• Tidak ada hasil yang ditemukan

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Material Semikonduktor

Berdasarkan sifat daya hantar listriknya, material zat padat diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu konduktor, isolator dan semikonduktor, dengan nilai konduktivitas material semikonduktor berada pada jangkauan isolator dan konduktor. Nilai konduktivitas material konduktor berada pada range 104-106 S/cm. Sebaliknya, nilai konduktivitas untuk material isolator sangat rendah yaitu pada kisaran 10-18-10-8 S/cm. Sedangkan konduktivitas material semikonduktor berkisar antara 10-6 sampai dengan 104 S/cm (Sze and Kwok, 2007).

Secara umum, sifat fisis daya listrik suatu material dapat dijelaskan dengan teori pita energi, yaitu pita konduksi yang merepresentasikan jalur pembawa muatan mengalir bebas dan pita valensi sebagai reservoir pembawa muatan. Keadaan pita valensi yang terisi penuh dengan elektron dan pita konduksi yang kosong, pada temperatur rendah mengakibatkan semikonduktor bersifat isolator. Namun ketika suhu dinaikkan, elektron-elektron pada pita valensi akan menerima energi termal, sehingga elektron akan tereksitasi melewati energi gap menuju pita konduksi. Pada pita konduksi elektron-elektron akan bebas bergerak sebagai arus listrik.

Dalam perkembangan ilmu material, ditemukan bahan organik yang bersifat semikonduktor. Sehingga saat ini terdapat dua jenis material semikonduktor yaitu organik dan an-organik (konvensional). Dewasa ini, penelitian mengenai semikonduktor organik menjadi fokus perhatian para peneliti mengingat luasnya potensi aplikasi. Hal ini juga mengingat karakteristik yang berbeda antara semikonduktor organik dan an-organik. Pada semikonduktor organik, ikatan antar molekulnya merupakan ikatan Van Der Waals. Sedangkan pada semikonduktor an-organik ikatan antar molekulnya adalah ikatan kovalen.

Perbedaan yang lainnya yaitu pada semikonduktor organik terdapat eksiton sebagai akibat lemahnya interaksi sehingga molekul tereksitasi. Pengertian lain

(2)

seperti pada semikonduktor an-organik (Triyana et al., 2004).

2.2. Semikonduktor Organik: Porphyrin Alam: Klorofil

Klorofil merupakan pigmen utama yang berperan penting dalam proses fotosintesis pada tumbuhan hijau. Pigmen fotosintesis ini menyerap cahaya warna ungu, biru dan merah serta merefleksikan warna hijau sehingga tumbuhan memperoleh ciri warnanya. Klorofil banyak terdapat dalam kloroplas dan mudah diekstraksikan dengan solvent aseton (Allain, 2007). Selain berfungsi menyerap cahaya, klorofil juga berfungsi sebagai transfer energi dan proses fotosintesis.

Gambar 2.1. Struktur molekuler klorofil (Levent, 2011)

Teramati dengan jelas dari Gambar 2.1. bahwa klorofil terdiri dari inti magnesium yang berikatan dengan 4 atom N. Dimana setiap atom N juga berikatan dengan atom karbon.

(3)

Gambar 2.2. Spektrum absorbsi klorofil a dan b (Solomon, 1993)

Besarnya nilai absorbansi klorofil pada setiap panjang gelombangnya dapat diketahui dengan menggunakan spektrometer UV-Vis. Dari Gambar 2.2 teramati bahwa spektrum absorbansi klorofil yang terletak pada range panjang gelombang (400-520) nm untuk cahaya warna biru dan (600-660) nm cahaya warna kuning merupakan klorofil a. Sedangkan untuk laju absorbansi pada panjang gelombang (400-460) nm yakni cahaya warna ungu dan (600-700) nm untuk cahaya warna merah adalah termasuk dalam klorofil b. Klorofil a adalah salah satu pigmen yang penting dalam proses fotosintesis (Wasmund et al., 2006).

Karena klorofil a berperan langsung sebagai konversi energi dalam reaksi fotosintesis. Sedangkan klorofil b banyak menyerap cahaya warna ungu, biru dan merah serta merefleksikan cahaya warna hijau.

Dari grafik spektrum absorbansi cahaya oleh klorofil terlihat bahwa cahaya berwarna hijau lebih banyak direfleksikan dibanding cahaya warna lainnya. Hal inilah yang menyebabkan tumbuhan berwarna hijau karena banyak menyerap cahaya warna biru dan merah serta merefleksikan cahaya warna hijau.

