• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. Bab III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "5. Bab III"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH

DAN KERANGKA PENDANAAN

3.1. Tantangan dan Prospek Perekonomian Daerah 3.1.1 Ekonomi Global

Proyeksi ekonomi Jawa Barat tahun 2010 – 2011 tidak terlepas dari perkembangan

ekonomi tahun-tahun sebelumnya dan pengaruh perkembangan lingkungan eksternal (baik

nasional maupun internasional). Setelah resesi global sejak pertengahan tahun 2008,

tanda-tanda pemulihan ekonomi dunia sudah mulai terlihat sejak akhir 2009. IMF telah melakukan

revisi terhadap prospek ekonomi global pada tahun 2009 dari kontraksi sebesar 1,4%

menjadi kontraksi 1,1%. Pada tahun 2010 proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia akan

tumbuh yang awalnya diprediksi sebesar 2,5% menjadi 3,1%. Proyeksi Bank Dunia cenderung

kurang optimis dengan memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global hanya akan mencapai

2% pada tahun 2010 dan 3,2% pada tahun 2011. Namun survey yang dilakukan kepada

sebagian besar ekonom dunia menilai bahwa tahun 2010 ekonomi global akan tumbuh 3,1%

dan tahun 2011 mendatang akan tumbuh sebesar 3,3%.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi global terebut didasarkan atas beberapa asumsi yang

melatarbelakangi. Rendahnya proyeksi dari IMF dan Bank Dunia karena melihat bahwa

meskipun pemulihan ekonomi telah terjadi di negera-negara yang terkena krisis global,

namun pada pertengahan tahun 2010 Bank Dunia mengingatkan kemungkinan lenyapnya

momentum pemulihan sebagai imbas dari penarikan program stimulus fiskal dan masih

tingginya angka pengangguran di negara-negara tersebut. Stimulus fiskal dan moneter yang

telah digelontorkan oleh pemerintah dan bank-bank sentral dunia telah memperkokoh

keyakinan pasar sehingga bursa saham mengalami peningkatan sebesar 78%. Meskipun

demikian ekspansi ekonomi yang sedang terjadi di dunia ini diperkirakan tidak mampu

menciptakan lapangan kerja yang cukup untuk mengangkat 64 juta jiwa dari kemiskinan

ekstrim.

IMF memprediksikan bahwa pemulihan resesi di negara-negara tersebut cenderung

akan melambat karena sistem keuangan di negara-negara tersebut masih buruk, serta

dukungan kebijakan publik yang secara bertahap berkurang, dan rumah tangga di

negara-negara yang mengalami ledakan harga aset akan kembali menabung. Namun demikian

diantara negara-negara yang mengalami pemulihan, Amerika Serikat dan Jepang

(2)

pada pasar tenaga kerja dan perumahan, produksi industri dan keyakinan konsumen dan

bisnis. Sama halnya dengan Bank Dunia, IMF pun memberi peringatan adanya ketidakpastian

yang ekstrim dalam sistem keuangan.

Secara umum pemulihan ekonomi global saat ini disebabkan oleh berhasilnya

intervensi pemerintah di berbagai negara yang telah mendorong sisi permintaan dan

mengurangi ketidakpastian dan terjadinya resiko sistemik pada pasar keuangan. Namun

berbagai peringatan telah dikemukakan oleh para ekonom dunia, IMF dan Bank Dunia,

bahwa pemulihan tersebut memiliki beberapa tantangan yang harus dihadapi dan

diantisipasi dalam lima tahun ke depan, yaitu : (1) utang negara maju yang meningkat

sejalan dengan upaya peningkatan stimulus fiskal; (2) tingkat pengangguran yang tinggi di

negara-negara maju; (3) ketidakpastian harga minyak di pasar dunia.

Harga minyak mentah dunia saat ini sempat menembus level US$ 80 – 85 per barrel.

Dan pada tahun 2010 – 2011 diperkirakan akan tembus pada level US$ 100 per barrel.

Kondisi ini akan mungkin terjadi mengingat banyaknya negara-negara yang diperkirakan akan

mulai pulih kondisi perekonomiannya sehingga meningkatkan permintaan minyak mentah

dunia. Untuk mengatasi lonjakan permintaan minyak dunia tersebut, saat ini OPEC telah

menambah persediaan minyak sampai 6 juta barrel. Prediksi OPEC dan beberapa pengamat

mengatakan bahwa sulit untuk tembus angka US$ 100, karena saat ini kenaikan permintaan

berkisar 1,2 juta barrel. Namun jika tiba-tiba peningkatan diatas 6 juta barrel maka kenaikan

harga minyak secara sporadis tidak dapat dielakkan. Harga komoditas berpotensi akan naik.

Diperkirakan akan terjadi pergeseran kekuatan ekonomi global dari Barat ke Timur,

perekonomian Amerika Serikat dan negara industri maju lainnya masih tetap menjadi

penggerak perekonomian dunia dan pasar komoditi ekspor negara berkembang.

Perekonomian Asia diperkirakan tetap menjadi kawasan dinamis dengan motor penggerak

perekonomian China, India dan negara-negara industri di Asia lainnya dan kawasan yang

menarik bagi penanaman modal.

Pemulihan ekonomi di Asia yang membaik pada akhir tahun 2009 serta pemulihan

ekonomi dunia pada tahun 2010, maka harus segera diantisipasi oleh ketahanan ekonomi

nasional yang tetap terjaga dalam menghadapi krisis keuangan dan penurunan ekonomi

global; ekspektasi yang baik terhadap kelanjutan pemerintahan serta perkiraan lingkungan

eksternal pada tahun 2010 – 2011.

3.1.2 Ekonomi Nasional

Bank Indonesia dalam buku Outlook Ekonomi Indonesia 2009-2014 memperkirakan

kondisi perekonomian nasional akan membaik pada tahun 2010, berdasarkann asumsi

(3)

ekspor dan peningkatan penyerapan tenaga kerja), meningkatnya investasi sebagai akibat

meningkatnya aliran Foreign Direct Invesment (FDI) (membaiknya iklim investasi domestik

dan global), dukungan pengeluaran pemerintah, nilai tukar cenderung stabil, tekanan inflasi

menurun. Potensi tekanan inflasi tahun ini diperkirakan akan berkurang sejalan dengan tren

penurunan harga komoditas dunia. Tekanan dari sisi harga minyak diperkirakan akan mulai

muncul pada tahun 2010 seiring dengan perkiraan membaiknya perekonomian dunia,

sehingga besarnya inflasi pada tahun 2010 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan tahun

2009.

Dengan demikian, permintaan domestik diperkirakan akan tetap menjadi kekuatan

utama pertumbuhan ekonomi dan kinerja ekspor akan kembali mengalami penguatan sejalan

dengan mulai bangkitnya perekonomian global pada tahun 2010. Penguatan sisi permintaan

domestik ini mampu diimbangi dengan meningkatnya daya dukung kapasitas perekonomian,

sehingga mampu menjaga kecukupan di sisi produksi.

Mengimbangi kondisi perekonomian global maka Indonesia pun telah

memprediksikan bahwa pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 akan sebesar 5,5 – 5,6%,

dan menjadi 6,0 – 6,3% pada tahun 2011 (Tabel 3.1). Asumsi pertumbuhan ekonomi tersebut

diikuti oleh asumsi pertumbuhan konsumsi masyarakat, konsumsi pemerintah, investasi,

ekspor dan impor barang dan jasa. Angka perkiraan pertumbuhan ekonomi nasional tersebut

telah memperhitungkan dampak diberlakukannya ACFTA. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada tabel berikut ini.

Tabel 3.1

Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Nasional 2010 – 2011 (dalam%)

2010 2011

Pertumbuhan Ekonomi 5,5 – 5,6 6,0 – 6,3

Sisi Pengeluaran

Konsumsi Masyarakat 5,2 – 5,2 5,2 – 5,3

Konsumsi Pemerintah 10,8 – 10,9 10,9 – 11,2

Investasi 7,2 – 7,3 7,9 – 10,9

Ekspor Barang dan Jasa 6,4 – 6,5 9,7 – 10,6

Impor Barang dan Jasa 9,2 – 9,3 12,7 – 15,2

Sisi Produksi

Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

3,3 – 3,5 3,4 – 3,5

Pertambangan dan Penggalian 2,0 – 2,1 2,1 – 2,3

Industri Pengolahan 4,2 – 4,3 5,0 – 5,4

Industri Bukan Migas 4,8 – 4,9 5,6 – 6,1

(4)

2010 2011

Konstruksi 7,1 – 7,2 8,4 – 8,5

Perdagangan, Hotel dan Restoran 4,0 – 4,1 4,2 – 4,8 Pengangkutan dan Telekomunikasi 14,3 – 14,8 14,5 – 15,2 Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 6,5 – 6,6 6,6 – 6,7

Jasa-jasa 6,7 – 6,9 6,9 – 7,0

Sumber : RPJMN Tahun 2010 – 2014

Konsumsi masyarakat terus didorong dengan meningkatkan daya beli masyarakat

melalui upaya mengendalikan inflasi dan menjaga ketersediaan bahan pokok. Upaya untuk

mendorong investasi dilakukan dengan peningkatan harmonisasi kebijakan dan

penyederhanaan prosedur perijinan investasi; dan peningkatan fasilitas investasi. Ekspor

terus dipacu pertumbuhannya dengan berbagai kebijakan, antara lain peningkatan akses

pasar internasional terutama pasar non tradisional; peningkatan dan diversitifkasi produk

ekspor dan peningkatan fasilitas ekspor. Hal ini terutama untuk mengatasi permasalahan

yang timbul akibat diberlakukannya ACFTA.

Sementara di sisi produksi, upaya mendorong pertumbuhan industri pengolahan non

migas akan didorong kembali sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi nasional. Upaya

yang dilakukan adalah dengan kebijakan penumbuhan populasi usaha industri, penguatan

struktur industri dan peningkatan produktivitas usaha industri. Sementara sektor lain seperti

pertanian, perikanan dan kehutanan di upayakan dengan kebijakan mewujudkan

kemandirian pangan, peningkatan daya saing produk pertanian serta peningkatan

pendapatan petani.

