• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM LINEAR BILANGAN BULAT UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH PENJADWALAN PENERBANGAN PADA BANDAR UDARA SUPADIO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PROGRAM LINEAR BILANGAN BULAT UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH PENJADWALAN PENERBANGAN PADA BANDAR UDARA SUPADIO"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

PROGRAM LINEAR BILANGAN BULAT UNTUK

MENYELESAIKAN MASALAH PENJADWALAN PENERBANGAN

PADA BANDAR UDARA SUPADIO

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Matematika

Disusun Oleh :

Margaretha Agnes Oktaviani

103114008

PROGRAM STUDI MATEMATIKA

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

INTEGER LINEAR PROGRAMMING

TO SOLVE AIRCRAFT SCHEDULING PROBLEM

IN SUPADIO AIRPORT

PAPER

Presented as Partial Fulfillment of the Requirements

To Obtain the Degree of Sarjana Sains

Mathematics Study Program

By :

Margaretha Agnes Oktaviani

103114008

MATHEMATICS STUDY PROGRAM

DEPARTMENT OF MATHEMATICS

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

If God had wanted us to fly,

wouldn't He have given us wings ?

Ku persembahkan tugas akhir ku ini untuk :

(8)

ABSTRAK

Peran utama Air Traffic Controller ialah menjaga kelancaran lalu lintas udara. Salah satu cara untuk menjaga kelancaran lalu lintas udara ialah dengan mengatur pendaratan atau lepas landas suatu pesawat.

Pada tugas akhir ini akan digunakan program linear bilangan bulat dan program linear bilangan bulat campuran untuk menyelesaikan masalah pendaratan. Untuk masalah pendaratan yang melibatkan lebih dari satu landasan pacu, perhitungan dilanjutkan dengan menggunakan model partisi himpunan. Pada bagian akhir tugas akhir ini, akan dilakukan penerapan dari program linear bilangan bulat pada data real, yakni data penerbangan Bandar Udara Supadio Pontianak dari tanggal 20 Januri 2014 – 26 Januari 2014.

(9)

ABSTRACT

The main role of Air Traffic Controller is to maintain air traffic running smooth. One way to control air traffic running smooth is done by regulate the landing or taking off an aircraft.

In this paper, it will be used an integer linear programming and a mixed integer linear programming to solve the aircraft scheduling problem. For aircraft scheduling problem involving more than one runway, the aircraft scheduling problem is formulated as a set partitioning problem. In this paper also present the implementation of integer linear programming in Supadio Airport. The data used are data in Supadio Airport Pontianak, from January 20, 2014 until January 26, 2014.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Yesus Kristus dan Bunda Maria

atas berkatNya yang selalu menyertai penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini

tepat waktu. Kesulitan dan hambatan yang penulis alami selama penulisan tugas

akhir ini, penulis percayai sebagai suatu proses untuk membuat penulis menjadi

lebih kuat, tidak gampang menyerah dan selalu berserah kepadaNya dalam

menjalani hidup ini.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima atas segala

bimbingan, dorongan, semangat, sehingga tugas akhir ini terselesaikan dengan

baik, kepada :

1. Bapak Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D., selaku Rektor Universitas

Sanata Dharma.

2. Ibu Paulina Heruningsih Prima Rosa, S.Si., M.Sc., selaku Dekan Fakultas

Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si., selaku Ketua Program Studi

Matematika Universitas Sanata Dharma, sekaligus menjadi dosen

pembimbing yang dengan penuh kesabaran, kesungguhan hati serta

memberikan banyak ide serta masukan kepada penulis dalam menyelesaikan

tugas akhir ini.

4. Bapak Y. G . Hartono Ph.D., yang telah memberikan ide dan masukan untuk

(11)

5. Seluruh Dosen Program Studi Matematika serta karyawan Fakultas Sains

dan Teknologi. Terima kasih atas bimbingan, doa dan pelajaran yang

diberikan selama berkuliah di Universitas Sanata Dharma.

6. Bapak Fajar selaku Distrik Manager PPNPI Distrik Pontianak yang telah

mengizinkan penulis untuk mengambil data mengenai proses pendaratan

dan lepas landas suatu pesawat pada Bandar Udara Supadio.

7. Om Yasid dan Mas Rahmat yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Keluargaku yang tercinta, my big boss, Yohanes Untung Sadjoko dan Ibu

Murwani Sulistiati yang senantiasa memberi dukungan, semangat dan

mendoakan anaknya yang selalu bikin panik ini. Terima kasih atas

kesabaran dan kasih sayang dalam mendidik anak-anaknya. Kakak penulis,

Bertha Ajeng Aryati dan adik penulis Albertus Anggito Pramudito, terima

kasih atas doa dan dukungannya selama ini.

9. Keluarga Besar Mbah Citro (kakung dan putri) dan Mbah Prapto (kakung

dan putri) dan keluarga-keluarga yang lain, terima kasih atas doa dan

dukungannya.

10. Sahabat-sahabat penulis di Program Studi Matematika, Dini, Leny, Sari,

Marsel, Yosi, Selly, Astri, Ayu, Arga, Tika, Ratri, Pandu, Roy, Yohan, yang

selalu setia mendengar keluh kesah, menemani dan memberi semangat

untuk penulis yang sangat berarti.

11. Keluarga Besar Program Studi Matematika, terima kasih atas segala

(12)

12. Sahabat terbaik, Ellies yang setia mendengar keluh kesah dan selalu

membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini,

13. Teman-teman sekaligus keluarga penulis, Keluarga Besar Bu Marno

Gerbang Tengah : Mbak Niken, Dea, Mela, terima kasih atas semangat,

dukungan, doa, serta kebersamaannya. Banyak suka dan duka telah kita

lewati bersama selama ini.

