• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN PERFORMANSI KERJA KARYAWAN BERDASARKAN GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERBEDAAN PERFORMANSI KERJA KARYAWAN BERDASARKAN GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAA

BERDASARKA

Dia

PROGRAM STU

UN

i

AAN PERFORMANSI KERJA KARY

KAN GAYA KEPEMIMPINAN SITU

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh:

Lidia Widya Kuncaraningtyas 079114086

STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

NIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2012

YAWAN

TUASIONAL

(2)

ii

SKRIPSI

PERBEDAAN PERFORMANSI KERJA KARYAWAN

BERDASARKAN GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL

Oleh:

Lidia Widya Kuncaraningtyas 079114086

Telah disetujui oleh:

Dosen Pembimbing,

(3)

iii

SKRIPSI

PERBEDAAN PERFORMANSI KERJA KARYAWAN

BERDASARKAN GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL

Dipersiapkan dan ditulis oleh: Lidia Widya Kuncaraningtyas

079114086

Telah dipertahankan di depan panitia penguji Pada tanggal 17 Januari 2012

Dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji:

Nama lengkap Tanda

Tangan

P. Henrietta PDADS., M.A. Drs. H. Wahyudi, M.Si Dewi Soerna A., M.Psi.

Yogyakarta, Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Dekan

(4)

iv

Kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda

Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanMu

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta,20 Februari 2012 Penulis

(6)

vi

PERBEDAAN PERFORMANSI KERJA KARYAWAN BERDASARKAN GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL

Lidia Widya Kuncaraningtyas

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan performansi kerja karyawan berdasarkan gaya kepemimpinan situasional. Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan performansi kerja karyawan berdasarkan gaya kepemimpinan situasional. Subyek dalam penelitian ini adalah karyawan bagian produksi berusia 25-51 tahun. Alat pengumpul data yang digunakan terdiri dari Skala Perilaku Tugas, Skala Perilaku Hubungan, Skala Kematangan Karyawan, dan Skala Performansi Kerja karyawan. Skala Perilaku Tugas telah melalui proses try-out sehingga didapatkan 7 item dengan koefisien reliabilitas alpha sebesar 0.717. Skala Perilaku Hubungan telah melalui proses try-out sehingga didapatkan 10 item dengan koefisien reliabilitasalpha sebesar 0.776. Skala Kematangan Karyawan telah melalui proses try-out sehingga didapatkan 7 item dengan koefisien reliabilitas alpha sebesar 0.732. Skala Performansi Kerja Karyawan telah melalui proses try-out sehingga didapatkan 25 item dengan koefisien reliabilitas alpha sebesar 0.748. Hasil gaya kepemimpinan situasional dapat diperoleh dengan melihat hubungan antara hasil skala perilaku tugas, perilaku hubungan dan kematangan karyawan. Hasil penelitian menggunakan metode analisis data independent t-test. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara performansi kerja karyawan berdasarkan gaya kepemimpinan situasional efektif dengan tidak efektif. Hal ini ditunjukkan dengan mean performansi kerja karyawan berdasarkan gaya kepemimpinan situasional efektif sebesar 77.23. Sedangkan mean performansi kerja karyawan berdasarkan gaya kepemimpinan situasional tidak efektif sebesar 57.41 Hasil Uji T terhadap mean performansi kerja karyawan berdasarkan gaya kepemimpinan situasional efektif dan tidak efektif menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara performansi kerja karyawan berdasarkan gaya kepemimpinan situasional efektif dan tidak efektif dengan nilai signifikansi sebesar 0.000. Maka dapat dikatakan bahwa hipotesis dari penelitian ini diterima.

(7)

vii

PERFORMANCE DIFFERENCES FOR EMPLOYEES UNDER THE LEADERSHIP STYLE SITUATIONAL

Lidia Widya Kuncaraningtyas ABSTRACT

This study aims to determine whether there was differences in employee performance style based on situational leadership. The hypothesis in this study was that there are differences in job performance of employees based on situational leadership style. Subjects in this study were part of the production employees aged 25-51 years. Data collection tool that is used consist of Task Behavior Scale, Scale Behavior Relations, Employee Maturity Scale, and Work Performance Scale employees. Task Behavior Scale has been through the process of try-outs so we get 7 items with an alpha reliability coefficient for 0717. Behavior Scale Relationships have been through the process of try-outs so we get 10 items with an alpha reliability coefficient for 0776. Maturity Scale Employees have gone through the process of try-outs so we get 7 items with an alpha reliability coefficient for 0732. Employee Performance Scale have been through the process of try-outs so we get 25 items with an alpha reliability coefficient for 0748. The results of the situational leadership style can be obtained by looking at the relationship between the scale of the task behavior, behavior and maturity of employee relations. The results of data analysis used independent t-test. The results showed that there are significant differences between employees' performance based on situational leadership style effective with ineffective. It was indicated by the mean performance of the employee based on an effective situational leadership style of 77.23. While the mean performance of employees based on situational leadership style was not effective at 57.41 T Test Results from the mean performance of employees based on situational leadership style effective and ineffective suggested that there was significant differences between the performance of employees' situational leadership style based on effective and ineffective with the significance of 0000. It can be said that the hypothesis of this research is received.

.

(8)

viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama : Lidia Widya Kuncaraningtyas

Nomor Mahasiswa : 079114086

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Perbedaan Performansi Kerja Berdasarkan Gaya Kepemimpinan

Situasional

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 21 Januari 2012

Yang menyatakan,

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan rahmatnya

kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Oleh

karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ch. Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi

2. Titik Kristiyani, M. Psi selaku Kaprodi Fakultas Psikologi

3. P. Henrietta PDADS., S.Psi., MA. selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. V. Didik Suryo Hartoko, S. Psi., M. Si. selaku dosen pembimbing

akademik yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Drs. H. Wahyudi, M.Si. selaku dosen penguji.

6. Dewi Soerna A., M.Psi. selaku dosen penguji.

7. Bapak Ibu dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmu dan

pengetahuannya selama penulis menempuh studi di Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

8. Segenap karyawan Fakultas Psikologi (Mas Gandung, Bu Nanik, Mas

Muji, Mas Doni, dan Pak Gie), terimakasih atas kerjasama yang diberikan

untuk kelancaran studi penulis di Fakultas Psikologi.

9. Ibu Ida, Ibu Ely, dan Ibu Vitri dari PT Coca Cola Amatil atas

kerjasamanya sehingga penulis dapat menyebarkan skala untuk para

karyawan.

10. Bapak, Ibu, Mas Wisnu, Mas Widi, Mbak Rini, Jevan, Joice yang selalu

(10)

x

11. Mas Uly yang selalu menemani dan mendoakan.

12. Dena, Intan, Yani, Cicil, Putri, Galih dan teman-teman yang lain.

Terimakasih untuk bantuan, sharing, humor dan dukungannya.

13. Semua pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Terimakasih untuk segalanya.

Penulis

(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……...………. ii

HALAMAN PENGESAHAN ………...………. iii

HALAMAN MOTTO ………... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ………. iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………. v

ABSTRAK ………. vi

ABSTRACT ………... vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ……… viii

KATA PENGANTAR ……… ix

DAFTAR ISI ……….. xi

DAFTAR GAMBAR ………. xv

DAFTAR TABEL ………. xvi

DAFTAR lAMPIRAN ……….. xvii

BAB I PENDAHULUAN ………... 1

A. Latar Belakang Masalah ………... 1

B. Rumusan Masalah ……….. 5

C. Tujuan Penelitian ……… 6

(12)

xii

BAB II LANDASAN TEORI ………... 7

A. Pendekatan Kepemimpinan Situasional ……… 7

1. Definisi Kepemimpinan ………. 7

2. Kepemimpinan Situasional ……… 9

3. Tipe atau Bentuk Kepemimpinan Situasional ………..……. 10

B. Performansi Kerja ……….. 16

1. Definisi Performansi Kerja ……… 16

2. Aspek Performansi Kerja ……….. 17

3. Metode Penilaian Performansi Kerja ………. 18

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Performansi Kerja .……….... 24

