• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Inggris bank disebut juga dengan banking. Black s Law Dictionary merumuskan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Inggris bank disebut juga dengan banking. Black s Law Dictionary merumuskan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kata “bank” berasal dari bahasa Italia, banca yang berarti uang. Dalam bahasa

Inggris bank disebut juga dengan banking. Black’s Law Dictionary merumuskan

bahwa banking sebagai berikut:

“the business of banking, as defined by law and customs, consist in the issue of notes payable on demand intended to circulate as money, when the banks are banks issue, in receiving deposits payable on demand, in discounting commercial paper, making loans of money on collateral security, buying and selling bills of exchange, negotiating loans, and dealing in negotiable securities issued by the government, state and national, and municipal and other corporation”.1

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (Selanjutnya disebut UUP Baru) yang merupakan penyempurnaan terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UUP Lama) memberikan definisi bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bantuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat

banyak.2

Berdasarkan sistem operasionalnya, bank dibedakan menjadi 2, yaitu: Bank Konvensional, dan Bank Syariah. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (selanjutnya disebut UUPS) memberikan definisi kedua jenis bank

1Hermansyah, 2012, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta, Kencana, hlm. 18.

(2)

2 tersebut. Bank Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan

Bank Perkreditan Rakyat.3 Sementara Bank Syariah adalah bank yang menjalankan

kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank

Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.4

Lahirnya bank syariah tidak terlepas dari besarnya keinginan umat Islam

menjalankan agamanya secara kaffah (menyeluruh), termasuk dalam ekonomi Islam.

Sejarah mencatat perbankan syariah pertama kali muncul di Kairo, Mesir dengan

didirikannya Islamic Rural Bank di Desa Mit Ghamr pada tahun 1963. Seiring

berjalannya waktu satu per satu bank-bank konvensional di Eropa mulai tertarik dan

membuka layanan syariah melalui Islamic window. Tercatat pada tahun 2005 beberapa

bank Eropa diantaranya Deutsche Bank, HSBC, Citigroup dan BPN Paribas

mendirikan unit layanan syariah.5

Bank syariah pertama yang berdiri di Indonesia adalah PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1991, kemudian baru diikuti oleh bank-bank konvensional lain yang menawarkan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah melalui jendela

syariah (Islamic window). Sebenarnya dalam UUP Lama sendiri sudah secara eksplisit

memperbolehkan pengelolaan bank berdasarkan prinsip bagi hasil (bukan bunga).6

3 Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 4Ibid. pasal 1 angka 7.

5 Khotibul Umam, 2016, Perbankan Syariah, Jakarta, Rajawali Pers, hlm. 23.

6 Pasal 6 huruf l Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 jo. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan, bahwa usaha bank umum meliputi menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

(3)

3 Hingga akhirnya UUP Baru dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia hadir sebagai jawaban atas permintaan masyarakat yang membutuhkan suatu sistem perbankan alternatif, dimana selain menyediakan jasa keuangan yang sehat, juga

memenuhi prinsip-prinsip syariah.7

Keberadaan bank syariah semakin mendapat porsi dan perhatian dari masyarakat. Banyaknya ketertarikan masyarakat mengenai perbankan dengan prinsip syariah membuat pemerintah berusaha mengakomodir hal tersebut dengan mengeluarkan UUPS. Undang-undang inilah yang kini menjadi payung hukum keberadaan bank syariah di Indonesia.

Mengenai jenis dan kegiatan usaha perbankan syariah, dalam pasal 18 UUPS dijelaskan bahwa Bank Syariah terdiri dari Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Kemudian dalam pasal selanjutnya, pasal 19 UUPS, dijabarkan setidaknya terdapat 17 kegiatan yang dapat dilakukan oleh bank syariah. Secara umum, sebenarnya kegiatan usaha bank syariah dapat disamakan dengan bank konvensional,

yaitu: sebagai financial intermediary, dimana bank menerima dana dari masyarakat

kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat dengan berbagai bentuk. Hal

ini sesuai dengan pendapat Peter S. Rose dalam bukunya Commercial Bank

Management: bank is a financial intermediary accepting deposit and granting loan; offer widest menu of services of any financial institution. Hal serupa juga diutarakan oleh Khotibul Umam dalam bukunya Perbankan Syariah, bahwa secara garis besar