14. Semua pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dalam

menyelesaikan tugas akhir ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Terima kasih banyak atas semua bantuannya.

Akhirnya penulis menyadari bahwa tugas akhir ini memiliki berbagai

kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Semoga tugas akhir ini dapat menjadi referensi bagi rekan-rekan dalam

mengembangkan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 19 Juli 2014

(13)

DAFTAR ISI

COVER ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi

G. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II : PROGRAM LINEAR ... 7

A. Matriks dan Operasi Baris Elementer ... 7

B. Program Linear... 12

C. Metode Simpleks ... 18

D. Metode Pencabangan dan Pembatasan... 29

BAB III : MASALAH PENDARATAN PESAWAT ... 41

A. Perumusan Masalah Pendaratan Pesawat Dengan Program Linear ... 44

B. Model Partisi himpunan ... 62

(14)

BAB IV : APLIKASI PROGRAM LINEAR BILANGAN BULAT DALAM PENJADWALAN PENERBANGAN PADA BANDAR UDARA

SUPADIO ... 81

BAB V : PENUTUP ... 107

A. KESIMPULAN ... 107

B. SARAN ... 108

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemandu lalu lintas udara atau yang lebih dikenal dengan Air Traffic

Controller adalah suatu lembaga yang berjasa dalam menyediakan layanan

pengatur lalu–lintas udara. Air Traffic Controller (ATC) bertugas untuk mencegah pesawat terlalu berdekatan satu sama lain dan menghindarkan pesawat dari

tabrakan. Tugas lain dari ATC ialah mengatur kelancaran lalu lintas udara,

membantu pilot dalam menangani keadaan darurat, dan memberikan informasi

yang dibutuhkan pilot, seperti informasi cuaca, informasi lalu lintas udara,

navigasi dan sebagainya.

ATC adalah rekan terdekat pilot dalam menerbangkan pesawat. Ini

dikarenakan segala aktivitas yang akan dilakukan oleh pilot harus mendapat

persetujuan dari ATC, yang nantinya ATC akan memberikan informasi, instruksi

dan izin kepada pilot sehingga tercapai tujuan keselamatan penerbangan. Semua

komunikasi yang dilakukan oleh ATC dan pilot haruslah menggunakan peralatan

yang sesuai dan memenuhi aturan. Adapun aturan-aturan yang terkait dengan

keselamatan penerbangan diatur pada dokumen Peraturan Keselamatan

(16)

Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil juga mengatur tentang layanan

lalu lintas udara yang diberikan oleh ATC. Adapun pelayanan lalu lintas udara

yang diberikan oleh ATC sesuai dengan PKPS terdiri dari 3 layanan, yakni

aerodrome control service, approach control service, dan area control service.

Aerodrome control service memberikan layanan lalu lintas kepada pilot yang

sedang berada di area bandar udara dan sekitarnya, seperti layanan lepas landas

(take off), pendaratan (landing), perjalanan pesawat dari/menuju apron (taxiing).

Approach control service adalah layanan yang diberikan saat pesawat berada di

udara, baik yang baru saja melakukan penerbangan atau yang akan melakukan

pendaratan. Area control services adalah layanan yang diberikan saat penerbangan melakukan penjelajahan, teruma penjelajahan yang terkontrol.

Pada tulisan ini akan dipaparkan mengenai masalah terkait aerodrome

control service, khususnya mengenai pendaratan pesawat. Pendaratan dilakukan

pada waktu yang ditentukan, dibatasi oleh waktu terawal dan waktu paling lambat

untuk mendarat. Waktu terawal menunjukkan waktu tercepat suau pesawat dapat

melakukan pendaratan, yakni jika pesawat melakukan penerbangan dengan

kecepatan penuh. Begitupula dengan waktu terlama menunjukkan waktu paling

lambat suatu pesawat diperbolehkan melakukan pendaratan, jika pesawat terbang

dengan kecepatan standar.

Hal lain yang harus diperhatikan adalah mengenai waktu yang dibutuhkan

pesawat-pesawat dan petugas-petugas untuk mempersiapkan proses pendaratan

dalam satu waktu. Perlu diketahui bahwa setiap pesawat membutuhkan waktu

(17)

sesuai, akan mempengaruhi penjadwalan pendaratan pesawat berikutnya, karena

penjadwalan ini sangat mempengaruhi satu sama lain. Terlebih jika pada bandar

udara tersebut memiliki tingkat kesibukan yang sangat tinggi.

Pada tugas akhir ini, akan dibahas mengenai layanan ATC tentang

aerodrom control service di Bandar Udara Supadio Pontianak yang dikhususkan

pada penjadwalan waktu pendaratan suatu pesawat agar tidak terjadi ‘tabrakan’

waktu. Penjadwalan waktu pendaratan pesawat ini harus diperhatikan dengan

baik, karena proses pendaratan tidak dapat dilakukan pada satu waktu yang

bersamaan, mengingat Bandar Udara Supadio hanya memiliki satu landasan pacu.

Konsep yang digunakan dalam melakukan penjadwalan ini adalah

meminimumkan total deviasi waktu dari waktu mendarat yang ditargetkan untuk

setiap pesawat. Adapun deviasi waktu disini ialah penyimpangan waktu

pendaratan pesawat dari target waktu yang telah ditentukan. Dimisalkan suatu

pesawat A memiliki target waktu pendaratan pada pukul 12.00, namun pada

kenyataannya pesawat mendarat pada pukul 12.15. ini berarti deviasi waktu

pendaratan pesawat terhadap taget waktunya ialah 15 menit.

