• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Triage

2.1.1 Pengertian Triage

Triase atau triage adalah pilihan pasien yang ditunjukkan dengan tingkat kegawatan dan kebutuhan dengan pertimbangan yang tenang.

Penentuan kebutuhan perawatan akan dipengaruhi oleh tingkat krisis pasien, jumlah pasien yang datang, kapasitas staf IGD, aksesibilitas peralatan dan ruangan pendukung. Salah satu administrasi yang diberikan oleh tenaga medis di IGD adalah triage. Triage berfungsi untuk memisahkan pasien menjadi beberapa kelompok tergantung pada keseriusan cedera yang berfokus pada gangguan Airway (A), breathing (B), dan circulation (C) kekacauan memikirkan sarana, SDM, dan kemungkinan hidup pasien (Riduansyah et al., 2021).

Triage adalah bagian penting dari IGD dalam menangani pasien krisis . Triage diartikan sebagai interaksi evaluasi untuk memutuskan kebutuhan penilaian tergantung pada gawatnya kondisi klinis yang ada.

Ketepatan dalam memutuskan aturan triage bekerja pada perkembangan pasien yang tiba ke IGD, menjaga aset unit sehingga mereka dapat memusatkan perhatian pada penanganan kasus yang sangat mendasar, dan pengalihan pasien kantor kesehatan yang tepat. Pemilihan triage akan menempatkan pasien pada skala yang tepat. Pemilihan triase mencakup tiga macam, yaitu berdasarkan pengkategorian triage (expected triage), lebih dari klasifikasi triage (over triage), dan kurang klasifikasi darurat (under triage).

(2)

9

Pilihan triage yang tidak tepat akan mengganggu keamanan pasien, meningkatkan mortalitas, dan morbilitas, pemanfaatan sumberdaya yang tidak semestinya. (Minggawati, 2018).

2.1.2 Tujuan Triage

Triage memiliki tujuan mendasar yaitu membatasi kejadian cedera dan kegagalan dalam penanganan pasien. Orang-orang yang memenuhi syarat untuk triage adalah perawat medis yang telah dipastikan memiliki sertifikat pelatihan penanggulangan pasien gawat darurat (PPGD) dan Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) pada akhirnya, petugas yang melakukan triase adalah yang memiliki informasi yang cukup dan memiliki pengalaman (Pane, 2021).

Triage dilakukan dengan fokus pada pasien tergantung pada keadaan pasien. Untuk kondisi pasien, petugas medis perlu melakukan tinjauan singkat, namun tepat serta akurat. Juga, tanggung jawab petugas adalah untuk mengungkap informasi total tentang kondisi pasien (Pane, 2021).

2.1.3 Prinsip Triage

Triage harus segera dilakukan dengan cepat dan tepat waktu, perawatan yang cepat dan tepat waktu dapat segera mengatasi masalah pasien dan mengurangi waktu yang terjadi karena kerusakan organ.

Penilaian harus tepat dan memenuhi syarat, informasi yang diperoleh menghasilkan temuan masalah yang tepat, pilihan keputusan tergantung pada pengkajian, kesimpulan dan aktivitas dinamis diberikan sesuai dengan kondisi pasien (Salim, 2019).

(3)

10

Tindakan diberikan sesuai dengan kondisi dan keluhan pasien, pemenuhan pasien harus diselesaikan, pemenuhan pasien menunjukkan masalah teratasi. Saat melakukan triage waktu yang dibutuhkan kurang dari 2 menit karena triase belum mencari diagnosa melainkan untuk mengkaji dan melakukan perencanaan untuk tindakan berikutnya (Salim, 2019).

2.1.4 Klasifikasi Triage

Triage yang dijalankan di rumah sakit terdiri atas beberapa sistem diantaranya adalah dipartisi menjadi beberapa kerangka kerja, yaitu Australia Triage System (ATS), Triage Kanada Canadian Triage Acuity System (CTAS). Triage Amerika Serikat Emergency Severity Index (ESI), The Salt (Sort-Asses-Lifesaving/Intervention-Treatment/Transport), Triage Inggris sebagian besar Eropa Manchester Triage Scale dan START (Simple Triage and Rapid Treatment).