(4)

4 kegiatan operasional bank syariah dan bank konvensional dapat dibagi menjadi 3

kategori, yaitu: funding, lending/financing, dan servicing. Hanya saja tentu yang perlu

diperhatikan adalah bahwa bukanlah disebut bank syariah jikalau kegiatan usahanya

dilaksanakan tanpa dilandasi prinsip syariah.8

Beberapa kegiatan perbankan syariah dalam hal penyaluran dana kepada masyarakat atau yang dalam terminologi yuridis dikenal dengan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah diantaranya, yaitu: pembiayaan berdasarkan prinsip bagi

hasil (mudharabah), penyertaan modal (musyarakah), jual beli barang dengan

memperoleh keuntungan (murabahah), dan pembiayaan barang modal berdasarkan

prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah). Dalam tulisan ini penulis tidak akan

membahas keseluruhan atas prinsip tersebut, melainkan hanya terbatas pada

pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), dan penyertaan modal

(musyarakah).

Mengacu pada Peraturan Bank Indonesia No. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah sebagaimana yang telah diubah dengan PBI

No. 10/16/PBI/2008 disebutkan bahwa: Pertama, yang dimaksud dengan akad

mudharabah adalah penanaman modal dari pemilik dana kepada pengelola dana (mudharib) untuk melaksanakan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian

menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau bagi

pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan perjanjian yang

8 Khotibul Umam, op.cit. hlm. 61.

(5)

5 telah disepakati. Hal serupa juga dijabarkan dalam penjelasan pasal 19 ayat (1) huruf c

UUPS, bahwa yang dimaksud dengan akad mudharabah dalam pembiayaan adalah

akad kerja sama suatu usaha antara pihak pertama (malik, shahibul mal, atau Bank

Syariah) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua (‘amil, mudharib, atau

Nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam Akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh Bank Syariah kecuali jika pihak kedua melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.

Kedua, yang dimaksud dengan akad musyarakah adalah penanaman dana dari pemilik dana untuk mencampurkan dananya pada suatu usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan berdasarkan perjanjian yang telah disepakati, untuk kerugian ditanggung kedua belah pihak sesuai porsi dana masing-masing. Kemudian dalam pasal 19 ayat (1) huruf c juga dijabarkan sebagai berikut, akad musyarakah adalah akad kerjasama diantara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana masing-masing.

Dalam upaya pengembangan usaha, atau bahkan memulai bisnis yang membutuhkan dana cukup besar dalam waktu yang singkat, tak dipungkiri bank seringkali menjadi solusi pertama bagi sebagian pihak. Melalui pemberian kredit baik berupa uang maupun barang oleh bank, pengusaha dapat segera memulai kegiatan usahanya, tentu dengan segala perjanjian yang mengawali pemberian kredit tersebut,

(6)

6 pun termasuk ketentuan mengenai bunga dan jangka waktu pelunasan utang oleh

pengusaha/debitur.9 Namun semenjak bank syariah memiliki porsi tersendiri dalam

tatanan hukum di Indonesia, melalui fasilitas pembiayaan berdasarkan prinsip syariah semakin mempermudah pelaku usaha terutama pengusaha dengan jenis usaha kecil dan menengah. Adanya sistem bagi hasil yang diterapkan bank syariah atas usaha yang dimodalinya tadi membuat pengusaha tidak terlalu diberatkan dibanding sistem bunga yang diterapkan bank konvensional.

Menjadi menarik adalah, adanya ketentutan dalam pasal 23 UUPS yang menjelaskan bahwa Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah (UUS) haruslah memiliki keyakinan terhadap calon Nasabah Penerima Fasilitas (nasabah debitur) untuk melunasi kewajibannya sesuai yang diperjanjikan. Keyakinan tersebut salah satunya dapat diperoleh melalui penilaian terhadap agunan/jaminan yang diberikan calon Nasabah Penerima Fasilitas.