Berdasarkan kendala-kendala umum yang terdapat pada suatu proses

penjadwalan penerbangan, maka dalam tugas akhir ini akan dilakukan

penjadwalan penerbangan pada Bandar Udara Supadio Pontianak sebagai masalah

(18)

B. Rumusan Masalah

a. Bagaimana merumuskan masalah pendaratan pesawat dengan program

linear bilangan bulat ?

b. Bagaimana menyelesaikan masalah pendaratan pesawat dengan

menggunakan model partisi himpunan ?

c. Bagaimana merumuskan masalah pendaratan pesawat dengan program

linear bilangan bulat campuran ?

d. Bagaimana menentukan penjadwalan dalam proses pendaratan dan

lepas landas pada Bandar Udara Supadio Pontianak dengan metode

program linear bilangan bulat?

C. Batasan Masalah

a. Model yang digunakan adalah model statis, yakni tidak adanya

tambahan pesawat dalam keadaan darurat (penjadwalan khusus untuk

penerbangan yang sudah terjadwal).

b. Keterlambatan pesawat (delay) yang terjadi masih dalam interval waktu yang diperbolehkan.

D. Tujuan Penulisan

a. Memahami bagaimana mencari penyelesaian dari permasalahan

penjadwalan penerbangan dengan menggunakan program linear

(19)

b. Menentukan penjadwalan penerbangan dengan menggunakan program

linear bilangan bulat.

E. Metode Penulisan

Metode penulisan dilakukan dengan studi pustaka dan studi kasus, dengan

mengambil data waktu penerbangan pada Bandar Udara Supadio Pontianak.

F. Manfaat penulisan

a. Dapat mengaplikasikan program linear bilangan bulat untuk masalah

penjadwalan penerbangan.

b. Membantu berbagai pihak dalam menentukan penjadwalan yang salah

satunya menggunakan program linear bilangan bulat.

G. Sistematika Penulisan

I. Bab 1 : Pendahuluan

a. Latar Belakang

b. Batasan Masalah

c. Rumusan Masalah

d. Tujuan Penulisan

e. Metode Penulisan

f. Manfaat Penulisan

(20)

II. Bab II : Dasar Teori

a. Matriks dan Operasi Baris Elementer

b. Program Linear

c. Metode Simpleks

d. Metode Pencabangan dan pembatasan

III. Bab III : Masalah Pendaratan

IV. Bab IV : Aplikasi Program Linear Bilangan Bulat Dalam

Penjadwalan Penerbangan Pada Bandar Udara Supadio

(21)

BAB II

Program Linear

A. Matriks dan Operasi Baris Elementer

Matriks merupakan suatu susunan bilangan-bilangan (real maupun

kompleks) yang berbentuk segi empat dan ditulis diantara tanda kurung. Tanda

kurung yang biasa digunakan ialah ( ) ataupun , -. Ukuran matriks ditentukan oleh jumlah baris dan kolom yang terdapat pada matriks tersebut. Misalkan

jumlah baris pada matriks tersebut adalah m dan jumlah kolom pada matriks tersebut adalah n, maka matriks tersebut berukuran . Ukuran matriks ini untuk seterusnya disebut sebagai ordo matriks. Penamaan matriks ditulis dengan

menggunakan huruf kapital, sedangkan elemen-elemen di dalam matriks ditulis

dengan huruf kecil. Bila A merupakan suatu matriks dan merupakan

elemen-elemen dalam matriks, maka secara umum matriks A dapat dituliskan sebagai

Matriks dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah program linear.

Dalam menyelesaikan program linear, suatu matriks haruslah diubah bentuknya

menjadi matriks eselon ataupun menjadi bentuk matriks eselon tereduksi dengan

(22)

Definisi 2.1.1

Suatu matriks A dikatakan dalam bentuk eselon jika :

1. Elemen tak nol pertama pada sembarang baris taknol harus diletakkan

disebelah kanan entri yang pertama di baris di atasnya. Elemen tak nol

pertama dalam setiap baris disebut sebagai elemen kunci.

2. Baris yang semua elemennya nol dikelompokkan di baris akhir pada

matriks.

Definisi 2.1.2

Suatu matriks A dikatakan dalam bentuk eselon baris tereduksi jika semua

kondisi di bawah dipenuhi :

1. Matriks A berbentuk matriks eselon

2. Semua elemen kunci dari A adalah 1.

3. Semua elemen di atas elemen kunci adalah 0.

Definisi 2.1.3

Matriks yang diperluas (augmented matrix)pada suatu sistem persamaan linear

adalah matriks yang dibentuk dari matriks koefisien dan diberikan kolom

(23)

Definisi 2.1.4

Misalkan * + merupakan himpunan vektor dari matriks . Suatu vektor dari disebut bergantung linear pada S jika terdapat skalar

sedemikian sehingga :

Vektor inilah yang disebut sebagai kombinasi linear.

Contoh 1.1 :

Misalkan . / .