1. Australia Triage System (ATS)

Beberapa rumah sakit di Indonesia yang terakreditasi secara Internasional mulai melakukan penerapan triage lima kategori di Instansi Gawat Darurat yang merupakan penyesuaian dari konsep Australian Triage System (ATS). Adapun kategori dalam triage Australian Triage System (ATS) adalah sebagai berikut:

1. Kategori 1

Membutuhkan respon segera, pada penilaian dan tatalaksana yang diberikan secara simultan. Pada kategori ini pasien dalam keadaan yang mengancam nyawa bila tidak segera dilakukan intervensi.

(4)

11 2. Kategori 2

Pada penilaian respon dan tatalaksana dilakukan secara simultan dalam waktu 10 menit. Deskripsi kategori ini adalah risiko yang dapat mengancam nyawa, pada kategori ini pasien dapat mengalami kondisi memburuk dengan cepat, dapat dengan segera menimbulkan gagal organ apabila tidak dilakukan tatalaksana pada 10 menit setelah kedatangan.

3. Kategori 3

Pada penilaian respon dan tatalaksana dilakukan secara simultan dalam waktu 30 menit. Pada kategori ini kondisi pasien potensi berbahaya, dapat mengancam nyawa serta akan menambah keparahan bila tidak dilakukan penilaian dalam 30 menit setelah kedatangan.

4. Kategori 4

Pada penilaian respon dan tatalaksana dilakukan secara simultan dalam waktu 60 menit. Pada kategori ini kondisi pasien berpotensi menjadi lebih berat apabila tidak dilakukan penilaian dan tatalaksana dalam 30 menit setelah kedatangan.

5. Kategori 5

Pada penilaian respon dan tatalaksana dilakukan secara simultan dalam waktu 120 menit. Deskripsi kondisi pasien adalah kondisi tidak segera yaitu kondisi kronik atau minor dimana gejala yang terjadi tidak berisiko menjadi berat apabila pengobatannya tidak segera.

2. Canadian Triage Acuity System (CTAS)

(5)

12

Konsep triage CTAS pada awal mengikuti pada konsep ATS dimana pada prioritas pasien disertai waktu yang bertujuan untuk mendapatkan penanganan awal. Triage CTAS berisi tentang rangkuman keluhan dan tanda klinis pasien yang berfungsi untuk membantu petugas dalam melakukan identifikasi keparahan pasien serta menentukan tingkat level triage.

Pengambilan keputusan dalam triage ini adalah berdasarkan pada keluhan utama dan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital yang terdiri atas pernafasan, nadi tekanan darah, tingkat kesadaran dan rasa nyeri. Penilaian ini dilakukan dalam waktu 2-5 menit, namun apabila pasien berada dalam kategori 1 dan 2 harus segera dikirim ke rumah sakit. Adapun kategori dalam triage CTAS yaitu sebagai berikut:

1. Kategori 1 (Resusitasi)

Pasien pada kategori 1 98% harus segera ditangani oleh dokter.

2. Kategori 2 (Gawat Darurat)

Pasien pada kategori 2 95% harus ditangani oleh dokter dalam 15 menit.

3. Kategori 3 (Darurat)

Pasien pada kategori 3 90% harus ditangani dokter dalam waktu 30 menit.

4. Kategori 4 (Biasa)

Pasien pada kategori 4 85% harus ditangani dokter dalam waktu 60 menit.

5. Kategori 5 (Tidak Gawat)

(6)

13

Pasien pada kategori ini 80% harus ditangani dokter dalam waktu 120 menit.

3. Triage Emergency Severity Index (ESI)

Emergency Severity Index (ESI) adalah salah satu triage UGD yang menggunakan lima tingkat level. Kelebihan pada triage ini adalah mempertimbangkan ketersediaan dan perkiraan pada kebutuhan tenaga kesehatan dalam menangani pasien. Triage ESI memiliki kesamaan seperti triage yang lain yaitu menggunakan 5 level pada pengkategoriannya berdasarkan tingkat keparahan pasien.

