(Kajian Terhadap Penggunaan Obat Serebrovaskuler)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Francisca Tri Wituningtyas NIM : 058114133
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS
FASE ADMINISTRASI DAN DRUG THERAPY PROBLEMS PADA PASIEN RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA PERIODE
AGUSTUS-SEPTEMBER 2008
(Kajian Terhadap Penggunaan Obat Serebrovaskuler)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Francisca Tri Wituningtyas NIM : 058114133
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
Perjalanan seribu mil pun perlu satu langkah awal untuk memulai, dan dalam
rentang waktu perjalanan itu tidak ada yang tahu apa yang menanti di akhir…
Dalam perjalanan itu pula ada kerikil tajam, semak belukar, angin sepoi, panas,
dan dingin yang bercampur menjadi satu… Biarlah segalanya menempa
perjalanan itu hingga membuat kita kuat dan tahan uji karena Tuhan telah
menyiapkan segala sesuatu untuk kita di akhir perjalanan itu..
Dia yang menempa kita dan menyokong kita dan Dia akan membuat segala
sesuatu indah pada waktunya….
(Francisca Tri W)
Kupersembahkan skripsi ini untuk
Tuhan Yesus Kristus atas kasih karunia dan berkat-Nya yang tiada berkesudahan
Bunda Maria yang senantiasa menemani dan melindungi
Kedua orang tuaku atas segala dukungan dan doanya
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yamg berjudul “Evaluasi Masalah utama Kejadian Medication Errors Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems Pada Pasien Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus-september 2008 (Kajian Terhadap Penggunaan Obat Serebrovaskuler)” ini dengan baik.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
dalam memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada program studi Farmasi, Jurusan
Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini bukanlah sesuatu hal yang
mudah, banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga
penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Direktur Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang telah memberikan izin bagi
penulis untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Bethesda.
2. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi dan dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, dan dukungan dalam
proses penyususnan skripsi.
3. Dra. L. Endang Budiarti, M. Pharm., Apt. atas kesediannya sebagai
pembimbing lapangan selama penulis melakukan pengambilan data di Rumah
saran dan masukan yang berharga dalam proses penyusunan skripsi ini.
6. Ayahanda dan Ibunda tercinta atas doa, kasih sayang, dan dukungan baik
secara moral maupun materiil yang tidak dapat terbalaskan oleh apapun juga.
7. Kepala dan staf Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
atas bantuan yang diberikan selama penulis melakukan pengambilan data
penelitian.
8. Ibu Anna selaku apoteker bangsal kelas III yang telah memberikan banyak
bantuan dan masukkan kepada tim peneliti.
9. Bapak Yudi dan Ibu Tabita serta semua perawat yang bertugas di bangsal
kelas III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta atas segala bantuan yang
diberikan kepada penulis selama melakukan pengambilan data penelitian.
10.Mbak Tunjung, atas bantuan jawaban yang diberikan.
11.Donald, Bambang, Vivi, Andin, Sekar, Nolen, dan Welly atas dukungan,
bantuan, kebersamaan, dan kebingungan kita dalam penelitian ini.
12.Stella atas dukungan, bantuan, persahabatan, dan semangat yang diberikan
dalam perkuliahan, penelitian, keseharian, bahkan dalam perjalanan panjang
yang sering kita tempuh bersama.
13.Febrian, Lussy, Ester, Totok, Agung, Sarah, Fanny, dan semua teman-teman
kelas C 2005 maupun FKK 2005 atas dukungan dan kebersamaan kita selama
15.Tara, Maya, Lia, Mbak Nana, Mbak Nur, Mbak Tinul, Ivonne, Koming atas
bantuan, semangat, dan doa yang diberikan dan tak lupa atas kesediaannya
untuk direpotkan ketika penulis merasa sangat jenuh dalam pengerjaan
laporan skripsi ini.
16.Dewi, Budi, Laela, Esti, Marni, Indra atas dukungan, semangat, dan
pengertian yang diberikan kepada penulis selama pengerjaan skripsi ini di
lokasi KKN. Andre terima kasih pinjaman laptopnya.
17.Bima, Kaka, Ninik, Vero, Ichan, Esti atas dukungan dan doa yang diberikan
kepada penulis.
18.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Seperti kata pepatah “tak ada gading yang tak retak”, penulis menyadari
sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan pada penulisan skripsi ini karena
segala keterbatasan yang ada. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun sehingga penulisan skripsi ini menjadi lebih baik lagi.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan pelayanan
kesehatan.
Yogyakarta, 2008
kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi yang dikarenakan penggunaan obat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui masalah utama dari kejadian ME fase administrasi dan DTP pada pasien bangsal kelas III Rumah Sakit Bethesda yang menerima obat serebrovaskuler, mengetahui profil pasien (meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan diagnosis), dan mengetahui profil obat yang digunakan pada pasien (meliputi macam obat, jenis obat, rute pemberian, dan aturan pakai (kekuatan dan frekuensi pemberian obat)).
Jumlah kasus yang menerima obat serebrovaskuler sebanyak 20 kasus. Kasus terbanyak berjenis kelamin laki-laki (65,0%), kelompok umur terbanyak 45-54 tahun (30,0%), tingkat pendidikan terbanyak SD dan SLTA (25,0%), pekerjaan terbanyak PNS (25,0%), dan diagnosis terbanyak CVA non hemoragi (35,0%). Macam obat terbanyak 7, 8, dan 11 macam obat (20,0%), jenis obat terbanyak, 1 jenis obat, piracetam (20,0%), rute pemberian terbanyak piracetam parenteral (80,0%) dan aspirin 100 mg secara non parenteral (50,0%).
Evaluasi kasus DTP terbanyak adalah dosis terlalu rendah, 25 kasus. Evaluasi kasus terjadi ME terbanyak adalah dosis keliru, 28 kasus. Masalah utama dari kejadian ME dan DTP ini adalah kurangnya visit rutin apoteker di bangsal.
The aim of this research are to know the main problem of ME administration phase and DTP event of the patients of the third-class-wards in Bethesda hospital who receive cerebrovascular drugs, to find out the patient’s profile (including sex, age, education level, occupation, and diagnose), and to discover the drugs profile (including quantity, kind, administration route, and usage instruction (dosage and frequency)).
There are 20 cases receiving cerebrovascular drugs. The majority of the cases involve male respondents (65,0 %), age group whish is between 45-54 years (30,0%), education level which is elementary or junior high school (25,0%), occupation which is civil servant (25,0%), and CVA non hemorrhage diagnose (35,0%). The majority of drug kinds covers 7, 8, and 11 kinds of drug (20,0%), that of types of drug is 1 type, piracetam (20,0%), that of administration route is piracetam parenteral (80,0%), and that of usage instruction is aspirin 100 mg 1 time a day.
The evaluation of most DTP cases is the extremely low dosage, shown in 25 cases. The evaluation of most ME cases is the wrong dosage, shown in 28 cases. The main problem og the ME and DTP event is the inadequate routine visits done by the pharmacists in the wards.
