DESAIN ARSITEKTUR BERKELANJUTAN DI INDONESIA:
HIJAU RUMAHKU HIJAU NEGERIKU
1
Tanuwidjaja, Gunawan
11
MSc. Dosen Jurusan Arsitektur Universitas Kristen Petra
Abstrak
Rumah merupakan kebutuhan dasar dari umat manusia selain sandang dan pangan. Di negara berkembang 2
seperti Indonesia, kebutuhan perumahan terjangkau menjadi tantangan berat yang perlu dipecahkan karena 3
tingginya laju pertumbuhan penduduk dan rendahnya kemampuan ekonomi sebagian besar masyarakat. Di sisi 4
lain cepatnya Urbanisasi, “Urban Sprawling”, spekulasi properti secara berlebihan dan rendahnya kemampuan 5
Pemerintah untuk mengadakan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, menyebabkan sulitnya 6
masyarakat tsb untuk memenuhi kebutuhan rumah yang terjangkau dan berkelanjutan (Sustainable and 7
Affordable Homes). 8
9
Gerakan “Green Architecture”, “Eco-Architecture” atau “Sustainable Architecture”, telah memberikan warna 10
pada perumahan di Indonesia sejak tahun 1980-an dengan tokoh –tokoh Y.B. Mangun Wijaya, Heinz Frick, Eko 11
Prawoto. Dan tahun 1990-an di antaranya dengan Jimmy Priatman, Ridwan Kamil, Budi Faisal dll. Di sisi lain, 12
berkembangnya “Desain Kontemporer dan Modern (Minimalis)” yang dipelopori oleh pada era 1990-an AMI 13
juga ikut mendorong berkembangnya konsep di atas oleh pasar. 14
15
Beberapa konsep “Eco-Architecture” mulai diterima oleh pasar, walau masih parsial. Tetapi banyak juga konsep 16
yang salah dipahami karena persepsi pelaku usaha konstruksi dan masyarakat. Paper ini ditulis untuk 17
mengangkat kembali isu “Sustainable Architecture” untuk Rumah Tinggal. Paper ini juga membahas konsep – 18
konsep yang dikemukakan dalam Leadership in Energy and Environmental Design (LEED), terutama LEED for 19
HomesGuidelines. Paper ini akan sangat berguna untuk Mahasiswa Arsitektur pada umumnya dan Mahasiswa 20
Arsitektur UK Petra pada khususnya. 21
22
Kata kunci: Green Architecture, Eco-Architecture, Sustainable Architecture, Modern, Minimalis, Leadership in 23
Energy and Environmental Design, LEED, LEED for Homes 24
.
PENDAHULUAN
Rumah merupakan kebutuhan dasar dari umat manusia selain sandang dan pangan. Di negara berkembang seperti Indonesia, kebutuhan perumahan terjangkau menjadi tantangan berat yang perlu dipecahkan karena tingginya laju pertumbuhan penduduk dan rendahnya kemampuan ekonomi sebagian besar masyarakat.
Di sisi lain, pola konsentrasi pembangunan di perkotaan di Indonesia telah menyebabkan tingginya laju urbanisasi dan perkembangan kota – kota tsb secara tidak berkelanjutan (Unsustainable Urban Development). Dan ini juga menyebabkan besarnya kebutuhan akan perumahan di kota – kota ini. Sebaliknya, praktek spekulasi lahan dan keterbatasan subsidi pemerintah untuk rumah – rumah sederhana telah membuat kesulitan pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. i
Di sisi lain, rumah, terutama dengan status tanah milik, merupakan sebuah komoditas yang merupakan komoditas investasi yang nilainya yang selalu
meningkat. Sehingga, sektor desain dan bangun rumah merupakan salah satu usaha sektor riil yang dapat bertahan dalam masa krisis seperti saat ini.
Pengadaan perumahan sesungguhnya merupakan tanggungjawab bersama dari Pemerintah, Pihak Swasta dan Masyarakat. Tetapi dengan keterbatasan kemampuan Pemerintah dan Masyarakat, Pihak Swasta memimpin proses pengadaan ini dengan pembangunan “Real Estate.” Dengan motivasi keuntungan ekonomis, kebanyakan “Real Estate” hanya memperhatikan masyarakat berpenghasilan menengah ke atas. Sedangkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah hal ini tidak terjangkau. Dan hal ini menyebabkan ketimpangan suplai perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
sesungguhnya menyebabkan “Urban Sprawling” atau perkembangan kota secara horisontal. “Urban Sprawling” dan absennya jaringan infrastruktur transportasi masal terintegrasi akhirnya menyebabkan macetnya jalan – jalan arteri di dalam kota – kota ini. ii
Berkembangnya, gerakan “Green Architecture”, “Eco-Architecture” atau “Sustainable Architecture”, telah memberikan warna pada perumahan di Indonesia sejak tahun 1980-an setelah berkiprahnya arsitek – arsitek yang ingin menerapkan “Eco-Architecture” di Indonesia. Di antaranya Y.B. Mangun Wijaya, Heinz Frick, Eko Prawoto. Kemudian generasi kedua “Eco-Architecture” di Indonesia muncul pada tahun 1990-an di antaranya Jimmy Priatman, Ridwan Kamil, Budi Faisal, Andry Widyowijatnoko, dll. Sesungguhnya hal ini merupakan hal positif yang menunjukkan mulai adanya kesadaran Arsitek untuk memperhatikan lingkungan hidup dalam mendesain bangunan. iii
Berkembangnya “Desain Kontemporer dan Modern (Minimalis)” pada rumah – rumah Indonesia pada era 1990-an juga ikut mendorong “Eco-Architecture” untuk berkembang dan diterima masyarakat, Gerakan ini dipelopori oleh kelompok AMI di antaranya: Ahmad Tardiana, Isandra Matin, Adi Purnomo, Ahmad Djuhara, Yori Antar, dll. Tentu saja gerakan ini didukung dengan hadirnya berbagai majalah desain rumah kontemporer yang menjamur sampai saat ini. iv
Beberapa konsep “Eco-Architecture” di atas sesungguhnya sudah mulai diterima oleh pasar terutama populernya gaya rumah Modern (Minimalis) dan “ramah lingkungan”. Tetapi di sisi lainnya, banyak juga konsep – konsep “ Eco-Architecture” yang salah dipahami karena “kesalahan persepsi” oleh pelaku usaha dan konsumen.
