• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Limbah Cair Fermentasi Tempe sebagai Bahan Penggumpal Lateks untuk Memproduksi SIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Limbah Cair Fermentasi Tempe sebagai Bahan Penggumpal Lateks untuk Memproduksi SIR"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara umum yang dipakai sebagai penggumpal lateks adalah bahan yang mampu menetralkan muatan negatif dari lateks dan yang mampu mengikat air dari fasa karet. Zat-zat seperti asam, alkohol, dan elektrolit yang mengandung ion logam

dapat digunakan untuk menggumpalkan lateks (Dalimunthe, 1983).

Pembekuan atau koagulasi bertujuan untuk mempersatukan

(merapatkan) butir - butir karet yang terdapat dalam cairan lateks, supaya menjadi suatu gumpalan atau koagulum. Untuk membuat koagulum ini, lateks perlu

dibubuhi bahan pembeku (koagulan) seperti asam formiat atau asam asetat. Lateks segar yang diperoleh dari hasil sadapan mempunyai pH 6,5. Agar dapat terjadi penggumpalan atau koagulasi, pH yang mendekati netral tersebut harus diturunkan sampai pH 4,7 (Setyamidjaja, 1993).

Selama ini bahan penggumpal lateks kebun yang baik dan dianjurkan adalah asam formiat atau asam asetat, akan tetapi karena kedua jenis asam tersebut harganya mahal sehingga sulit bagi petani karet untuk membelinya (Deboer, 1952).

(2)

Limbah industri tempe dapat menimbulkan pencemaran yang cukup berat karena mengandung polutan organik yang cukup tinggi. Dari beberapa hasil penelitian, konsentrasi COD (Chemical Oxygen Demand) di dalam air limbah industri tahu-tempe cukup tinggi yakni berkisar antara 7.000 - 10.000 ppm, serta mempunyai keasaman yang rendah yakni pH 4 - 5. Dengan kondisi seperti tersebut di atas, air limbah industri tempe merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang sangat potersial.

Hasil analisa kandungan limbah cair tempe pada rendaman kedelai pada suhu 32oC yang memiliki pH 4,16 mengandung BOD (Biological Oxygen Demand) sebesar 31.380,87 dan mengandung COD (Chemical Oxygen Demand) sebesar 35.398,87. Terdapat senyawa kimia berupa asam nitrat sebesar 14,08 dan amonia bebas sebesar 26,7 (Erry Wiryani).

Penelitian mengenai jenis asam yang digunakan sebagai penggumpal lateks telah banyak dilakukan diantaranya :

Rudi Munzirwan (2004) telah melakukan penelitian menggunakan asam asetat dan asam formiat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asam formiat lebih baik digunakan sebagai penggumpal lateks karena menghasilkan nilai Plastisitas Awal, Plastisitas Retensi Index, Viskositas Mooney dan Kadar Abu yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam asetat.

Khairana Safitri (2009) telah melakukan penelitian mengenai pemanfaatan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) sebagai penggumpal lateks kebun pH 4.7 yang membentuk koagulum. Sebagai kontrol digunakan asam formiat sebagai penggumpal lateks. Dari hasil penilitian menunjukkan variasi konsentrasi ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) 20:100 (v/v karet) memilki nilai Plastisitas Awal (Po) 39.33; Plastisitas Retensi Index (PRI) 50% ; Viskositas Mooney (VM) 65.5 dan Kadar Abu 0.16% serta sifat fisika yang dihasikan menurut Standar Indonesia Rubber SIR-20-1990.

(3)

menggunakan jar test. Pemanfaatan biji kelor yang selama ini hanya sebagai limbah yang jarang digunakan perlu dikembangkan lebih lanjut untuk pengolahan limbah cair yang lebih ekonomis dan ramah lingkungan. Variabel penelitian adalah dosis serbuk biji kelor (2000, 3000, 4000, 5000 dan 6000 mg/liter) limbah cair industri tahu, waktu pengendapan (50, 60 dan 70 menit) dengan ukuran partikel 50 mesh dan pH yang digunakan adalah pH limbah cair industri tahu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada rentang pengamatan yang dilakukan, dosis biji kelor sebagai koagulan yang optimum adalah 3000 mg/literlimbah cair industri tahu, dimana waktu pengendapan 50 menit mampu menyisihkan turbiditas sebesar 89,42 %, TSS sebesar 98,73% dan COD sebesar 69,58%.

