TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh:
Rose Endah Cahyaningrum NIM: 051114023
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
i
TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh:
Rose Endah Cahyaningrum NIM: 051114023
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
Gagal, bangkit lagi...,
Jatuh, berdiri lagi...
Kalah, bangun lagi....
Jangan pernah menyia-nyiakan hari ini
karena dengan menyia-nyiakan hari ini
sama dengan menyia-nyiakan masa depanmu
Berikan yang terbaik di hari ini
maka kamu akan mendapat yang terbaik pula untuk masa depan mu
Skripsi ini ku persembahkan untuk:
Bapak Bambang Sutamaji dan Ibu Sriatun yang selama ini telah mendidik saya
dan membesarkan saya. Dhany Wahyu sejati dan Ririe Wienda Ayu Bernastie,
kakak dan adik ku yang selalu mendoakanku, sahabat-sahabatku di BK’05,
anak-anak SMAK Sang Timur Yogyakarta dan semua pihak yang telah memberiku
vii
TAHUN PELAJARAN 2009-2010 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL
Rose Endah Cahyaningrum Universitas Sanata Dharma, 2010
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat penerimaan diri siswa-siswi Kelas X dan XI SMAK Sang Timur Yogyakarta tahun pelajaran 2009/2010. Pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah tingkat penerimaan diri siswa-siswi kelas X dan XI SMAK Sang Timur Yogyakarta tahun pelajaran 2009/2010? (2) Topik bimbingan klasikal apakah yang sesuai untuk meningkatkan penerimaan diri siswa-siswi kelas X dan XI SMAK Sang Timur Yogyakarta tahun pelajaran 2009/2010?
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei. Alat pengumpul data yang digunakan adalah kuesioner penerimaan diri yang disusun sendiri oleh penulis dan dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan guru Bimbingan dan Konseling SMAK Sang Timur Yogyakarta. Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi kelas X dan XI SMAK Sang Timur Yogyakarta tahun pelajaran 2009/2010.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 5,7% siswa memiliki penerimaan diri sangat tinggi, 38,6% siswa memiliki penerimaan diri tinggi, 48,6 % siswa memiliki penerimaan diri cukup, 7,1% siswa memiliki penerimaan diri rendah,dan tidak ada siswa yang memiliki penerimaan diri sangat rendah. Dengan demikian secara umum penerimaan diri siswa-siswi kelas X dan XI SMAK Sang Timur Yogyakarta tergolong dalam kategori cukup. Artinya siwa-siswi tersebut memiliki penilaian diri yang belum stabil sehingga kadang-kadang menilai diri baik, kadang-kadang menilai diri buruk. Penilaian diri yang belum stabil ini mempengaruhi penerimaan diri mereka.
SCHOOL STUDENTS ACADEMIC YEAR 2009/2010 AND ITS IMPLICATION TO CLASSICAL GUIDANCE TOPICS
Rose Endah Cahyaningrum Universitas Sanata Dharma, 2010
This research is aimed to describe the self-acceptance of tenth and eleventh graders of Sang Timur Catholic Senior High School. There were some problems in this research (1) What is level self-acceptance of the tenth and eleventh graders of Sang Timur Catholic Senior High School? (2) What is the most appropriate guidance topic to develop the self-acceptance of tenth and eleventh graders of Sang Timur Catholic Senior High School?
This research is a descriptive research with survey method. The data is collected by using the self-acceptance questionnaire wich arranged by the writer and being consulted by the guidance lecturer ang counselor teacher of Sang Timur Catholic Senior High School. This research subject is all of the tenth and eleventh graders of Sang Timur Chatolic Senior High School.
The research’s result show students have very high self acceptance is 5,7%, students have high self-acceptance is 38,6%, students have average self-acceptance is 48,6%, students have low self-acceptance is 7,1%, and students have very low self-acceptance is 0%. The self-acceptance of tenth and eleventh graders of Sang Timur Catholic Senior High School is average. It means the students have unstable self evaluation, sometimes are able to accept themselves and sometimes refuse the fact.
ix
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Penulisan skripsi ini tidak
dapat berjalan tanpa bantuan banyak pihak. Penulis merasakan dukungan berupa
sumbangan pikiran maupun saran, dan juga bantuan materiil. Semuanya ini menjadi
dorongan bagi penulis untuk berjuang menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan penghargaan dan ucapa
terimakasih yang tulus kepada:
1. Dr. MM. Sri Hastuti, Msi sebagai Kepala Program Studi Bimbingan dan
Konseling yang telah mendukung dengan memberikan izin dalam pembuatan
skripsi ini.
2. A. Setyandari, S.Pd., S.Psi., Psi.,M.A. sebagai pembimbing yang dengan
penuh kerelaan mengoreksi, membimbing, dan mengarahkan penulis dari awal
hingga selesainya penulisan skripsi ini.
3. R.H.Dj. Sinurat, M. A. selaku dosen tamu yang ikut memberikan masukan
positif demi penyempurnaan skripsi ini.
4. Br. Triyana, SJ selaku dosen tamu yang juga ikut memberikan masukan positif
demi penyempurnaan skripsi ini.
5. Dra. Th. Retno Hastuti, selaku kepala sekolah SMAK Sang Timur Yogyakarta
yang bersedia memberikan ijin untuk mengadakan penelitian di SMAK Sang
Timur Yogyakarta.
6. Ibu MC. Lasmini, BA selaku koordinator BK yang telah memberikan
dan adikku, Dhany Wahyu Sejati dan Ririe Winda Ayu Bernastie yang selalu
memberiku semangat untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
9. Dody Nur Hantoro, terimakasih atas cinta, kesabaran dan semangat untuk
menyelesaikan studi ku ini, aku selalu menyayangimu.
10. Sahabat terbaikku Meida Ardiana Putri, kita berjuang bersama, susah senang
kita bersama.terimakasih atas dukunganmu untuk menyelesaikan skripsi ini
bersama-sama.
11. Teman-teman BK’05 semuanya yang tidak bisa saya sebut satu per satu yang
telah mendukungku dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca terutama bagi
mereka yang peduli terhadap perkembangan penerimaan diri para remaja pada
umumnya.
Yogyakarta, 14 Oktober 2010
xi
HALAMAN JUDUL Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v
PERNYATAAN PUBLIKASI... vi
ABSTRAK... vii
ABSTRACT... viii
KATA PENGANTAR... ix
DAFTAR ISI... . xi
DAFTAR TABEL... xiv
DAFTAR LAMPIRAN... xv
BAB I. PENDAHULUAN... 1
A.Latar Belakang... 1
B.Perumusan Masalah... 4
C.Tujuan Penelitian... 5
D.Manfaat Penelitian... 5
E.Definisi Operasional... 5
BAB II. KAJIAN PUSTAKA... 7
A.Penerimaan Diri... 7
B.Remaja... 16
1. Pengertian Remaja... 16
2. Karakteristik Masa Remaja... 16
3. TugasPerkembangan Remaja ... 20
C.Remaja dan Penerimaan Diri... 21
D.Bimbingan Klasikal... 22
1. Pengertian Bimbbingan Klasikal... 22
2. Tujuan Bimbingan... 23
E.Peranan Bimbingan... 24
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 25
A.Jenis Penelitian... 25
B.Subjek Penelitian... 25
C.Instrumen Penelitian... 26
1. Jenis Alat ukur... 26
2. Format Pernyataan... 29
3. Penentuan Skor... 29
4. Validitas... 30
5. Reliabilitas ... 32
D.Prosedur Pengumpulan Data... 34
xiii
BAB V. TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL YANG RELEVAN
DENGAN DESKRIPSI PENERIMAAN DIRI SISWA-SISWI
SMAK SANG TIMUR
TAHUN AJARAN 2009/2010... 45
BAB VI. PENUTUP... 49
A.Kesimpulan... 49
B.Saran-saran... 49
DAFTAR PUSTAKA... 51
Tabel 2 : Kisi-Kisi Kuesioner Penerimaan Diri... 27
Tabel 3 : Rincian Item yang Gugur... 31
Tabel 4 : Daftar Korelasi Reliabilitas... 33
Tabel 5 : Jadwal Kegiatan Penelitian ... 35
Tabel 6 : Daftar Klasifikasi Penerimaan Diri berdasarkan PAP tipe 1.. 37
xv
Lampiran 2 : Tabulasi Data Penelitian... 57
Lampiran 3 : Hasil Analisis Uji Validitas Item... 65
Lampiran 4 : Hasil Penghitungan Reliabilitas Kuesioner... 67
Lampiran 5 : Surat Ijin Penelitian... 70
Dalam bab ini akan dipaparkan Latar Belakang, Rumusan Masalah,
Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Definisi Operasional.
A. Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak-anak
menuju masa dewasa. Menurut Gunarsa (2004:196) usia remaja yaitu antara 13
tahun hingga 20 tahun. Pada masa ini remaja mengalami serangkaian perubahan
dan perkembangan baik dari dalam diri maupun dari luar diri remaja. Menurut
Hurlock (1980:207) ada empat perubahan pada masa remaja, yaitu meningginya
emosi yang intensitasnya tergantung pada perubahan tingkat perubahan fisik,
perubahan tubuh, minat, dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial yang
bagi remaja sulit untuk dihadapi. Sebenarnya pada masa anak-anak mereka pun
mengalami perubahan dan perkembangan, hanya saja perubahan yang terjadi pada
masa remaja bertambah pada psikoseksualitas dan emosionalitas yang
mempengaruhi perilaku remaja.
Sebetulnya remaja tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak
termasuk anak-anak tetapi juga belum masuk golongan orang dewasa. Remaja ada
diantara anak-anak dan orang dewasa. Oleh karena itu remaja mengalami krisis
remaja bertanya tentang “siapakah saya?”. Mereka akan terus mencari tahu
tentang dirinya dengan cara bergaul dan mecoba hal-hal yang baru. Pada masa ini
remaja mudah dipengaruhi oleh lingkungan sosial mereka. Pengaruh tersebut bisa
positif bisa juga negatif, tergantung norma yang dikembangkan oleh lingkungan
sosial mereka. Apabila norma yang dikembangkan bertentangan dengan aturan
yang ada maka pengaruh yang diberikan kepada remaja negatif, tetapi jika norma
yang dikembangkan sesuai dengan aturan yang ada maka pengaruh yang
diberikan kepada remaja adalah positif.
Pada masa ini sebenarnya remaja diharapkan mampu mengintegrasikan
suatu perasaan konsistensi dalam hidup mereka, serta menemukan identitas peran
mereka. Identitas peran ini sebenarnya gabungan dari motivasi, nilai, kemampuan
dan gaya remaja. Remaja yang merasa gagal atau tidak mampu memenuhi
identitas peran yang dibebankan, mereka akan memilih jalan pengembangan
identitas yang negatif. Terlebih bagi mereka yang merasa diabaikan oleh
komunitasnya mampu melakukan tindakan anarkis dengan berkelahi atau
menggunakan obat dan alkohol. Mereka menganggap perilaku itu lebih baik
daripada mereka ditolak oleh lingkungannya yang tidak mengakui keberadaannya
sebagai remaja.
Sulitnya remaja menerima diri dapat menjadi hambatan dalam usaha
pemenuhan diri sehingga memungkinkan remaja mengalami kesulitan
berkembang menjadi manusia yang penuh. Pemenuhan diri pada dasarnya
potensinya yang unik. Proses ini menjadi tidak mudah terutama bagi remaja yang
sering mengalami konflik penerimaan diri.
Penerimaan diri menjadi hal yang penting bagi seorang remaja yang sedang
mengalami krisis identitas. Penerimaan diri menjadi dasar bagi remaja untuk
menyesuiakan diri dengan perubahan yang ada. Penerimaan diri juga dapat
membantu remaja untuk melihat kelebihan dan kekurangan yang mereka miliki.
Menemukan bahwa dirinya adalah unik dan berharga membuat remaja tidak perlu
takut menghapi setiap perubahan yang ada. Kesadaran mengetahui jalan yang
akan ditempuh dan keyakinan batin tentang pengakuan dirinya membuat remaja
merasa aman dengan dirinya dan merasa bahwa ia bermakna. Makna dari periode
ini sebenarnya usaha remaja untuk menyiapkan diri menjadi orang dewasa yang
diakui dan diterima masyarakat. Banyaknya remaja yang mengalami kesulitan
dalam penerimaan diri mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian
mengenai penerimaan diri remaja. Remaja yang dipilih oleh peneliti adalah
siswa-siswi kelas X dan XI SMAK Sang Timur Yogyakarta.
Sekolah mengadakan berbagai kegiatan supaya siswa mencapai
perkembangan yang utuh dan optimal. Salah satu kegiatan yang diadakan oleh
sekolah adalah kegiatan bimbingan pribadi dan sosial. Kegiatan bimbingan
pribadi dan sosial ini merupakan suatu kegiatan bimbingan dimana siswa dibantu
menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi berbagai pergumulan dalam
batinnya sendiri mengatur diri sendiri di bidang kerohanian, perawatan jasmani,
Kegiatan bimbingan pribadi sosial memilki fungsi preventif dan fungsi
developmental. Fungsi preventif yaitu membantu anak mengatasi persoalan yang
memungkinakann menjurus ke penyimpangan perkembangan mental, sedangkan
fungsi developmental yaitu anak sebagai pribadi yang sudah mencapai
perkembangan baik keseimbangan emosi maupun keserasian kepribadian, agar
menjadi satu kesatuan kepribadian yang kuat (Gunarsa, 2002:33). Melalui ke dua
fungsi tersebut diharapkan siswa memiliki pengetahuan baru yang dapat
memperbaiki pola pikir yang lebih obyektif tentang dirinya sendiri dan mampu
menerima keadaan dirinya sendiri. Tujuan dari pelayanan bimbingan adalah
supaya individu mampu mengatur kehidupannya sendiri, menjamin
perkembangan dirinya seoptimal mungkin, mewujudkan semua potensi yang baik
pada dirinya dan menyelesaikan tugas perkembangan yang dihadapi dalam
kehidupan ini dengan memuaskan (Winkel, 2004:65).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah tingkat penerimaan diri siswa-siswi kelas X dan XI SMAK
Sang Timur tahun pelajaran 2009/2010?
2. Topik Bimbingan klasikal apakah yang sesuai untuk meningkatkan
penerimaan diri siswa-siswi SMAK Sang Timur Yogyakarta tahun pelajaran
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan tingkat penerimaan diri siswa-siswi kelas X dan XI
SMAK Sang Timur Yogyakarta tahun pelajaran 2009/2010.
2. Untuk mengetahui usulan topik-topik bimbingan klasikal yang sesuai untuk
meningkatkan penerimaan diri siswa-siswi SMAK Sang Timur Yogyakarta
tahun pelajaran 2009/2010.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
1. Bagi guru BK:
Peneliti dapat memberikan informasi yang berguna bagi program BK dalam
meningkatkan penerimaan diri para siswa dan siswi.
2. Bagi para siswa-siswi:
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi para siswa-siswi dalam
membantu meningkatkan penerimaan diri.
3. Bagi peneliti lain:
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagi sumber inspirasi dan data
apabila kelak ingin mengembangkan penelitian
E. Definisi Operasional 1. Penerimaan Diri
dimilikinya, mampu menerima pujian dan celaan secara objektif, memiliki
keyakiann dalam menghadapi persoalan, menganggap diri berharaga sehingga
mampu bersosialisasi dengan sesamanya.Dalam penelitian ini penerimaan diri
diukur dengan menggunakan kuesioner penerimaan diri.
2. Siswa dan Siswi Kelas X dan XI SMAK Sang Timur Yogyakarta Tahun
Pelajaran 2009/2010.
Siswa-siswi yang terdaftar aktif di SMAK Sang Timur Yogyakarta pada kelas
X dan XI tahun pelajaran 2009/2010.
3. Bimbingan Klasikal
Bimbingan klasikal adalah proses bimbingan yang diikuti oleh seluruh siswa
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang beberapa hal yang berhubungan dengan topik
penelitian yaitu Penerimaan Diri, Remaja, Remaja dan Penerimaan Diri, serta
Bimbingan Klasikal
Penerimaan Diri
1. Pengertian Penerimaan Diri
Penerimaan diri adalah kesadaran seseorang untuk memahami dan
menerima diri sebagaimana adanya. Seseorang yang menerima dirinya berarti
orang tersebut mengenali dimana dan bagaimana dirinya saat ini dan memiliki
keinginan untuk terus mengembangkan dirinya. Sartain (dalam Handayani,
1997:9). Sedangkan Rubin (dalam Rohmah, 1997:32),menyatakan bahwa
penerimaan diri adalah sikap yang mencerminkan rasa senang sehubungan dengan
kenyataan diri sendiri. Sikap tersebut merupakan perwujudan dari kepuasan
terhadap kualitas kemampuan diri yang nyata.
Chaplin(1999:120) menyatakan bahwa penerimaan diri adalah sikap yang
pada dasarnya merasa puas dengan dirinya sendiri, kualitas dan bakat serta
pengetahuan dan keterbatasan-keterbatasan yang mereka miliki. Berbeda dengan
Hurlock (dalam Rohmah,1997:32) menyatakan bahwa penerimaan diri akan
menentukan sejauh mana keberhasilan idividu dalam membentuk tingkah laku
Penerimaan diri adalah kesediaan individu untuk menerima diri, yang
mencakup keadaan fisik, sosial dan aktualisasi diri. Penerimaan diri mencakup
sikap percaya, yakin terhadap dri sendiri (Indah, 2002:2). Sependapat dengan
Indah, Sutadipura (1984:83) menyatakan bahwa penerimaan diri adalah sikap
yang tidak menunjukkan penyesalannya atas kehadirannya di dunia ini, menerima
hidupnya dengan gembira, bersikap positif, menghargai dan mensyukuri diri.
