• Tidak ada hasil yang ditemukan

Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Universitas Sumatera Utara"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

DIABETES MELITUS TIPE 2

TESIS

YULIA RAMDHANI 087111008/PK

PROGRAM MAGISTER KLINIK-SPESIALIS PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA /

RSUP H. ADAM MALIK MEDAN 2013

(2)

DIABETES MELITUS TIPE 2

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Ilmu Patologi Klinik / M.Ked ( Clin. Path. ) pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara

YULIA RAMDHANI 087111008/PK

PROGRAM MAGISTER KLINIK-SPESIALIS PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/

RSUP H. ADAM MALIK MEDAN 2013

(3)

Judul Penelitian : Indeks Trombosit sebagai Indikator Komplikasi Mikrovaskular pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2

Nama Mahasiswa : Yulia Ramdhani Nomor Induk Mahasiswa : 087111008

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Patologi Klinik

Menyetujui Komisi Pembimbing :

dr. Ozar Sanuddin, SpPK(K) Pembimbing I

dr. Santi Syafril, SpPD-KEMD Pembimbing II

Disahkan oleh:

Ketua Departemen Patologi Klinik FK-USU/RSUP H.Adam Malik Medan

Ketua Program Studi Departemen Patologi Klinik FK-USU/

RSUP H.Adam Malik Medan

Prof.dr.Adi Koesoema Aman,SpPK-KH NIP. 194910111979011001

Prof.DR.dr.Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH NIP. 19487111979032001

Tanggal lulus : 15 Mei 2013

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 15 Mei 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.dr. Adi Koesoema Aman,SpPK-KH (...) Anggota : 1. Prof .DR.dr.Ratna Akbari Ganie,SpPK-KH (...) 2. Prof.dr. Herman Hariman, Ph.D, SpPK-KH (...) 3. dr.Ricke Loesnihari, M.Ked (Clin-Path),SpPK-K (...) 4. dr. Ozar Sanuddin, SpPK-K (...) 5. dr. Santi Syafril, SpPD-KEMD (...)

Tanggal Lulus : 15 Mei 2013

(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur hanyalah bagi Allah SWT pemilik seluruh alam semesta, Maha pemberi kemudahan dan kelapangan, dan dengan pertolongan Allah jua tesis saya yang berjudul

Indeks Trombosit sebagai Indikator Komplikasi Mikrovaskular pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2” sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan magister di bidang Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dapat dirampungkan.

Terima kasih, rasa hormat dan penghargaan yang sangat tinggi saya sampaikan kepada :

1. Yth, Prof. dr. Adi Koesoema Aman, SpPK-KH, FISH, sebagai Ketua Departemen Patologi Klinik FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah menerima dan memberikan kesempatan kepada saya sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan banyak memberikan bimbingan dan pengarahan selama saya mengikuti pendidikan.

2. Yth, Prof. DR. dr. Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH, FISH, sebagai Ketua Program Studi Departemen Patologi Klinik FK-USU/RSUP H.

Adam Malik Medan, yang banyak memberikan bantuan, bimbingan, serta motivasi selama saya mengikuti pendidikan.

3. Yth, dr. Ozar Sanuddin, SpPK-K, sebagai dosen pembimbing, sekaligus pembimbing pertama dalam penulisan tesis ini, yang banyak memberikan bimbingan, petunjuk, pengarahan, bantuan, nasehat dan senantiasa dengan tulus memberikan motivasi selama saya menjalani

(6)

pendidikan, mencurahkan perhatian dan pikirannya untuk kebaikan penyelesaian tesis ini.

4. Yth, dr. Santi Syafril, SpPD-KEMD, sebagai pembimbing kedua saya dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam subdivisi Endokrinologi yang sudah memberikan petunjuk, pengarahan dan bantuan, mulai dari penyusunan proposal, selama dilaksanakannya penelitian, sampai selesainya tesis ini.

5. Yth, Prof. dr. Herman Hariman, Ph.D, SpPK-KH, FISH, selaku Sekretaris Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang banyak memberikan petunjuk, pengarahan, bantuan, nasehat dan senantiasa dengan tulus memberikan motivasi selama saya menjalani pendidikan sampai menyelesaikan penulisan tesis ini.

6. Yth, Dr. Ricke Loesnihari, M.Ked.(Clin.Path.), SpPK-K, sebagai Sekretaris Program Studi di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bimbingan dan petunjuk selama saya mengikuti pendidikan.

7. Yth, Dr.Zulfikar Lubis SpPK-K, sebagai Kepala Instalasi Departemen Patologi Klinik RSUP HAM, Medan, yang sudah memberikan bimbingan dan dorongan selama saya menjalani pendidikan. Hormat dan terimakasih yang tak terhingga saya ucapkan.

8. Yth, seluruh guru-guru saya, Prof. Dr. Burhanuddin Nasution SpPK- KN, Dr. Muzahar DMM, SpPK, Dr.Tapisari Tambunan SpPK-KH, Dr.Farida Siregar SpPK Dr. Ulfah Mahidin SpPK, Dr. Lina SpPK danDr. Nelly Elfrida Samosir SpPK, yang telah banyak memberikan

(7)

pendidikan dan hingga selesainya tesis ini. Hormat dan terimakasih saya ucapkan . Begitu juga kepada guru-guru yang telah mendahului kita yaitu Alm.Prof. Dr. Iman Sukiman SpPK-KH, Alm. Dr. R.

Ardjuna M. Burhan DMM, SpPK-K, Alm. Dr. Irfan Abdullah SpPK- KH, Alm. Dr. Paulus Sembiring SpPK-K, Alm. Dr. Hendra Lumanauw SpPK-K, saya tidak melupakan semua jasanya dalam pendidikan ini.

9. Yth, DR. Arlinda Sriwahyuni, dan Yustian Sinaga, S.Psi yang telah memberikan bantuan pengolahan data statistik selama penelitian hingga selesainya tesis ini.

10. Yth. Siti Rodyah S.si, kepala ruangan Kimia Klinik RSUP H. Adam Malik yang telah bekerjasama dengan baik selama saya mengadakan penelitian.

11. Yth. Seluruh teman sejawat peserta PPDS Patologi Klinik FK- USU/RSUP H. Adam Malik Medan, para analis, karyawan / karyawati di Departemen Patologi Klinik RSUP H. Adam Malik Medan, serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu- persatu yang telah memberikan bantuan dan kerjasama yang baik selama saya mengikuti pendidikan. Khususnya kepada teman-teman grup keluarga salomo terima kasih atas dukungan serta masa-masa indah yang pernah kita jalani bersama. Kepada kak Triana, Amie, bang Gede, kak Nuryanti, dan bang Almaycano terima kasih atas bantuan tenaga, pikiran dan saran-sarannya, serta sudah menjadi teman diskusi yang baik selama penulisan tesis ini.

(8)

12. Hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Rektor Universitas Sumatera Utara, Direktur rumah Sakit umum Pusat H. Adam Malik yang telah memberikan kesempatan dan menerima saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik.

13. Terimakasih yang setulus-tulusnya saya sampaikan kepada kedua orangtua saya, Ayahanda Drs. Rusli Arsyad (Alm.) dan Ibunda tercintaDra. Faridah Yahya. M.Pd yang telah melahirkan, mengasuh, mendidik dan setiap saat selalu bersedia memberikan cintanya, dukungan moril maupun materil. Kiranya Allah SWT membalas semua budi baik dan kasih sayang kalian berdua. Tanpa kalian berdua mungkin ananda tidak dapat menjadi seperti ini. Tidak ada satu kata pun yang dapat mewakili perasaan ananda atas cinta dan kasih sayang kalian berdua. Semoga kalian berdua selalu dalam lindungan Allah SWT. Untuk papi, istirahatlah dengan tenang, ananda akan berusaha menjadi anak yang membanggakanmu, papi.

14. Terima kasih juga saya ucapkan untuk mertua saya Ir. Zubir A.Nafi (Alm.) dan Hj. Fatmawati, terima kasih atas bantuan doa dan dukungannya selama saya menjalani pendidikan.

15. Terima kasih dan penghormatan yang tinggi kepada suami saya tercinta dr. Hendra Zufry, SpPD yang mendampingi saya dengan penuh kesetiaan, pengertian, perhatian, memberikan dorongan, semangat dan energi selama saya mengikuti pendidikan sampai saya

(9)

dapat menyelesaikan pendidikan ini, semoga apa yang diraih bermanfaat menambah Ridho Allah SWT, kebaikan dan kebahagiaan keluarga di dunia dan akhirat. Juga kepada anak-anakku tercinta, Ahmad Fadhil dan Alya Azzahra, yang telah banyak kehilangan perhatian dan kasih sayang ummi selama ummi mengikuti pendidikan, semoga ini semua dapat menjadi motivasi dalam mencapai cita-cita kalian. Untuk anakku Fadhil, terima kasih atas bantuan doa, menjadi sumber semangat dan energi ummi selama menjalani pendidikan di Medan. Ummi sayang kalian berdua.