Sehubungan dengan keyakinan dari bank syariah dalam memberikan pembiayaan kepada nasabah, tak hanya terbatas pada prinsip 5C yang menjadi dasar dalam setiap pemberian kredit maupun pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Sedikit berbeda dengan aturan pemberian kredit oleh bank konvensional, justru dalam ketentuan pasal 23 ayat (1) UUPS tersebut secara tegas menyatakan bahwa bank syariah haruslah mendasarkan pembiayaan yang diberikan berdasarkan penilaian secara seksama terhadap agunan. Adanya keharusan ini tak lepas dari bentuk mitigasi

9 Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 jo. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

(7)

7 resiko oleh bank. Karena bank dalam menjalankan fungsinya sebagai penyalur dana, tentunya bertanggung jawab terhadap dana yang telah diamanahkan masyarakat kepadanya.

Berbicara mengenai jaminan dalam pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, sekilas memang terlihat tak ada masalah, karena wajar dana yang disalurkan bank atas pembiayaan tersebut merupakan dana masyarakat, karena itu perlu ada jaminan yang diperoleh bank. Namun coba kita kembali pada prinsip paling mendasar dari fasilitas pembiayaan yang diberikan bank syariah dan/atau UUS kepada calon Nasabah Penerima Fasilitas (nasabah debitur). Bahwa selain menggunakan metode bagi hasil,

juga termasuk bagi rugi (profit and loss sharing). Pertanyaannya adalah, bagaimana

mungkin bank syariah membebankan nasabah debitur dengan jaminan sementara prinsip dalam pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah bagi hasil-bagi rugi. Melihat hal demikian, bukankah bank syariah dan/atau UUS juga sejatinya bertanggung jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan Nasabah Penerima Fasilitas (nasabah debitur) proporsional dengan dana yang telah bank gelontorkan?

Polemik permasalahan penerapan jaminan dalam akad pembiayaan bagi hasil ini kiranya memberikan tantangan tersendiri kepada orang-orang yang terlibat aktif dalam perumusan kebijakan, dan operasional perbankan syariah. Apakah

dimungkinkan terhadap pembiayaan mudharabah dan musyarakah, eksistensi dari

jaminan kebendaan dapat dihilangkan, namun dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian? Ataukah memang tidak mungkin terhadap kedua pembiayaan tersebut,

(8)

8 keberadaan jaminan bisa dihilangkan, mengingat kondisi umat terkini yang tidak bankable?

Inilah yang membuat penulis tertarik untuk membahas terkait jaminan dalam

akad mudharabah dan akad musyarakah yang mendasarkan perjanjiannya bukan pada

utang-piutang melainkan pembiayaan oleh bank syariah kepada nasabah penerima

fasilitas dengan sistem bagi hasil (profit and loss sharing).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, penulis melihat adanya urgensi untuk membahas beberapa hal, yaitu:

1. Bagaimana kedudukan hukum jaminan dalam akad mudharabah dan

musyarakah dalam pembiayaan berdasarkan prinsip syariah?

2. Bagaimana mitigasi resiko terhadap perilaku moral hazard dalam akad

mudharabah dan musyarakah pada pembiayaan berdasarkan prinsip syariah? C. Tujuan Penelitian

Tujuan Penulis dalam penelitian ini, secara subyektif untuk memenuhi tugas akhir (skripsi) dalam masa studi S1 di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, adapun tujuan penelitian secara objektif, yaitu:

1. Untuk mengkaji dan menganalisis tentang kedudukan hukum jaminan dalam

akad mudharabah dan musyarakah dalam pembiayaan berdasarkan prinsip

(9)

9

2. Untuk menawarkan mitigasi resiko yang seharusnya diterapkan dalam akad

mudharabah dan musyarakah dalam pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin peneliti peroleh melalui penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:

1. Segi teoritis:

a. Penelitian ini sebagai salah satu sarana bagi peneliti untuk mempelajari

aspek-aspek ilmu hukum dalam hal kegiatan perbankan terutama perbankan syariah;

b. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangsih bagi ilmu

pengetahuan di bidang hukum pada umumnya.