Berdasarkan pendapat dari beberapa tokoh diatas penerimaan diri
merupakan sikap individu untuk dapat menerima diri apa adanya, merasa nyaman
dengan dirinya, tidak menyalahkan diri atas keterbatasan yang dimilikinya,
mampu menerima pujian dan celaan secara objektif, memiliki keyakiann dalam
menghadapi persoalan, menganggap diri berharaga sehingga mampu
bersosialisasi dengan sesamanya.
2. Unsur-Unsur Penerimaan Diri
Sheerer Cronbach (Sutadipura, 1984:35) menjelaskan lebih lanjut
mengenai unsur-unsur penerimaan diri yaitu:
a. Individu mempunyai keyakinan akan kemampuannya untuk menghadapi
persoalan.
Individu memiliki kepercayaan diri dan lebih memusatkan perhatian kepada
keberhasilan akan kemampuan dirinya dalam menyelesaikan masalah.
b. Individu menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia dan sederajat
dengan orang lain.
yang memiliki kelebihan dan kekurangan dan merasa berguna bagi orang lain
sehingga ia tidak memiliki rasa rendah diri.
c. Individu merasa nyaman dengan dirinya sehingga dapat menyesuaikan diri
dengan baik dan tidak ada harapan untuk ditolak oleh orang lain.
d. Individu memiliki orientasi keluar dirinya sehingga dapat bersosialisasi dan
menolong sesamanya. Individu tidak malu atau hanya memperhatikan dirinya
sendiri tetapi juga peduli terhadap kebutuhan orang lain.
e. Individu berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya.
Ini berarti individu memiliki keberanian untuk menghadapi dan
menyelesaikan segala resiko yang timbul akibat perilakunya.
f. Individu dapat menerima pujian atau celaan secara objektif.
Individu mau dengan terbuka menerima pujian, saran dan kritikan dari orang
lain untuk pengembangan kepribadiannya lebih lanjut.
g. Individu tidak menyalahkan diri atas keterbatasan yang dimilikinya ataupun
mengingkari kelebihannya.
Individu memandang diri apa adanya dan bukan seperti apa yang
diinginkannya. Individu juga dapat mengkompensasikan keterbatasannya
dengan memperbaiki dan meningkatkan karakter dirinya yang dianggap kuat
sehingga pengelolaan potensi dan keterbatasan dirinya dapat berjalan dengan
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri
Banyak faktor yang mempengaruhi penerimaan diri. Hurlock (1974:434)
mengemukakan ada sembilan faktor yang mempengaruhi penerimaan diri, yaitu:
a. Adanya pemahaman tentang diri sendiri
Pemahaman diri adalah persepsi tentang diri yang didasarkan pada
kenyataan, kebenaran dan kejujuran. Pemahaman diri akan beriringan dengan
penerimaan diri. Individu yang memahami dirinya dengan baik akan mempunyai
penerimaan diri yang baik pula, demikian sebaliknya
Pemahaman diri adalah kesadaran individu akan kelebihan dan
kekurangan yang dimilikinya. Individu diharapkan dapat mengenali siapa dirinya
yang sebenarnya. Pengenalan diri individu mengandung pemahaman akan
perbedaan tentang diri yang ingin dimiliki dengan diri yang sebenarnya.
b. Adanya harapan yang realistik
Individu yang memiliki harapan yang relistik akan memberikan sumbangan
yang besar pada kepuasan diri. Harapan individu akan menjadi realistik bila
harapan itu dibuat atas kemauannya sendiri dan orang tersebut memiliki
pemahaman diri akan kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya dengan
cukup baik.
c. Bebas dari hambatan lingkungan
Hambatan dari lingkungan seperti norma yang ditetapkan lingkungan
bertentangan dengan aturan yang ada dan hidup dalam suasana subsmisif (nrima)
dirinya dan menerima dirinya. Sebaliknya apabila lingkungan mendukung
individu untuk mencapai keberhasilan sesuai dengan kemampuannya maka
kepuasan diri akan tercapai. Selanjutnya hal ini akan menimbulkan harapan yang
realistik
d. Sikap-sikap anggota masyarakat yang menyenangkan
Sikap anggota masyarakat akan membentuk sikap individu yang selanjutnya
individu akan mendapatkan pengalaman akan sikap lingkungan yang
menyenangkan sehingga diharapkan individu mempunyai penerimaan diri yang
baik
e. Tidak adanya tekanan emosional yang berat
Tanpa kemunculan tekanan emosi yang berat individu dimungkinkan untuk
melakukan yang terbaik bagi dirinya dan menjadikannya bersikap yang
berorientasi pada dirinya maupun orang lain. Kondisi ini memunculkan evaluasi
dari lingkungan sosial yang menyenangkan sebagai dasar dari evaluasi dan
penerimaan diri yang baik.
Individu yang mengalami gangguan emosi yang berat memiliki rasa takut
yang dibesar-besarkan dan cenderung menentukan tingkat aspirasi yang tinggi
atau rendah tetapi sifatnya tidak realistis, sedangkan individu yang memiliki
penyesuaian emosi dengan baik dapat memelihara keseimbangan antara harapan
dan realitas sehingga individu akan bercita-cita lebih realistis yang akan
f. Pengaruh keberhasilan yang dialami baik secara kualitatif maupun
kuantitatif.
Keberhasilan yang dialami individu akan dapat menimbulkan penerimaan
diri dan sebaliknya kegagalan yang dialami individu akan dapat mengakibatkan
adanya penolakan diri. Individu yang sangat puas terhadap keberhasilannya akan
bangga, tertarik pada hal-hal dan orang lain di luar dirinya serta bersikap ramah.
Keberhasilan juga akan menimbulkan kepuasan. Ada tiga (3) faktor yang
menentukan kepuasan individu karena keberhasilan, yaitu: bagaimana sikap orang
yang berarti baginya, nilai bagi dirinya terhadap kegiatan tersebut, reputasinya
yang berhubungan dengan kegiatan tersebut. Sedangkan kegagalan yang tidak
mau diakuinya, membuat individu tidak akan mengakui keterbatasan dirinya dan
ia yakin keberhasilannya terhalang oleh seseorang (menyalahkan orang lain atas
kegagalan yang dialaminya) sehingga akan menghambat penerimaan dirinya
(Gunarsa, 1986:258).
g. Identifikasi dengan orang yang memiliki penyesuaian diri yang baik
Individu yang melakukan identifikasi terhadap orang-orang yang
mempunyai penyesuaian diri yang baik akan membuatnya berkeinginan untuk
mengembangkan sikap-sikap yang positif dalam kehidupan dan berperilaku yang
memberikan penilaian diri yang dapat diterima. Selanjutnya hal ini akan
menimbulkan penerimaan diri yang baik pula.
h. Adanya perspektif diri yang luas
Individu yang dapat melihat dirinya sendiri sebagaimana orang lain melihat
akan membawa pada terbentuknya penerimaan diri.
i. Konsep diri yang stabil
Individu yang memiliki konsep diri yang stabil, berarti dapat melihat dirinya
sendiri dengan cara yang sama pada hamper setiap saat. Konsep diri yang stabil
akan menjadikan individu dapat menunjukkan penerimaan diri. Konsep diri yang
tidak stabil kadang-kadang baik, kadang-kadang tidak, akan gagal dalam
memberikan gambaran diri individu secara baik dan jelas.
4. Cara menentukan diri kita dapat diterima orang lain
Ada beberapa cara dimana kita dapat menentukan diri kita untuk dapat
diterima oleh orang lain. Menurut Supratiknya (1995:87) ada 5 cara, yaitu:
a. Reflected Self-Acceptance
Jika orang lain menyukai diri kita maka kita akan cenderung untuk
menyukai diri kita juga.
b. Basic Self-Acceptance
Perasaan yakin bahwa dirinya tetap dicintai dan diakui oleh orang lain
walaupun ia tidak mencapai patokan yang diciptakan oleh orang lain terhadap
dirinya.
c. Conditional Self-Acceptance
Penerimaan diri yang berdasarkan pada seberapa baik seseorang memenuhi
d. Self Evaluation
Penilaian individu tentang seberapa positifnya berbagai atribut yang
dimilikinya dibandingkan dengan berbagai atribut yang dimiliki oleh orang lain
yang sebaya dengannya.
e. Real Ideal Comparation
Derajat kesesuaian antara pandangan seseorang mengenai diri yang
sebenarnya dan diri yang diciptakan yang membentuk rasa berharga terhadap
dirinya sendiri.
5. Dampak penerimaan diri
Hurlock (1974:436) menjelaskan bahwa semakin baik seseorang dapat
menerima dirinya maka akan semakin baik pula penyesuaian diri dan sosialnya.