16. Terima kasih juga kepada adik-adik saya Fayrus Novariani, ST dan Ridha Fadli, STP serta kepada adik ipar saya Mardirul L. Nasa, ST yang tidak henti-hentinya memberikan semangat selama saya mengikuti pendidikan.

Akhir kata, semoga kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2013 Penulis,

dr. Yulia Ramdhani

(10)

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan Pembimbing...

Kata Pengantar...

Daftar Isi ...

Daftar Tabel...

Daftar Gambar ...

Daftar Lampiran ...

Daftar Singkatan ...

Abstrak...

i iii viii xii xiii xiv xv xviii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ...

1.2. Perumusan Masalah ...

1.3. Hipotesa Penelitian ...

1.4. Tujuan Penelitian ...

1.4.1. Tujuan umum...

1.4.2. Tujuan Khusus...

1.5. Manfaat Penelitian...

1 4 5 5 5 5 5 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Diabetes Melitus (DM) ...……… 6

(11)

2.1.1. Definisi Diabetes Melitus………

2.1.2. Epidemiologi Diabetes Melitus...………....

2.1.3. Kriteria Diagnostik ...

2.1.4. Patogenesis DM Tipe 2 ...

2.1.5. Komplikasi Mikrovaskular Diabetik ...

2.1.5.1. Nefropati Diabetik ...

2.1.5.1.1. Mikroalbuminuria ...

2.1.5.2. Retinopati Diabetik (RD) ...

2.1.5.3. Neuropati Diabetik (ND) ...

2.2. Trombosit ...………...

2.2.1. Morfologi Trombosit ...………

2.2.2. Fungsi Trombosit………

2.2.3. Disfungsi Trombosit pada Diabetes Melitus ...

2.2.4. Indeks Trombosit ...

2.2.4.1. MPV ...

2.2.4.2. PDW ...

2.2.4.3. P-LCR ...

2.3. Kerangka Konsep……….

6 6 7 8 8 9 10 12 13 14 14 15 16 18 18 21 21 22 BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian………... 23

(12)

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian………...

3.3. Populasi dan Subyek Penelitian……….……..…

3.3.1. Populasi Penelitian ...

3.3.2. Subyek Penelitian ...

3.3.3. Kriteria Inklusi ...

3.3.4. Kriteria Eksklusi ...

3.4. Perkiraan Besar Sampel……….

3.5. Definisi Operasional ...………..

3.6. Pengolahan dan Analisa Data ...

3.7. Masalah Etika (Ethical Clearance) dan Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)...

3.8. Bahan dan Cara Kerja……….

3.8.1. Pengambilan dan Penyimpanan Sampel .……

3.8.2. Pemeriksaan Sampel ...………….

3.8.2.1. Pemeriksaan Nilai Indeks Trombosit ...

3.8.2.2. Pemeriksaan Mikroalbumin Urin ...

3.8.2.3. Pemeriksaan Kreatinin Urin ...

3.9. Pemantapan Kualitas ...

3.9.1. Pemantapan Kualitas Indeks Trombosit ...

3.9.2. Pemantapan Kualitas Mikroalbumin Urin ...

23 23 23 23 24 24 24 25 27

28 28 28 29 29 29 31 32 32 34

(13)

3.9.3 Pemantapan Kualitas Kreatinin Urin ...

3.10. Kerangka Kerja ...

36 37 BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 38

BAB 5 PEMBAHASAN……… 42

BAB 6

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan………..………

6.2 Saran………

RINGKASAN……….

DAFTAR PUSTAKA………..………….………

LAMPIRAN

47 47 48 53

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kriteria DiagnosisDM ...

Tabel 3.1 Kriteria Diabetik Retinopati ...

Tabel 3.2 Hasil Kontrol Kualitas Indeks Trombosit ...

Tabel 3.3 Hasil Kontrol Kualitas Mikroalbumin urin ...

Tabel 3.4 Hasil Kontrol Kualitas Kreatinin Urin ...

Tabel 4.1 Karakteristik Data Subjek Penelitian ...

Tabel 4.2 Perbandingan Nilai Indeks Trombosit pada Kelompok DM Tipe 2 ...

7 26 34 35 37 39

40

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Mekanisme Terjadinya Disfungsi Trombosit pada Diabetes Melitus ...

Gambar 2.2 Distribusi Ukuran Partikel Trombosit ...

Gambar 2.3 Patogenesis Komplikasi DM ...

Gambar 3.1 Kurva Kalibrasi Mikroalbumin Urin ...

Gambar 3.2 Kurva Kalibrasi Kreatinin Urin ...

16 21 22 35 36

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian Lampiran 2. Formulir Persetujuan Setelah Penjelasan

Lampiran 3. Status Pasien

Lampiran 4. Surat Persetujuan Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan Lampiran 5 Data Hasil Penelitian Penderita DM Tipe 2

(17)

DAFTAR SINGKATAN

1. AAO = American Academy of Ophthalmology

2. ADA = American Diabetes Association 3. AGE = Advanced Glication Endproduct

4. CVD = Cardiovascular Disease

5. CBC = Complete Blood Count

6. CFAS = Calibrator for Automated System

7. DM = Diabetes Melitus

8. DPN = Distal Symmetric Polyneuropathy

9. ESKD = End Stage Kidney Disease

10. fL = femtoliter

11. GP = Glikoprotein

12. HTIB = Hydroxy Triiodo Benzoic 13. IGT = Impaired Glucose Tolerance

14. IRS = Insulin Receptor Substrate

15. KGD = Kadar Gula Darah

(18)

17. MPV = Mean Platelet Volume 18. MCV = Mean Corpuscular Volume

19. ND = Neuropati Diabetik

20. NO = Nitric Oxide

21. PERKENI = Perkumpulan Endokrinologi Indonesia

22. PKC = Protein Kinase C

23. PDGF = Platelet Derived Growth Factor

24. PGI2 = Prostasiklin 25. Pct = Plateletcrit

26. Plt = Platelet

27. PDW = Platelet Distribution Width 28. P-LCR = Platelet-Large Cell Ratio

29. PP = Post Prandial

30. RD = Retinopati Diabetik

31. SSTL = Sumsum Tulang

32. TIA = Transient Ischemic Attack 33. TTGO = Tes Toleransi Glukosa Oral

(19)

34. TF = Tissue Factor 35. UD = Upper Discriminator

36. VWF = Von Willebrand Factor

(20)

INDEKS TROMBOSIT SEBAGAI INDIKATOR KOMPLIKASI MIKROVASKULAR PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

Yulia Ramdhani1, Ozar Sanuddin1, Santi Syafril2

1Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP.H. Adam Malik Medan

2Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Endokrinologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan

ABSTRAK

Latar belakang : Diabetes melitus (DM) dikenal sebagai ‘‘prothrombotic state’ dengan reaktivitas trombosit yang meningkat. Aktivasi trombosit dan potensi agregasi berperan penting dalam trombogenesis dan aterosklerosis. Dan dapat dengan mudah diperkirakan dengan mengukur mean platelet volume (MPV) yang merupakan bagian dari pemeriksaan darah lengkap.

Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk menilai indeks trombosit [MPV, platelet distribution width (PDW) and platelet-large cell ratio (P-LCR)] pada penderita DM tipe 2 dengan dan tanpa komplikasi mikrovaskular.

Metode penelitian : Subjek penelitian sebanyak 70 orang penderita DM tipe 2 (40 orang dengan 1 atau lebih komplikasi mikrovaskular) and 30 orang tanpa komplikasi mikrovaskular. Darah dengan antikoagulan (ethylene diamine tetracetic acid) diambll dan dianalisa menggunakan automated blood cell counter untuk menilai jumlah dan indeks trombosit.

Hasil : Pada penelitian ini dijumpai nilai MPV, PDW dan P-LCR lebih tinggi signifikan pada penderita DM tipe 2 tanpa komplikasi mikrovaskular dibandingkan dengan subjek yang dengan komplikasi mikrovaskular [ 9,97±0,68 vs 9,81±0,76 fl ;11,81±1,55 vs 11,44±1,50 fl; 24,93±4,72 vs 23,79±4,88 % (P>0.05) ], secara berurutan.

Kesimpulan : Tidak dijumpai perbedaan bermakna pada nilai indeks trombosit (MPV, PDW, dan P-LCR) antara penderita DM tipe 2 dengan dan tanpa komplikasi mikrovaskular.

Kata Kunci : Mean platelet volume, Platelet distribution width, Platelet- Large Cell Ratio; Diabetes Melitus, Kompikasi mikrovaskular

(21)

PLATELET INDICES AS INDICATOR MICROVASCULAR COMPLICATION IN PATIENTS WITH TYPE 2 DIABETES MELLITUS

Yulia Ramdhani1, Ozar Sanuddin1, Santi Syafril2 Clinical Pathology Department, Medicine Faculty

1University of Sumatera Utara/H.Adam Malik Central Hospital Medan

2Department of Internal Medicine, School of Medicine, University of Sumatera Utara / H.Adam Malik Central Hospital Medan

ABSTRACT

Background : Diabetes mellitus (DM) has been considered as a

‘‘prothrombotic state’ with enhanced platelet reactivity. Platelet activity and aggregation potential, which are essential components of thrombogenesis and atherosclerosis, can be conveniently estimated by measuring mean platelet volume (MPV) as part of whole blood count.

