• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP DIRI PADA PENDERITA STROKE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KONSEP DIRI PADA PENDERITA STROKE"

Copied!
252
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP DIRI PADA PENDERITA STROKE

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Alexander Rizky Hapsoro Pondaag 099114037

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

KONSEP DIRI PADA PENDERITA STROKE

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Alexander Rizky Hapsoro Pondaag 099114037

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN MOTTO

Kesuksesan bukanlah sebuah akhir dan kegagalan

bukanlah sebuah awal

Always be yourself and never be anyone else even if

they look better than you

Berusaha yang terbaik bagi diri sendiri, biarlah Tuhan

(6)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya Tulis ini saya persembahkan kepada :

Tuhan Yesus Kristus yang selalu membimbing saya

Ayah saya Alexander L. Pondaag yang menjadi inspirasi karya tulis ini

Ibu saya Christina Rumiyati yang selalu mendukung penulisan karya tulis ini

Adik saya Jeanne Maria Pingkan Hapsari Pondaag

(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dari daftar pustaka, layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 23 Juli 2014 Penulis,

(8)

vii

KONSEP DIRI PADA PENDERITA STROKE

Alexander Rizky Hapsoro Pondaag

ABSTRAK

. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan konsep diri pada penderita stroke. Pertanyaan di dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran konsep diri pada penderita stroke setelah mengalami penyakit stroke. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif deskriptif. Metode pengambilan data dilakukan dengan wawancara semi terstruktur terhadap 3 subjek. Subjek pada penelitian ini adalah penderita stroke yang berusia 40-60 tahun, mengalami stroke iskemik atau hemoragik dan dapat berkomunikasi secara lancar. Validitas penelitian ini diperoleh dengan member checking, dimana subjek merasa yakin bahwa data tersebut sudah sesuai dengan apa yang diungkapkan dan diinginkan oleh subjek. Untuk mengukur ketepatan penelitian, maka peneliti melakukan wawancara yang berpedoman pada aspek dan indikator konsep diri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setelah mengalami stroke, penderita stroke menunjukkan konsep diri yang positif. Konsep diri yang positif ini ditunjukkan oleh aspek-aspek konsep diri yaitu: pengetahuan, harapan dan penilaian. Ketiga subjek menunjukkan konsep diri yang positif meskipun dari ketiga aspek konsep diri tersebut terdapat aspek yang menunjukkan nilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga subjek mengalami proses dalam pembentukan konsep diri yang positif. Konsep diri yang terbentuk didukung oleh pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, interaksi sosial, harapan dan penilaian terhadap diri penderita stroke.

(9)

viii

THE SELF-CONCEPT OF STROKE SURVIVORS

Alexander Rizky Hapsoro Pondaag

ABSTRACT

The purpose of this research is describing a self-concept of stroke survivors. The question of the research is how to describe a self-concept of stroke survivor after they suffered it. The writer used descriptive quantitative method by interviewing 3 (three) subjects with a half of organized question. The subject is the people who is in among 40 – 60 years, sufferring ischemic and haemoragic stroke also able to communicate fluently. The validity of research is obtained from member checking where the subject is surely that those data is merely same as the subject wants to or expose. To get the accurate result of this research, the writer interviewed the subjects based on the aspects and self-concept indicators. The result of this research shown that the subjects whose suffered from stroke revealed a positive self-concept. Those positive aspects of self-concepts are knowledge, hope and values. The three subjects showed a positive aspects of self-concepts, eventhough one of those aspects positive self-concepts has a negative value. It showed that the three subjects were being procced to build a positive self-concept. This positive self-concepts was formed by their experiences of daily life, social interaction, hope and judgement which is addressed to the Stroke survivor.

(10)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Alexander Rizky Hapsoro Pondaag

Nomor Mahasiswa : 099114037

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

KONSEP DIRI PADA PENDERITA STROKE

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 23 Juli 2014 Yang menyatakan,

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas segala berkat dan rahmatnya yang senantiasa tercurah dalam proses penulisan skripsi ini. Proses yang sudah dialami dengan penuh perjuangan menghadapi segala hambatan selama mengerjakan sungguh menjadi pembelajaran yang sangat berharga. Penulis menyadari bahwa karya ini jauh dari sempurna dan tentu sangat memerlukan banyak bantuan dari berbagai pihak dalam membimbing dan menjadi rekan diskusi demi selesainya karya ini.

Ucapan terima kasih yang luar biasa penulis ucapkan kepada semua orang yang membantu penulis dalam pengerjaan skripsi ini. Penulis berterima kasih kepada :

1. Ibu Dra. Lusia Pratidarmanastiti, MS. selaku dosen pembimbing skripsi yang setia membimbing, mendampingi, menasihati dan mendorong penulis agar dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak C. Siswa Widyatmoko, S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang membantu memperlancar proses administrasi untuk mendaftar ujian.

(12)

xi

4. Seluruh staff Fakultas Psikologi, Mas Gandung, Bu Nanik, Pak Gie, Mas Muji, dan Mas Doni yang senantiasa membantu segala keperluan administrasi selama penulis menyelesaikan kuliah disini.

5. Kedua orangtua penulis yang setiap waktu menanyakan kapan lulus dan juga memberikan support dengan penuh kesabaran, terima kasih untuk semua doa dan kasih sayang yang selalu dicurahkan kepada penulis selama ini. Terima kasih yang special untuk Ayahku yang menjadi inspirasi penulis untuk meneliti mereka yang mengalami stroke sama seperti Ayahku.

6. Adik saya yang selalu cerewet karena harus berbagi laptop untuk mengerjakan skripsi, terima kasih sudah menjadi teman diskusi dan berantem setiap hari demi berjuang meraih cita-cita kita bersama untuk lulus.

7. Om Roland dan Tante Renny yang selama ini selalu mensupport penulis selama menempuh studi ini.

8. Yang terhormat Pak Made, Ibu Anton dan Almarhum Pak Yan yang pada 2 Juni 2014 lalu telah menghadap Bapa di Surga karena serangan stroke yang ketiga. Terima kasih atas kesediaan Bapak dan Ibu untuk membantu penulis menjadi subjek penelitian ini, khususnya untuk Almarhum Pak Yan penulis sangat bersyukur atas kesediaannya berbagi di dalam penelitian ini. Semoga penelitian ini tidak sia-sia dan bermanfaat bagi penderita stroke lainnya. 9. Teman-teman seperjuangan bimbingan Ibu Lusi : Ichan, Jeanet, Ovina, Priska

(13)

xii

10.Teman-teman 2009, Adi Mahardika, Leo, Sr. Stella FCH, dan semuanya tidak bisa disebutkan satu persatu yang sudah menjadi teman cerita, diskusi dan berbagi keluh kesah selama menyelesaikan skripsi ini. Tirta yang sudah mengenalkan penulis dengan Pak Made, terima kasih banyak karena itu sangat membantu penulis. Eliz yang juga selalu menjadi teman diskusi dan membagi keluh kesah, terima kasih untuk kebersamaan selalu mensupport penulis. Teman-teman 2009 lainnya yang sudah lulus maupun yang masih berjuang terima kasih sudah menularkan semangat kepada penulis dan semoga kalian semua selalu berjuang mencapai tujuan kita masing-masing dan tetap menjalin komunikasi satu sama lain.

11.Teman-teman Basket UKF Psikologi, khususnya angkatan 2009, Richard, Albert dan Rio Yatim. Kebersamaan kita selalu membuat penulis lupa menyelesaikan skripsi tetapi kalian juga selalu mensupport agar skripsi ini dapat diselesaikan. Teman-teman Basket UKF Psikologi lainnya baik Tim Cowok atau Tim Cewek, terima kasih atas pengalaman basket bersama sehingga menginspirasi penulis dan menjadi semangat dalam mengerjakan skripsi ini.

(14)

xiii

13.Seluruh pihak yang secara langsung dan tidak langsung membantu penulis seperti : YA-YO, Perpustakaan USD Paingan, Workstation Perpustakaan Paingan, Perpustakaan Psikologi UGM dan lainnya. Terima kasih atas bantuan bagi penulis.

Karya ini tentunya masih sangat jauh dari sempurna untuk sebuah penelitian dan penulis menyadari masih banyak kekurangan dari penelitian ini. Namun penulis berharap meskipun penelitian ini tidak sempurna tetapi bisa bermanfaat bagi Ilmu Psikologi dan juga bagi semua penderita stroke agar menjadi inspirasi bagi mereka yang mengalami stroke. Penulis sangat berterima kasih apabila mendapatkan saran dan kritik atas penelitian ini semoga dikemudian hari penelitian ini dapat lebih baik lagi.

