• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISERTASI KONSTRUKSI MODEL MATEMATIKA KOALISI ANTARA VIRUS INFLUENZA H5N1 DAN H1N1 PANDEMIK ( THE CONSTRUCTION OF MATHEMATICS COALISION MODELS BETWEEN H5N1 AND PANDEMIC H1N1 INFLUENZA VIRUS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DISERTASI KONSTRUKSI MODEL MATEMATIKA KOALISI ANTARA VIRUS INFLUENZA H5N1 DAN H1N1 PANDEMIK ( THE CONSTRUCTION OF MATHEMATICS COALISION MODELS BETWEEN H5N1 AND PANDEMIC H1N1 INFLUENZA VIRUS)"

Copied!
229
0
0

Teks penuh

(1)

                                                 

DISERTASI

KONSTRUKSI MODEL MATEMATIKA KOALISI

ANTARA VIRUS INFLUENZA H5N1 DAN H1N1

PANDEMIK

( THE CONSTRUCTION OF MATHEMATICS COALISION

MODELS BETWEEN H5N1 AND PANDEMIC H1N1

INFLUENZA VIRUS)

 

 

 

 

 

 

 

 

HARIYANTO

NIM. 090810117-D

 

PROGRAM STUDI S3 MIPA

 

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2014

 

 

(2)

 

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

PENGESAHAN i

DAFTAR ISI ii

PRAKATA v

UCAPAN TERIMAKASIH vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR LAMPIRAN xi

DAFTAR SINGKATAN xii

DAFTAR SIMBOL xiii

INTISARI xiv

ABSTRACT xvi

MOTTO xviii

BAB I PENGANTAR

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 RUMUSAN MASALAH 3

1 3 TUJUAN PENELITIAN 4

1.4. MANFAAT PENELITIAN 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI 6

2.1.1 Phenomena Obyek 6

(4)

2.1.3 Bilangan Reproduksi Dasar 17

2.1.4 Traveling Wave dari Virus 22

2.1.5 Analisa Persistensi dan Well-Posed 25

BAB III KONSEP ILMIAH

3.1 KONSEP ILMIAH 29

3.2 ROADMAP PENELITIAN 37

3.3 PETA TEORI PENELITIAN DISERTASI 40

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 JUSTIFIKASI METODE PENELITIAN TERHADAP

PENELITIAN SEBELUMNYA

43

4.2 RANCANGAN PENELITIAN 44

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 KONSTRUKSI MODEL KOALISI 50

5.1.1 Perubahan Iindividual Populasi pada Lokasi

Spasial dan Temporal

50

5.1.2 Perubahan Individual Populasi karena Reaksi

Biologi

56

5.1.3 Mengkonstruksi Model Matematika Koalisi 61

5.1.4 Reduksi Konstruksi Model Matematika Koalisi

Berdasarkan Perubahan Individual Populasi

86

5.2 ANALISA KUALITATIF PADA KONSTRUKSI

MODEL MATEMATIKA KOALISI TAHAPAN

PERTAMA

92

5.2.1 Well-posedness dari Konstruksi Model Matematika

Koalisi tahapan pertama

100

5.2.2 Analisa terhadap Densitas Populasi 108

(5)

5.3 ANALISA KUALITATIF PADA KONSTRUKSI

MODEL MATEMATIKA KOALISI TAHAPAN

KEDUA

121

5.3.1. Well-posedness dari Konstruksi Model Matematika

Koalisi tahapan kedua

129

5.3.2. Analisa terhadap Densitas Populasi 138

5.3.3. Analisa Persistensi terhadap Virus Super-Strain 144

5.4 ANALISA KUALITATIF PADA KONSTRUKSI

MODEL MATEMATIKA KOALISI TAHAPAN

KETIGA

153

5.4.1. Well-posedness dari Konstruksi Model Matematika

Koalisi tahapan ketiga

158

5.4.2. Analisa terhadap Densitas Populasi 168

5.4.3. Analisa Persistensi terhadap Virus Super-Strain 176

5.5. ANALISA PENYEBARAN VIRUS SUPER-STRAIN 181

5.5.1. Analisa Persistensi Virus Super-strain 182

5.5.2. Analisa Model Traveling Wave dari penyebaran

Virus Super-strain

192

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN 202

6.2 SARAN 203

(6)

PRAKATA

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan naskah disertasi ini.

Disertasi dengan judul “ KONSTRUKSI MODEL MATEMATIKA

KOALISI

ANTARA VIRUS INFLUENZA H5N1 DAN H1N1 PANDEMIK “ disusun untuk

memenuhi salah satu syarat dalam menenpuh ujian kelayakan, tertutup dan terbuka dalam

rangka untuk memperoleh gelar Doktor MIPA di FAKULTAS SAINS DAN

TEKNOLOGI - UNAIR.

Saya pilih judul dari disertasi ini dengan pertimbangan bahwa kedua virus tersebut telah

menyebar di Indonesia yang bersifat endemik maupun pandemik lokal, kajian dari

disiplin ilmu matematika terhadap gerakan spasial dan temporal dari individual sehingga

terjadi koalisi dari kedua virus belum pernah dilakukan. Oleh karena itu hasil yang

diperoleh dari disertasi ini diharapkan dapat memberikan masukan lebih dini pada

pengambil kebijakan.

Penyusunan naskah disertasi ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak.Oleh

karena itu, saya sampaikan rasa hormat dan ucapan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Basuki Widodo, M.Sc selaku Promotor yang telah memberikan

pengarahan tentang materi disertasi maupun publikasi internasional.

2. Dr. C.A Nidom, drh. M.S selaku Kopromotor yang telah memberikan pengarahan

tentang materi disertasi.

3. Prof. Dr. I Nyoman Budiantara, M.Si selaku Kopromotor yang telah memberikan

pengarahan tentang materi disertasi.

4. Rektor ITS yang telah memberikan ijin untuk studi lanjut S3

5. DITJEN-DIKTI Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah

memberikan beasiswa BPPS

6. Prof. Win Darmanto,M.Si. PhD selaku Dekan FST-UA yang telah memberikan

(7)

Kritik dan saran sangat diharapkan dalam rangka kesempurnaan naskah disertasi

ini, semoga dapat bermanfaat untuk perkembangan teori pemodelan matematika dalam

bidang biologi maupun epidemiologi.

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Saya sampaikan pula kepada berbagai pihak yang telah mendukung dalam penyelesaian

disertasi ini antara lain:

1. Prof. Dr. Darminto, M.Sc selaku Pembantu Rektor IV yang telah mengajukan

permohonan bantuan penyelesaian studi S3

2. Ketua LPPM-ITS yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti penelitian

dari sumber dana Penelitian Hibah Doktor/ BOPTN – ITS 2012.

3. Prof. Dr. R Y Perry Burhan, MSc dan Dr.Mahmud Yunus, MSi. selaku Dekan

dan Pembantu Dekan FMIPA-ITS yang selalu memantau perkembangan studi

S3.

4. Prof. Dr. Suhariningsih, M.Si selaku ASDIR I Program Pasca Sarjana UNAIR

yang telah memberikan semangat dan motivasi.

5. Prof. Dr. Bambang Irawan, MSc selaku Kaprodi S3 MIPA FST UNAIR yang

telah memberikan kemudahan dalam penyelesaian disertasi

6. Prof. Dr. Marjono, M.Phil, Dr. Abadi, M.Sc, Dr. Fatma, Dr. Imam Utoyo selaku

anggota Tim Penguji telah memberikan masukan pada penelitian disertasi.

7. Dr. Erna Apriliani, M.Si selaku Ketua Jurusan Matematika FMIPA –ITS yang

telah memberikan semangat, motivasi dan pendanaan.

8. Dr. Subchan, M.Sc selaku Kepala Laboratorium Pemodelan dan Sistem Jurusan

Matematika FMIPA-ITS yang telah memberikan fasilitas untuk menyelesaikan

disertasi ini.