The aim of study : This study was aimed to determine platelet indices [MPV, platelet distribution width (PDW) and platelet-large cell ratio (P- LCR)] between Type 2 diabetics with and without microvascular complication.

Methods : This study included 70 subjects with Type 2 DM (40 with one or more microvascular complications) and 30 without microvascular complications. Anticoagulated blood (ethylene diamine tetracetic acid) was collected and analyzed in an automated blood cell counter for platelet count and indices.

Results: In our study found the MPV, PDW and P-LCR were all significantly higher in subjects without microvascular complication compared to the subjects with microvascular complication [ 9,97±0,68 vs 9,81±0,76 fl ;11,81±1,55 vs 11,44±1,50 fl; 24,93±4,72 vs 23,79±4,88 % (P>0.05 for all) ], respectively.

Conclusion: There was no significant differences in platelet indices (MPV, PDW, and P-LCR) between subjects with and without microvascular complication. Keywords: Mean platelet volume, Platelet distribution width, Platelet-Large Cell Ratio; Diabetes Mellitus, Microvascular Complication

(22)

INDEKS TROMBOSIT SEBAGAI INDIKATOR KOMPLIKASI MIKROVASKULAR PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

Yulia Ramdhani1, Ozar Sanuddin1, Santi Syafril2

1Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP.H. Adam Malik Medan

2Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Endokrinologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan

ABSTRAK

Latar belakang : Diabetes melitus (DM) dikenal sebagai ‘‘prothrombotic state’ dengan reaktivitas trombosit yang meningkat. Aktivasi trombosit dan potensi agregasi berperan penting dalam trombogenesis dan aterosklerosis. Dan dapat dengan mudah diperkirakan dengan mengukur mean platelet volume (MPV) yang merupakan bagian dari pemeriksaan darah lengkap.

Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk menilai indeks trombosit [MPV, platelet distribution width (PDW) and platelet-large cell ratio (P-LCR)] pada penderita DM tipe 2 dengan dan tanpa komplikasi mikrovaskular.

Metode penelitian : Subjek penelitian sebanyak 70 orang penderita DM tipe 2 (40 orang dengan 1 atau lebih komplikasi mikrovaskular) and 30 orang tanpa komplikasi mikrovaskular. Darah dengan antikoagulan (ethylene diamine tetracetic acid) diambll dan dianalisa menggunakan automated blood cell counter untuk menilai jumlah dan indeks trombosit.

Hasil : Pada penelitian ini dijumpai nilai MPV, PDW dan P-LCR lebih tinggi signifikan pada penderita DM tipe 2 tanpa komplikasi mikrovaskular dibandingkan dengan subjek yang dengan komplikasi mikrovaskular [ 9,97±0,68 vs 9,81±0,76 fl ;11,81±1,55 vs 11,44±1,50 fl; 24,93±4,72 vs 23,79±4,88 % (P>0.05) ], secara berurutan.

Kesimpulan : Tidak dijumpai perbedaan bermakna pada nilai indeks trombosit (MPV, PDW, dan P-LCR) antara penderita DM tipe 2 dengan dan tanpa komplikasi mikrovaskular.

Kata Kunci : Mean platelet volume, Platelet distribution width, Platelet- Large Cell Ratio; Diabetes Melitus, Kompikasi mikrovaskular

(23)

PLATELET INDICES AS INDICATOR MICROVASCULAR COMPLICATION IN PATIENTS WITH TYPE 2 DIABETES MELLITUS

Yulia Ramdhani1, Ozar Sanuddin1, Santi Syafril2 Clinical Pathology Department, Medicine Faculty

1University of Sumatera Utara/H.Adam Malik Central Hospital Medan

2Department of Internal Medicine, School of Medicine, University of Sumatera Utara / H.Adam Malik Central Hospital Medan

ABSTRACT

Background : Diabetes mellitus (DM) has been considered as a

‘‘prothrombotic state’ with enhanced platelet reactivity. Platelet activity and aggregation potential, which are essential components of thrombogenesis and atherosclerosis, can be conveniently estimated by measuring mean platelet volume (MPV) as part of whole blood count.

The aim of study : This study was aimed to determine platelet indices [MPV, platelet distribution width (PDW) and platelet-large cell ratio (P- LCR)] between Type 2 diabetics with and without microvascular complication.

Methods : This study included 70 subjects with Type 2 DM (40 with one or more microvascular complications) and 30 without microvascular complications. Anticoagulated blood (ethylene diamine tetracetic acid) was collected and analyzed in an automated blood cell counter for platelet count and indices.

Results: In our study found the MPV, PDW and P-LCR were all significantly higher in subjects without microvascular complication compared to the subjects with microvascular complication [ 9,97±0,68 vs 9,81±0,76 fl ;11,81±1,55 vs 11,44±1,50 fl; 24,93±4,72 vs 23,79±4,88 % (P>0.05 for all) ], respectively.

Conclusion: There was no significant differences in platelet indices (MPV, PDW, and P-LCR) between subjects with and without microvascular complication. Keywords: Mean platelet volume, Platelet distribution width, Platelet-Large Cell Ratio; Diabetes Mellitus, Microvascular Complication

(24)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) merupakan masalah kesehatan yang berkembang sangat pesat di seluruh dunia. Tingkat prevalensi DM sangat tinggi dan meningkat dari tahun ke tahun. Diduga prevalensi penderita DM dewasa (umur 20-79 tahun) di dunia sekitar 6.4% dari 285 juta penduduk dewasa pada tahun 2010 dan akan meningkat sekitar 7.7% dari 439 juta penduduk dewasa pada tahun 2030.1Insidensi DM meningkat dan berlipat ganda lebih dari 2 kali dalam kurun waktu 15 tahun terutama karena perubahan gaya hidup yang buruk dengan kelebihan asupan kalori dan berkurangnya aktivitas fisik yang pada akhirnya menyebabkan obesitas, resistensi insulin, akibatnya toleransi glukosa terganggu dan penyakit DM Tipe 2.2,3,4

Pada penelitian yang dilakukan oleh Shaw JE, dkk (2010) memperkirakan Indonesia menduduki peringkat keenam pada tahun 2030, dimana jumlah penderita diabetes dewasa sebanyak 12 juta orang dengan penderita terbanyak berada pada rentang usia 40-60 tahun.1 Sedangkan pada penelitian sebelumnya oleh Wild S, dkk (2004) mengatakan bahwa Indonesia menduduki peringkat keempat dengan perkiraan jumlah penderita DM sebanyak 21,3 juta pada tahun 2030.5

(25)

Menurut Hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesda, 2007), penyakit DM menempati urutan ketiga dari penyebab kematian di Indonesia.6 Saat ini masalah DM tipe 2 belum menempati skala prioritas utama pelayanan kesehatan di Indonesia, walaupun sudah jelas dampak negatifnya berupa penurunan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), terutama akibat penyulit menahun yang ditimbulkannya.7

DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemik akibat defek pada sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya.8-10Kondisi hiperglikemik yang berlangsung terus-menerus akan memicu berbagai macam komplikasi kronik pada pembuluh darah, baik komplikasi makrovaskular (penyakit jantung koroner, penyakit arteri perifer dan stroke) maupun komplikasi mikrovaskular (retinopati, nefropati dan neuropati).11,12 Komplikasi mikrovaskular diabetes merupakan penyebab kebutaan, gagal ginjal tahap akhir, neuropati dan aterosklerosis yang menyebabkan kecacatan dan tingginya angka kematian pada penderita DM (Takeuchi M, dkk, 2010).13,14

DM telah dikenal sebagai ”prothrombic tendency” dengan reaktivitas trombosit yang meningkat. Keadaan reaktivitas yang meningkat inilah yang kemudian menimbulkan komplikasi mikrovaskuler pada diabetes.15 Secara fisiologi, fungsi trombosit selain berperan dalam hemostasis juga ikut berkontribusi dalam trombosis dan aterogenesis.16

Menurut Bath & Butterworth (1996) ; Bancroft AJ, dkk (2000), aktivasi trombosit dan potensi agregasi berperan penting dalam

(26)

aterogenesis dan trombogenesis, dan dapat dengan mudah diperkirakan dengan mengukur Mean Platelet Volume (MPV) yang merupakan bagian dari pemeriksaan darah lengkap menggunakan Automated cell counters.16,17

Selain MPV, Automated cell counters juga menghitung indeks trombosit lainnya seperti Platelet Distribution Width (PDW) dan Platelet Large Cell Ratio (P-LCR). MPV adalah volume trombosit rerata yang merefleksikan perubahan morfologi akibat rangsangan atau aktivasi trombosit16, Platelet Distribution Width (PDW) yang menggambarkan keheterogenan dari ukuran trombosit dan Platelet Large Cell Ratio (P- LCR) yang menggambarkan rasio trombosit-trombosit berukuran lebih besar >12 fl.15