Yogyakarta, 23 Juli 2014 Penulis

(15)

xiv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….. i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN……….... iii

HALAMAN MOTTO………. iv

HALAMAN PERSEMBAHAN………. v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………... vi

ABSTRAK……….. vii

ABSTRACT……… viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………... ix

KATA PENGANTAR……… x

DAFTAR ISI……….. xiv

BAB I………. 1

A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Rumusan Masalah………. 5

C. Tujuan Penelitian……….. 5

D. Manfaat Penelitian……… 5

BAB II……… 8

A. Penderita Stroke……… 8

1. Pengertian Penderita Stroke………... 8

(16)

xv

B. Konsep Diri……… 12

1. Pengertian Konsep Diri……… 12

2. Aspek Konsep Diri………... 13

3. Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri………. 15

4. Jenis Konsep diri………. 16

C. Konsep Diri Pada Penderita Stroke………... 17

D. Pertanyaan Penelitian……… 20

BAB III………... 21 A. Jenis Penelitian……….. 21

B. Variabel Penelitian………. 21

C. Definisi Operasional………. 21

D. Subjek Penelitian……… 22

E. Metode Pengumpulan Data……… 23

F. Metode Analisa Data……….. 26

G. Kredibilitas Penelitian……… 29

BAB IV………... 31 A. Pelaksanaan Penelitian……….. 31

B. Hasil Penelitian………. 33

1. Subjek 1……….. 33

a. Profil subjek 1……….. 33

b. Gambaran Analisa Data Subjek 1………. 35

c. Deskripsi Analisa Data Subjek 1……….. 36

(17)

xvi

a. Profil Subjek 2……….. 50

b. Gambaran Analisa Data Subjek 2………. 52

c. Deskripsi Analisa Data Subjek 2……….. 52

3. Subjek 3……….. 68

a. Profil Subjek 3……….. 68

b. Gambaran Analisa Data Subjek 3………. 70

c. Deskripsi Analisa Data Subjek 3……….. 70

C. Pembahasan………... 82

1. Pembahasan Subjek………. 83

2. Pembahasan Tambahan……….. 93

BAB V……… 97

A. Kesimpulan………... 97 B. Saran………... 98 DAFTAR PUSTAKA……… 101

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Kesehatan menjadi hal yang sangat penting bagi manusia pada saat ini. Menurut World Health Organization (WHO) (dalam Tirtawati, 2012), kesehatan adalah suatu keadaan atau status sehat pada manusia secara utuh baik fisik, rohani (mental) dan sosial. Namun saat ini seiring perkembangan jaman muncul berbagai penyakit yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Salah satu penyakit yang dapat membahayakan kesehatan manusia adalah penyakit stroke.

Stroke merupakan penyakit akibat gangguan fungsi pada otak. Gejala yang ditimbulkan pada penyakit stroke tergantung pada dampak bagian otak yang terkena gangguan tersebut. Gangguan tersebut akibat pembuluh darah yang tersumbat di otak dan terjadi perdarahan (Iskandar, 2004). Menurut Clarke (2003), penyakit stroke merupakan penyakit kronis yang menjadi permasalahan kesehatan yang sangat serius dan umum terjadi pada tiap individu. Penyakit stroke ini memiliki dampak kelumpuhan yang secara mendadak pada tangan dan kaki bahkan kecacatan bagi penderitanya.

(19)

kerusakan, bahkan kerusakan yang parah dapat menyebabkan kematian (“Stroke :

Dari Lumpuh sampai Hiperseks”, Kompas, 2002).

Penderita stroke akan mengalami perubahan pada fisiknya sebagai akibat dari penyakit stroke. Secara umum stroke dapat menyebabkan kelumpuhan atau kecacatan bagi penderita (Langhorne, Bernhardt, dan Kwakkel, 2011). Menurut Junaidi (2004), gangguan fisik pada penderita bisa bervariasi seperti hemiparesis yaitu kelumpuhan sebelah badan bagian kanan atau kiri saja, mulut mencong, aphasia yaitu sulit berbahasa atau gangguan berbicara seperti pelo dan kata-kata

yang sulit dipahami, demensia atau pelupa dan penurunan kemampuan kognitif sampai kehilangan memori.

Tirtawati dan Zulkaida (2012) mengatakan bahwa gangguan fisik tersebut merupakan gangguan motorik, dimana otak berperan sebagai pusat pengendali gerak tubuh. Akibat dari gangguan ini penderita stroke mengalami perubahan aktivitas sehari-hari karena kesulitan untuk menggerakan tubuhnya dan beraktivitas. Hal ini membuat penderita stroke membutuhkan bantuan orang lain untuk beraktivitas, seperti makan, berjalan, berpakaian dan bahkan penderita stroke juga akan kesulitan untuk bisa bekerja kembali.

(20)

menghayati dirinya baik secara fisik, sosial maupun perilakunya. Perubahan yang terjadi dalam konsep diri penderita stroke akan sangat berpengaruh terhadap perilaku dan kondisi psikologisnya.

Persepsi diri yang negatif akibat perubahan kondisi fisik yang dialami penderita stroke membuat penderita tidak dapat menerima kondisi dirinya yang mengalami sakit. Hal ini menyebabkan penderita stroke akan menjadi emosional. Penderita stroke akan merasa dirinya tidak berguna, memalukan tidak berharga dan menjadi beban bagi keluarganya (dalam Astuti, 2010). Dalam proses penyembuhannya penderita stroke juga memerlukan biaya dan waktu yang intensif, kondisi ini menjadi beban dan tanggung jawab bagi penderita dan keluarganya (Dombovy, 1986).

(21)

Berdasarkan penelitian tersebut, maka hasil yang digambarkan mengenai konsep diri penderita stroke dimunculkan dengan bentuk persentase yang positif dan negatif. Hasil ini hanya menunjukkan konsep diri secara umum saja dan tidak menunjukkan konsep diri yang lebih khusus. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian tentang konsep diri pada penderita stroke dengan metode yang berbeda yaitu metode wawancara. Wawancara merupakah salah satu metode yang bertujuan untuk memunculkan data yang lebih luas dan dalam dalam melihat suatu fenomena yang terjadi dalam suatu permasalahan yang terjadi. Hal ini yang menjadi harapan agar hasil yang ditemukan tidak hanya menjabarkan konsep diri positif atau negatif melainkan bisa menemukan lebih dalam konsep diri pada penderita stroke. Dalam penelitian ini, subjek yang diteliti adalah penderita stroke yang berat dimana kondisi ini dapat terlihat dari kondisi fisik seperti lumpuh sebelah badan dan sudah tidak bisa bekerja lagi.

Santrock (2002) menjelaskan bahwa perkembangan manusia pada usia dewasa madya berada pada rentang usia 40 sampai 60 tahun. Pada usia ini manusia memiliki peran penting dalam karir dan kerja. Kepuasan kerja dan kemauan kerja dialami hingga setidaknya sampai usia 60 tahun. Erikson (Hurlock, 1990) juga mengatakan bahwa mereka akan mengalami puncak atas kerja keras mereka. Mereka juga tidak hanya berhasil dalam keuangan dan sosial tetapi juga untuk kekuasaan dan prestise.

(22)

penderita stroke mengalami perubahan akibat dampak yang dialami pada fisiknya. Perubahan ini juga mengubah persepsi mereka terhadap dirinya sendiri, bahkan cenderung tidak bisa menerima kondisinya setelah sakit. Hal ini tentu mengubah konsep dirinya akibat stroke yang dialami dan kemudian penderita akan mulai mengalami perubahan pada perilaku dan kondisi psikologisnya. Peneliti berharap dengan penelitian ini dan dengan metode yang berbeda dengan penelitian sebelumnya akan dapat lebih jelas menggambarkan konsep diri penderita stroke dan perubahan perilaku serta kondisi psikologis penderita.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana gambaran konsep diri pada penderita stroke?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran dan menemukan konsep diri pada penderita stroke dalam kehidupannya setelah mengalami penyakit stroke.

D. MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis

(23)

dalam bidang psikologi. Penelitian mengenai konsep diri pada penderita stroke dengan metode wawancara yang bersifat kuantitatif pada penelitian ini akan memberikan cara baru dan hasil yang diharapkan akan memberikan gambaran konsep diri pada penderita stroke yang lebih lengkap dan jelas. Dengan hasil penelitian ini maka psikolog dapat mengetahui bagaimana konsep diri penderita stroke berdasarkan hasil wawancara dan dapat menemukan bagaimana perubahan-perubahan yang terjadi di dalam diri penderita dan juga hal-hal yang mempengaruhi konsep diri penderita stroke.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi subjek penelitian atau penderita stroke lainnya, penelitian ini dapat menjadi wawasan untuk penderita stroke agar memahami bahwa sakit yang dialami tidak dapat dihindari. Persepsi terhadap kondisi diri ketika mengalami stroke akan berpengaruh terhadap konsep dirinya. Penerimaan diri terhadap kondisi saat sakit juga berpengaruh pada konsep diri, dimana konsep diri ini akan mempengaruhi perilaku penderita stroke. Dengan konsep diri yang positif maka penderita akan berusaha untuk menunjukkan perilaku dan kondisi psikologis yang positif. Hal ini dapat membantu penderita untuk tetap beraktifitas sesuai dengan kemampuan dan yang diinginkan oleh penderita stroke.