/adalah vektor-vektor di . wmerupakan

kombinasi linear dari v, jika w dapat dinyatakan sebagai kelipatan dari v

. / . /

Karena w dapat dinyatakan sebagai kelipatan dari v maka w merupakan kombinasi

linear dari v

Definisi 2.15

Matriks A dan B dikatakan ekivalen baris jika matriks B dapat diperoleh dengan

(24)

Definisi 2.1.6

Operasi baris elementer merupakan operasi yang dilakukan untuk mengubah

matriks biasa menjadi matriks eselon ataupun matriks eselon baris tereduksi,

dengan langkah-langkah :

1. Menukar baris i dengan baris j

2. Mengalikan setiap elemen pada baris i dengan suatu skalar k

3. Mengubah baris i dengan cara menjumlahkan elemen-elemen pada baris i

dengan perkalian baris j dengan skalar k.

Operasi baris elementer ini tidak mengubah sistem persamaan linear itu

sendiri. Artinya, penyelesaian yang dihasilkan oleh operasi baris elementer akan

sama hasilnya dengan penyelesaian sistem persamaan linear sebelumnya. Hal ini

dijamin oleh teorema berikut ini :

Teorema 2.1 :

Andaikan matriks A dan B merupakan matriks ekuivalen baris. Maka sistem yang dimiliki oleh matriks A sebagai matriks yang diperluas memiliki himpunan penyelesaian yang sama seperti sistem yang dimiliki matriks B sebagai matriks yang diperluas.

Bukti :

Jika dikenakan sebuah operasi baris elementer pada matriks A, maka diperoleh matriks A1, dimana matriks tersebut merupakan suatu matriks yang diperluas untuk sistem yang baru. Asumsikan bahwa sistem yang baru memiliki

himpunan penyelesaian yang sama seperti sistem asli dengan matriks yang

(25)

penyelesaian yang sama seperti sistem aslinya, catat bahwa setiap baris dari A1

adalah kombinasi linear baris dari matriks asli. Maka untuk setiap persamaan

pada sistem yang baru merupakan kombinasi linear dari persamaan pada sistem

asli, dimana persamaan pada sistem baru menunjukkan bahwa setiap penyelesaian

dari sistem asli juga merupakan suatu penyelesaian lainnya.

Sebaliknya, setiap penyelesaian dari sistem yang baru juga merupakan

penyelesaian asli. Hal ini dikarenakan dapat dibaliknya operasi baris elementer.

Dampak yang ditimbulkan dari penjumlahan perkalian dari baris yang diberikan

ke baris lainnya dapat dibatalkan dengan mengurangkan perkalian yang sama

pada baris yang diberikan. Pembagian dengan bilangan tak nol dapat

membatalkan dampak yang ditimbulkan dari perkalian konstanta tak nol pada

suatu baris. Maka dari matriks A1 dapat ditransformasikan kembali pada matriks A

menggunakan operasi baris elementer. Uraian yang sama pada sebelumnya

sekarang menunjukkan bahwa setiap penyelesaian dari sistem yang baru juga

merupakan suatu penyelesaian dari sistem asli. Sehingga dari uraian membuktikan

bahwa sistem yang baru memiliki himpunan penyelesaiana yang sama seperti

sistem asli dengan matriks yang diperluas A adalah benar.

Sekarang karena B ekuivalen baris dengan A, maka terdapat urutan

dari suatu matriks, dimana , dan untuk setiap i ,

dihasilkan dengan mengenakan operasi baris elementer pada . Sistem

(26)

sistem 0 memiliki himpunan penyelesaian yang sama dengan sistem 1, himpunan

penyelesaian untuk sistem 2 sampai himpunan penyelesaian sistem n juga memiliki himpunan penyelesaian yang sama. Sehingga uraian ini membuktikan

teorema 2.1.

B. Program Linear

Program Linear (Linear Programming) merupakan salah satu teknik analisis dari kelompok teknik riset operasi yang menggunakan model matematika.

Program Linear (PL) bertujuan untuk mencari, memilih, dan menentukan

alternatif yang terbaik diantara sekian alternatif layak yang tersedia. Pada tahun

1947, Dr. George Dantzig, matematikawan Amerika Serikat mengembangkan

suatu metode yang efisien, yaitu metode simpleks untuk menyelesaikan program

linear. Sejak pengembangan metode simpleks oleh Dr. George Dantzig, program

linear sering digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di

kehidupan sehari-hari, baik di bidang ekonomi, industri, militer, maupun sosial.

Salah satu ciri khas dari program linear ialah masalah yang hendak

diselesaikan dengan program linear harus memenuhi lima macam asumsi dasar,

yakni :

1. Linearitas

Yakni fungsi tujuan dari kendala haruslah berbentuk linear

2. Proporsionalitas

Perubahan nilai pada fungsi objektif akan sebanding dengan perubahan

(27)

3. Aditivitas

Asumsi ini menganggap nilai tujuan dari masing-masing kegiatan tidak

saling mempengaruhi

4. Divisibilitas

Nilai pada variabel keputusan dapat berupa pecahan maupun berupa

bilangan bulat.

5. Deterministik

Asumsi ini menyatakan bahwa semua parameter yang terdapat pada

program linear dapat diperkirakan dengan pasti, meskipun jarang dipenuhi

secara tepat

Dalam program linear akan ditemukan beberapa istilah yang akan

mendukung penyelesaian dari program linear, yakni:

Definisi 2.2.1

Variabel keputusan (decision variable) merupakan suatu unsur yang perubahannya berdampak pada pengambilan keputusan penyelesaian masalah.

Variabel keputusan biasanya dinotasikan sebagai dengan Definisi 2.2.2

Variabel pengetat (slack variable) merupakan variabel tambahan yang mengubah suatu sistem pertidaksamaan menjadi sistem persamaan, dengan cara

menambahkan variabel pengetat tersebut pada ruas kiri suatu pertidaksamaan.