Berikut 5 level pada triage ESI:

1. Immediate Intervention (Level 1)

Level ini adalah tertinggi dalam pengkategorian pada triage ESI, kondisi pasien pada level ini membutuhkan penanganan yang segera mungkin. Kondisi pasien pada level ini seperti: henti jantung dan paru, SPO2 dibawah 90%, gagal bernafas, cedera berat disertai tidak sadarkan diri.

2. High Risk Situation and Vital Sign

Pada level ini kondisi pasien terjadi risiko tinggi dengan TTV yang tidak stabil, sehingga petugas triase tidak membiarkan pasien menunggu terlalu lama. Batas waktu maksimal 10 menit sebelum mendapat penanganan.

3. Resource needs (Level 3,4 dan 5)

Triage ESI memiliki kelebihan dalam mempertimbangkan kebutuhan tenaga pada level 3, 4 dan 5. Yang harus dilakukan perawat pertama kali adalah melihat kondisi kegawatan pada

(7)

14

pasien, menghitung jumlah tenaga medis untuk pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan (Jainurakhma et al., 2021).

4. Manchester Triage System (MTS)

MTS pada tahun 1995 telah dikembangkan di Inggris oleh Manchester Triage Group yang beranggotakan dokter dan perawat di daerah tersebut. MTS adalah triage yang menggunakan 5 level.

Berikut tingkatan level MTS:

1. Immediate ( Level 1)

Pada level ini membutuhkan respon segera mungkin setelah tiba di unit gawat darurat dengan label berwarna merah. Kondisi pada pasien dengan level 1 seperti: Henti Nafas dan jantung, sumbatan jalan nafas total, syok dan tidak sadarkan diri.

2. Very Urgent (Level 2)

Pada level ini kondisi pasien cukup serius sehingga pasien ditangani dengan segera agar tidak semakin memburuk kondisinya. Penilaian dan perawatan dilakukan dalam 10 menit dengan label berwarna orange. Kondisi pasien pada level ini yaitu, penurunan saturasi oksigen, masalah pada pernafasan, penurunan kesadaran, cedera akut dan kelelahan.

3. Urgent (Level 3)

Pada level 3 ini dibutuhkan waktu penilaian dan perawatan dalam waktu 60 menit dengan label berwarna kuning. Pada level ini sangat berpotensi mengancam nyawa pasien namun masih dapat terkendali. Kondisi pasien pada kondisi ini yaitu, pendarahan sedang, nyeri sedang, SPO2 90-95% dan trauma minor.

(8)

15 4. Standart (Level 4)

Kondisi pasien pada level ini adalah memiliki risiko yang lebih kecil dan tanda-tanda vital berada dalam batas normal. Penilaian dan perawatan dilakukan dalam waktu 120 menit. Kondisi pasien pada level ini yaitu, trauma dada, cedera ringan, dan nyeri ringan- sedang.

5. Non Urgent (Level 5)

Pada level 5 ini kondisi yang dimiliki pasien adalah tidak memiliki risiko yang besar dan tidak mengancam nyawa pasien. Waktu yang dibutuhkan untuk penilaian dan penanganan pada level ini adalah 240 menit dengan label berwarna putih.

5. The Salt (Sort-Asses-Lifesaving/Intervention-Treatment/Transport) Pada triage SALT merupakan model triage pre hospital yang biasa digunakan pada kondisi dengan banyak korban contohnya adalah kebakaran pada Gedung yang besar. Triage model ini dikembangkan di Amerika oleh dokter dan perawat.

1. Immediate (Merah)

Pada label merah merupakan prioritas pertama dengan kondisi cedera berat, namun masih memiliki potensi untuk hidup.

2. Delayed (Kuning)

Merupakan prioritas ke 2 dengan kondisi mengalami cedera serius dan tidak dapat melakukan pergerakan dengan bebas, seperti mengalami fraktur tulang panjang.

3. Minimal (hijau)

(9)

16

Kondisi pasien pada label ini adalah tidak memiliki masalah yang serius serta masih dapat melakukan pergerakan dengan baik dan dapat membantu korban lain untuk bergerak menuju lokasi aman.