MPV merupakan salah satu penanda fungsi dan aktivasi trombosit.18 yang sering digunakan dalam beberapa penelitian pada penderita diabetes. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Hekimsoy Z, dkk (2004) mendapatkan nilai MPV yang lebih tinggi secara signifikan pada penderita DM tipe 2 dibandingkan subjek non-diabetes. Namun, nilai MPV tidak berbeda secara signifikan pada penderita DM tipe 2 dengan dan tanpa komplikasi mikrovaskular.18 Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Papanas N, dkk (2004) yang mendapatkan nilai MPV yang lebih tinggi dan berbeda signifikan antara penderita DM tipe 2 dengan dan tanpa komplikasi mikrovaskular.19

(27)

Pada penelitian yang dilakukan oleh Zuberi B, dkk (2008), Demirtunc R, dkk (2009), mendapatkan nilai MPV yang lebih tinggi signifikan pada kelompok penderita DM tipe 2 dibandingkan dengan kelompok non DM.20,21Selain itu, pada penelitian Demirtunc R, dkk (2009) juga tidak menjumpai perbedaan signifikan pada nilai MPV antara penderita DM tipe 2 dengan dan tanpa komplikasi mikrovaskular (retinopati, nefropati dan neuropati).21

Pada tahun 2011, Jindal S, dkk mendapatkan indeks trombosit (MPV, PDW dan P-LCR), khususnya PDW, lebih tinggi signifikan antara penderita DM tipe 2 dengan dan tanpa komplikasi mikrovaskular. Pada analisa diskriminan (discriminant analysis) yang digunakan, nilai PDW dan MPV bisa mengklasifikasikan sebagian besar penderita DM dengan komplikasi mikrovaskular.15

Penelitian tentang indeks trombosit pada penderita DM tipe 2 masih kontradiktif dan di Indonesia terutama di Medan belum ada penelitiannya.

Untuk itu peneliti ingin membandingkan nilai indeks trombosit pada penderita DM tipe 2 dengan dan tanpa komplikasi mikrovaskular.

1.2 Perumusan Masalah

Apakah ada perbedaan nilai indeks trombosit (MPV, PDW dan P- LCR) pada penderita DM tipe 2 dengan dan tanpa komplikasi mikrovaskular?

(28)

1.3 Hipotesa Penelitian

Ada perbedaan nilai indeks trombosit pada penderita DM tipe 2 dengan dan tanpa komplikasi mikrovaskular.

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1.Tujuan Umum

Untuk melihat nilai indeks trombosit pada penderita DM tipe 2 dengan dan tanpa komplikasi mikrovaskular.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Untuk melihat perbedaan nilai indeks trombosit pada penderita DM tipe 2 dengan komplikasi mikrovaskular .

2. Untuk melihat nilai durasi menderita DM pada kelompok DM tipe 2 dengan dan tanpa komplikasi mikrovaskular.

1.5 Manfaat Penelitian

Diharapkan indeks trombosit dapat digunakan sebagai indikator yang tepat, praktis, mudah dan murah untuk memprediksi komplikasi mikrovaskuler pada penderita DM tipe 2, sehingga dapat mengurangi angka kecacatan dan angka kematian pada penderita DM tipe 2.

(29)

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Diabetes Melitus ( DM ) 2.1.1 Definisi Diabetes Melitus

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,kerja insulin, atau kedua-duanya.9,10,22,23 Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.10,22,23

2.1.2 Epidemiologi Diabetes Melitus

Prevalensi DM di seluruh dunia telah meningkat secara dramatis selama dua dekade, dari sekitar 30 juta kasus di 1985 menjadi 177 juta pada tahun 2000. Meskipun prevalensi DM type 1 dan DM type 2 meningkat di seluruh dunia, prevalensi DM tipe 2 meningkat jauh lebih cepat. Diperkirakan bahwa di tahun 2030 jumlah terbesar orang yang menderita diabetes adalah usia 45–64 tahun.5,24

Secara epidemiologik diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai terjadinya diabetes adalah 7 (tujuh) tahun

(30)

sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini.22,23

Penelitian lain mengatakan bahwa dengan adanya urbanisasi, populasi DM tipe 2 akan meningkat 5 – 10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku rural-tradisional menjadi urban. Faktor resiko yang berubah secara epidemiologik diperkirakan adalah : bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya aktifitas jasmani dan hiperinsulinemia. Semua faktor ini berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2.22,23,24

2.1.3 Kriteria diagnosis9,10,25,26

Kriteria diagnosis diabetes menurut ADA 2010-2011 &

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) 2011 adalah : Tabel 2.1 Kriteria diagnosis DM

Nilai HbA1c ≥ 6.5%

Kadar gukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/l) Kadar glukosa plasma 2 jam pada

Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)

≥ 200 mg/dl (11,1mmol/l)

Kadar glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl (11,1mmol/l)

(31)

2.1.4 Patogenesis DM Tipe 2

DM tipe 2 ditandai dengan gangguan sekresi insulin, resistensi insulin, kenaikan produksi glukosa di hati,24,27 dan metabolisme lemak yang abnormal.24

Pada tahap awal gangguan, toleransi glukosa akan tetap mendekati-normal, meskipun terjadi resistensi insulin, karena sel beta pankreas mengimbanginya dengan meningkatkan produksi insulin.

Dengan berkembangnya resistensi insulin dan kompensasi hiperinsulinemia, sel-sel beta pankreas pada individu tertentu tidak mampu mempertahankan keadaan hiperinsulinemia sehingga terjadi Impaired Glucose Tolerance (IGT) yang ditandai dengan meningkatnya glukosa postprandial. Penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa hepatik memicu timbulnya diabetes dengan hiperglikemia puasa.

Akhirnya, kegagalan sel beta dapat terjadi.24,26,27Jika terjadi kelelahan sel beta pankreas, akan timbul DM klinis yang ditandai dengan adanya konsentrasi glukosa darah yang meningkat, memenuhi kriteria diagnosis DM.26,27

2.1.5 Komplikasi mikrovaskular diabetik

Urutan patogenesis terjadinya komplikasi mikrovaskuler diawali oleh abnormalitas biokimiawi yang terkait dengan hiperglikemi, terutama aliran (flux) berlebihan poliol dan hexamine pathways, stres oksidatif, pembentukan Advanced Glication Endproduct (AGE) dan aktivasi protein

(32)

kinase-C (PKC). Perubahan ini mengganggu turn-over dinding pembuluh darah, dengan demikian mengganggu remodeling vaskular, yang ditandai oleh berubahnya turn-over sel dan matriks serta kontak, tonus vaskular dan permeabilitas serta pola koagulasi. Semuanya ini bervariasi tergantung dari organ sasaran.27,28

2.1.5.1 Nefropati Diabetik

Nefropati diabetik adalah merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan adanya mikroalbuminuria persisten, proteinuria, peningkatan tekanan darah dan penurunan laju filtrasi glomerulus. Nefropati diabetik merupakan perjalanan dari komplikasi DM jangka panjang yang sudah dimulai sejak awal diketahuinya DM. Kejadian ini berlangsung sesudah seseorang menderita diabetes dan gagal ginjal akan terjadi sesudah 20-30 tahun.29

Proteinuria dan albuminuria merupakan faktor utama penentu terjadinya progresivitas penurunan fungsi ginjal yang dibuktikan pada beberapa penelitian. Berdasarkan jumlah protein yang diekskresikan dalam urin, proteinuria dapat dibedakan menjadi mikroalbuminuria, proteinuria ringan, sedang, berat dan sindroma nefrotik. Dikatakan sebagai mikroalbuminuria jika kadar protein dalam urin antara 30-150 mg/24 jam; proteinuria ringan jika kadar protein antara 150 mg – 0,5 g/24 jam; proteinuria sedang jika kadar protein antara 0,5-1 g/24 jam;

(33)

proteinuria berat jika kadar protein antara 1-3 g/24 jam; dan sindroma nefrotik jika kadar protein dalam urin >3,5 g/24 jam.30

Hasil pemeriksaan protein urin dapat dilaporkan secara semikuantitatif, kuantitatif, dan kualitatif. Pemeriksaan secara semikuantitatif antara lain dengan menggunakan metode konvensional seperti asam sulfosalisil 20%, asam asetat 6%, atau menggunakan carik celup (strip). Secara kuantitatif kadar protein dapat diperiksa dengan metode turbidimetrik menggunakan fotometer yang menggunakan asam sulfosalisil 3% dan mikroalbuminuria.30

Nefropati diabetik ditandai dengan mikroalbuminuria (30-300 mg/hari) atau makroalbuminuria15 (>300 mg/hari) yang menetap pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan.31

2.1.5.1.1 Mikroalbuminuria

Keadaan mikroalbuminuria dianggap sebagai prediktor penting untuk timbulnya nefropati diabetik.31,32 Normalnya, hanya sedikit albumin yang difiltrasi glomerulus dan sedikit yang direabsorbsi oleh tubulus ginjal.