Pada tahun 2009, menurut World Competitiveness Yearbook, posisi daya saing

Indonesia berada pada rangking 42, naik dari posisi 51 pada tahun 2008. Namun kenaikan

daya saing tersebut bukan karena pembenahan mendasar di dalam negeri tetapi karena

banyaknya negara-negara lain yang terkapar akibat krisis global. Sehingga agar posisi

Indonesia tidak kembali turun setelah pemulihan krisis global, maka Indonesia perlu segera

melakukan pembenahan ekonominya.

Secara umum beberapa kondisi yang perlu diwaspadai oleh Indonesia pada tahun

2010 dan 2011 adalah harga minyak dunia (yang diperkirakan akan menembus US$ 100 per

barrel) tingkat volatilitas rupiah terhadap dollar yang masih cukup tinggi, masih

didominasinya arus modal masuk yang bersifat jangka pendek dengan jumlah yang masih

jauh diatas cadangan devisa yang ada, kemudian masalah politik dan hukum yang dapat

(5)

Sementara untuk stabilisasi harga pangan, Menteri Keuangan menetapkan dalam

APBN 2010 akan menaikkan jatah raskin dari 13 kg menjadi 15 kg dengan harga yang tidak

berubah. Pemerintah juga akan mengubah subsidi pupuk, stabilisasi minyak goreng dan gula.

Upaya menstabilkan harga-harga menjadi prioritas utama pemerintah, mengingat tekanan

harga komoditas di pasar internasional dan tekanan terhadap masyarakat yang cukup tinggi.

Prioritas lain adalah pembenahan infrastruktur jalan tol di 21 ruas serta revitalisasi pabrik

gula yang merupakan program prioritas departemen industri. Kebijakan-kebijakan yang

diprioritaskan ditujukan untuk menjawab tantangan dinamika dalam perekonomian

Indonesia.

3.1.3 Ekonomi Jawa Barat

Berdasarkan perkembangan internal dan dinamika ekonomi global yang terjadi pada

beberapa tahun terakhir ini, perkembangan ekonomi Jawa Barat tetap dihadapkan pada

berbagai tantangan yang memerlukan respon secara komprehensif melalui aksi nyata, yang

mencakup : Pertama, meningkatkan pertumbuhan ekonomi disertai dengan keseimbangan yang lebih baik dari sumber pertumbuhan dengan investasi dan ekspor non-minyak dan gas.

Ketimpangan ekonomi ditunjukkan oleh adanya kabupaten/kota dimana laju pertumbuhan

ekonominya lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan ekonomi setiap kabupaten/kota di

Jawa Barat. Kabupaten/kota yang secara rata-rata undergrowth tersebut adalah kabupaten

yang bercirikan pertanian, sebaliknya kabupaten/kota dengan pertumbuhan ekonomi sama

dan di atas rata-rata adalah yang bercirikan industri dan jasa. Dengan demikian, kegiatan

ekonomi daerah harus ditata hingga diantara lapangan usaha yang berkembang saling

memenuhi yang optimal agar tidak menambah beban masalah terhadap kondisi makro

ekonomi yang pada akhirnya akan memperburuk neraca perdagangan Provinsi Jawa Barat.

Keterhubungan ekonomi antara lingkungan perkotaan dan perdesaan mendapatkan

perhatian kebijakan dalam kerangka saling memperkuat potensi ekonomi.

Kedua, penyediaan lapangan kerja untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Keadaan lapangan pekerjaan akan menentukan proses pemulihan perekonomian Jawa Barat

yang pada akhirnya dapat menekan kemiskinan dan mengurangi pengangguran. Masyarakat

yang tidak memiliki pekerjaan tidak dapat menikmati pemulihan ekonomi, karena mereka

tidak memiliki pendapatan untuk dibelanjakan. Karena itu, lapangan kerja bukan hanya

merupakan mesin penggerak pembaruan ekonomi, tetapi juga sebuah hasil dari proses

pemulihan ekonomi. Begitu pentingnya masalah kemiskinan dan pengangguran, sehingga

(6)

1 juta tenaga kerja baru pada tahun 2014, melalui berbagai perluasan peluang kerja multi

sektor baik formal maupun non formal.

Tingkat pengangguran masih cukup tinggi di kabupaten dan kota yang mencerminkan

bahwa kegiatan ekonomi yang berkembang di setiap kabupaten/kota kemampuannya belum

optimal dalam mendayagunakan angkatan kerja lokal, atau sebaliknya angkatan kerja lokal

tersebut memiliki kemampuan yang lemah untuk mengakses peluang kerja yang tersedia.

Dengan demikian, permasalahan mendasar terkait dengan lapangan kerja adalah relatif

masih rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan sebagian masyarakat Jawa Barat. Di

pihak lain, perkembangan lapangan usaha baru, baik yang digerakan oleh investasi maupuan

kebijakan pembangunan, pada gilirannya menuntut kualitas SDM yang memadai. Bila kualitas

SDM tidak sesuai dengan kebutuhan dunia usaha, hasilnya adalah pengangguran yang akan

menjadi salah satu sumber timbulnya kemiskinan.

Ketiga, menciptakan iklim investasi yang kondusif mengingat investasi merupakan salah satu penggerak kegiatan ekonomi daerah. Berdirinya perusahaan-perusahaan baru

melalui investasi domestik maupun asing sangat berpotensi untuk mendayagunakan

angkatan kerja lokal dan meningkatkan intensitas kegiatan ekonomi dengan lapangan usaha

lainnya, ditempuh melalui berbagai aktivitas promosi investasi dan perbaikan-perbaikan

layanan dengan orientasi biaya murah dan cepat dalam menopang investasi.

Keempat, meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur. Pembangunan infrastruktur mutlak diperlukan terutama dalam upaya meningkatkan perekonomian suatu

wilayah. Dengan adanya infrastruktur dapat mempermudah aktivitas ekonomi masyarakat

dan juga meningkatkan produktivitas serta output/pendapatan. Infrastruktur ekonomi

merupakan aset fisik yang menyediakan jasa dan menunjang proses produksi dan distribusi

meliputi public utilities (telekomunikasi, air minum, sanitasi dan gas), public works (jalan,

bendungan dan saluran irigasi dan drainase) serta sektor transportasi (jalan kereta api,

angkutan pelabuhan dan lapangan terbang). Infrastruktur sangat dibutuhkan karena

mendukung tercapainya pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi yang

berkelanjutan, karena infrastruktur tersebut dapat menyokong banyak aspek ekonomi dan

kegiatan sosial. Infrastruktur diperlukan pula untuk mengurangi kesenjangan pembangunan

antara wilayah secara bertahap dan mengurangi keberadaan wilayah-wilayah yang terisolasi.

Kelima, meningkatkan daya saing ekspor. Jawa Barat sebagai provinsi pengekspor tekstil yang besar secara nasional, dengan diberlakukannya ACFTA maka tekstil di Jawa Barat

terancam banyak yang bangkrut dan tentunya diikuti oleh ancaman meningkatnya angka

(7)

Atase Perekonomian China (mewakili Pusat Perdagangan Luar Negeri China) melakukan

pertemuan bisnis dengan Kamar Dagang dan Industri Jabar. Dalam diskusi tersebut di

paparkan oleh Gubernur Jawa Barat bahwa persoalan manufaktur (khususnya tekstil) di Jawa

Barat adalah yang paling terkena imbasnya dengan diberlakukannya pasar bebas. China

merencanakan akan membuka pabrik tekstil di Jawa Barat sebagai bentuk investasi China di

bidang manufaktur di Indonesia. Untuk itu diperlukan kesiapan untuk meningkatkan transfer

modal, transfer teknologi, transfer manajemen, perluasan jaringan pasar dalam menghadapi

intervensi China di Jawa Barat.

Merespon keinginan China dalam pembentukan dan diberlakukannya kerjasama

ekonomi regional seperti ASEAN Free Trade Area(AFTA) dan ASEAN-China Free Trade Area

(ACFTA) serta yang lebih luas lagi Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), menuntut

peningkatan daya saing produk Jawa Barat yang harus dicapai melalui peningkatan

produktivitas dan efisiensi usaha, perbaikan kualitas dan standarisasi produk.

Sejalan dengan semakin ketatnya persaingan untuk memperoleh pangsa pasar, para

pelaku usaha mengembangkan strategi pengelolaan rantai pasokan (Supply Chain

Management/SCM) yang mengintegrasikan para pelaku dari semua segmen rantai pasok

secara vertikal ke dalam usaha bersama berlandaskan kesepakatan dan standarisasi proses

dan produk yang bersifat spesifik untuk setiap rantai pasok. Kemampuan suatu rantai

pasokan itu dalam menyikapi permintaan konsumen menyangkut mutu, harga, dan

pelayanan. Kunci daya saing produk antar rantai pasok adalah efisiensi pada setiap segmen

rantai pasokan dan keterkaitan fungsional antar segmen dalam memelihara konsistensi

setiap pelaku dalam memenuhi kesepakatan dan standar yang digunakan. Untuk

menciptakan hal tersebut diperlukan selain integrasi vertikal antar segmen rantai pasok juga

integrasi horizontal antar pelaku dalam satu segmen, dan di antara para usaha intermediasi

(seperti distributor, pedagang pengumpul) di dalam satu rantai pasokan yang sama. Peran

serta yang bersifat sinergis ini perlu ditopang oleh KADIN dan asosiasi-asosiasinya dalam

mekanisme kerja yang saling menopang dalam menciptakan dinamika ekonomi Jawa Barat ke

depan.