Variabel pengetat ini digunakan pada pertidaksamaan yang berbentuk

(28)

Definisi 2.2.3

Variabel Surplus merupakan variabel tambahan yang menjadikan suatu sistem

pertidaksamaan menjadi sistem persamaan, dengan cara mengurangkan variabel

pengetat tersebut pada ruas kiri suatu pertidaksamaan. Variabel surplus ini

digunakan pada pertidaksamaan yang berbentuk ( ) . Definisi 2.2.4

Fungsi objektif adalah fungsi dari variabel keputusan yang dibuat dengan tujuan

memaksimalkan keuntungan atau meminimumkan kerugian.

Definisi 2.2.5

Batasan-batasan yang dikenakan pada variabel keputusan yang dapat berupa

persamaan atau pertidaksamaan disebut kendala. Kendala inilah yang akan

mempengaruhi pengambilah keputusan.

Definisi 2.2.6

Koefisien teknis (technological coefficient) adalah koefisien yang dimiliki oleh variabel keputusan. Disebut koefisien teknis karena koefisien ini mempengaruhi

teknologi yang akan digunakan dalam penyelesaian program linear.

Definisi 2.2.7

Sebuah fungsi ( ) disebut fungsi linear jika dan hanya jika untuk sembarang konstanta , dapat ditulis sebagai :

(29)

Definisi 2.2.8

Jika suatu fungsi linear pada sisi kiri bernilai sama atau melebihi fungsi atau

konstanta pada sisi kanan, maka kondisi ini disebut pertidaksamaan linear dan

direpresentasikan dalam bentuk:

( )

dengan ( ) merupakan fungsi linear.

Sama halnya, jika fungsi pada sisi kirinya bernilai kurang dari atau sama dengan

fungsi atau konstanta pada sisi kanan. Kondisi ini direpresentasikan dalam bentuk:

( )

dengan ( ) merupakan fungsi linear.

Definisi 2.2.9

Konstanta yang berada pada sisi kanan suatu persamaan pada kendala

menunjukkan sumber daya yang tersedia. Sisi sebelah kanan ini biasa dinotasikan

dengan RHS (Right Hand Side).

Program linear adalah suatu masalah optimasi yang mana fungsi objektif

dari permasalahan ini berbentuk linear, serta variabel dan kendala yang terdapat

pada program linear terdiri dari persamaan dan pertidaksamaan linear. Adapun

(30)

Minimumkan/maksimumkan

Yang memenuhi kendala sebagai berikut :

dengan ,

dimana z adalah fungsi objektif, merupakan variabel keputusan, adalah koefisien teknis, adalah RHS.

Secara umum bentuk di atas dapat dituliskan sebagai :

Minimumkan/maksimumkan

yang memenuhi kendala sebagai berikut :

(31)

Bila semua kendala pada masalah memaksimumkan berbentuk ∑ maka bentuk program linear tersebut dikatakan bentuk maksimum baku.

Definisi 2.2.10

Penyelesaian dalam program linear berarti himpunan nilai variabel-variabel

keputusan yang memenuhi kendala-kendala.

Definisi 2.2.11

Penyelesaian optimal merupakan penyelesaian yang memaksimumkan/

meminimumkan fungsi objektif .

Adapun dalam penyelesaian program linear, terdapat tiga kemungkinan

penyelesaian, yakni :

1. Program linear tidak memiliki penyelesaian

2. Program linear memiliki penyelesaian tunggal

3. Program linear memiliki penyelesaian tak hingga banyak

Dalam menyelesaikan program linear banyak metode yang dapat

digunakan, diantaranya metode grafik dan metode simpleks. Pada tugas akhir ini

akan dibahas mengenai metode simpleks untuk menyelesaikan permasalahan

(32)

C. Metode Simpleks

Metode simpleks dikembangkan oleh George Dantzing pada tahun 1947.

Metode simpleks merupakan suatu metode yang digunakan untuk mencari

penyelesaian program linear dengan didasari teknik eliminasi eselon baris

tereduksi dalam penentuan penyelesaian optimalnya dan memerlukan perhitungan

yang berulang-ulang. Metode simpleks ini memiliki keunggulan dibandingkan

dengan metode grafik, yakni masalah program linear yang dapat diselesaikan

tidak hanya terbatas pada dua variabel keputusan saja, melainkan dapat mencakup

lebih dari dua variabel keputusan.

Pada tugas akhir ini, masalah program linear yang akan dibahas memiliki

kendala berbentuk campuran. Kendala berbentuk campuran yang dimaksud adalah

pada kendala memiliki beberapa bentuk pertidaksamaan maupun berbentuk

persamaan, yakni ( ) , ( ) , dan

( ) . Oleh karena itu, metode simpleks yang akan dibahas pada tugas akhir ini menggunakan kendala campuran. Adapun untuk memudahkan

pembaca dalam memahami metode simpleks, maka digunakanlah prinsip

memaksimumkan, karena prinsip memaksimumkan dalam metode simpleks lebih

mudah dipahami daripada prinsip meminimumkan.

Tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan

program linear dengan metode simpleks yakni :

1. Mengubah masalah program linear bentuk umum menjadi bentuk kanonik,

dengan cara mengubah kendala berbentuk pertidaksamaan menjadi bentuk

(33)

Beberapa hal yang harus dilakukan pada tahapan ini ialah :

a. untuk kendala yang berbentuk pertidaksamaan linear ( )

sisi kiri pertidaksamaan dijumlahkan dengan variabel pengetat sehingga pertidaksamaan berubah menjadi persamaan

( )

b. untuk setiap kendala yang berbentuk ( ) , sisi kiri pertidaksamaan dikurangi dengan suatu variabel surplus dan

ditambah dengan variabel semu sehingga pertidaksamaan berubah

menjadi ( )

c. jika RHS suatu masalah program linear bernilai negatif ( ), maka setiap suku pada kendala terkait haruslah dikali -1 agar diperoleh

.

