• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Prososial Ditinjau Dari Self-Esteem

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Perilaku Prososial Ditinjau Dari Self-Esteem"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Perilaku Prososial Ditinjau Dari Self-esteem

| 86

Rahmani, dkk

Perilaku Prososial Ditinjau Dari Self-Esteem

Baiq Nisa Rahmani1, Indriyati Eko Purwaningsih2, Titisa Ballerina3 Fakultas Psikologi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta baiqnisar@gmail.com1, indriyati@ustjogja.ac.id2, titisaballerina@ustjogja.ac.id3

Kronologi Naskah Naskah masuk: 1 Maret 2022 Naskah direview: 2 April 2022 Naskah diterima: 30 April 2022

Abstract. This research was motivated by the low tendency of prosocial behavior in Psychology students of UST Yogyakarta based on the results of observations and interviews of researchers. This study aims to empirically examine the relationship between self-esteem and prosocial behavior in UST Psychology Faculty students in Yogyakarta. The hypothesis proposed in this study was there is a significant positive relationship between self-esteem and prosocial behavior. The number of subjects in this study were 87 students with purposive sampling technique. The data collection method in this study used an attitude scale on the self- esteem variable and a behavior scale on the prosocial behavior variable. The data analysis method used in this research was Pearson Product Moment with the help of SPSS 21.00 for windows program. The results of the data analysis of this study is obtained (r) = 0.745 with a significance level of P = 0.000 (P <0.05), which means the hypothesis in this study was accepted. So, it can be concluded that there is a significant positive relationship between self-esteem and prosocial behavior. The value of the effective contribution of self- esteem to prosocial behavior (R2) = 0,555, which means that self-esteem contributes 55.5% to the prosocial behavior of Psychology students at UST Yogyakarta.

Keywords: prosocial behavior, self-esteem, students

Abstrak. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kecenderungan perilaku prososial yang rendah pada mahasiswa Psikologi UST Yogyakarta berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti. Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik hubungan antara self-esteem dengan perilaku prososial pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UST di Yogyakarta. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat Hubungan Positif signifikan antara self-esteem dengan perilaku prososial. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 87 mahasiswa dengan teknik purposive sampling. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala sikap pada variabel self-esteem dan skala perilaku pada variabel perilaku prososial. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Pearson Product Moment dengan bantuan program SPSS 21.00 for windows. Hasil analisis data penelitian ini diperoleh (r) = 0,745 dengan taraf signifikansi P = 0,000 (P < 0,05), yang berarti hipotesis dalam penelitian ini diterima. Sehingga disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara self-esteem dengan perilaku prososial. Nilai sumbangan efektif self-esteem terhadap perilaku prososial (R2) = 0,555, yang berarti bahwa self-esteem menyumbang sebesar 55,5 % pada perilaku prososial mahasiswa Psikologi UST Yogyakarta.

Kata kunci: mahasiswa, perilaku prososial, self-esteem

Universitas merupakan suatu tempat yang digunakan mahasiswa untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Hanana (2018) menyatakan bahwa setiap mahasiswa yang melanjutkan studi di universitas memiliki latar belakang sosial budaya yang berbeda. Namun hal ini tidak menjadi penghambat mahasiswa untuk saling berinteraksi, salah satu bentuk dorongan untuk berinteraksi dengan individu lain adalah perilaku saling tolong menolong, berkomunikasi, berbagi dan peduli (Lensus, 2017).

(2)

Jurnal Spirits Volume 12 No 2 Mei 2021

| 87 Manusia hidup sebagai makhluk sosial, selalu membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Tolong-menolong sudah menjadi kewajiban setiap manusia sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan antar satu dengan yang lain, namun tak jarang seorang individu segan untuk menolong orang lain dan tak jarang juga mengharapkan balasan atau imbalan saat menolong orang lain (Sears, 1991). Interaksi yang baik antar individu dalam kehidupan bermasyarakat dapat ditunjukkan dengan mengembangkan budaya prososial begitu pula pada kehidupan mahasiswa di lingkungan kampus (Yusuf &

Listiara, 2012). Eisenberg (2006) yang menyatakan bahwa perilaku prososial merupakan perilaku sukarela untuk membantu individu atau kelompok lain guna memberikan manfaat bagi orang lain, seperti menolong, berbagi, bekerjasama, jujur, dan berderma serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain. Perilaku prososial penting untuk diterapkan oleh setiap individu dalam kehidupan sehari-hari untuk merubah keadaan buruk menjadi lebih baik pada penerima pertolongan, sebagai bentuk kepedulian kita terhadap orang lain dan juga wujud nyata dalam menjalani kewajiban setiap manusia sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan antar satu dengan yang lain.