Keenam, meningkatkan partisipasi masyarakat/swasta. Tidak hanya pemerintah daerah, tetapi juga perusahaan swasta, organisasi-organisasi masyarakat, dan warga lokal

serta perguruan tinggi yang harus didorong untuk berpartisipasi secara positif dalam

pembangunan daerah berdasarkan saling kerjasama yang memungkinkan setiap entitas

untuk menampilkan kemampuannya dalam spirit kompetitif dan unggul yang mampu tampil

(8)

Kondisi saat ini menghendaki pergeseran peranan masyarakat yang lebih besar

daripada pemerintah. Dengan demikian, reformasi total menuntut perlunya segera

melaksanakan rekonstruksi kelembagaan pemerintahan publik berdasarkan prinsip good

governance yang ditopang oleh spirit good corporate governance dengan tiga karakteristik

utama, yaitu: kredibilitas, akuntabilitas, dan transparansi. Demokratisasi kebijakan

pembangunan dan pencegahan KKN melalui good governance sangat bermanfaat untuk

meminimalkan biaya ekonomi tinggi (high-cost economy) dan distorsi pasar (monopoli dan

monopsoni) akibat kesalahan kebijakan, dengan demikian, perekonomian akan lebih efisien

dan pertumbuhan kegiatan bisnis berdasarkan pada keunggulan kompetitif riilnya, bukan

karena proteksi atau dukungan pemerintah dan kemampuan untuk mengkondisikan

manajemen usaha dalamgood corporate governancepada setiap unit usaha di Jawa Barat.

Ketujuh, membangun fondasi yang lebih kuat untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pembangunan regional, baik perkotaan maupun pedesaan, tidak lagi dapat

didasarkan pada pembangunan ekonomi semata, akan tetapi harus didasarkan pada

pembangunan yang berkelanjutan dengan memenuhi kriteria ekonomis, bermanfaat secara

sosial, didukung oleh kelembagaan yang memadai, dan menjaga kelestarian lingkungan

hidup. Dengan demikian, proses yang ditempuh adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi

yang diikuti oleh distribusi pendapatan yang lebih merata dan menurunnya kemiskinan,

peningkatan kualitas SDM, kualitas kelembagaan dan lingkungan, menempatkan posisi

perkotaan sebagai pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan yang mampu menggerakkan

dinamika perekonomian desa yang lebih meningkat secara fungsional.

Dalam upaya mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan tersebut,

maka salah satu arah kebijakan pembangunan daerah ditujukan untuk mewujudkan luasan

kawasan lindung sebesar 45% dari luas total wilayah Jawa Barat (3.647.392 ha) yang tersebar

di seluruh kabupaten dan kota. Keberadaan kawasan lindung tersebut tercakup dalam

Rencana Tata Ruang (RTR) wilayah Jawa Barat yang harus menjadi acuan dan pedoman

dalam pemanfaatan ruang bagi seluruh pemangku kepentingan mengingat keberhasilan dari

suatu RTR akan dapat terlaksana apabila didukung oleh seluruh pihak, tidak saja pemerintah

tetapi juga masyarakat. Dan pengembangan kawasan-kawasan budidaya secara fisik tata

ruang ditekankan untuk memahami persyaratan-persyaratan ekosistem lingkungan budidaya.

Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang kuat juga perlu didukung kelembagaan yang

memadai, terutama yang terkait dengan: (1) Konsistensi antara regulasi dengan

implementasinya di lapangan; (2) Peraturan Daerah (Perda) yang mendukung pembangunan

ekonomi; (3) Pelayanan publik yang maksimal; (4) Koordinasi dan sinergitas seluruh pihak

(9)

yang menunjukan keeratan emosional, kepedulian, berbagi, saling mengingatkan, saling

membantu, saling memperkuat. Filosofis tersebut merupakan kekuatan modal sosial yang

akan mampu memecahkan permasalahan dan mendorong produktivitas, dengan tidak

mengenyampingkan adanya realitas keterbukaan pasar yang semakin meningkat; globalisasi

ekonomi dan semangat liberalisasi yang harus diterima dalam kehidupan ekonomi

sehari-hari.

Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting dari

perekonomian Jawa Barat. Sebagai gambaran, meskipun kontribusi UKM saat ini sangat kecil,

yaitu hanya 30-35% terhadap perekonomian nasional dan dalam ekspor nonmigas hanya

15%, namun UKM memberi kontribusi sekitar 99% dalam jumlah badan usaha di Indonesia

serta mempunyai andil 99,6% dalam penyerapan tenaga kerja. Dengan demikian,

pemerintah daerah akan terus mengoptimalkan perkembangan sektor UKM untuk memacu

pertumbuhan ekonomi dan dalam pendekatannya harus sangat mempertimbangkan aspek

sosial kultural ekonomi yang berkembang dalam sistem sosial di perkotaan dan di perdesaan.

Pada saat bersamaan, dinamika ekonomi nasional dan global pun memberikan

peluang yang cukup menjanjikan di tahun 2011 khususnya untuk Jawa Barat. Inflasi

diproyeksikan tetap seperti tahun 2010, yaitu sebesar 4,0-6,0% (Tabel 3.2 dan Gambar 3.1).

Sedangkan pertumbuhan ekonomi diproyeksikan akan meningkat di tahun 2010 dan 2011,

masing-masing dengan pertumbuhan ekonomi diperkirakan sekitar 4,1-5,1% dan 5,2-6,6%,

sejalan dengan pemulihan ekonomi dunia dan nasional pasca krisis global yang terjadi

sepanjang tahun 2008 hingga 2009. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2011 tersebut

didukung, antara lain: adanya investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto/PMTB) yang

diperkirakan mencapai sekitar Rp.131,578 trilyun, meningkatnya kapasitas ekonomi Jabar

dan penyerapan tenaga kerja, serta pemanfaatan liberalisasi perdagangan di Asia secara

(10)

Tabel. 3.2.

Proyeksi Makro Ekonomi Jawa Barat 2010-2011

No Proyeksi Indonesia Jawa Barat

2010 2011 2010 2011

1. PDRB harga konstan (trilyun rupiah)

3. Investasi (PMTB) harga berlaku (trilyun rupiah)

 Laju Pertumbuhan 7,2-7,3 7,9 – 10,9

118.788 11.85

131.578 10.77 4. Penyerapan Tenaga Kerja

 TKT Pengangguran

 Laju Penyerapan TK

7,6 7,3-7,4

17.065.691

1,6

17.606.782

3,07

Catatan: *Versi RPJMN AVersi Bank Indonesia**Target RKPD 2010

Nilai PDRB Jawa Barat atas dasar harga berlaku pada tahun 2007 – 2008, masih

didominasi oleh sektor sekunder, tersier dan yang terakhir primer (Tabel 3.3). Total Nilai

Tambah Bruto (NTB) dari sektor sekunder pada tahun 2008 mencapai Rp. 306,91 trilyun atau

meningkat 14,54% dibandingkan tahun sebelumnya. Sektor tersier mengalami peningkatan

sebesar 16,67% yaitu dari Rp. 182,75 trilyun di tahun 2007 menjadi Rp. 213,21 trilyun pada

tahun 2008 sedangkan kelompok primer meningkat sebesar 8,43% atau dari Rp. 75,90 trilyun

pada tahun 2007 menjadi Rp. 82,30 trilyun. Kontribusi sektor sekunder mengalami kenaikan

yaitu pada tahun 2007 sebesar 50,88% dan tahun 2008 sebesar 50,95%, begitu pula untuk

sektor tersier mengalami kenaikan dari 34,70% pada tahun 2007 menjadi 35,39% pada tahun

2008. Sedangkan untuk sektor primer mengalami penurunan dari 14,41% tahun 2007

menjadi 13,66% pada tahun 2008.

Ada Kecenderungan pada tahun 2011, revitalisasi peningkatan potensi ekonomi akan

tetap berlangsung pada sektor industri pengolahan, property dan real estate, berbagai

layanan jasa dan secara perlahan pertumbuhan pada beberapa lingkungan usaha pertanian

(11)

Tabel 3.3.

Nilai Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat atas Dasar Harga Berlaku dan Peranan NTB setiap Sektor dalam Perekonomian Jawa Barat

Tahun 2007 – 2009

NO LAPANGAN USAHA 2007 2008 2009*

Trilyun % Trilyun % Trilyun %

I Primer 75.9 14.41 82.3 13.66 91,74 13,97

Pertanian 62.89 11.94 67.85 11.26 77,87 11,86 Pertambangan 13.01 2.47 14.45 2.40 13,87 2,11

II Sekunder 267.95 50.88 306.91 50.95 318,37 48,51

Industri 236.63 44.93 270.55 44.91 277,00 42,21 Listrik, gas dan air 15.41 2.93 16.91 2.81 20,14 3,07

Bangunan 15.91 3.02 19.44 3.23 21,23 3,23

III Tersier 182.75 34.70 213.21 35.39 246,21 37,50

Perdagangan 100.69 19.12 115.14 19.11 132,54 20,19

Pengangkutan 30.79 5.85 36.4 6.04 42,01 6,40

Lembaga keuangan 15.25 2.90 17.23 2.86 18,80 2,86

Jasa-jasa 36.03 6.84 44.44 7.38 52,86 8,05

PDRB 526.61 100.00 602.42 100,00 656,32 100,00

*) Diperoleh dari penjumlahan angka PDRB setiap triwulanan tahun 2009 (berita resmi BPS Jawa Barat)

Jawa Barat sebagai bagian dari perekonomian nasional dan bahkan global maka akan

sangat dipengaruhi oleh kondisi nasional dan global. Namun ada beberapa catatan khusus

bagi Jawa Barat sebagai provinsi pengekspor tekstil terbesar secara nasional. Dengan

diberlakukannya ACFTA maka tekstil di Jawa Barat terancam banyak yang bangkrut, dan

tentunya diikuti oleh ancaman meningkatnya angka pengangguran (diperkirakan mencapai

40.000 buruh).