C. Dinamika Perbedaan Performansi Kerja Karyawan Berdasarkan Gaya Kepemimpinan Situasional ……..……….. 26

D. Hipotesis ………. 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……….. 29

A. Jenis Penelitian ……….. 29

B. Variabel Penelitian ……… 29

C. Definisi Operasional ………. 29

1. Kepemimpinan situasional ……… 29

2. Performansi kerja ……….. 30

D. Subyek Penelitian ……….. 31

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ……… 31

1. Skala Performansi Kerja Karyawan ……….. 32

(13)

xiii

a. Skala Perilaku Hubungan ……… 35

b. Skala Perilaku Tugas ……….. 36

c. Skala Kematangan Karyawan ……… 38

F. Validitas dan Reliabilitas ………. 39

1. Validitas ……… 39

2. Seleksi Item ……….. 39

3. Reliabilitas ……… 43

G. Metode Analisis Data ………... 44

1. Uji Asumsi ……… 44

a. Normalitas ……… 45

b. Uji Homogenitas ………... 45

2. Uji Hipotesis ………. 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 46

A. Pelaksanaan Penelitian ………. 46

B. Deskripsi Subyek ………... 47

C. Deskripsi Data Penelitian ………. 47

1. Deskripsi Data Perilaku Tugas ………. 47

2. Deskripsi Data Perilaku Hubungan ……….. 48

3. Deskripsi Data Kematangan Karyawan ……… 49

D. Hasil Analisis Penelitian ……….. 50

1. Uji Asumsi ………... 50

a. Uji Normalitas ……….. 50

(14)

xiv

2. Uji Hipotesis ……… 52

a. Perolehan Skor Masing-masing Komponen Kepemimpinan Situasional ………. 52

b. Perolehan Skor Kepemimpinan Situasional ……….. 54

c. Uji Beda ……….. 56

E. Pembahasan ……… 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 61

A. Kesimpulan ………. 61

B. Keterbatasan Penelitian ………. 61

C. Saran ……….. 62

DAFTAR PUSTAKA ……… 64

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Grafik Gaya Kepemimpinan Situasional ……… 14

Gambar 2. Skema Perbedaan Performansi Kerja Karyawan Berdasarkan

Gaya Kepemimpinan Situasional ……….……… 28

Gambar 3. Sebaran Data Gaya Kepemimpinan Situasional ………. 54

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.Blue PrintSkala Performansi Kerja ……….………. 33

Tabel 2.Blue PrintSkala Perilaku Hubungan ……… 35

Tabel 3.Blue PrintSkala Perilaku Tugas ………... 36

Tabel 4.Blue PrintSkala Kematangan Karyawan ……….…. 38

Tabel 5. Skala Performansi Kerja Karyawan Sesudah Uji Coba ……….... 41

Tabel 6. Skala Perilaku Hubungan Sesudah Uji Coba ……….……… 42

Tabel 7. Skala Perilaku Tugas Sesudah Uji Coba ……….…….. 42

Tabel 8. Skala Kematangan Karyawan Sesudah Uji Coba ……….. 43

Tabel 9. Deskripsi Data Usia Subyek ……… 47

Tabel 10. Deskripsi Data Masa Kerja Subyek ……….. 47

Tabel 11. Data Teoritis dan Empirik Skala Perilaku Tugas ………. 48

Tabel 12. Data Teoritis dan Empirik Skala Perilaku Hubungan ……….. 48

Tabel 13. Data Teoritis dan Empirik Skala Kematangan Karyawan ……… 49

Tabel 14. Hasil Uji Normalitas ………. 50

Tabel 15. Hasil Homogenitas ……… 51

Tabel 16. Hubungan Gaya Kepemimpinan Situasional dengan Kematangan Karyawan ……… 55

Tabel 17. Hasil Uji Beda Mean Data Performansi kerja karyawan Berdasarkan Gaya Kepemimpinan Situasional Efektif ………. 56

Tabel 18. Hasil Uji Beda Mean Data Performansi kerja karyawan Berdasarkan Gaya Kepemimpinan Situasional Tidak Efektif ………... 56

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.1. Skala Perilaku Tugas Sebelum Uji Coba ………. 66

Lampiran 1.2. Skala Perilaku Hubungan Sebelum Uji Coba ……….. 67

Lampiran 1.3. Skala Kematangan Karyawan Sebelum Uji Coba ……… 68

Lampiran 1.4. Skala Performansi Kerja Karyawan Sebelum Uji Coba ………….. 69

Lampiran 1.5. Skala Perilaku Tugas Sesudah Uji Coba ………. 71

Lampiran 1.6. Skala Perilaku Hubungan Sesudah Uji Coba ……….. 72

Lampiran 1.7. Skala Kematangan Karyawan Sesudah Uji Coba……… 73

Lampiran 1.8. Skala Performansi Kerja Karyawan Sesudah Uji Coba ………….. 74

Lampiran 2.1. Reliabilitas Skala Perilaku Tugas ………….……….. 76

Lampiran 2.2. Reliabilitas Skala Perilaku Hubungan ……… 78

Lampiran 2.3. Reliabilitas Skala Kematangan Karyawan ………. 79

Lampiran 2.4. Reliabilitas Skala Performansi Kerja Karyawan ……… 82

Lampiran 3.1. Data Skala Perilaku Tugas ……….. 85

lampiran 3.2. Data Skala Perilaku Hubungan ………..…... 87

Lampiran 3.3. Data Skala Kematangan Karyawan ……… 89

Lampiran 3.4. Data Skala Performansi Kerja Karyawan ……….. 91

Lampiran 4.1. Uji Normalitas Skala Perilaku Tugas ………. 95

Lampiran 4.2. Uji Normalitas Skala Perilaku Hubungan ………. 96

Lampiran 4.3. Uji Normalitas Skala Kematangan Karyawan ……….. 97

Lampiran 4.4. Uji Normalitas Skala Performansi Kerja Karyawan ………. 99

(18)

xviii

Lampiran 5.2. Uji T Skala Perilaku Hubungan ………. 101

Lampiran 5.3. Uji T Skala Kematangan Karyawan ……….. 102

Lampiran 5.4. Uji T Skala Performansi Kerja Karyawan Berdasarkan Gaya

Kepemimpinan Situasional Efektif ……… 103

Lampiran 5.5. Uji T Skala Performansi Kerja Karyawan Berdasarkan Gaya

Kepemimpinan Situasional Tidak Efektif ………. 104

Lampiran 6. Hasil Hubungan Gaya Kepemimpinan Situasional dan

Kematangan Karyawan ……….. 105

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang sangat

menentukan bagi keberhasilan atau kegagalan organisasi atau perusahaan

dalam mencapai tujuan (Sudarmanto,2009). Sebuah perusahaan yang memiliki

pekerja dengan performansi kerja atau kinerja yang tinggi akan lebih

maksimal dalam mencapai tujuan perusahaannya dibandingkan dengan

perusahaan yang memiliki karyawan dengan performansi kerja atau kinerja

yang rendah.

Performansi kerja atau kinerja merujuk pada 2 hal yaitu hasil dan

perilaku. Kinerja yang merujuk pengertian sebagai hasil menyatakan bahwa

kinerja merupakan hasil yang diproduksi (dihasilkan) atas fungsi pekerjaan

tertentu atau aktivitas-aktivitas selama periode waktu tertentu. (Bernadin,

dalam Sudarmanto, 2009). Sedangkan bagi kinerja yang merujuk pada

pengertian sebagai perilaku, (Murphy, dalam Sudarmanto 2009) menyatakan

bahwa kinerja merupakan seperangkat perilaku yang relevan dengan tujuan

organisasi atau unit organisasi tempat orang bekerja.

Ada empat faktor yang dapat mempengaruhi performansi kerja/ kinerja

seseorang (Prawirosentono, dalam Sudarmanto 2009). Faktor yang pertama

adalah Efektivitas dan Efisiensi. Dalam hubungannya dengan kinerja

(20)

efisiensi. Masalahnya adalah bagaimana proses terjadinya efisiensi dan

efektivitas organisasi. Dikatakan efektif apabila mencapai tujuan. Dikatakan

efisien bila hal itu memuaskan sebagai pendorong mencapai tujuan, terlepas

apakah efektif atau tidak. Faktor yang kedua adalah otoritas dan tanggung

jawab. Dalam organisasi baik wewenang dan tanggung jawab telah

didelegasikan dengan baik, tanpa adanya tumpang tindih tugas. Masing-masing

karyawan yang ada dalam organisasi mengetahui apa yang menjadi hak dan

tanggung jawabnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi (Prawirosentono,

dalam Sudarmanto 2009).

Faktor ketiga adalah disiplin, Secara umum, disiplin menunjukkan suatu

kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri karyawan terhadap peraturan dan

ketetapan perusahaan. Disiplin meliputi ketaatan dan hormat terhadap perjanjian

yang dibuat antara perusahaan dan karyawan. Dengan demikian, bila peraturan

atau ketetapan yang ada dalam perusahaan itu sering diabaikan atau dilanggar,

maka karyawan memiliki disiplin yang buruk. Faktor yang keempat adalah

Inisiatif. Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam

bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan

organisasi. Setiap inisiatif sebaiknya mendapat perhatian atau tanggapan positif

dari atasan, kalau memang dia atasan yang baik. (Prawirosentono, dalam

Sudarmanto 2009).