Sebuah penelitian mengemukakan bahwa budaya gotong royong dan tolong menolong, serta solidaritas sosial pada masyarakat sekarang ini cenderung menurun. Hal tersebut disebabkan banyak individu yang sekarang ini sibuk dan terpaku pada kepentingan pribadinya masing-masing. Sehingga kepedulian terhadap lingkungan sekarang ini menipis (Yusuf & Listiara, 2012). Penelitian dari Lupitasari, dkk (2017) juga menjelaskan bahwa budaya gotong royong dan tolong menolong dalam diri remaja saat ini sudah mulai memudar. Hal ini dikarenakan adanya gaya hidup hedonis dan sikap individualitas pada diri remaja.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti terdapat beberapa fenomena yang menunjukkan masih kurangnya perilaku prososial pada mahasiswa Psikologi UST Yogyakarta seperti kurangnya kepedulian mahasiswa terhadap tanggung jawabnya untuk membantu mahasiswa lain dalam menjalankan program kerja pada Kuliah Kerja Nyata (KKN). Ketika rekan kerja sedang mengalami masalah mahasiswa Psikologi tidak ikut membantu untuk menyelesaikan masalah tersebut, dan berdasarkan wawancara peneliti dengan penjual jajanan di kantin kejujuran Fakultas Psikologi UST Yogyakarta ditemukan fenomena bahwa seringkali jajanannya habis terjual tetapi hanya sedikit uang yang didapatkan, atau jumlah pendapatannya tidak sesuai dengan yang seharusnya didapatkan jika jajanan terjual habis. Hal tersebut mengungkapkan bahwa masih kurangnya perilaku prososial pada mahasiswa Psikologi UST Yogyakarta dalam aspek kerjasama, menolong, dan kejujuran.

Dampak yang terjadi apabila tidak adanya perilaku prososial akan menimbulkan ketidakpedulian terhadap lingkungan sosial, sikap materialistik, acuh pada lingkungan sekitar, dan cenderung mengabaikan norma-norma yang tertanam sejak dulu (Rianggraeini, 2015). Kita sebagai bangsa Indonesia, bangsa yang berbudaya, dan memiliki norma-norma serta nilai luhur seperti bergotong royong, bekerjasama, tolong menolong, dan peduli terhadap sesama harus bisa menerapkan norma-norma tersebut

(3)

Perilaku Prososial Ditinjau Dari Self-esteem

| 88

Rahmani, dkk

untuk menciptakan kedamaian dan keharmonisan dalam bersosial. Jika perilaku prososial tidak ada maka, kita sebagai makhuk sosial akan kesulitan untuk menjalani kehidupan sehari-hari karena sejatinya semua manusia saling membutuhkan satu sama lain. Itu mengapa penting untuk melakukan penelitian ini guna menumbuhkan atau meningkatkan perilaku prososial pada setiap individu terutama mahasiswa Psikologi.

Beberapa penelitian terdahulu mengkaitkan perilaku prososial pada remaja dengan varibel psikologis, religiusitas (Aridhona, 2017); motivasi dan rasa syukur (Fitroh, dkk, 2018); konsep diri dan kecerdasan emosi (Masela, dkk, 2019). Ada banyak faktor yang akan mempengaruhi tampil atau tidaknya perilaku prososial, seperti kehadiran orang lain, kondisi lingkungan, desakan waktu, dan lainnya. Faktor internal seperti asertif, emosi, religiusitas, self-esteem, dan norma-norma juga berpengaruh signifikan terhadap perilaku prososial (Eisenberg, 2006). Beberapa studi dunia juga telah mengkaji self- esteem dan hubunganya dengan perilaku prososial (Fu, dkk, 2017; Cuevas, dkk, 2017; Yu, dkk,2018)

Harga diri (self-esteem) merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Menurut Santrock (2012) harga diri (self-esteem) merupakan evaluasi global mengenai diri:

Penghargaan diri (self-worth) atau citra diri (self-image). Pendapat ini didukung oleh teori dari Coopersmith (1990) yang mengartikan bahwa self-esteem adalah evaluasi yang dibuat oleh individu dan biasanya berhubungan dengan penghargaan terhadap dirinya sendiri, hal ini mengekspresikan suatu sikap setuju atau tidak setuju dan menunjukkan tingkat dimana individu itu meyakini diri sendiri mampu, penting, berhasil, dan berharga.