9. Dr. Miswanto, M.Si selaku Ketua Departeman Matematika FST-UA yang telah

memberikan masukan dalam penyelesaian naskah disertasi

10.Teman-teman dari Dosen Matematika FMIPA-ITS terutama Dr. Subiono yang

telah memberikan masukan dan diskusi dalam penyelesaian disertasi ini.

11.Teman-teman S3 MIPA FST-UA tahun 2008 yang telah memberikan motivasi

dan masukan dalam penyelesaian disertasi.

12.Istri dan anak-anak tercinta Nisa,Kiki,Ufi dan Bagus serta cucu Ibang yang selalu

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 : Network dari perubahan keadaan 10

Gambar 3.1 : Interaksi diantara subsistem melalui bidang singgung 32

Gambar 3.2 : Perubahan Dinamis pada lokasi 1 33

Gambar 3.3 : Proses terjadinya koalisi 33

Gambar 3.4 : Roadmap Penelitian Disertasi 37

Gambar 5.1 : Aliran individual bergerak pada lokasi 1 dan lokasi 2 51

Gambar 5.2 : Aliran individual pada volume kendali. 51

Gambar 5.3 : Gerakan silang individual populasi pada masing-masing

lokasi. 54

Gambar 5.4 : Model transmisi virus multistrain multiinfeksi 57

Gambar 5.5 : Infeksi dinamis dari virus influenza H1N1-p 58

Gambar 5.6: Network kontak individual pada penyebaran virus H1N1-p

lokasi 1 62

Gambar 5.7 Network kontak individual pada penyebaran virus H5N1

lokasi 1. 65

Gambar 5.8 Network kontak dan intyeraksi individual pada penyebaran

virus H1N1-p lokasi 1 70

Gambar 5.9 Network kontak dan interaksi individual pada penyebaran

(10)

Gambar 5.10 Network kontak dan interaksi individual pada penyebaran

virus H1N1-p dan H5N1 serta subtitusi asam amino di

lokasi 1

78

Gambar 5.11: Relasi nilai karakteristik dengan kecepatan penyebaran 195

Gambar 5.12 : Traveling Wave virus super-strain 201

(11)

 

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Konfirmasi tentang manusia terinfeksi virus H5N1 di

Indonesia

7

Tabel 2.2 Pandemik virus influenza A - manusia 8

Tabel 2.3 Perubahan pada status individual 10

Tabel 3.1 Keterangan dari komponen Roadmap Penelitian Disertasi 37

Tabel 3.2 Teori Penelitian Disertasi 40

Tabel 5.1 Aliran perubahan populasi terhadap penyebaran virus

H1N1-p

63

Tabel 5.2 Aliran perubahan populasi unggas dan manusia

terhadap penyebaran virus H5N1 tahapan pertama

66

Tabel 5.3 Aliran perubahan populasi manusia terhadap

penyebaran virus H1N1-p tahapan pertama

Tabel 5.4a Aliran perubahan populasi manusia terhadap penyebaran

virus H5N1 tahapan kedua

71

73

Tabel 5.4b Aliran perubahan populasi manusia terhadap penyebaran

virus H5N1 tahapan kedua

74

Tabel 5.5a Aliran perubahan populasi manusia terhadap penyebaran

virus H5N1 dan H1N1-p tahapan ketiga

Tabel 5.5b Aliran perubahan populasi manusia terhadap penyebaran

virus H5N1 dan H1N1-p tahapan ketiga

79

80

Tabel 5.6a Perubahan/transisi subpopulasi karena transmisi virus   87  

(12)

 

Tabel 5.6b Perubahan/transisi subpopulasi karena transmisi virus   88 Tabel 5.7 Perubahan/transisi subpopulasi karena recovery 89

Tabel 5.8 Perubahan/transisi subpopulasi kemampuan melakukan

transmisi

90

(13)

 

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Data Pribadi I

Riwayat Pendidikan. I

Riwayat Kerja. I

Daftar Penelitian. II

Daftar Publikasi. II

     

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(14)

 

Singkatan DAFTAR SINGKATAN

H1N1-p,H5N1 Jenis virus A yang juga virus pandemik flu babi dan virus avian

yang dapat menyerang manusia.

Outbreak Penularan atau penyebaran virus yang terjadi diseluruh dunia.

Pandemik Seperti pada Outbreak tetapi hanya regional saja.

Endemik Penyebaran atau penularan virus yang setiap saat muncul.

Host Individual populasi yang berpotensi untuk terinfeksi virus.

Epidemiologi Ilmu yang mempelajari tentang penyakit atau penularan virus.

Virulence Karakteristik virus yang dapat diamati pada pengaruh individual

setelah terinfeksi.

Susceptible Individual populasi yang tidak terinfeksi.

Ekspose Individual populasi yang terinfeksi tetapi belum mentransmisi

Infection Individual populasi yang terinfeksi dan mentransmisi.

Recovered Individual populasi yang terinfeksi dan sembuh.

Transmisi Penularan virus.

Singelton Biasanya digunakan pada himpunan yaitu himpunan yang hanya

mempunyai 1 elemen.

Strain Regenerasi dari virus sebelumnnya dan mempunyai karakteristik

yang berbeda walaupun dalam satu garis keturunan.

Co-infeksi individual populasi yang terinfeksi lebih dari 1 virus.

Co-transmisi Suatu kondisi sebelum terjadinya Co-infeksi.

Cross-transmisi. Transmisi virus yang terjadi diantara individual populasi terinfeksi.

(15)

 

Simbol DAFTAR SIMBOL

1

Ω Domain dari individual populasi yang bergerak di lokasi 1.

2

Ω Domain dari individual populasi yang bergerak di lokasi 2. )

(−∗− Operator dari integral konvolusi

0

R Bilangan reproduksi dasar.

R Bilangan real.

) (R0

maks Nilai maksimum dari R0 yang digunakan.

U Titik kesetimbangan bebas virus.

+

U Titik kesetimbangan endemik.

) (u0

ϕ Operator ϕ yang didefinisikan pada u0.

J

D1 Koefisien diffusi dari virus super-strain di lokasi 1

) ), ( (X t t

f Norm matriks. f(X(t),t)adalah nilai maksimum dari k(t) yang

memenuhi f(X(t),t) <k(t)maks X .

) , ( 1 R

C Ω Himpunan fungsi kontinu dengan domain di lokasi 1 untuk tR

2

∇ Operator Laplacian

x

Δ Operator beda pada .x

Ω1

Operator integral untuk integrand dengan domain di lokasi 1.

) , (M K

π Menyatakan himpunan  π(x,t):xM,tK.  

Deret penjumlahan.

(16)

INTISARI

KONSTRUKSI MODEL MATEMATIKA KOALISI ANTARA VIRUS

INFLUENZA H5N1 DAN H1N1 PANDEMIK

Hariyanto

Jurusan Matematika FMIPA-ITS

Basuki Widodo

Jurusan Matematika FMIPA-ITS

C.A. Nidom

AVIAN Influenza Researc Center - UNAIR

I. Nyoman Budiantara

Jurusan Statistik FMIPA ITS

Keberadaan Genotipe dari virus H5N1 menunjukkan bahwa semua novel

genotipe selalu ditemukan dalam bentuk isolasi pada unggas dan burung domestik, virus

H5N1 mampu beradaptasi pada binatang maupun manusia jika terjadi mutasi pada asam

amino protein PB2 nomor 627 dan 701, sedangkan Virus H1N1-p sudah mampu

beradaptasi terhadap binatang maupun manusia tanpa mutasi 627. Kedua virus tersebut

mempunyai struktur yang sama yaitu 8 gen yang saling lepas sehingga sangat mudah

untuk terjadi koalisi, untuk mengetahui proses terjadinya koalisi serta potensi terjadinya

pandemik dari strain baru maka pada penelitian dilakukan konstruksi model matematika

dengan mengamati setiap perubahan subpopulasi yang disebabkan oleh gerakan dinamis

dan evolusi genetika pada setiap individual populasi. Analisis persistensi terhadap

penyebaran virus influenza H5N1, H1N1-p dan Super-Strain dilakukan pada setiap

tahapan konstruksi model yang didefinisikan sebagai metric transmisi, sedangkan untuk

mengetahui penyebaran secara global maupun lokal dapat dilakukan dengan menganalisis

terhadap kecepatan gelombang penyebaran dan kemampuan virus dalam melakukan

(17)

perubahan yang terjadi pada penyebaran virus influenza H1N1 pandemik akan tetapi

persisten terhadap penyebaran virus influenza H5N1 pada kondisi stabil.