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………... iii
HALAMAN PENGESAHAN ………...……... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ………...……….... v
PRAKATA ………... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………... ix
INTISARI ………. x
ABSTRACT ………. xi
DAFTAR ISI ……….... xii
DAFTAR TABEL ……… xvi
DAFTAR GAMBAR ………... xxii
DAFTAR LAMPIRAN ……… xxiv
BAB I. PENGANTAR A. Latar Belakang ………... 1
1. Permasalahan ………... 3
2. Keaslian penelitian ……… 3
3. Manfaat penelitian ………. 4
B. Tujuan Penelitian ………. 5
1. Tujuan umum ……….... 5
2. Tujuan tambahan ………... 5
1. Anatomi otak ………. 11
2. Definisi ……….. 12
3. Etiologi ……….. 13
E. Stroke ………... 13
1. Definisi dan klasifikasi ……….. 13
2. Patofisiologi ……….. 14
3. Penatalaksanaan terapi ……….. 15
a. Outcome ………... 15
b. Tujuan terapi ……… 15
c. Sasaran terapi ……….. 15
d. Terapi farmakologis ……… 15
F. Trauma Kepala ……… 16
G. Obat-obat yang Digunakan ……….. 17
1. Aspirin ………... 17
2. Tranexamine acid ……….. 17
3. Cilostazol ……….. 18
4. Clopidogrel ……… 18
5. Nimodipine ……… 19
6. Nicergoline ……… 19
10.Nadroparine ……….. 21
11.Parnaparine ……….. 21
H. Keterangan Empiris ……… 21
BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian ……….. 22
B. Variabel Penelitian ……….. 22
C. Definisi Operasional ……… 23
D. Subyek Penelitian ……… 24
E. Bahan Penelitian ……….. 25
F. Instrumen Penelitian ……… 25
G. Lokasi Penelitian ………. 25
H. Tata Cara Penelitian ……… 26
1. Tahap orientasi ………. 26
2. Tahap pengambilan data ………... 26
3. Tahap penyelesaian data ………... 27
I. Tata Cara Analisis Hasil ……….. 28
J. Kesulitan Penelitian ………. 30
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Kasus yang Menerima Obat Serebrovaskuler ……...…… 33
1. Berdasarkan jenis kelamin ………. 33
B. Profil Obat Serebrovaskuler ……… 40
1. Berdasarkan macam obat ………...……… 40
2. Berdasarkan jenis obat ………... 42
3. Berdasarkan rute pemberian ……….. 44
4. Berdasarkan kekuatan obat dan aturan pakai ……… 45
C. Evaluasi Medication Error Fase Administrasi ……… 47
D. Evaluasi Drug Therapy Problem ………. 51
E. Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Error dan Drug Therapy Problem ………. 58
F. Rangkuman Pembahasan ………. 60
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……….. 62
B. Saran ……… 63
DAFTAR PUSTAKA ……….. 64
LAMPIRAN ……… 67
Tabel II. Tipe dan Kategori Medication Error Menurut The National Coordinating Council for Medication
Error Reporting and Prevention ………..….. 7 Tabel III. Penyebab-penyebab Drug Therapy Problem ……….. 9 Tabel IV. Tingkat Signifikasi Interaksi Obat ……….. 10
Tabel V. Tinjauan Secara Umum Mengenai
Aspirin ………. 17
Tabel VI. Tinjauan Secara Umum Mengenai
Tranexamine Acid ………... 17 Tabel VII. Tinjauan Secara Umum Mengenai
Cilostazol………. 18
Tabel VIII. Tinjauan Secara Umum Mengenai
Clopidogrel ……….……… 18
Tabel IX. Tinjauan Secara Umum Mengenai
Nimodipine ………..… 19
Tabel X. Tinjauan Secara Umum Mengenai
Nicergoline ………...………... 19 Tabel XI. Tinjauan Secara Umum Mengenai
Piracetam ……… 19
Tabel XII. Tinjauan Secara Umum Mengenai
Nadroparine ……… 21 Tabel XV. Pengelompokkan Kasus yang Menerima Obat
Serebrovaskuler di Bangsal Kelas III Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus-September 2008
Berdasarkan Jenis Kelamin ………. 33
Tabel XVI. Pengelompokkan Kasus yang Menerima Obat
Serebrovaskuler di Bangsal Kelas III Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus-September 2008
Berdasarkan Umur ……….. 34
Tabel XVII. Pengelompokkan Kasus yang Menerima Obat
Serebrovaskuler di Bangsal Kelas III Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus-September 2008
Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir ………. 36
Tabel XVIII. Pengelompokkan Kasus yang Menerima Obat
Serebrovaskuler di Bangsal Kelas III Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus-September 2008
Berdasarkan Pekerjaan ……… 37
Tabel XIX. Pengelompokkan Kasus yang Menerima Obat
Serebrovaskuler di Bangsal Kelas III Rumah Sakit
Serebrovaskuler di Bangsal Kelas III Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus-September 2008
Berdasarkan Macam Obat yang Diterima ………... 41
Tabel XXI. Pengelompokkan Kasus yang Menerima Obat
Serebrovaskuler di Bangsal Kelas III Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus-September 2008
Berdasarkan Jenis Obat ………... 42
Tabel XXII. Pengelompokkan Kasus yang Menerima Obat
Serebrovaskuler di Bangsal Kelas III Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus-September 2008
Berdasarkan Rute Pemberian ………. 44
Tabel XXIII. Pengelompokkan Kasus yang Menerima Obat
Serebrovaskuler di Bangsal Kelas III Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus-September 2008
Berdasarkan Kekuatan Obat dan Frekuensi
Penggunaan ………. 46
Tabel XXIV. Pengelompokkan Kejadian Medication Error pada Kasus yang Menerima Obat Serebrovaskuler di Bangsal Kelas
III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode
September 2008 ……….. 48
Tabel XXVI. Kelompok Kasus Terjadi ME Dosis Keliru pada Kasus yang Menerima Obat Serebrovaskuler di Bangsal Kelas
III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus-September
2008 ……… 49
Tabel XXVII. Kelompok Kasus Terjadi MEAdministration Error pada Kasus yang Menerima Obat Serebrovaskuler di Bangsal
Kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode
Agustus-September 2008 ……….. 49
Tabel XXVIII. Kelompok Kasus Terjadi ME Instruksi Dijalankan Keliru pada Kasus yang Menerima Obat Serebrovaskuler di
Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode
Agustus-September 2008 ……….... 49
Tabel XXIX. Kelompok Kasus Terjadi ME Salah Menulis Instruksi pada Kasus yang Menerima Obat Serebrovaskuler di
Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode
Agustus-September 2008 ……… 49
Tabel XXX. Kelompok Kasus Terjadi ME Kontraindikasi pada Kasus yang Menerima Obat Serebrovaskuler di Bangsal Kelas
Medication Error pada Kasus yang Menerima Obat Serebrovaskuler di Bangsal Kelas III RS Yogyakarta
Periode Agustus-September 2008 Berdasarkan The National Coordinating Council for Medication Error
Reporting and Prevention ………... 50 Tabel XXXII. Contoh Kasus ME Pada Kasus yang Menerima Obat
Serebrovaskuler di Bangsal Kelas III RS Bethesda
Yogyakarta Periode Agustus-September 2008 ………… 50
Tabel XXXIII. Contoh Kasus ME Pada Kasus yang Menerima Obat Serebrovaskuler di Bangsal Kelas III Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus-September
2008 ……… 51
Tabel XXXIV. Pengelompokkan Drug Therapy Problems yang Terjadi pada Kasus yang Menerima Obat Serebrovaskuler di
Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode
Agustus-September 2008 ……… 52
Tabel XXXV. Kelompok Kasus DTP Dosis Terlalu Rendah pada Kasus yang Menerima Obat Serebrovaskuler di Bangsal Kelas
III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode
2008 ……… 54
Tabel XXXVII. Kelompok Kasus DTPAdverse Drug Reaction Tambahan pada Kasus yang Menerima Obat Serebrovaskuler di
Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode
Agustus-September 2008 ……… 55
Tabel XXXVIII. Kelompok Kasus DTP Interaksi Obat pada Kasus yang Menerima Obat Serebrovaskuler di Bangsal Kelas III RS
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus-September 2008 ... 55
Tabel XXXIX. Kelompok Kasus DTPUncompliance pada Kasus yang Menerima Obat Serebrovaskuler di Bangsal Kelas III RS
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus-September 2008 ... 56
Tabel XXXX. Contoh Kasus DTP Pada Kasus yang Menerima Obat Serebrovaskuler di Bangsal Kelas III Rumah Sakit
Gambar 2. Pembuluh Darah Utama pada Otak ……… 12
Gambar 3. Bagan Klasifikasi Stroke Berdasarkan Mekanisme …….. 14 Gambar 4. Bagan Kedudukan Penelitian Kajian Terhadap
Penggunaan Obat Serebrovaskuler pada Penelitian
Payung ……… 32
Gambar 5. Diagram Persentase Kasus yang Menerima Obat
Serebrovaskuler di Bangsal Kelas III Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus-September 2008
Berdasarkan Umur ……….. 35
Gambar 6. Diagram Persentase Kasus yang Menerima Obat
Serebrovaskuler di Bangsal Kelas III Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus-September 2008
Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir ……… 36
Gambar 7. Diagram Persentase Kasus yang Menerima Obat
Serebrovaskuler di Bangsal Kelas III Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus-September 2008
Berdasarkan Pekerjaan ……… 38
Gambar 8. Diagram Persentase Kasus yang Menerima Obat
Serebrovaskuler di Bangsal Kelas III Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus-September 2008
pasien di bangsal kelas III Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta ………. 67
Lampiran 2. Rangkuman wawancara dengan apoteker yang mengangani
pasien di bangsal kelas III Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta ………. 68
Lampiran 3. Rangkuman wawancara dengan pasien yang bersedia
dilakukannya home visit ………. 69 Lampiran 4. Rangkuman wawancara dengan perawat yang mengangani
pasien di bangsal kelas III Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta ………. 71
Lampiran 5. Analisis Kasus Dug Therapy Problem ………... 79 Lampiran 6. Daftar Kasus Medication Error ………. 94 Lampiran 7. Daftar Obat yang Digunakan pada Kasus Penggunaan Obat
Serebrovaskuler di Rumah Sakit Bethesda Periode
Agustus-September 2008 Berdasarkan Golongan, Nama Generik, dan
Nama Dagang ………. 102
Lampiran 8. Data Kasus yang Menerima Obat Serebrovaskuler ……...… 103
Lampiran 9. Informed Consent ………...… 124
A. Latar Belakang
Patient safety merupakan isu kritis dan harus ditangani dengan tepat karena menyangkut keselamatan pasien. Patient safety menjadi tanggung jawab berbagai pihak yang terkait dengan perawatan pasien, utamanya adalah health care team (dokter, perawat, farmasis, ahli gizi, fisioterapis, dan lainnya) termasuk keluarga pasien. Oleh karena itu, observasi mengenai kejadian Medication Error (ME) dan Drug Therapy Problem (DTP) menjadi penting dilakukan untuk mendukung isu patient safety tersebut.
Medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang seharusnya dapat dicegah dan proses tersebut masih berada dalam pengawasan
dan tanggung jawab profesi kesehatan (NCCMERP, 1998), dalam hal ini akan
lebih ditekankan pada ME fase administrasi, dimana fase administrasi adalah fase dimana obat telah sampai dan digunakan oleh pasien.
Adverse Drug Reaction (ADR) adalah salah satu DTP respon obat yang tidak diharapkan yang terjadi pada pemberian dosis lazim profilaksis, diagnosis,
dan penyembuhan. Mengingat isu paradigma baru patient safety, sangat penting melakukan observasi kejadian ME fase administrasi dan DTP pada pasien sehingga dapat disusun suatu strategi pelaksanaan patient safety tersebut.
Penyakit serebrovaskuler paling dominan terjadi pada tengah dan akhir
menempati urutan keempat penyebab kematian di Indonesia dengan
persentase sebesar 8%. Oleh sebab itu penggunaan obat serebrovaskuler menjadi
salah satu yang terbesar. Dari penelitian yang dilakukan oleh American Heart Association (AHA) mengenai medication error pada terapi trombolitik pada ischemic stroke akut diketahui bahwa kejadian medication error yang terbesar berupa dosis keliru. Melihat kedua hal tersebut permasalahan mengenai ME dan DTP yang terjadi pada penggunaan obat serebrovaskuler menjadi menarik untuk diteliti.
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit (RS) Bethesda selama bulan
Agustus-September 2008. Rumah Sakit Bethesda termasuk rumah sakit swasta
tipe B dengan akreditasi ISO 9000 versi 2001 dan merupakan salah satu rumah
sakit swasta terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta. Rumah sakit ini mempunyai
7 apoteker yang telah menjalankan beberapa kegiatan pelayanan farmasis klinis.
Dalam proses penerapan kebijakan patient safety di rumah sakit, apoteker di RS Bethesda sudah memiliki program yang mengarah pada patient safety.
Penelitian ini dilakukan secara prospektif dengan cara mengikuti dan
mengamati terapi pasien. Dari penelitian ini diharapkan didapatkan suatu
gambaran mengenai kejadian ME fase administrasi dan DTP yang terjadi pada penggunaan obat serebrovaskuler di RS Bethesda. Dari gambaran yang ada dapat
ditemukan permasalahan utama mengenai kejadian tersebut, sehingga dapat
yang tentunya hal ini akan sangat mendukung pelaksanaan isu patient safety di RS Bethesda.
1. Permasalahan
Permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian ini adalah
“apakah yang menjadi masalah utama terjadinya ME fase administrasi dan DTP pada penggunaan obat serebrovaskuler pada pasien di RS Bethesda ?”
Dari permasalahan utama tersebut terdapat beberapa permasalahan
tambahan yang ingin diamati sebagai pendukung permasalahan utama, yaitu :
a. bagaimana gambaran profil pasien Rumah Sakit Bethesda periode
Agustus-September 2008 yang menggunakan obat serebrovaskuler
(meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan
diagnosis) ?
b. bagaimana gambaran profil obat/terapi yang diterima pasien RS Bethesda
periode Agustus-September 2008 yang menggunakan obat serebrovaskuler
(meliputi macam obat, jenis obat, bentuk sediaan, dan aturan pakai obat) ?
c. apa saja permasalahan ME dan DTP yang muncul pada pasien RS Bethesda periode Agustus-September 2008 yang menggunakan obat
serebrovaskuler ?
2. Keaslian penelitian
Sejauh pengamatan penulis, penelitian mengenai Evaluasi Masalah
Utama Kejadian Medication Errors dan Drug Therapy Problems pada Pasien Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus-September 2008 (Kajian
penelitian yang terkait dengan masalah ME dan DTP pernah dilakukan dengan judul diantaranya sebagai berikut :
a. Studi Potensial Medication Error pada Peresepan di Bangsal Anak di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Februari-April 2003 (Ditinjau
dari aspek Transcribing: Kesulitan Menbaca Tulisan pada Resep dan Kesulitan Membaca Penulisan Angka Desimal) oleh Nurdin (1999).
b. Potensi Medication Error dalam Resep Anak di 10 Apotek di kota Yogyakarta periode Januari-Maret 2003 dan Persepsi Pembaca Resep yang
Menanganinya (Tinjauan Aspek Kelengkapan dan Kejelasan Resep) oleh
Pramudiarja (2000).
c. Persepsi Pembaca Resep Mengenai Resep yang Berpotensi Menyebabkan
Medication Error di Apotek di Kota Yogyakarta Periode Januari-Februari 2005 oleh Simbolon (1999).
d. Evaluasi Drug Related Problems Pada Pengobatan Pasien Stroke di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005
oleh Meita (2002).
3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber referensi untuk
mendeskripsikan ME dan DTP yang terjadi pada pasien RS Bethesda. b. Manfaat praktis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk pengambilan
menerapkan isu patient safety di rumah sakit, secara khusus RS Bethesda dan secara umum rumah sakit di Indonesia yang pada akhirnya akan
meningkatkan kualitas pelayanan terapi obat.
A. Tujuan 1. Tujuan umum
Untuk mengetahui rmasalah utama yang menyebabkan terjadinya ME fase administrasi dan DTP pada penggunaan obat serebrovaskuler pada pasien di RS Bethesda Yogyakarta sehingga pada akhirnya dapat disusun suatu
rekomendasi dan strategi aplikatif dalam mengurangi kejadian ME dan DTP penggunaan obat pada pasien di RS Bethesda.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui :
a. gambaran profil pasien RS Bethesda Yogyakarta periode
Agustus-September 2008 yang menggunakan obat serebrovaskuler (meliputi jenis
kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan diagnosis).
b. gambaran profil obat/terapi yang diterima pasien RS Bethesda Yogyakarta
periode Agustus-September 2008 yang menggunakan obat serebrovaskuler
(meliputi macam obat, jenis obat, bentuk sediaan, dan aturan pakai obat).
c. permasalahan ME dan DTP yang muncul pada pasien RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus-September 2008 yang menggunakan obat
A. Medication Error
Medication Error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang seharusnya dapat dicegah dan proses tersebut masih dalam pengawasan dan
tanggung jawab profesi kesehatan (NCCMERP, 1998).
Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 disebutkan bahwa pengertian medication error adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat selama dalam
penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah.
Kejadian medication error dibagi menjadi 4 fase, yaitu fase prescribing, fase transcribing, fase dispensing, dan fase administrasi. Dari fase-fase medication error tersebut, dapat dikemukakan bahwa faktor penyebabnya dapat berupa:
1. komunikasi yang buruk baik secara tertulis dalam bentuk kertas resep maupun
secara lisan (antara pasien, dokter dan apoteker).
2. sistem distribusi obat yang kurang mendukung (sistem komputerisasi, sistem
penyimpanan obat, dan lain sebagainya).
3. sumber daya manusia (kurang pengetahuan, pekerjaan yang berlebihan, dan
lainnya).
4. edukasi kepada pasien kurang.