Mahasiswa yang memiliki self-esteem yang tinggi akan mampu untuk memposisikan dirinya dengan orang lain di kehidupan sehari-hari, cenderung untuk bahagia, sehat, berhasil, dan dapat menyesuaikan diri sehingga mempunyai kecenderungan untuk melakukan perilaku prososial (Triningtyas, 2016). Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan maka peneliti ingin meneliti mengenai: “perilaku prososial ditinjau dari self-esteem pada mahasiswa Psikologi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta”.

Peneliti menggunakan teori dari Eisenberg (2006) yang menyatakan bahwa perilaku prososial merupakan perilaku sukarela untuk membantu individu atau kelompok lain guna memberikan manfaat bagi orang lain. Aspek-aspek perilaku prososial menurut Eisenberg (2006) adalah menolong, berbagi, bekerjasama, jujur, dan berderma serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain.

Pada variabel self-esteem peneliti menggunakan teori dari Coopersmith (1990) yang mengartikan bahwa self-esteem merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan biasanya berhubungan dengan penghargaan terhadap dirinya sendiri, hal ini mengekspresikan suatu sikap setuju atau tidak setuju dan menunjukkan tingkat dimana individu itu meyakini diri sendiri mampu, penting, berhasil, dan berharga. Aspek-aspek self-esteem yaitu kekuatan (power), keberartian (significance), kebajikan (virtue), dan kemampuan (competence).

Seseorang yang mempunyai kekuatan untuk mengatur dan mengontrol dirinya sendiri atau bahkan orang lain dalam waktu tertentu dapat berpengaruh terhadap perilakunya seperti berperilaku jujur, dapat bekerjasama, dan mampu menyelesaikan tanggung jawab yang diberikan kepada dirinya. Keberartian seseorang ditunjukan pada

(4)

Jurnal Spirits Volume 12 No 2 Mei 2021

| 89 kepedulian, perhatian, afeksi, dan ekspresi cinta yang diterima oleh seseorang tersebut dari orang lain. Penerimaan dari lingkungan ditandai dengan adanya kehangatan, respon yang baik dari lingkungan, ketertarikan lingkungan terhadap individu, dan lingkungan menyukai individu sesuai dengan keadaan diri yang sebenarnya. Seseorang yang mempunyai keberartian akan mampu berperilaku baik di masyarakat seperti berbagi, menyumbang, menolong, bekerjasama, dan juga berperilaku jujur.

Seseorang yang memiliki aspek kebajikan seperti menunjukan suatu ketaatan untuk mengikuti standar moral, etika, serta agama, dan menjauhi tingkah laku yang harus dihindari berarti memiliki sikap positif yang pada akhirnya membuat penilaian positif terhadap dirinya sendiri atau telah mengembangkan self-esteem yang positif pada dirinya sendiri. Hal tersebut dapat menumbuhkan kejujuran baik pada perkataan maupun perbuatan individu, ringan tangan untuk berbagi, menolong, berderma, menyumbang, serta mampu mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain.

Kemampuan seseorang dalam menunjukan suatu performasi yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai prestasi berpengaruh terhadap perilaku kerjasama seseorang, dimana untuk mencapai suatu prestasi seseorang harus bisa menghadapi suatu permasalahan yang ada seperti melaksanakan tanggung jawab untuk mencapai tujuan bersama serta dapat mengemban amanah.

Hipotesis yang diajukan peneliti pada penelitian ini adalah “terdapat hubungan positif signifikan antara self-esteem dengan perilaku prososial”. Semakin tinggi self-esteem maka semakin tinggi perilaku prososial mahasiwa Psikologi UST Yogyakarta dan sebaliknya semakin rendah self-esteem maka semakin rendah pula perilaku prososial mahasiwa Psikologi UST Yogyakarta.

Metode

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah perilaku prososial, sedangkan variabel bebasnya adalah self-esteem. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Psikologi di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling. Peneliti mengambil sampel berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh peneliti yaitu: mahasiswa dan mahasiswi Psikologi UST angkatan 2018 yang masih aktif kuliah. Jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 87. Skala yang digunakan pada penelitian ini menggunakan model skala Likert.