Kata Kunci : Model Matematika, Koalisi virus influenza, Persistensi, Kecepatan

gelombang..

 

   

(18)

   

ABSTRACT

The Construction of Mathematics Coalision Models between H5N1 and

Pandemic H1N1 Influenza Virus

Hariyanto

Mathematics Departement of ITS and Doctorate student in Airlangga University

Basuki Widodo

Mathematics Departement of ITS

CA Nidom

AVIAN Influenza Reseach Center - UNAIR

I. Nyoman Budiantara

Statistics Departement of ITS

The existence of genotypes of H5N1 viruses show that all novel genotype are

always found in the form of isolation in poultry and domestic birds. The H5N1 virus

adapting to humans and animals if there is a mutation in the PB2 protein amino acid

numbers 627 and 701. While, the pandemic H1N1 virus has been able to adapt to

animals and humans without mutations of 627. Both the virus have the same structure

that is independent of the other eight genes that are so very easy to happen coalition. To

understand the process of the coalition, as well as the potential for a pandemic of a new

strain have been done. The construction of a mathematical model is applied to observe

any changes in subpopulations that cause a dynamic movement and evolution genetics

of each individual of the population. The analysis of the persistence of the spread of the

H5N1 and the pandemic of H1N1 influenza virus and Super - Strain perform at each

stage of the construction of the model. The model is defined as a metric transmission, in

(19)

show that the super virus strains against persistent changes in the spread of the pandemic

H1N1 influenza virus. However, if against persistently the spread of H5N1 influenza

virus in a stable condition.

Keywords: Mathematical Model, Influenza virus coalition, Persistence, wave speed.

(20)

 

Barang siapa menemukan ( merintis ) sesuatu yang baru dan baik

maka baginya pahala atas penemuannya dan pahala bagi orang

yang mengamalkannya ( Al- Hadits )

(21)

BAB I

PENGANTAR

1.1 LATAR BELAKANG

Koalisi diantara virus akan terjadi jika material genetika dari beberapa

species

bergabung dan menghasilkan species baru yang mempunyai karakteristik berbeda tetapi

masih mempunyai garis keturunan dari species sebelumnya. Koalisi dari virus influenza

terjadi berasal dari genome yang terdiri dari 8 segmen berbeda pada RNA dan

segmen-segmen tersebut mirip dengan minikromosom yang setiap saat akan menyatu. Jika host

yang berperan sebagai mixing vessel terinfeksi oleh 2 virus dengan strain yang berbeda

maka kemungkinan yang terjadi adalah terbentuknya pasangan viral partikel baru. Partikel

tersebut terbentuk oleh segmen-segmen asli, yang dapat berasal dari salah satu strain.

Pasangan viral partikel tersebut disebut sebagai strain baru, yang akan menjadi bagian dari

kedua virus tersebut.

Pada umumnya koalisi yang terjadi berbentuk genetik shift, antara lain pandemik

dari strain virus influenza Asian H2N2 pada tahun 1957, rekombinasi yang terjadi antara

virus H5N1 dan H1N1 tahun 1918 dan potensi terjadi pandemik dari virus influenza H1N1

sebagai rekombinasi antara virus influenza burung,babi dan manusia (Trampuz et al.,

2004,Flahault et al.,2009). Penyebaran virus influenza burung H5N1 secara global juga

terjadi di Indonesia yang berpotensi terjadinya koalisi dengan virus manusia. Beberapa

penelitian di laboratorium telah dilakukan antara lain koalisi antara H5N1 unggas

A/Chicken/South Kalimantan/UT6028/06(SK06H5N1 dengan H3N2

A/Tokyo/UT-SK-1/Tok07.H3N2 yang menghasilkan virus dengan patogen tinggi. Mutasi genetika yang

dihasilkan dari outbreak flu babi pada tahun 2009 adalah H1N1 Pandemik yang sangat

mudah dan cepat menyebar dari manusia ke manusia serta mampu beradaptasi terhadap

manusia tanpa melalui asam amino.Virus influenza H5N1 sangat mudah berkoalisi dengan

virus influenza H1N1-p jika kedua virus bertransmisi pada host yang sama (Lie et

al.,2009;WHO.,2008).

Untuk mengetahui pola penyebaran virus influenza secara global, Arino et al.,(2005)

(22)

dimana individual bergerak dinamis pada beberapa lokasi sehingga model dapat digunakan

untuk mengetahui pola penyebaran pada lokasi lainnya terhadap lokasi utama. Model yang

diperoleh berbentuk sistem persamaan differensial biasa. Sedangkan Byluss,K.B.,(2005)

mengembangkan konstruksi model global dengan menggunakan operator integral konvolusi

dan operator diffusi sebagai distribusi lokasi dan global sehingga model yang diperoleh

berbentuk sistem reaksi-diffusi. Pada penelitian yang lain, Coburn et al.,(2011)

mengkonstruksi model penyebaran virus influenza H1N1 dan H5N1 berdasarkan pada

kontak dan interaksi yang terjadi pada multi species sehingga transmisi dari multi strain

yang terjadi pada individual berada pada lokasi yang tetap. Pergerakan dinamis dari

individual hanya diamati pada satu lokasi secara tertutup.

Domain dari penelitian disertasi adalah koalisi antara virus influenza H5N1 dan

H1N1 pandemik. Penyebaran dari virus influenza H5N1 diamati menyerang pada unggas

dan manusia dan H1N1-p menyerang pada manusia, pola penyebaran virus tersebut

dinamakan multi strain multispecies. Konstruksi model matematika dilakukan secara

bertahap berdasarkan pada proses koalisi, yang terdiri dari kontak dan interaksi dari 2 jenis

individual yang bergerak pada 2 lokasi. Telah diketahui bahwa virus influenza H5N1

mempunyai patogenitas tinggi dan H1N1 pandemik mampu beradaptasi pada manusia

sehingga pada setiap lokasi mempunyai peluang yang sangat besar untuk terjadi koalisi

pada manusia.

1.1.1 Kajian Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah tersebut maka kajian masalah yang

dilakukan adalah:

1. Penyebaran virus H5N1 dan H1N1 pandemik yang mempunyai 8 gen saling lepas

mempunyai peluang yang sangat besar terjadinya koalisi. Selain itu kedua virus

tersebut sangat mudah untuk bermutasi melalui asam amino dan kedua-duanya

mampu beradaptasi terhadap manusia dan binatang.

2. Persistensi terhadap pathogenitas dari virus tersebut mencerminkan eksistensi virus

(23)

3. Di Indonesia, virus H1N1 pandemik beradaptasi terhadap manusia, demikian pula

flu burung (H5N1) beradaptasi pada hewan dan manusia artinya dengan mobilitas

yang dinamis dari individual populasi dapat memperluas wilayah penyebaran, oleh

karena itu terdapat peluang terjadinya pandemik dari koalisi antara virus H5N1

dengan H1N1 pandemik.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana membangun konstruksi model matematika koalisi virus influenza H5N1

dengan H1N1 pandemik sebagai suatu model sistem yang terdiri dari

subsistem-subsistem sesuai dengan proses koalisi sampai pada co-infection dan akhirnya

terdapat subpopulasi strain baru.

2. Bagaimana melakukan analisa persistensi terhadap penyebaran virus influensa

H1N1 pandemik dan H5N1 pada masing-masing rangkaian tahapan konstruksi

model koalisi, analisa eksistensi dan ketunggalan penyelesaian dari masing-masing

tahapan proses koalisi dan bagaimana melakukan analisa terhadap model sistem

koalisi sebagai sistem dinamik.