Paper ini ditulis untuk mengangkat kembali isu “Sustainable Architecture” atau “Eco-Architecture” dalam Rumah Tinggal, serta mengoreksi kesalahan pemahaman awam tentang hal ini. Hal ini akan sangat berguna untuk Mahasiswa Arsitektur pada umumnya dan Mahasiswa Arsitektur UK Petra pada khususnya.
Selain itu, kami ingin mengulas berapa hijaukah rumah sederhana yang menggunakan trademark “Green Homes” yang diajukan berbagai developer.
BAGIAN MAKALAH
Secara sederhana, “Sustainable Architecture” atau “Arsitektur Berkelanjutan” dapat didefinisikan
sebagai Desain Arsitektur yang Berwawasan Lingkungan. v
Tentu saja pendekatan ini terkait dengan pendekatan “Sustainable Development” atau “Pembangunan Berkelanjutan” yang diungkapkan dalam Report of the World Commission on Environment and Development tahun 1987. Konsep “Sustainable Development” dapat didefinisikan secara sederhana “Pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengkompromikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya di masa mendatang.” vi
Selanjutnya, “Sustainable Architecture” mencari cara untuk menimimalisasi dampak negatif dari lingkungan dari bangunan dengan meningkatkan efisiensi dan kebijaksanaan dalam penerapan material, energi dan pengaturan ruang. Karena setiap langkah kita akan berdampak pada generasi masa depan, maka kesadaran akan lingkungan perlu diterapkan pada desain bangunan. vii
Beberapa kerangka “Sustainable Architecture” telah disampaikan berbagai pihak, tetapi mungkin yang terpenting ialah yang diungkapkan oleh UIA atau International Union of Architect pada Deklarasi Copenhagen pada 7 Desember 2009. UIA (Union internationale des Architectes) adalah organisasi asosiasi arsitek non-profit yang mewakili lebih dari satu juta arsitek di 124 negara. viii
Dalam Deklarasi Copenhagen tsb, UIA menyampaikan betapa bangunan dan industri konstruksi berdampak kepada perubahan iklim yang terjadi saaat ini. Dan berbagai dampak ini dapat dikurangi dengan menentukan bentuk sistem lingkungan binaan (“built environment”). Karena itu UIA berkomitmen untuk mengurangi dampak ini melalui “Sustainable by Design Strategy” program atau “Strategi Desain Berkelanjutan” yang akan diadopsi lebih lanjut pada Kongres UIA di Tokyo pada 2011. ix
Konsep Strategi Desain Berkelanjutan UIA ini dapat didefinisikan lebih detail dalam 9 butir sbb: x • Sustainable by Design (SbD) dimulai pada
tahapan awal proyek dan melibatkan komitmen seluruh pihak: klien, desainer, insinyur, pemerintah, kontraktor, pemilik, pengguna, dan komunitas;
• SbD harus mengintegrasikan semua aspek dalam konstruksi dan penggunaannya di masa depan berdasarkan “Full Life Cycle Analysis and Management” (Analisa dan Manajemen sepenuhnya dari Daur Hidup Bangunan); • SbD harus mengoptimalkan efisiensi melalui
diintegrasikan dalam praktek penyusunan konsep proyek tsb;
• SbD harus menyadari bahwa proyek – proyek arsitektur dan perencanaan merupakan sistem interaktif yang kompleks dan terkait pada lingkungan sekitarnya yang lebih luas, mencakup warisan sejarah, kebudayaan dan nilai – nilai sosial masyarakatnya;
• SbD harus mencari “healthy materials” (material bangunan yang sehat) untuk menciptakan bangunan yang sehat, tata guna lahan yang terhormat secara ekologis dan sisual, dan kesan estetik yang menginspirasi, meyakinkan dan memuliakan;
• SbD harus bertujuan untuk mengurangi “carbon imprints”, mengurangi penggunaan material berbahaya, dan dampak kegiatan manusia, khususnya dalam lingkup lingkungan binaan, terhadap lingkungan;
• SbD terus mengusahakan untuk meningkatkan kualitas hidup, mempromosikan kesetaraan baik lokal maupun global, memajukan kesejahteraan ekonomi, serta menyediakan kesempatan – kesempatan untuk kegiatan bersama masyarakat dan pemberdayaan masyarakat;
• SbD mengenal juga keterkaitan lokal dan sistem plane bumi yang mempengaruhi segenap umat manusia. SbD juga mengakui bahwa populasi urban tergantung pada sistem desa-kota yang terintegrasi, saling terkait untuk keberlangsungan hidupnya (air bersih, udara, makanan, tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan, kesehatan, kebudayaan dan lain – lain);
• Terakhir, SbD juga mendukung pernyataan UNESCO mengenai keberagaman budaya sebagai sumber pertukaran, penemuan, kreativitas sangat diperlukan oleh umat manusia.
Dapat disimpulkan bahwa UIA telah memahami pentingnya integrasi “Sustainable Architecture” yang mendalam dalam praktek desain bangunan, karena memahami fenomena kerusakan lingkungan yang ada saat ini.
Selanjutnya, konsep – konsep di atas dapat diterjemahkan bahwa pendekatan “Sustainable Architecture” perlu diterapkan secara menyeluruh dengan melihat seluruh daur hidup dari bangunan tersebut. Konsep ini tidak cukup hanya semata – mata diterapkan pada elemen – elemen bangunan secara terpisah.
Hal ini memang cukup sulit dipahami oleh mahasiswa Arsitektur, maupun Arsitek yang sudah berpraktek cukup lama. Hambatannya terletak pada beberapa aspek. Pertama, “Sustainable Architecture” ini sulit diterapkan karena keengganan klien untuk membayar lebih untuk setiap solusi ramah lingkungan. Biasanya hal ini disebabkan karena
rendahnya kesadaran klien terhadap dampak rumah tsb di masa depan.
Kedua, karena ketiadaan data yang diperlukan untuk melakukan analisa awal sebelum proses desain dimulai. Data – data detail seperti tata guna lahan sekitar, topografi, jenis tanah, sistem instalasi air limbah dll, biasanya tidak tersedia sehingga analisa lahan menjadi kurang optimal.