Tabel I. Bentuk-bentuk Medication Error (Dwiprahasto dan Kristin, 2008) No Fase Medication Error Bentuk yang mungkin terjadi
1. Prescribing Kontraindikasi, duplikasi, tidak terbaca, instruksi tidak jelas, instruksi keliru, instruksi tidak lengkap, dosis keliru
2. Transcribing Copy error, resep dibaca keliru, ada instruksi yang terlewatkan, miss-stamped, instruksi tidak dikerjakan, salah menerjemahkan instruksi verbal
3. Dispensing Kontraindikasi, extra dose, gagal mencek instruksi, sediaan obat buruk, instruksi penggunaan obat tidak jelas, salah menghitung dosis, salah memberi label, salah menulis instruksi, dosis keliru, pemberian obat di luar instruksi, instruksi dijalankan keliru
4. Administrasi Administration error, kontraindikasi, obat tertinggal di samping tempat tidur, extra dose, gagal mencek instruksi, tidak mencek identitas pasien, dosis keliru, salah menulis instruksi, patient off unit, pemberian obat di luar instruksi, instruksi dijalankan keliru
Tabel II. Tipe dan Kategori Medication Error Menurut The National Coordinating
Council for Medication Error Reporting and Prevention (NCCMERP, 1998)
Tipe error Kategori Keterangan
NO ERROR A Keadaan atau kejadian yang potensial menyebabkan terjadinya error
ERROR-NO HARM
B Error terjadi, tetapi obat belum mencapai pasien
C Error terjadi, obat sudah mencapai pasien tetapi tidak menimbulkan risiko
Obat mencapai pasien dan sudah terlanjut diminum/digunakan
Obat mencapai pasien tetapi belum sempat diminum/digunakan
D Error terjadi dan konsekuensinya diperlukan monitoring terhadap pasien, tetapi tidak menimbulkan risiko (harm) pada pasien
ERROR-HARM E Error terjadi dan pasien memerlukan terapi atau intervensi serta menimbulkan risiko (harm) pada pasien yang bersifat sementara
F Error terjadi dan pasien memerlukan perawatan atau perpanjangan perawatan di rumah sakit disertai cacat yang bersifat sementara
G Error terjadi dan menyebabkan risiko (harm) permanen H Error terjadi dan nyaris menimbulkan kematian (misalnya
anafilaksis, henti jantung)
Medication error fase administrasi tejadi ketika suatu kesalahan/ketidakcocokan terjadi pada ssat obat telah diterima dan digunakan oleh
pasien dari tenaga kesehatan (Williams, DJP, 2007).
A. Drug Therapy Problem
Drug Therapy Problem merupakan suatu kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi pada pasien yang dikarenakan atau diduga karena penggunaan obat
dan kejadian tersebut terjadi pada saat pencapaian efek terapi suatu obat.
Identifikasi DTP merupakan perhatian dari penilaian keputusan akhir yang dibuat dalam tahap proses patient care. Diketahui terdapat 7 jenis DTP yang dapat disebabkan oleh suatu obat dan harus dicari solusinya dan menjadi tanggung
jawab dari pharmaceutical care (Cipolle, 2004).
Drug Therapy Problem merupakan suatu masalah klinis yang tidak dapat diselesaikan atau dicegah jika penyebab dari permasalahan yang muncul tidak
diketahui secara jelas. Sangat penting untuk mengetahui dan mengkategorikan
tidak hanya jenis dari DTP yang terjadi tetapi juga penyebab dari DTP tersebut (Cipolle, 2004).
Seorang praktisi yang menerapkan pharmaceutical care harus mengetahui penyebab dari DTP karena identifikasi terhadap DTP yang terjadi merupakan hal yang sangat mendasar pada praktek pharmaceutical care. Dengan mengidentifikasi penyebab dari DTP yang terjadi memungkinkan pasien dan praktisi untuk bekerja sama menyelesaikan permasalahan yang ada, sehingga
Tabel III. Penyebab-penyebab Drug Therapy Problem (Cipolle, 2004)
No. Jenis DTP Kemingkinan penyebab DTP
1. Obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy)
Ada indikasi obat yang sudah tidak tepat saat itu Terapi dengan dosis toksik
Penggunaan obat lebih dari satu dengan kondisi dapat menggunakan terapi tunggal
Kondisi pasien lebih baik diterapi non-farmakologi (tanpa obat) Terapi efek samping akibat suatu obat yang sebenarnya dapat digantikan dengan yang lebih aman
Kondisi pasien berkaitan dengan penyalahgunaan obat, alkohol, dan merokok
2. Butuh tambahan obat (need for additional drug therapy)
Munculnya kondisi medis baru yang membutuhkan tambahan obat baru
Kondisi kronis yang membutuhkan terapi lanjutan secara terus-menerus
Terapi untuk mencegah timbulnya risiko atau kondisi medis yang baru atau terapi profilaksis
Kondisi yang membutuhkan terapi kombinasi 3. Pemilihan obat yang
salah (wrong drug)
Obat yang digunakan tidak efektif atau bukan yang paling efektif Pasien alergi atau kontraindikasi terhadap obat tersebut
Obat efektif tetapi relatif mahal atau bukan yang paling aman Kondisi yang sukar disembuhkan dengan obat tersebut Pasien mengalami infeksi diberi obat yang sudah resisten Terapi untuk mencegah timbulnya risiko atau kondisi medis yang baru
Kombinasi obat yang salah 4. Dosis terlalu rendah
(dosage too low)
Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk mendapatkan respon pada pasien
Konsentrasi obat dalam darah tidak berada pada rentang terapi yang diharapkan
Waktu pemberian obat yang tidak tepat, misalnya antibiotik profilaksis untuk operasi
Obat, dosis, rute, frekuensi pemberian atau formulasi kurang sesuai untuk pasien
5. Efek samping dan interaksi obat (adverse drug reaction)
Obat diberikan terlalu cepat
Pasien memiliki reaksi alergi atau idiosinkrasi terhadap obat Pasien teridentifikasi memiliki risiko terhadap obat tersebut Bioavailabilitas obat diubah oleh interaksi dengan obat lain atau makanan
Efek obat diubah karena adanya induksi atau inhibisi enzim, serta pergeseran tempat ikatan
Hasil laboratorium dipengaruhi oleh adanya obat 6. Dosis terlalu tinggi
(dosage too high)
Dosis terlalu tinggi
Konsentrasi obat dalam darah di atas rentang terapi yang diharapkan
Dosis obat dinaikkan terlalu cepat
Akumulasi obat karena terapi jangka panjang
Obat, dosis, rute, frekuensi pemberian atau formulasi kurang sesuai untuk pasien
7. Kepatuhan pasien (compliance)
Pasien gagal menerima obat yang sesuai karena medication error
Pasien tidak mematuhi aturan yang ditetapkan baik dengan sengaja maupun karena tidak mengerti
B. Interaksi Obat
Interaksi obat didefinisikan sebagai respon klinis atau farmakologis yang
muncul dari pemberian kombinasi obat yang berbeda, dimana efek klinis yang
muncul dari dua atau lebih kombinasi obat tersebut dapat diantisipasi dengan
pemberian obat secara tunggal/terpisah (Tatro, 2001).
Tabel IV. Tingkat Signifikasi Interaksi Obat (Tatro, 2001) Tingkat signifikasi Keparahan Pelaporan
1 Berat (major) Terbukti
2 Sedang (moderate) Terbukti
3 Ringan (minor) Terbukti
4 Berat/sedang (major/moderate) Mungkin terjadi
5 Ringan (minor) Mungkin terjadi
Tidak ada (any) Tidak terjadi
Onset terjadinya interaksi obat dapat terbagi menjadi 2, yaitu cepat dan
tertunda. Cepat berarti efek akan terjadi selama 24 jam setelah pemberian obat
yang berinteraksi dan dibutuhkan penanganan segera untuk menghindari efek
interaksi obat. Tertunda berarti efek akan terjadi setelah pemberian obat yang
berinteraksi selama beberapa hari atau minggu (Tatro, 2001).
Potensi keparahan interaksi obat penting untuk menilai risiko dan manfaat
alternatif terapi, dengan modifikasi dosis dan waktu pemberian obat dapat
mengatasi terjadinya efek interaksi obat. Ada 3 tingkat keparahan, yaitu berat
(major), sedang (moderate), dan ringan (minor). Tingkat keparahan berat kemungkinan berpotensi menimbulkan kerusakan organ yang permanen. Efek dari
tingkat keparahan sedang tergantung dari kondisi klinis pasien, dapat berupa
yang ditimbulkan tidak diketahui dan tidak mempengaruhi tujuan terapi secara
signifikan, biasanya juga tidak membutuhkan terapi tambahan (Tatro, 2001).
C. Penyakit Serebrovaskuler 1. Anatomi otak
Gambar 1. Anatomi Otak Manusia (Anonim, 2008a)
Otak terdiri atas 3 bagian utama, yaitu otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum), dan batang otak (brain stem). Otak besar merupakan bagian terbesar dan mengontrol sejumlah besar fungsi tubuh, seperti bicara,
emosi, stimulus indera, dan gerakan. Otak besar dibagi menjadi 2 bagian
(hemisphere), kanan dan kiri. Bagian kanan mengatur fungsi tubuh sebelah kiri dan begitu pula sebaliknya pada bagian kiri otak besar. Otak kecil
berfungsi untuk mengatur fungsi gerakan reflek, keseimbangan, dan
koordinasi tubuh, sedangkan batang otak berfungsi untuk mengatur
Nutrisi dan oksigen yang dibawa oleh darah dialirkan ke otak melalui
2 pembuluh darah utama, yaitu pembuluh darah karotid dan pembuluh darah
vertebral (Anonim, 2008a)
Gambar 2. Pembuluh Darah Utama pada Otak (Anonim, 2008a) 2. Definisi
Penyakit serebrovaskuler merupakan suatu istilah yang luas yang
mencakup banyak kelainan pada pembuluh darah di sistem syaraf pusat
(Walker, 1995).