4. Expectant (Hitam)

Pada kondisi ini korban masih memiliki harapan hidup jika mendapatkan pertolongan dengan cepat dan ketersediaan sumber daya. Korban dengan label ini dipindahkan setelah label lain selesai dipindahkan.

5. Dead (Abu-abu)

Kondisi korban pada kondisi ini memiliki cedera serius dan tidak dapat diselamatkan lagi, korban juga tidak dievakuasi ke titik kumpul (Risnawati et al., 2021).

6. START (Simple Triage and Rapid Treatment)

Pasien dengan gawat darurat dibedakan berdasarkan tingkat kegawatannya dengan cara memberi kode warna . Salah satu strategi yang paling mudah dan paling sering digunakan Simple Triage and Rapid Treatment (START). Triase dilakukan dengan cara memberikan tanda warna sesuai dengan prioritas. Tanda-tanda pada triase dapat bervariasi dari kartu biasa menjadi sesuatu dengan perlengkapan yang sesuai dengan kebutuhannya. Cobalah untuk tidak mengganti tanda darurat yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan asumsi kondisi pasien berubah sebelum mendapatkan perawatan, nama tersebut tidak boleh disebutkan tetapi diberi petunjuk lain, waktu

(10)

17

dan pemakaian. Dalam START model dibagi atas 4 kelompok warna yaitu:

1. Hitam

Korban telah meninggal dunia atau tidak bernapas meskipun sudah dibebaskannya jalan nafas korban, korban ditinggalkan di tempat kejadian dan dipindahkan apabila semuanya telah tertolong.

2. Merah Prioritas 1

Korban dengan luka berbahaya yang dapat mengancam nyawa, dapat tertolong apabila segera dilakukan evakuasi agar mendapatkan perawatan selanjutnya. Korban memerlukan perawatan lebih lanjut atau prosedur medis mungkin kurang dari 1 jam dari kejadian. Korban dalam kondisi kritis dan akan meninggal jika tidak segera mendapatkan pertolongan.

3. Kuning Prioritas 2

Korban yang dapat ditunda perawatan klinis setelah prioritas pertama selesai dilakukan evakuasi. Kondisi pasien dalam prioritas ini cenderung kondisi stabil, namun pada saat yang sama membutuhkan perawatan lebih lanjut.

4. Hijau Prioritas 3

korban ini akan dilakukan evakuasi setelah prioritas 1 dan 2 telah diselesaikan. Pasien dengan luka yang memerlukan pertimbangan klinis namun dapat ditunda beberapa jam atau hari. Akan diperiksa tanpa henti sambil menunggu bahwa giliran untuk

(11)

18

dievakuasi. Korban biasanya masih bisa untuk berjalan (Gustia &

Manurung, 2018).

2.1.5 Proses Triage

Proses triage mengikuti langkah-langkah proses keperawatan diantaranya yaitu:

1. Melakukan pengkajian, saat komunikasi dilakukan, perawat melihat keadaan umum pasien. Perawat mendengarkan apa yang pasien katakan, dan waspada terhadap pendengaran verbal. Riwayat medis diberikan oleh pasien sebagai informasi subjektif. Tujuan informasi dapat dikumpulkan dengan mendengarkan napas pasien, berbicara jelas atau tidak, dan menyesuaikan wacana. Informasi sebagai tambahan dapat diperoleh dengan observasi langsung dengan pasien. Melakukan pengukuran objektif seperti tekanan darah,suhu, tekanan, sirkulasi darah gula darah.

2. Melakukan diagnosa, menyatakan apakah masalah tersebut tergolong kondisi Darurat (mengancam nyawa, kecacatan anggota badan).

Mendesak atau tidak mendesak. Diagnosis juga mencakup kebutuhan pasien untuk perawatan seperti pelatihan, dukungan, Pendidikan, jaminan, dan perawatan lain yang memberikan kemampuan pasien untuk mendapatkan perawatan.

3. Melakukan perencanaan, harus bersifat kolaboratif dalam perencanaan.

Petugas medis harus dengan hati-hati menyadari kondisi yang menguntungkan pasien, membedakan unsur-unsur yang signifikan, dan mengembangkan rencana terapi yang diberikan kepada pasien. Ini

(12)

19

sering membutuhkan negosiasi, dijunjung tinggi oleh Pendidikan pasien.