Ketiga, kesulitan integrasi konsep – konsep di atas karena waktu proses desain yang terlalu singkat. Padahal untuk mendapatkan konsep desain yang berkelanjutan, kita perlu melakukan analisa yang mendalam, proses desain serta simulasi untuk mengecek apakah desain kita dapat bekerja secara optimum, Proses yang ketiga ini juga dikenal sebagai “Total Building Performance Evaluation.” Proses ini biasanya dilakukan oleh Ahli “Building Science” dengan beberapa software dan model bangunan yang final. Dengan proses ini, maka keseluruhan proses membutuhkan waktu minimal 3 bulan, tergantung pada luasan dan tingkat kerumitan rumah tersebut.
Dan yang terakhir ialah, keengganan arsitek untuk menerapkan desain yang terintegrasi dengan tata ruang. Biasanya hal ini disebabkan karena pendekatan desain yang berorientasi ke “mikro” dalam prosesnya. Padahal seringkali tata ruang secara keseluruhan menjadi carut marut karena desain perumahan yang tidak tanggap terhadap konteks lingkungan perkotaan.
UIA juga mengingatkan perlunya integrasi antara mikro – meso – makro untuk mencapai “Sustainable Architecture.” Konsep ini dapat tergambar dalam gambar sbb:
Gambar 1. Integrasi “Sustainable Architecture” dalam berbagai level menurut UIA.
“Perencanaan yang mempertimbangkan kondisi keanekaragaman hayati (kondisi ekologi), kapasitas atau daya dukung lingkungan (kondisi fisik lainnya) serta kondisi sosial-ekonomi yang mempengaruhi kawasan. Kemudian di dalam prosesnya perencanaan infrastruktur lainnya seperti tata air, transportasi masal, pengelolaan limbah dan sampah, konservasi energi, dan lain-lain harus diintegrasikan. Serta melibatkan peran serta para pemegang kepentingan (stakeholders) dlm penentuan tata ruang tsb.”
Konsep ini sebagian besar telah dilakukan di Singapura. Sehingga dihasilkan sebuah “Sustainable City” atau Kota yang Berkelanjutan.
Gambar 2. Metode Perencanaan Tata Ruang Komprehensif berbasis Ekologis
Gambar 3. Konsep Tata Ruang Singapura 2001(Concept Plan Singapore 2001).xi
Gambar 4. Konsep Sirkulasi Concept Plan Singapore 2001. xii
Sejauh ini, telah disampaikan beberapa “Sustainable Architecture Framework” yang disampaikan oleh berbagai lembaga pemerintah
maupun universitas di Amerika dan Asia. Kerangka – kerangka tsb di antaranya ialah: xiii
• Leadership in Energy and Environmental Design (LEED), USA dan Berbagai Negara Dunia yang mengadopsinya (pembahasannya kemudian terfokus LEED for Homes)
• Green Mark,Singapore
• Green Neighbourhoods Planning and Design Guidelines, Center for Housing Innovation, University of Oregon, USA
• High Performance Building Guidelines, City of New York, Department of Design & Construction, USA
• The Land Code, Guidelines for Environmentally Sustainable Land Development, Yale School of Forestry & Environmental Studies, Yale University, USA
Berbagai kerangka di atas dapat disarikan dalam tabel sebagai berikut:
Aspect kompleksnya “Sustainable Architecture Framework” sehingga diperlukan waktu untuk memahami dan menerapkannya. Sebaliknya, sebuah kerangka yang lengkap memang diperlukan untuk menuntun para arsitek lebih peka terhadap seluruh aspek lingkungan dalam desain yang akan mempengaruhi seluruh daur hidup bangunan.
Selanjutnya, kami ingin membahas beberapa konsep “Sustainable Architecture for Homes” atau “Arsitektur Rumah Tinggal yang Berkelanjutan.” Dan kami mencoba menjelaskan Kerangka “LEED for Homes” lebih lanjut dalam paper ini.xiv yang Berkelanjutan.”
LEED for Homes ini juga disiapkan untuk membantu pembangun (builder) rumah untuk membangun rumah dengan lebih baik. Sesungguhnya performa dari rumah setelah selesai akan berkaitan dengan proses yang dilakukan builder dan tim proyek (project team) dalam mendesain dan membangun Rumah bersertifikasi LEED. Sehingga Rumah tsb harus memenuhi persyaratan sbb:
• Memiliki desain strategi yang meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya;
• Memilih bahan bangunan, peralatan dan siste, bangunan yang ramah lingkungan, tahan lama;
• Dibangun dengan proses konstruksi yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga peralatan-peralatan di atas dapat dipasang secara baik. • Selain itu semua pertimbangan LEED harus
diintegrasikan seawall mungkin dalam proses desain rumah tsb.
Ada 8 kriteria yang dibahas dalam Guideline ini di antaranya ialah:
• Proses Inovasi dan Desain (Innovation and Design Process/ ID) akan membahas tentang metode desain, kandungan pengaruh kawasan (regional) dalam system penilaian dan contoh level performa;
• Lokasi dan Tautan (Location and Linkages/ LL) membicarakan penempatan dari rumah secara sosial dan lingkungan yang berdampaj pada komunitas yang lebih luas;
• Pengelolaan Tapak yang Berkelanjutan (Sustainable Sites/ SS) membahas penggunaan lahan dengan memperhatikan pencegahan dampak kepada tapak.
• Efisiensi Air (Water Efficiency/ WE) membahas praktek untuk menggunakan air secara efisien baik di dalam atau di luar rumah.
• Energi dan Atmosfir (Energy and Atmosphere) membahas efisiensi energi dari segi desain selubung bangunan serta sistem pemanasan dan pendinginan.
• Material dan Sumber Daya (Materials and Resources/ MR) membicarakan efisiensi penggunaan material, pemilihan material ramah lingkungan serta pengurangan limbah pada saat konstruksi.
• Kualitas Udara Dalam Ruangan (Indoor Environmental Quality/ EQ) membicarakan peningkatan kualitas udara dengan mengurangi polusi dan kesempatan paparan dengan polutan. • Kesadaran dan Pendidikan (Awareness &
Education/ AE) membahas pendidikan pemilik, penyewa dan manajer bangunan mengenai operasi dan pemeliharaan dari elemen bangunan ramah lingkungan dari rumah yang bersertifikat LEED.