Teknik analisis data statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah analisis korelasi product momment dari Karl Pearson. Analisis korelasi product- moment ini digunakan untuk menguji ada atau tidaknya hubungan dan arah hubungan (positif/negatif) antara variabel bebas dengan variabel tergantung. Pada penelitian ini, perhitungan statistik dilakukan dengan cara komputasi melalui bantuan program Statistical Package for Social Sciencess (SPSS) 21.0 for windows.

H a s i l

Berdasarkan tabel kategorisasi dapat disimpulkan bahwa untuk variabel perilaku prososial mayoritas subjek berada pada kategori tinggi, yaitu sebanyak 54% (47 dari 87 subjek penelitian). Begitu pula untuk variabel self-esteem mayoritas subjek berada pada kategori tinggi, yaitu sebanyak 55,2% (48 dari 87 subjek penelitian).

(5)

Perilaku Prososial Ditinjau Dari Self-esteem

| 90

Rahmani, dkk

Tabel 1

Kategorisasi Perilaku Prososial dan Self-Esteem

Kategori

Variabel Perilaku

Prososial F % Self

Esteem F %

Sangat

Tinggi ≥ 126 34 39,1 ≥ 126 21 24,1

Tinggi 104 -126 47 54 102 - 126 48 55,2

Sedang 81 – 104 6 6,9 78 - 102 18 20,7

Rendah 59 – 81 - - 54 - 78 - -

Sangat

Rendah < 59 - - < 54 - -

Total 87 100% 87 100%

Selanjutnya pada tabel uji normalitas, berdasarkan hasil uji normalitas menggunakan One Sample Kolomogorov–Smirnov Test diketahui bahwa variabel perilaku prososial memiliki koefisien K-SZ= 0,747 dengan nilai p = 0,632 (p>0,05). Sedangkan variabel self-esteem menunjukkan koefisien K-SZ = 0,959 dengan nilai p = 0,317 (p>0,05).

Hasil uji normalitas data kedua variabel tersebut dapat disimpulkan bahwa sebaran data pada kedua variabel berdistribusi normal.

Tabel 2

Hasil Uji Normalitas

Variabel Nilai K-SZ Sig Keterangan

Perilaku Prososial 0,747 0,632 P > 0,05 (normal)

Self-Esteem 0,959 0,317 P > 0,05 (normal)

Selain itu, hasil uji linearitas kedua variabel menunjukkan nilai F = 1,163 dan signifikansi p = 0,311 (p>0,05), bahwa hubungan antara variabel perilaku prososial dengan variabel self-esteem bersifat linier anggota atau mengikuti garis lurus.

Diskusi

Hasil analisis dari uji hipotesis menggunakan korelasi product-moment dari Karl Pearson menunjukkan bahwa hipotesis diterima, yaitu ada hubungan positif signifikan antara self-esteem dengan perilaku prososial pada mahasiswa Psikologi UST Yogyakarta.

Semakin tinggi self-esteem, maka semakin tinggi perilaku prososial. Sebaliknya, semakin rendah self-esteem, maka semakin rendah perilaku prososial pada mahasiswa Psikologi UST Yogyakarta. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai koefesien korelasi (Person Correlation) yang diperoleh sebesar (r) 0,745 dengan taraf signifikan p=0,000 (p<0,05).

Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara self- esteem dengan perilaku prososial pada mahasiswa Psikologi UST Yogyakarta.

(6)

Jurnal Spirits Volume 12 No 2 Mei 2021

| 91 Seseorang yang mempunyai kekuatan untuk mengatur dan mengontrol dirinya sendiri dapat berpengaruh terhadap perilakunya seperti berperilaku jujur, dapat bekerjasama, dan mampu menyelesaikan tanggung jawab. Seperti perilaku yang ditunjukkan oleh mahasiswa psikologi UST berdasarkan hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa mahasiswa yang mampu mengontrol dan memotivasi dirinya sendiri akan mengerjakan tugas secara jujur, mandiri, dan tepat waktu.

Keberartian pada individu muncul pada perilaku peduli, perhatian, serta cinta yang diterima dari orang lain. Penerimaan dari lingkungan ditandai dengan adanya kehangatan dan respon yang baik dari lingkungan. Seseorang yang mempunyai keberartian dalam bermasyarakat akan menunjukan perilaku positif, rajin berderma, menolong, dan bekerjasama (Coopersmith, 1990).