Konsentrasi kandungan klorofil yang diekstraksikan dengan pelarut aseton buffered 80% dapat ditentukan dengan persamaan :

(4)

(2.2) Dengan dan masing-masing adalah klorofil a dan b. Variabel A menyatakan absorbansi pada panjang gelombang 663.6 dan 646.6 (Porra, 1989).

2.3. Spirulina sp

Spirulina sp merupakan mikroorganisme autotrof berwarna hijau kebiruan dengan sel berkolom membentuk filamen menyerupai spiral yang banyak ditemukan di daerah air payau yang bersifat alkalis. Karena kandungan zat nutrisi yang tinggi dan berbagai vitamin, spirulina sp telah banyak dikonsumsi dan dimanfaatkan sebagai suplemen makanan di beberapa negara. Selain dimanfaatkan sebagai suplemen, spirulina saat ini telah diteliti dan dimanfaatkan sebagai bahan baku alternatif pembuatan biodiesel. Digunakan spirulina karena memiliki kandungan lipid yang cukup tinggi dibandingkan jenis alga yang lain (Orchidea et al., 2010).

Spirulina sp mengandung beberapa pigmen fotosintesis. Beberapa pigmen yang mendominasi spirulina sp adalah klorofil a, klorofil b dan beta karoten.

Pigmen fotosintesis yang berperan memberikan warna hijau pada spirulina sp adalah klorofil a. Spirulina sp mengandung lebih banyak klorofil dibandingkan dengan alfalfa yaitu sejenis legume yang paling banyak mengandung klorofil.

Spirulina sp mengandung klorofil sekurang-kurangnya 4x lebih banyak dibandingkan dengan tumbuhan hijau lainnya.

2.4. Fenomena Transport

Fenomena transport merupakan suatu proses yang mengakibatkan bergeraknya pembawa muatan dari pita valensi ke pita konduksi. Pada semikonduktor baik an-organik maupun organik, terdapat 2 pembawa muatan yaitu elektron dan hole. Pada saat pembawa muatan diinjeksikan ke dalam bahan semikonduktor, maka akan terjadi mekanisme transport pembawa muatan yaitu

(5)

yang bergerak dibawah pengaruh medan listrik. Sedangkan gradien konsentrasi muatan akan menghasilkan diffusion current.

Dengan adalah rapat arus dari drift current dan merupakan rapat arus dari diffusion current, sehingga diperoleh rapat arus total:

(2.3) Untuk rapat arus elektron dinyatakan dengan:

dx eDdn nE q

Je e (2.4)

Sedangkan untuk rapat arus hole dinyatakan dengan:

dx eDdp pE q

Jh h (2.5)

Dengan e,h adalah mobilitas pembawa elektron (e) dan hole (h), E adalah medan listrik dan D adalah koefisien difusi, rapat muatan disimbolkan dengan n untuk elektron dan p untuk hole (Bloom, 2010)

Ketika bahan semikonduktor diberi medan listrik, maka setiap elektron- elektronnya akan memperoleh gaya sebesar qE dari medan listrik yang dipercepat sepanjang arah medan. Kecepatan elektron akan terus bertambah dan ketika terjadi tumbukan, maka elektron akan kehilangan energinya dan berada pada keadaan steady state akan mendapatkan penambahan kecepatan tertentu yang disebut dengan kecepatan hanyut.

Transport elektron digambarkan oleh induksi medan listrik yang searah dengan komponen kecepatan ) dari pembawa muatan yang bergantung pada perubahan suhu, rata-rata kecepatan dan hamburan (Karl, 2003). Apabila dikaitkan dengan rapat arus, maka diperoleh hubungan sebagai berikut:

(2.6) Dengan e adalah muatan elektron, adalah rapat pembawa muatan lokal, dan hubungan antara dengan medan listrik yang diterapkan dinyatakan:

(2.7) Dengan menyatakan mobilitas pembawa muatan (Karl, 2003).

(6)

Perubahan arus yang terjadi pada divais organik tanpa bahan magnetik dengan penerapan medan magnet disebut magnetoconductance (MC) atau organic magnetoresistance (OMAR). Besarnya magnetoconductance atau magnetoresistance dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

) 0 (

) 0 ( ) ) (

( I

I B B I

MC (2.8)

Dengan B adalah medan magnet dan I(0) dan I(B) adalah arus yang melewati divais sebelum dan sesudah diterapkan medan magnet. Penjelasan singkat respon pembawa muatan terhadap medan magnet pada material semikonduktor organik dapat diuraikan sebagai berikut. Medan magnet secara langsung dapat merubah reaksi hamburan pada triplet menjadi muatan bebas elektron dan hole yang kemudian akan meningkatkan muatan pada divais (Zhang et al., 2011).