(24)
(25)

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. PENDERITA STROKE

1. Pengertian Penderita Stroke

Stroke merupakan serangan di dalam otak secara mendadak akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah di bagian tertentu pada otak sehingga menyebabkan gangguan fungsi pada otak. Ketika pembuluh darah pecah maka sel-sel di dalam otak akan kekurangan atau kelebihan darah sehingga mengalami kerusakan, bahkan kerusakan yang parah dapat menyebabkan kematian (Iskandar, 2004; “Stroke : Dari Lumpuh sampai

Hiperseks”, Kompas, 2002).

WHO mendefinisikan stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang secara cepat akibat gangguan fungsi otak dengan gejala-gejala yang berlangsung 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian (Rumantir, dalam Rahmawati, 2009). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (ed. ke-4, 2011), stroke diartikan sebagai serangan otak, biasanya disertai dengan kelumpuhan. Sedangkan definisi penderita adalah sebagai orang yang menderita (kesusahan, sakit, cacat, dsb).

(26)

sesuai dengan bagian otak yang terkena dan disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak.

Stroke iskemik merupakan stroke yang terjadi karena kurangnya suplai darah ke bagian tertentu pada otak. Kurangnya suplai darah tersebut menyebabkan kurangnya oksigen pada sel-sel otak sehingga tidak dapat berfungsi dengan sempurna.Hal ini dapat dikatakan bahwa sel-sel dalam otak tersumbat sehingga suplai darah berkurang. Stroke iskemik ringan disebut TIA (Transient Ischemic Attacks) yaitu sel-sel otak berhenti berfungsi secara sementara sampai kurang lebih selama 24 jam, bila aliran darah berfungsi kembali maka sel-sel tersebut berfungsi kembali dan fungsi badan juga kembali pulih. Sedangkan iskemik yang berat disebut CVA (Cerebro Vaskular Accident), stroke ini menyebabkan sel-sel otak tidak berfungsi secara total dan tidak dapat pulih atau biasa disebut infark otak (Laksmiasanti, 1994).

Dombovy, Sandok dan Basford (1986) mengatakan bahwa penyakit stroke dapat meninggalkan dampak disabilitas fisik dan mental bagi penderitanya. Hal ini juga didukung oleh Niemi, Laaksonen, Kotila dan Waltimo (1988) bahwa stroke adalah penyakit neurologis kronis yang menyebaAbkan cacat (disabilitas) yang secara radikal dan permanen mengubah hidup penderitanya.

(27)

2. Perubahan yang Terjadi Pada Penderita Stroke

Dombovy, Sandok dan Basford (1986) mengatakan bahwa penyakit stroke dapat meninggalkan dampak disabilitas fisik dan mental bagi penderitanya. Dampak disabilitas fisik menyebabkan penderita mengalami keterbatasan dalam melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari misalnya bekerja. Junaidi (2004) juga menyatakan dalam bukunya bahwa sekitar 50 % penderita stroke memiliki kemungkinan usia hidup lebih dari 7 tahun dan sisanya tidak dapat bekerja kembali seperti semula.

Secara umum gangguan fisik yang dialami bervariasi diantaranya kelumpuhan sebelah badan bagian kanan atau kiri saja (hemiparesis), kesulitan berbahasa atau gangguan berbicara seperti pelo dan kata-kata yang sulit dipahami (aphasia), demensia atau pelupa dan penurunan kemampuan kognitif sampai kehilangan memori (Junaidi, 2004). Pendapat yang sama juga dijelaskan oleh Clarke (2009), bahwa penderita dapat secara tiba-tiba mengalami paralysis yaitu penderita tidak mampu menggerakkan semua atau sebagian anggota tubuh dan lumpuhnya tangan atau kaki, masalah pada memori, gangguan visual, kehilangan respon atau sensasi pada bagian tubuh, dan kesulitan berkomunikasi dengan orang lain.

(28)

menyebabkan penderita stroke membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan memenuhi kebutuhan dasar. Hal ini dapat membuat penderita stroke menjadi depresi dan berkurang harga dirinya.

Gangguan fisik yang dialami penderita stroke ini menyebabkan berubahnya cara pandang atau persepsi terhadap kondisi dirinya. Akibat dari gangguan fisik ini maka tidak dapat dihindari bahwa mereka membutuhkan bantuan orang lain untuk beraktifitas dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi fisik yang berubah dan ketergantungan terhadap orang lain akan mempengaruhi juga konsep diri penderita.

(29)

B. KONSEP DIRI

1. Pengertian Konsep Diri

Rogers mendefinisikan konsep diri adalah persepsi-persepsi tentang diri dan hubungan antara diri dengan orang lain dan dengan berbagai aspek kehidupan. Konsep diri merupakan faktor dasar pembentuk kepribadian dan sebagai penentu perilaku. Menurut Rogers konsep diri juga merupakan sikap dan keyakinan individu terhadap kelemahan dan kelebihan yang dimiliki oleh individu tersebut (Elkins, 1979).

Konsep diri adalah gambaran mental tentang diri melalui pengetahuan mengenai diri, pengharapan terhadap diri dan penilaian terhadap diri individu. Konsep diri senantiasa berkembang sepanjang usia dan akan terbentuk melalui berbagai pengalaman dan hasil belajar terhadap interaksi individu dengan orang lain (Calhoun & Acocella, 1995).

(30)

2. Aspek Konsep Diri

Menurut Calhoun & Acocella (1995), konsep diri memiliki 3 aspek yaitu :

a. Pengetahuan

Aspek yang pertama dari konsep diri adalah pengetahuan. Individu memiliki pengetahuan tentang segala hal yang diketahui mengenai dirinya. Pada aspek ini dapat dikatakan bahwa individu dapat mengetahui siapakah dirinya sesuai pengetahuan yang dimiliki mengenai dirinya sendiri.

Pada aspek pengetahuan terdiri dari beberapa aspek didalamnya yaitu :

1) Fisik

Pengetahuan individu terhadap kondisi fisik, kesehatan dan keahlian yang ada pada dirinya.

2) Diri Pribadi

Individu mengetahui bagaimana kepribadiannya terlepas dari penilaiannya terhadap fisik dan hubungan dengan orang lain.

3) Moral

Individu memiliki pengetahuan tentang dirinya dalam konteks nilai-nilai moral, agama, hubungan dengan Tuhan dan pandangan terhadap diri yang baik atau buruk.

(31)

Pengetahuan individu terhadap peran dirinya didalam keluarga dan sejauh mana hubungan antara individu dengan keluarga dalam kehidupannya.

5) Sosial

Pengetahuan individu berkaitan dengan bagaimana interaksinya dengan orang lain dalam lingkup yang lebih luas.

b. Harapan

Aspek yang kedua adalah harapan. Setelah individu mengetahui dan memahami siapa dirinya maka selanjutnya individu akan menyadari bahwa dirinya memiliki pandangan terhadap masa depan. Individu memiliki harapan akan masa depannya dan tentu setiap individu memiliki harapan yang berbeda-beda. Dalam aspek ini individu juga memiliki pandangan akan diri ideal. Harapan akan diri ideal di masa depan menjadi motivasi bagi individu untuk menentukan perilakunya dalam mencapai harapannya.

c. Penilaian

(32)

dengan harga diri individu tersebut apakah individu menerima diri apa adanya sesuai dengan gambaran dirinya.

3. Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Menurut Hurlock (1990) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi konsep diri seseorang, antara lain :

a. Usia Kematangan

Usia kematangan tidak dapat dinilai dari banyak atau sedikitnya usia, melainkan dapat dilihat bagaimana seseorang mampu menghadapi dan menyikapi permasalahan yang dialami didalam kehidupan. Konsep diri akan menjadi positif apabila seseorang memiliki keyakinan terhadap kualitas dan kemampuan dirinya untuk dapat mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain. Konsep diri akan menjadi negatif apabila seseorang merasa dirinya tidak mampu dan mudah putus asa serta selalu bergantung kepada orang lain.

b. Penampilan Diri

(33)

c. Hubungan dengan Keluarga

Hubungan yang baik dengan keluarga akan mempengaruhi konsep diri seseorang. Hubungan yang baik seperti komunikasi, saling menghargai dan menyayangi didalam keluarga akan mempengaruhi konsep diri yang positif. Jika komunikasi dalam keluarga tidak baik, bertengkar dan tidak ada kasih sayang akan mempengaruhi konsep dirinya menjadi negatif.

d. Lingkungan Masyarakat

Konsep diri seseorang akan menjadi positif apabila orang disekitarnya dalam lingkup masyarakat dapat menerima kelebihan dan kekurangannya. Sedangkan konsep diri akan menjadi negatif apabila masyarakat cenderung menolak orang tersebut baik kelebihan maupun kekurangannya.