3. Bagaimana membangun model sistem traveling wave front dari model subsistem

strain baru dan menganalisis kecepatan penyebaran virus baru serta menentukan

jumlah gelombang dan panjang gelombang penyebaran virus baru.

1.2.1 Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Lokasi sebagai obyek mempunyai jarak atau saling bersinggungan, dan pada

penelitian ini diambil 2 lokasi.

2. Virus influensa H5N1 dan H1N1 pandemik distribusi penyebarannya merata pada

kedua lokasi tersebut dengan spesifikasi bahwa H5N1 mempunyai phatogenitas

tinggi yang transmisinya melalui kontak dan interaksi dari unggas ke manusia.

Sedangkan H1N1 pandemik beradaptasi pada manusia dan binatang, kedua virus

(24)

3. Populasi host yang terdiri dari manusia dan unggas bergerak dinamis sehingga

lokasi dianggap sebagai domain yang terbuka.

4. Fungsi transmisi dari kedua virus berbentuk f(S,I)=βSpIqdengan p =q =1dan

dibangun dengan menggunakan hukum energi dengan mass infection sebagai

landasan untuk formulasi kwantiti pada perubahan setiap subpopulasi.

5. Virus influensa H5N1 pada penelitian ini diambil khusus untuk virus yang hanya

invasi pada manusia dan unggas.yaitu salah satu tipe virus dari 170 varian yang

berada di Indonesia.

1.3 TUJUAN .PENELITIAN

Tujuan dari penelitian desertasi ini adalah memberikan penyelesaian yang berkaitan

dengan permasalahan obyek penelitian, permasalahan tersebut berkaitan dengan strategi

pencegahan dan pengelolaan penyebaran virus influenza. Secara khusus; tujuan penelitian

ini adalah:

1. Membangun konstruksi model matematika koalisi virus influenza H5N1 dengan

H1N1 pandemik sebagai suatu model sistem yang terdiri dari subsistem-subsistem

sesuai dengan proses koalisi sampai pada co-infection dan akhirnya terdapat

subpopulasi strain baru.

2. Melakukan analisa persistensi terhadap penyebaran virus influensa H1N1

pandemik dan H5N1 pada masing-masing rangkaian tahapan konstruksi model

koalisi, analisa eksistensi dan ketunggalan penyelesaian dari masing-masing

tahapan proses koalisi dan melakukan analisa terhadap model sistem koalisi

sebagai sistem dinamik.

3. Membangun model sistem traveling wave front dari model subsistem strain baru

dan menganalisis kecepatan penyebaran virus baru serta menentukan jumlah

(25)

1.4 MANFAATPENELITIAN

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian disertasi ini adalah:

1. Virus influenza H5N1 dan H1N1 pandemik merupakan virus dengan genetika yang

tidak stabil sehingga sewaktu-waktu dapat berubah dengan melalui berbagai macam

sebab antara lain mutasi dan koalisi, oleh karena itu penelitian disertasi ini dapat

memberikan informasi lebih awal melalui kajian berbentuk analisa pada konstruksi

model matematika koalisi.

2. Kecepatan gelombang penyebaran diprediksi berdasarkan pada penyelesaian sistem

persamaan traveling wave yang dapat memberikan gambaran terhadap pengambil

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Pada penelitian disertasi dimulai dengan melakukan beberapa kajian yang berkaitan

dengan tujuan penelitian antara lain mengumpulkan beberapa materi yang diperlukan yang

terbagi dalam 5 bagian yaitu:

1. Phenomena obyek, menjelaskan beberapa pustaka rujukan berupa jurnal dan artikel

yang membahas tentang virus influenza A antara lain virus influenza H5N1, H1N1

pandemik dan koalisi dari kedua virus tersebut di Indonesia.

2. Pemodelan Matematika, menjelaskan beberapa pustaka rujukan yang berkaitan

dengan model matematika untuk penyebaran virus dengan berbagai pendekatan

antara lain model matematika penyebaran virus spasial, antar kota/wilayah, network

spasial dan model matematika dibangun berdasarkan perubahan yang terjadi pada

genetika virus.

3. Reproduksi dasar, menjelaskan beberapa pustaka rujukan yang berkaitan dengan

trasnmisi kedua pada individual susceptible yaitu bilangan reproduksi dasar R0.

4. Traveling wave, menjelaskan beberapa pustaka rujukan yang berkaitan dengan

kecepatan gelombang penyebaran virus antara lain transformasi/ reduksi model

pada penyebaran virus influenza.

5. Analisis, menjelaskan beberapa pustaka rujukan yang berkaitan dengan analisa

persistensi, eksistensi dan ketunggalan.

2.1.1 Phenomena obyek.

Virus influenza H5N1 dan H1N1 Pandemik

Kode genetik dari virus influenza tipe A adalah hemaglutinin atau disingkat H dan

neuraminidase atau disingkat N dengan masing-masing terdiri dari 16 subtipe H dan 9

subtipe N, subtipe dari kode genetik pada virus influenza sangat mempengaruhi invasi virus

(27)

mengakibatkan terjadinya evolusi genetik yang berbentuk mutasi atau koalisi (Al Hajjar

and Mcintosh.,2010; Liu et al.,2009).

Pandemik adalah epidemik dengan penyebaran yang sangat luas ( penyebaran

virus yang diukur berdasarkan pada lokasi penyebarannya ) disebabkan oleh novel virus

yang berpengaruh terhadap sebagian atau semua kelompok usia dengan satuan bulan untuk

periode penyebarannya, novel virus dapat pula terjadi epidemik yang lebih besar dan

meluas pada beberapa negara dalam waktu yang sama. Beberapa indikator yang

menunjukkan terjadinya pandemik pada penyebaran virus influenza yaitu munculnya strain

baru dan menyebar dari manusia ke manusia.

Di Indonesia, penyebaran virus influenza dimulai pada unggas dan kemudian menyebar

pada manusia. Penyebaran tersebut dalam jumlah kasus rendah dengan angka kematian

( case fatality rate) sangat tinggi yaitu 60%-80% (Trampuz et al.,2004;WHO,2008).

Tabel 2.1: Konfirmasi tentang manusia yang terinfeksi virus influenza A-H5N1 di Indonesia.

Sumber: (WHO.,2008).

184 orang positif terinfeksi dan 152 orang meninggal Sampai dengan

24 Januari 2012

11 kasus yang terjadi di tahun 2011 Sampai dengan

April 2010

136 orang meninggal 19 orang meninggal 20 kasus

1 Januari 2009 s/d 28 Desember 2009

101 orang meninggal

112 orang meninggal 124 kasus

135 kasus Sampai dengan Januari 2008

.Sampai dengan Juni 2008

479 kasus komulatif, 33 kasus konfirmatif

74 orang positif terinfeksi, 56 meninggal Juli 2005-Nopember

2006

Jumlah meninggal Jumlah kasus

Tahun

Juli 2006- Juni 2007

(28)

Virus swine H1N1 merupakan subtipe dari virus influenza A secara kontinu

bersirkulasi pada babi, di US,Asia dan Eropa antigenik virus tersebut relatif stabil.

Transmisi silang dari virus H1N1 swine secara periodik terjadi pada manusia, dan terjadi

outbreak di Hongkong pada tahun 2009 yang dikenal dengan virus influenza H1N1

pandemik.

Pandemik dari virus influenza A manusia diberikan pada tabel berikut ini

Tabel 2.2: Pandemik virus influenza A –manusia

Sumber(WHO.,2008).

Dari Tabel tersebut diatas dapat diketahui bahwa periode terjadinya pandemik virus

influenza A – manusia antara 9 s/d 38 tahun. Muncul strain baru sebagai hasil koalisi

antara virus influenza A-manusia ( H2N2 dan H3N2 ) dengan virus influenza A – burung

sebanyak 2 kali. Sedangkan, 1 kali terjadi outbreak flu babi pada tahun 2009, virus tersebut

mampu beradaptasi pada manusia maupun binatang tanpa harus bermutasi dengan asam

amino Pb2 kode 627.

