulnya seperti orang menuding atau menunjukkan arah dan sebagai penghias lagu pokokbonang saling melengkapi dan mengisi bunyi instrumen lainnya. Bonangpelog memuat dari baris masing-masing terdiri atas tujuh pencu. Sedangkan untuk laras slendro memuat dua baris dengan masing-masing terdiri lima pencu. Baris atas mempunyai nada lebih tinggi dibanding dengan baris yang bawah. Memainkannya harus dengan kedua tangan, masing-masing memegang satu alat pemukul dari kayu yang bagian ujungnya dibalut karet atau pun benang tebal dan posisi duduk bersila.
Satu keistimewaan yang dimiliki bonang adalah dapat dipakai dalam berbagai macam gendhing, baik dalam irama yang keras atau cepat, maupun halus atau pelan. Dalam hal ini penabuh bonang dibiasakan untuk bisa mengolah emosi untuk bisa menguasai irama yang dimainkan baik irama keras atau cepat maupun halus atau pelan. Dengan irama yang keras atau cepat dan halus atau lembut penabuh juga dilatih untuk bisa bertanggung jawab atas permainan bonang tersebut agar gendhing yang dihasilkan selaras dengan instrumen lainnya dan mengisi satu dengan yang lain.
c. Saron
Saron merupakan salah satu macam alat gamelan Jawa untuk tetabuhan keras berupa wilahan-wilahan berbentuk agak cembung dari perunggu yang disusun berderet diatas kotak kayu sebagai wadah gema.
Makin kecil wilahannya, maki tinggi suaranya. makin besar wilahannya,
28 makin rendah suaranya. cara membunyikannya dengan menggunakan sebuah alat pemukul yang terbuat dari kayu atau tanduk kerbau. Saron berasal dari kata ‘seron’ yang berarti sero atau keras. Suatu makna yang tersirat dibalik alat gamelan yang disebut saron ini antara lain:
1) Sarondemungberasal dari kata gandem + unggul, sebagai pembawa lagu pokok hendaknya dapat membawakannya secara betul sehingga nikmat didengar dan tidak tenggelam ditelan suara alat-alat lainnya.
2) Saron barung berasal dari kata bareng + nyurung, bersama-sama mendorong sebagai perwujudan dari usaha gotong royong menuju pada yang dicita-citakan yaitu keluhuran.
Dari penjelasan saron diatas, penabuh saron diajarkan untuk bisa melatih dirinya untuk bergotong royong menuju pada keluhuran yang menjadikan keluhuran sebagai yang diimpikan bersama dalam memainkan gamelan.
d. Gambang
Kata gambang berasal dari dua suku kata yaitu gam + bang = gambling + timbang = jelas + seimbang dan dipertimbangkan. Arti seluruhnya adalah dengan dipertimbangkan masak-masak sehingga menjadi imbang. Bahwa apa yang ada di hadapan penabuh sebenarnya sudah jelas atau gamblang. Tetapi kalau hal itu dibiarkan maka hasilnya tentu akan jauh dari yang dikehendaki. Gambang ialah salah satu alat pukul pada gamelan Jawa dengan wilahan-wilahan dari kayu atau bambu yang disusun berderet di atas sebuah bak kayu sebagi wadah gemanya. Cara memainkannya dilakukan dilakukan dengan dua alat pemukul yang ujungnya bundar dan pipih sebesar
29 tutup gelas, secara cepat berturut-turut dalam jarak satu oktaf. Sisi luar dari kedua alat pemukul yang berbentuk bundar dan pipih itu dilapisi dengan karet atau kain yang agak tebal, sehingga menimbulkan bunyi yang empuk dan halus. Bentuk wilahan pada gambang adalah sama, tapi tebal maupun panjangnya yang berbeda yang dimaksudkan agar suara yang dihasilkan tidak sama dan sesuai dengan urutan tinggi rendahnya nada. Makin kecil wilahan makin tinggi nada yang dihasilkan dan makin besar wilahan makin rendah nadanya. Gambang berfungsi sebagai penghias lagu pokok dalam berbagai variasi. Cara membunyikannya pun termasuk sulit, satu angka atau satu pukulan pada alat-alat pembawa lagu pokok seperti saron, berarti empat atau lebih pukulan untuk gambang dan antara tangan kiri kanan harus kompak.
Kita dilatih dan dibiasakan untuk tidak hidup secara monoton, melainkan penuh dengan variasi dan konsekuensi. Makna yang tersirat dalam fungsi gambang berhubungan pula sesuai bentuknya yang menunjukkan adanya tingkatan usia, tingkatan pendidikan atau pun pengetahuan manusia dalam berbagai disiplin. Dari yang paling muda (anak-anak), remaja dan dewasa, serta paling tua. Semuanya tersusun dalam satu kesatuan yang utuh, serta mempunyai hak dan kewajiban yang sama sesuai tingkatan masing-masing.