2. Segi Praktis

a. Melalui penelitian ini, diharapkan peneliti dapat mengembangkan diri

di bidang hukum terutama dalam bidang hukum perbankan syariah;

b. Sebagai pedoman dan masukan bagi pembuat undang-udang dalam

menentukan kebijakan dan regulasi dalam upaya pengembangan hukum nasional khususnya dalam bidang perbankan syariah.

c. Sebagai bahan kajian bagi para praktisi dan akademisi dalam kaitannya

dengan hukum perbankan syariah. E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini bukanlah termasuk ke dalam penelitian eksploratoris yang baru pertama kali dilakukan. Sebelumnya sudah pernah ada peneliti yang mengangkat

(10)

10 terkait jaminan dalam pembiayaan syariah. Hanya saja penelitian kali ini cukup berbeda dimensi dengan penelitian tersebut. Penelitian tersebut berjudul “Analisis Hukum Terhadap Ketentuan Jaminan Dalam Akad Kerjasama Modal Usaha di

Lingkungan Perbankan Syariah”.10 Dalam penelitian ini, peneliti terdahulu lebih

mempersempit kajian terkhusus mengenai akad musyarakah. Penelitian tersebut dibuat

oleh Ciptawiraga Panduchaniago dalam Tesisnya sebagai bentuk pemenuhan atas persyaratan mencapai derajat S2. Penelitian tersebut merupakan penelitian kepustakaan, dimana peneliti khusus membahas dan menganalisis ketentuan hukum

dalam jaminan terhadap akad musyarakah. Lagi pula penelitian yang dilakukan oleh

Ciptawiraga Panduchaniago ini hanya menjadikan bank syariah sebagai objek kajian, sementara kita tahu bahwa kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah boleh jadi dilaksanakan oleh bank konvensional melalui Unit Usaha Syariah (UUS) dengan berbagai macam ketentuannya.

Berbeda dengan penulis, dalam penelitian ini penulis lebih memperbesar

lingkup penelitian, yaitu selain membahas mengenai jaminan dalam akad musyarakah,

penulis juga membahas mengenai jaminan dalam akad mudharabah. Objek kajian

penulis dalam penelitian ini berbicara mengenai konseptualisasi jaminan, baik itu jaminan yang diterapkan pada pemberian kredit oleh perbankan konvensional, maupun jaminan yang diterapkan terhadap pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam hal ini mudharabah dan musyarakah. Selain itu, setelah membahas konsep antara kedua

10 Ciptawiraga Panduchaniago, Analisis Hukum Terhadap Ketentuan Jaminan dalam Akad Kerjasama Modal Usaha di Lingkungan Peradilan Syariah, Tesis.

(11)

11 dimensi jaminan tersebut, penulis akan menyimpulkan apakah pada pembiayaan berdasarkan prinsip syariah memang tepat dilekatkan jaminan atau tidak. Kemudian, setelah mengetahui tepat tidaknya pencaplokan sistem jaminan konvensional terhadap akad bagi hasil, penulis juga akan menawarkan berbagai solusi dengan melakukan komparasi hukum yang sekiranya dapat mendukung argument penulis.

Secara spesifik perbedaannya dapat dilihat melalui tabel berikut:

No. Pembeda Penelitian Sebelumnya Penelitian yang Diusulkan

1. Judul Penelitian Analisis Hukum

Terhadap Ketentuan

Jaminan Dalam Akad Kerjasama Modal Usaha

di Lingkungan

Perbankan Syariah

Analisis Mengenai Jaminan Kebendaan Terhadap Akad

Mudharabah dan

Musyarakah Dalam

Pembiayaan Berdasarkan

Prinsip Syariah

2. Nama Peneliti Ciptawiraga

Panduchaniago

Anggres Yudistira

3. Pokok

Permasalahan

Berbicara mengenai

skema jaminan dalam

akad musyarakah di

lingkup perbankan

syariah di Indonesia, dan

Berbicara mengenai

kedudukan hukum jaminan

dalam akad mudharabah

dan musyarakah dalam

(12)

12

juga mengenai

ketentuan wanprestasi

dan implikasinya

terhadap jaminan dalam

akad musyarakah di

lingkungan perbankan

syariah di Indonesia

prinsip syariah, dan juga mengenai solusi seperti apa

yang sekirannya dapat

menjadi mitigasi resiko oleh perbankan syariah terhadap

perilaku moral hazard

mudharib yang lahir dari

akad mudharabah dan akad

musyarakah.