1977 China

,Russia Russian

flu

Low mortality Reappereance

of 1950 H1N1 virus

H1N1

Negara asal Viral gene

Tahun Nama virus Subtipe Meninggal

25-50 juta Unclear,contains

mamalian and avian gene

1918-1919

China, Europe, South America H1N1

Spanish flu

1957 Reassortment >1juta

with avian virus China

H2N2 Asian

flu

1968 Hongkong H3N2 China flu

Reassortment with avian

virus

>1juta

Meksiko 2009 Swain

flu

Terdapat 137.232 kasus Diduga terjadi

karena co-infection dan

(29)

Koalisi virus influenza di Indonesia

Virus influenza H5N1 mulai masuk ke Indonesia pada tahun 2003 dan sampai

tahun 2009 berada ada phase 4 dengan FCR sebesar 76,28%, kondisi yang sangat

mengkawatirkan pada awal tahun 2010 dengan 20 kasus 19 diantaranya meninggal dunia.

Berdasarkan hasil dari penelitian menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat 170 variant flu

burung yang terdiri dari 3 jenis virus dengan variasi invasi yang berbeda-beda tarhadap

Host. Virus influenza H1N1 pandemik diperkirakan menyebar di Indonesia sekitar awal

tahun 2010 dengan kharakteristik yang mudah menyebar dari manusia ke manuisa dan

mudah beradaptasi, jika virus H5N1 yang beradaptasi pada manusia melalui Pb2 bertemu

dengan virus influenza yang transmisinya melalui kontak dari manusia ke manusia maka

kedua virus tersebut akan sangat mudah untuk berkoalisi(Liu et al.,2009;Lie et al.,2009;

WHO,2008).

2.1.2 Pemodelan matematika

Model matematika influenza sebagai model epidemiologi dibangun berdasarkan

model kompartemen, phenomena epidemiologi sebagai obyek terdiri dari komponen

individual populasi yang bergerak dinamis. Salah satu metode pendekatan yang dapat

digunakan untuk membangun model epidemiologi adalah menyusun jaringan kontak pada

populasi individual (host ). Pada pustaka ini, model matematika dibangun dengan

menggunakan model kompatemen standar yaitu SIS atau SIR dengan tujuan untuk

menentukan keterkaitan antara managemen virulence dengan struktur kontak pada

individual populasi. Evolusi virulence pada host yang berkaitan dengan kontak network

diantara host ekivalen dengan transmisi virus.

Jika multiple infeksi merupakan faktor yang menentukan terjadinya evolusi

virulence maka akan terdapat umpan balik melalui epidemiologi. Banyaknya strain

menyebabkan host bergantung pada wilayah populasi virus maupun perubahan yang terjadi

pada evolusi virulence, host diasumsikan dalam bentuk sosial network yang tetap, jika

setiap host melakukan kontak dengan host lainnya sebanyak n maka kontak yang tarjadi

merupakan hasil dari interaksi host terhadap sekelilingnya ( host pada graph dinyatakan

(30)

individual susceptible S dan dapat terinfeksi oleh satu dari dua strain I dan J (recovered

dan immune). Perubahan yang terjadi pada host ditunjukkan pada Tabel berikut ini:

Tabel 2.3. Perubahan pada status individual

Sumber: (Kelling et al.,2005).

Dalam bentuk network, tabel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Network dari perubahan status individual.

Mixing network diantara populasi susceptible dan terinfeksi terjadi karena terdapat

kontak antara individual susceptible S1 dengan individual terinfeksi I2 atau ditulis secara

simbolik S1 I2, transmisi virus pada S1 menyebabkan terjadi perubahan pada S1 sebesar

1

S I2, demikian pula untuk individual populasi lain yang dinyatakan pada network tersebut

(Kelling et al.,2005).

1

R

1

J

2

S

1

I

1

S

2

I

ρ 1

1 S

R

S Loss of

immunity

1 2

R J

R I

→ →

2

I ϑ

1

J ϑ Recovery

2

I β

1

J β Infection

Rate Mirror image

Event

2 1 2

J S J

I S I

→ →

(31)

Pada bembahasan berikut, ditunjukkan bahwa transmisi suatu virus pada individual

dapat berbentuk fungsi transmisi T(S,I), fungsi transmisi atau rate incidence adalah

banyaknya kasus baru persatuan waktu dan merupakan komponen utama dari setiap model

epidemiologi. Untuk model susceptible dinyatakan S(t) T(S,I)

pupulasi sebagai peubah. Fungsi transmisi yang berbentuk bilinear dapat digunakan pada

model epidemiologi yaitu

p q

Bentuk fungsi transmisi tersebut digunakan bergantung pada keadaan phenomena yang

diamati, berikut penjelasannya:

1. Fungsi transmisi berbentuk T(S,I)=βSpIdigunakan untuk mengamati

konsekuensi dari bermacam asumsi jika hukum atau aturan yang berkaitan dengan

phenomena tidak diketahui.

2. Fungsi transmisi berbentuk q SI I

S

T( , )=β adalah fungsi transmisi yang

digunakan untuk fungsi transmisi yang tidak linear.

Untuk mendapatkan formulasi model digunakan asumsi bahwa populasi susceptible

dan infeksi heterogen dan misalkan S(t,w1)dan I(t,w2)menyatakan densitas dari susceptible dan infeksi yang independen sehingga

β

(w1,w2)=

β

1(w1)

β

2(w2).Jika banyaknya susceptible dengan nilai w1 yang terinfeksi oleh individual terinfeksi dengan

nilai w2 maka

β(w1.,w2)S(t,w1).I(t,w2)=β1(w1.)S(t,w12(w2)I(t,w2)

dan total perubahan pada subpopulasi terinfeksi dengan nilai karakteristik w2adalah

(32)

1 1 2

1

1

2) ( , ) ( , )

, (

.I t w

w w S t w dw Ω

β = 1 1 1

1 1 2 2

2(w )I(t,w )

.(w )S(t,w )dw

Ω β

β 2.3

dengan kondisi awal

I(0,w2)= pi(0,w2)I(0),s(0,w1)= ps(0,w1)S(0)(Novozhilov, A.2008). Model spasial dari influenza pertama kali dikembangkan pada tahun 1960,

kemudian dikembangkan menjadi bentuk model penyebaran geografik dari influenza di

Uni Sovyet dengan menggunakan data perjalanan. Untukmelakukan kajian pengaruh dari

perjalanan terhadap model pandemik influenza dilakukan kuantifikasi terhadap perjalanan

tersebut sehingga dapat diketahui penyebaran influenza secara geografik. Model epidemik

influenza yang terjadi di 9 kota di Eropa digunakan untuk mengestimasi derajat keterkaitan

antara epidemik di kota utama dan juga digunakan untuk mengetahui sinkronisasi spasial

dan temporal dari epidemic influenza yang terjadi di kota lainnya (Coburn et

al.,2011;Flahault et al.,2009).

Pemodelan berikutnya dibangun berdasarkan pada asumsi bahwa individual

bergerak dan akan kembali pada lokasi tetapnya artinya bahwa individual mempunyai

tempat ataupun lokasi yang tetap untuk waktu tertentu, dengan demikian individual

melakukan gerakan terbatas dan populasi dari individual mempunyai distribusi uniform.

Misalkan setiap individual mempunyai posisi spasial x dengan lokasi tetap xh, individual

yang berada pada lokasi tetap konstan tetapi posisi individual berubah berdasarkan pada

random walk atas waktu, secara khusus, diasumsikan bahwa individual adalah attracted

pada lokasi tetapnya dengan rangkaian perubahan tempat dari lokasi tetapnya sebesar

. h x

x− Misalkan posisi awal y dengan density probabilitas p(x y,xh,t),jika individual

bergerak dari y ke lokasi tetapnya kemudian bergerak ke posisi spasial x maka pergerakan

individual tersebut merupakan gerak Brownian berbentuk

2 [( ) ]

2

p x x x x

p D t p

h − ∂

∂ + ∂ ∂ = ∂ ∂

α 2.4

dengan kondisi awal ( , ,0) (x y), h

x y x

p =δ − D sebagai rate diffusi dan α adalah

kekuatan atractive dari individual terhadap lokasi tetapnya. Persamaan 2.4 mempunyai

(33)

pada penyelesaian traveling wave dan dalam keadaan yang realistis kecepatan gelombang

lebih besar dari c∗ (Reluga et al.,2011).