Untuk mempermudah penerapan konsep “LEED for Homes,” dibuat sebuah metode penilaian untuk menilai berapa hijaunya rumah tinggal kita. Penilaian ini dilakukan pada 8 kategori dan 45 sub-kategori yang mendeskripsikan kualitas spesifik dari rumah tinggal tsb. Selanjutnya poin diberikan dengan patokan sbb:
Tabel 2. Struktur Dasar Sistem Penilaian
Struktur Dasar Sistem Penilaian (Basic Structure of The Rating
System)
Poin (Point)
Praktek yang Baik (Good Practice)
Struktur Dasar Sistem Penilaian (Basic Structure of The Rating
System)
Poin (Point)
Praktek yang Lebih Baik
(Better Practice) 1
Praktek yang Terbaik (Best
Practice) 2
Selanjutnya, setelah penilaian total dihasilkan maka dapat disimpulkan berbagai level sertifikasi “LEED for Homes.” Level ini nantinya akan digunakan sebagai benchmark dalam desain serta memberikan nilai tambah dari properti tersebut.
Tabel 3. Level Sertifikasi “LEED for Homes” Level Sertifikasi LEED for
Homes
(LEED for Homes Certification Levels)
Jumlah Kredit Poin LEED for
Homes yang dibutuhkan
(Number of LEED for Homes points Required)
Certified 45-59
Silver 60-74
Gold 75-89
Platinum 90-135
Poin Total yang mungkin dicapai (Total available points)
136
Kriteria “Home Size Adjustment” diterapkan untuk mengkompensasikan efek dari ukuran rumah dan konsumsi yang disebabkannya. Kredit ini kemudian ditambahkan pada penilaian “LEED for Homes” secara total.
Hal ini didasarkan pada studi yang dilakukan oleh U.S. Census Bureau, American Housing Survey 2005, yang menyatakan bahwa 100% pertambahan ukuran rumah akan berdampak pada peningkatan penggunaan energi 15% sampai 50% per tahun. Selain itu juga. 40%-90% volume material yang diperlukan untuk membangun rumah tersebut juga akan bertambah.
Tabel 4. Penyesuaian Kredit “LEED for Homes” untuk Ukuran Rumah (“Home Size Adjustment Threshold
Adjustment”)
Pertama, Proses Inovasi dan Desain (Innovation and Design Process/ ID) terdiri dari 3 sub-kategori, yaitu sbb:
• Perencanaan Proyek Terintegrasi (Integrated Project Planning);
• Proses Manajemen Durabilitas (Durability Management Process);
• Desain Inovatif atau Bernuansa Lokal Kawasan (Innovative or Regional Design)
Kedua, Lokasi dan Tautan (Location and Linkages/ LL) terdiri dari 6 sub-kategori yaitu sbb: • LEED untuk Pembangunan Lingkungan
Perumahan (LEED for Neighbourhood Development/ LEED ND);
• Pemilihan Tapak (Site Selection);
• Lokasi yang Diinginkan (Preferred Locations); • Infrastruktur (Infrastructure);
• Fasilitas Komunitas/ Fasilitas Sosial (Community Resources);
• Akses terhadap Ruang Terbuka (Access to Open Space).
Selanjutnya, Pengelolaan Tapak yang Berkelanjutan (Sustainable Sites/ SS) mencakup 6 sub-kategori sbb:
• Penjagaan Kualitas Tapak (Site Stewardship); • Penataan Lansekap (Landscaping);
• Efek Heat Island Lokal (Local Heat Island Effects);
• Manajemen Air Permukaan (Surface Water Management);
• Pencegahan Hama yang Tidak Beracun (Nontoxic Pest Control);
• Pembangunan Kompak (Compact Development).
• Penggunaan Air Kembali (Water Reuse); • Sistem Irigasi (Irrigation Systems);
• Penggunaan Air di dalam Rumah (Indoor Water Use).
Kelima, Energi dan Atmosfir (Energy and Atmosphere) mencakup 11 sub-kategori pendukung sbb:
• Optimasi Performa Energi (Optimize Energy Performance);
• Insulasi (Insulation);
• Infiltrasi Udara (Air Infiltration); • Jendela (Windows);
• Sistem Distribusi Pemanasan dan Pendinginan (Heating and Cooling Distribution System); • Alat Pemanas dan Pendingin Ruangan (Space
Heating and Cooling Equipment); • Pemanas Air (Water Heating); • Pencahayaan (Lighting);
• Aplikasi Rumah Tangga (Appliances); • Energi Terbarukan (Renewable Energy);
• Manajemen Refrigeran untuk Rumah (Residential Refrigerant Management).
Keenam, Material dan Sumber Daya (Materials and Resources/ MR) dijelaskan lebih detail dalam 3 sub-kategori sbb:
• Penggunaan Material dengan Efisien (Material-Efficient Framing);
• Produk yang Lebih Ramah Lingkungan (Environmentally Preferable Products);
• Manajemen Sampah Konstruksi (Waste Management).
Ketujuh, Kualitas Udara Dalam Ruangan (Indoor Environmental Quality/ EQ) mencakup 10 sub-kategori sbb:
• ENERGY STAR untuk bagian Indoor(ENERGY STAR with Indoor Air Package);
• Pembuangan Hasil Pembakaran (Combustion Venting);
• Kontrol Kelembaban Udara (Moisture Control); • Ventilasi Udara Luar (Outdoor Air Ventilation); • Cerobong Asap (Local Exhaust);
• Distribusi Pemanasan dan Pendinginan Ruangan (Distribution of Space Heating and Cooling); • Filtrasi Udara(Air Filtering);
• Kontrol Kontaminan (Contaminant Control); • Proteksi terhadap Radon (Radon Protection); • Proteksi Polusi dari Garasi (Garage Pollutant
Protection).