Namun pada tanggal 14 Januari 2010 Atase Perekonomian China (mewakili Pusat

Perdagangan Luar Negeri China) melakukan pertemuan bisnis dengan Kamar Dagang dan

Industri Jabar. China merencanakan akan membuka pabrik tekstil di Jawa Barat sebagai

bentuk investasi China di bidang manufaktur di Indonesia, dengan memperhatikan pula

kerjasama dengan para industrialis tekstil di Jawa Barat untuk kesinambungan usaha ke

depan dan perkuatan kembali industri tekstil Jawa Barat.

Merespon keinginan China maka pemerintah Jawa Barat harus segera mengeluarkan

regulasi perizinan yang probisnis (perizinan kondusif) dan membenahi permasalahan yang

menghambat daya saing produk. Belajar dari China sebaiknya pemerintah segera mendorong

dan meningkatkan semangat dan etos kerja masyarakatnya. Pengembangan industri tekstil

ke depan perlu ditopang pula oleh semangat alih teknologi, alih pengetahuan, alih

(12)

Kapasitas perekonomian domestik Jawa Barat tampaknya lebih tinggi dari nasional

karena keunggulan daerah dari dominasi sektor industri pengolahan yang didukung oleh

industri kreatif yang melekat pada pencapaianvalue added yang lebih tinggi pada tiap-tiap

sub sektor, terutama sub sektor tekstil, pakaian dan alas kaki, sub sektor industri makanan,

sub sektor industri pengolahan lainnya yakni kerajinan tangan, dan juga pada produk jasa

berbasis teknologi informasi dan seni. Program restrukturisasi mesin Tekstil dan Produk

Tekstil (TPT) yang telah berjalan sejak tahun 2007, diharapkan dapat meningkatkan

kemampuan sub sektor ini merespon permintaan ekspor. Selain itu potensi agribisnis

terutama dari sub sektor tanaman pangan dan perikanan yang memasok kebutuhan pasar

ibukota negara, memiliki kapasitas untuk terus ditingkatkan. Pertumbuhan sektor PHR pun

akan memperkuat pencapaian kondisi ekonomi yang lebih baik untuk tahun 2010. Pada

tahun 2008 Pemerintah Provinsi telah mencanangkan program “West Java Tourism Board

2008”, sehingga diperkirakan kunjungan wisatawan asing dan domestik akan meningkat.

Perkuatan bidang akomodasi wisata di berbagai obyek kunjungan wisata akan ditopang oleh

dukungan standarisasi pelayanan di bidang kepariwisataan sesuai dengan perkembangan

teknologi.

Keunggulan lain adalah keunggulan lokasi yang menarik sebagai daerah tujuan

investasi, maka PMA di Jawa Barat pun berpotensi meningkat. Perkiraan yang optimis, aliran

PMA global meningkat dengan cepat pada akhir tahun 2009 yang didorong oleh berakhirnya

resesi di semester II-2009, sehingga kawasan industri terutama di wilayah Bogor, Bekasi,

Karawang, Bandung, Cimahi akan kembali menerima aliran PMA tersebut. Terlebih jika

kawasan industri di daerah-daerah tersebut akhirnya terpilih sebagai Kawasan Ekonomi

Khusus (KEK) maka diprediksi aliran PMA akan lebih besar lagi dibandingkan dengan tahun

2009 sekarang. Diperkuat dengan semakin luasnya implementasi program Pelayanan

Terpadu Satu Pintu baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Diproyeksikan ke depan

adanya strategi pendekatan revitalisasi kembali kawasan-kawasan industri Jawa Barat sejalan

dengan perubahan-perubahan global ke depan.

3.2. Arah Kebijakan Perekonomian Daerah

Gambaran perkembangan laju pertumbuhan ekonomi dan inflasi dari tahun 2007

sampai dengan tahun 2009 serta proyeksi laju pertumbuhan ekonomi dan inflasi tahun 2010

(13)

Perkemban

Gejolak ekonomi g

cukup besar terhadap pere

perekonomian Jawa Barat,

sektor ekonomi, maka kine

1. Kelompok pertama ada

LPE Jawa Barat, terdiri da

2. Kelompok Kedua adala

masih di bawah rata

sektor listrik, gas dan

pertimbangan dan peng

3. Kelompok ketiga adalah

pengangkutan dan kom

Gambar 3.1

kembangan Dan Proyeksi Ekonomi Jawa Barat Tah

onomi global yang terjadi pada tahun 2008 me

dap perekonomian Jawa Barat. Keadaan tersebut be

a Barat, dimana pada tahun 2008 perekonomian

itif sebesar 5,84% namun jika dibandingkan deng

batan dimana pada tahun 2007 mengalami pertum

ebut didukung oleh pertumbuhan positif semua

utan dan komunikasi yang tumbuh negatif sebe

nomi Jawa Barat digunakan sebagai dasar dalam

aka kinerja per sektoral dapat dikelompokkan menj

tama adalah sektor yang berhasil mencapai pertum

t, terdiri dari sektor industri pengolahan dan sektor

dua adalah sektor yang berhasil mencapai pertum

h rata-rata, terdiri dari sektor keuangan, persewa

as dan air bersih (LGA), sektor perdagangan, ho

dan penggalian, sektor pertanian dan sektor jasa.

a adalah sektor yang mengalami pertumbuhan ne

dan komunikasi

Barat Tahun 2011

008 memberikan dampak yang

rsebut berimplikasi pada kinerja

onomian Jawa Barat mengalami

kan dengan tahun sebelumnya

mi pertumbuhan sebesar 6,4 1%.

semua sektor ekonomi kecuali

gatif sebesar -0,30%. Bila laju

r dalam evaluasi kinerja sekto

r-menjadi 3 kelompok, yaitu :

pai pertumbuhan di atas rata -rata

n sektor bangunan.

i pertumbuhan p ositif walaupun

persewaan dan jasa perusahaan,

gan, hotel dan restoran, sektor

tor jasa.

(14)

Sejalan dengan membaiknya perekonomian global berdampak pula pada pemulihan

perekonomian Jawa Barat dengan karakteristik pada sisi produksi didominasi oleh industri

pengolahan dengan kontribusi terhadap PDRB sekitar 43%, perdagangan, hotel dan restoran

20%, dan pertanian 13% (Tabel 3.4). Sedangkan dari sisi penggunaan didominasi oleh

konsumsi sebesar 65% dan investasi 18%. Disamping itu Jawa Barat tidak dapat mengabaikan

dampak yang akan muncul dari pemberlakuan ACFTA di awal tahun 2010. Berdasarkan data

historis dari tahun 2000 sampai tahun 2009 serta memperhatikan berbagai fenomena global

maupun nasional, perekonomian Jawa Barat pada tahun 2010 akan naik pada kisaran 4,1

-5,1% dan pada tahun 2011 akan meningkat sebesar 5 – 6%.

Membaiknya perekonomian global akan menyebabkan persaingan di pasar

internasional semakin ketat. Namun kondisi tersebut juga merupakan peluang yang harus

segera direspon oleh pemerintah pusat, daerah dan para pelaku usaha di Indonesia untuk

meningkatkan daya saingnya dan upaya-upaya untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif

bagi peningkatan kegiatan ekspor.

Dalam rangka menciptakan stabilitas ekonomi yang kokoh maka kebijakan inflation

targetting framework masih menjadi perhatian dengan melakukan koordinasi kebijakan

makro antara pemerintah, Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah. Penetapan APBN-P 2010

menetapkan laju inflasi akan mencapai 5% (dengan rentang 4,0 – 6,0%), dan pada tahun

2011 berada pada kisaran yang sama yaitu 4,0 – 6,0%. Nilai tukar Nominal (Rp/ US$) pada

tahun 2010 berada pada kisaran 9.750 – 10.250 dan pada tahun 2011 menjadi 9.250 – 9.750.

Kebijakan stabilitas ekonomi tahun 2010 dan 2011 juga dikawal ketat oleh

pemerintah, antara lain tingkat suku bunga SBI 3 bulan yang masih berkisar antara 6,0 – 7,5%

di kedua tahun tersebut. Pemantauan yang ketat pula pada perkembangan harga minyak

dunia. Meskipun sempat tembus pada angka US $ 80, namun pemerintah menyatakan tidak

ada kenaikan harga BBM tahun ini. Pemerintah akan terus berupaya menjaga stabilitas harga

untuk melindungi daya beli masyarakat dengan menaikkan anggaran subsidi APBN. Tahun

2010, total alokasi anggaran subsidi BBM, LPG dan bahan bakar nabati tahun 2010 mencapai

Rp. 96,8 triliun. Kenaikan subsidi tersebut sebagai dampak kenaikan harga minyak mentah

dunia yang diatas asumsi yang ditetapkan, yaitu US$ 65 per barrel.

Alokasi subsidi yang meningkat juga pada subsidi listrik sebagai dampak kenaikan

harga minyak dunia. Beban subsidi yang tinggi mendorong pemerintah berencana menaikkan

tarif dasar listrik, khususnya untuk kelompok pengguna menengah ke atas (diatas 900 watt)

(15)

pada bulan Maret 2010, namun mengingat dampak pemberlakuan ACFTA yang memukul

banyak sektor ekonomi, khususnya industri, maka untuk mengurangi dampak tersebut

rencana kenaikan akhirnya ditunda hingga akhir tahun 2010.

Upaya mengendalikan laju inflasi melalui penentuan tingkat suku bunga perbankan

yang relatif rendah, menahan sumber-sumber pemicu inflasi ternyata juga dipengaruhi oleh

tingkat risiko dunia usaha. Upaya-upaya tersebut diharapkan dapat mendorong kegiatan

ekonomi di sektor riil, baik kegiatan investasi maupun produksi. Berdasarkan kondisi dan

kebijakan pemerintah pusat serta berbagai upaya yang akan dilakukan Pemerintah Provinsi

Jawa Barat dalam rangka mengendalikan inflasi maka diproyeksikan inflasi pada tahun 2010

adalah sebesar 4 – 6%.

Selanjutnya peluang-peluang yang ditawarkan dalam kerangka integrasi Masyarakat

Ekonomi ASEAN mendapat perhatian untuk ditindaklanjuti dalam kerangka pengembangan

investasi maupun pengembangan perdagangan serta jasa-jasa.