Metode pemodelan berikutnya membagi populasi menjadi beberapa subpopulasi dengan menyertakan komparteman latent, jika individual berada pada periode latent yang

kemudian berada pada klas infeksi maka rate dari perubahan populasi terinfeksi pada

waktu t dan lokasi x bergantung pada individual baru terinfeksi persatuan waktu tt,

misalkan terdapat peubah penyakit dalam individual aselama τ dapat ditulis E(t,a,x)yang

menyatakan density dari populasi ekspose pada waktu t dan lokasi .x

Model standar yang sering digunakan dengan populasi yang terbagi dalam struktur usia

maka diffusi spasial dapat dinyatakan sebagai berikut (Li and Zou. 2009):

dari persamaan (2.8) dideferensialkan terhadap t diperoleh:

(34)

Andaikan terdapat populasi yang terletak pada 2 lokasi yaitu Ω1 dan Ω2 dengan ukuran

1

L dan L2,populasi dibagi dalam 3 klas yaitu susceptible, infected dan recovered dengan densiti spasial Si(xi,t),Ii(xi,t) dan Ri(xi,t) yang saling berhubungan dalam lokasi i

dengan i=1,2, densiti dari total populasi pada 2 lokasi tersebut adalah N1(x1,t)dan

) , ( 2

2 x t

N maka total populasi pada kedua lokasi tersebut adalah

Ω Ω

+ =

1 2

2 2 2 1

1

1( , ) ( , )

)

(t N x t dx N x t dx

TP . 2.11

Diasumsikan bahwa pergerakan individual kelokasi 1 sama dengan proporsi dari populasi

pada lokasi 2 yang bergerak ke lokasi 1, jika diasumsikan bahwa transmisi dari virus

terjadi pada kontak tertutup ( yaitu susceptible dapat terinfeksi hanya setelah kontak dengan

beberapa individual terinfeksi dilokasi pada titik yang sama) dan tidak terdapat periode

latent maka model penyebaran spasial dari epidemik pada 2 lokasi dapat ditulis dalam

bentuk sebagai berikut:

1 ( 1, 1) ( 1 1) 1( 12 1) ( 21 2) S S K S

K S S S K I S S f t S

∗ + ∗ −

∗ +

= ∂ ∂

1 f I(S1,I1) rI1 (K1I I1) I1(K12I 1) (K21I I2) t

I

∗ + ∗ −

∗ + − =

∂ ∂

2.12

1 rI1. (K1R R1) R1(K12R 1) (K21R R2) t

R

∗ +

∗ −

∗ +

= ∂ ∂

dengan Si, dan Ii Ri adalah vector dari individual susceptible, infected dan recovery pada

model tersebut diatas diasumsikan bahwa penyakit menyebabkan terjadinya immunity

permanent artinya setelah individual recovery dengan rate recovery memenuhi

0

r (Blyuss,K.B. 2005).

Tinjauan pustaka berikutnya dirujuk dari Ruan,S.(2006) yang melakukan generalisasi terhadap model Kermark-MCKendrick berbentuk persamaan diferensial

integral yang bergantung pada ruang. dengan R=(−∞,∞),R+ =[0,∞).

Misalkan S(x,t),I(x,t)dan R(x,t) menyatakan density lokal dari individual susceptible,

(35)

pada waktu t,diasumsikan bahwa semua individual terinfeksi dengan rate infeksi

berbentuk

−∞

y dy x

K t x

I( , ) ( )

β dengan β >0 konstan dan density K(xy)>0 yang

mempunyai kontribusi terhadap individual susceptible menjadi terinfeksi pada lokasi x

setalah melakukan kontak dengan individual terinfeksi yang berasal dari lokasi y.

Individual yang removed dinyatakan sebagai immune atau mati dengan rate removal γ >0

berbentuk γI(x,t)(γI(x,t)menunjukkan bahwa mati disebabkan oleh penyakit yang

menyebar berarti terjadi penggabungan individual pada subpopulasi removed dan tidak

mempengaruhi perubahan yang terjadi pada subpopulasi terinfeksi ), dengan penjelasan

tersebut diatas maka model Kendal dapat dinyatakan sebagai berikut:

−∞

− −

= ∂ ∂

dy y x K t y I t x S t

S

) ( ) , ( ) , (

β

S(x,t) I(y,t)K(x y)dy I(x,t) t

I

γ

β −

−∞

=

∂ ∂

2.13

I(x,t) t

R γ =

∂ ∂

Kondisi tunak dari sistem 2.13 diberikan oleh S =σ,I =R =0dengan σ >0konstan. Untuk melakukan kajian tentang perilaku asimtotik dari penyelesaian sistem tersebut

diberikan oleh nilai awal sebagai berikut:

S(x,0)=σ, I(x,0)=I0(x), R(x,0)=0,xR 2.14

dengan I0(x)>0kontinu sedemikian hingga I(x)≡0dan I(x)≠0dalam [x0,∞)untuk suatu x0R (Ruan,S. 2006).

Model yang akan dibahas berikutnya adalah model multi species yang dibangun

berdasarkan pada transmisi silang diantara 2 species yaitu burung sebagai host dan nyamuk

sebagai vektor sehingga model sistem diperoleh dari interaksi antara burung dengan

nyamuk yang terinfeksi, sedangkan submodel sebagai bagian dari sistem dibangun

berdasarkan pada transmisi yang terjadi pada burung dan untuk transmisi pada nyamuk

(36)

Populasi individual burung dibagi dalam subpopulasisusceptible (SB), infection

( IB ), recovered ( RB ) dan mati ( XB ) dengan indek menyatakan burung dengan total

populasi burung dinyatakan dengan NB=( SB+ IB+ RB ), sedangkan pada nyamuk dibagi

dalam larva ( LN ), susceptible (SN ), exposed (EN) dan infection (IN ) untuk nyamuk

perempuan dimana total populasi nyamuk perempuan dinyatakan oleh N

N =( IN+ SN+

N

E + IN ), diharapkan model yang diperoleh secara esensial dapat mencakup dinamika dari

penyakit yang berkaitan dengan WN dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Model dibangun hanya untuk mengamati penyebaran virus west nile melalui

transmisi silang antara nyamuk sebagai vektor dan host burung tanpa malakukan

prediksi terhadap kemungkinan terjadinya pandemik.

2. Submodel dari nyamuk memberikan gambaran tentang pertumbuhan populasi

nyamuk yang heterogen sehingga sangat mempengaruhi populasi nyamuk yang

terinfeksi virus west nile dan berakibat meningkatkan rate trasnmsisi dari virus

(Wonham et al.,2004).

Model berikutnya merupakan pengembangan dari model pada Wonham et al.(2004)

dengan 3 species dan model berbentuk sistem persamaan diferensial biasa yang digunakan

sebagai landasan untuk melakukan monitoring terhadap populasi dinamik temporal dari

nyamuk perempuan susceptible Mu(t), nyamuk perempuan terinfeksi Mi(t),burung

susceptibleBu(t),burung terinfeksi Bi(t),manusia susceptible S(t),manusia terinfeksi

tanpa tanda-tanda E(t),manusia terinfeksi dengan tanda-tanda I(t),manusia terinfeksi

dengan penanganan rumah sakit H(t),manusia yang terinfeksi kemudian sembuh

), (t

R model dibangun berdasarkan karakteristik phenomena dari west nile yaitu:

1. Terjadi transmisi silang antara vector nyamuk dengan host burung artinya nyamuk

terinfeksi oleh karena mendapatkan makanan berupa darah dari burung, demikian

pula dapat terjadi pada burung terinfeksi, oleh karena gigitan nyamuk yang

terinfeksi maka penyebaran virus dapat terjadi pada masing-masing species

sehingga diperoleh model penyebaran pada nyamuk dan model penyebaran pada

(37)

2. Transmisi virus pada manusia terjadi jika transmisi dilakukan oleh nyamuk melalui

gigitannya dan transmisi pada manusia tidak simetris, belum terjadi transmisi virus

pada species yang sama.