Terakhir, Kesadaran dan Pendidikan (Awareness & Education/ AE) juga diterapkan mencakup 2 sub-kategori sbb:
• Edukasi Pemilik Rumah dan Penyewa (Education of Homeowner or Tenant);
• Edukasi Manajer Bangunan (Education of Building Manager)
Perlu kami sampaikan beberapa keuntungan dari mengikuti standar Leed for Homes yang disampaikan oleh USGBC di antaranya:
1. Bagi Pemilik Rumah
• lingkungan dalam rumah yang lebih sehat, • kenyamanan yang lebih baik,
• durabilitas yang lebih tinggi, • 30-60% efisiensi energi, • lebih ramah lingkungan,
2. Bagi Pembangun (Kontraktor atau Developer) • pengurangan biaya karena keluhan, • peningkatan kepuasan konsumen, • peningkatan jumlah referensi • peningkatan harga jual, • peningkatan jumlah penjualan
Untuk mendapatkan sertifikat “LEED for Homes” diperlukan 18 “prerequisites point” yang harus dipenuhi tanpa syarat yaitu sbb:
Tabel 5. Persyaratan dan Minimum Poin yang Dibutuhkan (Prerequisites and Minimum Point Requirements)
Selanjutnya kami akan menjelaskan masing – masing kategori dan bagaimana caranya melihat efektifitas LEED for Homes.
Proses Inovasi dan Desain (Innovation and Design Process/ ID)
Gambar 5. Langkah – Langkah dalam Melakukan Proses Innovasi dan Desain (Pathway through ID Category)
• Memaksimalkan kesempatan untuk adopsi strategi “Green Design and Construction” secara terintegrasi dan efektif secara ekonomis. • Mempromosikan ketahanan dalam segi waktu
dan kemampuan yang tinggi dari selubung bangunan serta komponen - komponennya dengan desain yang baik, pemilihan material dan konstruksi yang baik.
• Meminimalisasi dampak lingkunan dari rumah dengan tambahan green design and construction yang dapat dilakukan dan menunjukkan keuntungan yang melebihi sistem LEED for Homes.
Lokasi dan Tautan (Location and Linkages/ LL) Terdapat pilihan dalam menerapkan kriteria ini
seperti diagram sbb:
Gambar 6. Langkah – Langkah dalam Melakukan Strategi Lokasi dan Tautan (Pathway through LL Category)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan dari strategi Lokasi dan Tautan ini adalah:
• Meminimalisasi dampak dari pembangunan dengan mengikuti standar LEED for Neighbourhood Development.
• Menghindari pembangunan kawasan yang sensitif secara lingkungan hidup.
• Mendorong rumah LEED dibangun dekat atau berada di dalam komunitas yang telah ada. • Mendorong rumah LEED dilayani oleh atau
berdekatan dengan infastruktur yang telah dibangun (misalnya saluran air kotor dan air bersih).
• Mendorong rumah LEED dibangun dengan mempertimbangkan akses pejalan kaki, pengguna sepeda, akses kendaraan umum (public transit) sehingga meminimalisasi ketergantungan terhadap kendaraan mobil pribadi dan dampak yang terkait.
• Menyediakan ruang terbuka yang dapat digunakan untuk berjalan, beraktifitas fisik dan menghabiskan waktu di luar rumah.
Pengelolaan Tapak yang Berkelanjutan (Sustainable Sites/ SS) – Minimum 5 Poin harus tercapai dalam kategori ini.
Gambar 7. Langkah – Langkah dalam Melakukan Strategi Pengelolaan Tapak yang Berkelanjutan (Pathway through
SS Category)
Tujuan dari Strategi Pengelolaan Tapak yang Berkelanjutan ini ialah untuk:
• Meminimalisasi dampak jangka panjang pada tapak rumah yang ditimbulkan oleh proses konstruksi.
• Menyiapkan desain lansekap untuk mencegah penanaman spesies invasif (invasive species) dan meminimalkan kebutuhan pengairan dan pemupukan kimia.
• Mendesain elemen lansekap untuk mengurangi efek heat island lokal.
• Mendesain tapak agar mengurangi erosi dan limpasan permukaan (runoff) dari tapak rumah • Mendesain rumah untuk mengurangi kebutuhan
untuk kontrol hama seperti serangga, pengerat, dll.
Efisiensi Air (Water Efficiency/ WE) – Minimum 3 Poin harus tercapai.
Gambar 8. Langkah – Langkah dalam Melakukan Strategi Efisiensi Air (Pathway through WE Category)
Tujuan utama dari Strategi Efisiensi Air ini ialah sbb: • Mempromosikan penggunaan air daur ulang yang diproses oleh Pemerintah Kota (municipal recycled water) dan mengimbangi penggunaan air tadi dengan mengumpulkan dan mengontrol penggunaan air hujan dan/ atau air limbah cucian (graywater).
• Meminimalisasi kebutuhan air outdoor dengan irigasi yang efisien.
• Mengurangi kebutuhan air indoor dengan penggunaan fitur – fitur rumah yang efisien untuk air (water-efficient fixtures and fittings).
Energi dan Atmosfir (Energy and Atmosphere)
Gambar 9. Langkah – Langkah dalam Melakukan Strategi Energi dan Atmosfir (Pathway through EA Category)
Tujuan utama dari Strategi Energi dan Atmosfir ini ialah sbb:
• Meningkatkan performa energi secara keseluruhan dari rumah tersebut dengan mencapai atau melebihi rumah yang berstandar ENERGY STAR.
• Mendesain dan memasang insulasi yang dapat mengurangi transfer panas dan konduksi (heat transfer and thermal bridging).
• Mengurangi konsumsi energi karena kebocoran udara (dari luar maupun ke luar) ruangan yang dikondisikan (pemanasan atau pendinginan) • Memaksimalkan performa energi dari jendela
(bukaan langit yang cukup dan berstandar ENERGY STAR – untuk Amerika).
• Minimalisasi konsumsi energi dengan mengurangi konduksi dan/ atau kebocoran pada sistem distribusi pemanasan atau pendinginan. • Mengurangi konsumsi energi yang berkaitan
dengan system pemanasan dan pendinginan. • Mengurangi konsumsi energi yang berkaitan
dengan sistem air panas untuk rumah tangga, termasuk meningkatkan efisiensi sistem air panas dan letak fitur dalam rumah.
• Mengurangi konsumsi energi dengan pencahayaan interior dan eksterior.
• Mengurangi konsumsi energi dari aplikasi rumah tangga.
• Mengurangi konsumsi dari sumber energi yang tidak terbarukan (nonrenewable energy resources) dengan instalasi dan operasi system pembangkit energi yang berkelanjutan (renewable energy generation systems).
Material dan Sumber Daya (Materials and Resources/ MR) – Minimum 2 Poin harus dicapai.