4. Melakukan intervensi, dalam penyelidikan terakhir, kemungkinan dapat tenaga medis tidak dapat melakukan tindakan untuk pasien.

Dengan cara ini harus ada dukungan lain yang tersedia, misalnya seorang dokter spesialis untuk memutuskan aktivitas yang ideal.

5. Melakukan evaluasi, dalam pengaturan keperawatan, evaluasi adalah proporsi apakah kegiatan yang dilakukan berhasil atau tidak. Apabila tidak terdapat perubahan pada pasien, petugas medis berkewajiban untuk memikirkan kembali pasien, menegaskan kesimpulan urgen, merencanakan rencana terapi jika perlu, merencanakan, dan melakukan evaluasi Kembali (Gustia & Manurung, 2018).

2.2 Konsep Emergency Severity Index (ESI)

2.2.1. Pengertian Emergensi Severity Index(ESI)

ESI adalah singkatan dari Emergency Severity Index berasal dari Amerika Serikat. ESI adalah skala darurat yang terdiri dari lima tingkat yang dibuat oleh dokter departemen emergensi yaitu Richard Wuerz dan David Eitel dari AS. Kedua spesialis ini berasal dari Amerika Serikat dan meyakinkan pentingnya triage di IGD untuk memprioritaskan pasien berdasarkan tingkat urgensinya (Ariyani & Rosidawati, 2020). Triage ESI adalah kerangka kerja darurat yang memiliki skala 5 tingkat dengan persetujuan tinggi, ketergantungan dan sensifitas yang berpengaruh dalam keselamatan pasien. Penggunaan ESI di IGD dapat membatasi kejadian kemalangan dan terjadinya cacat pasien mengingat kecepatan penanganan

(13)

20

(respon time) dan urutannya yang diselesaikan dengan melihat pasien tergantung pada tingkat keparahan penyakit dengan menilai kebutuhan tenaga perawat.(Muhammad Zukri Malik, I Kade Wijaya, 2021).

2.2.2. Klasifikasi Emergensi Severity Index (ESI)

Triase ESI diklasifikasi dalam beberapa prioritas. Berikut ini adalah 5 klasifikasi ESI di antaranya yaitu:

1. ESI 1 (Label Biru)

ESI 1 adalah pasien dengan kondisi berbahaya dan dapat mengancam jiwa (impending life/limb threatening problem) yang membutuhkan aktivitas penyelamatan jiwa yang cepat. ESI 1 adalah semua pengaruh besar yang meresahkan dalam ABCD. Contoh ESI 1 termasuk gagal jantung, status epileptikus, ketidaksadaran hipoglikemik dan lain-lain.

2. ESI 2 (Label Merah)

ESI 2 adalah pasien dengan kondisi berbahaya atau merusak organ yang membutuhkan dukungan segera dan tidak ditunda. Prioritas ke 2 adalah pasien dengan hemodinamik stabil atau pasien ABCD dengan kesadaran yang berkurang tetapi tidak koma (GCS 8-12). Contoh ESI 2 termasuk serangan asma, abdomen akut, luka sengatan listrik, dan lainnya.

3. ESI 3 (Label Kuning)

ESI 3 adalah pasien yang membutuhkan penilaian yang mendalam dan penilaian klinis yang intensif. Contoh ESI 3 termasuk sepsis yang membutuhkan penilaian laboratorium, radiologi dan EKG, demam tifoid dengan komplikasi dan lain-lain.

(14)

21 4. ESI 4 (Label Kuning)

ESI 4 adalah pasien yang membutuhkan satu jenis aset perawatan IGD.

Contoh ESI 4 termasuk pasien dengan Benign Prostate Hyperplasia (BPH) yang membutuhkan kateter urin, Vulnus laceratum yang membutuhkan hecting langsung dan lain-lain.