4. Jenis Konsep Diri

Konsep diri menurut Burns (Sekardhita, 2013) terdapat 2 jenis yaitu: a. Konsep Diri Positif

Individu yang memiliki konsep diri yang positif adalah individu yang memahami diri apa adanya sesuai dengan kondisinya. Individu juga dapat menyadari kelebihan dan kelemahan serta baik dan buruk di dalam dirinya. Konsep diri yang positif juga menunjukkan individu mampu menilai dan mengevaluasi dirinya dalam berpikir dan berperilaku.

(34)

Konsep diri negatif bertolak belakang dengan konsep diri positif. Individu yang memiliki konsep diri yang negatif cenderung menilai diri negatif dan tidak sesuai dengan harapannya. Hal ini dapat membuat individu menjadi rendah diri dan tidak menerima kondisi diri apa adanya.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti menyimpulkan konsep diri merupakan persepsi dan keyakinan individu terhadap dirinya melalui pengetahuan diri, pengharapan dalam diri dan penilaian terhadap dirinya. Konsep diri ini terbentuk dari interaksi dirinya dengan orang lain. Konsep diri akan berpengaruh terhadap perilaku dan kepribadian seseorang. Konsep diri memiliki aspek-aspek yaitu pengetahuan, harapan dan penilaian. Pengetahuan yaitu individu mengetahui segala hal mengenai dirinya meliputi fisik, psikologis, moral, keluarga dan sosial. Harapan yaitu dimana individu memiliki harapan terhadap dirinya di masa depan sesuai keinginannya. Penilaian yaitu individu sebagai penilai dan mengevaluasi dirinya.

C. KONSEP DIRI PADA PENDERITA STROKE

(35)

individu yang bergantung kepada orang lain dalam pemenuhan kebutuhan dan beraktivitas sehari-hari.

Menurut Erikson (Hurlock, 1990) usia dewasa madya merupakan masa-masa berprestasi. Individu cenderung memiliki kemauan kuat untuk berhasil dan mencapai puncak dalam pekerjaan, bahkan keberhasilan yang ingin dicapai tidak hanya dalam keuangan saja tetapi juga kekuasaan dan prestise. Santrock (2002) berpendapat bahwa salah satu aspek penting dalam perkembangan usia dewasa madya adalah karir dan kerja. Menurut Santrock pada usia 40-45 tahun adalah awal dimana individu mengalami kepuasan bekerja dan kemajuan dalam karirnya. Kemajuan ini akan dialami setidaknya hingga individu berusia 60 tahun.

Menurut Leahy (2010) dalam penelitiannya mengatakan bahwa perubahan yang dialami penderita stroke seperti penampilan fisik, interaksi dengan lingkungan dan reaksi orang lain terhadap penderita dapat mengubah cara pandang terhadap konsep dirinya. Hasil penelitian Leahy juga mengatakan penderita stroke kehilangan identitas diri, kepercayaan diri, kemandirian dan kontrol dirinya. Gangguan fisik dan kognitif juga memberikan dampak negatif bagi kepercayaan diri penderita.

(36)

yang dialami oleh penderita menjadi pengaruh bagaimana penderita membangun konsep dirinya.

Konsep diri dibentuk melalui beberapa aspek. Persepsi tentang gambaran diri seseorang meliputi proses kognitif, dimana individu memiliki pengetahuan akan dirinya. Penderita stroke dengan gangguan fisik serta psikologis yang dialami akan memiliki gambaran yang berbeda mengenai penampilan dirinya secara fisik dibandingkan sebelum mengalami sakit. Sebagai individu yang memahami dirinya sebagai penderita stroke maka penderita cenderung melihat diri sebagai orang sakit berbeda dengan individu yang normal dan sehat. Hal ini mempengaruhi penderita dalam berperilaku karena penderita stroke akan melihat individu yang normal sebagai gambaran ideal seseorang. Setelah mengetahui dan menyadari kondisi dirinya, penderita stroke akan menilai keadaan diri saat ini apakah sesuai dengan keadaan dirinya dan persepsi mereka terhadap gambaran idealnya.

(37)

Konsep diri terbentuk akibat interaksi dengan orang lain. Lingkungan terdekat bagi penderita stroke yaitu keluarga dari penderita. Komunikasi antara penderita dengan anggota keluarganya sangat penting bagi diri penderita. Dengan komunikasi antar pribadi di dalam keluarga, penderita akan menyadari bahwa dalam kondisinya yang terbatas dan mengalami gangguan penderita tersebut mendapat dukungan. Dengan interaksi dan dukungan dari keluarga mereka mendapat harga dirinya dan diterima apa adanya.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa konsep diri pada penderita stroke dibentuk melalui pengalaman sakit yang diderita dan interaksi dirinya dengan orang lain. Untuk membentuk konsep dirinya, penderita stroke menilik diri terlebih dahulu dalam pandangan kognitif mengenai dirinya dan kemudian menyikapi tentang dirinya. Selain dari dalam diri penderita tentu hal-hal dari luar individu juga berperan penting dalam membentuk konsep diri penderita stroke. Interaksi sosial baik dalam keluarga maupun lingkungan sosial berperan dalam memberikan pandangan tentang diri penderita stroke. Hal ini menunjukkan bahwa penderita stroke mengalami proses pembentukkan konsep diri dan proses tersebut akan menpengaruhi konsep diri yang terbentuk baik positif atau negatif.

D. PERTANYAAN PENELITIAN

(38)

21

BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif deskriptif. Penelitian kuantitatif deskriptif adalah penelitian yang memberikan gambaran (deskripsi) mengenai perilaku dalam situasi-situasi sosial yang terjadi melalui data sampel atau populasi secara faktual apa adanya (Carole dan Carol, 2007)

B. VARIABEL PENELITIAN

Variabel dalam penelitian ini adalah konsep diri pada penderita stroke.

C. DEFINISI OPERASIONAL

Konsep diri merupakan persepsi dan keyakinan individu terhadap dirinya secara fisik, sosial dan psikologis yang terbentuk dari interaksi diri dan orang lain. Individu mengevaluasi dirinya berdasarkan kelebihan dan kelemahan. Konsep diri ini akan mengarahkan individu dalam berperilaku dan membentuk kepribadian dalam diri individu. Konsep diri ini dapat terbentuk berdasarkan aspek-aspek : 1. Aspek Pengetahuan

(39)

dirinya sendiri. Didalam aspek pengetahuan terdapat beberapa aspek yang berkaitan yaitu : aspek fisik, aspek diri pribadi, aspek moral, aspek sosial, dan aspek keluarga.

2. Aspek Harapan

Individu memiliki harapan bagi dirinya sendiri. Harapan ini yang menjadi motivasi bagi individu untuk berperilaku mencapai keinginan

3. Aspek Penilaian

Individu menilai tentang keadaan dirinya saat ini dengan apa yang diinginkan terhadap diri sesuai harapannya.

Dalam penelitian ini, konsep diri pada penderita stroke dapat diketahui dengan metode wawancara.

D. SUBJEK PENELITIAN

Subjek pada penelitian ini adalah penderita stroke. Penderita stroke tersebut berusia antara 40 sampai 60 tahun karena rentang usia ini merupakan usia dewasa madya.

(40)

bekerja lagi. Penderita stroke yang dipilih juga penderita yang sudah mengalami stroke 4 sampai 10 tahun. Hal ini menjadi pertimbangan peneliti karena pada rentang tahun tersebut penderita sudah mengalami berbagai pengalaman dalam proses penyesuaian diri dan pembentukan konsep diri.

Pemilihan subjek dalam penelitian ini menggunakan criterion sampling, yaitu penentuan subjek berdasarkan kriteria tertentu dari peneliti. Kriteria subjek dalam penelitian ini yaitu penderita stroke, baik stroke hemoragik atau stroke iskemik. Penderita stroke tersebut berusia antara 40 sampai 60 tahun, pria atau wanita dan yang masih bisa berkomunikasi dengan baik.

E. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode wawancara. Wawancara yaitu metode tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami oleh responden sesuai dengan topik penelitian (Poerwandari, 1998).

(41)

memfasilitasi peneliti dengan responden dalam hubungan yang baik dan memungkinkan peneliti mengeksplorasi pengalaman responden. Data wawancara tersebut akan direkam menggunakan digital recorder yang kemudian akan disalin dalam transkrip wawancara verbatim.