Kebanyakan penyakit serebrovaskuler ditunjukkan dengan adanya
onset yang mendadak dari disfungsi neurologis. Disfungsi yang terjadi dapat
bersifat sementara (dapat diperbaiki) atau secara cepat dapat memburuk. Onset
yang mendadak yang dikarenakan disfungsi neurologis dan tidak disertai
3. Etiologi
Penyakit serebrovaskuler disebabkan karena kelainan aliran darah
pada pembuluh darah di sistem syaraf pusat. Kelainan ini dapat disebabkan
karena :
a. adanya infraksi pada salah satu bagian di sistem syaraf pusat.
b. adanya perdarahan pada bagian parenkim atau subaraknoid di sistem
syaraf pusat.
c. disfungsi neurologis (Walker, 1995).
D. Stroke 1. Definisi dan klasifikasi
Stroke adalah suatu sindroma klinis yang onsetnya mendadak dengan disfungsi neurologik fokal (global), yang berlangsung selama 24
jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian yang mana setelah
dilakukan pemeriksaan penunjang yang adekuat, penyebabnya adalah
semata-mata kelainan vaskuler non traumatik (DiPiro, 2005).
Stroke terbagi atas ischemic stroke (88%) dan hemorrhagic stroke (12%). Hemorrhagic stroke meliputi subarachnoid hemorrhage, intracerebral hemorrhage, dan subdural hemorrhage. Ischemic stroke disebabkan oleh bentuk lokal trombus atau fenomena embolik, hasilnya peredaran darah pada
Gambar 3. Bagan Klasifikasi Stroke Berdasarkan Mekanisme (DiPiro, 2005) 2. Patofisiologi
Pada carotoid atherosklerosis, akumulasi progesif dari lemak dan sel inflamasi di inti dari arteri yang berefek, dikombinasikan dengan hipertropi
dari sel otot arteri lunak, menghasilkan bentuk plak. Akhirnya, tekanan yang
lemah dapat menghasilkan plak hancur, paparan kolagen, agregasi platelet,
dan bentuk gumpalan. Gumpalan dapat terjadi lagi di pembuluh,
menyebabkan oklusi lokal, atau membuat distal sebagai emboli, akhirnya
berakhir di pembuluh serebral. Pada kasus dari emboli kardiogenik, statis
darah di arteria atau ventrikel jantung membuat bentuk gumpalan lokal yang
dapat dikeluarkan dan mengalir langsung melalui aorta ke sirkulasi serebral.
Hasil akhir dari bentuk trombus dan emboli adalah oklusi arteri, menurunkan
aliran darah serebral dan menyebabkan ischemia distal ke oklusi (DiPiro,
2005).
Aliran darah serebral normal rata-rata 50 mL/100 g per menit dan ini
dipertahankan di atas range yang lebar dari tekanan darah (artinya tekanan Stroke
Ischemic stroke
Hemorrhage stroke
Atherosclerotic cerebrovascular
diseease
Penetrating artery disease
Cardiogenic embolism • Artrial fibrilasi
• Valve disease
• Ventricular thrombi
Cryptogenic stroke
Penyebab lain
• Prothrombic states
• Dissections
• Arteritis
• Migrain
• Penyalahgunaa n obat Hipoperfusi Arteriogenic
arteri 50-150 mmHg) oleh proses yang disebut serebral autoregulasi.
Pembuluh darah serebral melebar dan merespon dengan konstriksi untuk
mengubah tekanan darah, tetapi proses ini dapat dirusak oleh atherosklerosis
dan luka akut, seperti stroke. Ketika aliran darah serebral lokal menurun
antara 20 mL/100 g per menit, iskemia terjadi. Dan ketika terjadi reduksi 12
mL/100 g per menit tetap, kerusakan otak irreversible terjadi, dan ini disebut infraksi. (DiPiro, 2005).
3. Penatalaksanaan terapi
a. Outcome
Mencegah keparahan penyakit stroke pada pasien b. Tujuan terapi
1) Mengurangi kerusakan neurologik yang berkelanjutan dan
menurunkan mortalitas dan ketidakmampuan secara jangka panjang.
2) Mencegah komplikasi sekunder dalam kemampuan bergerak dan
disfungsi neurologik.
3) Mencegah kekambuhan stroke c. Sasaran terapi
Sumbatan pada pembuluh darah, gangguan pada pembuluh darah
yang dapat berupa trombus, emboli, clot, dan edema.
d. Terapi farmakologis
Secara umum, obat farmakologis yang direkomendasikan dengan
intravena telah terbukti mengurangi ketidakmampuan fisik yang
berhubungan dengan stroke iskemik. Terapi aspirin diawal juga telah terlihat dapat mengurangi kematian jangka panjang dan ketidakmampuan
fisik tetapi tidak boleh diberikan dalam waktu 24 jam setelah pemberian
tPA karena dapat meningkatkan risiko pendarahan pada pasien (DiPiro, 2005).
E. Trauma Kepala
Tulang tengkorak yang tebal dan keras membantu melindungi otak dari
trauma. Jika kulit kepala digores maka akan terjadi perdarahan yang hebat, hal ini
dikarenakan banyaknya pembuluh darah yang terdapat pada kulit kepala.
Banyaknya pembuluh darah di otak menyebabkan trauma pada kepala menjadi hal
yang sangat serius (Acker, 2003).
Jika trauma pada kepala tergolong dalam kategori ringan dan tidak
menyebabkan gejala lain selain nyeri disekitar daerah trauma, maka pemberian
cukup diberikan paracetamol untuk mengurangi rasa nyeri dan dapat pula dibantu dengan kompres air dingin. Jika trauma yang terjadi tergolong berat, misalnya
seperti kecelakaan, dan keadaan pasien bertambah buruk, maka biasanya
diberikan manitol secara intavena untuk mengurangi pembengkakan dan
F. Obat-obat yang Digunakan
1. Aspirin
Tabel V. Tinjauan Secara Umum Mengenai Aspirin
Peninjauan Keterangan
Mekanisme aksi Menghambat sisntesis prostaglandin dengan cara mencegah aggregasi platelet tromboksan A2, bekerja pada hipotalamus pada bagian yang mengatur panas untuk mengurangi demam (Lacy.et.al., 2006)
Golongan terapi Antiplatelet, antipiretik, analgesik, antiinflamasi (Lacy.et.al., 2006) Dosis Pencegahan stroke/TIA : 30-325 mg/hari
Stroke akut : 160-325 mg/hari (Lacy.et.al., 2006) Antiplatelet : 75-325 mg/hari (Dollery, 1999)
Kontraindikasi Hipersensitifitas terhadap salisilat dan NSAID, pasien dengan asma, rhinitis, dan pasien yang mengalami perdarahan (termasuk karena kekurangan faktor VII dan IX) (Lacy.et.al., 2006)
Peringatan Hati-hati dalam penggunaan pada pasien dengan kekacauan platelet, perdarahan, disfungsi ginjal, gastritis, atau peptic ulcer (Lacy.et.al., 2006).
Efek samping Perdarahan, hipotensi, takikardi, insomnia, hiperkalemia, kemerahan, cerebral edema, mual, mntah, rasa tidak nyaman pada lambung, anemia, trombositopenia, dll (Lacy.et.al., 2006)
Interaksi obat Aspirin meningkatkan konsentrasi serum dari methotrexate, Pemberian bersama NSAID meningkatkan peradangan lambung, pemberian bersama dengan antikoagulan (warfarin), agen trombolitik, heparin, low molecular heparin , dan antikoagulan lain dapat meningkatkan risiko perdarahan lambung.
Pemberian aspirin dapat menurunkan efek dari β-bloker, diuretik kuat, thiaxide, dan probenecid, pemberian dengan NSAID dapat menurunkan konsentrasi serum dari NSAID (Lacy.et.al., 2006) Pemberian aspirin dengan NSAID mempunyai tingkat signifikasi 5 (Tatro, 2001)
2. Tranexamine acid
Tabel VI. Tinjauan Secara Umum Mengenai Tranexamine acid
Peninjauan Keterangan
Golongan terapi Hemostatic agent dan antihemophilic agent (Lacy.et.al., 2006). Dosis Oral : 25 mg/kg, 3-4 kali sehari
Injeksi : 10 mg/kg, 3-4 kali sehari (Lacy.et.al., 2006).
Kontraindikasi Gangguan fungsi ginjal yang berat, dan penyakit tromboembolik (Mehta, 2004)
Peringatan Hati-hati penggunaannya pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, hematuria yang berat (Mehta, 2004).
Efek samping Mual, muntah, diare, tromboembolik (Mehta, 2004).