Sesuai penjelasan gambang diatas penabuh diajarkan untuk bisa tekun dalam memainkan gambang karena dengan adanya keunikan dalam memainkan gambang, penabuh juga dituntut untuk kreatif dan berkonsentrasi penuh dalam setiap usahanya bermain gambang.
e. Kendang
30 Istilah kendang bermula dari dua suku kata yaitu ‘ken’ dan ‘dang’.
Ken merupakan kependekan dari kata kendali, dan dang kependekan dari kata padang = terang. Maksudnya adalah dikendalikan dengan pikiran dan hati yang jernih. Alat ini berbentuk seperti tabung yang terbuat dari kayu dengan tutup tabung dari kulit binatang yang telah dimasak di kedua ujung luarnya.
Satu stel kendang pada komposisi gamelan Jawa terdiri atas tiga buah, yaitu dari yang paling kecil (kendang ketipung), sedang (batangan), sampai yang paling besar. Jumlah pemainkendang hanya satu orang saja.
Membunyikannya tanpa alat pemukul, melainkan dengan jari dan telapak tangan baik kanan maupun kiri. Sesuai dengan artinya, fungsi utama dari kendang adalah sebagai pengendali setiap permainan gamelan dalam berbagai gending. Cepat lambatnya hentakan tangan pengendang sangat dipengaruhi pula irama gending-gendingnya. Pada instrumen kendang, penabuh dapat mencontoh dari arti kendang yang dijadikan sebagai pengendali permainan.
Dalam hal ini penabuh diharapkan juga untuk bisa melatih kepemimpinan dalam dirinya dengan rendah hati.
f. Gong
Gong ialah alat musik pukul pada gamelan Jawa yang terbuat dari perunggu dan mempunyai ukuran terbesar di antara alat-alat lainnya. Alat pemukulnya bertangkai kayu dan dibagian ujung yang dipukulkan berbentuk bulat seperti bola berisi sabut kelapa atau lilitan tali tebal berlapis-lapis lembaran kain sehingga menjadi empuk. Gong mempunyai hubungan dengan waktu pembuatan atau serta prosesnya yang sering dikatakan misterius.
31 Pembuat gong harus berpuasa terlebih dahulu selama berhari-hari agar dapat berkonsentrasi secara maksimal. Oleh karena itu, diantara berbagai macam alat gamelan hanya gong yang diberi sesaji ketika dipergelarkan. Gong dapat berarti besar seperti bentuk dan bunyinya. Tapi dapat berarti ‘gegandulaning urip’ = tempat bergantungnya hidup. Hal ini menunjukkan cara memasangnya (digandul) juga menunjukkan fungsinya yaitu sebagai penentu batas-batas gending serta penentu irama dasar atau mati hidupnya suatu gending. Pada penabuh gong, penabuh diajak untuk bisa hidup religius dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan hidup religius penabuh akan semakin dekat dan ingat dengan Sang Maha Pencipta.
g. Rebab
Rebabadalah instrumen gamelan berdawai yang membunyikannya dengan cara digesek. Bentuk rebab sendiri dikembangkan dari bangun manusia yang sedang duduk bersila. Sesuai dengan dasar konsep rebab, cara membunyikannya harus dengan duduk bersila. Rebab dipegang dalam posisi tegak vertikal, dan penggeseknya digerakkan ke arah kiri dan kanan secara horizontal. Nilai yang terdapat pada rebab adalah keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan agar dapat bersikap dan bertindak sesuai arah dalam kehidupan sehari-hari.
h. Kenong
Kenong merupakan alat gamelan Jawa yang bentuk maupun cara meletakkan serta membunyikannya sama dengan ketuk. Ukuran besarnya kenong lebih tinggi dan lebih besar daripada ketuk. Sedangkan jumlahnya
32 mengikuti jumlah nada yang ada dalam laras gamelan. Seluruhnya ada 12 buah pencu, yang terdiri atas 5 buah untuk laras slendro dan 7 buah untuk pelog. Dalam komposisi gamelan, ketuk dan kenung merupakan pasangan yang tidak dapat dipisahkan. Tata letaknya menjadi satu dengan ketuk dan ditabuh oleh satu orang. Tangan kiri penabuh memegang alat pemukul ketuk, dan tangan tangan kanan memegang alat pemukul kenong. Menabuhnya secara urut bergantian menurut ketentuan yang ada. Sebagai contoh misalnya saja pada gendhing jenis ladrang, patokan untuk setiap bait atau baris lagu adalah 2 T I K, maksudnya adalah dua pukulan ketuk dan satu pukulan kenong. Kenong berfungsi memainkan irama dasar dengan bunyi yang sangat jarang, lebih jarang daripada ketuk tetapi lebih sering daripada gong.