Berdasarkan metode pengumpulan data tersebut peneliti merancang proses pengumpulan data sebagai berikut :

1. Menentukan dan mencari responden yang sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan oleh peneliti.

2. Menemui responden tersebut dengan maksud menyampaikan penelitian yang akan dilakukan serta tujuan penelitian dan meminta kesediaan untuk menjadi responden penelitian.

3. Sebelum pengambilan data, peneliti kembali menemui responden untuk rapport dan menanyakan kesediaan waktunya untuk dapat melakukan wawancara.

4. Membuat informed concent sebagai pernyataan tertulis responden atas kesediaannya untuk menjadi responden penelitian dengan kesepakatan yang ada.

5. Melakukan pengambilan data di tempat yang telah disepakati oleh responden dengan wawancara dan menggunakan digital recorder untuk membantu merekam wawancara tersebut.

(42)

melihat lagi hasil wawancara apakah sudah sesuai dengan yang diceritakan sebelumnya.

7. Peneliti membuat verbatim hasil wawancara tersebut dan kemudian kembali menemui responden. Responden dapat memeriksa kembali wawancara tersebut dalam verbatim. Jika ada yang tidak sesuai dengan responden maka peneliti dapat merevisi kembali hasil verbatim tersebut dan kemudian responden dapat memeriksa kembali sampai responden merasa fix dengan verbatim tersebut.

Tabel 3.1

Pedoman Pertanyaan Wawancara

1. Bagaimana riwayat penyakit stroke yang diderita? 2. Bagaimana perubahan yang dialami saat ini? (Fisik dan

Psikologis)

3. Bagaimana interaksi dengan keluarga penderita? 4. Apa saja aktivitas yang dilakukan oleh penderita? 5. Bagaimana interaksi sosial penderita?

6. Harapan subjek dalam kondisi sakit?

(43)

F. METODE ANALISIS DATA

Dalam penelitian ini, pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara maka metode analisis data yang akan digunakan dalam penelitian yaitu menggunakan analisis isi data. Data-data yang diperoleh tersebut kemudian akan dianalisi dengan langkah-langkah berikut :

1. Organisasi data

Data yang diperoleh dari rekaman wawancara subyek dan catatan lapangan disusun menjadi transkrip verbatim.

2. Pengkodean (Coding)

Pada transkrip verbatim, peneliti kemudian membuat kolom di sebelah kiri dan kanan transkrip. Di kolom sebelah kiri, peneliti secara urut memberikan penomoran pada baris transkrip. Pada kolom kanan transkrip peneliti memberikan kode tertentu sesuai dengan aspek yang dilihat. Peneliti membuat indikator pada masing-masing aspek dan setiap indikator tersebut memiliki kode.

3. Kategorisasi Data

(44)

Setelah melakukan kategorisasi ke dalam indikator selanjutnya peneliti melakukan rekap kategorisasi data pada tiap-tiap indikator. Setiap indikator pada aspek-aspek konsep diri akan menunjukkan berapa jumlah data wawancara yang diperoleh. Dari jumlah data tersebut akan terdapat data positif dan negatif, kemudian dari kedua data tersebut peneliti mengambil data yang paling banyak muncul antara positif atau negatif. Selanjutnya akan terlihat nilai dari setiap aspek konsep diri dan kemudian dijumlah untuk mendapatkan nilai konsep diri setiap subjek.

5. Membuat kesimpulan akhir

(45)

Tabel 3.2

Indikator dan Kode Tiap Aspek

Aspek Kode Deskripsi

2. Perasaan yang dialami saat sakit

2. Relasi subjek dengan keluarga (orang tua, suami, istri, anak, saudara)

3. Peran subjek di dalam keluarga

Sosial Ps 1 Ps 2

Ps 3

Ps 4

(46)

Harapan H 1 H 2

1. Harapan subyekterhadapdiri 2. Harapan subyek terhadap

keluarga

Penilaian Pn 1

Pn 2 Pn 3

1. Penilaian kondisi psikologis subjek setelah sakit

2. Penilaian sosial subjek setelah sakit

3. Penerimaan diri subjek saat ini

G. KREDIBILITAS PENELITIAN

Dalam penelitian ini kredibilitas penelitian dapat dilihat dari kesuksesan mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks (Poerwandari, 1998). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara sebagai metode pengambilan data. Hasil transkrip wawancara yang telah dilakukan kemudian dikembalikan kepada responden agar mendapatkan feedback. Proses ini disebut juga sebagai member checking ( Creswell, 1998). Proses untuk mendapatkan kredibilitas penelitian ini yaitu dengan memberikan transkrip wawancara kepada responden kemudia responden berhak untuk memeriksa hasil wawancara tersebut. Responden berhak merevisi transkrip wawancara tersebut jika tidak sesuai dengan keinginan responden.

(47)

aspek tersebut. Hal ini bertujuan agar data yang dihasilkan dari wawancara sesuai apa yang akan diteliti oleh peneliti yaitu konsep dirinya.

(48)

31

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. PELAKSANAAN PENELITIAN

Dalam penelitian ini subjek melakukan beberapa tahap dalam proses penelitian ini. Tahap-tahap dalam proses penelitian ini yaitu :

1. Tahap Menentukan Subjek

Sebelum penelitian dilakukan, peneliti melakukan pencarian subjek terlebih dahulu sesuai dengan kriteria subjek yang telah ditentukan. Dalam konteks ini maka subjek penelitian ini adalah penderita stroke. Peneliti berusaha mencari subjek dengan cara menemui langsung penderita stroke yang sudah dikenal oleh peneliti. Selain menemui penderita stroke yang sudah dikenal, peneliti juga mendapatkan referensi dari orang-orang disekitar peneliti yang memiliki informasi tentang penderita stroke.

2. Tahap Rapport

(49)

maksud dan tujuan penelitian serta meminta kesediaan subjek untuk membantu penelitian ini. Hal ini diharapkan agar subjek sungguh-sungguh berkenan menjadi subjek penelitian untuk diwawancarai dalam proses pengambilan data. Peneliti lalu mendapatkan persetujuan dari ketiga subjek untuk menjadi subjek dalam penelitian, setelah mendapat persetujuan kemudian peneliti membuat janji dengan ketiga subjek untuk memulai wawancara penelitian.

3. Tahap Wawancara

Wawancara dengan subjek dilakukan semi terstruktur menggunakan pedoman pertanyaan dan pertanyaan yang ditanyakan tidak terpaku pada pedoman namun dapat menyesuaikan dengan jawaban dari subjek. Peneliti juga menyesuaikan situasi dan kesediaan subjek untuk diwawancara agar subjek lebih nyaman dan efektif dalam proses wawancara. Proses wawancara juga menggunakan Digital Voice Recorder sebagai sarana untuk menyimpan data wawancara dengan subjek. Sebelum memulai wawancara, peneliti meminta subjek untuk membaca dan menandatangani informed consent yang telah peneliti buat agar subjek secara jelas memahami maksud dan tujuan penelitian serta meyakinkan subjek bahwa peneliti akan menjaga kerahasiaan data subjek.

4. Pengambilan Data

(50)

Tanggal Waktu Tempat

Subjek 1 20/12/2013 10.00-12.00 Rumah Subjek Subjek 2 16/01/2014

21/02/2014

09.00-11.30 10.00-12.00

Rumah Subjek Rumah Subjek Subjek 3 7/02/2014

22/02/2014

16.30-18.00 18.00-20.00

Rumah Subjek Rumah Subjek

B. HASIL PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan 3 subjek penderita stroke yang berusia antara 40-60 tahun. Hasil penelitian ditemukan bahwa ketiga subjek memiliki konsep diri yang positif. Peneliti mencoba mendeskripsikan konsep diri dari ketiga subjek dengan 3 aspek di dalamnya, yaitu aspek pengetahuan, aspek harapan dan aspek penilaian.

1. Subjek 1

a. Profil Subjek 1

(51)

MW mengalami stroke sejak tahun 2010 dan sebelumnya subjek memang sudah pernah kontrol dokter mengenai kesehatannya dan dokter sudah memberikan obat untuk mengatasi tekanan darah tinggi. MW mengalami stroke jenis stroke iskemik yaitu stroke yang menyebabkan penyumbatan di pembuluh darah.

Setelah mengalami stroke, saat ini MW mengalami kesulitan dalam berjalan, terlihat dari cara berjalan MW agak pincang akibat lumpuh yang dialami di bagian tubuh sebelah kanan. MW terlihat memiliki bentuk badan yang cukup gemuk sesuai dengan pernyataannya bahwa MW memang hobi makan terlebih karena berasal dari Bali maka MW senang makanan daging-daging contohnya babi. MW juga mengaku bahwa bicaranya tidak terlalu lancar dan harus pelan-pelan, jika MW berbicara terlalu cepat takut tidak jelas terdengar, namun selama wawancara berlangsung MW dapat berbicara cukup jelas meskipun tidak berbicara cepat.