Ada dua kategori dampak dari penerimaan diri yaitu:
a. Dalam penyesuaian diri
Orang yang memiliki penyesuaian diri, mampu mengenali kelebihan dan
kekurangannya. Salah satu karakteristik dari orang yang memiliki penyesuaian
diri yang baik adalah lebih mengenali kelebihan dan kekurangannya. Selain itu
juga lebih dapat menerima kritik, dibandingkan dengan orang yang kurang dapat
menerima dirinya. Dengan demikian orang yang memiliki penerimaan diri dapat
mengevaluasi dirinya secara realistik, sehingga dapat menggunakan semua
potensinya secara efektif. Individu yang memiliki anggapan realistik terhadap
b. Dalam penyesuaian sosial
Penerimaan diri biasanya disertai dengan adanya penerimaan dari orang lain.
Orang yang memiliki penerimaan diri akan merasa aman untuk memberikan
perhatiannya kepada orang lain. Dengan demikian orang yang memiliki
penerimaan diri dapat mengadakan penyesuaian sosial yang lebih baik
dibandingkan dengan orang yang merasa rendah diri yang cenderung bersikap self
oriented atau berorientasi pada diri sendiri.
Penerimaan diri berkaitan erat dengan konsep diri dan kepribadian yang
positif. Orang yang memiliki penerimaan diri yang baik maka dapat dikatakan
memiliki konsep diri yang baik pula, karena selalu mengacu pada gambaran diri
yang ideal, sehingga indvidu dapat menerima gambaran dirinya yang sesuai
dengan realitas.
Sependapat dengan Desmita (Santrock, 2004:165) yang menyatakan bahwa
konsep diri mempunyai hubungan dengan harga diri. Harga diri merupakan
evaluasi individu terhadap dirinya secara positif atau negatif. Evaluasi individu
tersebut terlihat dari penghargaan individu terhadap dirinya. Individu yang
memiliki harga diri positif akan menerima dan menghargai dirinya sendiri dan
tidak menyalahkan dirinya atas kekurangan dirinya. Sebaliknya individu yang
memiliki harga diri negatif merasa dirinya tidak berguna, tidak berharga dan
selalu menyalahkan dirinya tasa ketidak sempurnaan dirinya. Ia cenderung tidak
A. Remaja
1. Pengertian Remaja
Piaget (Hurlock, 1996:205) mendefinisikan masa remaja merupakan masa
dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa dalam tingkatan hak
yang sama. Gunarsa (1978:17) berpendapat bahwa Masa remaja adalah masa
peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Dan masa remaja
merupakan masa persiapan memasuki masa dewasa.
Rifai (1984:1) menambahkan bahwa masa remaja disebut juga masa
physiological learning dan soscial learning. Hal ini berarti bahwa remaja sedang
mengalami proses pematangan fisik dan sosial. Dalam pematangan fisik, remaja
mengalami proses perubahan struktur dan atau fungsi jasmaniah yang mengarah
pada kedewasaan fisik. Sedangkan dalam pematangan sosial, remaja menghadapi
proses belajar mengadakan penyesuaian diri atau adjustment pada kehidupan
sosial orang dewasa secara tepat. Hal ini berarti bahwa remaja harus belajar
pola-pola tingkah laku sosial yang dilakukan orang dewasa dalam lingkungan
kebudayaan pada masyarakat dimana mereka hidup.
2. Karakteristik Masa Remaja
Menurut Hurlock (1996:207) masa remaja memiliki karakteristik tertentu
yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Karakteristik
tersebut di jelaskan sebagai berikut.
a. Masa remaja sebagai periode yang penting.
kepentingannya berbeda-beda. Pada periode remaja yang penting adalah karena
akibat fisik dan psikologisnya. Perkembangan fisik dan mental yang sangat cepat,
menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai
dan minat baru.
b. Masa remaja sebagai periode peralihan.
Pada setiap periode peralihan, status individu tidak jelas dan terdapat
keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa tersebut, remaja bukan lagi
seorang anak dan juga bukan seorang dewasa. Status remaja yang tidak jelas ini
juga menguntungkan karena status memberi waktu kepada remaja untuk mencoba
gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang
paling sesuai bagi dirinya.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan.
Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar
dengan tingkat perubahan fisik. Selain hal tersebut, ada empat perubahan yang
sama yang hampir bersifat universal. Pertama, meningginya emosi. Kedua,
perubahan tubuh, minat, dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial untuk
dipesankan, menimbulkan masalah baru dan remaja akan menyelesaikannya
menurut kepuasannya. Ketiga, berubahnya minat dan pola perilaku menyebabkan
nilai-nilai ikut berubah. Remaja akan lebih mengerti bahwa kualitas lebih penting
daripada kuantitas. Keempat, sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah.
Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah masa
remaja sering menjadi masalah yang sangat sulit diatasi baik oleh anak laki-laki
maupun perempuan. Ada dua alasan bagi kesulitan tersebut. Pertama, sepanjang
masa kanak-kanak, masalahnya anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang
dewasa lainnya, sehingga remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah.
Kedua, karena para remaja merasa dirinya mandiri, sehingga mereka ingin
mengatasi masalahnya sendiri dan menolak bantuan orang tua dan guru.
e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas.
Erikson (Hurlock, 1996:208) menjelaskan masalah krisis identitas atau
identitas ego pada remaja. Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk
menjelaskan siapa dirinya, apa perananya dalam masyarakat. Apakah ia seorang
anak atau orang dewasa. Apakah ia mampu percaya diri sekalipun latar belakang
ras atau agama atau nasionalnya membuat beberapa orang merendahkannya.
Secara keseluruhan, apakah ia akan berhasil atau akan gagal.
Konsep diri berperan dalam mengatasi krisis identitas pada remaja. Seberapa
jauh seorang mempersepsikan kemampuan dirinya dalam situasi atau hal tertentu
mengarahkannya untuk kemudian dapat berhasil atau tidak dalam meraih apa
yang diinginkan, dengan pertimbangan norma-norma di masyarakat.
f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan.
Adanya stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi,
menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan
remaja muda takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap
perilaku remaja yang normal. Stereotip populer juga mempengaruhi konsep diri
dan sikap remaja terhadap dirinya sendiri. Pada pembahasan stereotip budaya
remaja (Hurlock, 1996:208) menjelaskan bahwa stereotip berfungsi sebagai
cermin yang ditegakkan masyarakat bagi remaja dan menggambarkan citra diri
remaja sendiri yang lambat laun dianggap sebagai gambaran yang asli dan remaja
membentuk perilakunya berdasarkan gambaran tersebut. Adanya penerimaan
stereotip bahwa orang dewasa mempunyai pandangan yang buruk tentang remaja,
membuat peralihan ke masa dewasa menjadi sulit.
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik.
Remaja cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang
remaja inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terutama dalam hal cita-cita.
Semakin tidak realistik cita-citanya semakin mudah remaja itu marah. Remaja
akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau kalau tidak
berhasil mencapai tujuan yang ditetapkannya sendiri.
h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa.
Meningkatnya usia kematangan yang sah, remaja akan semakin gelisah
untuk smeninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa
mereka sudah hampir dewasa. Selain berpakaian dan bertindak seperti orang
dan terlibat dalam perbuatan seks. Remaja menganggap bahwa perilaku ini akan
memberikan citra yang diinginkan.
3. Tugas Perkembangan Remaja
Tugas perkembangan remaja adalah kemampuan yang harus dikuasai oleh
remaja. Adapun tugas-tugas perkembangan remaja menurut Hurlock (1991:11)
yaitu:
a. Mampu menerima keadaan fisiknya
b. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa
c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan
jenis
d. Mencapai kemandirian emosional
e. Mencapai kemandirian ekonomi
f. Mencapai pemenuhan diri dan pengembangan potensi
g. Mengembangkan konsep dengan ketrampilan intelektual yang sangat
diperlukan untuk melakukan peran sebagi anggota masyarakat
h. Memahami nilai-nilai orang dewasa dan orang tua
i. Mempersiapkan diri untuk memasuki usia perkawinan
j. Memahami dan mempersiapkan kehidupan berkeluarga.