2. Membuat tabel awal simpleks

Tabel awal simpleks ini berisi koefisien-koefisien fungsi objektif dan

kendala pada masalah program linear kanonik. Misalkan bentuk kanonik

dari masalah program linear dengan kendala campuran dituliskan sebagai :

(34)

( ) ( ) ( ) ( )

dengan :

:koefisien variabel keputusan,

: variabel keputusan,

: koefisien fungsi objektif,

: RHS,

: variabel pengetat, : variabel surplus,

: variabel semu, ( ) Maka tabel awal metode simpleks ini ialah :

Tabel 2.3.1. Tabel awal simpleks

… 0 … 0 0 … 0 -M … -M

… … …

0 1 … 0 0 … 0 0 … 0

(35)

0 0 .. 1 0 … 0 0 … 0

-M ( ) ( ) 0 … 0 -1 … 0 1 … 0

-M 0 … 0 0 … -1 0 … 1

0 … 0 0 … 0 0 … 0 -M … -M Z

… 0 … 0 0 … 0 0 … 0

Definisi 2.2.11

Variabel dasar (VD) merupakan variabel yang nilainya positif dan hanya

muncul satu kali pada tabel simpleks dan nilainya ialah +1. Banyaknya

variabel dasar akan sama dengan banyaknya kendala. Pada penyelesaian

awal variabel pengetat merupakan variabel dasar. Sedangkan variabel non dasar (VND) merupakan variabel yang nilainya nol pada sembarang iterasi.

3. Melakukan uji optimalitas

Setelah dilakukan pengubahan bentuk program linear menjadi bentuk

kanonik, maka yang dilakukan selanjutnya ialah uji optimalitas. Uji

optimalitas ini bertujuan untuk menentukan apakah variabel dasar sudah

mengoptimalkan nilai fungsi objektif atau belum. Pada tahapan ini nilai

(36)

dilakukan dalam melakukan uji optimalitas adalah menyelidiki semua nilai

, kemudian perhatikan tiga hal berikut ini :

a. Nilai menunjukkan masih dimungkinkan untuk terjadi penambahan nilai z pada perhitungan selanjutnya.

b. Apabila semua maka penyelesaian yang ada sudah bernilai optimal, maka pencarian dihentikan. Hal ini dikarenakan sudah tidak

ada penambahan nilai yang dapat terjadi.

4. Mencari variabel dasar yang akan keluar dan variabel non dasar yang akan

masuk ke dalam tabel simpleks.

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahapan ini ialah :

a. Menentukan kolom kunci

Kolom kunci diperoleh dengan menentukan maksimum dari . Hal ini dipilih karena tujuan utama dari masalah program linear

adalah memaksimumkan nilai , maka untuk mencari kolom kunci

dicari penambahan nilai yang terbesar.

b. Menyelidiki kolom kunci

Hal yang perlu diperhatikan pada tahapan ini ialah :

i) Jika pada semua elemen pada kolom kunci bernilai negatif, maka

perhitungan dihentikan, karena pada masalah program ini tidak

memiliki penyelesaian.

ii) Namun apabila tidak semua elemen kunci bernilai negatif, maka

(37)

c. Menentukan baris kunci

Baris kunci diperoleh dengan uji rasio, yakni dengan menentukan

(

* .

d. Menentukan elemen kunci

Elemen kunci adalah perpotongan antara baris kunci dan kolom kunci.

Elemen kunci inilah yang menjadi variabel dasar yang baru.

e. Mengubah elemen pada pivot menjadi +1 dan mengubah

elemen-elemen terkait menggunakan operasi baris elemen-elementer. Hal ini

dilakukan karena elemen-elemen dari kolom variabel dasar selalu

direpresentasikan dengan vektor dasar standar.

5. Setelah nilai pada baris bernilai tak positif, maka penyelesaian telah optimal. Perhitungan dihentikan. Hasil akhir dilihat dari nilai yang

terdapat pada perhitungan, dalam hal ini . Namun, jika nilai pada baris masih ada yang bernilai positif, maka perhitungan dilanjutkan pada langkah ke-4.

Dari langkah-langkah di atas didapatkan algoritma untuk metode simpleks

yakni :

1. Ubah pertidaksamaan pada fungsi objektif dan kendala ke dalam

kanonik

2. Membuat tabel simpleks awal

(38)

4. Tentukan :

a. kolom kunci dengan menentukan ( ), jika :

i) semua elemen kolom kunci bernilai negatif, perhitungan

dihentikan

5. Lakukan operasi baris elementer pada elemen yang terkait elemen kunci

dan kembali ke langkah 4

Berikut akan diberikan contoh penyelesaian program linear dengan metode

simpleks:

(39)

Maksimalkan

Kendala :

Tahap ke-2 : membuat tabel awal simpleks

3 2 0 0

Peubah

bebas

0 2 5 1 0 9 9/2

0 4 2 0 1 9 9/4

0 0 0 0 0

3 2 0 0

Tahap ke-3 : uji optimalitas

Menyelidiki nilai , karena nilai maka perhitungan dilanjutkan

Tahap ke-4 : menentukan variabel dasar mana yang akan keluar

(40)

b. Menyelidiki kolom kunci dengan melihat nilai pada kolom kunci.