) ( )

(t M t M

NM = u + i menunjukkan total populasi dari nyamuk perempuan dalam

komunitas, NB = Bu(t)+Bi(t) adalah total populasi dari burung dalam komunitas dan

) ( ) ( ) ( ) ( )

(t E t I t H t Rt S

NH = + + + + adalah total populasi manusia.

Populasi dari nyamuk perempuan susceptible meningkat melalui burung atau migrasi dari

nyamuk susceptible pada tingkat konstan ΠM,populasi tersebut akan berkurang oleh karena terinfeksi dan meninggal dengan rate

µ

B,submodel dari nyamuk dapat dinyatakan dalam bentuk sistem persamaan differensial sebagai berikut:

(

)

M u

B

i u H B M M

u

M N

B M N

N N b dt

dM

µ

β

− −

Π

= 1 , , 1

(

)

M i

B

i u H B M

i M

N

B M N

N N b dt

dM β µ

= 1 , , 1 2.15

dengan b1

(

NM,NB,NH

)

adalah tingkat gigitan nyamuk per kapita pada host ( burung ) utama. β1 adalah probabilitas dari transmisi West Nile dari burung terinfeksi ke nyamuk

tak terinfeksi, oleh karena nyamuk menggigit burung dan manusia dan jika jumlah rata-rata

dari gigitan nyamuk yang diterima oleh burung dan manusia bergantung dari total populasi

dari nyamuk, burung dan manusia pada komunitasnya maka dapat didefinisikan bahwa

tingkat gigitan merupakan fungsi dari total populasi b1=b1

(

NM,NB,NH

)

(Boman et al.,2005).

2.1.3 Bilangan reproduksi dasar

Analisa terhadap penyebaran virus dapat dilakukan melalui 3 kuantiti threshold

σ

,

0

R dan R yang ketiganya saling terkait walaupun masing-masing muncul pada keadaan

yang berbeda. 3 kuantiti threshold adalah

1. bilangan reproduksi dasar yang didefinisikan sebagai rata-rata banyaknya terinfeksi

(38)

perlu dicatat bahwa R0 juga disebut sebagai ratio reproduksi dasar atau tingkat

reproduksi dasar, secara implisit dapat diasumsikan bahwa individual yang

terinfeksi berada diluar populasi susceptible dan berada pada populasi terinfeksi

selama periode infeksi.

2. Bilangan kontak σ didefinisikan sebagai rata-rata banyaknya kontak yang cukup dari individual terinfeksi selama periode infeksi, pengertian kontak yang cukup

adalah individual yang cukup untuk melakukan transmisi.

3. Bilangan replacement adalah rata-rata banyaknya individual terinfeksi kedua yang

disebabkan oleh typical infective selama periode infeksi, beberapa peneliti

menggunakan bilangan reproduksi dari pada bilangan replacement.

Perlu diketahui bahwa 3 kuantiti R0,σ dan R semuanya sama pada saat penyakit infeksi mulai menyebar pada populasi susceptible.

Pada literatur pemodelan epidemiologi, bilangan reproduksi dasar R0 sering

digunakan untuk kuantiti threshold yang ditentukan pada saat penyakit menyerang

populasi, dengan demikian R0 hanya didefinisikan pada waktu invasi sedangkan R

didefinisikan pada semua waktu. Pada beberapa model matematika yang berkaitan dengan

penyebaran infeksi bilangan kontak σ konstan sehingga kedua kuantiti threshold selalu sama dengan bilangan reproduksi dasar R0 dan σ dapat digunakan secara bergantian. Pada teorema invasi dapat ditentukan untuk kedua kuantiti tersebut akan tetapi untuk model

matematika tertentu bilangan kontak σ lebih kecil dari bilangan reproduksi dasar R0 sesudah terjadinya invasi(Hectcote,H.W. 2000).

Bilangan reproduksi dasar untuk network dengan n kota dapat diperoleh dengan

menyelesaikan nilai eigen dari matriks Yacobian berukuran 4n x 4n. Seperti halnya pada

perubahan parameter, nilai eigen harus dihitung kembali pada setiap kasus. Estimasi

terhadap kondisi threshold(T0)dilakukan secara analitik yaitu ketika terjadi penyebaran

infeksiR0 >1 atau setelah terjadi penyebaran infeksi R0 <1 dan estimasi tersebut

(39)

Bilangan reproduksi dasar untuk multicity dapat diperoleh dengan menghitung bilangan

reproduksi dasar untuk setiap kota dengan asumsi bahwa penyebaran virus diisolasi pada

setiap kota dan selanjutnya dapat digunakan sebagai petunjuk untuk melakukan estimasi

terhadap bilangan reproduksi untuk kota yang lain. Batas atas R0 kota ke-k untuk waktu

maksimum bergantung dari infeksifitas β = βmaks yang dinyatakan dalam bentuk

0 ( )

α φ

β

+ =

k k r maks R

dengan

α φk +

1

sebagai waktu rata-rata individual terinfeksi pada kota ke-k dan φk

didefinisikan sebagai jumlahan dari rate mortalitas dan migrasi keluar dari kota –k dengan

bentuk

= +

= k

i ki

k D

1

µ

φ . 2.16

Definisi untuk batas atas dari kondisi threshold pada sistem penyebaran beberapa kota

ditentukan melalui definisi bilangan reproduksi untuk setiap kota karena jika penyebaran

epidemik terjadi pada satu kota maka akan terjadi persisten untuk seluruh populasi,

formulasi untuk kondisi threshold tersebut adalah :

T0 =maks(R0k) untuk k=1.2.3…n 2.17

Bentuk formulasi tersebut sebagai ukuran untuk nilai threshold saja dan bukan bilangan

reproduksi dasar, sedangkan T0 akan menunjukkan indikasi yang akurat jika epidemik pada

persisten populasi pada beberapa kota atau penyebaran virus berhenti. Berdasarkan pada

data dari CDC tentang baseline parameter diperoleh T0 =1.02 dan terjadi di Pittsburgh.

Jika terjadi R0T0 ≈1maka model akan sensitive terhadap perubahan kecil dari βr dan

jika ε >0,02 maka bilangan reproduksi yang efektif akan berada dibawah 1 pada musim

summer, indikasi tersebut menunjukkan bahwa influenza tidak persisten selama kondisi

summer, oleh karena T0 dan R0 bergantung secara linear pada jumlah kontak perhari maka

dilakukan strategi efektif untuk memperlambat outbreak awal dari epidemik yaitu dengan

1

0 ≈

(40)

Model spasial dari proses transmisi lokal dimulai dari fungsi U(r)sebagai

probabilitas dari transmisi penyakit dengan jarak r = r diantara individual, U(r)

biasanya dinyatakan sebagai kernel dan bentuk normal untuk setiap individual dalam

populasi sebesar Nadalah:

U(r)dr =1 Q

2.18

dengan Q sebagai luasan yang menyatakan terjadinya transmisi.dan U(r)adalah rata –rata

dari semua individual yang berada pada luasan tersebut, Hazard infeksi didefinisikan

sebagai individual terinfeksi ipada lokasi yi bergerak menuju ke host susceptible jpada

lokasi xjsehingga diperoleh βU(xjyi)dengan β sebagai rate kontak yaitu kontak

antara individual terinfeksi dan susceptible, dapat pula didefinisikan bahwa fungsi hazard

adalah individual yang sembuh dari infeksi sebesarγ.