3. Cilostazol
Tabel VII. Tinjauan Secara Umum Mengenai Cilostazol
Peninjauan Keterangan
Mekanisme aksi Menghambat fosfodiesterase III sehingga akan meningkatkan cyclic AMP yang akan menyebabkan penghambatan aggregasi platelet dan vasodilatasi (Lacy.et.al., 2006)
Golongan terapi Penghambat enzim fosfodiesterase, penghambat aggregasi platelet (Lacy.et.al., 2006)
Dosis 100 mg, 2 kali sehari, diminum 1½ jam sebelum atau 2 jam sesudah makan
Kontraindikasi Hipersensitifitas terhadap cilostazol dan pasien yang menderita gagal jantung
Peringatan Digunakan secara hati-hati pada pasien yang menerima obat yang menghambat aggregasi platelet, gangguan fungsi hati, dan pasien yang menerima penghambat enzim CYP3A4 (ketokonazole atau erythromycin), dan yang menerima penghambat CYP2C19 (omeprazole)
Efek samping Sakit kepala, diare, peripheral edema, palpitasi, takikardi, dispepsia, mual, nyeri pada abdominal, dan lainnya (Lacy.et.al., 2006)
Interaksi obat Efek antiplatelet dengan antiplatelet lain belum diketahui, konsentrasi serum cilostazol ditingkatkan dengan adanya erythromycin, diltiazem, dan omeprazole (Lacy.et.al., 2006)
4. Clopidogrel
Tabel VIII. Tinjauan Secara Umum Mengenai Clopidogrel
Peninjauan Keterangan
Mekanisme aksi Menghambat reseptor ADP yang mencegah pengikatan fibrinogen sehingga mengurangi kemungkinan aggregasi platelet (Lacy.et.al., 2006)
Golongan terapi Antiplatelet (Lacy.et.al., 2006)
Dosis Serangan myocardial infraction, stroke, maupun arterial disease : 75 mg sekali sehari (Lacy.et.al., 2006)
Kontraindikasi Hipersensitifitas terhadap clopidogrel, mempunyai penyakit perdarahan yang aktif seperti intracranial hemorrhage, penyakit yang berhubungan dengan koagulasi (Lacy.et.al., 2006)
Peringatan Hati-hati digunakan pada pasien yang menerima terapi antiplatelet lain atau antikoagulan, hipertensi, gagal ginjal, pasien dengan perdarahan, gangguan fungsi hati, dan lainnya (Lacy.et.al., 2006) Efek samping Nyeri pada abdominal, muntah, dispepsia, gastritis, kontipasi,
hipertensi, kemerahan, arthralgia, dan lainnya (Lacy.et.al., 2006). Interaksi obat Penggunaan bersama dengan antikoagulan atau antiplatelet lain
5. Nimodipine
Tabel IX. Tinjauan Secara Umum Mengenai Nimodipine
Peninjauan Keterangan
Mekanisme aksi Mempunyai aktifitas yang lebih tinggi pada arterial serebral daripada arteri lain (Lacy.et.al., 2006).
Golongan terapi Calcium channel bloker (Lacy.et.al., 2006).
Dosis Oral : 60 mg tiap 4 jam sekali selama 21 hari (Lacy.et.al., 2006). Kontraindikasi Hipersensitif terhadap nimodipine (Lacy.et.al., 2006)
Peringatan Hati-hati penggunaannya pada pasien gangguan fungsi ginjal/hati, Chronic Heart Failure, disfungsi ventrikular kiri yang berat, dll (Lacy.et.al., 2006)
Efek samping Penurunan tekanan darah, sakit kepala, diare, kemerahan, rasa tidak nyaman pada abdominal (Lacy.et.al., 2006)
Interaksi obat Rifampin meningkatkan metabolism CCB, efek antihipertensi ditingkatkan dengan pemberian bersama dengan nimodipine (Lacy.et.al., 2006).
6. Nicergoline
Tabel X. Tinjauan Secara Umum Mengenai Nicergoline
Peninjauan Keterangan
Mekanisme aksi Meningkatkan aliran darah di arteri, menghambat aggregasi platelet (Dollery, 1999)
Dosis 30-60 mg dalam 2-3 dosis terbagi (Anonim, 2007)
Efek samping Gangguan gastrointestinal ringan, sensasi panas pada wajah, mengantuk, insomnia (Anonim, 2007)
Interaksi obat Meningkatkan kerja antihipertensi (Anonim, 2007)
7. Piracetam
Tabel XI. Tinjauan Secara Umum Mengenai Piracetam
Peninjauan Keterangan
Mekanisme aksi Meningkatkan vaskularisasi di otak Golongan terapi Nootropik (Anonim, 2007)
Dosis 4,8 gram-20 gram (maksimal)/hari yang terbagi dalam 2-3 dosis. Dosis initial sebesar 7,2 gram/hari yang terbagi dalam 2-3 dosis (Mehta, 2004)
Kontraindikasi Gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat (Mehta, 2004).
Peringatan Hati-hati pada penggunan pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan geriatri (Mehta, 2004).
Efek samping Peningkatan berat badan, penurunan kesadaran, insomnia, hipertensi, depresi, dan kemerahan (Mehta, 2004).
8. Pentoxifylline
Tabel XII. Tinjauan Secara Umum Mengenai Pentoxifylline
Peninjauan Keterangan
Mekanisme aksi Belum jelas, diduga dengan mengurangi viskositas darah dan meningkatkan aliran darah dengan mengubah rheologi dari sel darah merah (Lacy.et.al., 2006).
Golongan terapi Hemorheologic agent, dan blood viscocity reducer agent (Lacy.et.al., 2006).
Dosis Oral : 400 mg 3 kali sehari, dapat dikurangi menjadi 2 kali sehari jika efek samping pada gastrointestinal dan sistem syaraf pusat terjadi.
Infus IV : 200-300 mg 2 kali sehari dalam cairan infus 250-500 mL (Anonim, 2007)
Kontraindikasi Hipersensitifitas terhadap pentoxifylline, xanthine, dan pasien yang mengalami cerebral/retinal hemorrhage (Lacy.et.al., 2006).
Peringatan Hati-hati penggunaan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (Lacy.et.al., 2006).
Efek samping Mual, muntah, sakit kepala, pusing, dan lainnya (Lacy.et.al., 2006). Interaksi obat Kadar meningkat dengan adanya cimetidine atau antagonis H2 lain,
penggunaan dengan antihipertensi dapat lebih menurunkan tekanan darah (Lacy.et.al., 2006).
9. Bellaphen®
Tabel XIII. Tinjauan Secara Umum Mengenai Bellaphen®
Peninjauan Keterangan
Komposisi Belladona total alkaloid 0,1 mg; ergotamine tartrate 0,3 mg; phenobarbital 20 mg (Anonim, 2007)
Golongan terapi Antimigrain (Anonim, 2007)
Dosis 1-2 tablet 3 kali sehari (Anonim, 2007)
Kontraindikasi Hamil, laktasi, kerusakan hati dan ginjal, Ischemic Heart Dissease, porfiria, penyakit pembuluh darh perifer, pembesaran prostat, glukoma, hipertensi berat (Anonim, 2007).
Peringatan Miastenia gravis, diare, demam, takikardi, infark miokard akut, gangguan menjalankan mesin (Anonim, 2007).
Efek samping Mulut kering, disfagia, gangguan gastrointestinal, nyeri otot, depresi pernafasan, sedasi, dan lainnya (Anonim, 2007).
10.Nadroparine
Tabel XIV. Tinjauan Secara Umum Mengenai Nadroparine
Peninjauan Keterangan
Golongan terapi Anti koagulan (low molecular weight heparin)
Dosis Pencegahan gangguan tromboembolik 0,3 mL 1 kali sehari (Anonim, 2007)
Kontraindikasi Trombositopenia, CVA hemoragik, infeksi endokarditis akut (Anonim, 2007)
Peringatan Insufisiensi hati atau ginjal, hipertensi arterial yang tidak terkontrol, riwayat ulkus peptikum (Anonim, 2007)
Efek samping Hemoragik, trombositopenia berat, nekrosis pada temapt suntikan, hipoaldosteron, peningkatan transaminase (Anonim, 2007)
Interaksi obat NSAID, aspirin, antiplatelet, dekstran, antikoagulan oral (Anonim, 2007)
11.Parnaparine
Merupakan salah satu jenis low molecular weight heparin yang digunakan untuk mencegah gangguan tromboembolik. Dosis yang digunakan
0,3 mL 1 kali sehari. Penggunaannya bersama dengan aspirin akan meningkatkan risiko perdarahan (Anonim, 2008b)
G. Keterangan Empiris
Penelitian mengenai Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems pada Pasien Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus-September 2008 (Kajian Terhadap
Penggunaan Obat Serebrovaskuler) diharapkan dapat memberikan gambaran
mengenai masalah utama kejadian ME fase administrasi dan DTP pada pasien di RS Bethesda Yogyakarta sehingga dapat diaplikasikan untuk mengurangi kejadian
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors dan Drug Therapy Problems pada Pasien Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus-September 2008 (Kajian Terhadap Penggunaan Obat
Serebrovaskuler) termasuk penelitian non eksperimental dengan rancangan
penelitian deskriptif evaluatif yang bersifat prospektif.