(52)

MW terkena stroke, praktis MW tidak bisa bekerja lagi karena kondisi fisiknya yang tidak memungkinkan untuk bekerja lagi dan saat ini hanya istrinya yang masih bekerja. Meskipun MW sudah tidak bekerja namun MW tetap mandiri mengurus dirinya sendiri di rumah, seperti mandi, makan dan bersih-bersih rumah.

(53)

c. Deskripsi Analisa Data

Berdasarkan hasil analisa data pada tiap-tiap aspek dalam konsep diri, MW menunjukkan konsep diri yang positif. Dari ketiga aspek konsep diri, MW memiliki nilai positif dari aspek pengetahuan dan aspek harapan, sementara pada aspek penilaian MW memiliki nilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa nilai positif lebih dominan dari seluruh aspek konsep diri pada MW.

MW memiliki kesadaran dan pengetahuan moral yang positif. Setelah mengalami stroke, MW cenderung lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, hal ini dibuktikan dengan MW tetap aktif menjadi pemangku (pemuka agama Hindu) ketika hari raya keagamaan Hindu bahkan MW merasa dengan menjadi pemangku sangat bermanfaat bagi dirinya untuk menjadi lebih baik.

“Tapi sekarang kalo sudah muwinten namanya, jadi mangku tuh.Nah uda berhenti, terkendali dah bisa mengendalikan.Itu sebab positifnya, itu alasannya orang temperamen bisa diubah menjadi lebih bagus dah. Kan jadi mangku itu kan sulit, harus ini ga boleh bisa ga nerapkan itu. Ya coba saya pelajari, belajar hidup kembali, yang tadinya negatif pertama kan jelek ya saya.” (406-411)

(54)

Menjadi pemangku juga membuat MW lebih memahami ajaran agamanya dan menerapkannya kedalam perilaku sehari-harinya.

“Perasaan kita biasa cuma ada hal-hal yang harus dikendalikan, seperti tata cara kita ngomong kepada umat, sesane namanya, etika kita tu bagaimana menghargai orang lain. Kalo kita ingin dihargai hargailah dulu orang lain, itu salah satunya. Misalnya kalo kita ditampar sakit, demikianlah kalo menampar orang lain.” (442-446)

MW juga memiliki pengetahuan tentang agama yang cukup baik, tidak hanya memahami tentang agama Hindu tetapi juga memahami dan mempelajari ajaran agama lainnya. Hal ini membuat MW terbuka dengan agama lain dan bisa menghargai orang lain yang berbeda agama dengannya.

“Kebetulan karena saya mempelajari katolik mungkin lho ya lebih mengenal. Muslim saya juga pelajari muslim, memang kalo muslim yang bener tu sama dengan kita dengan katolik sama . . . kemana orang berjalan, kepucuk-pucuk saat di puncak itu tidak akan ada agama, demikian lah pak Haji itu menjelaskan. Itu pengalaman agama ya, apa namanya universal, bukan ayat-ayat alquran totok gitu

bukan tapi universal.” (139-156)

(55)

“Ya itulah nasib. Haa besuk siangnya kan nyonya saya pertama ngelap-ngelapin. Kok keliatannya khusuk kaya nda tidur kaya apa namanya bengul, matanya tu kaya keluar air terus, nangis kayanya. Haa mungkin semaleman dia nangis, liat Eka juga begitu. Kenapa ya? Ra turu kowe mas? Ooo meneng wae de‟e, nah di alem-alem saya. Kenapa itu pasti aku mati hihihi wingi mbengi..mungkin dia nangis, nangis tu dia.. si gendut juga (anak ke 2), bertiga tu

saling liat, Eka dan gendut tu saling liat, “heh meneng wae meneng wae”, gitu.. kan kanan kiri kan dia yang megang, sambil duduk ngelap-ngelapin.” (265-272)

Relasi yang baik antara MW dan keluarganya juga terwujud melalui dukungan-dukungan yang diberikan oleh istri dan anak-anaknya.

“Oh ya..iya..terutama kan keluarga di Bali, kalo dah berobat apa aja dibiayai. Istri saya paling positif, pertama istri itu yang utama. Kalo itu nda beruntung cepet saya, cepet ini lebih cepet game-nya (meninggal).”(361-364)

“Kalau dia tu waktunya sedikit ya di rumah, dukungan ajak terapi kadang-kadang dia nangis kalo terapi saya ga mau. Iya sudah bosen saya, trus dibelikan alat terapi apa itu saya nda tau. Alat terapi saya semua punya, alat pijat kaki punya, pijat badan punya, semua punya alat-alat terapi.” (385-389)

“Ya semenjak anak-anak saya dewasa, kembali lah lagi bukan seperti anak-anak, seperti temen..temen sharing.

Mereka kaya tadi tu, “mas, kuliah? Woo yoo..hehehe”.

(56)

MW terkadang juga merasa bahwa keluarga terlebih anak-anaknya kurang memahami kondisi dirinya, sehingga terlihat tidak mendukung MW.

“Inilah kondisi seperti ini kalo lingkungan nda memaklumi malah jatuh terus. Lingkungan maksudnya? Anaknya, istrinya. Keluarga kalo ga mendukung malah jatuh terus, makanya saya disuruh nyapu sok wegah. Kalo diukur dengan kondisi sehat, nyapu segini kan nda bisa, dengan kondisi sehat. Ha begitu aja ga bisa. Kadang-kadang kan Eka kan ngeyel kan, “Haa segitu aja nda bisa”, nah saya diem diem aja. Kenapa diam aja pak? Diam dalam arti maksudnya? Ngalah aja ya biar aja diam aja.Gitu.” (352-359)

“Kalau anak-anaknya pak? Ya mendukung tapi kadang-kadang emosi dia tuh, kan kadang-kadang-kadang-kadang disuruh nyapu, kadang-kadang males, kalo males kan lagi drop ga pengen kerja pengen tidur aja. Ini maksudnya anaknya bapak yang menyuruh bapak untuk menyapu?He‟eh..maksudnya

dia itu memang baik biar bisa gerak maunya, tapi kan dia tidak melihat kondisi kita, kadang kita bagaimana. Orang stroke kan nyun sewu ya dek ya kadang drop kadang bagus kan nah itu harus dimaklumi. Makanya yang punya keluarga stroke tu, itu lingkungan sangat mendukung, sangat berpengaruh bukan mendukung, berpengaruh lingkungan tu untuk kesembuhan atau untuk mempercepat game. Itu sangat berpengaruh sekali, tergantung yang hidup tergantung keluarga, terutama istri, anak.Makanya saya kalo bosen pengen pulang, pulang ke Bali.” (365-375) Setelah mengalami stroke, MW sudah tidak dapat bekerja lagi. MW menyadari bahwa dirinya sudah tidak memiliki penghasilan lagi dan hanya mengandalkan istrinya yang bekerja sendiri, namun MW merasa bahwa perannya sebagai kepala rumah tangga masih bisa dilaksanakan.

(57)

anak saya disini kan Eka, ya yang sering saya nasihatin ya Eka. Terus dari segi income kan jelas nol sekarang saya sudah nol, ya mungkin saya ngomong sama ibu, “Bu, aku

koyo ngene piye kowe iso nompo ora?”. Nah ibu bisa nerima. Nah hanya itu nah, ibu bisa nerima terus anak-anak yang kira-kira kata-kata saya yang positif didenger, kalo kira-kira kurang berkenan dihati mereka dia berontak, protes. Dia sekarang berani kok, memang saya ciptakan untuk terbuka saling terbuka, saya pun nda segen kok minta maaf sama anak-anak kalau saya merasa keliru. Sebelum saya memulai pembicaraan pun saya minta maaf, nanti kalau ada kekeliruan bapak nuwun sewu bapak minta maaf dulu ya. Ya terbuka aja sharing seperti itu seperti sama temen bukan kaya anak lagi.” (824-834)

“Padahal kan saat ini kebalik ya ibu yang jadi kepala rumah tangga karena bekerja dan saya kembali jadi NU Nunut Urip tetapi dia tetap menghargai saya begitu pula anak-anak. Misalnya kalau ibu pergi pulang telat ibu

ngebel dari kampus, “Pak aku ngko jam semene mulih”, Eka juga begitu, “pak bapak nanti ada rapat ya, bapak

masak sendiri ya atau beli aja lauk, Eka nda bisa pulang

tepat waktu”. Kan berarti mereka itu masih menghargai saya, masih menghargai kita sebagai kepala rumah tangga, kalau tidak dianggap pasti luweh-luweh wae di acuhke wae.” (839-846)

MW juga memiliki relasi positif dengan lingkungan sosial yang ada disekitarnya. Setelah mengalami stroke, MW masih dapat bersosialisasi dengan masyarakat disekitarnya. Hal ini dipengaruhi juga oleh keaktifan MW di masyarakat sebelum mengalami stroke meskipun saat ini kondisi fisiknya terbatas akibat stroke yang dialami namun MW tetap bisa bersosialisasi dengan baik.