Beberapa contoh tentang bilangan reproduksi dasar dari pergerakan individual populasi

antara lain:

Ω +

= dr

r U

R )

) ( ) ( 1

1 1

(

0

γ

β , untuk model spasial 2.19

) ) 1 (

1 1 (

0

γ τ

+ − =n

R , untuk model network (Ruan,S.2006).

Pada umumnya untuk menghitung bilangan reproduksi dasar pada populasi heterogen yang

dinyatakan dengan R0dapat dilakukan dengan menentukan nilai eigen dari operator liniear

generasi mendatang, jadi dengan menggunakan iterasi pada operator tersebut dapat

diperoleh banyaknya individual terinfeksi pada generasi yang susceptible, model tersebut

juga telah dikembangkan pada derajat 2 dalam γ β

yaitu

0 (1 ) n R

γ β γ β

(41)

Untuk n→∞ diperoleh

γ β =

0

R artinya bahwa model network spasial konvergen ke mass

action (Parham and Paul,2006).

Bilangan reproduksi dasar dapat pula sebagai ukuran dari penyebaran suatu virus, suatu

sistem yang spasial maka heterogenitas populasi yang bergerak dapat dilihat pada koefisien

diffusinya sehingga untuk koefisien diffusi yang lebih besar nol dapat mengurangi

terjadinya penyebaran virus yang labih luas.

Bilangan reproduksi dasar dapat diformulasi sebagai rate transmisi virus dibagai dengan

koefisien diffusi ditambah dengan rate recovery dan akan maksimum jika rate recovery

mendekati nol.

Misalkan domain terbatas Ω∈Rm(m≥1)dengan ∂Ω smooth jika m>1 maka model

reaksi diffusi SIS berbentuk

I, I S

SI S d t S

S γ

β + + − Δ = ∂ ∂

,

Ω ∈

x t>0 2.21

I, I S

SI I

d t I

I γ

β − + + Δ = ∂ ∂

,

Ω ∈

x t >0

bilangan reproduksi dari model 2.21 ditunjukkan pada Lemma berikut ini

Lemma 2.1

Didefinisikan bilangan reproduksi dasar dari model 2.21 adalah

⎪ ⎭ ⎪ ⎬ ⎫

⎪ ⎩ ⎪ ⎨ ⎧

+ ∇ Ω

∈ =

Ω Ω

2 2

2

1 0

)

( ϕ γϕ

βϕ

ϕ H dI

Sup

R maka 2.22

(a). R0 adalah fungsi positif dan monoton turun bila dI >0

(b) R0→ : } )

( ) (

{ x∈Ω x

x Max

γ β

untuk dI →0

(c) R0

Ω Ω

γ β

(42)

(d) R0 >1 jika λ∗ <0,R0 =1 jika λ∗ =0 dan R0 <1 jika λ∗ >0(Allen et al.,2010).

2.1.4 Traveling wave dari virus

Model yang dibangun berikut ini, merupakan pengembangan dari model Kendal

dengan membagi populasi menjadi subpopulasi yang homogen, individual bergerak

dinamis yang bergantung pada ruang dan waktu dengan subpopulasi terinfeksi yang spasial,

misalkan S(x,t),I(x,t)dan R(x,t) menyatakan density lokal dari individual susceptible,

terinfeksi dan removed.pada waktu t dalam lokasi xR dengan rate infeksi

−∞

y dy x

K t x

I( , ) ( )

β ,

oleh karena individual pada subpopulasi bergerak dinamis maka akan terdapat perubahan

status terhadap penyakit. Individual yang bergerak pada setiap titik pada subpopulasi

bergantung pada kecepatan traveling wave, persamaan traveling wave dapat dibangun

dengan transformasi (S(xct,t),I(xct,t),R(xct,t))terhadap model sistem sehingga

dengan menyelesaikan persamaan traveling wave dapat diperoleh kecepatan traveling

wave(Ruan,S,2006).

Perhatikan model oleh Li and Zou.(2009) yang dibangun berdasarkan pada struktur usia dan diffusi berbentuk:

t

x t S

∂ ∂ ( , )

=

2 2

) , ( x

x t S S D

∂ ∂ +

µ - dS(t,x)- rI(t,x)S(t,x) 2.23

= ∂ ∂

t x t I( , )

2 2

) , , (

x x a t I DI

∂ ∂

I(t,x)+ rI(t ,y)S(t ,y).f (xy)dy

− −

α τ τ

ε

dengan α

πα

α 4

4 1 ) (

2

x

e x

f = , β =σ +γ +d , t >0,xR 2.24

Penyelesaian traveling wave front dari persamaan tersebut diatas adalah penyelesaian

khusus dari bentuk S(t,x)=φ(x+ct) dan I(t,x)=ψ(x+ct)dengan c>0 sebagai

kecepatan gelombang, jika persamaan 2.23 dan 2.24 mempunyai 2 kondisi tunak konstan

) , (

=

S I

(43)

persamaan

φ

(−∞)=S,

ψ

(−∞)=I, φ(+∞)=S+dan ψ(+∞)=I+ maka penyelesaian traveling wave disebut sebagai traveling wave front. Secara biologi, traveling wave front

merupakan kondisi terjadinya perubahan dari kesetimbangan U menuju kesetimbangan

+

U berdasarkan pada nilai dari kondisi tunak U dan U+. Sedangkan kecepatan

gelombang dapat menjelaskan kecepatan penyebaran spasial dari penyakit dan kemudian

dapat mengukur bagaimana kecepatan penyakit tersebut menyerang secara geografik.

Dengan demikian traveling wave front sangat penting untuk model penyakit dengan

heterogenitas yang spasial.

Model spasial dari penyebaran virus WN merupakan pengembangan secara spasial

terhadap model dinamika non spasial yang menghasilkan model kompleks, reduksi model

dilakukan agar supaya lebih mudah untuk melakukan analisa terhadap penyebaran virus

dengan memberikan beberapa asumsi sehingga diperoleh model berbentuk:

Untuk mendapatkan penyelesaian traveling wave, perhatikan definisi berikut ini:

Definisi 2.1

Penyelesaian traveling wave dengan kecepatan c untuk model sistem 2.25 adalah

penyelesaian yang mempunyai bentuk

(

IV(xct),IR(xct)

)

dan berhubungan dengan titik

kesetimbangan penyakit endemik dan bebas penyakit dari sistem sehingga

Gambar

Gambar  5.10   Network kontak dan interaksi individual pada penyebaran
Tabel  5.8     Perubahan/transisi  subpopulasi kemampuan melakukan
Tabel 2.1: Konfirmasi tentang manusia yang terinfeksi virus influenza A-H5N1 di
Tabel 2.3. Perubahan pada status individual
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran seba- gai berikut: (1) Bagi guru atau calon pe- neliti yang tertarik untuk menerapkan penelitian

Penelitian ini berfokus pada pola komunikasi yang terjadi antara orang tua yang memiliki karier ganda dengan anak mereka yang berusia remaja awal. Topik ini

Pembelajaran dengan menggunakan Mind Mapping diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa melalui warna, gambar dan pengembangan kata kunci sehingga siswa akan lebih

Apabila seseorang memukul orang lain baik dengan menggunakan alat atau benda tumpul (kayu, besi, atau benda tumpul lainnya), maupun benda tajam, atau tanpa menggunakan

Umur &gt; 60 tahun, koma waktu masuk, pindahan dari ruang rawat ke IPI, syok, pemakaian alat Bantu napas yang lama, pada radiology terlihat gambaran abnormal bilateral, kreatinin

No.. #enam%ahkan &#34;m; auades kedalam ta%un$ reaksi yan$  %erisi sampel  jahe men$$unakan  pipet tetes -idapatkan sampel jahe  %er4arna  jin$$a keruh #enam%ahkan &#34;m;

Buku Putih Santasi Kabupaten Toba Samosir Tahun 2010 ini secara umum memuat gambaran, uraian data sekunder (bersumber dari laporan/ dokumen SKPD terkait Sanitasi

Seperti halnya pada palung cermin parabola, transfer cairan panas atau uap dipanaskan dalam receiver (menara yang mampu mengkonsentrasikan energi