Rizka Hardiyanty (2013) telah melakukan penelitian mengenai pemanfaatan sari mengkudu sebagai penggumpal lateks. Kandungan asam yang terdapat dalam buah mengkudu dan dengan pH yang berkisar dari 3,6 - 4,3 apabila dicampurkan dengan lateks maka akan membentuk koagulan. Sari buah mengkudu yang digunakan adalah sari buah mengkudu matang dan sari buah mengkudu peram. Berdasarkan hasil pengamatan, volume koagulan optimum adalah 10 ml. Baik untuk sari mengkudu matang maupun sari mengkudu dengan pemeraman. Waktu kontak penggumpalan optimum untuk sari mengkudu matang

adalah 36 jam sedangkan untuk sari mengkudu dengan pemeraman 24 jam. Dan temperatur sari mengkudu optimum adalah 30oC, baik untuk sari mengkudu

matang maupun dengan pemeraman.

(4)

antara 20-30 derajat. Dengan nilai kadar kering karet yang didapat pada variable optimal tersebut ialah lebih dari 28 % yang menunjukkan bahwa hasil koagulasi karet yang didapat memiliki mutu yang baik.

Selpiana (2015) telah melakukan penelitian mengenai pemanfaatan sari buah ceremai ( Phyllanthus Acidus) sebagai alternatif koagulan lateks.Sari buah ceremai (Phyllanthus Acidus) mengandung asam askorbat, salah satu jenis asam karboksilat yang dapat menyebabkan koagulasi koloid karet. Perbedaan bahan senyawa yang digunakan sebagai koagulan lateks dapat mempengaruhi dosis penggunaan koagulan, waktu koagulasi dan kualitas karet hasil proses koagulasi.Berdasarkan hasil penelitian koagulasi lateks, hasil optimum diperoleh pada penggunaan sari buah ceremai (Phyllanthus acidus) adalah dengan rasio volume 10% dan waktu kontak 24 jam. Persentase kadar karet kering diuji dengan SNI 06-2047-2002 bernilai 55.47%, telah memenuhistandar SNI KKK minimal

28% untuk lateks kebun mutu I. Peningkatan nilai persentase kadar karet kering dipengaruhi oleh konsentrasi asam, pH koagulan dan waktu kontak koagulasi.

Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk memanfaatkan limbah yang berasal dari tempe untuk bahan koagulan lateks kebun, yang akhirnya dapat digunakan oleh petani sebagai bahan pengganti asam formiat yang pada saat ini masih digunakan oleh petani.

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah kandungan asam nitrat pada limbah cair fermentasi tempe dapat digunakan sebagai penggumpal lateks.

(5)

3. Apakah limbah cair fermentasi tempe yang digunakan sebagai penggumpal lateks dengan penambahan amonia menghasilkan mutu karet yang memenuhi Standar Indonesia Rubber (SIR – 20 ).

1.3 Pembatasan Masalah

Penelitian ini hanya dibatasi pada :

1. Bahan penggumpal yang digunakan adalah limbah cair tempe. 2. Lateks yang digunakan berasal dari STIPAP, Sumatera Utara.

3. Koagulum hasil penggumpalan digiling dengan creper sebanyak enam kali, kemudian dikeringkan.

4. Karet kering yang dihasilkan digiling dengan blending mill sebanyak tiga kali.

5. Parameter pengujian mutu yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Plastisitas Awal (Po), Plastisitas Retensi Indeks (PRI), Viskositas Mooney, Kadar Karet Kering (KKK), Kadar Abu dan Kadar Kotoran.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, maka penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui pengaruh asam nitrat dalam limbah cair fermentasi tempe sebagai penggumpal lateks.