Dari keempat faktor tersebut tampak bahwa pemimpin atau atasan

memiliki peran yang cukup besar dalam kinerja karyawan. Pemimpin adalah

(21)

organisasi. Seorang pemimpin harus dapat menciptakan hubungan kerja yang

harmonis, baik antara sesama karyawan, maupun antara atasan dengan

bawahan. Kepemimpinan (leadership) menurut Robbins (dalam Sudarmanto,

2009) adalah Kemampuan mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian

tujuan. Sementara Griffin dan Ebert (dalam Sudarmanto, 2009) memberikan

definisi kepemimpinan sebagai berikut: kepemimpinan adalah suatu proses

untuk memotivasi orang lain untuk bekerja memenuhi tujuan-tujuan yang

spesifik. Definisi kepemimpinan tersebut menyatakan secara tidak langsung

bahwa kepemimpinan menyangkut penggunaan pengaruh dan hubungan

interpersonal untuk mempengaruhi perilaku dan kinerja pengikut, dan yang

terakhir memfokuskan dalam pencapaian tujuan.

Model kepemimpinan situasional adalah pendekatan kepemimpinan

yang menganjurkan agar pemimpin memahami perilakunya sendiri. Para

manajer sering mengeluh bahwa teori-teori ilmiah tidak bisa membantu

mereka menjadi lebih baik dalam pekerjaan mereka, baik di lini produksi, atau

di kantor. Mereka menginginkan sesuatu yang bisa mereka gunakan dan

mereka aplikasikan. Hersey dan Blanchard (dalam Ivancevich, 2005) telah

mengembangkan model kepemimpinan situasional yang diyakini sesuai untuk

kebanyakan manajer. Manajer pada perusahaan besar maupun kecil telah

menggunakan model kepemimpinan situasional dan sangat mendukung

kegunaannya. Terdapat empat model kepemimpinan situasional yaitu; 1)

Model Kontingensi Fiedler; 2) Vroom, Yetton dan Jago; 3) Model Path Goal

(22)

model situasional ini memiliki beberapa persamaan, yaitu; terfokus pada

dinamika kepemimpinan, mendorong dilakukannya penelitian dalam bidang

kepemimpinan dan tetap kontroversial karena adanya masalah pengukuran,

pengujian riset terbatas dan hasil penelitian yang kontradiktif. Terlepas dari

peringatan mengenai keterbatasn riset dan fleksibilitas pemimpin, kebanyakan

manajer menyukai model kepemimpinan situasional Hersey dan Blanchard.

Model ini dianggap bermakna, praktis dan berguna dalam melatih manajer

untuk berpikir dan bertindak sebagai seorang pemimpin. (Ivancevich, 2005)

Kepemimpinan situasional Hersey dan Blanchard didasarkan atas

hubungan antara kadar bimbingan dan arahan (perilaku tugas) yang diberikan

pemimpin; kadar dukungan sosioemosional (perilaku hubungan) yang

disediakan pemimpin; dan level kesiapan (“kematangan”) yang diperlihatkan

pengikut dalam pelaksanaan tugas, fungsi, atau tujuan tertentu. Konsep ini

dikembangkan untuk membantu orang-orang yang melakukan proses

kepemimpinan tanpa mempersoalkan peran mereka, agar lebih efektif dalam

hubungan mereka sehari-hari dengan orang lain. Konsep ini menjelaskan

hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan level kematangan

para pengikut, bagi para pemimpin. (Hersey dan Blanchard, 1982).

Maka kepemimpinan situasional adalah perilaku pemimpin yang

didasarkan atas hubungan antara kadar bimbingan dan arahan yang diberikan

pemimpin, kadar dukungan sosioemosional dan kematangan anggota

kelompok. Menurut kepemimpinan situasional, tidak ada satu cara terbaik

(23)

harus diterapkan seseorang tehadap orang-orang atau sekelompok orang

bergantung pada level kematangan dari orang-orang yang akan dipengaruhi

pemimpin. (Hersey dan Blanchard, 1982)

Kepemimpinan situasional dikatakan efektif apabila gaya

kepemimpinan situasional yang diterapkan sesuai dengan kematangan

karyawan. Gaya kepemimpinan situasional yang sesuai bagi keempat level

kematangan itu adalah rendah (M1), rendah ke sedang (M2), sedang ke tinggi

(M3), dan tinggi (M4), berhubungan dengan masing-masing gaya

kepemimpinan telling, selling, participating, delegating. (Hersey dan

Blanchard, 1982)

Seorang pemimpin yang baik akan mampu menempatkan dirinya pada

posisi yang tepat dalam menyikapi situasi yang dimiliki oleh para

pengikutnya. Hal tersebut dapat memberikan dampak positif terhadap iklim

kerja yang ada dalam organisasi yang dipimpinnya. Bila seorang pemimpin

dapat menciptakan iklim yang baik bagi karyawannya maka karyawannya pun

akan merasa termotivasi untuk menunjukkan performansi atau kinerja yang

lebih baik (Lensufiie, 2010).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan oleh peneliti tersebut

maka dapat dirumuskan permasalahan yang hendak diteliti, yaitu apakah

terdapat perbedaan performansi kerja berdasarkan gaya kepemimpinan

(24)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui ada atau tidaknya

perbedaan performansi kerja karyawan berdasarkan gaya kepemimpinan

situasional atasan.

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Manfaat penelitian secara teoritis adalah memberi sumbangan

pemikiran dalam ilmu psikologi, khususnya psikologi industri organisasi

untuk menjelaskan performansi kerja dan gaya kepemimpinan situasional.

2. Praktis

Manfaat penelitian ini secara praktis adalah sebagai bahan evaluasi dan

refleksi baik bagi pemimpin maupun karyawan sehingga dapat digunakan

(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pendekatan Kepemimpinan Situasional

1. Definisi Kepemimpinan

Kepemimpinan sudah lama menjadi pusat perhatian para ahli

manajemen. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak kasus terjadi yang bisa

menjadi bukti bahwa masalah kepemimpinan mempunyai pengaruh besar

dalam perjalanan suatu organisasi. Seorang pemimpin dapat membawa

suatu organisasi ke dalam keberhasilan atau kehancuran. Pemimpin yang

sukses mempunyai visi jauh ke depan dan mampu mengantisipasi

perubahan, mampu memanfaatkan kesempatan, mampu

mengkomunikasikan visi yang dimiliki untuk bisa memotivasi pengikut

mereka mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi, mampu

mengoreksi kinerja yang buruk, dan mampu mendorong organisasi ke arah

sasarannya.

Stogdill (1974) menyimpulkan bahwa banyak sekali definisi

mengenai kepemimpinan. Hal ini dikarenakan banyak sekali orang yang

telah mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan tersebut. Namun

demikian, semua definisi kepemimpinan yang ada mempunyai beberapa

unsur yang sama. Menurut Sarros dan Butchatsky (dalam Sudarmanto

2009)), kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku dengan

tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok

(26)

untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan

manfaat individu dan organisasi. Sedangkan menurut Anderson (dalam

Sudarmanto 2009)), kepemimpinan berarti menggunakan kekuatan untuk

mempengaruhi pikiran dan tindakan orang lain sedemikian rupa sehingga

mencapai performansi kerja yang tinggi.

Kepemimpinan (leadership) menurut Robbins (dalam Sudarmanto

2009) adalah kemampuan mempengaruhi suatu kelompok ke arah

pencapaian tujuan. Sementara Griffin dan Ebert (dalam Sudarmanto 2009)

memberikan definisi kepemimpinan sebagai suatu proses untuk

memotivasi orang lain untuk bekerja memenuhi tujuan-tujuan yang

spesifik. Hal serupa diungkapkan pula oleh Amstrong (2003) yang

menyatakan kepemimpinan adalah proses memberi inspirasi kepada semua

karyawan agar bekerja sebaik-baiknya untuk mencapai hasil yang

diharapkan. Kepemimpinan adalah cara mengajak karyawan agar

bertindak benar, mencapai komitmen, dan memotivasi mereka untuk

mencapai tujuan bersama.

Dari definisi-definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

kepemimpinan adalah suatu proses untuk memberi motivasi dan inspirasi

bagi karyawan untuk bekerja dengan benar dan sebaik-baiknya sehingga

dapat mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan

(27)

2. Kepemimpinan Situasional

Kepemimpinan situasional didasarkan atas hubungan antara kadar

bimbingan dan arahan (perilaku tugas) yang diberikan pemimpin; kadar

dukungan sosioemosional (perilaku hubungan) yang disediakan pemimpin;

dan level kesiapan (kematangan) yang diperlihatkan pengikut dalam

pelaksanaan tugas, fungsi, atau tujuan tertentu. Konsep ini dikembangkan

untuk membantu orang-orang yang melakukan proses kepemimpinan

tanpa mempersoalkan peran mereka, agar lebih efektif dalam hubungan

mereka sehari-hari dengan orang lain konsep ini menjelaskan hubungan

antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan level kematangan para

pengikut, bagi para pemimpin. (Hersey dan Blanchard, 1982).