Seseorang yang memiliki aspek kebajikan muncul pada kepatuhan untuk mengikuti nilai moral, etika serta agama. Hal tersebut dapat menumbuhkan kejujuran baik pada perkataan maupun perbuatan individu, ringan tangan untuk berbagi, menolong, berderma, menyumbang, serta mampu mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain (Coopersmith, 1990).

Kemampuan seseorang dalam menunjukan suatu performasi yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai prestasi berpengaruh terhadap perilaku kerjasama seseorang, dimana untuk mencapai suatu prestasi seseorang harus bisa menghadapi suatu permasalahan yang ada seperti melaksanakan tanggung jawab untuk mencapai tujuan bersama serta dapat mengemban amanah (Coopersmith, 1990).

Hasil penelitian ini sejalan dengan Lupitasari (2017) yang meneliti tentang hubungan antara harga diri dengan kecenderungan perilaku prososial. Subjek penelitian pada remaja Panti Asuhan di Semarang yang menunjukan bahwa ada hubungan positif signifikan antara harga diri dengan kecenderungan perilaku prososial. Selanjutnya hasil penelitian dari dari Riska, dkk (2018) yang meneliti tentang pengaruh interaksi remaja dengan keluarga dan teman serta self-esteem terhadap perilaku prososial. Subjek penelitian pada remaja awal di SMP X Bogor. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa dimensi kedekatan interaksi dengan ibu, interaksi dengan saudara kandung, dan interaksi dengan teman beserta self-esteem dapat meningkatkan perilaku prososial, tetapi interaksi dengan ayah tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku prososial. Hasil tersebut mengungkapkan bahwa self-esteem berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku prososial.

Kemudian penelitian dari Hanana (2018) yang meneliti tentang pengaruh self- esteem dan kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial, dengan subjek penelitian yaitu santri di Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa variabel self-esteem, kecerdasan emosi, jenis kelamin, dan usia secara signifikan memengaruhi perilaku prososial, yang berarti bahwa variabel self-esteem berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku prososial. Ketika self-esteem seseorang tinggi maka perilaku prososialnya juga tinggi dan sebaliknya jika self-esteem seseorang rendah maka rendah pula perilaku prososialnya.

Nilai sumbangan efektif self-esteem terhadap perilaku prososial (R2) sebesar 0,555 yang berarti bahwa self-esteem menyumbang sebesar 55,5 % pada perilaku

(7)

Perilaku Prososial Ditinjau Dari Self-esteem

| 92

Rahmani, dkk

prososial mahasiswa-mahasiswi Psikologi UST Yogyakarta 44,5 % dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti lebih lanjut pada penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa perilaku prososial mahasiswa Fakultas Psikologi UST Yogyakarta tinggi, berbeda dengan asumsi di awal yang menyatakan bahwa perilaku prososial mahasiswa Fakultas Psikologi UST Yogyakarta rendah. Hal tersebut bisa terjadi karena beberapa kemungkinan yaitu, subjek yang digunakan dalam penelitian ini mayoritas memiliki perilaku prososial tinggi dan kemungkinan lain yaitu jawaban dari subjek bias atau subjek mengisi skala kurang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis dari penelitian ini diterima. Ada hubungan positif signifikan antara self-esteem dengan perilaku prososial pada mahasiswa Psikologi UST Yogyakarta, semakin tinggi self-esteem, maka semakin tinggi pula perilaku prososial dan sebaliknya semakin rendah self-esteem, maka semakin rendah pula perilaku prososial pada mahasiswa Psikologi UST Yogyakarta. Dibuktikan dengan nilai koefesien korelasi (Person Correlation) yang diperoleh sebesar (r) 0,745 dengan taraf signifikan p=0,000 (p<0,05).

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka penulis mengajukan saran kepada subjek penelitian dan para pembaca agar dapat menjaga perilaku prososial dengan meningkatkan dan menjaga self-esteem agar hidup menjadi lebih damai, aman dan juga sebagai bentuk kepedulian kita terhadap orang lain serta wujud nyata dalam menjalani kewajiban setiap manusia sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan antar satu dengan yang lain.

Daftar Pustaka

Aridhona, J. (2018). Hubungan perilaku prososial dan religiusitas dengan moral pada remaja. Konselor, 7(1), 21-25.

Baron, R. A. dan Byrne, D. (2005). Psikologi Sosial. Edisi Kesepuluh/Jilid 2. Jakarta: Erlangga Coopersmith, S., (1990) The Antecedents of Self-esteem, Consulting Psychologists Press

Cuevas, Celina & Wolff, Kevin T. & Baglivio, Michael T.(2017). Self-efficacy, aspirations, and residential placement outcomes: Why belief in a prosocial self matters. Journal of Criminal Justice. Elsevier. 52(C), pages 1-11.