Namun, jika ada penyakit yang menyebabkan permeabilitas glomerulus terhadap albumin melebihi kemampuan reabsorpsi tubulus maka albumin akan keluar dalam urin. Pada tahap awal penyakit, dijumpai hanya sebagian kecil albumin (mikroalbuminuria) yang biasanya tidak terdeteksi dengan pemeriksaan protein urin rutin. Oleh karena itulah mikroalbuminuria digunakan sebagai indikator dini penyakit ginjal.32

(34)

Pada pasien diabetes, jumlah albumin di urin berhubungan dengan lamanya menderita penyakit dan tingkat kontrol gula darah.

mikroalbuminuria merupakan indikator awal berkembangnya komplikasi diabetik seperti nefropati, cardiovascular disease (CVD), dan hipertensi.

Peningkatan mikroalbuminuria pada pasien-pasien diabetes akan meningkatkan 5-10 kali lipat kejadian mortalitas CVD, retinopati dan End Stage Kidney Disease (ESKD).32

Terdapat beberapa metode skrining untuk mikroalbuminuria dalam urin 24 jam atau urin sewaktu menggunakan carik celup atau alat automated urine analyzer untuk memeriksa kadar albumin atau dengan menghitung rasio albumin : kreatinin.30,33

Sampai saat ini pemeriksaan protein urin 24 jam masih merupakan gold standard dalam menghitung jumlah total protein yang diekskresikan.

Namun, pengukuran proteinuria menggunakan spesimen urin 24 jam sering mengakibatkan ketidakakuratan dalam pengukuran volume urin, karena kesalahan saat pengumpulan spesimen, terutama pada pasien rawat jalan. Akhir-akhir ini beberapa penelitian merekomendasikan untuk menggunakan pengukuran rasio albumin / kreatinin dengan spesimen urin sewaktu. Cara ini dapat digunakan sebagai alternatif pengganti pengumpulan urin 24 jam untuk memprediksi adanya proteinuria pada berbagai penyakit. Interpretasi hasil dikatakan normoalbuminuria jika didapatkan < 30 μg/mg kreatinin; mikroalbuminuria 30-300 μg/mg kreatinin; dan makroalbuminuria >300 μg/ mg kreatinin.30,33

(35)

Ekskresi kreatinin yang relatif konstan ini menjadi dasar penggunaan kreatinin urin sebagai faktor koreksi terhadap ekskresi albumin urin. Dengan demikian rasio albumin/kreatinin urin yang didapat dengan membandingkan konsentrasi albumin dan konsentrasi kreatinin dari bahan urin yang sama akan menghilangkan faktor volume urin. Jadi kreatinin akan menjadi koreksi terhadap pengaruh konsentrasi urin. Jika albumin dan kreatinin urin menggunakan satuan yang sama maka rasio albumin/kreatinin urin dianggap mencerminkan kecepatan ekskresi albumin urin secara relatif terhadap ekskresi kreatinin.34

Sampel untuk pemeriksaan rasio albumin/kreatinin adalah urin pertama pagi hari atau urin sewaktu dengan cara urin porsi tengah. Urin pertama pagi hari ini menunjukkan variasi antar individu dan variasi intra individu yang paling rendah dibandingkan dengan bahan urin sewaktu lainnya.34 Pada penelitian ini, pengukuran mikroalbuminuria menggunakan prinsip tes imunoturbidimetrik, yang diukur pada panjang gelombang 340 nm.35

2.1.5.2 Retinopati Diabetik (RD)

DM merupakan penyebab utama kebutaan di Amerika Serikat24 dan didapat 10.000 kasus baru kebutaan setiap tahunnya.11 RD merupakan kasus kebutaan yang sering terjadi pada orang dewasa yang berumur 20- 75 tahun dan masih menjadi masalah kesehatan di dunia seperti yang dilaporkan oleh ADA.36,37,38

(36)

Pada saat pasien terdiagnosis DM, beberapa diantaranya sudah dengan RD, ini menunjukkan bahwa diabetes mungkin sudah ada beberapa tahun.37 RD diklasifikasikan menjadi dua tahap yaitu nonproliferasi dan proliferasi. Mekanisme patofisiologis terjadinya RD nonproliferasi mengarah pada kejadian iskemia.24 Sedangkan pada RD proliferasi yang ditandai dengan pembentukan pembuluh darah baru37,38, bersifat sangat rapuh dan mudah mengalami perdarahan. Pembuluh darah baru tersebut sangat berbahaya karena tumbuh secara abnormal keluar dari retina dan meluas sampai ke vitreus, menyebabkan perdarahan disana dan dapat menimbulkan kebutaan.38

2.1.5.3 Neuropati Diabetik (ND)

ND adalah istilah deskriptif yang menunjukkan adanya gangguan, baik klinis maupun subklinis, yang terjadi pada DM tanpa penyebab neuropati perifer yang lain.39 Patofisiologi maupun epidemiologi ND belum banyak diketahui sampai dengan awal tahun 2007, yang diketahui adalah faktor resiko ND yang multifaktor, dimana faktor terkuat tetap hiperglikemi kronik. Keluhan yang paling banyak ditemukan ialah chronic sensorimotor Distal Symmetric Polyneuropathy (DPN), yaitu nyeri seperti terbakar, seperti terkena listrik, seperti tertusuk, nyeri dalam, meskipun bersifat intermitten namun keluhan paling berat dirasakan waktu malam. DPN ini jalannya lambat, kurang disadari hingga memudahkan komplikasi ulkus kaki, neuroartropati charchot, amputasi, gangguan proprioseptif yang

(37)

ditandai dengan jalan gontai dan Romberg positif, hingga pasien mudah jatuh.28

2.2 TROMBOSIT

Trombosit merupakan fragmen sitoplasma kecil berasal dari megakariosit yang tidak mengandung inti, berukuran sekitar 1,5 – 3,5 μm.

Fungsi utama trombosit adalah pada proses hemostasis primer pada saat terjadi perlukaan pada endotel pembuluh darah. Fungsi itu terjadi melalui proses adhesi, aktivasi dengan perubahan bentuk serta agregasi. 40,41

Peranan sel trombosit pada proses trombogenesis untuk membentuk sumbat trombosit diawali dengan reaksi adhesi trombosit, kemudian diikuti dengan perubahan bentuk dan pelepasan isi granula sebagai reaksi sekresi sel trombosit, selanjutnya terjadi agregasi trombosit untuk membentuk gumpalan dan akhirnya aktivasi sistem koagulasi oleh membran trombosit.42,43,44

2.2.1 Morfologi trombosit

Trombosit adalah sel darah terkecil yang berbentuk cakram atau diskoid dengan kedua sisi cembung atau bikonveks. Membran trombosit terdiri atas 2 lapis fosfolipid dan pada permukaannya terdapat glikoprotein.

Glikoprotein ini berfungsi sebagai reseptor. Glikoprotein permukaan sangat penting dalam reaksi adesi dan agregasi trombosit. Adesi pada

(38)

penting dalam perlekatan trombosit pada von Willebrand factor (VWF) dan subendotel vascular. Reseptor IIb/IIIa juga merupakan reseptor untuk fibrinogen yang penting dalam agregasi trombosit.45,46

Membran plasma berinvaginasi ke bagian dalam trombosit untuk membentuk suatu sistem membran (kanalikular) terbuka yang menyediakan permukaan reaktif yang luas tempat protein koagulasi plasma diabsorbsi secara selektif. Fosfolipid membran (faktor trombosit 3) sangat penting dalam konversi faktor X menjadi Xa dan protrombin (faktor II) menjadi thrombin (faktor IIa).45,46

Di bagian dalam trombosit terdapat kalsium, nukleotida (terutama ADP, ATP dan serotonin) yang terkandung dalam granula padat. Granula alfa mengandung antagonis heparin, faktor pertumbuhan (Platelet Derived Growth Factor/PDGF), β-tromboglobulin, fibrinogen, vWF. Organel spesifik lain meliputi lisosom yang mengandung enzim hidrolitik, dan peroksisom yang mengandung katalase. Selama reaksi pelepasan, isi granula dikeluarkan ke dalam sistem kanalikular.45,46

2.2.2 Fungsi Trombosit

Fungsi utama trombosit adalah pembentukan sumbat mekanik selama respon hemostasis normal terhadap cedera vaskular. Tanpa trombosit, dapat terjadi kebocoran darah spontan melalui pembuluh darah kecil. Reaksi trombosit berupa adesi, sekresi, agregasi dan fusi serta aktivitas prokagulannya sangat penting untuk fungsinya.47,48,49

(39)

2.2.3 Disfungsi Trombosit pada Diabetes Mellitus

Disfungsi trombosit pada penderita DM dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme antara lain: hiperglikemia, defisiensi insulin, kondisi metabolik yang menyertai, dan abnormalitas seluler lainnya (dijelaskan pada gambar dibawah ini).