Fokus dalam pendekatan situasional terhadap kepemimpinan

adalah pada perilaku yang dapat diamati, tidak pada suatu kemampuan

atau potensi kepemimpinan yang secara hipotetis dibawa sejak lahir atau

diperoleh. Penekanan pendekatan tersebut adalah pada perilaku para

pemimpin dan anggota kelompok mereka (pengikut)dan berbagai situasi.

Dengan penekanan pada perilaku dan lingkungan ini, dorongan akan lebih

diarahkan pada kemungkinan untuk melatih orang-orang dalam upaya

mengadaptasi gaya perilaku pemimpin dalam berbagai situasi. Oleh karena

itu diyakini bahwa orang-orang pada umumnya dapat meningkatkan

efektivitas peranan kepemimpinan mereka melalui pendidikan, pelatihan,

dan pengembangan (education, training, and development)(Hersey dan

(28)

Penekanan kepemimpinan situasional diletakkan pada perilaku

pemimpin dalam hubungannya dengan pengikut (Hersey dan Blanchard,

1982). Sanford (dalam Hersey dan Blanchard, 1982) telah menunjukkan

adanya pembenaran penekanan pada pengikut sebagai faktor yang paling

penting dalam setiap kejadian kepemimpinan. Para pengikut adalah vital

dalam situasi apapun, tidak hanya karena secara individual mereka

menolak atau menerima pemimpin, tetapi juga karena sebagai kelompok

mereka secara actual menentukkan kuasa pribadi (personal power) yang

dapat dimiliki pemimpin.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan

situasional adalah perilaku pemimpin yang didasarkan atas hubungan

antara kadar bimbingan dan arahan yang diberikan pemimpin, kadar

dukungan sosioemosional dan kematangan anggota kelompok.

3. Tipe atau Bentuk Kepemimpinan Situasional

Menurut kepemimpinan situasional, tidak ada satu cara terbaik

untuk mempengaruhi perilaku orang-orang. Gaya kepemimpinan mana

yang harus diterapkan seseorang terhadap orang-orang atau sekelompok

orang bergantung pada level kematangan dari orang-orang yang akan

dipengaruhi pemimpin. Masing-masing dari keempat gaya kepemimpinan

itu adalah; memberitahukan (telling), menjajakan (selling),

mengikutsertakan (participating), dan medelegasikan (delegating).

(29)

1. Memberitahukan (telling) adalah bagi tingkat kematangan yang

rendah. Orang-orang yang tidak mampu dan tidak mau memikul

tanggung jawab untuk melakukan sesuatu adalah tidak kompeten atau

tidak yakin. Dalam banyak hal, ketidakmauan mereka adalah karena

ketidakyakinan mereka dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas

tertentu. Dengan demikian, gaya “memberitahukan” yang direktif yang

menyediakan arahan dan supervisi yang spesifik dan jelas memiliki

kemungkinan efektif paling tinggi dengan orang-orang berada pada

level kematangan seperti itu. Gaya ini diacu sebagai

“memberitahukan” karena dicirikan oleh perilaku pemimpin yang

menetapkan peranan dan memberitahu orang-orang tentang apa,

bagaimana, kapan dan dimana melakukan berbagai tugas. Terlalu

banyak perilaku suportif tehadap orang-orang pada level kematangan

seperti itu boleh jadi dipandang sebagai permisif, gampangan dan yang

paling penting lagi adalah sebagai perilaku yang memperkenankan

adanya prestasi jelek. Dalam gaya ini terdapat perilaku tinggi tugas dan

rendah hubungan.

2. Menjajakan (selling) adalah bagi tingkat kematangan rendah ke

sedang. Orang-orang yang tidak mampu tetapi mau memikul tanggung

jawab untuk melakukan sesuatu tugas adalah yakin tetapi kurang

memiliki ketrampilan pada saat sekarang. Dengan demikian gaya

selling yang menyediakan perilaku direktif , karena mereka kurang

(30)

antusias mereka merupakan gaya yang paling sesuai dengan

orang-orang yang berada pada level kematangan ini. Gaya ini disebut sebagai

selling karena pemimpinannya masih menyediakan hampir seluruh

arahan. Tetapi, melalui komunikasi dua arah dan penjelasan, pemimpin

berusaha secara psikologis pengikut turut andil dalam perilaku yang

diinginkan. Para pengikut pada level kematangan ini biasanya akan

menyetujui suatu keputusan apabila mereka memahami alasan adanya

keputusan itu dan apabila pemimpin mereka juga menawarkan bantuan

dan arahan. Dalam gaya ini terdapat perilaku yang tinggi tugas dan

tinggi hubungan.

3. Mengikutsertakan (participating) adalah bagi tingkat kematangan

sedang ke tinggi. Orang-orang pada tingkat kematangan ini mampu

tetapi tidak mau melakukan hal-hal yang diinginkan pemimpin.

Ketidakmauan mereka seringkali karena kurang yakin atau tidak

merasa aman. Tetapi, apabila mereka kompeten namun tidak mau,

keengganan mereka lebih merupakan masalah motivasi. Terhadap

bawahan pada tingkat kematangan ini perlu membuka saluran

komunikasi dua arah untuk mendukung upaya pengikut dalam

menggunakan kemampuan yang telah mereka miliki. Dengan

demikian, gaya partisipatif yang suportif dan tidak direktif memiliki

kemungkinan efektif paling tinggi dengan orang-orang pada tingkat

kematangan ini. Gaya ini disebut participating karena pemimpin dan

(31)

sedangkan peranan pemimpin yang utama dalam gaya ini adalah

memudahkan dan berkomunikasi. Gaya ini terdapat perilaku tinggi

hubungan dan rendah tugas.

4. Mendelegasikan (delegating) adalah bagi tingkat kematangan tinggi.

Orang-orang dengan tingkat kematangan seperti ini adalah mampu dan

mau atau yakin untuk memikul tanggung jawab. Dengan demikian

gayadelegating yang berprofil rendah, yang menyediakan arahan atau

dukungan yang rendah, memiliki kemungkinan efektif paling tinggi

dengan orang-orang yang berada pada level kematangan tinggi.

Meskipun pemimpin boleh jadi masih mengidentifikasi masalah, tetapi

tanggung jawab untuk melaksanakan rencana diberikan pada para

pengikut yang matang. Mereka diperkenankan melaksanakan sendiri

pekerjaan dan memutuskan ikhwal bagaimana, bilamana, dan dimana

pelaksanaan pekerjaan itu. Pada saat yang sama, mereka secara

psikologis matang dan karenanya tidak membutuhkan kadar

komunikasi dua arah atau perilaku suportif di atas rata-rata. Dalam

(32)

Gambar 1: Grafik Gaya

Sumber: http://dhtw.tc

Gamba

berkaitan deng

pada saat peng

matang. Gaya

kematangan te

yang bergerak

lonceng itu di

kepemimpinan

berkaitan. (He

ar 1:

Gaya Kepemimpinan Situasional

.tce.rmit.edu.au/MPMwebs/Lachlan/Leader1.g

bar 1 menggambarkan hubungan antara ke

ngan tugas dengan gaya kepemimpinan yang se

pengikut bergerak dari keadaan tidak matang ke

ya kepemimpinan yang sesuai (gaya pemim

tertentu dari pengikut digambarkan dengan kur

rak melalui keempat kuadran kepemimpinan. K

disebut kurve perspektif karena hal ini menunj

nan yang sesuai langsung di atas level ke

Hersey dan Blanchard, 1982).

1.gif

kematangan yang

g sesuai diterapkan

ke level yang lebih

impin) bagi level

n kurve perspektif

n. Kurve berbentuk

enunjukkan gaya

(33)

Kepemimpinan situasional dikatakan efektif apabila gaya

kepemimpinan situasional yang diterapkan sesuai dengan kematangan

karyawan. Ada empat level kematangan karyawan, yaitu; rendah (M1), rendah

ke sedang (M2), sedang ke tinggi (M3), dan tinggi (M4). Keempat level

kematangan tersebut berhubungan dengan masing-masing gaya

kepemimpinan, dimana M1 berhubungan dengan telling, M2 berhubungan

dengan selling, M3 berhubungan dengan participating,dan M4 berhubungan

dengandelegating.(Hersey dan Blanchard, 1982)

Secara spesifik dapat dikatakan bahwa apabila kematangan karyawan

berada pada level rendah (M1) maka kepemimpinan situasional dikatakan

efektif apabila pemimpin menunjukkan perilaku tugas yang tinggi dan

perilaku hubungan yang rendah (S1). Sedangkan bila kematangan karyawan

berada pada level rendah ke sedang (M2) maka kepemimpinan situasional

dapat dikatakan efektif apabila pemimpin menunjukkan perilaku tugas tinggi

dan perilaku hubungan tinggi (S2) (Hersey dan Blanchard, 1982).

Selanjutnya, jika kematangan karyawan berada pada level sedang ke

tinggi (M3) maka kepemimpinan situasional dikatakan efektif bila pemimpin

menunjukkan perilaku hubungan tinggi dan perilaku tugas rendah (S3).