2. Untuk mengetahui mutu SIR (Standar Indonesia Rubber) dari lateks yang digumpalkan dengan limbah cair tempe dan dibandingkan dengan asam formiat sebagai penggumpal lateks tanpa penambahan amonia.

(6)

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yaitu penggunaan limbah cair tempe sebagai penggumpal lateks sehingga dapat memproduksi karet SIR 20 dan dapat menghasilkan mutu karet yang lebih baik yang dapat digunakan dalam industri lateks.

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah eksperimental laboratorium dengan menggunakan lateks yang diperoleh dari STIPAP, Sumatera Utara sebagai populasi yang bersifat homogen yang kemudian lateks akan digumpalkan melalui penambahan limbah cair tempe dengan pengambilan sampel secara acak.

Adapun tahapan – tahapan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tahap I : Pengambilan limbah cair tempe

Diambil limbah cair tempe, dimasukkan ke dalam wadah dan disaring kemudian dimasukkan filtrat ke dalam beaker glass.

Tahap II : Pengambilan lateks kebun

Diambil lateks kebun, disaring lateks dengan ukuran 40 mesh dan dihomogenkan.

Tahap III : Pengambilan Asam Formiat sebagai kontrol

Diukur Asam Formiat 67 % sebanyak 80 ml, diukur sebanyak 40 ml sebagai kontrol penggumpal tanpa amonia, diukur sebanyak 40 ml sebagai kontrol penggumpal dengan amonia.

Tahap IV : Pembuatan Amonia 2,5 % sebagai anti koagulan

(7)

Tahap V : Penggunaan limbah cair fermentasi tempe sebagai penggumpal lateks Dimasukkan 100 mL lateks dan limbah cair fermentasi tempe ke dalam wadah penggumpal dengan masing – masing volume 20 mL; 40 mL dan 60 mL. Lalu

masing – masing campuran divariasikan suhu dengan perbandingan suhu 30C ;

35C dan 40C. Didiamkan selama 1 malam, koagulum yang dihasilkan dengan

alat creper, dikeringkan selama 7 hari, digiling dengan lab mill dan diuji mutu karetnya.

Adapun variabel – variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel bebas : Volume limbah cair tempe yaitu 20 mL, 40 mL dan 60mL. 2. Variabel terikat: Plastisitas awal (Po), Plastisitas Retensi Index (PRI), Kadar

Karet Kering (KKK), viskositas mooney, kadar abu dan kadar kotoran.

3. Variabel tetap : jenis penggumpal yaitu limbah cair tempe, pH penggumpal yaitu 4,7.

1.7 Lokasi Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diolah secara statistik, secara umum dapat dikatakan bahwa pemberian asap cair sebagai koagulan lateks dengan konsentrasi yang berbeda

Koagulasi dilakukan dengan penambahan ion yang memiliki muatan yang berlawanan dengan partikel koloid.Dalam koagulasi, sebuah koagulan (umumnya bermuatan

Koagulasi dilakukan dengan penambahan ion yang memiliki muatan yang berlawanan dengan partikel koloid.Dalam koagulasi, sebuah koagulan (umumnya bermuatan

Namun koagulan terbaik dalam meningkatkan kualitas bahan olah karet adalah koagulan asam formiat, meskipun menunjukan hasil yang berbeda dengan koagulan asam

Untuk kondisi optimum peggunaan koagulan berupa sri mengkudu yakni berada pada volume 10 ml, waktu kontak penggumpalan untuk sari mengkudu tanpa pemeraman adalah 36 jam

Untuk kondisi optimum peggunaan koagulan berupa sri mengkudu yakni berada pada volume 10 ml, waktu kontak penggumpalan untuk sari mengkudu tanpa pemeraman adalah 36 jam

Hasil penelitian dapat disimpulkan: Dosis asap cair berbahan baku tangkai pelepah kelapa sawit 6%- 12 % v/v dapat digunakan sebagai bahan penggumpal lateks karena dapat

Sehingga diharapkan asap cair yang diperoleh dari proses pirolisis limbah tempurung kelapa dapat digunakan sebagai alternatif koagulan lateks pada pengolahan slab yang memiliki