Dengan gambaran perbedaan tersebut, maka dapat diketahui bahwa penelitian ini merupakan ikhtisar dari peneliti secara pribadi. Penelitian ini dapat dipertangungjawabkan secara ilmiah dan jauh dari unsur plagiat yang bertentangan dengan asas-asas keilmuan yaitu kejujuran, rasionalitas, objektif, dan terbuka.

Selain penelitian yang telah disebutkan di atas, terdapat pula beberapa judul penelitian yang ada pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada yang membahas mengenai jaminan kebendaan dalam pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, diantaranya:

1. Tesis “Keberadaan Jaminan dalam Pembiayaan Musyarakah Pada Bank

Muamalat Indonesia Cabang Padang”. Penelitian ini dibuat oleh Indra Yovi, yang menyimpulkan bahwa keberadaan jaminan dalam pembiayaan

(13)

13

musyarakah amatlah penting dan tidak menyalahi aturan sesuai dengan

prinsip-prinsip islam.11

2. Tesis “Kedudukan Jaminan dalam Pembiayaan Musyarakah : Studi Kasus pada

Bank Syariah Mandiri Cabang Yogyakarta”. Penelitian ini dibuat oleh Nunung Sulaiman. Menyimpulkan bahwa setiap melakukan pembiayaan musyarakah pada Bank Syariah Mandiri Cabang Yogyakarta selalu dikenai adanya jaminan karena setiap pembiayaan selalu mengandung risiko dan sebagai pengikat

kepercayaan dalam artian untuk menjamin nasabah/mudharib nantinya

memenuhi semua kewajiban yang ada atau diatur didalam akad pembiayaan musyarakah yang telah disepakati sebelumnya. Dan penyelesaian apabila terjadi wanprestasi selalu lebih mengutamakan jalan musyawarah atau

kekeluargaan serta apabila terjadi force majeur maka pihak Bank Syariah

Mandiri Cabang Yogyakarta yang menanggung risiko dengan memeperhatikan kebijakan dari Kantor Pusat Bank Syariah Mandiri yang berkedudukan di

Jakarta.12

11 Indra Yovi, Keberadaan Jaminan dalam Pembiayaan Musyarakah pada Bank Muamalat Indonesia Cabang Padang, Tesis, Perpustakaan UGM, No.Inventarisir c.1 (2309-H-2010)

12 Nunung Sulaiman, Kedudukan Jaminan dalam Pembiayaan Musyarakah: Studi Kasus pada Bank Syariah Mandiri Cabang Yogyakarta, Tesis, Perpustakaan UGM, No. Inventarisir c.1 (3721-H-2007).

Referensi

Dokumen terkait

perkembangan wilayah di Timor Leste Khusunya di Distrit Ermera dan Sub Distrit Hatolia maka timbul pula masalah yang perlu dipecahkan sesuai dengan tingkat

Penanaman jagung putih di Indonesia masih mengalami masalah yang berkaitan dengan usahatani subsisten namun peluang untuk dikembangkan cukup besar, mengingat kini telah

Naratif filem Geng Pengembaraan Bermula pada dasarnya berdiri atas elemen-elemen ruang, masa dan sebab akibat pada bahagian permulaan, pertengahan dan penamat.. Berikut

Untuk melakukan pengambilan keputusan investasi saham digunakan alat analisis berupa Pendekatan PER dan Pendekatan Nilai Buku yang dibandingkan dengan harga pasar saham sebagai

Demikian Berita Acara Hasil Pelelangan ini dibuat dan ditandatangani pada hari, tanggal dan bulan sebagaimana tersebut di atas untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Pendapat ini lah yang kemudian menjadi dasar bagi penulis untuk menyatakan bahwa, pasal 22 undang-undang pengampunan pajak 45 ini tidak bertentangan dengan isi Undang-Undang

Data Pengukuran Imago Jantan E... Data Pengukuran Imago Betina

Berikut beberapa sikap positif terhadap pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai wujud