Karena pada kolom kunci nilai pada elemen-elemennya bernilai positif,

maka perhitungan dilanjutkan.

c. Menentukan baris kunci dengan mencari minimum dari

(

* , yakni .

d. Elemen kunci pada masalah ini adalah perpotongan antara kolom

dan baris .

e. Mengubah elemen kunci menjadi +1 dan mengubah elemen-elemen

terkait menggunakan operasi baris elementer. Sehingga didaptkan tabel

seperti di bawah ini:

3 2 0 0

Peubah

bebas

0 0 4 1 -1/2 9 9/8

3 1 0.5 0 1/4 9/4 9/2

3 3/2 0 3/4 -27/4

0 1/2 0 -3/4

Karena pada tabel masih terdapat nilai , maka perhitungan dilanjutkan kembali pada langkah 4.

Iterasi 2 :

(41)

a. Menentukan kolom kunci, yakni kolom

b. Karena nilai pada elemen-elemen kolom kunci bernilai positif, maka

perhitungan dilanjutkan.

c. Menentukan baris kunci, yakni baris

d. Pivot pada masalah ini adalah perpotongan antara kolom dan baris .

e. Mengubah elemen pada pivot menjadi +1 dan mengubah elemen-elemen

terkait manggunakan operasi baris elementer. Sehingga didapatkan tabel

seperti di bawah ini :

3 2 0 0

Peubah bebas

2 0 1 1/4 -1/8 9/8

3 1 0 -1/8 5/16 27/16

3 2 1/8 11/16 117/16

0 0 -1/8 -11/16

Karena nilai maka perhitungan dihentikan, karena telah diperoleh peyelesaian optimal. Berdasarkan tabel, diperoleh

,

dan

.

Penyelesaian yang didapatkan dengan metode simpleks ini sama dengan

(42)

Dari keluaran tersebut didapatkan penyelesaian untuk masalah program linear

adalah dan dengan nilai z = 7.3125.

Metode simpleks yang telah dipaparkan di muka merupakan metode

simpleks yang digunakan untuk menyelesaikan masalah program linear

maksimisasi. Untuk menyelesaikan program linear minimisasi, langkah yang

digunakan sama dengan langkah masalah program linear maksimisasi, hanya

saja koefisien pada fungsi objektif dikali dengan -1. Penyelesaian yang

diperoleh dengan masalah maksimisasi ini akan sama dengan penyelesaian

masalah minimumnya. Hanya saja nilai dari fungsi objektif dari masalah

program linear minimum ini merupakan negatif dari nilai fungsi objektif

masalah program linear maksimum.

Berikut akan diberikan contoh untuk masalah minimisasi :

Contoh 2.3.2 :

minimumkan

kendala :

(43)

Pertama, langkah yang harus dilakukan adalah mengalikan fungsi

objektif dengan -1:

Kemudian ubah kendala berbentuk pertidaksamaan ke dalam bentuk kanonik:

Dengan cara yang sama seperti masalah maksimisasi menggunakan

metode simpleks didapatkan dengan z = -100. Sehingga penyelesaian dari masalah program linear minimisasi di atas yakni

, dengan nilai dari fungsi objektif masalah minimisasi adalah ( ) .

D. Metode Pencabangan dan Pembatasan (Branch and Bound)

Pada masalah program linear, penyelesaian yang didapatkan dapat berupa

bilangan pecahan maupun bilangan bulat. Namun pada kasus-kasus tertentu

dibutuhkan penyelesaian yang berupa bilangan bulat. Sebagai contoh, dalam

penentuan jumlah mobil yang akan dijual pada suatu perusahaan otomotif agar

penjualan menghasilkan keuntungan yang maksimal, tidak mungkin jumlah mobil

(44)

berupa bilangan bulat. Maka dari itu penyelesaian program linear bilangan bulat

dibutuhkan pada kasus-kasus tertentu.

Program linear yang penyelesaiannya berupa bilangan bulat inilah yang

untuk seterusnya disebut sebagai program linear bilangan bulat (Integer

Programming). Banyak metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan

program linear bilangan bulat, diantaranya metode pencabangan dan pembatasan,

metode pemotongan bidang (cutting plane), dan metode heuristic. Pada subbab selanjutnya akan dibahas mengenai metode pencabangan dan pembatasan.

Metode pencabangan dan pembatasan diusulkan pertama kali oleh A. H.

Land dan A. G. Doig pada tahun 1960. Metode pencabangan dan pembatasan

merupakan salah satu metode untuk menyelesaikan masalah program linear

bilangan bulat. Ide dasar dari metode pencabangan dan pembatasan ini ialah

membagi penyelesaian dari masalah program linear menjadi beberapa

submasalah. Proses pembagian penyelesaian ini biasa disebut dengan

pencabangan (branching). Tujuan dari pencabangan ini sendiri ialah untuk memudahkan dalam menyelesaikan masalah program linear.