Eisenberg, N. (2006). Social, emotional, and personality development. Edisi Keenam. Hand book of child psychology.

Fitroh, N., Lukman, L., & Nurdin, M. N. H. (2018). Pengaruh ungkapan syukur dan motivasi terhadap perilaku prososial remaja. Jurnal Psikologi Sosial, 16(2), 136-147.

Fu, X., Padilla-Walker, L.M. and Brown, M.N. (2017), Longitudinal relations between adolescents' self-esteem and prosocial behavior toward strangers, friends and family. Journal of Adolescence, 57: 90-98. https://doi.org/10.1016/j.adolescence.2017.04.002

Hanana, N.F. (2018). Pengaruh self-esteem dan kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial.

Tazkiya Journal Of Psychology, 6(1)

Lensus, E. N. (2017). Perilaku Prososial Pada Mahasiswa. Fakultas Psikologi Universitas Semarang.Skripsi. Universitas Semarang

Lupitasari, Niken & Nailul Fauziah. (2017). Hubungan antara harga diri dengan kecenderungan

(8)

Jurnal Spirits Volume 12 No 2 Mei 2021

| 93 perilaku prososial pada remaja panti asuhan di Semarang. Jurnal Empati. 7(3)

Masela, M. S. (2019). Pengaruh antara konsep diri dan kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial pada remaja. PSIKOVIDYA, 23(2), 214-224.

Rianggraeini, O. R. (2015). Hubungan antara empati dan perilaku prososial pada remaja di SMP Negeri 5 Boyolali.skripsi. Fakultas Psikologi. UKSW. Salatiga.

Riska, Hotmauli A., Diah Krisnatuti & Lilik N Yuliati. (2018). Pengaruh interaksi remaja dengan keluarga dan teman serta self-esteem terhadap perilaku prososial remaja awal. Jurnal Ilmu Keluarga Dan Konsumen. 11(3)

Santrock, John W. (2012). Life-Span Development. Edisi Ketigabelas/Jilid 1 Jakarta: Erlangga Sears, D.O, Fredman, J. L., dan Peplau, L.A. (1991). Psikologi Sosial. Edisi Kelima. Jilid 1.

AlihBahasa: Michael Adryanto. Jakarta: Erlangga

Triningtyas, Diana Ariswanti. (2016). Bimbingan Konseling Pribadi Sosial. Magetan: CV. AE Media Grafika

Yu, Zhaoquan & Hao, Jian & Shi, Baoguo. (2018). Dispositional envy inhibits prosocial behavior in adolescents with high self-esteem. Personality and Individual Differences. 122. 127- 133. 10.1016/j.paid.2017.10.022.

Yusuf, Z & Listiara, A. (2012). The difference between procosial tendency regular classes and special classes SMAN 1 and SMAN 3 Semarang. Jurnal psikologi.Vol. 1 No.1.

Referensi

Dokumen terkait

Gugusdepan atau disingkat gudep adalah suatu kesatuan organik terdepan dalam Gerakan Pramuka yang merupakan wadah untuk menghimpun anggota Gerakan

Apakah terdapat korelasi antara penurunan kadar procalcitonin serum dan IL-6 serum dengan lama pencapaian perbaikan klinis pasien pneumonia komunitas setelah pemberian Omega

EKSPLORASI EKSTRAKSI LIPID Botryococcus braunii MENGGUNAKAN PELARUT ORGANIK DAN CAIRAN IONIK CIS-OLEIL IMIDAZOLINIUM ASETAT.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Hasil simluasi dari pengujian, sistem memberikan keputusan dari enam objek wisata diperoleh Pantai Marina untuk jenis objek Wisata Bahari dari titik pusat Batam

Dengan udara mampat hanya dapat dibangkitkan gaya yang terbatas saja. Untuk gaya-gaya yang besar, pada suatu tekanan bias dalam jaringan, dibutuhkan.. diameter tanah yang

Hasil analisis sistem dinamis menunjukkan bahwa jumlah kasus DBD mulai pada tahun keenam dari periode simulasi (tahun 2009) mengalami penurunan karena daya dukung lingkungan

Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa jumlah leukosit total dan persentase monosit masih berada dalam kisaran nilai normal, persentase limfosit lebih rendah dari kisaran

[r]