Apabila kematangan karyawan berada pada level kematangan tinggi (M4)

maka kepemimpinan situasional dikatakan efektif jika pemimpin

menunjukkan perilaku hubungan dan perilaku tugas yang rendah (S4) (Hersey

(34)

B. Performansi Kerja

1. Definisi Performansi Kerja

Dalam kamus Psikologi, performansi sendiri didefinisikan sebagai

sebuah tingkah laku yang membuahkan suatu hasil. Hal ini dikhususkan

pada tingkah laku yang dapat mengubah lingkungan dengan cara-cara

tertentu (Chaplin, 2000).

Sedangkan menurut pandangan Szilagyi dan Wallace (1980),

performansi merupakan kunci andalan atau prediktor pengukuran

terhadap kerangka kerja dari seorang pekerja. Dalam hal ini

performansi disajikan sebagai alat untuk menilai keefektifan dari

individu, kelompok dan organisasi. Selanjutnya kedua pakar ini

menjelaskan bahwa performansi merupakan fungsi perilaku dari para

pekerja dan perilaku tersebut ditetapkan oleh level kerja keras para pekerja

dan kemampuannya.

Benardin & Joyce (1993) berpendapat, performansi merupakan

catatan dari keseluruhan hasil pada fungsi kerja tertentu atau aktivitas

selama periode waktu tertentu. Meskipun performansi kerja/kinerja

individu tergantung pada kombinasi dari ability (kemampuan), effort

(usaha) dan opportunity (kesempatan), akan tetapi performansi dapat

diukur melalui ketentuan-ketentuanoutcomes/hasilyang di produksi.

Hal serupa diungkapkan juga oleh Russel (Suhartanto, 2003) yang

(35)

yang diproduksi pada suatu fungsi pekerjaan yang spesifik dalam periode

atau waktu tertentu. Pengertian ini menunjukkan bahwa kesuksesan

individu dalam melakukan pekerjaannya tidak dapat disamakan dengan

individu lain. Kesuksesan ini didasarkan pada ukuran yang berlaku dan

disesuaikan dengan jenis pekerjaannya.

Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa

performansi kerja adalah alat ukur atau catatan keseluruhan hasil dari

tingkah laku karyawan mengenai hasil kerja atau keefektifan karyawan

dalam melakukan fungsinya secara spesifik sesuai dengan level pekerja

dan kemampuannya dalam suatu periode tertentu.

2. Aspek Performansi Kerja

John Miner (1988) mengemukakan 4 dimensi yang dapat dijadikan

sebagai tolok ukur dalam menilai kinerja, yaitu:

a. Kualitas, yaitu; tingkat kesalahan, kerusakan dan kecermatan. Dalam

aspek ini terkait dengan proses produksi dan hasil produksi mendekati

sempurna atau ideal dalam memenuhi standar kualitas yang diberikan

perusahaan.

b. Kuantitas, yaitu; jumlah pekerjaan yang dihasilkan. Dalam aspek ini

terkait dengan banyaknya barang atau jasa yang dihasilkan dalam suatu

periode tertentu.

c. Penggunaan waktu dalam kerja, yaitu; tingkat ketidakhadiran,

keterlambatan waktu, waktu kerja efektif.jam kerja hilang. Dalam

(36)

barang atau jasa. Selain itu terkait pula dengan tingkat kedisiplinan

karyawan dalam hal waktu.

d. Kerjasama dengan orang lain dalam bekerja. Dalam aspek ini terkait

dengan kemampuan karyawan dalam hubungannya dengan karyawan

lain yang menjadi rekan kerja.

Aspek-aspek tersebut yang digunakan untuk mengetahui

performansi kerja karyawan pada penelitian.

3. Metode Penilaian Performansi Kerja

Metode yang dapat digunakan dalam menilai performansi kerja adalah:

(Dessler, 2003)

a. Essai

Metode penilaian performansi kerja yang penilainya merumuskan hasil

penilaiannya dalam bentuk esai. Isi esai melukiskan kekuatan dan

kelemahan indikator kinerja karyawan yang dinilai. Metode ini

menyediakan peluang yang sangat baik untuk melukiskan kinerja

ternilai secara terperinci. Pada metode ini, sistem penilaian

performansi kerja menentukan indikator-indikator kinerja yang harus

dinilai dan definisi operasional setiap indikator. Penilai hanya

membuat esai mengenai indikator-indikator tersebut dan tidak boleh

menyimpang dari indikator dan dimensinya. Keunggulan penilaian

performansi kerja metode esai memungkinkan penilai melukiskan

kinerja ternilai sangat terperinci karena bentuknya terbuka (open

(37)

ini adalah memerlukan waktu untuk menyusun suatu esai tentang

kinerja karyawan.

b. Critical Incident

Dalam metode ini mengharuskan penilai untuk membuat catatan

berupa pernyataan yang melukiskan perilaku baik yaitu perilaku yang

dapat diterima atau perilaku yang harus dilakukan sesuai dengan

standard an perilaku buruk yaitu perilaku yang tidak diterima atau

perilaku yang harus dilakukan sesuai dengan standard dan perilaku

buruk yaitu perilaku yang tidak diterima atau perilaku yang harus

dihindari ternilai yang ada hubungannya dengan pekerjaan. Pernyataan

itu disebut critical incident. Kelemahan metode ini antara lain; jika

penilai tidak membuat catatan kerja hariannya karena malas atau lupa

melakukannya, maka penilaian kinerjanya tidak lengkap; jika penilai

memiliki sepuluh anak buah atau lebih yang harus dinilai dan harus

membuat catatan setiap hari, maka waktunya akan habis hanya untuk

membuat catatan, ia tidak dapat mengembangkan pekerjaan dan

produktivitas unit kerjanya. Model ini juga memerlukan waktu yang

cukup lama, mahal dan mensyaratkan penilai mempunyai ketrmapilan

verbal, analitis dan kemampuan untuk menyusun deskripsi kinerja

karyawan secara tertulis, obyektif dan akurat. Bagi karyawan, metode

ini juga dianggap menganggu karena marasa diawasi secara terus

(38)

c. Rangking Method

Rangking Method yaitu mengurutkan para pegawai dari yang nilainya

tertinggi sampai yang paling rendah. Metode ini dimulai dengan

mengobservasi dan menilai kinerja para karyawan, kemudian

merangking kinerja mereka. Metode ini digunakan untuk mekanisme

pembinaan dan pengembangan karier. Jika ada jabatan yang lowong,

kesempatan pengisian jabatan diberikan pegawai berdasarkan

urutannya.

d. Checklist

Metode ini berisi daftar indikator-indikator hasil kerja, perilaku kerja,

atau sifat pribadi yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaan.

Penilai mengobservasi kinerja ternilai, kemudian memilih indikator

yang melukiskan kinerja atau karakteristik ternilai dan memberikan

tanda cek (tanda√atau ×). e. Graphic Rating Scales

Ciri dari Graphic rating scales adalah indikator kinerja karyawan

dikemukakan beserta definisi singkat. Selain itu, Deskriptor Level

Kinerja dikemukakan dalam bentuk skala yang masing-masing

mempunyai nilai angka. Dalam metode ini, penilai mengobservasi

indikator kinerja karyawan ternilai dan memberi tanda centang (√) atau silang (×) pada skala. Angka-angka tersebut kemudian dijumlahkan

dan hasilnya diubah kembali dalam kata sifat. Kelebihan metode ini

(39)

terstandarisasi. Sedangkan kelemahannya adalah pekerjaan di suatu

organisasi memiliki banyak jenis sehingga menimbulkan pertanyaan:

apakah indikator kinerja yang digunakan dapat mencerminkan

indikator kinerja semua jenis pekerjaan.

f. Forced Distribution

Nama lain dari metode ini adalah Distribusi Paksaan. Dalam metode

ini sistem evaluasi kinerja yang mengklasifikasikan karyawan menjadi

5 sampai 10 kurva dari yang sangat rendah sampai yang sangat tinggi.

g. Forced Choice Scale

Dalam sistem ini penilai dipaksa memilih beberapa set dari empat

perilaku yang disebuttetradsatau perilaku mana yang baik melukiskan

ternilai dan mana yang paling tidak melukiskan perilakunya. Metode

ini terdiri atas 15-50 tetrad bergantung pada level pekerjaan yang

dievaluasi dan kompleksitas dari tugas-tugas.

h. Behaviorally Anchor Rating Scale(BARS)

Sistem penilaian kerja model BARS merupakan sistem evaluasi yang

menggunakan pendekatan perilaku kerja yang sering digabungkan

dengan sifat pribadi. BARS terdiri atas suatu seri, 5-10 skala perilaku

vertical untuk setiap indikator kinerja. Untuk setiap dimensi disusun

5-10 anchor, yaitu berupa perilaku yang menunjukkan kinerja untuk

setiap dimensi. Anchor-anchor tersebut disusun dari yang nilainya

tinggi sampai nilainya rendah. Anchor tersebut dapat berupa critical

(40)

i. Behavior Observation Scale(BOS)

Metode ini sama dengan dengan BARS. Keduanya didasarkan pada

perilaku kerja. Perbedaannya, dalam BOS, penilai diminta untuk

menyatakan berapa kali perilaku tersebut muncul. Penilai

mengobservasi perilaku ternilai berdasarkan anchor perilaku yang

tersedia, kemudian memberikan cek pada skala deskripsi level kinerja

yang tersedia. Selanjutnya, angka pada skala yang dicek dijumlahkan.

j. Behavior Expectation Scale(BES)

Untuk mengukur kinerja yang diharapkan oleh organisasi, disusunlah

instrument penilaian performansi kerja Behavior Expectation Scale

(BES) atau Skala Perilaku yang Diharapkan yang setiap anchornya

dimulai dengan kata “dapat diharapkan” atau“ could be expected”.

k. Management by Objective(MBO)

Penilaian performansi kerja dengan metode MBO dapat dilaksanakan

pada pekerjaan yang keluarannya dapat diukur secara kuantitatif.