Gambar 10. Langkah – Langkah dalam Melakukan Strategi Material dan Sumber Daya (Pathway through MR
Category)
Tujuan Strategi Material dan Sumber Daya adalah sbb:
• Menggunakan material bangunan dengan efisien. • Meningkatkan kebutuhan untuk produk yang ramah lingkungan serta produk yang dihasilkan (diekstraksi, diproses dan diproduksi) di kawasan yang sama.
• Mengurangi produksi limbah bangunan lebih rendah dari standar industri yang ada.
Kualitas Udara Dalam Ruangan (Indoor Environmental Quality/ EQ) – Minimal 6 Poin harus dicapai.
Gambar 11. Langkah – Langkah dalam Melakukan Strategi Kualitas Udara Dalam Ruangan (Pathway
through EQ Category)
Selanjutnya, tujuan Strategi Kualitas Udara dalam Ruangan dapat dijelaskan sbb:
• Meningkatkan kualitas udara dalam ruangan secara keseluruhan di dalam rumah dengan instalasi alat penjaga kualitas udara.
• Minimalisasi kebocoran gas hasil pembakaran ke dalam ruangan yang dipakai.
• Mengendalikan kelembaban udara dengan peningkatan kenyamanan, reduksi penyebab jamur dan meningkatkan durabilitas rumah. • Mengurangi ekspos polusi dari dalam ruangan
kepada pengguna rumah dengan membuang air dengan ventilasi ke luar rumah.
• Mengurangi kelembaban dan ekspos terhadap polusi udara dalam ruangan di kamar mandi dan dapur.
• Menyediakan distribusi dari pemanasan dan pendinginan udara yang baik di rumah untuk meningkatkan kenyaman termal dan performa energi.
• Mengurangi partikel polutan dari sistem suplai udara.
• Mengurangi ekspos bibit penyakit yang disebarkan oleh udara kepada pengguna dan pekerja bangunan dari kontrol dan penbuangan sumbernya.
• Mengurangi ekspos dari pengguna rumah terhadap gas radon atau gas lainnya yang berbahaya.
• Melindungi pengguna dari polutan berasal dari garasi.
Kesadaran dan Pendidikan (Awareness & Education/ AE).
Gambar 12. Langkah – Langkah dalam Melakukan Strategi Kesadaran dan Pendidikan (Pathway through AE
Category)
Tujuan dari Strategi Kesadaran dan Peningkatan ini ialah:
• Meningkatkan performa dari rumah tinggal dengan mendidik pengguna rumah (pemilik atau penyewa) tentang operasi dan pemeliharaan fitur – fitur dan peralatan rumah berstandar LEED. • Meningkatkan performa dari rumah tinggal
operasi dan pemeliharaan fitur – fitur dan peralatan rumah berstandar LEED.
Mengenai detail langkah implementasi LEED for Homes, kami sarankan untuk mengakses website US Green Building Council dan mengunduh panduan LEED for Homes ini.
Secara singkat, dapat disimpulkan bahwa LEED for Homes telah disiapkan secara komprehensif dengan menerapkan berbagai strategi untuk mengurangi dampak dari bangunan dari awal proses konstruksi, penggunaan dan paska huni. Untuk menerapkan hal ini diperlukan data – data sekunder yang cukup komprehensif serta kemampuan multi-disiplin profesional tim proyek.
Tetapi di sisi lain, LEED for Homes ini sangat diperlukan sehingga diperlukan langkah – langkah adaptasi terhadap strategi di atas untuk memudahkan implementasinya. Dan hal ini yang seharusnya dilakukan bersama oleh Pemerintah (melalui Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Cipta Karya), Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), Green Building Council Indonesia (GBCI), Universitas – Universitas, Komunitas dan Asosiasi Profesi lainnya dengan sosialisasi, pendidikan serta adopsi LEED for Homes.
Dengan hal ini, kami yakin bahwa ada peluang LEED for Homes atau standar Green Building lainnya dapat diadaptasikan untuk kondisi Indonesia.
Di sisi lain kami menemukan bahwa tidak seluruh strategi LEED for Homes telah diterapkan untuk perumahan – perumahan yang mengadopsi tema “Green Homes.”
Sebagai contoh pada kawasan Cibubur, Depok, kami melihat berkembangnya kawasan CitraGran. Kawasan ini terletak di atas lahan berkontur dan dilengkapi beberapa fasilitas publik dan komersil. Selain itu CitraGran dibangun dengan sistem cluster. Dan lebih dari 17 cluster telah tersedia. xv
Kawasan ini dibangun oleh pengembang Grup Ciputra yang dikenal dengan komitmennya dalam membangun kawasan hunian berkelas yang berwawasan lingkungan. Terutama karena perumahan ini juga menawarkan panorama danau (lake view) dan sungai (river view).
Saat ini total penghuni telah mencapai kurang lebih 400 KK. Dan adapula rumah telah dihuni oleh orang asing yang memang mencari sesuatu yang unik dan asri di Citra Gran.
Aksesibilitas menuju CitraGran sejak keluar pintu tol Cibubur sedang diperlebar dari 2 jalur menjadi 3 jalur oleh Pemda. Selain itu, CitraGran juga sudah
memiliki feeder busway yang melayani rute CitraGran menuju Semanggi sampai Grogol (kawasan pusat kota di Jakarta) dengan standar bus eksekutif.
Di areal perumahan Citra Gran yang luasnya mencapai 300 hektare ini beragam fasilitas dapat dimanfaatkan oleh penghuni. Tersedia Klub Keluarga atau Family Park yang menampung beragam fasilitas berukuran olimpik, umpamanya lapangan sepakbola pantai, basket, kolam renang, jogging track, dll.
Selain itu tercatat beberapa fasilitas seperti: • Bangunan Ibadah: Mesjid dan Gereja
• Sekolah; Sekolah Tiara Bangsa, Bunda Hati Kudus, SLTP Kristen Ketapang III dan Sekolah Global Mandiri.
• Mall dan Sentra Niaga • Restoran
• Fitness Centre
• Spa
• Kolam Renang • Tennis Court
Berikut ini ialah master plan kawasan dan contoh desain rumah - rumah CitraGran sebagai tambahan ilustrasi.