(58)

lah.. ya lingkungan sini apik karena kebetulan kebanyakan militer jadi rodo gampang diajak rembug arep ini arep mrono gampang dah.” (594-601)

“Ohhh baik..sekarang saya tu luwes kok. Tidak fanatik masalah agama, tetap menghargai agama lain. Seperti ada kerja bakti, saya sama pak Kamijan pertama bersihkan dulu, walaupun saya tahu Masjid tu kalo orang sembayang tu selain orang muslim ga boleh. Tapi dalam kapasitas kita kerja bakti, saya sama pak Kamijan, saya yang inisiatif yuk pak Kamijan kita yang lain umat kita yang awali dulu, kita ngawali dengan pak Kamijan, orang katolik yang disebelah barat tu. Sini kan katolik banyak, oh yo yo pak Made. Kita bersih-bersih trus nyiapkan air wudhu trus dibersihkan

dalemnya, sampai keluar bahasa yang begini, “ wah sinten

ini yang kerja bakti, kok resik men? Itu pak Made dan pak

Kamijan”.” (605-613)

Perilaku sosial yang baik membuat MW mendapat perhatian dari warga sekitar bahkan dari teman-teman MW juga turut memberi perhatian bagi MW.

“iya datang.. semua datang ke rumah sakit lihat. Itu tergantung kita kok, kalo kita rajin, srawungnya bagus, sosialisasinya bagus pasti rame. Demikian juga, ibaratnya kita tu nda mungkin dibiarkan, sebab kalo kita mentang-mentang nyambut gawe, orang pungut sampah tu diabaikan nah tu sudah karma kita karena begitu, nda ada yang noleh.” (634-638)

“Setelah sadar ya teman-teman saya banyak sekali.

Banyak teman-teman yang datang nengok ya pak? Ho‟oh

(59)

Penyakit stroke yang diderita oleh MW mengakibatkan perubahan yang cukup signifikan terhadap kondisi fisiknya menjadi terbatas. MW menyadari bahwa dirinya juga sudah memiliki tekanan darah tinggi dan sudah diberi obat untuk mengantisipasi terkena stroke.

“Trus awalnya Stroke awalnya di bis malam itu. Sebelum terkena stroke saya kan sudah divonis tekanan darah tinggi udah dikasih obat Catopril, harus setiap hari di minum. Semenjak di Bis tu wah..memang hasilnya lumayan tapi pas spot jantung terus. Musim sepi saya bingung nyari penumpang, kalo musim rame juga bingung nanti dilempar kemana penumpangnya. Aaa nda ada tenang disana.” (202-210)

“Yah..stress berat itu. Trus saya kan periksa ke dokter, itu dah awalnya stress asalnya hingga memacu jantung, degup lagi diam lagi..tidak stabil, trus dikasih obat Catopril, dokter Nyoman kasih tau ni De harus tiap hari minum jangan sampai lupa, sampai lupa bahaya lho De ntar stroke kamu. ee ndilalah di jalan ke Pure Saraswati, saya lupa minum obat, padahal obatnya murah 2500 sak emplek isi 10. Murah itu, lupa minum obat 3 hari saking sibuknya kesana kemari ngawal bis, datang dari Solo ke asrama langsung persiapan odalan. Kadang ga pulang, pekerjaan di terminal lagi diambil. Selama 3 hari saya lupa minum obat. Nah waktu ngawal bis ke Solo, malah jatuh saya di bis di dalam.” (218-226)

“yang jelas kan fisiknya lemah, lemah sekali. Kalo dulu kan bisa jalan kuat naik-naik kuat, maku tuh kan saya pake palu. Kalo dulu kan bisa kita pukul, kalo sekarang nda fokus mukulnya nda fokus, mukulnya ga terarah, sampai sekarang. Makanya kalo saya makan, kalo dulu kan saya nda nda seneng pake sendok, malah sekarang kalo ga pake sendok ambyar di meja, angkat nasinya ambyar di meja.

Jatuh semua ya pak di meja? Ho‟oh jatuh di meja,

makanya dibiasakan sendok aja makan.” (341-346)

(60)

dapat terjadi karena MW hanya tinggal sendiri di rumah sementara istri dan anaknya juga lebih banyak waktu di luar rumah.

“Ini lho mungkin apa katanya motorik halusnya belum baik, kalo motorik kasarnya seperti jalan bagus dah. Itu memang susah, sama nulis kan nda terasa nda masuk nda nda apa nda terurus tulisannya. Mungkin kalo tanda tangan ni pertama bisa, kedua lain lagi, ketiga lain lagi. Kalo dulu kan sama. Yang sangat terasa tu fisik itu, fisik sebelum saya stroke dengan setelah saya stroke itu beda. Fisiknya lebih lemah setelah stroke dah, jauh lebih lemah. Nek sekarang tu mudah kesel kok dek. Mudah sekali capek deh.” (346-352)

“Paling jalan-jalan pagi, paling kalo ujan ya dirumah aja.”(550-552)

Kalo dirumah ada aktivitas bersama keluarga ga biasanya? Ndaa..haa kosong ini. Trus bukan hanya sekali dua kali kosong, hari minggu ibu ke asrama, Eka punya acara sendiri. Dah gini aja..jadi pak Made lebih banyak waktunya sendiri di rumah ya? Iya lebih banyak dirumah, kadang kalo jenuh keluar maen ke pura, kadang ke pura aja penat di rumah, disuruh antar Eka. Paginya diantar kesana, sorenya di jemput tapi disangoni beli nasi disangoni.” (553-558)

Kesulitan fisik yang dialami membuat MW merasa bahwa anaknya malu terhadap kondisi fisiknya.

“Ya sebenarnya ingin..tapi apa? kalo dia orang sipil aktivitasnya apa dikit nah, dikit itu. Eka tu paling

aktivitasnya kegiatan ini… sementara saya seneng ini..tapi

anak-anak malu keliatannya, kayanya malu. Malu dengan?

(61)

Kesulitan fisik yang dialami membuat MW merasa dirinya tidak mampu lagi bekerja, meskipun dirinya memiliki keinginan untuk bekerja lagi.

“Tidak memungkinkan ya kerja..hati kecil saya pengen. Ibu malah saya disuruh buka warung, kalo warung apa yang dijual ntar kapusan lagi. Naik motor aja belum bisa 100%, artinya kalo kemrungsung, buru-buru tu belum bisa. Artinya kalo kita jualan kan, langkah kita harus energik harus segera kesana segera kesini, refleknya harus jalan. Kalo sekarang kan mau berhenti disana haa dari sini dah ngerem, ancang-ancang ngerem, refleknya belum jalan.”(666-671)

Setelah mengalami stroke, MW mengalami perasaan-perasaan negatif di dalam dirinya. Dalam aspek pengetahuan diri pribadi MW memiliki nilai positif. Pada aspek ini MW mengetahui dan menyadari akibat stroke yang dialami muncul perasaan negatif di dalam dirinya. Ketika mengalami stroke MW mudah emosi, terutama di lingkungan keluarga.

(62)

Selain mudah marah, MW juga merasa menyesali dirinya karena harus mengalami stroke. Perasaan menyesal itu timbul karena MW merasa dengan stroke yang dialami membuatnya tidak bisa bekerja dan menafkahi keluarganya.

“Itu yang membuat penyesalan, yang orang lain nda bisa nda mampu menyembuhkan. Saya kan harus ngayomi keluarga harus nafkahi, sedangkan disisi lain nda bisa nda mampu. Itu lah membuat penyesalan, yang nda mungkin disembuhkan orang lain.” (709-711)

Meskipun mudah emosi dan merasa menyesal, MW mampu mengatasi perasaan-perasaan negatif tersebut.

“Penyesalan itu kan tidak ada artinya dan penyesalan tu kalo terus berkembang tidak akan merubah sakit kita, malah semakin jadi. Nah nanti strokenya semakin kambuh nanti, stroke kedua lagi. Itu kata dokter jangan dipikirkan lagi, sudah ada yang atur pak Made. Misalnya sekarang di balik aja, dulu pak Made punya anak anaknya dinasihatin sekarang balik aja Pak Made jadi anak, anak-anak jadi bapaknya. Jadi orang tua, jadi ibu apa jadi bapak.” (712-717)

(63)

itu. Kalo saya begitu dah, kalo istri saya marah dipandang aja sambil mengingatkan bahasa bahasa ibu, ingat itu otomatis redam. Makanya dia marah-marah bingung, kenapa kok bapak ni dimarahin kalo dulu emosi temperamen.” (749-761)

Meskipun kondisi fisik terbatas dan mengalami berbagai perasaan-perasaan negatif, MW memiliki harapan-harapan yang ingin dipenuhi baik untuk diri sendiri maupun untuk keluarganya. Diantara harapan tersebut MW merasa bahwa dirinya tidak mampu memenuhinya karena keterbatasan kondisinya tidak mendukung untuk mencapai harapan tersebut.