Gambar 2.1. Mekanisme terjadinya disfungsi trombosit pada diabetes melitus.50

Hiperglikemia dapat meningkatkan reaktifitas trombosit melalui glikasi protein permukaan trombosit (dengan mengganggu fluiditas membran dan karena itu meningkatkan adhesi trombosit), mengaktifkan

(40)

Protein Kinase C/PKC ( sebagai mediator aktifasi trombosit), merangsang ekspresi P-selectin (protein adhesi permukaan) dan efek osmotiknya.

Defisiensi insulin juga memegang peranan penting dalam disfungsi trombosit melalui mekanisme berbeda, beberapa diantaranya Insulin Receptor Substrate-dependent (IRS-dependent), seperti meningkatnya konsentrasi kalsium intraseluler yang mempercepat degranulasi dan agregasi trombosit, dan faktor lain yang tidak tergantung IRS, seperti gangguan respon terhadap Nitric Oxide (NO) dan Prostasiklin (PGI2), yang akan meningkatkan reaktifitas trombosit. Kondisi metabolik yang sering menyertai DM juga berperan pada hipereaktifitas trombosit, antara lain obesitas, dislipidemia, dan inflamasi sistemik. Obesitas, selain dikaitkan dengan resistensi insulin, juga menyebabkan disfungsi trombosit, terutama dalam hal adhesi dan aktivasi akibat peningkatan konsentrasi kalsium sitosol dan stres oksidatif. Kelainan profil lemak, terutama hipertrigliseridemia, juga mempengaruhi reaktivitas trombosit dengan merangsang disfungsi endotel. Disfungsi endotel merupakan karakteristik DM, yang meningkatkan reaktivitas trombosit dengan mengurangi produksi NO diikuti PGI2 dan memicu timbulnya protrombotic state melalui peningkatan produksi Tissue Factor (TF). Penderita DM juga menunjukkan abnormalitas trombosit lain yang dapat meningkatkan adhesi dan aktivasi trombosit, seperti peningkatan ekspresi protein permukaan (P-selektin dan GP IIb/IIIa), peningkatan konsentrasi kalsium sitosol, meningkatnya sinyal

(41)

P2Y12, meningkatkan turn-over trombosit, dan stres oksidatif, yang akan memicu produksi oksigen reaktif dan nitrogen species.50,51,52

2.2.4 Indeks trombosit

Indeks trombosit terdiri dari 3 parameter yang diperoleh melalui perhitungan yaitu : nilai MPV, PDW dan P-LCR. Indeks trombosit dapat diperiksa dengan alat automated blood cells counter. Pada penelitian ini, peneliti memeriksa indeks trombosit dengan menggunakan alat Sysmex XT-2000i.

2.2.4.1. MPV

MPV dan indeks trombosit yang lain dihitung menggunakan automated blood cells counter dengan teknologi aperture-impedance, dimana sel-sel difokuskan melewati celah kecil secara hidrodinamik, dan akan dihasilkan gelombang listrik yang sesuai dengan ukuran dan volume sel. Pemisah “autodiscriminators” yang bergerak memisahkan antara machine noise pada bagian bawah dan sel darah merah pada bagian atas dari setiap distribusi volume trombosit. MPV dihitung dengan menggunakan rumus:

MPV (fL) = Pct (%) x 1000 Plt (x103/µL), dimana Plt adalah jumlah trombosit dan jumlah partikel diantara pemisah atas (Upper Discriminator) dan pemisah bawah (Lower Discriminator), Pct merupakan

53,54

(42)

MPV pada trombosit analog dengan Mean Corpuscular Volume (MCV) pada eritosit 55dan menggambarkan ukuran rata-rata trombosit dan aktivitas trombosit.56

Pada penderita DM terjadi perubahan morfologi dan fungsi trombosit dimana terjadi peningkatan aktivasi trombosit dibandingkan dengan subyek non diabetes. Trombosit-trombosit pada penderita DM akan mengekspresikan lebih banyak P-Selektin dan reseptor GP IIb/IIIa sehingga lebih sensitif terhadap rangsangan zat-zat agonis dibandingkan dengan trombosit pada subjek non-DM. Trombosit ini mengalami dysregulated signaling pathway yang cenderung mengakibatkan meningkatnya respon aktivasi dan agregasi (hiperreaktivitas trombosit).56 Hiperaktifitas trombosit ditandai dengan peningkatan sintesis tromboksan A2. Trombosit yang lebih besar bersifat lebih reaktif dan aggregable, karena berisi granula yang lebih padat, mengeluarkan lebih banyak serotonin dan β-thromboglobulin, serta menghasilkan lebih banyak tromboksan A2 dibandingkan trombosit yang lebih kecil.18,19 Keadaan ini nantinya akan menimbulkan efek prokoagulan dan menyebabkan komplikasi vaskular trombotik. Inilah yang menjadi dugaan adanya hubungan antara fungsi dan aktivasi platelet yang ditandai dengan MPV dengan komplikasi vaskular dimana peningkatan nilai MPV menggambarkan keadaan trombogenesis.56

Perdarahan kecil (ringan) dapat terjadi dari rupturnya plak aterotrombotik yang akan meningkatkan pemakaian trombosit,

(43)

hiperreaktivitas, dan rangsangan sumsum tulang. Peningkatan nilai MPV pada kejadian aterotrombotik dapat juga dilihat pada infark miokard (myocardial Infarction). Hal ini mungkin karena lebih cepatnya konsumsi trombosit-trombosit yang berukuran lebih kecil dalam vaskular dan sebagai kompensasi akan diproduksi trombosit-trombosit muda (reticulated platelets) yang berukuran lebih besar.56

Selain pemeriksaan nilai MPV, ada beberapa penanda aktivasi trombosit yang lain seperti: pemeriksaan ekspresi glikoprotein seperti GPIIb/IIIa, GP Ib-IX, dan P-Selektin yang diperiksa dengan flow cytometry , pemeriksaan agregasi trombosit, pemeriksaan soluble markers (plasma / urin) : tromboksan metabolit, β-tromboglobulin, Platelet Factor 4, serotonin, P-Selektin, CD40L.3

Keadaan hiperglikemik kronik pada penderita DM tipe 2 merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya aktivasi dan hiperreaktivitas trombosit.56 Pada penelitian yang dilakukan oleh Halushka,Lurie & Colwell (1977), menunjukkan adanya peningkatan fungsi trombosit dengan pemeriksaan agregasi trombosit pada penderita DM yang mungkin memegang peranan dalam komplikasi vaskularnya.18,57

Ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi dan mengganggu interpretasi dari MPV, yaitu:56

1. Nilai MPV berbanding terbalik dengan jumlah trombosit 2. MPV dipengaruhi oleh antikoagulan yang digunakan

3. MPV juga dipengaruhi oleh temperatur dan lamanya penyimpanan

(44)

2.2.4.2 PDW

PDW mengukur keanekaragaman volume / ukuran trombosit (satuan unit dalam fL). Distribusi ukuran trombosit dihitung dengan menggunakan 3 (tiga) diskriminator, yaitu Lower Discriminator (LD), Upper Discriminator (UD), yang sudah diatur secara otomatis antara 2-6 fL,dan 12-30 fL serta Fixed Discriminator pada 12 fL. Jadi, perhitungan PDW berdasarkan tinggi puncak yang diasumsikan di tingkat frekuensi 100%

dan lebar distribusi di tingkat frekuensi 20% (lihat gambar 2.2 dibawah ini).54

2.2.4.3 P-LCR

P-LCR merupakan nilai indeks trombosit yang mengukur rasio trombosit-trombosit berukuran lebih besar (fL), didapatkan dari hasil perhitungan jumlah partikel dalam Fixed Discriminator dan Upper Discriminator (UD) dibagi jumlah partikel antara Lower Discriminator (LD) dan UD.54

20%

100%

LD 12 fL UD

PDW

P-LCR

(45)

2.3 Kerangka Teori

Diabetes Mellitus

Dyslipidaemia Hyperglycaemia Insulin Resistance

Inflammation ↑ -Cell adhesion molecules -Cytokines

-Chemokines

Endothelial Dysfunction ↑ - VWF

- Prostacyclin ↓ - ET-1 ↓ Vascular wall

- Vicious circle-

Platelet Dysfunction - Adhesion ↑ - aggregation ↑ -Secretion ↑ Macroangiopathy

CVD Stroke PAD

Microangiopathy

Retinopathy Nephropathy Neuropathy

Gambar 2.3 Patogenesis diabetes angiopati3

(46)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi cross sectional observasional.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik bekerja sama dengan Divisi Endokrinologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK- USU/RSUP H. Adam Malik Medan mulai bulan September 2012 – Maret 2013.

3.3 Populasi dan Subyek Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi terjangkau penelitian ini adalah penderita DM tipe 2 yang telah didiagnosa oleh Divisi Endokrinologi Departemen Ilmu Penyakit dalam FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan.

3.3.2 Subjek Penelitian

Subjek yang diikutkan dalam penelitian adalah penderita DM tipe 2 yang berobat jalan di Divisi Endokrinologi Departemen Ilmu Penyakit dalam FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan dan memenuhi kriteria subjek penelitian.