5. ESI 5 (Label Putih)

ESI 5 adalah untuk pasien yang tidak membutuhkan aset. Pasien ini hanya memerlukan penilaian dan riwayat yang sebenarnya tanpa pemeriksaan. Perawatan yang membutuhkan 5 pasien sebagian besar adalah perawatan luka oral atau dasar. Contoh ESI 5 termasuk common, kulit berjerawat, abrasi dan lain-lain (Ariyani & Rosidawati, 2020).

2.3 Konsep Keakuratan Penggunaan ESI Sebagai Triage Tool

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Minggawati (2018) yang berjudul Perbandingan Metode Triase Modifikasi Empat Tingkat Dengan Triase Lima Tingkat Emergency Severity Index (ESI) Berdasarkan Tingkat Akurasi Di RSUD Cibabat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan metode triase empat tingkat modifikasi ATS dan metode triase lima tingkat ESI berdasarkan tingkat akurasi. Triase adalah pemilahan, pengelompokkan pasien berdasarkan tingkat kegawatannya. Desain penelitian yang digunakan yaitu cross over quasi eksperimental dengan melakukan 38 kegiatan triase baik kelompok kontrol dan kelompok intervensi dan 15 tenaga kesehatan melakukannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa triase ESI kategori expected triage 76,3%, under triase 13,2%, over triage 10,5%. Pada triase empat tingkat modifikasi ATS, expected triage 73,7 %,

(15)

22

under triase 18,4%, over triage 7,9%. Hasil uji statistik, triase empat tingkat modifikasi ATS dengan triase lima tingkat ESI tidak terdapat perbedaan tingkat akurasi yang signifikan dengan nilai p-0,488. Namun jika ditelaah lebih lanjut ESI lebih akurat dalam memberikan keputusan expected triage.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Deni & Hapsari, 2020) yang berjudul Efek Triage Emergency Severity Index (ESI) Terhadap Length Of Stay Di Instalasi Gawat Darurat RSU Islam Harapan Anda Kota Tegal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur Triage Emergency Severity Index (ESI) Efek pada Durasi Menginap di Departemen Darurat". Penelitian ini adalah penelitian Quasi Eksperimen Desain menggunakan Post Test Only Non-equivalent Control Group Design, teknik purposive sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 110 responden yang dibagi ke dalam kelompok perlakuan menggunakan triage Emergency Severity Index (ESI) sebanyak 55 responden dan kelompok kontrol menggunakan responden Triage klasik 55. Hasil analisis Uji Mann Whitney, nilai p 0,000 <0,05. Kesimpulan Ada pengaruh penerapan Triage Emergency Severity Index (ESI) terhadap Lama tinggal di ED. Triage Emergency Severity Index sebagai alat untuk menyortir pasien ini lebih efektif digunakan.

Referensi

Dokumen terkait

1) Pekerjaan, berkaitan dengan ancaman fisik pekerjaan, kondisi tidak sehat terdapat dalam pekerjaan, misalnya pekerjaan yang memiliki resiko terhadap keselamatan

pasien termasuk kemampuan petugas untuk cepat tanggap dalam menyelesaikan keluhan dan tindakan cepat pada saat dibutuhkan. Dimensi Responsiveness juga terkait mutu

Unit Perawatan Intensif adalah ruang perawatan terpisah yang berada dalam rumah sakit, dikelola khusus untuk perawatan pasien dengan kegawatan yang mengancam nyawa akibat

(Independensi adalah kebebasan dari kondisi yang mengancam kemampuan kegiatan audit internal atau eksekutif kepala audit untuk melaksanakan tanggung jawab audit

Pada kenyataannya tumor tulang jinak lebih sering dibanding dengan yang ganas, tumor tulang jinak tidak bermetastasis, tidak menghancurkan jaringan tulang dan jarang mengancam nyawa

Risiko pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan dari kondisi pasar, termasuk risiko perubahan

Anestesi injeksi yang baik memiliki sifat-sifat tidak mengiritasi jaringan, tidak menimbulkan rasa nyeri pada saat diinjeksi, asorbsinya cepat, waktu induksi,

Ibu hamil dengan kondisi kesehatan dalam keadaan baik dan tidak memiliki faktor-faktor risiko berdasarkan klasifikasi risiko sedang dan risiko tinggi, baik dirinya maupun