Tugas perkembangan yang langsung berkaitan dengan penerimaan diri,
yaitu: mampu menerima keadaan fisiknya untuk mencapai pemenuhan diri dan
B. Remaja dan Penerimaan Diri
Hurlock (1996:238) mengkategorikan usia remaja ditandai dengan
perkembangan fisik dan psikologis yang sangat pesat. Krisis dan ketegangan
mulai terjadi dalam diri remaja, sebagian remaja mulai membanding - bandingkan
diri dengan orang lain. Oleh karena itu, melalui penerimaan diri, remaja diajak
untuk dapat menerima keadaan diri baik kelebihan dan kelemahan, mampu
menjadi diri sendiri, menentukan nasib sendiri, menerima realita, dan kemampuan
bergaul dengan orang lain
Ketidakmampuan remaja dalam menyesuaikan diri merupakan petunjuk
awal bahwa remaja tidak puas pada dirinya sendiri dan mempunyai sikap menolak
diri. Remaja yang menolak diri akan merasa tidak bahagia dan merasa dirinya
memainkan peran orang yang dikucilkan. Akibatnya ia tidak mengalami
kebahagiaan dalam dirinya kesehatan mentalnya juga akan terganggu (Hurlock,
1996:238). Kalau remaja realistik tentang derajat penerimaan yang mereka capai
dan merasa puas pada orang-orang yang menerima mereka maka remaja akan
merasa bahagia dan merasa lebih puas dengan kehidupannya. Remaja akan lebih
realistik dalam melihat kemampuannya sehingga akan meletakkan tujuan sesuai
dengan apa yang bisa dicapai dan terus berusaha untuk mencapai tujuannya dan
berhasil dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan yang ada sehingga ia merasa
C. Bimbingan Klasikal
1. Pengertian Bimbingan dan Bimbingan Klasikal a. Pengertian Bimbingan
Jones (Juhana, 1988:20) berpendapat bahwa bimbingan adalah bantuan
yang diberikan oleh seorang individu kepada individu lain dalam menentukan
pilihan-pilihannya, penyesuaian-penyesuiannya, untuk memecahkan masalah
dengan harapan individu yang dibantu dapat berkembang secara bebas dan
akhirnya ia memikul tanggung jawab. Prayitno (2004:89) menambahkan bahwa
bimbingan merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang
ahli kepada seseorang atau beberapa orang baik anak-anak remaja maupun dewasa
agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya dan
mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat
dikembangkan berdasrkan norma yang berlaku.
Bimbingan menurut Moegiadi (Winkel, 1997:29)
1) Usaha melengkapi individu dengan pengetahuan dan pengalaman dan
informasi tentang dirinya sendiri.
2) Suatu cara pemberian pertolongan atau bantuan kepada individu untuk
memahami dan mempergunakan secara efisien dan efektif segala
kesempatan yang dimiliki untuk perkembangan pribadinya.
3) Sejenis pelayanan kepada individu agar dapat menentukan pilihan,
menetapkan tujuan dengan tepat dan menyusun rencana yang realistis,
sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan memuaskan di dalam
4) Suatu proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu dalam
hal: memahami diri, memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai
dengan konsep dirinya sendiri dan tuntutan dari lingkungan.
Dari berbagai pendapat mengenai pengertian bimbingan dapat
disimpulkan bahwa bimbingan merupakan proses pemberian bantuan
yang diberikan oleh seorang ahli kepada individu agar individu yang
mendapat bantuan dapat memahami dirinya secara realistis,
menyesuaikan diri dengan lingkungan dapat mengambil keputusan
dengan tepat dan pada akhirnya dapat memikul tanggung jawab.
b. Pengertian Bimbingan Klasikal
Menurut Winkel (1997:523) layanan bimbingan klasikal adalah proses
yang diikuti oleh seluruh siswa dan siswi dalam satuan kelas pada tingkatan kelas
tertentu dan pada waktu yang telah ditetapkan dalam jadwal pelajaran, sehingga
konselor sekolah masuk kelas untuk memberikan bimbingan.
2. Tujuan Bimbingan
Dalam arti umum bimbingan bertujuan membantu individu dalam
usahanya untuk (1) kebahagiaan pribadi, (2) kehidupan yang efektif dan produktif
dalam masyarakat, (3) hidup bersama individu lain, (4) keserasian antara cita-cita
individu dan kemampuan yang dimilikinya. (Prayitno 2004:89), sedangkan
denagn tidak hanya sekedar meniru pendapat orang lain, berani mengambil sikap
sendiri dan berani menanggung konsekuensi dari tindakannya.
D. Peranan Bimbingan dalam Meningkatkan Penerimaan Diri
Dilihat dari tujuan bimbingan yang telah diuraikan sebelumnya menurut
para ahli, dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan bimbingan mengarahkan
individu untuk memahami dirinya sendiri sehingga mereka mampu menyesuaikan
diri dengan lingkungan dimana mereka berada. Bimbingan memiliki peran yang
cukup besar dalam membantu siswa meningkatkan penerimaan diri karena
melalui bimbingan siswa memperoleh gambaran dan pengetahuan tentang siapa
mereka, apa tujuan mereka dan bagaimana mencapai tujuan tersebut dengan
menggunakan kekuatan yang ada di dalam diri mereka, sehingga siswa terbantu
untuk melihat dirinya secara objektif dan menetapkan tujuan sesuai dengan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini akan diuraikan beberapa hal yang berhubungan dengan
metodologi penelitian, yaitu Jenis Penelitian, Subjek Penelitian, Instrumen
Penelitian dan Teknik Analisis Data
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian deskriptif dengan
metode survei. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan
situasi dan kondisi saat ini. Penelitian deskriptif ini dirancang untuk
mendapatkan informasi tentang suatu gejala pada saat penelitian dilakukan.
Penelitian ini diarahkan untuk menetapkan sifat suatu situasi pada waktu
penelitian (Furchan, 1982:415).
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat penerimaan diri
siswa-siswi kelas X dan XI SMAK Sang Timur tahun pelajaran 2009/2010
dan usulan topik-topik bimbingan klasikal yang sesuai untuk meningkatkan
penerimaan diri siswa-siswi SMAK Sang Timur tahun pelajaran 2009/2010.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X dan XI SMAK Sang
Tabel 1
Rincian siswa-siswi kelas X dan XI SMA K Sang Timur Yogyakarta tahun Ajaran 2009-2010
No Kelas Jumlah
1 Kelas XI IPS 14 Siswa
2 Kelas XI Bahasa 5 Siswa
3 Kelas XI IPA 10 Siswa
4 Kelas X I 18 Siswa
4 Kelas X II 23 Siswa
Jumlah 70 Siswa
C. Instrumen Penelitian 1. Jenis Alat ukur
Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner untuk mengukur tingkat
penerimaan diri siswa-siswi kelas X dan XI SMAK Sang Timur Yogyakarta tahun
pelajaran 2009/2010. Kuesioner menggunakan rating scale (skala bertingkat)
yang mengikuti prinsip-prinsip skala Likert, yaitu suatu ukuran subjektif yang
memuat sejumlah pernyataan. Masing-masing pernyataan dilengkapi dengan
pilihan yang menunjukkan tingkatan, mulai dari sangat setuju, setuju, tidak setuju,
sangat tidak setuju.
Kuesioner penerimaan diri yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
dua bagian. Bagian pertama merupakan bagian pengantar, identitas responden
unsur-unsur penerimaan diri dan indikator item. Kuesioner penerimaan diri
disusun berdasarkan kisi-kisi sebagai berikut
Tabel. 2
Kisi-kisi Kuesioner Penerimaan Diri
No Unsur-unsur Penerimaan Diri
Indikator No. Item Jumlah
1 Mempunyai keyakinan untuk menghadapi persoalan. Kreatif Optimis Berdaya juang Favorable: 3 Unfavorable: 56 Favorable: 1, 5
Unfavorable: 62, 58,60 Favorable: 7 Unfavorable: 60 9 2 Menganggap diri berharga dan sederajat dengan orang lain. Percaya diri Penilaian diri Merasa diterima Favorable: 45 Unfavorable:2, 4 Favorable: 51, 49 Unfavorable: 8 Favorable: 47 Unfavorable: 6
8
3 Berani memikul tanggung jawab.
Jujur
Tegas
Konsekuen
Favorable: 36 Unfavorable: 45 Favorable: 34, 40 Unfavorble: 44, 50 Favorable: 42, 52 Unfavorble: 48
4 Individu merasa nyaman dengan dirinya sehingga mampu menyesuiakan diri dengan baik. Merasa nyaman dengan penampilan Mampu beradabtasi Favorable:53 Unfavorable: 20 Favorable:55,57,59,61
Unfavorable: 19,20, 24 9
5 Individu memiliki orientasi keluar dirinya. Membangun relasi Empati
Favorable: 9, 11 Unfavorable: 28, 34
Favorable: 13, 15, 17
Unfavorable: 30, 32, 33 10
6 Dapat menerima pujian dan celaan secara objektif. Mendengarkan orang lain Memahami sudut pandang orang lain
Favorable: 18, 19 Unfavorable:37,38
Favorable: 21, 23
Unfavorable: 39, 41, 43 9
7 Individu memandang diri apa adanya bukan sebagaimana yang diinginkannya. Kesadaran diri Pengembangan diri
Favorable: 27, 31 Unfavorable: 12, 16 Favorable: 31, 35 Unfavorable: 10, 14
8
2. Format Pertanyaan
Item-item yang digunakan dalam kuesioner penerimaan diri pada penelitian
ini dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang bersifat favorabel dan pernyataan
yang bersifat unfavorabel. Kuesioner yang digunakan bersifat tertutup. Menurut
Furchan (2004:249) kuesioner tertutup adalah kuesioner yang memiliki arti bahwa
kuesioner tersebut berisi pertanyaan yang disertai dengan pilihan-pilihan jawaban
yang telah disediakan dengan menggunakan 4 alternatif jawaban untuk setiap
item, yaitu (SS) Sangat Setuju, (S) Setuju, (TS) Tidak Setuju, (STS) Sangat Tidak
Setuju. Format kuesioner dapat dilihat pada lampiran. 1.