(47)

3.3.3 Kriteria Inklusi

1. Penderita DM tipe 2.

2. Usia 40-65 tahun

3. Bersedia mengikuti penelitian (Informed Consent).

3.3.4 Kriteria Eksklusi

1. Mempunyai jumlah trombosit abnormal

2. Menderita penyakit keganasan hematologi dan kelainan hemostasis

3. Kehamilan

4. Menjalani Hemodialisis

5. DM dengan komplikasi makrovaskular ( riwayat penyakit jantung koroner, stroke dan peny. arteri perifer)

6. Ulkus diabetikum

3.4 Perkiraan Besar Sampel

Sampel dipilih secara consecutive sampling dengan perkiraan besar sampel minimum dari subjek yang diteliti dipakai rumus uji hipotesis terhadap rerata dua populasi independen. Besar sampel ditentukan dengan rumus :58

= = 2 ( − 2 + − )

( − )

: besar sampel

(48)

: harga varian di populasi (dari kepustakaan)  1,4715

− : perbedaan klinis yang bermakna (clinical judgement)

 1

: tingkat kemaknaan (ditetapkan oleh peneliti)

− /2: nilai distribusi normal baku (table Z) pada α tertentu Untuk α = 0,05  Zα = 1,96

− : nilai distribusi normal baku (table Z) pada β tertentu.

Untuk β = 0,20  Zβ = 0,842

Dengan mengaplikasikan rumus diatas, sampel minimal yang diperlukan untuk kelompok DM tipe 2 pada penelitian ini adalah sebanyak 34 orang.

3.5 Definisi Operasional

Penderita DM tipe 2

Disebut penderita DM tipe 2 bila memenuhi kriteria diagnosis diabetes menurut ADA 2010-2011 & PERKENI 2011, atau terdapat riwayat memakan obat antidiabetik, atau injeksi insulin.

Komplikasi mikrovaskular diabetik

Pada penelitian ini, penderita DM tipe 2 dengan komplikasi mikrovaskular jika dijumpai minimal salah satu kelainan di bawah ini yaitu :

(49)

a. Retinopati, diagnosis ditegakkan dari pemeriksaan funduskopi berdasarkan kriteria AAO (American Academy of Ophthalmology) di poliklinik mata

Tabel 3.1 Kriteria Diabetik Retinopati 59

b. Nefropati, apabila terdapat mikroalbuminuria (30-300 μg/mg kreatinin) atau makroalbuminuria (>300 μg/mg kreatinin).

Sedangkan penderita DM tipe 2 dengan neuropati (adanya parastesia / hiperestesia yang diperoleh dari anamnesa) dan tidak ada kelainan nefropati atau retinopati dimasukkan ke dalam kelompok penderita DM tipe 2 tanpa komplikasi mikrovaskular.

(50)

Indeks trombosit

Indeks trombosit adalah nilai volume trombosit yaitu MPV, PDW dan P-LCR dihitung dengan automated blood cells counter Sysmex XT- 4000i menggunakan teknologi aperture-impedance.

- MPV : menggambarkan rerata volume trombosit akibat perubahan dalam rangsangan trombosit (satuan unit = fL).

- PDW : menggambarkan keheterogenan atau anisositosis trombosit (satuan unit = fL).

- P-LCR : menggambarkan rasio antara trombosit-trombosit yang berukuran lebih besar ( hasil perhitungan dari jumlah partikel dalam fixed discriminator dan Upper Discriminator (UD) dibagi jumlah partikel antara Lower Discriminator (LD) dan UD dan dinyatakan dalam persen (%).

3.6 Pengolahan dan analisa data

Analisa data dilakukan menggunakan Statistical Package for Social Sciences (SPSS) versi 17.0 (Chicago,IL). Untuk melihat perbedaan bermakna nilai indeks trombosit pada kelompok DM tipe 2 dengan dan tanpa komplikasi mikrovaskular digunakan uji T independent dan dikatakan bermakna apabila p < 0,05.

(51)

3.7 Masalah etika (ethical clearance) dan persetujuan setelah penjelasan (informed consent)

Ethical clearance diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Peserta yang setuju untuk ikut serta dalam penelitian harus mengisi lembar informed consent setelah mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian ini.

3.8 Bahan dan Cara Kerja

3.8.1 Pengambilan dan Penyimpanan Sampel Darah rutin

Sampel darah diambil melalui vena punksi dari vena mediana cubiti. Daerah vena yang akan dipunksi terlebih dahulu dibersihkan dengan alkohol 70% dan dibiarkan kering. Darah diambil dengan menggunakan venoject dan dimasukkan dalam tabung vakum yang berisikan K2EDTA hingga darah berhenti (= 2 ml) lalu dicampur perlahan.

Urin Sewaktu

 Untuk pemeriksaan mikroalbumin urin dan kreatinin urin

 Urin porsi tengah ditampung dalam wadah plastik bermulut besar yang bersih, kering, dan tanpa pengawet urin.

 Urin yang telah ditampung kemudian ditutup dan disimpan dalam freezer (± - 37 ºC) sampai waktu pemeriksaan dilakukan.

(52)

3.8.2 Pemeriksaan Sampel

3.8.2.1 Pemeriksaan Nilai indeks trombosit

Analisa dilakukan menggunakan automatic cell counting Sysmex XT-2000i. Pemeriksaan ini harus selesai dalam waktu 1 jam setelah pengambilan sampel. Pemantapan kualitas program kontrol pada Sysmex XT-2000i, menggunakan kontrol yang telah diketahui nilainya, yaitu rendah, normal dan tinggi. Sebelum kontrol dianalisa, pastikan file pemantapan kualitas telah disiapkan. Homogenkan darah kontrol dengan baik dan benar, lalu lakukan analisa. Pastikan hasil pemantapan kualitas masuk ke dalam data nilai target.

Lakukan analisa darah kontrol untuk ketiga sampel kontrol. Data hasil pemeriksaan akan tersimpan secara otomatis.

3.8.2.2 Pemeriksaan mikroalbumin urin35

Prinsip : metode Immunoturbidimetric memakai Cobas 6000 c501 (Roche)

Untuk pemeriksaan mikroalbumin urin dilakukan secara serentak dimana urin yang telah dikumpulkan dan disimpan, dikeluarkan dari kulkas, biarkan urin dalam suhu kamar terlebih dahulu.

Ikatan albumin dengan antisera spesifik kompleks ditentukan secara turbidimetri pada panjang gelombang 340 nm.

Reagent-working solution:

(53)

R1: anti-albumin T antiserum (tikus) spesifik untuk albumin manusia, dalam buffer fosfat yang stabil dalam 0.09% sodium azide dalam vial B (liquid)

R2: Reagen untuk mengikat kelebihan antigen. Albumin dalam serum yang diencerkan (manusia) yang stabil dalam 0.09% sodium azide dalam vial C (liquid)

Kalibrator :

Calibrator for Automated System (c.f.a.s) PUC dengan cat no.

03121305 122

Menggunakan air deionisasi sebagai zero calibrator

Penyimpanan dan stabilitas :

Reagensia sebelum dibuka, disimpan pada suhu 2-8 ºC. Setelah digunakan bisa dipakai dalam 12 minggu bila disimpan pada suhu 10-15 ºC.

Cara Kerja : alat dikalibrasi dengan kalibrator yang ada dalam kit.

Masukkan assay control Precinorm PUC dan Precipath PUC.

Pemeriksaan untuk penelitian dilanjutkan jika nilai kontrol masuk dalam target value (range: 0 – 193 mg/L atau 0 – 19,3 mg/dL). Kadar mikroalbumin urin diukur secara automatisasi pada panjang gelombang 340 nm.

Quality Control : menggunakan Precinorm PUC dan Precipath PUC.

(54)

3.8.2.3 Pemeriksaan kreatinin urin60

Prinsip : metode enzymatic colorimetric memakai Cobas 6000 c501 (Roche)

Metode enzimatik didasarkan atas konversi kreatinin dengan bantuan creatininase, creatinase dan sarcosine oxidase. Hidrogen peroksida bereaksi dengan 4-aminophenazon dan Hydroxy Triiodo Benzoic (HTIB) membentuk quinone imine chromogen.

Creatinine + H2O creatininase

creatine

Creatine + H2O creatinase sarcosine + urea

Sarcosine +O2+ H2O SOD glycine + HCHO + H2O2

H2O2+ 4-aminophenazone + HTIBa POD quinine imine chromogen + H2O

a) 2,4,6-triiodo-3-hydroxybenzoic acid

Intensitas warna yang dibentuk quinone imine chromogen sebanding dengan konsentrasi kreatinin, yang diukur pada panjang gelombang 552 nm (552/659 nm).

Reagents working solution

R1 = Buffer, enzymes dan HTIB dalam vial A (liquid)

R2 = SR buffer, enzyme dan 4-aminophenazone dalam vial vial C (liquid) Penyimpanan dan stabilitas

Reagensia sebelum dibuka disimpan pada suhu 2-8 ºC. Setelah digunakan dapat dipakai dalam 8 minggu bila disimpan pada suhu 10-15 ºC.