Gambar 13. Lokasi CitraGran, Cibubur
Gambar 14. Master Plan CitraGran, Cibubur
Gambar 16. Contoh Konsep Rumah CitraGran, Cibubur
Gambar 17. Contoh Konsep Rumah CitraGran, Cibubur
Dengan harga bervariasi berkisar Rp 250 Juta+PPn, maka memang rumah di CitraGran dapat disebut terjangkau dan ini menunjang keberlanjutan dalam segi ekonomi.
Kami mengakui bahwa beberapa aspek dari LEED for Homes sudah diterapkan di antaranya Lokasi dan Tautan yang berkaitan dengan penyediaan fasilitas komunitas. Selain itu dengan desain minimalis modern dan penghijauan, maka keberlanjutan rumah di CitraGran akan lebih baik, karena mereduksi penggunaan material bangunan dan mereduksi efek “local heat island.”
Tetapi beberapa hal yang belum disampaikan dalam website dan diduga belum diterapkan di antaranya ialah:
• Strategi Lokasi dan Tautan mungkin belum dilakukan karena fasilitas yang ada tidak berada
dalam radius 400 m dari rumah (diduga karena karena gambar master plan tidak berskala) dan transportasi umum belum terintegrasi sepenuhnya.
• Strategi Pengelolaan Tapak yang Berkelanjutan mungkin belum diterapkan (terlihat dari sempadan danau di Lakewood Cluster yang mungkin begitu dekat walau gambar memang tidak berskala)
• Strategi Efisiensi Air, Kualitas Udara dalam Ruangan dan Kesadaran dan Pendidikan yang mungkin juga belum dilakukan (diduga karena tidak disampaikan dalam website).
Sehingga dapat disampaikan bahwa konsep “Green Homes” belum diterapkan di CitraGran secara khusus dan Indonesia secara umum. Hal ini disebabkan karena kesalahan persepsi dari pengembang tentang “Sustainable Homes” dan orientasi pengembang kepada keuntungan finansial.
Sebagai saran perbaikan, kami mengusulkan para Pengembang untuk memperhatikan LEED for Homes agar dapat memperbaiki dampak lingkungan yang ada dan menciptakan perumahan yang berkelanjutan.
KESIMPULAN
Konsep “Sustainable Architecture” atau
“Sustainable Homes”seharusnya dapat menjawab
tantangan masalah lingkungan seperti pemanasan global. Di sisi lain pemenuhan kebutuhan rumah yang terjangkau juga perlu menjadi perhatian Pemerintah dan Pengembang secara serius.
Karena itu diperlukan solusi “Low Cost, Low
Tech, Low Negative Impact Development” dalam
penerapan konsep Rumah yang Berkelanjutan. Hal ini disebabkan karena masalah ekonomi juga menjadi pertimbangan utama di Negara Berkembang seperti Indonesia. Sehingga konsep “Sustainable
Architecture” yang ada juga perlu disempurnakan
dan diadaptasikan dengan kondisi Indonesia.
Terakhir, persepsi Para Arsitek, Masyarakat, Para Pengembang serta Pemerintah tentang “Sustainable
Architecture” perlu disempurnakan dengan
sosialisasi konsep “Sustainable Architecture” seperti
“LEED for Homes.”
UCAPAN TERIMAKASIH
Kami mengucapkan terimakasih kepada pihak – pihak yang telah memberikan bahan – bahan untuk penulisan paper ini.
• Jurusan Arsitektur
o AgusDwiHariyanto, ST., M.Sc. Ketua
o Ir. Joyce M. Laurens, M.Arch., Dosen
Jurusan Arsitektur
• Dr. Ir. I.F. Poernomosidhi Poerwo, M.Sc, MCIT. MIHT., Staf Ahli dan Mantan Direktur, Direktorat Tata Ruang Wilayah II, Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum.
• Ir. Dodo Juliman, Program Manager UN-HABITAT Indonesia.
• Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Kebijakan (SAPPK) Institut Teknologi Bandung.
o Dr. Ir. Woerjantari Soedarsono M.T.,
Wakil Dekan SAPPK, ITB.
o Dr. Ir. Bambang Panudju MPhil.,
Mantan Pengajar Departemen Arsitektur, SAPPK, ITB.
o Ir. Tjuk Kuswartojo, Mantan Pengajar
Departemen Arsitektur, SAPPK, ITB.
o Ir. Eko Purwono MSAS., Departemen
Arsitektur, SAPPK, ITB.
o Dr. Ir. Rini Raksadjaya MSA.,
Departemen Arsitektur, SAPPK, ITB.
o Dr. Ir. Suryamanto MT., Departemen
Arsitektur, SAPPK, ITB.
o Dr. Ir. Budi Faisal, MLA, MAUD.,
Departemen Arsitektur, SAPPK, ITB.
o Dr. Ing. (Cand.) Andry Widyowijatnoko,
ST., MT., Departemen Arsitektur, SAPPK, ITB.
o Mohammad Jehansyah Siregar, ST. MT.
Ph.D., Departemen Arsitektur, SAPPK, ITB.
• Ir. Joyce Martha Widjaya MSc. Peneliti Senior PUSEBRANMAS, Departemen Pekerjaan Umum.
• Mustakim ST. Arsitek dan Pemerhati Teknologi Bambu.
• Dr. (Cand) Robby Yussac Tallar, MT. Dipl-IWRM. Staf Pengajar UK Maranatha.
DAFTAR PUSTAKA
Akmal, Imelda. Indonesian Architecture Now. Borneo 2005.
Ariadina,A.,(2009). Rumah Orang Beken, Rancangan Ir. Eko Prawoto M.Arch,IAI., Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Budihardjo, E. (1997). Arsitek dan Arsitektur Indonesia. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Budihardjo, E. (1997). Jati Diri Arsitektur Indonesia. Penerbit, Alumni Bandung.
Doerr Architecture, Definition of Sustainability and the Impacts of Buildings sumber:
http://www.doerr.org/services/sustainability.html
Dublin Institute of Technology, "Sustainable Architecture and Simulation Modelling", sumber:
http://www.cebe.heacademy.ac.uk/learning/habitat/H ABITAT4/beattie.html#_Toc397853444
Frick, H., Suskiyatno, B., (1998). Dasar – Dasar Eko-Arsitektur, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Goldblum, C., (1998). Enjeux critiques des capitales de l'Asie du Sud-Est: Jakarta face aux aleas de la Metropolisation, Revue Herodote, No. 88 (Indonesie), 1er trimestre 1998, pp. 76-90.