3. Penentuan Skor/Skoring
Penentuan skor untuk setiap jawaban dari item-item pernyataan adalah
sebagai berikut:
a. Untuk item positif (Favorabel), skor yang digunakan adalah Sangat Setuju
(SS) dengan skor 4, Setuju (S) dengan skor 3, Tidak Setuju (TS) dengan
skor 2, Sangat Tidak Setju (STS) dengan skor 1.
b. Untuk item negatif (Unfavorabel), skor yang digunakan adalah Sangat
Setuju (SS) dengan skor 1, Setuju (S) dengan skor 2, Tidak Setuju (TS)
dengan skor 3 Sangat Tidak Setuju (STS) dengan skor 4.
Subjek diminta untukmemilih salah satu alternatif jawaban dengan cara
memberi tanda centang (√) sesuai dengan pilihannya. Jawaban-jawaban
tinggi skor, maka akan semakin tinggi tingkat penerimaan diri sedangkan
semakin rendah skor , maka semakin rendah pula tingkat penerimaan dirinya.
4. Validitas dan Reliabilitas a. Validitas
Validitas berhubungan dengan sejauh mana suatu alat mampu mengukur
yang seharusnya diukur (Masidjo, 1985:242). Sebuah alat ukur dikatakan valid
jika alat ukur itu dapat memberikan hasil ukur sesuai dengan maksud pengukuran
tersebut. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Validitas konstruk.
Validitas konstruk adalah validitas yang didasarkan pada konsep teoritik. Item
yang dibuat oleh peneliti didasarkan pada konsep teoritik yang ada pada kajian
teori. Item yang dibuat kemudian dianalisis untuk mengetahui dan menghasilkan
instrument yang sesuai dengan konsep teoritiknya. Penilaian mengenai hal ini
dapat dilakukan oleh penilai profesional (professional judgement). Dalam
penelitian ini penilai professional/judgment ahli dilakukan oleh dosen
pembimbing dan guru pembimbing di sekolah. Dalam hal ini peneliti meminta
bantuan kepada:
1. A. Setyandari, S. Pd.,S.Psi.,MA. Selaku dosen pembimbing skripsi
2. MC. Lasmini, BA selaku koordinator BK SMA K Sang Timur
Yogyakarta
Proses penghitungan taraf validitas dilakukan dengan cara memberi skor
pada setiap item dan mentabulasikan ke dalam data penelitian. Selanjutnya
Asumsi yang dipakai ialah korelasi yang tinggi menunjukkan kesesuaian antara
butir unsur dengan fungsi keseluruhan angket (Furchan, 2004:283). Berdasarkan
hasil penghitungan lewat SPSS terdapat 8 item yang gugur. Di bawah ini akan
disajikan tabel rincian item yang gugur.
Tabel 3
Rincian Item yang Gugur No Unsur-unsur Penerimaan
Diri
No. item gugur
Pernyataan
1. Mempunyai keyakinan untuk menghadapi
persoalan
9 Saya berusaha semampu saya untuk mewujudkan keinginan saya meskipun itu sulit.
2. Menganggap diri berharga dan sederajat dengan orang lain
8, 51 Saya merasa teman-teman memiliki kelebihan dalam segala hal.
Keberadaan saya dapat meng-hidupkan suasana
3. Berani memikul tanggung jawab
45 Saya tetap menjalankan keputusan yang telah saya ambil meskipun itu sulit.
4. Merasa nyaman dengan diri nya sehingga mampu menyesuaikan diri dengan baik
22 Saya merasa penampilan saya kurang menarik.
5. Dapat menerima pujian dan celaan secara objektif
25 Saya mampu menerima celaan dari teman-teman hanya sebagai bahan lelucon saja.
6. Individu memandang diri apa adanya bukan
sebagaimana yang diinginkannya
39 Saya bersedia belajar dengan sungguh-sungguh pada mata pelajaran yang kurang saya sukai. 20 Mata pelajaran yang kuirang saya
kuasai memang sulit sehingga belajar dan tidak belajar sama saja.
diperoleh koefisien korelasi rxy≥ 0,30. Azwar (1999:65) berpendapat bahwa
koefisien validitas dapat dianggap memuaskan apabila diperoleh koefisien rxy≥
0,30. Hasil analisis validitas dapat dilihat pada lampiran 2.
b. Reliabilitas
Menurut Masidjo (1985:209) reliabilitas suatu tes adalah taraf sampai
dimana suatu tes mampu menunjukkan ketepatan dan ketelitian hasil dalam suatu
pengukuran. Reliabilitas ini menuntut sejauh mana pengukuran itu dapat
memberikan hasil yang relatif sama. Reliabilitas tidak berurusan dengan yang
ingin diukur. Pengukuran bisa reliabel (dapat dipercaya) tanpa harus valid
(Furchan, 2004:313).
Pengujian tingkat reliabilitas alat ukur ini ditempuh dengan menggunakan
metode belah dua. Metode ini digunakan untuk menguji reliabilitas suatu tes
untuk satu kali pengukuran pada sekelompok siswa. Metode belah dua yang
dipakai berdasarkan urutan item bernomor gasal dan genap. Proses penghitungan
taraf reliabilitas alat ukur ini dilakukan dengan cara memberi skor pada
masing-masing item dan mentabulasikan skor-skor tersebut. Selanjutnya skor-skor yang
bernomor gasal dijadikan belahan I (X) dan skor-skor yang bernomor genap
dijadikan belahan II (Y). Kemudian skor dari belahan I dikorelasikan dengan
skor-skor dari belahan II. Metode yang digunakan untuk menganalisis reliabilitas
dengan menggunakan teknik Product Moment yang dikemukakan oleh Pearson
r xy = N
∑
XY – (
∑
X) (
∑
Y)
√
[{N
∑
X² - (
∑
X)²} {N
∑
Y²- (
∑
Y)²}]
Keterangan:
r xy = Koefisien korelasi X dan Y
X = Item yang bernomor ganjil
Y = Item yang bernomor genap
N = Jumlah responden
Reliabilitas kuesioner dihitung dengan menggunakan Pearson dan diperoleh
hasil r = 0,796. Dengan demikian reliabilitas tersebut termasuk dalam kategori
tinggi. Rekapitulasi Hasil Penghitungan Item Total Corelation dengan
menggunakan Prodect Moment SPSS 12.0 terdapat pada lampiran 3 Dibawah ini
disajikan tabel korelasi reliabilitas
Tabel 4
Tabel Korelasi Reliabilitas
Koefisien korelasi Kualifikasi
0,91-1,00 Sangat Tinggi
0,71-0,90 Tinggi
0,41-0,70 Cukup Tinggi
0,21-0,40 Rendah
D. Prosedur Pengumpulan Data 1. Tahap Persiapan
Dalam tahap ini peneliti melakukan beberapa hal sebagai persiapan
sebelum melaksanakan penelitian, yaitu:
a. Penyiapan kuesioner
Untuk penyiapan alat ukur ini telah dilakukan beberapa usaha sebagai
berikut:
1) Penelti mengidentifikasi unsur-unsur penerimaan diri Sheree
Cronbach ( Sutadipura, 1984:35)
2) Peneliti merumuskan item-item yang mengungkapkan berbagai
unsur penerimaan diri.
3) Peneliti mengkonsultasikan kuesioner kepada dosen pembimbing
dan guru pembimbing yang ada di sekolah.
4) Peneliti menghubungi kembali pihak sekolah yang hendak dipakai
untuk penelitian tentang kapan penelitian itu dapat dilaksanakan.
Kisi-kisi kuesioner terda
2. Tahap Pelaksanaan
Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 22, 24, 28 April 2010. Pada tabel
Tabel 5 Jadwal Penelitian
Total jumlah siswa yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah 77
siswa dan pada saat penelitian terdapat 7 siswa yang absen sehingga jumlah
subjek ada 70 siswa.
Langkah-langkah pelaksanaan:
a. Peneliti mempersiapkan diri 15 menit sebelum waktu pelaksanaan
yang telah dijadwalkan.
b. Pada saat masuk kelas peneliti memperkenalkan diri kepada siswa dan
memberikan penjelasan umum tentang maksusd dan tujuan penelitian
ini dilaksanakan.
c. Peneliti membagikan lembar kuesioner.
Kelas Hari/Tanggal Waktu Jumlah Siswa
Absen XI Bahasa Selasa, 22 April 2010 08:00-08:45 1 Siswa XI IPS Kamis, 24 April
2010
11:15-12:00 1 Siswa
XI IPA Kamis, 24 April 2010
12:45-13.30 2 Siswa
X 1 Rabu, 28 April 2010 10:30-11:15 2 Siswa X 2 Rabu, 28 April 2010 12:45-13:30 1 Siswa
d. Peneliti menjelaskan petunjuk cara mengerjakan kuesioner dan
memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila ada yang
belum jelas.
e. Selama pengisian kuesioner berlangsung, peneliti memberi
kesempatan kepada siswa untuk menanyakan item yang belum
dipahami.
f. Peneliti memeriksa kembali kelengkapan lembar kuesioner yang sudah
terkumpul.