Selanjutnya medan magnet juga berperan dalam intersystem crossing antara eksiton singlet dan eksiton triplet yang kemudian akan berpengaruh terhadap arus yang dihasilkan pada divais (Bloom, 2010). Aplikasi medan magnet pada divais juga menghalangi pembentukkan bipolaron yang selanjutnya berkontribusi terhadap respon magnetoconductance (Lee et al., 2011).

Secara skematik magnetoconductance (MC) ditunjukkan pada Gambar 2.3. Terlihat dari grafik pada Gambar 2.3 terdapat hubungan antara medan magnet (B) pada sumbu x dan perubahan arus ( ) pada sumbu y. Saat B = 0, arus berada pada nilai minimum. Ketika medan dinaikkan, arus meningkat secara drastis dan menjadi jenuh pada nilai medan magnet (B) tertentu. Efek magnetoconductance dapat terjadi pada suhu ruang dan juga pada medan rendah (Bloom, 2010) sehingga magnetoconductance menarik untuk dikaji.

(7)

Gambar 2.3. Typical grafik efek magnetoconduc (Bloom, 2010)

Kalinowski et al pada tahun 2003 telah melakukan pengamatan tentang magnetoconductance dengan menerapkan medan magnet pada molekul OLED dengan jenis divais kecil, dan menghasilkan peningkatan pada arus dan electroluminescene. Efek magnetoconductance tidak hanya dapat teramati pada semikonduktor organik, tetapi juga dapat diamati pada divais yang berbasis polimer. Pengukuran divais berbasis polyfluorine pada suhu kamar menunjukkan MC yang sangat besar pada medan yang rendah (~10% pada 10 mT). Divais berbasis polyfluorine merupakan divais pertama yang menunjukkan bahwa MC dapat berubah dengan perubahan temperatur pada divais. MC tidak hanya bergantung pada kondisi operasional, namun juga bergantung pada struktur divais seperti ketebalan lapisan aktif organik (Bloom, 2010).

2.6. Atomic Force Microscopy (AFM)

AFM adalah generasi kedua setelah Scanning Tunneling Microscopy (STM) merupakan alat yang digunakan untuk mengkaji permukaan logam dan semikonduktor pada skala atom. Namun STM mempunyai kelemahan yaitu tidak dapat digunakan untuk sample yang konduktif. Sehingga pada tahun 1986 Gerd B innig, Calvin Quate dan Christoph Gerber mengusulkan tipe baru mikroskop yang dapat mengatasi kelemahan dari STM ( E. Meyer, 1992).

(8)

Gambar 2.4. Alat yang digunakan untuk karakterisasi morfologi lapisan tipis porphyrin alam

Prinsip dasar dari AFM adalah mengamati interaksi antara ujung probe yang tajam dengan permukaan sample sehingga teramati morfologi permukaan sample. AFM biasanya digunakan untuk mengamati morfologi permukaan material organik karena sifatnya yang tidak merusak. Makromolekul biologis, keramik dan gelas adalah contoh material lainnya yang dapat diinvestigasi menggunakan AFM.

(9)

Referensi

Dokumen terkait

Rubrik yang tersedia dalam majalah internal ini yaitu : Salam Redaksi berisi sedikit catatan kusus dari editor, Berita Utama adalah isi berita yang memuat

Dengan integrasi antara KE dan TRIZ, diharapkan akan terciptanya suatu solusi yang kreatif dan inovatif, serta dapat mengakomodir kebutuhan emosional pelanggan terhadap layanan yang

User dari Seksi Cetak Pita Cukai siap menjalankan produksi barang yang tertulis di dalam dokumen batch yang telah dirilis pada SOPM 2.6 dan menunggu bahan baku

Adapun rumusan masalah penelitian yang telah dirumuskan oleh peneliti mengenai Peranan Komunikasi Kelompok Paduan Suara Celebration of Praise Dalam

Berdasarkan analisis dan evaluasi terhadap data penelitian yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan penelitian ini konsisten dengan literatur yang menemukanbahwa terdapat

Menyelenggarakan kegiatan Pelayanan sterilisasi alat instrumen medik dan linen kamar bedah di rumah mulai dari Dekontaminasi, Packing,sterilisasi, penyimpanan

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil pengujian dan pengambilan data pada sistem pengendali otomatis kualitas kolam air ikan dengan RFM12-433S adalah sistem