Penelitian non eksperimental merupakan penelitian yang observasinya
dilakukan terhadap sejumlah ciri (variabel) subyek menurut keadaan apa adanya
(in nature), tanpa adanya manipulasi atau intervensi peneliti (Pratiknya, 2007). Rancangan penelitian deskriptif evaluatif karena data yang diperoleh baik dari
lembar catatan medik maupun wawancara bersifat untuk menggambarkan
kejadian yang sebenarnya, yang kemudian akan ditelaah apa yang menjadi
masalah utamanya. Penelitian ini bersifat prospektif karena data yang digunakan
dalam penelitian ini diambil dengan mengamati keadaan kasus selama
mendapatkan perawatan dan juga dengan melihat lembar catatan mediknya.
B. Variabel Penelitian
C. Definisi Operasional
1. Medication error yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kejadian medication error pada fase administrasi.
2. Drug Therapy Problems yang dimaksud dalam penelitian ini hanya sebatas DTP yang terjadi pada fase administrasi meliputi butuh tambahan obat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, interaksi obat, adverse drug reaction, dan compliance/kepatuhan pasien.
3. Masalah utama merupakan pokok permasalahan yang mendasari terjadinya
ME dan DTP.
4. Periode Agustus-September 2008 pada penelitian ini dimulai dari tanggal 4
Agustus – 27 September 2008.
5. Kasus dalam penelitian ini adalah pasien yang menerima resep dan
menggunakan obat serebrovaskuler di bangsal kelas III RS Bethesda
Yogyakarta periode Agustus-September 2008.
6. Lembar catatan medik adalah catatan pengobatan dan perawatan pasien yang
memuat data tentang karakteristik pasien meliputi usia, jenis kelamin, alamat,
diagnosis, instruksi dokter, catatan keperawatan, catatan penggunaan obat,
hasil laboratorium, lama perawatan, dan lembar resume pasien dewasa yang menerima obat serebrovaskuler di RS Bethesda Yogyakarta periode
Agustus-September 2008.
7. Karakteristik pasien meliputi distribusi umur, jenis kelamin, pendidikan,
8. Karakteristik peresepan obat meliputi macam obat, jenis obat, rute pemberian
obat, aturan pemakaian obat yang meliputi kekuatan obat dan frekuensi
pemakaian obat.
9. Bangsal kelas III Rumah Sakit Bethesda meliputi bangsal kelas III ruang B, C,
D, E, F, H, dan J.
10.Home visit adalah pengamatan penggunaan obat dan kondisi pasien setelah keluar dari rumah sakit tanpa melakukan intervensi, yang dilakukan pada
pasien yang menyetujui informed consent.
D. Subyek Penelitian
Subyek penelitian meliputi pasien rawat inap di bangsal kelas III RS
Bethesda periode Agustus-Sepember 2008. Pada kajian terhadap obat
serebrovaskuler, subyek penelitian hanya pada kasus dengan diagnosis dan
menerima terapi untuk gangguan pada serebrovaskuler. Kriteria inklusi subyek
adalah pasien yang dirawat di bangsal dewasa yang dilayani oleh farmasis klinis
RS Bethesda. Kriteria eksklusi subyek adalah pasien yang tidak bersedia bekerja
sama dan meninggal dunia.
Berdasarkan data yang didapatkan, jumlah subyek penelitian sebanyak 20
E. Bahan Penelitian
Bahan penelitian meliputi catatan medik pasien dewasa rawat inap di
bangsal kelas III RS Bethesda (termasuk peresepannya) yang menerima obat
serebrovaskuler dan juga wawancara dari petugas kesehatan (dokter, perawat, dan
apoteker) dan keluarga pasien/pasien jika hal tersebut memungkinkan.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Alat-alat untuk monitoring tanda vital dan data laboratorium sederhana,
seperti tensimeter (Tensoval®), termometer, alat pengukur kadar kolesterol
(Easy Touch GC®)
2. Form pemantauan dan penggunaan obat pasien di bangsal
3. Form pemantauan dan penggunaan obat pasien di rumah (untuk pasien home visit)
4. Panduan wawancara terstruktur untuk dokter, apoteker, perawat, dan
pasien/keluarga pasien.
G. Lokasi Penelitian
Penelitian mengenai Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors dan Drug Therapy Problems pada Pasien Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus-September 2008 (Kajian Terhadap Penggunaan Obat
Serebrovaskuler) dilakukan di bangsal kelas III RS Bethesda untuk kasus rawat
H. Tata Cara Penelitian
Tata cara penelitian meliputi tiga tahap, yaitu tahap orientasi, tahap
pengambilan data, dan tahap penyelesaian data.
1. Tahap orientasi
Pada tahap orientasi ini dilakukan beberapa hal, yaitu presentasi
mengenai penelitian yang akan dilakukan di hadapan perwakilan dokter dan
apoteker Bethesda (komisi medik Rumah Sakit Bethesda), mencari informasi
mengenai penggunaan obat serebrovaskuler di bangsal kelas III Rumah Sakit
Bethesda, dan mencari teknis pengambilan data yang sesuai agar tidak
mengganggu aktivitas di bangsal yang bersangkutan.
2. Tahap pengambilan data
Tahap pengambilan data meliputi 2 hal, yaitu pengambilan data primer
dan pengambilan data sekunder.
a. Pengambilan data primer
Pengambilan data primer meliputi :
1) pengamatan penggunaan obat oleh pasien di bangsal dan di rumah
untuk pasien yang bersedia dilakukan home visit. Untuk pasien home visit dipilih pasien yang berdomisili di Daerah Istimewa Yogyakarta kecuali kabupaten Gunung Kidul.
2) wawancara terhadap dokter, apoteker, perawat, dan pasien/keluarga
b. Pengambilan data sekunder
Pengambilan data sekunder dilakukan dengan mencatat lembar
catatan medik pasien, yang meliputi identitas, tanda vital, riwayat
pengobatan, riwayat penyakit, riwayat keluarga, lama tinggal di rumah
sakit, anamnesis, diagnosis, pemberian obat, dan data laboratorium.
3. Tahap penyelesaian data
a. Pengolahan data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dengan beberapa
keterangan, yaitu dosis serta cara pemakaian, jenis serta tanggal pemberian
obat, tanda vital, dan data laboratorium. Data tersebut digunakan untuk
mengidentifikasi ME dan DTP yang mungkin terjadi. b. Evaluasi data
Evaluasi kasus hanya dilakukan pada lingkup penggunaan obat
serebrovaskuler dan dilakukan dengan menggunakan beberapa pustaka,
I. Tata Cara Analisis Hasil
Data dibahas secara evaluatif dengan bantuan tabel atau gambar :
1. Persentase jenis kelamin kasus dikelompokkan menjadi kasus dengan jenis
kelamin laki-laki dan perempuan, dihitung dengan cara menghitung jumlah
kasus pada tiap kelompok jenis kelamin dibagi dengan jumlah keseluruhan
kasus yang didapat dan dikalikan dengan 100%.
2. Persentase umur kasus dikelompokkan menjadi kasus dengan rentang umur
15-24 tahun, 25-34 tahun, 35-44 tahun, 45-54 tahun, 55-64 tahun, 65-74
tahun, dan 75-84 tahun. Masing-masing kelompok dihitung dengan cara
menghitung kasus pada tiap kelompok dibagi dengan jumlah keseluruhan
kasus yang didapat dan dikalikan dengan 100%.
3. Persentase tingkat pendidikan kasus dikelompokkan menjadi kasus dengan
tanpa keterangan, tingkat pendidikan belum/tidak tamat SD, SD, SLTP,
SLTA, dan akademi/universitas. Masing-masing kelompok dihitung dengan
cara menghitung kasus pada tiap kelompok dibagi dengan jumlah keseluruhan
kasus yang didapat dan dikalikan dengan 100%.
4. Persentase pekerjaan kasus dikelompokkan menjadi kasus dengan tanpa
keterangan, pelajar/mahasiswa, buruh, petani, swasta, PNS, dan pensiunan.
Masing-masing kelompok dihitung dengan cara menghitung kasus pada tiap
kelompok dibagi dengan jumlah keseluruhan kasus yang didapat dan dikalikan
dengan 100%.
5. Persentase diagnosis kasus dikelompokkan menjadi kasus dengan 1 diagnosis,
yang muncul. Masing-masing kelompok dihitung dengan cara menghitung
kasus pada tiap kelompok dibagi dengan jumlah keseluruhan kasus yang
didapat dan dikalikan dengan 100%.