Misalnya untuk mengukur kinerja karyawan bagian produksi,

kinerjanya dapat dihitung atau di unit pelayanan pelanggan. Metode

MBO sulit dilaksanakan untuk pegawai yang pengukuran kinerjanya

rumit karena terdiri atas hasil kerja, dan sifat pribadi yang ada

hubungannya dengan pekerjaan. Misalnya, penilaian performansi kerja

metode MBO sulit digunaka untuk mengukur kinerja para guru dan

(41)

l. 360 Degree Performance Appraisal

Dalam metode ini penilainya lebih dari satu atau penilai multipel.

Penilainya dapat terdiri atas atasan langsung, bawahan, teman sekerja

(anggota tim kerja), pelanggan, nasabah, klien dan diri sendiri (self

evaluation). Formulir penilaian yang didistribusikan kepada para

penilai sering berada di tempat berbeda untuk menilai kinerja ternilai.

Sejumlah organisasi menggunakan information communication

technology menyampaikan hasil kepada ternilai. Selanjutnya hasil

penilaian penilai dianalisis untuk mendapatkan nilai rata-rata yng

kemudian diberikan kepada ternilai sebagai balikan.

m. Paired Comparison

Sistem penilaian performansi kerja Paired Comparison Model atau

Model Perbandingan Pasangan adalah kinerja setiap karyawan

dibandingkan dengan kinerja karyawan lainnya, sepasang demi

sepasang. Setiap karyawan semula dinilai kinerjanya, kemudian

dibandingkan dengan kinerja setiap karyawan lainnya. Dasar dari

perbandingan adalah kinerja menyeluruh atau nilai akhir dari kinerja

karyawan.

Berdasarkan penjelasan tesebut maka bentuk penilaian

performansi (Performance Appraisal) yang akan digunakan dalam

(42)

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Performansi Kerja

Ada empat faktor yang dapat memperngaruhi performansi kerja atau

kinerja seseorang, yaitu (Prawirosentono, dalam Sudarmanto 2009):

a. Efektivitas dan Efisiensi

Dalam hubungannya dengan kinerja organisasi, maka ukuran baik

buruknya kinerja diukur oleh efektivitas dan efisiensi. Masalahnya

adalah bagaimana proses terjadinya efisiensi dan efektivitas organisasi.

Dikatakan efektif apabila mencapai tujuan. Dikatakan efisien bila hal itu

memuaskan sebagai pendorong mencapai tujuan, terlepas apakah efektif

atau tidak. Artinya, efektivitas dari kelompok (organisasi) bila tujuan

dari kelompok itu dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan yang

direncanakan. Sedangkan efisien berkaitan dengan jumlah pengorbanan

yang dikeluarkan dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Agar

tercapai tujuan yang diinginkan organisasi, salah satu yang perlu

mendapat perhatian adalah hal yang berkaitan dengan wewenang dan

tanggung jawab para peserta yang mendukung organisasi tersebut.

b. Otoritas dan Tanggung jawab

Dalam organisasi baik wewenang dan tanggung jawab telah

didelegasikan dengan baik, tanpa adanya tumpang tindih tugas.

Masing-masing karyawan yang ada dalam organisasi mengetahui apa yang

menjadi hak dan tanggung jawabnya dalam rangka mencapai tujuan

organisasi. Kejelasan wewenang dan tanggung jawab setiap orang dalam

(43)

karyawan akan dapat terwujud bila karyawan mempunyai komitmen

dengan organisasinya dan ditunjang dengan disiplin kerja yang tinggi.

c. Disiplin

Secara umum, disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat

yang ada pada diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan

perusahaan. Disiplin meliputi ketaatan dan hormat terhadap perjanjian

yang dibuat antara perusahaan dan karyawan. Dengan demikian, bila

peraturan atau ketetapan yang ada dalam perusahaan itu sering

diabaikan atau dilanggar, maka karyawan memiliki disiplin yang buruk.

Sebaliknya, bila karyawan tunduk pada ketetapan perusahaan,

menggambarkan adanya kondisi disiplin yang baik. Disiplin juga

berkaitan erat dengan sanksi yang perlu dijatuhkan pada pihak yang

melanggar. Dalam hal seorang karyawan melanggar peraturan yang

berlaku dalam organisasi, maka karyawan yang bersangkutan harus

sanggung menerima hukuman yang telah disepakati. Masalah disiplin

para karyawan yang ada dalam organisasi baik atasan maupun bawahan

akan memberikan corak terhadap kinerja organisasi. Kinerja organisasi

akan tercapai, apabila kinerja individu maupun kinerja dalam kelompok

ditingkatkan. Untuk itu diperlukan inisiatif dari karyawannya dalam

melaksanakan tugas.

d. Inisiatif

Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam

(44)

organisasi. Setiap inisiatif sebaiknya mendapat perhatian atau tanggapan

positif dari atasan, kalau memang dia atasan yang baik. Atasan yang

buruk akan selalu mencegah insiatif bawahan, lebih-lebih bawahan yang

kurang disenangi. Bila atasan selalu menghambat setiap inisiatif, tanpa

memberikan penghargaan berupa argumentasi yang jelas dan

mendukung, menyebabkan organisasi akan kehilangan energi atau daya

dorong untuk maju. Dengan perkataan lain, insiatif karyawan yang ada

dalam organisasi merupakan daya dorong kemajuan yang akhirnya akan

mempengaruhi kinerja.

C. Dinamika Perbedaan Performansi Kerja Karyawan Berdasarkan Gaya

Kepemimpinan Situasional

Kepemimpinan adalah suatu proses untuk memberi motivasi dan

inspirasi bagi karyawan untuk bekerja dengan benar dan sebaik-baiknya

sehingga dapat mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan

manfaat bagi individu dan kelompok tersebut. Keberhasilan seorang pemimpin

dalam menjalankan kepemimpinannya dapat dilihat dari keberhasilannnya

dalam mempengaruhi pikiran, perasaan dan perilaku bawahannya. Sedangkan

kepemimpinan situasional adalah perilaku pemimpin yang didasarkan atas

hubungan antara kadar bimbingan dan arahan yang diberikan pemimpin, kadar

dukungan sosioemosional dan kematangan anggota kelompok. Dalam

berperilaku kepada bawahannya, seorang pemimpin akan memberikan

(45)

Pemimpin yang baik akan mendorong inisiatif dan memberikan ruang

bagi karyawan untuk mengemukakan ide atau pendapatnya. Demikian pula

dalam hal otoritas dan tanggung jawab, pemimpin yang baik akan memberikan

otoritas dan tanggung jawab yang tepat dengan keadaan karyawannya. Selain

itu, pemimpin yang baik akan menerapkan sikap disiplin dan menciptakan

semangat bekerja bagi semua karyawan. Dalam hal ini berkaitan pula dengan

pola pemimpin dalam menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam bekerja.

Apabila sikap pemimpin itu tepat dengan keadaan karyawan maka karyawan

(46)

Gambar 2

Gambar Perbedaan Performansi Kerja Karyawan Berdasarkan Gaya Kepemimpinan Situasional

D. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah “ada perbedaan performansi

kerja karyawan berdasarkan gaya kepemimpinan situasional efektif dan tidak

efektif.”

Efektif Tidak Efektif

(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian komparatif, dengan metode kuantitatif.

Penelitian komparatif bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan adanya

perbedaan mean antara 2 kelompok subyek. Pada penelitian ini, peneliti ingin

mengetahui apakah ada perbedaan performansi kerja karyawan berdasarkan

kepemimpinan situasional.

B. Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang dapat membedakan atau mengubah nilai

(Kuncoro, 2009). Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel, yaitu:

1. Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah gaya kepemimpinan

situasional.