Tabel 3.4.

Karakteristik Perekonomian Jawa Barat

Pendekatan Komponen Dominan Konsekuensi Implikasi Sektor Persen

Produksi Industri Pengolahan

43 LPE Jabar sangat dipengaruhi oleh

Pertanian 13 Sumber utama LPE Jabar adalah pasar (market size) dan daya beli

Trend pemulihan perekonomian global yang semakin menguat, baik untuk negara

maju maupun negara berkembang, serta kecenderungan meningkatnya volume perdagangan

dunia, diharapkan akan mendorong kembali permintaan ekspor Jawa Barat yang sempat

turun pada tahun 2009 disamping adanya perluasan pasar baru di dunia yang sedang

(16)

produk ekspor Jawa Barat akibat tantangan ACFTA juga akan mendorong kembali bangkitnya

sektor industri pengolahan di Jawa Barat.

Kekhawatiran dampak ACFTA sebaiknya tidak dianggap sebagai sebuah ancaman,

namun sebagai sebuah peluang bagi industri di Jawa Barat untuk lebih memperluas pasarnya

ke negara lain. Sehingga untuk menghadapi dunia usaha yang kompetitif, maka sinergitas

antara pelaku usaha, pemerintah daerah, pemerintah pusat, serta instansi terkait perlu terus

ditingkatkan. Permasalahan yang menghambat daya saing produk Jawa Barat harus segera

dibenahi seperti perbaikan infrastruktur (listrik, air, jalan raya, pelabuhan laut, dan udara),

penyederhanaan proses perizinan dan segera mendorong masyarakat dalam negeri untuk

menggunakan produk dalam negeri, disamping dilaksanakannya berbagai aktivitas promosi

produksi dan investasi di Jawa Barat.

Peluang besar di sektor industri juga tercermin dalam proyeksi laju pertumbuhan

sektor tersebut pada tahun 2010 pada kisaran 5,3% dan 6,34%, dan pada tahun 2011

diproyeksikan turun menjadi 5,8 – 6,8%. Proyeksi penurunan laju pertumbuhan sektor

industri di tahun 2011 mengimbangi isu adanya kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL), yang

semula akan diberlakukan 2010 namun diundur sampai akhir tahun. Kemudian pulihnya

perekonomian global disamping sebagai peluang untuk memperluas pasar namun disisi lain

juga memperketat persaingan di pasar internasional disamping potensi pasar Jawa Barat dan

pasar nasional yang menarik. Pulihnya perekonomian global juga diperkirakan akan

mendorong penguatan nilai mata uang Dollar Amerika Serikat, dan juga mendorong

permintaan negara-negara akan minyak mentah sehingga dikhawatirkan akan mendorong

kenaikan harga minyak mentah menembus angka US$100 per barrel.

Namun laju pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian pada tahun 2010 diperkirakan

tumbuh dalam kisaran 2,8 – 3,62% atau maksimalnya tidak mengalami pertumbuhan, setelah

tumbuh sangat tinggi yakni 13% pada tahun sebelumnya. Shock yang mendorong

peningkatan tajam di tahun 2009 berangsur-angsur bergerak menuju keseimbangannya,

sehingga wajar pada tahun 2010 melambat. Proses menuju keseimbangan terus berlanjut

sehingga hasil perhitungan trend pada tahun 2011 kembali tumbuh positif dalam kisaran

3,0 - 4,0%. Meskipun demikian terdapat fenomena yang harus direspon terkait dengan

perubahan iklim yang mendorong perubahan cuaca, dimana sektor pertanian sangat

dipengaruhi oleh cuaca dan kemungkinan adanya kenaikan harga pupuk akibat pengurangan

subsidi. Kondisi pemanasan global, luas lahan pertanian yang semakin sempit akibat semakin

maraknya alih fungsi lahan, dan fenomenaLa Nina(kekeringan yang panjang) akan menjadi

(17)

Sektor dominan lain dalam perekonomian Jawa Barat yang mengalami perlambatan,

juga sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dimana pada tahun 2010 diharapkan tumbuh

antara 4,8 – 6,17%, sementara tahun 2011 kenaikan diproyeksikan menjadi 6,0 – 6,6% selaras

dengan faktor-faktor penopang yang diperkirakan mengalami kenaikan.

Laju inflasi Jawa Barat yang sempat menurun drastis pada tahun 2009, tidak terlepas

dari faktor non fundamental, berupa hilangnya pengaruh penurunan harga BBM, kenaikan

harga emas di pasar Internasional, dan sebagainya. Sementara di sisi lain produksi

(khususnya pangan; padi, unggas dan ikan) mengalami kenaikan yang lebih tinggi

dibandingkan tahun sebelumnya, sehingga mampu menahan kenaikan laju inflasi. Sementara

dampak peningkatan permintaan relatif tidak signifikan.

Namun di tahun 2010 laju inflasi diperkirakan naik lagi dalam kisaran 6,0 – 7,0 atau

berada jauh diatas proyeksi laju inflasi nasional yaitu 4,0 – 6,0. Kenaikan tersebut

dipengaruhi oleh mundurnya musim tanam padi pada tahun 2009 yang berdampak pada

kenaikan harga padi di awal tahun 2010. Kemudian isu kenaikan TDL, tingginya harga minyak

dunia, tekanan eksternal, konflik hukum dan politik telah membuat nilai ekspektasi inflasi

masyarakat yang tinggi pula. Sedangkan pada tahun 2011 laju inflasi diperkirakan sedikit

lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu berada pada kisaran 4,0 – 6,0%.

Kenaikan laju inflasi pada tahun 2010 dan 2011 juga tidak terlepas dari isu

perdagangan bebas dan pulihnya kondisi perekonomian pasca krisis global di negara-negara

maju. Kondisi tersebut memicu kenaikan harga komoditas strategis di pasar internasional,

termasuk kenaikan harga minyak dunia. Kondisi tersebut diperkirakan akan mendorong pula

naiknya harga komoditas bahan baku, di mana perekonomian di Indonesia, termasuk Jawa

Barat, kandungan impor untuk bahan baku dan barang modal relatif masih tinggi.

Dalam rangka mencapai sasaran pembangunan yang telah ditetapkan, dukungan

investasi atau penanaman modal merupakan suatu syarat penting. Melalui dukungan

investasi tentunya akan menambah kemampuan produksi untuk menghasilkan barang dan

jasa, penyerapan tenaga kerja, mendorong kenaikan pendapatan masyarakat dan pada

akhirnya memberikan efek ganda yang besar pada perekonomian. Untuk mencapai sasaran

pertumbuhan ekonomi sebesar 4,1 – 5,1% pada tahun 2010 dan 5 – 6% pada tahun 2011

maka dibutuhkan total investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto) berdasarkan harga

berlaku adalah sebesar Rp. 118,79 trilyun pada tahun 2010 atau naik sebesar 11,85% dan

sebesar Rp.131,578 trilyun pada tahun 2011 atau naik sebesar 10,77%. Investasi dibidang

pembangunan infrastruktur yang ditopang potensi pemerintah dan potensi swasta perlu

(18)

Total kebutuhan investasi terdiri dari investasi pemerintah yang bersumber dari

penerimaan pajak dan bukan pajak, dan juga dapat berasal dari hibah, dan sebagainya. Sisa

kebutuhan investasi dapat dipenuhi oleh dunia usaha dan masyarakat yang berasal dari

perbankan, lembaga keuangan non bank, pasar modal (saham dan obligasi), laba ditahan.

Peningkatan proporsi pendanaan investasi dunia usaha diharapkan terutama terjadi pada

komponen PMA dan PMDN sejalan dengan penciptaan iklim usaha yang kondusif, serta

peningkatan pasar modal sejalan dengan perbaikan regulasi dan perbaikan kepercayaan

lembaga keuangan internasional atas lembaga pasar modal di Indonesia. Juga perlu didukung

pula oleh penguatan manajemen pasar modal serta meningkatnya tata kelola dan kinerja

perusahaan, dan pertimbangan peluang obligasi daerah untuk berbagai investasi yang

memilikimargin profityang mencukupi dalam lingkup pelayanan publik.

Optimisme pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usaha mereka, mendorong

peningkatan investasi dalam rangka memenuhi kenaikan permintaan yang datang, baik dari

domestik maupun luar negeri. Jawa Barat sebagai salah satu daerah tujuan PMA harus segera

membenahi infrastruktur, untuk merespon minat PMA yang masih tinggi. Seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya, China yang telah menyatakan berminat untuk melakukan investasi di

industri tekstil agar dapat segera di respon.

Potensi PMA masih pada sektor sekunder dengan pangsa pasar diperkirakan berkisar

75%. Disamping sektor industri (seperti industri logam, mesin, kendaraan bermotor, dan

sebagainya), tingginya kebutuhan investasi sektor infrastruktur regional juga pada sub sektor

listrik, gas, air, jalan raya (khususnya jalan tol), bandara internasional, dan sebagainya. Minat

investasi untuk proyek pengadaan listrik cukup besar, salah satunya adalah perusahaan

Jepang, Marubeni Corp, yang akan berinvestasi membangun pembangkit listrik swasta di

Cirebon dengan target operasi 2010.

Peningkatan peluang investasi tidak terlepas dari berbagai prestasi yang diraih

Indonesia dan Jawa Barat sendiri. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada

tahun 2009, menurut World Competitiveness Yearbook, posisi daya saing Indonesia berada

pada rangking 42, naik dari posisi 51 pada tahun 2008. Kemudian dalam rangka proyeksi ke

depan akan terus diperkuat sinergitas antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan

pemerintah kabupaten/kota didalam orientasi peningkatan pertumbuhan ekonomi dan

investasi lintas kabupaten/kota di Jawa Barat termasuk penanggulangan kesenjangan

pembangunan antar wilayah mendorong peningkatan investasi, Badan Koordinasi

Penanaman Modal dan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah telah memberikan

penghargaan kepada pemerintah daerah yang dinilai berhasil dalam penenaman modal

(19)

berhasil meraih peringkat yang cukup tinggi. Keempat daerah tersebut adalah Kabupaten

Purwakarta, Kota Cimahi, Kota Bandung dan Kota Banjar yang diharapkan segera diikuti pula

oleh kabupaten/kota yang lainnya di Jawa Barat.