Goldblum, C., Wong, T-C., (2000). Growth, crisis and spatial change: a study of haphazard urbanisation in Jakarta, Indonesia, in Land Use Policy No. 17, 2000, pp.29-37
Herlambang, A.S.(Ed.), dkk., (2004). Majalah Idea, Jakarta, PT Samindra Utama
http://as.wiley.com/WileyCDA/WileyTitle/productC d-0470049847,descCd-authorInfo.html
http://citragrancibubur.wordpress.com/
http://en.wikipedia.org/wiki/Sustainable_architecture
http://environment.yale.edu/topics/ecology_ecosyste ms_and_biodiversity/962
http://greenhomeguide.com/askapro/topic/12
http://metrotvnews.com/blog/imam/2008/05/21/reale stat-go-green-sentul-city-citra-gran/#more-179
http://rumahmadu.multiply.com/journal/item/6
http://www.bca.gov.sg/GreenMark/green_mark_buil dings.html
http://www.indonesianlandscapearchitect.com/News %2027juni.html
http://www.nyc.gov/html/ddc/html/design/sustainabl e_home.shtml
http://www.sappk.itb.ac.id/index.php?option=com_c ontent&task=view&id=245
http://www.sdnpbd.org/sdi/international_days/wed/2 005/document/green%20neighborhoods%20-%20planning%20and%20design%20guidelines.pdf
http://www.uia-architectes.org/image/PDF/COP15/COP15_Declarati on_EN.pdf
http://www.uia-architectes.org/texte/england/Menu-7/3-bibliotheque.html
http://www.ura.gov.sg/conceptplan2001/
http://www.urbane.co.id/
http://www.usgbc.org/
Kuswartojo T dkk., (2005). Perumahan dan Permukiman Indonesia, Penerbit ITB, Bandung
Mangunwijaya,Y.B., Prawoto,E.A. (1999), Tektonika Arsitektur, Penerbit Cemeti Art House, Yogyakarta
Rahmanto, B., (2001), Y.B. Mangunwijaya : Karya dan Dunianya, Penerbit Grasindo.
Tardiyana, A., Antar, Y. (2002). The Long Towards Recognation. Penerbit Gramedia, Jakarta.
WCED, (1987). Our Common Future: Report of the World Commission on Environment and
Development, Chapter 2, Towards Sustainable Development, sumber: www.un-documents.net
www.iai.or.id
www.iai-jakarta.com
i
Kuswartojo T dkk., (2005). Perumahan dan Permukiman Indonesia, Penerbit ITB, Bandung
ii Goldblum, C., Wong, T-C., (2000). Growth, crisis and spatial change: a study of haphazard urbanisation in Jakarta, Indonesia, in Land Use Policy No. 17, 2000, pp.29-37
Goldblum, C., (1998). Enjeux critiques des capitales de l'Asie du Sud-Est: Jakarta face aux aleas de la Metropolisation, Revue Herodote, No. 88 (Indonesie), 1er trimestre 1998, pp. 76-90.
iii Mangunwijaya,Y.B., (1998) Wastu Citra, Buku Arsitektur.
Mangunwijaya,Y.B., Prawoto,E.A. (1999), Tektonika Arsitektur, Penerbit Cemeti Art House, Yogyakarta Rahmanto, B., (2001), Y.B. Mangunwijaya : Karya dan Dunianya, Penerbit Grasindo.
Frick, H., Suskiyatno, B., (1998). Dasar – Dasar Eko-Arsitektur, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Ariadina,A.,(2009). Rumah Orang Beken, Rancangan Ir. Eko Prawoto M.Arch,IAI., Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Budihardjo, E. (1997). Arsitek dan Arsitektur Indonesia. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Budihardjo, E. (1997). Jati Diri Arsitektur Indonesia. Penerbit, Alumni Bandung. http://www.indonesianlandscapearchitect.com/News%2027juni.html
http://www.sappk.itb.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=245 http://www.urbane.co.id/
iv
Herlambang, A.S.(Ed.), dkk., (2004). Majalah Idea, Jakarta, PT Samindra Utama Akmal, Imelda. Indonesian Architecture Now. Borneo 2005.
Tardiyana, A., Antar, Y. (2002). The Long Towards Recognation. Penerbit Gramedia, Jakarta. www.kompas.com
www.iai.or.id www.iai-jakarta.com
http://rumahmadu.multiply.com/journal/item/6 v
http://en.wikipedia.org/wiki/Sustainable_architecture vi
WCED, (1987). Our Common Future: Report of the World Commission on Environment and Development, Chapter 2, Towards Sustainable Development, sumber: www.un-documents.net
vii http://en.wikipedia.org/wiki/Sustainable_architecture
Doerr Architecture, Definition of Sustainability and the Impacts of Buildings sumber:
http://www.doerr.org/services/sustainability.html
Dublin Institute of Technology, "Sustainable Architecture and Simulation Modelling", sumber:
http://www.cebe.heacademy.ac.uk/learning/habitat/HABITAT4/beattie.html#_Toc397853444 viii
http://www.uia-architectes.org/texte/england/Menu-7/3-bibliotheque.html ix
http://www.uia-architectes.org/image/PDF/COP15/COP15_Declaration_EN.pdf x
Ibid. http://www.uia-architectes.org/image/PDF/COP15/COP15_Declaration_EN.pdf
xi http://www.ura.gov.sg/conceptplan2001/ xii
Ibid. http://www.ura.gov.sg/conceptplan2001/
xiii
http://www.usgbc.org/
http://greenhomeguide.com/askapro/topic/12
http://www.bca.gov.sg/GreenMark/green_mark_buildings.html http://www.nyc.gov/html/ddc/html/design/sustainable_home.shtml
http://environment.yale.edu/topics/ecology_ecosystems_and_biodiversity/962
http://as.wiley.com/WileyCDA/WileyTitle/productCd-0470049847,descCd-authorInfo.html http://www.sdnpbd.org/sdi/international_days/wed/2005/document/green%20neighborhoods%20-%20planning%20and%20design%20guidelines.pdf
xiv
http://www.usgbc.org/
http://greenhomeguide.com/askapro/topic/12 xv