2. Variabel tergantung (Y) dalam penelitian ini adalah Performansi Kerja

atau Kinerja karyawan.

C. Definisi Operasional

1) Kepemimpinan situasional

Kepemimpinan situasional adalah perilaku pemimpin yang

didasarkan atas hubungan antara kadar bimbingan dan arahan yang

diberikan pemimpin, kadar dukungan sosioemosional dan kematangan

anggota kelompok. Skala yang digunakan dalam variabel ini adalah Skala

Perilaku Hubungan, Skala Perilaku Tugas dan Skala Kematangan

(48)

Karyawan. Apabila antara kadar bimbingan dan arahan yang diberikan

pemimpin, kadar dukungan sosioemosional dan kematangan anggota

kelompok sesuai maka dapat dikatakan bahwa gaya kepemimpinan yang

dilakukan oleh pemimpin adalah efektif. Jika ketiga indikator tersebut

tidak sesuai maka dapat dikatakan bahwa gaya kepemimpinan yang

dilakukan oleh pemimpin tidak efektif.

2) Performansi kerja

Performansi kerja adalah alat ukur atau catatan keseluruhan hasil

dari tingkah laku karyawan bagian produksi mengenai hasil kerja atau

keefektifan karyawan dalam melakukan fungsinya secara spesifik sesuai

dengan level pekerja dan kemampuannya dalam suatu periode tertentu.

Skala yang digunakan dalam variabel ini adalah skala performansi kerja

dimana aspek-aspek yang akan diukur dalam skala tersebut adalah

kualitas, kuantitas, penggunaan waktu dalam kerja dan kerjasama dengan

orang lain dalam bekerja. Untuk mengetahui tingkat performansi kerja

karyawan akan digunakan jumlah skor dari skala performansi kerja

karyawan. Semakin tinggi skor yang dihasilkan seorang karyawan dalam

skala ini, semakin baik pula performansi kerjanya. Sebaliknya, semakin

rendah skor yang dihasilkan seorang karyawan dalam skala performansi

(49)

D. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah karyawan bagian produksi pada PT

Coca Cola Amatil Indonesia. Subyek telah bekerja dalam perusahaan tersebut

minimal selama 1 tahun dengan pertimbangan bahwa subyek telah mengenal

dengan baik kondisi perusahaan serta atasannya. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Roffey park Management Institute menyebutkan bahwa

employability terbentuk dari gabungan antara pengalaman, track record dan

kemampuan utama, termasuk di dalamnya adalah fleksibilitas, kreativitas,

change management, teamwork, serta keinginan untuk terus belajar. Beberapa

manajer membentuk kemampuan kerjanya melalui peningkatan pelatihan,

networking, dan mengerjakan tugas yang sulit. Pendapat tersebut

menunjukkan bahwa lama bekerja merupakan pengalaman indivudu yang

akan menentukan pertumbuhan pekerjaan dan jabatan.(Rakhmat dalam

Harsiwi, 2003). Dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive

sampling yaitu; pengambilan sampel berdasarkan keperluan penelitian.

Artinya setiap unit atau individu yang diambil dari populasi dipilih dengan

sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu (Purwanto, dalam Kuncoro,

2009).

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Pada penelitian ini terdapat empat skala, yaitu Skala Perilaku

Hubungan, Skala Perilaku Tugas, Skala Kematangan Karyawan dan Skala

(50)

diberikan kepada subyek penelitian. Skala pertama sampai ketiga dikemas

menjadi satu buku yang digunakan untuk mencari data mengenai Gaya

Kepemimpinan Situasional. Sedangkan Skala Performansi Kerja dikemas

menjadi satu buku yang berbeda. Skala yang dipersiapkan sebanyak 60

eksemplar.

Skala Perilaku Hubungan, Skala Perilaku Tugas, Skala Kematangan

Karyawan dan Skala Performansi Kerja.karyawan disajikan dalam pernyataan

favorable dan unfavorable. Item-item favorable adalah item-item yang

mendukung, memihak atau menunjukkan ciri adanya atribut yang diukur.

Item unfavorable adalah item-item yang tidak mendukung atau tidak

menggambarkan ciri atribut yang diukur.

1. Skala Performansi Kerja Karyawan

Skala yang digunakan untuk mengungkap performansi kerja

karyawan dalam penelitian ini adalah Skala Performansi Kerja

Karyawan. Skala ini menggunakan metode graphic rating scales.

Item-item dalam skala ini disusun berdasarkan aspek-aspek:

a) Kualitas, yaitu; tingkat kesalahan, kerusakan dan kecermatan. Dalam

aspek ini terkait dengan proses produksi dan hasil produksi mendekati

sempurna atau ideal dalam memenuhi standar kualitas yang diberikan

perusahaan.

b) Kuantitas, yaitu; jumlah pekerjaan yang dihasilkan. Dalam aspek ini

terkait dengan banyaknya barang atau jasa yang dihasilkan dalam suatu

(51)

c) Penggunaan waktu dalam kerja, yaitu; tingkat ketidakhadiran,

keterlambatan waktu, dan waktu kerja efektif. Dalam aspek ini terkait

dengan penggunaan waktu untuk menghasilkan suatu barang atau jasa.

Selain itu terkait pula dengan tingkat kedisiplinan karyawan dalam hal

waktu.

d) Kerjasama dengan orang lain dalam bekerja. Dalam aspek ini terkait

dengan kemampuan karyawan dalam hubungannya dengan karyawan

lain yang menjadi rekan kerja.

TABEL 1 Blue Print

Skala Performansi Kerja Karyawan

No. Aspek No. Item Jumlah Presentase

F U

1. Kualitas 1,3,5,7,9 2,4,6,8,10 10 40%

2. Kuantitas 11,13,15 12,14 5 20%

3. Penggunaan

Waktu dalam Kerja

16,17,18 19,20 5 20%

4. Kerjasama

dengan Orang lain dalam Bekerja

21,23,25 22,24 5 20%

Total 14 11 25 100%

Subyek diminta untuk memilih alternatif jawaban yang sesuai dengan

kondisinya pada saat itu. Dalam hal ini tidak ada jawaban benar maupun

(52)

(ST), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Pilihan

jawaban netral tidak dicantumkan dalam skala ini dengan pertimbangan

untuk menghindari subyek yang tidak memiliki salah satu dari jawaban

tersebut akan memilih jawaban netral.

Penskoran dalam skala ini adalah:

Pada itemfavorable:

- Sangat Setuju (SS) : 4

- Setuju (S) : 3

- Tidak Setuju (TS) : 2

- Sangat Tidak Setuju (STS) : 1

Pada itemunfavorable:

- Sangat Setuju (SS) : 1

- Setuju (S) : 2

- Tidak Setuju (TS) : 3

- Sangat Tidak Setuju (STS) : 4

Subyek yang memiliki skor tinggi dalam skala ini diindikasikan

memiliki performansi kerja yang baik. Sebaliknya, subyek yang memiliki

skor rendah dalam skala ini diindikasikan memiliki performansi kerja yang

kurang baik.

2. Skala Gaya Kepemimpinan Situasional

a. Skala Perilaku Hubungan

Skala yang digunakan untuk menilai perilaku hubungan karyawan

(53)

item-item favorable dan unfavorable. Skala ini akan diberikan baik

kepada karyawan. Skala ini dimaksudkan untuk mengetahui kadar

sejauhmana pemimpin melakukan hubungan dua arah dengan

orang-orangnya: menyediakan dukungan, dorongan, member semangat, dan

memudahkan perilaku. Ini berarti pemimpin secara aktif menyimak dan

mendukung upaya orang-orangnya dalam pelaksanaan pekerjaan mereka.

TABEL 2 Blue Print

Skala Perilaku Hubungan

No. Item Jumlah Presentase Favorable Unfavorable

12,14,16,18, 20

11,13,15,17,19 10 100%

Subyek diminta untuk memilih alternatif jawaban yang sesuai

dengan kondisinya pada saat itu. Dalam hal ini tidak ada jawaban benar

maupun salah. Dalam skala ini terdapat 4 alternatif jawaban, yaitu;

sangat setuju (ST), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju

(STS). Pilihan jawaban netral tidak dicantumkan dalam skala ini dengan

pertimbangan untuk menghindari subyek yang tidak memiliki salah satu

dari jawaban tersebut akan memilih jawaban netral.