Adapun penghargaan tersebut dilakukan setelah menilai 6 indikator utama, yaitu

kelembagaan instansi penanaman modal, pelayanan perizinan usaha, mekanisme

pengaduan, pemanfaat teknologi dan sistem infomasi, ketersediaan informasi, serta inovasi

dan capaian kinerja. Berdasarkan data Doing Businesstahun 2009, posisi Jawa Barat dalam

kemudahan mendirikan usaha, kemudahan mengurus izin mendirikan bangunan dan

kemudahan mendaftarkan properti menduduki posisi yang cukup baik dibandingkan

daerah-daerah lain di Indonesia. Ke depan dalam bidang promosi investasi perdagangan dan

pariwisata, perkuatan sistem informasi akan lebih ditingkatkan utamanya terkait dengan

infrastrukturnya.

Selain mendorong peningkatan PMA dan PMDN di dalam negeri, pemanfaatan

pinjaman dari perbankan juga diprioritaskan. Perbankan sebagai lembaga intermediasi

pendanaan mempunyai peranan sangat penting dalam penyediaan dana investasi yang

berasal dari tabungan masyarakat dan sumber-sumber global.

Disamping perbankan, penyaluran dana masyarakat juga dapat melalui lembaga

keuangan non bank lainnya, seperti lembaga pembiayaan infrastruktur dan ekspor, lembaga

asuransi, pegadaian, dan sebagainya. Potensi yang besar tersebut perlu diarahkan oleh

pemerintah pada pembiayaan sektor riil, termasuk sektor usaha kecil, untuk mendorong

investasi.

Target pertumbuhan ekonomi serta investasi tersebut perlu disertai dengan berbagai

kebijakan pembangunan yang inklusif dan berkeadilan antara lain kebijakan dalam

ketenagakerjaan, pemberdayaan usaha kecil dan menengah, serta penanggulangan

kemiskinan. Dari pertumbuhan ekonomi yang telah disebutkan di atas diharapkan tingkat

partisipasi angkatan kerja akan mencapai 55 - 56%. Dampak multiplier effect dari investasi

dan trickle down effect-nya diharapkan dapat menopang perluasan lapangan kerja baik

sektor formal maupun sektor informal sebagai imbas perluasan skala ekonomi.

Proyeksi penyerapan tenaga kerja tidak menunjukkan angka yang cukup besar

mengingat pada tahun 2010 selain investasi baru, khususnya dari PMA sebagai dampak

perdagangan bebas akan mampu mendorong penyerapan tenaga kerja baru, namun disisi

lain perdagangan bebas akan memicu banyaknya industri, khususnya industri kecil, yang akan

(20)

Peningkatan penyerapan tenaga kerja yang lebih tinggi pada tahun 2011 tidak

terlepas dari membaiknya perekonomian domestik dan global serta bangkitnya

perekonomian Jawa Barat pasca perdagangan bebas. Kondisi tersebut telah mendorong

pelaku usaha untuk meningkatkan kapasitas produksinya untuk memenuhi kenaikan

permintaan, khususnya permintaan ekspor. Perbaikan perekonomian telah mendorong

penyerapan kembali tenaga kerja, khususnya di sektor industri.

Proyeksi pertumbuhan makro ekonomi Jawa Barat tersebut sangat dipengaruhi oleh

tercapainya kondisi ideal berbagai faktor determinan sebagai berikut:

1. Laju Pertumbuhan Ekonomi:

a. Kecenderungan kondisi ekonomi dunia terus membaik dan semakin kondusif.

b. Fenomena pergeseran kekuatan ekonomi global dari Barat ke Timur yang semakin

membesar.

c. Liberalisasi perdagangan di kawasan Asia (ACFTA).

d. Volatilitas rupiah terhadap dollar AS dan stabilitas moneter nasional.

e. Upaya pemerintah dalam memperbaiki iklim investasi, perbaikan infrastruktur dan

reformasi birokrasi berjalan baik termasuk pemberantasan korupsi.

f. Bertahan dan meningkatnya kapasitas ekonomi domestik Jabar: stabilitas produksi

sektor-sektor ekonomi terutama sektor dominan dan berkembangnyatrendberbagai

ekonomi kreatif pada usaha kecil serta menengah.

g. Meningkatnya permintaan domestik Jabar (konsumsi rumah tangga karena

meningkatnya pendapatan dan daya beli) masyarakat utamanya pada lingkungan

usaha kecil dan menengah.

h. Alokasi dari stimulus fiskal (APBD) yang tepat sasaran

i. Ekspektasi dan kepercayaan pada pemerintah, semakin akseleratif upaya untuk

meningkatkan nilai-nilai “good governance”.

2. Inflasi:

Tingkat Inflasi ini sangat dipengaruhi oleh permintaan yang meningkat, pengaruh

eksternal (harga minyak mentah, harga komoditas pangan di pasar internasional), serta

fluktuasi kurs rupiah dollar.

3. Investasi (PMTB harga berlaku) :

a. Berlanjutnya pemulihan ekonomi global

(21)

4. Pengangguran:

Pertumbuhan ekonomi meningkat yang diperkuat oleh berkembangnya kegiatan

ekonomi lokal.

Pada tahun 2011 merupakan tahap penguatan sektor yang sudah mendapatkan

special treatment dari tahun 2009-2010, sehingga setiap tahun merupakan proses yang

berkesinambungan. Berdasarkan kerangka pemikiran penyusunan rencana induk, sintesa

permasalahan dan kerangka model pembangunan berkelanjutan, maka arah perekonomian

Jawa Barat adalah:

1. Penambahan kegiatan ekonomi produktif di sektor pertanian atau perdesaan melalui

pendekatan diversifikasi usaha dan berbagai pemberdayaan;

2. Peningkatan daya saing industri manufaktur;

3. Perluasan produk agroindustri melalui pendekatan peningkatan rantai nilai dari hulu

sampai hilir;

4. Pengembangan ekowisata, agrowisata, wisata budaya didukung infrastruktur;

5. Menginternalisasikan masalah lingkungan dalam kebijakan pembangunan;

6. Mengintegrasikan aspek lingkungan dalam bisnis;

7. Meningkatkan ketersediaan infrastruktur yang memadai baik jalan, irigasi, listrik,

bandara, pelabuhan, pusat pemasaran secara bertahap;

8. Utilisasi energi air dan panas bumi;

9. Perluasan akses pasar (lokal, regional, nasional dan internasional) bagi produk Jabar

melalui promosi;

10. Peningkatan skill pelaku ekonomi melalui berbagai strata UKM dan industri,

perdagangan;

11. Penguatan kelembagaan (regulasi dan kebijakan yang tepat, fokus dan tepat sasaran,

transparan, keberpihakan, koordinasi dan sinergitas).

Berdasarkan arah perekonomian Jawa Barat sebagaimana terungkap dalam 11 point

di atas, maka orientasi pembangunan sektoral adalah peningkatan produktivitas sektor

pertanian melalui pendekatan intensifikasi dan perluasan produk agroindustri untuk

meningkatkan nilai tambah, penguatan kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB,

pengembangan ekowisata, agrowisata, wisata budaya, peningkatan pemanfaatan energi

potensial panas bumi dan air. Prasyarat dalam implementasinya adalah ketersediaan

infrastruktur fisik yang memadai, peningkatan pengetahuan dan skill pelaku ekonomi,

(22)

Rencana utama penguatan sektor pertanian adalah penambahan kegiatan ekonomi

produktif di sektor pertanian atau perdesaan termasuk perluasan produk agroindustri dalam

rangka peningkatan pendapatan petani sekaligus konservasi lingkungan. Oleh karena itu

perlu dilakukan pembenahan dan peningkatan dari berbagai lini baik dari sisi produksi yang

berorientasi pada pasar maupun distribusi atau pemasarannya. Tahapan pada tahun 2011

merupakan kegiatan lanjutan yakni perluasan cakupan lokasi atau wilayah target kegiatan

yang sifatnya memperkuat kebijakan yang digulirkan pada tahun 2009 yang mencakup: (1)

Pengembangan sistem usaha tani terpadu berorientasi agribisnis dan agroindustri perdesaan

dengan siklus tertutup, yang implementasinya melalui Program Gerakan Multi Agribisnis

(GEMAR); (2) Pengembangan agroforestry di area lahan kritis; (3) Pengembangan ikan

keramba di muara sungai sepanjang pantai Selatan Jawa Barat, yang implementasinya

melalui Gerakan Pengembangan Perikanan Muara Pantai Selatan (GAPURA SELATAN); (4)

Pengembangan hutan mangrove, rumput laut dan perikanan tambak, serta pengendalian

perikanan tambak di pantura Jawa Barat, yang implementasinya melalui Gerakan

Pengembangan Perikanan Pantai Utara (GAPURA UTARA); (5) Pengembangan dan penguatan

komoditas unggulan daerah melalui pendekatan agribisnis; (6) Gerakan Pengembangan dan

Perlindungan Pasar Tradisional (GEMPITA); dan (7) Pengembangan Lumbung Pangan dan

Desa Mandiri Pangan.

Penguatan sektor industri pengolahan diarahkan pada penguatan kontribusi sektor

industri pengolahan terhadap PDRB melalui upaya mempertahankan industri yang ada

dengan melakukan perbaikan iklim usaha, product development, perluasan pasar, aliansi

startegi usaha dan pembenahan terhadap hambatan-hambatan untuk memperkuat struktur

industri di Jawa Barat lebih kuat. Pada tahun 2011 dari lima kebijakan, yaitu: peningkatan

daya saing, penguatan rantai nilai, pengembangan industri kreatif, optimalisasi keberadaan

PPTSP (Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu), dan pendekatan EPR (Extended Producer

Responsibility), terdapat beberapa langkah yang merupakan kelanjutan tahun 2010,

terutama pengembangan SDM dan teknologi dalam peningkatan daya saing melalui

perintisan terwujudnya Greater Bandung Techno Park di kawasan cekungan Bandung dan

dalam klaster-klaster industri.