“Ya sebenarnya saya itu pengen kerja, tapi apa kantor mau nerima ga saya kondisi begini, mungkin mereka nda mau. Saya uda bosen dirumah, gini terus, mungkin bentar lagi saya pulang ke Bali, mungkin menjelang galungan ini saya pengen pulang ke Bali. Jadi pengen kerja ya pak. iya mungkin keinginan ada tapi kantor mana nerima pegawai yang nulis ga bisa kan sama dengan orang buta huruf, tanda tangan belum bisa, nulis ini kan tangannya belum kuat.” (855-860)

(64)

Sebagai seorang ayah, MW mempunyai harapan besar bagi anaknya, terutama untuk anak pertamanya. MW menginginkan anak-anaknya berhasil dan berkeluarga.

“Iyaa… pertama kan saya menginginkan anak saya biar

menthas..dua-duanya biar menthas.Menthas artinya kawin biar kawin. Oohh berkeluarga..haa berkeluarga..baru entah dipanggil saya apa yang terjadi nda tahu saya. Idealisnya kan begitu, keinginannya gitu. Nda ingin kaya nda, pokoknya dia kerja kawin udah itu aja. Ya hanya itu aja.” (647-650)

“Ya ini saya itu pengen punya cucu, temen-temen saya yang seumuran uda pada punya cucu. Makanya saya suruh Eka cepat dah selesai terus kawin aja. Tapi Eka yo belum kepengen itu cepet-cepet kawin.” (862-864)

“Kebetulan ya..sementara masih bujang positif, tapi kalo dah keluarga kan nda tau, istrinya kan belum tentu, Eka itu. Makanya mas Eka saya suruh cari istri yang memahami kondisi kita, ga usah cantik ga usah kaya. Makanya cari istri yang selektif, istri memahami keluarga kita, terutama ni kondisi bapak biar nantinya nda jadi masalah kemudian hari kan begitu.” (378-382)

Aspek ketiga dari konsep diri MW adalah aspek penilaian. Dalam aspek ini MW memiliki nilai negatif. Hal ini dapat terjadi karena MW belum sepenuhnya bisa menerima kondisi yang dialaminya saat ini setelah mengalami stroke, selain itu MW masih merasakan bahwa kondisinya saat ini membuat perasaan yang tidak nyaman dan tidak jarang MW merasakan kesedihan menyadari kondisinya saat ini.

(65)

“Hati kecil juga tetep berontak, hati kecil harusnya kita masa produktif kenapa musti gini nyesel pada diri sendiri. Trus kembalikan mungkin karma sama saya yang lampau mungkin perbuatan saya jelek saat itu, saya nikmatin sekarang makanya terkendali lagi. Harusnya umur 50 kan umur produktif sedang aktivitas tingkat tinggi seharusnya, kena lagi penyakit ini. Penyakit yang semacam ini kan boleh dibilang penyakit manja, penyakit manja kan. Fisiknya sehat keliatan tapi dalemnya jeroane wis keropos arep dikapakke meneh. Gitu..menyesal.” (768-774)

Perasaan sedih dan tidak nyaman masih dialami MW hingga saat ini.

“Mungkin dah kalo air mata tu saya abis mungkin air mata, dalam kondisi seperti ini kadang nangis sendiri. Coba nanti mas Rizky pulang saya nangis sendiri, dalam kamar sendiri aja melamun merenungi nasib kita harusnya kita produktif nangis sendiri dah. Keluar air mata keluar. Ya itulah nasib kita, nasib kita berbeda.” (774-777)

“Ya saya nda nyaman. Tidak nyaman kenapa pak? saya bosan, gini terus saya nda bisa berbuat banyak hal. Dulu saya apa rumah ada yang rusak saya langsung betulkan sendiri, sekarang nda bisa, mau nyuruh Eka tu kadang nda

mau “pake Tukang aja pak” gitu dah Eka bilang. Tapi saya

bisa evaluasi diri, selalu evaluasi kenapa saya begini, jadi mau marah-marah itu lebih bisa meredam dah. Dulu saya kan pemarah, remote TV itu berapa banyak dibanting, kalo marah-marah itu dah anak-anak diam dah. Tuhan aja dulu saya marah-marahin, misuh-misuhi Tuhan itu dulu ada. Tapi sekarang gitu saya bisa evaluasi diri, lebih mengendalikan emosi. Perasaan tidak nyaman itu apakah masih mendominasi setelah bapak bisa evaluasi diri? Oh ya perasaan tidak nyaman itu masih tetap sampai sekarang, nda tau deh sampai kapan. Meskipun saya bisa mengendalikan emosi tapi ketidaknyamanan itu masih saya rasakan.” (868-878)

(66)

lain disekitar MW menilai baik terhadap dirinya dan menerima kondisinya.

“Saya ni dengan pak Putu ni beda orangnya, Pak Putu ni termasuk eksklusif orangnya. Makanya dia sakit orang lain mengabaikan, dulu kan pernah sakit malah saya nda tahu, orang satu lagi disana mboh..ya itulah, kalo saya tu didukung kok, Pak Bambang, semua. Kadang-kadang kan ngerokok dielokke.” (638-642)

Secara keseluruhan konsep diri MW positif, dalam aspek pengetahuan MW dapat menyadari dan mengetahui dirinya secara fisik, diri pribadi, moral, keluarga dan sosial. Perubahan fisik yang dialami yang menyebabkan keterbatasan fisik dipandang sebagai kesulitan bagi dirinya. Hal ini juga mempengaruhi emosionalnya menjadi mudah emosi ketika mengalami stroke. Selain itu, aspek penilaian MW juga menunjukkan nilai negatif. MW menunjukkan bahwa dirinya sebelum sepenuhnya dapat menerima kondisi dirinya.

(67)

keluarga juga membuat MW melihat dirinya lebih positif dan memberikan semangat untuk menjalani hidupnya.

2. Subjek 2

a. Profil Subjek 2

Subjek kedua berinisial HDK. HDK adalah seorang ibu rumah tangga dan suaminya adalah pensiunan pegawai swasta. Mereka memiliki 1 orang anak putri. HDK lahir di Semarang, 3 September 1961, anak kedua dari 3 bersaudara. HDK menikah di Semarang, lalu pada tahun 1992 tinggal menetap di Yogyakarta. Ketika di Semarang HDK bekerja sebagai guru dan setelah menetap di Yogyakarta HDK tidak bekerja lagi. Setelah menetap di Yogyakarta suami yang bekerja, sementara HDK memilih untuk mengurus anak dan rumah tangga.

Selain menjadi ibu rumah tangga, HDK juga aktif di dalam kegiatan sosial baik di lingkungan masyarakat atau gereja. HDK aktif di berbagai organisasi sebagai pengurus seperti PKK, PPKBD, CU dan lainnya. Di rumahnya, HDK juga memiliki kios yang menjual kebutuhan rumah tangga sehingga dia juga menjaga kiosnya.

Gambar

Tabel 3.1 Pedoman Pertanyaan Wawancara
Tabel 3.2
Tabel 4.1 Tabulasi Data Subjek 1
Tabel 4.2 Tabulasi Data Subjek 2
+3

Referensi

Dokumen terkait

17 3.10 Menganalisis hubungan antara struktur jaringan penyusun organ pada sistem koordinasi (saraf, hormon dan alat indera) dalam kaitannya dengan

Struktur Organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau instansi dalam menjalankan kegiatan

Bagian adukan AC4C tanpa dan dengan tambahan partikel keramik akibat proses 1 kali pengelasan adukan gesek tidak banyak berubah dan masih terletak pada re ntang kekerasan

Binbir Gece Masalları’nda kişniş otu, bir afrodizyak olarak belirtilir; Pliny sek şarapla alınan taze kişniş otunun, tam bir afrodizyak olduğuna inanıldığını

Timur, Barru, Pangkep Maros, Gowa, Takalar, Jeneponto,. bulukumba, enrekang, Tana Toraja, Toraja

Kelompok Kerja 10-Pekerjaan Konstruksi (Pokja 10-PK) Unit Pelayanan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kabupaten Tapanuli

Kepada seluruh pegawai PT.Inalum yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian sehingga dapat diselesaikan dengan baik.. Kepada kedua orangtua penulis

8 (2006) tentang Hak Anak atas Perlindungan dari Penghukuman Fisik dan Formulir Kejam atau Merendahkan Hukuman lain (The Rights of the Child to Protection