Penskoran dalam skala ini adalah:

Pada itemfavorable:

- Sangat Setuju (SS) : 4

- Setuju (S) : 3

(54)

- Sangat Tidak Setuju (STS) : 1

Pada itemunfavorable:

- Sangat Setuju (SS) : 1

- Setuju (S) : 2

- Tidak Setuju (TS) : 3

- Sangat Tidak Setuju (STS) : 4

Subyek yang memiliki skor tinggi dalam skala ini diindikasikan

memiliki perilaku hubungan yang baik/tinggi dengan atasannya

sedangkan skor yang rendah dalam skala ini diindikasikan subyek

memiliki perilaku hubungan yang rendah dengan atasannya.

b. Skala Perilaku Tugas

Skala yang digunakan untuk menilai perilaku tugas karyawan

adalah Skala Perilaku Tugas. Dalam skala ini terdapat item-item

favorable dan unfavorable. Skala ini akan diberikan baik kepada

karyawan. Skala ini dimaksudkan untuk mengetahui kadar sejauhmana

pemimpin menyediakan arahan kepada orang-orangnya; dengan

memberitahukan mereka apa yang harus dilakukan, kapan melakukannya,

dimana melakukannya, dan bagaimana melakukannya. Hal itu berarti

bahwa pemimpin menyusun tujuan dan menetapkan peranan mereka.

TABEL 3 Blue Print

Skala Perilaku Tugas

No. Item Jumlah Presentase Favorable Unfavorable

(55)

Subyek diminta untuk memilih alternative jawaban yang sesuai

dengan kondisinya pada saat itu. Dalam hal ini tidak ada jawaban benar

maupun salah. Dalam skala ini terdapat 4 alternatif jawaban, yaitu;

sangat setuju (ST), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju

(STS). Pilihan jawaban netral tidak dicantumkan dalam skala ini dengan

pertimbangan untuk menghindari subyek yang tidak memiliki salah satu

dari jawaban tersebut akan memilih jawaban netral.

Penskoran dalam skala ini adalah:

Pada itemfavorable:

- Sangat Setuju (SS) : 4

- Setuju (S) : 3

- Tidak Setuju (TS) : 2

- Sangat Tidak Setuju (STS) : 1

Pada itemunfavorable:

- Sangat Setuju (SS) : 1

- Setuju (S) : 2

- Tidak Setuju (TS) : 3

- Sangat Tidak Setuju (STS) : 4

Subyek yang memiliki skor tinggi dalam skala ini diindikasikan

memiliki perilaku tugas yang baik/tinggi sedangkan skor yang rendah

dalam skala ini diindikasikan subyek memiliki perilaku tugas yang

(56)

c. Skala Kematangan Karyawan

Skala yang digunakan untuk menilai kematangan karyawan

adalah Skala Perilaku Kematangan karyawan. Dalam skala ini terdapat

item-item favorable dan unfavorable. Skala ini akan diberikan baik

kepada karyawan. Skala ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan

atau kemauan orang-orang untuk memikul tanggung jawab untuk

mengarahkan perilaku mereka sendiri.

TABEL 4 Blue Print

Skala Kematangan Karyawan

No. Item Jumlah Presentase Favorable Unfavorable

21,22,23,24, 26,28,30

21,25,27,29 10 100%

Subyek diminta untuk memilih alternatif jawaban yang sesuai

dengan kondisinya pada saat itu. Dalam hal ini tidak ada jawaban benar

maupun salah. Dalam skala ini terdapat 4 alternatif jawaban, yaitu;

sangat setuju (ST), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju

(STS). Pilihan jawaban netral tidak dicantumkan dalam skala ini dengan

pertimbangan untuk menghindari subyek yang tidak memiliki salah satu

dari jawaban tersebut akan memilih jawaban netral.

Penskoran dalam skala ini adalah:

Pada itemfavorable:

- Sangat Setuju (SS) : 4

(57)

- Tidak Setuju (TS) : 2

- Sangat Tidak Setuju (STS) : 1

Pada itemunfavorable:

- Sangat Setuju (SS) : 1

- Setuju (S) : 2

- Tidak Setuju (TS) : 3

- Sangat Tidak Setuju (STS) : 4

Subyek yang memiliki skor tinggi dalam skala ini diindikasikan

memiliki kematangan yang tinggi sedangkan skor yang rendah dalam

skala ini diindikasikan subyek memiliki kematangan yang rendah.

F. Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas

Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat

ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur

dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut

menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai

dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2007).

2. Seleksi Item

Dalam melakukan seleksi item, peneliti memilih item berdasarkan

koefisien korelasi item-total atau indeks daya beda item, yaitu pengujian

keselarasan fungsi item dengan fungsi tes menghendaki dilakukannya

komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap item dengan

(58)

2007). Sebagai kriteria pemilihan item berdasar korelasi item total,

biasanya digunakan batasan rix ≥ 0,30. Semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya pembedanya dianggap memuaskan.

Item yang memiliki harga rix atau ri(X-i) kurang dari 0,30 dapat

diinterpretasikan sebagai item yang memiliki daya diskriminasi rendah.

Batasan ini merupakan suatu konvensi. Penyusun tes boleh menentukan

sendiri batasan daya diskriminasi item dengan mempertimbangkan isi dan

tujuan skala yang sedang disusun (Azwar, 1999). Apabila jumlah item

yang tidak lolos tidak mencukupi jumlah yang diinginkan maka dapat

dipertimbangkan untuk menurunkan batas kriteria menjadi 0,25, namun

menurunkan batas kriteria sampai 0,20 sangat tidak disarankan.

Peneliti melakukan seleksi item pada keempat skala dengan

melibatkan 50 karyawan pada bagian produksi PT Coca Cola Amatil

Bawen Jawa Tengah. Setelah data dari keempat skala terkumpul kemudian

diproses menggunakan SPSS for Windows seri 16. Hasil analisis yang

diperoleh adalah pada Skala Performansi Kerja menunjukkan bahwa dari

25 item yang disajikan, terdapat 24 item yang baik (rix≥ 0,25). Besarnya koefisien korelasi bergerak pada kisaran 0.392 sampai 0.981. Hasil uji

daya beda item pada skala performansi kerja karyawan dapat dilihat pada

(59)

TABEL 5:

Skala Performansi Kerja Karyawan Sesudah Uji Coba

Hasil analisis pada Skala Perilaku Hubungan menunjukkan bahwa

dari 10 item yang disajikan, semua item termasuk dalam kelompok item

baik (rix ≥ 0,25). Sehingga tidak ada item yang dihapus. Pada Skala

Perilaku Hubungan koefisien korelasi bergerak pada kisaran 0.581 sampai

0.819.

Aspek No. Item Baik No Item Tidak Baik Presentase

F U F U

Kualitas 1,3,5,7,9 2,4,6,8,10 -

-Kuantitas 11,13 12,14 15

-Penggunaan Waktu Dalam Kerja

16,17,18 19,20 -

-Kerjasama dengan Orang Lain dalam Bekerja

(60)

-TABEL 6:

Skala Perilaku Hubungan Sesudah Uji Coba

Hasil analisis yang diperoleh adalah pada Skala Perilaku Tugas

menunjukkan bahwa dari 10 item yang disajikan, terdapat 7 item yang

baik (rix≥0,25). Besarnya koefisien korelasi bergerak pada kisaran 0.395 sampai 0.697. Hasil uji daya beda item pada skala performansi kerja

karyawan dapat dilihat pada tabel berikut:

TABEL 7:

Skala Perilaku Tugas Sesudah Uji Coba

Aspek No. Item Baik No Item Tidak Baik Presentase

12,14,16,18,20 11,13,15,17,19 -

-Aspek No. Item Baik No Item Tidak Baik Presentase

F U F U

hubungan antara kadar bimbingan dan arahan yang diberikan pemimpin (perilaku tugas)

Gambar

Gambar 2. Skema Perbedaan Performansi Kerja Karyawan Berdasarkan
Gambar 1:ar 1:
Gambar Perbedaan Performansi Kerja Karyawan Berdasarkan GayaKepemimpinan Situasional
TABEL 1Blue Print
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan rerata skor per- olehan kelompok eksperimen yang lebih besar daripa- da kelompok kontrol, pembelajaran biokimia melalui analisis kasus-kasus olahraga tampak lebih efektif

Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian Thalib (2013), terletak pada objek penelitian ini yaitu masyarakat kabupaten Gorontalo yang menjadi nasabah

Dimana tujuan aplikasi ini adalah menghasilkan Pemanfaatan Multimedia Kamus Bergambar dengan cara visual dan interaktif maksudnya adalah dalam rangka membantu kita khususnya

Proses kerja pada sistem ini terdiri dari 3 langkah kerja, yaitu silinder kerja ganda skuens/spesial yang melakukan penekanan dari bagian samping komponen dan silinder kerja ganda

Dengan demikian permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah “bagaimana sebenarnya struktur pasar jasa penyelenggaraan akses internet di Indonesia dan

The fact that this industry represents our best protection when we are entering in this new hyperdigital world with all its cybersecurity perils should instill a sense

Refleksi dilakukan dengan melihat hasil tes siswa setelah dilakukan kegiatan pembelajaran pada siklus I.Refleksi yang dimaksud untuk mengetahui dengan jelas apakah

Curiculum and Evaluation Standars for School Mathematics (NCTM) dalam Hasratuddin memberikan tanda-tanda proses penalaran sedang berlangsung, yaitu bila: (a)