Pengembangan sektor pariwisata diarahkan pada tumbuh kembangnya lokasi dan

tipe wisata unggulan di tiap kabupaten/kota di Jawa Barat sesuai karakteristik lokal

masing-masing daerah. Pada tahun 2011, pengembangan sektor pariwisata berlanjut sesuai

pencapaian pada tahun sebelumnya. Pada tahun ini diharapkan lokasi dan tipe wisata sudah

(23)

ditopang dukungan promosi akomodasi wisata yang semakin baik untuk tinggal dalam

kunjungan.

Rencana utama pemanfaatan sektor energi panas bumi dan air ditujukan untuk

peningkatan utilisasi potensi energi panas bumi dan air dalam rangka memenuhi kebutuhan

konsumsi domestik terutama untuk sektor manufaktur yang relevan, maupun untuk di jual ke

daerah lain. Pada tahun 2011, diharapkan database sudah memadai dan tim pengelola sudah

siap dengan pilihan teknologi eksploitasi energi panas bumi dan air. Pada tahun ini

seyogianya sudah tersedia pembiayaan untuk eksploitasi dan pengolahannya.

Dalam kaitannya dengan penguatan kelembagaan, implementasi kebijakan Common

Goal (CG) diharapkan mampu memberikan berbagai manfaat terhadap pelaksanaan

pembangunan ke depan, antara lain: (1) Mengintegrasikan berbagai kegiatan secara sinergis

sehingga tujuan masing-masing kegiatan dapat lebih terlihat kontribusinya terhadap tujuan

utama yang ditetapkan dalam setiap program; (2) output kegiatan dapat lebih diarahkan

untuk secara tegas mendukung masing-masing program pembangunan Jawa Barat; (3)

Pelaksanaan pembangunan dapat lebih mendorong team work dari OPD terkait dan antar

Bidang di setiap OPD; (4) Mengefektifkan fungsi pelayanan yang harus dilakukan oleh setiap

OPD; (5) Mengefisienkan penggunaan anggaran yang relatif terbatas jumlahnya; (6)

Mengefisienkan dan mengefektifkan penggunaan sarana dan prasarana; dan (7)

Memudahkan dan mengefisienkan pelaksanaan monitoring dan evaluasi pelaksanaan

pembangunan.

Arah kebijakan pembangunan Provinsi Jawa Barat tahun 2011, yang merupakan tahun

midterm dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Provinsi Jawa

(24)

Tabel 3.5.

Target Indikator Kinerja Pembangunan Provinsi Jawa Barat Tahun 2011

No Indikator Kinerja Target 2011

MISI PERTAMA: Mewujudkan Sumberdaya Manusia Jawa Barat Yang Produktif dan Berdaya Saing

1 Angka Rata-rata Lama Sekolah 9 - 9,5 tahun

2 Angka Melek Huruf 95 - 96%

3 Angka Kematian Bayi (Kelahiran Hidup/KH) 35-36/1.000 KH

4 Angka Kematian Ibu (Kelahiran Hidup/KH) 215-220/100.000 KH

5 Indeks Pembangunan Gender 63-64

6 Indeks Pemberdayaan Gender 61-63

MISI KEDUA :Meningkatkan Pembangunan Ekonomi Regional Berbasis Potensi Lokal

1 Laju Pertumbuhan Ekonomi 5 – 6% per tahun

2 Daya Beli Masyarakat Rp. 625.000,- - Rp

630.000,-3

Laju Pertumbuhan Investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto/PMTB) atas dasar harga berlaku

10-12%

4 Indeks Gini 0,19-0,20

5 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 55-56%

MISI KETIGA :Meningkatkan Ketersediaan Dan Kualitas Infrastruktur Wilayah

1 Tingkat Kemantapan Jalan 91-92%

2 Intensitas Tanam Padi 194-198%

3 Rasio elektrifikasi perdesaan 100%

4 Rasio elektrifikasi rumah tangga 67-69%

5 Cakupan pelayanan persampahan (perkotaan) 57-62%

6 Cakupan pelayanan air bersih (perkotaan) 50-55%

7 Cakupan pelayanan air limbah (domestik

perkotaan) 56-61%

MISI KEEMPAT : Meningkatkan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan untuk Pembangunan yang Berkelanjutan

1 Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) 1,7-1,8%

2 Tingkat status mutu sungai utama dan waduk

besar status mutu cemar sedang

3 Jumlah hari dengan kualitas udara perkotaan

katagori baik 27-30 hari baik/tahun

4 Capaian luas kawasan lindung terhadap luas Jawa

Barat 30-31%

5 Jumlah penerapan energi alternatif

Meningkatnya diversifikasi energi dari mikro hidro, biofuel (biokerosin) serta

bio gas

MISI KELIMA :Meningkatkan Efektivitas Pemerintahan Daerah dan Kualitas Demokrasi

1 Skala kepuasan masyarakat (skala 1-4) 2

- Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap Pelayanan Perijinan

2 Skala Komunikasi Organisasi (skala 1-7) 4

3 Jumlah angka kriminalitas Menurunnya angka kriminalitas

4 Jumlah kasus korupsi Menurunnya jumlah kasus korupsi

(25)

Berdasarkan target mid-termIndikator indikator kinerja pembangunan Provinsi Jawa

Barat tahun 2011 secara akumulatif, indikator komposit IPM dapat mengalami peningkatan

yang signifikan sehingga peluang terhadap pencapaian IPM pada tahun 2013 sebesar 77,20

dengan komponen pembentuk IPM tersebut yaitu Indeks Pendidikan 88,23, Indeks

Kesehatan 77,21 dan Indeks Daya Beli 66,10 dapat terealisir.

3.3. Analisis dan Perkiraan Sumber-Sumber Pendanaan Pembangunan

Efektivitas kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang tertuang dalam RKPD

Tahun 2011 sebagai pelaksanaan agenda RPJMD Tahun 2008-2013 di tahun ketiga, tidak

terlepas dari kapasitas anggaran yang dapat terkelola oleh pemerintah daerah. Untuk itu,

kebutuhan belanja pembangunan daerah akan selalu mempertimbangkan kapasitas fiskal

daerah sebagai salah satu penopang strategis dalam implementasi RKPD, yang akan selalu

perdampingan dengan sumber-sumber pendanaan non APBD, seperti APBN, Hibah, dana

kemitraan swasta, swadaya masyarakat serta kontribusi pelaku usaha melalui Corporate

Social Resposibility (CSR).

Kapasitas fiskal daerah pada dasarnya akan tercermin dalam volume APBD Tahun

2011. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Daerah, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara, dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah serta lebih teknis mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun

2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang direvisi menjadi Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007, APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan

daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran, yang terdiri atas pendapatan daerah, belanja

daerah dan pembiayaan daerah (penerimaan dan pengeluaran pembiayaan daerah).

Untuk pendapatan daerah akan bersumber dari : 1) Pendapatan Asli Daerah (PAD)

yang terdiri dari kelompok Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan milik Daerah

dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan lain-Lain Pendapatan Asli

Daerah; 2) Dana Perimbangan yang meliputi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan

Hak atas Tanah dan Bangunan, Pajak Penghasilan (PPh) Perorangan, Sumber Daya Alam

(SDA), Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus; 3) Kelompok-lain-lain pendapatan

daerah yang sah meliputi Hibah, Dana Darurat, Dana Bagi Hasil Pajak dari Pemerintah

Kab/Kota, Dana Penyesuaian dan Dana Alternatif Khusus, dan Dana Bantuan Keuangan.

Selanjutnya untuk pembiayaan bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran

(26)

Kekayaan Daerah yang dipis

menerima dana yang bersum

tugas pembantuan, yang dia

yang dilakukan berdasarka

bersifat penugasan kepada

Sejalan dengan ter

Daerah dan Retribusi Dae

Perubahan UU Nomor 18

pendapatan daerah yang

terutama dari sumber pajak

rokok, dan pengurangan un

Untuk perbandingan kedu

daerah tersebut dapat terli

Perbandingan Jenis Pajak Daer

Kehadiran Undang Undang

potensi pendapatan baru y

sejumlah langkah tindak lanj

a. Penyusunan dan pembe

Daerah sesuai dengan U

b. Pajak Pengambilan da

pemerintah Kab/Kota pa

yang dipisahkan. Selain dana dari penerimaan da

ng bersumber dari Pemerintah Pusat berupa dana

ang dialokasikan untuk menunjang program dan

rdasarkan batas-batas kewenangan perangkat pu

kepada perangkat daerah.

ngan terbitnya Undang-Undang Nomor 28 Tahu

busi Daerah, sebagai pengganti atas UU Nomor

mor 18 Tahun 1997 tentang Pajak daerah dan R

h yang akan diterima pemerintah daerah, telah

ber pajak daerah, yakni adanya penambahan jenis

urangan untuk pajak air bawah tanah yang diberi

an kedua undang-undang yang mengatur pajak

pat terlihat di tabel berikut :

Tabel 3.6.

is Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menurut UU dan UU Nomor 28 Tahun 2009

Undang 28 Tahun 2009 tersebut, dalam tahun ang

n baru yang berpeluang memperkuat kapasitas f

tindak lanjut penyiapan regulasi dan tindakan yang

n pemberlakuan Perda tentang Pajak Daerah dan

dengan UU 28/2009 telah harus dibuat paling lamba

bilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah telah

b/Kota paling lambat pada 1 Januari 2011.

imaan daerah tersebut, daerah

upa dana dekonsentrasi dan dana

ram dan kegiatan pembangunan

ngkat pusat di daerah maupun

28 Tahun 2009 tentang Pajak

Nomor 34 Tahun 2000 tentang

h dan Retribusi Daerah , potensi

ah, telah mengalami perubahan

an jenis pajak baru berupa pajak

g diberikan ke kabupaten/kota.

tur pajak daearah dan retribusi

urut UU Nomor 34 Tahun 2000

ahun anggaran 2011 m erupakan

pasitas f iskal daerah. Untuk itu,

an yang diperlukan meliputi :

erah dan Perda tentang Retribusi

ling lambat 1 Januari 2012.