6. Persentase macam obat yang diterima kasus dikelompokkan menjadi 14
kelompok mulai dari 4 macam obat sampai 17 macam obat. Masing-masing
kelompok dihitung dengan cara menghitung kasus pada tiap kelompok dibagi
dengan jumlah keseluruhan kasus yang didapat dan dikalikan dengan 100%.
7. Persentase jenis obat yang diterima kasus dikelompokkan menjadi 1 jenis
obat, 2 jenis obat, 3 jenis obat, 4 jenis obat, 5 jenis obat, dan 6 jenis obat
dengan masing-masing diberi nama jenis obat yang diberikan. Masing-masing
kelompok dihitung dengan cara menghitung kasus pada tiap kelompok dibagi
dengan jumlah keseluruhan kasus yang didapat dan dikalikan dengan 100%.
8. Persentase rute pemberian obat yang diterima kasus dikelompokkan menjadi
rute pemberian non parenteral dan parenteral dengan masing-masing diberi
nama obat yang diberikan. Masing-masing kelompok dihitung dengan cara
menghitung kasus pada tiap kelompok dibagi dengan jumlah keseluruhan
kasus yang didapat dan dikalikan dengan 100%.
9. Persentase aturan pakai dikelompokkan menjadi nama obat dan kekuatan
dengan frekuensi pemberian. Masing-masing kelompok dihitung dengan cara
menghitung kasus pada tiap kelompok dibagi dengan jumlah keseluruhan
kasus yang didapat dan dikalikan dengan 100%.
Setiap temuan yang di dapat dihitung sebagai satu kasus. Masing-masing
kelompok dihitung dengan cara menghitung setiap temuan yang didapat pada
tiap kelompok dibagi dengan jumlah keseluruhan kasus yang menerima obat
serebrovaskuler dan dikalikan dengan 100%.
11.Persentase drug therapy problem dikelompokkan menjadi 6 kelompok yang meliputi butuh tambahan obat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah,
interaksi obat, adverse drug reaction, dan compliance. Setiap temuan yang di dapat dihitung sebagai satu kasus. Masing-masing kelompok dihitung dengan
cara menghitung setiap temuan yang didapat pada tiap kelompok dibagi
dengan jumlah keseluruhan kasus yang menerima obat serebrovaskuler dan
dikalikan dengan 100%.
12.Persentase kepatuhan pasien dihitung dengan cara menghitung kasus yang
mengalami uncompliance. Temuan yang didapat dibagi dengan jumlah keseluruhan kasus yang menerima obat serebrovaskuler dan dikalikan dengan
100%.
13.Evaluasi masalah utama kejadian ME dan DTP didasarkan pada hasil penggambaran ME dan DTP yang terjadi dengan didukung data penunjang yang berupa wawancara dengan dokter, apoteker, perawat, dan
pasien/keluarga pasien.
J. Kesulitan Penelitian
Dalam proses pengambilan data pada penelitian ini, peneliti mengalami
dokter dan perawat pada lembar cacatan medik dan juga terdapat beberapa
singkatan atau istilah medis yang tidak dimengerti oleh peneliti. Kesulitan ini
dapat diatasi dengan bertanya pada perawat yang ada di bangsal. Selain itu
terdapat kesulitan lain terkait dengan pasien, seperti pasien yang tidak
memungkinkan keadaannya untuk dilakukan visit bangsal dan kesulitan terkait
pencatatan seperti tidak adanya diagnosis utama pada pasien, tidak adanya catatan
obat yang diterima pasien secara lengkap,dan lainnya.
Pada proses evaluasi data juga terdapat beberapa kendala, yaitu seperti
tidak lengkapnya catatan penggunaan obat oleh pasien, tidak adanya data berat
badan pasien, tidak lengkapnya hal-hal terkait obat seperti dosis, frekuensi
pemberian, dan lainnya. Selain itu evaluasi terhadap instruksi dokter mengenai
penggunaan obat oleh pasien juga mengalami kesulitan karena terkadang dokter
Penelitian mengenai Evaluasi Masalah Utama Kejadian Mediacation Errors Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems pada Pasien Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus-September 2008 (Kajian Terhadap
Penggunaan Obat Serebrovaskuler) merupakan bagian dari penelitian payung
yang berjudul “Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems pada Pasien Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008”. Selain kajian terhadap penggunaan obat
serebrovaskuler terdapat tujuh subjudul lain yang masing-masing dikerjakan oleh
orang yang berbeda.
Gambar 4.Bagan Kedudukan Penelitian Kajian Terhadap Penggunaan Obat Serebrovaskuler pada Penelitian Payung
Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems pada Pasien RS. Bethesda Yogyakarta
Periode Agustus 2008
Penggunaan obat kardiovaskuler
Penggunaan obat gangguan sistem
pernafasan Penggunaan obat
gangguan sistem urinari dan reproduksi
Penggunaan obat gangguan sistem neuromuskuler
Penggunaan obat serebrovaskuler
Penggunaan obat gangguan alergi dan
sistem imun
Penggunaan obat golongan antiemetik
Dibagi menjadi 8 kajian
Selama periode Agustus-September 2008 didapatkan 97 kasus. Dari 97
kasus tersebut, 20 kasus menerima obat serebrovaskuler. Kasus yang ada dapat
digunakan lebih dari satu peneliti karena kajian yang digunakan berdasarkan
penggunaan obat. Dalam menentukan kasus yang ada selain dilihat berdasarkan
penggunaan obatnya juga dilihat berdasarkan diagnosis yang ada. Pada 20 kasus
yang menerima obat serebrovaskuler 4 kasus menyetujui informend consent dan
bersedia untuk dilakukan home visit.
A. Profil Kasus yang Menerima Obat Serebrovaskuler
Profil kasus yang menerima obat serebrovaskuler di RS Bethesda
Yogyakarta periode Agustus-September 2008 dikelompokkan berdasarkan jenis
kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan diagnosis.
1. Berdasarkan jenis kelamin
Masing-masing kasus yang menerima obat serebrovaskuler
dikelompokkan berdasarkan jenis kelaminnya, yaitu laki-laki dan perempuan.
Pengelompokkan berdasarkan jenis kelamin ini hanya untuk menggambarkan
profil pasien yang menerima obat serebrovaskuler di Rumah Sakit Bethesda
selama periode Agustus-September 2008, karena tidak terdapat perbedaan
pada penggunaan obat serebrovaskuler pada jenis kelamin laki-laki maupun
perempuan dalam hal jumlah obat, jenis obat, maupun aturan pakai obat.
Tabel XV. Pengelompokkan Kasus yang Menerima Obat
Serebrovaskuler di Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus-September 2008 Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin Jumlah kasus (n=20) Persentase (%)
Laki-laki 13 65,0
Dari 20 kasus yang didapat, yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak
13 kasus (65,0%) sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 7
kasus (35,0%).
2. Berdasarkan umur
Pengelompokkan berdasarkan umur ini hanya digunakan untuk
pengetahui profil umur pasien yang menerima obat serebrovaskuler di bangsal
kelas III RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus-September 2008.
Berdasarkan DiPiro (2005) risiko terjadinya penyakit stroke meningkat
dua kali lipat pada tiap dekade usia seseorang setelah mencapai umur 55
tahun. Kasus yang menerima obat serebrovaskuler mempunyai rentang umur
18-80 tahun. Kasus ini dibagi menjadi tujuh kelompok umur dengan rentang
10 tahun karena berdasarkan hasil penelusuran, penyakit yang paling banyak
ditemukan adalah CVA non hemoragi/stroke sehingga pembagian umur
mengikuti peningkatan risiko timbulnya stroke.
Tabel XVI. Pengelompokkan Kasus yang Menerima Obat Serebrovaskuler di Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode
Agustus-September 2008 Berdasarkan Umur
Pembagian umur (tahun) Jumlah kasus (n=20) Persentase (%)
15 - 24 2 10,0
25 – 34 1 5,0
35 – 44 1 5,0
45 – 54 6 30,0
55 – 64 4 20,0
65 – 74 3 15,0
Gambar 5. Diagram Persentase Kasus yang Menerima Obat Serebrovaskuler di Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode
Agustus-September 2008 Berdasarkan Umur
Berdasarkan hasil pengelompokkan didapatkan hasil bahwa
penggunaan obat serebrovaskuler paling banyak digunakan pada kelompok
umur 45-54 tahun sebesar 30,0%, kemudian kelompok umur 55-64 tahun
sebesar 20,0%, kelompok umur 65-74 tahun dan 75-84 tahun masing-masing
sebesar 15,0%, kelompok umur 15-24 tahun sebesar 10,0% dan yang paling
sedikit penggunaannya pada kelompok umur 25-34 tahun dan 35-44 tahun
masing-masing sebesar 5,0%.