E. Teknik Analisis Data
1. Tahap-tahap analisis data dilaksanakan dengan cara:
a. Menentukan skor-dari setiap alternatif jawaban. Alternatif jawaban
untuk item positif (favorable) yaitu: SS diberi skor 4, S diberi skor 3,
TS diberi skor 2, STS diberi skor 1. Sedangkan untuk, sedangkan
untuk item negative (unfavorable) SS diberi skor 1, S diberi skor 2, TS
diberi skor 3, dan STS diberi skor 4.
b. Melakukan scoring dengan bantuan Microsoft Exsel.
c. Membuat tabulasi data dan mernghitung frekuensi jawaban pada setiap
item SS, S, TS, STS.
d. Menghitung besarnya persentase jawaban setiap alternatif jawaban.
e. Mencari persentase setiap unsur penerimaan diri dengan menggunakan
PAP tipe 1. Menurut Masidjo (1995:151) Penilaian Acuan Patokan
diperoleh dari siswa dengan skor yang seharusnya dicapai oleh siswa.
Kemudian dilanjutkan dengan menyusun peringkat unsur-unsur
penerimaan diri. Gambaran penerimaan diri siswa-siswi kelas X dan
XI SMAK Sang Timur Yogyakarta tahun pelajaran 2009/2010 dapat
digolongkan menjadi lima kategori yaitu: sangat tingi, tinggi, cukup,
rendah, dan sangat rendah dengan patokan seperti pada tabel 6 berikut:
Tabel 6
Tingkat Penerimaan Diri Norma
kategori
Tingkat
Penerimaan Diri
Rentang Skor Kualifikasi
90%-100% 90% X 228 = 205 205-228 Sangat Tinggi
80%-89% 80% X 228 = 182 182-204 Tinggi
65%-79% 65% X 228 = 148 148-181 Cukup
55%-64% 55% X 228 = 125 125-147 Rendah
Dibawah
55%
Dibawah 124 0-124 Sangat Rendah
f. Selanjutnya dengan bantuan komputer dengan program yang digunakan
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan membahas jawaban atas masalah penelitian yaitu
bagaimanakah tingkat penerimaan diri siswa-siswi kelas X dan XI SMAK Sang
Timur Yogyakarta tahun pelajaran 2009/2010 dalam Hasil Penelitian dan
Pembahasan.
A. Hasil Penelitian
Peneliti telah melaksanakan pengumpulan data dan diolah menurut prosedur
yang telah dijabarkan dalam teknik analisis data. Berdasarkan hasil penelitian
yang telah diolah dengan PAP Tipe I maka secara umum dapat diketahui deskripsi
tingkat penerimaan diri siswa kelas X dan XI SMAK Sang Timur Yogyakarta
tahun pelajaran 2009/2010 adalah 5,7% sangat tinggi, 38,6% tinggi, 48,6% cukup,
7,1% rendah dan untuk kategori sangat rendah tidak ada. Dapat dilihat pada tabel
berikut ini
Tabel 7
Rekapitulasi Tingkat Penerimaan Diri berdasarkan PAP tipe I Norma Kategori Frekuensi Persentase Kualifikasi
90%-100% 4 5,7% Sangat Tinggi
80%-89% 27 38,6% s Tinggi
65%-79% 34 48,6% Cukup
55%-64% 5 7,1% Rendah
Pada tabel 7 dapat dilihat bahwa ada 4 orang siswa yang memiliki
penerimaan diri sangat tinggi, 27 siswa memiliki penerimaan diri tinggi, 34 siswa
memiliki penerimaan diri cukup, 5 siswa memiliki penerimaan diri rendah, dan
tidak ada siswa ynag memiliki penerimaan diri sangat rendah.
Penerimaan diri disebut “Sangat Tinggi” apabila memenuhi rentang skor
205-228, tergolong “Tinggi” apabila skornya antara 182-20, tergolong “Cukup”
apabila skornya antara 147, tergolong “Rendah” apabila skornya antara
125-147 dan tergolong “Sangat Rendah” apabila skornya <124. Dari tabel 7 dapat
diketahui bahwa siswa yang memiliki tingkat penerimaan diri “Sangat Tinggi”
berjumlah 4 orang, “Tinggi” 27 orang, Cukup 34 orang, “Rendah” 5 orang dan
untuk “Sangat Rendah” tidak ada.
B. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah Siswa SMAK Sang Timur
yang memiliki penerimaan diri tinggi sebanyak 27 siswa (38,6 %) sedangkan
siswa yang memiliki penerimaan diri pada kategori cukup sebanyak 34 siswa
(48,6%). Siswa yang memiliki penerimaan diri cukup persentasenya lebih besar
daripada siswa yang memiliki penerimaan diri tinggi. Siswa yang memiliki
penerimaan diri yang tinggi berarti mereka sudah mampu menerima kelebihan dan
kelemahan yang mereka miliki, dapat menghargai diri sendiri dan orang lain serta
tidak menyalahkan diri sendiri atas kekurangan yang mereka miliki. Sedangkan
mampu menerima kelebihan dan kelemahan yang mereka miliki. Dengan
demikian mereka dapat menghargai diri sendiri dan memiliki kesenangan dan
kepuasan terhadap dirinya sendiri dan mampu mengembangkan dirinya secara
optimal .
Siswa yang memiliki penerimaan diri pada kategori cukup sebanyak 34
siswa (48,6%). Jumlah ini termasuk besar karena hampir setengah dari
keseluruhan jumlah subjek. Siswa yang memiliki penerimaan diri pada kategori
cukup mungkin disebabkan beberapa hal antara lain, adanya harapan yang tidak
realistik dari siswa sebagai remaja yang sedang mengalami proses pencarian jati
diri dimana remaja berusaha mencari tahu siapa dirinya dan apa perananya di
dalam masyarakat. Dalam proses pencarian jati diri ini remaja mengalami
kesulitan sebab pada masa ini mereka mengalami perubahan dan perkembangan
menuju kedewasaan baik dari segi mental, emosional, fisik dan soisal (Sulastri,
1994:1).
Menurut Hurlock (1996:208) remaja melihat dirinya dengan harapan mereka
yang serba baik dan sempurna. Pertumbuhan fisik pada remaja memiliki pengaruh
yang besar bagi perilaku mereka sebab pertumbuhan fisik dapat dilihat secara
langsung oleh semua orang. Pertumbuhan fisik yang tidak sesuai dengan harapan
remaja menyebabkan mereka memiliki pandangan yang rendah terhadap dirinya
sendiri. Sehingga mereka masih memerlukan bantuan untuk dapat melihat diri
secara objektif dan realistis, selain itu kurangnya keterbukaan pada remaja itu
sendiri yang membuat penerimaan diri mereka menjadi kurang optimal.
untuk menceriterakan setiap perubahan dan perkembangan yang terjadi pada diri
mereka sendiri. Ada empat perubahan pada masa remaja, yaitu meningginya
emosi yang intensitasnya tergantung pada perubahan tingkat perubahan fisik,
perubahan tubuh, minat, dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial yang
bagi remaja sulit untuk dihadapi. Perubahan dan perkembangan yang mereka
rasakan membuat mereka bingung bagaimana harus bersikap, mereka cenderung
menutup diri karena merasa bahwa dirinya sudah berbeda. Akibat perkembangan
yang bervariasi remaja merasa belum siap. Mereka mengalami kecemasan karena
mungkin perubahan yang dialami tidak seperti yang diharapkan atau tidak seperti
teman-temannya.
Kurangnya keterbukaan membuat remaja menutup diri dengan
teman-temannya yang semakin membuat remaja memiliki penilaian diri yang belum
stabil. Kadang-kadang mereka menilai diri baik kadang-kadang mereka juga
menilai diri buruk atau negatif. Penilaian diri mereka yang belum stabil ini akan
mempengaruhi penerimaan diri mereka menjadi tidak stabil, kadang-kadang
mampu menerima keadaan dirinya kadang-kadang menolak kenyataan yang ada.
Siswa yang memiliki penerimaan diri pada kualifikasi tinggi sebanyak 27
siswa (38,6%). Dilihat dari jumlah tersebut bisa dibilang lumayan karena sudah
melebihi seperempat dari jumlah keseluruhan subjek. Para siswa yang memiliki
penerimaan diri tinggi mungkin disebabkan beberapa faktor diantaranya
lingkungan siswa sebagai remaja yang mendukung perkembangan dan
kemampuannya maka kepuasan diri akan tercapai sehingga akan menimbulkan
harapan yang realistis bagi remaja itu sendiri. Lingkungan sosial yang
menyenangkan, relasi dengan orang tua yang didasari dengan kesediaan menerima
dan terbuka akan memberikan kesempatan kepada remaja untuk lebih menggali
dan mengenali kelebihan dan kekurangan yang mereka miliki. Dengan demikian
remaja dapat mencapai penerimaan diri secara optimal.