(55)

Kalibrator :

C.f.a.s dengan cat no. 107593500190.

Menggunakan air deionisasi sebagai zero calibrator

Quality Control : menggunakan Precinorm U dan Precipath U.

Cara Kerja :

Chemistry analyzer dikalibrasi dengan kalibrator yang ada dalam kit.

Masukkan assay control Precinorm U dan Precipath U. Pemeriksaan untuk penelitian dilanjutkan jika nilai kontrol masuk dalam target value (nilai range 0-452 mg/dL). Kadar kreatinin diukur secara automatisasi dengan chemistry analyzer pada panjang gelombang 552 nm.

3.9 Pemantapan Kualitas

Pemantapan kualitas dilakukan untuk menjamin ketepatan hasil pemeriksaan dalam batas yang dapat dipercaya (valid).

3.9.1 Pemantapan Kualitas Indeks Trombosit61

Selama penelitian kontrol kualitas pemeriksaan indeks trombosit dilakukan setiap hari sebelum sampel diperiksa.

Untuk pemantapan kualitas terhadap nilai indeks trombosit yaitu MPV, PDW dan P-LCR dipakai bahan kontrol komersial Sysmex e-Check (XE) assay untuk XT 2000i dengan no lot 22810810 (level I), 22820811 (level II), 22800812 (level III), yang mempunyai nilai target masing-

(56)

nilai normal (level II) 7,9-10,7 fL dan nilai tinggi (level III) 8,1-10,9 fL. Nilai rerata masing-masing level (level I, II, dan III) adalah 9,0 fL; 9,5 fL; dan 9,6 fL.

Untuk pemantapan kualitas terhadap PDW, dipakai kontrol komersial Sysmex e-Check (XE) assay untuk XT 2000i yang mempunyai nilai target rendah (level I) berkisar antara 6,4-9,6 fL, nilai normal (level II) 6,8-10,2 fL dan nilai tinggi (level III) 7,2-10,8 fL. Nilai rerata masing-masing level (level I, II dan III) adalah 8,7 fL; 8,8 fL; dan 9,1 fL.

Untuk pemantapan kualitas terhadap P-LCR, dipakai kontrol komersial Sysmex e-Check (XE) assay untuk XT 2000i yang mempunyai nilai target rendah (level I) berkisar antara 1,9-22,9 %, nilai normal (level II) 7,0-21,0 % dan nilai tinggi (level III) 7,6-23,0%. Nilai rerata masing- masing level (level I, II dan III) adalah 13,6 %; 15,0 %; dan 15,8 % (lihat tabel 3.2).

Untuk pemantapan kualitas terhadap nilai trombosit dipakai bahan kontrol komersial Sysmex e-Check (XE) assay untuk XT 2000i dengan no lot 22810810 (level I), 22820811 (level II), 22800812 (level III), yang mempunyai nilai target masing-masing. Untuk nilai target trombosit rendah (level I) berkisar antara 43,6-64,4 x 103/mm3, nilai normal (level II) 187,6- 216,4 x103/mm3, dan nilai tinggi (level III) 476,2-511,8 x 103/mm3. Adapun nilai rerata untuk masing-masing level adalah 54 x103/mm3(level I), 202 x 103/mm3(level II), dan 494 x 103/mm3(level III).

(57)

Tabel 3.2 Hasil kontrol kualitas indeks trombosit

No. Tanggal Kelompok

Pemeriksaan

Nilai Kontrol Nilai Target 1. 22-11-2012

s.d 04-01-2013

N = 70 - MPV

Level I : 8,9 fL Level II: 9,3 fL Level III: 9,5 fL - PDW

Level I : 8,0 fL Level II: 8,5 fL Level III: 9,0 fL - P-LCR

Level I : 12,4 % Level II: 14,0 % Level III: 15,3 %

-

- MPV

Level I : 7,6-10,2 fL Level II: 7,9-10,7 fL Level III: 8,1-10,9 fL - PDW

Level I : 6,4-9,6 fL Level II: 6,8-10,2 fL Level III: 7,2-10,8 fL - P-LCR

Level I :1,9-22,9 % Level II:7,0-21,0 % Level III:7,6-23,0%

3.9.2 Pemantapan Kualitas Mikroalbumin Urin62

Kalibrasi pemeriksaan mikroalbumin urin memakai Cobas 6000 c501 menggunakan larutan c.f.a.s PUC, lot 676916. Untuk titik nol digunakan air deionisasi sebagai zero calibrator. Kalibratornya dalam bentuk cair (ready for use). Nilai kadar kalibrator c.f.a.s PUC adalah 398 mg/L. Nilai kalibrator dimasukkan ke dalam program kalibrasi analyzer kemudian dilakukan kalibrasi. Selama penelitian kalibrasi dilakukan 1 (satu) kali pada waktu membuka reagen.

(58)

Gambar 3.1 Kurva kalibrasi mikroalbumin urin

Untuk pemeriksaan mikroalbumin urin, kontrol kualitas menggunakan Precinorm PUC lot 16897000 dengan kisaran pemeriksaan 28,8 – 39,6 mg/dl. Nilai rerata larutan kontrol 34,2 mg/dl.63 Selama penelitian kontrol kualitas pemeriksaan mikroalbumin urin dilakukan sebanyak 1 kali bersamaan dengan pemeriksaan sampel.

Tabel 3.3 Hasil kontrol kualitas mikroalbumin urin

No. Tanggal Kelompok

Pemeriksaan

Hasil Kontrol

Nilai Target mg/dl

1. 20-03-2013 N = 70 34,8 28,8 – 39,6

(59)

3.9.3 Pemantapan Kualitas Kreatinin Urin64

Kalibrasi pemeriksaan kreatinin pada urin random dengan chemistry analyzer Cobas Cobas 6000 c501 menggunakan larutan c.f.a.s lot 674455. Untuk titik nol digunakan aquadest sebagai zero calibrator.

Kalibratornya dicairkan dengan 3 ml aquadest, larutan dihomogenkan dengan membolak-balikkan botol 5-10 kali secara hati-hati agar tidak terbentuk gelembung, kemudian didiamkan selama 30 menit. Nilai kadar kalibrator c.f.a.s yang didapat dari leaflet adalah 3.86 mg/dl. Nilai kalibrator dimasukkan ke dalam program kalibrasi analyzer kemudian dikalibrasi.

Selama penelitian kalibrasi dilakukan 1 kali pada waktu pembukaan reagen.

Gambar 3.2 Kurva kalibrasi kreatinin urin

(60)

Untuk pemeriksaan kreatinin kontrol kualitas menggunakan Precinorm U no lot 17646900 dengan kisaran pemeriksaan 0,89 – 1,13 mg/dl dengan nilai rerata 1,01 mg/dl.65 Selama penelitian kontrol kualitas pemeriksaan kreatinin dilakukan sebanyak 1 kali bersamaan dengan pemeriksaan sampel.

Tabel 3.4 Hasil kontrol kualitas kreatinin urin

No. Tanggal Kelompok

Pemeriksaan

Hasil Kontrol Nilai Target mg/dl

1. 20-03-2013 N = 70 0,99 0,89 – 1,13

3.10 Kerangka Kerja

DM Tipe 2 (40-65 th)

DM dengan komplikasi mikrovaskular

(neuropati/nefropati/retinopati)

DM tanpa komplikasi mikrovaskular

Kriteria eksklusi

Indeks trombosit ( MPV, PDW, P-LCR)

Referensi

Dokumen terkait

pada pasien diabetes maupun nondiabetes.. b) Mikrovaskuler (penyakit pembuluh darah kecil) lebih sering.. dijumpai pada dm tipe 1 mikrofaskuler merupakan

hipertensi dan tanpa hipertensi. Untuk mengetahui kadar rata-rata hs-CRP pada kelompok DM. tipe 2 dengan hipertensi dan tanpa hipertensi..

Berdasarkan hasil penelitian Christine (2010) penambahan larutan NaCl 2% dan larutan garam dapur Dolphin® menunjukkan setting time yang lebih singkat dibandingkan dengan tanpa

Untuk mengetahui perbedaan proporsi kategori komplikasi penderita DM tipe. 2 dengan komplikasi

Di Tabel 2 dan Gambar 1, nilai MPV apendisitis akut tanpa komplikasi lebih rendah dibandingkan dengan yang berkomplikasi dan perbedaan tersebut (p=0,02) bermakna secara

243 partisipan dengan diabetes tipe 2 dievaluasi adanya komplikasi diabetik mikrovaskular menggunakan alat skrining Michigan neuropati untuk mendeteksi adanya

18 Subjek penelitian pasien DM tipe 2 baik dengan komplikasi vaskular maupun tanpa komplikasi vaskular paling banyak memiliki IMT 25 sampai 29,9 yang termasuk dalam kategori

Penelitian ditemukan bahwa komplikasi pencabutan gigi M3 impaksi dengan bedah. lebih sering pada mandibula dibandingkan maksila.Beberapa