(27)

c. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) telah harus diserahkan kepada

pemerintah Kab/Kota paling lambat 1 Januari 2011 (paling lama setahun setelah 1 Januari

2010).

d. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan & perkotaan sepenuhnya akan dilaksanakan oleh

pemerintah Kab/Kota paling lambat 31 Desember 2013.

e. Pajak Rokok mulai berlaku pada 1 Januari 2014.

Untuk melihat kapasitas keuangan dari berbagai sumber yang menopang pelaksanaan

pembangunan selama kurun 5 (lima) tahun terakhir, dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.7.

Perkembangan Dana Pembangunan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 – 2010

Tahun APBD APBN/BLN Swasta Jumlah Dana

Pembangunan

Pertumbuhan per tahun

2005 5.700.026.831.254,93 3.625.222.642.000,00 61.440.000.000.000,00 70.765.249.473.254,90

2006 6.048.094.310.215,05 3.347.331.395.000,00 75.640.000.000.000,00 85.035.425.705.215,00 20,17

2007 6.964.840.068.197,00 3.542.579.416.000,00 87.137.000.000.000,00 97.644.419.484.197,00 14,83

2008 8.568.156.563.880,00 3.045.220.925.000,00 96.570.000.000.000,00 108.183.377.488.880,00 10,79

2009 9.548.197.570.729,00 4.680.568.411.000,00 97.590.000.000.000,00 111.818.765.981.729,00 3,36

2010 9.560.628.873.757,54 5.441.681.276.000,00 103.785.689.850.242,00 118.788.000.000.000,00 6,23

Rata-rata Pertumbuhan per Tahun 11,08

Sumber : Data APBD Tahun 2005 s.d 2008 Perda tentang Perhitungan/Realisasi APBD, Tahun 2009 Perubahan APBD dan Tahun 2010 Perda tentang APBD (Murni), DIPA APBN/PHLN TA 2004 -2009, Swasta 2004-2007-BPS, 2008-2010 perkiraan Bappeda

Perkembangan dana pembangunan di Jawa Barat secara keseluruhan yang berasal dari

dana APBD dan APBN/PHLN (dana dekonsentrasi, tugas pembantuan, dan kewenangan

bersama), yang masuk ke Jawa Barat selama kurun waktu 2005-2010, rata-rata per tahun

mengalami peningkatan sebesar 11,08% sedangkan dana dari pihak swasta pada tahun 2010

telah ditargetkan sebesar Rp.103,785 trilyun, yang realisasinya masih dalam pencatatan.

3.3.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi A. Pendapatan Daerah

Perkembangan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Jawa Barat selama

kurun waktu 5 tahun (2005-2010), rata-rata pertumbuhan per tahun mengalami kenaikan

(28)

Tabel 3.8.

Perkembangan Target dan Realisasi PAD Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2010

Tahun TARGET (MURNI) REALISASI

PAD Pertumbuhan PAD Pertumbuhan

2005 2.965.040.274.712,92 3.604.767.565.479,84

2006 3.446.455.620.976,00 16,24 3.748.404.050.807,05 3,98 2007 3.721.038.994.558,40 7,97 4.221.668.696.233,00 12,63 2008 4.609.149.010.485,00 23,87 5.275.051.504.266,00 24,95 2009 5.099.622.444.134,00 10,64

2010 5.622.864.544.262,00 10,26

Rata-rata Per Tahun 13,79 10,39

Sumber : Perda APBD Tahun 2005 -2008 Realisasi/Perhitungan, Perda APBD 2009, dan Perda APBD 2010

Apabila di lihat dari pertumbuhan realisasi PAD selama kurun waktu 2005-2008

rata-rata mengalami kenaikan sebesar 10,39%, Sedangkan apabila dibandingkan dengan target

yang ditetapkan dan realisasi pendapatan yang dicapai pada tahun yang sama

memperlihatkan bahwa rata-rata terjadi di atas target artinya target yang ditetapkan dapat

tercapai bahkan melampaui target, Ini dapat diartikan bahwa sumber-sumber potensi

pendapatan daerah masih cukup banyak yang dapat digali dan dikembangkan sebagai

sumber pendanaan bagi pembangunan daerah, terlebih setelah berlakunya penerapan pajak

baru berdasarkan ketentuan UU Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah.

Selanjutnya untuk memperlihatkan kondisi pendapatan asli daerah terhadap total

nilai APBD, gambarannya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3,9,

Perkembangan Realisasi PAD dalam APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 – 2008

Tahun REALISASI PAD Pertumbuhan Volume APBD Proporsi

2005 3.604.767.565.479,84 5.700.026.831.254,93 63,24

2006 3.748.404.050.807,05 3,98 6.048.094.310.215,05 61,98

2007 4.221.668.696.233,00 12,63 6.202.410.960.659,40 68,06

2008 5.275.051.504.266,00 24,95 7.685.340.067.215,13 68,64

Rata-rata Realisasi Per Tahun 10,39 65,48

Sumber : Data Tahun 2004 s,d 2008 Perda tentang Perhitungan/Realisasi APBD

Sementara itu kapasitas keuangan daerah yang bersumber dari perimbangan

keuangan, dapat dilihat dari perkembangan penerimaan daerah atas Dana Alokasi Umum

(DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK),

Dana perimbangan terdiri dari bagi hasil pajak/bukan pajak dan Dana Alokasi Umum

(DAU), Pendapatan dari bagi hasil pajak yang bersumber dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea

(29)

menunjukkan peningkatan terus setiap tahunnya, Walaupun untuk PBB, BPTHTB dan Pajak

Air Bawah Tanah, akan mulai bergeser menjadi sumber pendapatan bagi pemerintah

kabupaten/kota mulai awal tahun 2011 mendatang yang dilaksanakan secara bertahap,

Sementara untuk bagi hasil bukan pajak yang berupa bagi hasil sumber daya alam yang saat

ini menunjukkan kecenderungan stagnasi sehingga akan terus menjadi perhatian pemerintah

daerah guna lebih dapat mengoptimalkan potensi sumber daya alam, yang terdapat di

wilayah Jawa Barat,

Pada tahun 2010, Jawa Barat memperoleh dana DAK yang diharapkan mampu

mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan

pelayanan publik antar daerah, Untuk itu DAK diarahkan dengan mempertajam indikator

yang diperlukan dalam penyusunan kriteria dan penggunaan DAK, Alokasi DAK diarahkan

untuk mendanai bidang-bidang yang menunjang pelayanan dasar masyarakat, seperti

infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan,

Berdasarkan perkembangan Dana Alokasi Umum (DAU) Provinsi Jawa Barat selama

kurun waktu 5 tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan persentase yang menurun,

Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan fiskal Provinsi Jawa Barat telah dinilai oleh

pemerintah pusat masuk pada kategori menuju ke arah mampu atau mandiri, Adapun

perkembangan realisasi dana perimbangan selama tahun 2005 sampai dengan tahun 2008

sebagaimana Tabel 3,10, berikut ini,

Tabel 3,10,

Perkembangan Target dan Realisasi Dana Perimbangan Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2010

Tahun Target Pertumbuhan

(%) Realisasi Pertumbuhan (%)

2005 1.077.370.033.000,00 1.220.120.700.066,00

2006 1.114.383.853.000,00 3,44 1.298.795.160.567,00 6,45

2007 1.515.396.329.750,00 35,99 1.756.094.284.825,00 35,21

2008 1.681.953.916.000,00 10,99 1.903.729.826.416,00 8,41

2009 1.958.446.598.046,00 16,44

2010 2.105.354.014.000,00 7,50

Rata-rata Per-Tahun 14,87 16,69

Sumber : Perda Perhitungan APBD Tahun 2005 -2008, Perda perubahan APBD 2009, dan Perda APBD 2010

Perkembangan target dari dana perimbangan secara total selama kurun waktu 6

tahun terakhir (2005-2010) rata-rata pertumbuhannya per tahun adalah sebesar 14,87%,

Sementara perkembangan berdasarkan realisasi selama kurun waktu 2005-2008

menunjukkan pertumbuhan rata-rata sebesar 16,69%, Perkembangan target dari lain-lain

Gambar

Tabel 3.1
Tabel. 3.2.
Tabel 3.3.
Tabel 3.4.Karakteristik Perekonomian Jawa Barat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Literasi menurut Tomskin (dalam Resmini, 2008, hlm.7) adalah kemampuan menggunakan membaca dan menulis dalam melaksanakan tugas-tugas pembelajaran baik di sekolah maupun

Hipopion adalah pus steril yang terdapat pada bilik mata depan yang terlihat sebagai lapisan putih yang mengendap di bagian bawah bilik mata depan. Bangunan yang berhubungan

Segala puji syukur terlimpah ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir

[r]

Sehingga H 0 diterima atau H a ditolak yang artinya hipotesis yang menyatakan bahwa “diduga variabel kualitas produk secara parsial tidak berpengaruh signifikan

Hutama Karya adalah sebagai sampel dimana perusahaan konstruksi menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), namun berdasarkan PERMENAKER

menyampaikan konsep-konsep dan informasi yang sangat prinsip dan penting untuk dimengerti serta dikuasai oleh anggota kelompok pembudidaya lele Mina Mahardika

Alat pencetak, timbangan, dan handsealer yang diberikan kepada UKM Mitra telah dipakai untuk kelancaran produksi rengginang.Dari ketiga alat yang digunakan, frekuensi