Menabuhnya hanya di setiap akhir suatu bait, kecuali pada jenis-jenis gendhing Gangsaran, Sampak, Srepegan, Ayak-ayak. Kata kenong merupakan singkatan dari ‘Kepareng Hyang Winong’ = diijinkan/diridoi oleh Yang Maha Kuasa. Oleh karenanya membunyikannya selalu terakhir setelah alat-alat lainnya berbunyi. Jika semua alat memukul/menabuhnya dengan benar, barulah kenong memberi tambahan dengan bunyi bening dan nyaring yang sangat menyenangkan. Bahwa Yang Maha Kuasa senantiasa akan selalu meridoi setiap usaha manusia sepanjang berpijak pada jalan yang benar. Dan senantiasa pula memberikan petunjuk-petunjuk buat langkah- langkah usaha selanjutnya. Hal ini mengajarkan untuk setiap penabuh kenong agar melatih kesabaran dalam permainan gamelan, tertib untuk setiap
33 menabuhnya dan juga tepat dalam menghasilkan irama atau gendhing yang dihasilkan.
Tabel 2.2 Nilai Budi Pekerti dalam Instrumen Gamelan.
NO Instrumen Gamelan Nilai Budi pekerti
1. Siter Tanggung jawab
2. Bonang Tanggung jawab, kepemimpinan
3. Saron Kerja sama, religius
4. Gambang Ketekunan, konsentrasi
5. Kendang Kepemimpinan
6. Gong Kesabaran, konsentrasi
7. Rebab Religus
8. Kenong Kesabaran, ketepatan
Pada prototipe buku yang disusun peneliti, dimuat penjelasan mengenai beberapa instrumen gamelan yaitu:
2. Nilai-nilai Budi Pekerti Dalam Memainkan Gamelan
Praktisi gamelan Bapak FX. Suparji menyatakan bahwa dalam pembelajaran gamelan, seseorang tidak hanya belajar mengenai teorinya saja, melainkan juga akan membiasakan dan belajar nilai budi pekerti. Nilai- nilai budi pekerti tersebut diajarkan secara tersirat dan biasakan oleh penabuh melalui tindakan-tindakan yang dilakukan penabuh sebelum, saat, dan sesudah bermain gamelan. Berikut peneliti paparkan beberapa nilai- nilai budi pekerti dalam memainkan gamelan:
a. Sopan santun
Sopan santun adalah pengetahuan yang berkaitan dengan penghormatan melalui sikap, perbuatan atau tingkah laku, budi pekerti yang baik sesuai dengan tata krama. Tidak melangkahi instrumen gamelan,
34 menabuh sambil bicara, senda gurau, makan dan lain-lain tidaklah etis untuk dilihat dari penabuh. Sopan santun mengajarkan untuk lebih bersikap dan bertindak sesuai dengan arah yang benar dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu sopan santun terdapat pada nilai-nilai budi pekerti dalam memainkan gamelan membiasakan penabuh bisa belajar untuk menghargai dan menghormati.
b. Religius
Religius adalah perilaku yang taat atau patuh dalam menjalankan ajaran agama, menjalin kerukunan hidup antar pemeluk agama lain, toleran terhadap sesama. Berdoa sebelum dan sesudah memainkan gamelan, duduk tegak dan bersila dalam memainkan gamelan, dan lain-lain merupakan contoh nilai-nilai budi pekerti yang terkandung pada unsur religius. Religius pada nilai-nilai budi pekerti dalam memainkan gamelan merupakan hubungan utuh antara manusia dan Tuhan. Meminta petunjuk kepada Tuhan melalui berdoa merupakan jalan satu-satunya cara berpasrah untuk meminta restu pada Sang Pencipta. Duduk tegak dan bersila secara vertikal juga merupakan contoh nilai religius. Duduk tegak dan bersila menunjukan bagaimana cara penabuh menyembah pada Tuhan. Dalam posisi tegak atau vertikal ini mempunyai arti harus ada keseimbangan antara hubungan manusia dan Tuhan.
c. Konsentrasi
Konsentrasi adalah suatu perilaku yang menggambarkan fokus terhadap suatu obyek tertentu. Penabuh mengerti berbagai jenis gendhing, memahami iringan bait perbait dalam memainkan gamelan, dan lain-lain