Siswa yang memiliki penerimaan diri pada kualifikasi rendah sebanyak 5
siswa (7,1%). Jumlah ini tidak terlalu besar dibandingkan dengan jumlah seluruh
subyek yang ada, namun cukup memprihatinkan karena masih ada siswa yang
rendah penerimaan dirinya. Rendahnya penerimaan diri 5 siswa ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain hubungan remaja dengan orang tua
membuat penerimaan diri mereka menjadi rendah. Hal ini mungkin disebabkan
karena relasi orang tua yang over possessive kepada anaknya. Afeksi yang
berlebih-lebihan dimana orang tua ingin menguasai anaknya dengan menyuruh
anak mengerjakan segala sesuatu yang dikehendaki oleh orang tua. Remaja yang
hidup dalam suasana yang demikian akan memiliki sikap subsmisif (“nerima”)
dan sensitif (perasa). Jika remaja memiliki sikap yang demikian maka mereka
akan mengalami kesulitan untuk dapat melihat kelebihan yang dimilikinya dan
mereka cenderung pasif dalam pergaulan.
Relasi orang tua yang terlalu memanjakan dan menuruti semua kehendak
anaknya membuat anak memiliki sifat agresif, dan keras kepala. Jika remaja
melihat kekurangan yang mereka miliki. Mereka cenderung berambisi untuk
mendapatkan segala sesuatu dengan cara apapun (Sulastri 1994:32).
Norma yang ditetapkan oleh suatu kelompok mempunyai pengaruh terhadap
tujuan seseorang yang berpikir bahwa dirinya adalah anggota yang normal dari
suatu kelompok. Mereka akan berusaha untuk mencapai sifat kelompok tersebut.
Hal ini jugalah yang dirasakan oleh remaja yang tergabung dalam suatu
kelompok. Remaja lebih senang dan patuh terhadap keinginan kelompoknya
daripada keinginan orang tuanya. Remaja berpikir bahwa teman kelompoknya
lebih dapat menerima keadaannya sebagai remaja dibandingkan orang tuanya,
sehingga apa yang ditetapkan oleh kelompoknya menjadi suatu kewajiban yang
harus dilakukannya. Pengakuan kelompok dapat meningkatkan harga diri karena
menunjukkan eksistensinya sebagai remaja, sehingga mereka cenderung melihat
diri sebagaimana yang diinginkan oleh kelompoknya bukan sebagaimana adanya
diri mereka.
Siswa yang memiliki penerimaan diri pada kualifikasi sangat tinggi
sebanyak 4 siswa (5,7%). Dari seluruh subyek yang ada ternyata ada beberapa
siswa yang sudah mampu menerima dirinya sendiri dengan segala kelebihan dan
kekurangan yang ada. Hal ini mungkin disebabkan pengasuhan orang tua yang
otoritatif dimana orang tua selalu melibatkan remaja dalam segala hal yang
berkenaan dengan remaja itu sendiri. Orang tua mempercayai pertimbangan dan
penilaian dari remaja serta mau berdiskusi dengan remaja. Hal ini membuat
salin menghormati, penuh apresiasi, kehangatan, dan penerimaan. Dengan
demikian remaja terbantu untuk melihat dirinya secara obyektif dan realistis
(Gunarsa, 2004:286). Remaja tidak ingin diharapkan agar mereka harus sempurna
sebelum mereka dikasihi. Mereka perlu mengetahui bahwa mereka dihargai dan
diterima oleh keluarga maupun lingkungan dimana mereka berada sehingga
mereka juga akan belajar menghargai dan menerima dirinya.
SMA adalah Sekolah Menengah Atas yang siswa-siswinya berusia sekitar
15-17 tahun. Pada rentang tersebut, mereka berada masa remaja sehingga mereka
masih membutuhkan perhatian dan bimbingan yang lebih dari orang tua, guru dan
orang dewasa lainnya. Siswa-siswi SMAK Sang Timur ini sebagian sudah mampu
menerima dirinya dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Hal ini mungkin
disebabkan karena mereka sudah cukup mendapatkan perhatian, kepercayaan, dan
kesempatan dari orang tua dan lingkungannya untuk mengenali diri dengan
mengeksplorasi diri dan bergaul dengan orang lain sehingga mereka terbuka pada
setiap perubahan dan perkembangan yang terjadi, sedangkan siswa yang memiliki
hambatan baik dari dalam diri maupun luar diri sehingga mereka membutuhkan
perhatian dan pendampingan dari guru BK dengan memberikan informasi kepada
mereka yang berkaitan dengan peningkatan harga diri siswa sehingga mereka
BAB V
USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL YANG RELEVAN DENGAN PENERIMAAN DIRI SISWA-SISWI KELAS X DAN XI SMAK
SANG TIMUR YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009-2010
Dalam bab akan ini disajikan topik-topik bimbingan klasikal yang sesuai
untuk meningkatkan penerimaan diri siswa-siswi kelas X dan XI SMAK Sang
Timur Yogyakarta tahun pelajaran 2009/2010.
Usulan topik-topik bimbingan klasikal yang sesuai untuk meningkatkan
penerimaan diri siswa-siswi kelas X dan XI disajikan berdasarkan item-item yang
memiliki skor yang paling rendah. Dalam hal ini peneliti hanya mengusulkan 6
topik bimbingan dengan item skor yang paling rendah. Diharapkan dari ke 6 topik
bimbingan tersebut dapat mewakili ke tujuh unsur penerimaan diri dan dapat
membantu dalam meningkatkan penerimaan diri siswa-siswi kelas X dan XI.
Usulan topik-topik bimbingan yang disajikan sesuai dengan hasil penelitian yang
mendeskripsikan penerimaan diri siswa-siswi SMAK Sang Timur dalam kategori
USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN YANG RELEVAN
No urut
No item Tujuan pelayanan
Materi Waktu Bidang
Bimbingan
Metode Sumber
Topik Sub Topik
1 19 Belum mampu menolong sesama dan bersosialis asi Siswa semakin memiliki orientasi keluar dirinya sehingga mampu menolong sesama dan bersosialisasi Membuka Diri • Pengertian membuka diri • Manfaat membuka diri 1x45 menit Pribadi sosial Sharing, Refleksi SDW Candra Sangkala.2010. Berdamai Dengan Diri Sendiri.Diva Press: Anggota IKAPI 2 62 Belum yakin mampu menghada pi persoalan Siswa semakin yakin dapat menghadapi persoalan
Percaya Diri • Arti percaya diri • Macam-macam percaya diri 1x45 menit Pribadi sosial Berceritera di depan kelas-sharing Lindenfield, Gael.1994. Mendidik Anak Agar Percaya Diri. Jakarta: Arcan 3 18,16 Memanda ng diri sebagaima na yang diinginkan Siswa semakin mampu memandang dirinya secara objektif Mengerti dan menerima diri apa adanya
• Aku adalah unik • Membuka cakrawala dengan jendela johari 1x45 menit Pribadi sosial
sebagai mana adanya • Berani jadilah dirimu. 1x45 menit Pribadi-sosial Menuliskan dalam buku Siapa Aku?, Betapa menakjubkan, Aku! Diriku yang sebenarnya.. Abata, Rusell M.1996.Berani Jadilah Dirimu! Langkah-Langkah Membangun Kepribadian yang Khas. Jakarta: Yayasan Cipta Lokakarya (Saduran bebas) 4 46 Belum mampu menerima pujian dan celaan secara objektif Siswa semakin mampu untuk menerima pujian dan celaan secara objektif Saran Dan Kritik dapat membangun kepribadianku • Pendapat teman-temanku tentang aku.
Psikologi. Yogyakarta : Kanisius 5. 26,63 Belum mampu menyesuai kan diri Siswa semakin mengenali dirinya Siswa semakin merasa nyaman dengan dirinya Siapakah Aku?
• Aku dan Lingkung anku 1x45 menit Pribadi ssoial Sharing, Refleksi
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN
Dalam bab ini disajikan Kesimpulan yang memuat kesimpulan dari hasil
penelitian dan Saran-Saran untuk pihak SMAK Sang Timur Yogyakarta dan
peneliti lain
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa tingkat penenerimaan diri
siswa-siswi SMA K Sang Timur Yogyakarta Tahun Pelajaran 2009-2010 berada
dalam kategori cukup. Artinya siswa-siswi memiliki penerimaan diri yang belum
stabil. Kadang-kadang menilai diri baik, kadang-kadang menilai diri buruk atau
negatif Penilaian diri yang belum stabil ini mempengaruhi penerimaan diri
menjadi tidak stabil, kadang mampu menerima keadaan dirinya,
kadang-kadang menolak kenyataan yang ada.
B. Saran-saran
Berikut ini dikemukakan saran-saran untuk berbagai pihak:
1. Pihak Sekolah
a. Pihak sekolah diharapkan membantu siwa dalam meningkatkan penerimaan diri dengan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan harga diri siwa.