Prinsip kerja dari metode ini ialah mencabangkan penyelesaian dari soal

program linear yang tidak memiliki penyelesaian bilangan bulat. Percabangan

dilakukan sampai ditemukan penyelesaian yang berbentuk bilangan bulat. Dalam

menyelesaikan masalah program linear dengan metode pencabangan dan

(45)

a. Pencabangan(Branching)

Pada langkah ini, pencabangan dilakukan pada penyelesaian yang belum

berbentuk bilangan bulat. Pencabangan dilakukan dengan memecah masalah

program linear awal menjadi dua bagian, kemudian menambahkan kendala

baru. Dalam pencabangan, kendala yang ditambahkan merupakan

pembulatan ke atas dan pembulatan ke bawah dari penyelesaian yang masih

berbentuk pecahan. Sehingga dari pencabangan tersebut menghasilkan

kendala baru untuk masing-masing pencabangannya, yakni :

i. ⌈ ⌉, dimana ⌈ ⌉ merupakan pembulatan ke atas dari penyelesaian program linear yang berbentuk pecahan, dan

ii. ⌊ ⌋, dimana ⌊ ⌋ merupakan pembulatan ke bawah dari penyelesaian program linear yang berbentuk pecahan.

Proses pencabangan ini terus dilakukan hingga diperoleh penyelesaian

bilangan bulat yang pertama.

b. Penetapan Batas(Bounding)

Langkah penetapan batas ini dilakukan setelah diselesaikannya proses

pencabangan. Penetapan batas ini merupakan langkah untuk membatasi

penyelesaian, agar didapatkan penyelesaian yang optimal. Pada metode

pencabangan dan pembatasan ini terdapat dua batas yaitu:

i. Batas Atas (upper bound)

Batas atas ini digunakan dalam menyelesaikan masalah program linear

(46)

objektif pertama yang berbentuk bilangan bulat. Sehingga apabila

dalam pencabangan diperoleh penyelesaian optimal dengan nilai lebih

besar dari batas atas ini, maka penyelesaian tersebut diabaikan.

Namun apabila dalam pencabangan selanjutnya diperoleh

penyelesaian yang lebih kecil dari batas atas, maka penyelesaian

tersebut dijadikan batas atas yang baru, dan batas lama diabaikan.

Pembatasan dilakukan terus hingga tidak dimungkinkan untuk

dilakukan pencabangan lagi. Sehingga penyelesaian optimal yang

diperoleh dari masalah program linear adalah penyelesaian bilangan

bulat yang menjadi batas terkahir.

ii. Batas bawah (lower bound)

Batas bawah ini digunakan dalam menyelesaikan masalah program

linear yang berbentuk maksimum. Batas bawah merupakan

penyelesaian fungsi objektif pertama yang berbentuk bilangan bulat.

Apabla dalam pencabangan selanjutnya diperoleh penyelesaian

bilangan bulat yang lebih kecil dari batas bawah, maka penyelesaian

diabaikan. Namun apabila dari pencabangan selanjutnya diperoleh

penyelesaian bilangan bulat yang lebih besar dari batas bawah, maka

penyelesaian yang baru ini dijadikan batas bawah yang baru, dan batas

bawah lama diabaikan. Pembatasan ini dilakukan terus menerus

hingga tidak dimungkinkan lagi dilakukan pencabangan. Sehingga

secara umum, penyelesaian optimal dari masalah program linear yang

(47)

c. Penghentian pencabangan (Fathoming)

Pencabangan atau pencarian penyelesaian pada suatu sub masalah

dihentikan jika :

1. Infeasible atau tidak memiliki daerah layak

2. Semua variabel keputusan yang harus bernilai bilangan bulat sudah

bernilai bilangan bulat.

3. Pada masalah maksimisasi, penghentian pencabangan pada suatu sub

masalah dilakukan jika fungsi objektif dari sub masalah tersebut tidak

lebih besar atau sama dengan nilai batas bawah. Sedangkan pada

masalah minimisasi penghentian pencabangan sub masalah dilakukan

jika fungsi objektif tidak lebih kecil atau sama dengan nilai batas atas.

Adapun cara langkah-langkah yang dilakukan dalam menyelesaikan

program linear menggunakan metode pencabangan dan pembatasan adalah :

1. Menyelesaikan masalah program linear awal ( ), kemudian lihat penyelesaiannya. Apabila penyelesaian berbentuk bilangan bulat,

perhitungan dihentikan. Namun, jika penyelesaian berupa bilangan pecahan

maka perhitungan dilanjutkan pada langkah selanjutnya.

(48)

3. Lakukan penetapan batas dengan cara mengambil salah satu penyelesaian

yang berbentuk bilangan bulat pertama yang dihasilkan dari penyelesaian.

4. Setelah didapatkan batas atas dan bawah, dan dapat dilengkapi menjadi ⌈ ⌉ dan ⌊ ⌋

5. Kemudian selesaikan masalah program linear baru tersebut. Apabila dalam

penyelesaian masih berupa bilangan pecahan, lakukan perhitungan yang

sama untuk setiap cabang dan kembali pada langkah 2.

Kondisi optimal dalam penyelesaian program linear bilangan bulat

menggunakan metode pencabangan dan pembatasan ini tercapai, jika :

1. Tidak ada ada lagi submasalah yang perlu dicabangkan lagi

2. Pada masalah maksimisasi penyelesaian optimal merupakan penyelesaian

submasalah yang saat ini menjadi batas bawah

3. Pada masalah minimisasi penyelesaian optimal merupakan penyelsaian

submasalah yang saat ini menjadi batas atas.

Berikut akan diberikan contoh penyelesaian proglam linear dengan metode

pencabangan dan pembatasan :

Contoh 2.4.1

Maksimumkan

Kendala :

(49)

Penyelesaian :

Iterasi 1:

Langkah 1 : menyelesaikan

Dengan bantuan software QM for windows 2 diperoleh penyelesaian :

Langkah ke-2 : melakukan pencabangan :

Untuk didapatkan 2 pencabangan, yakni dan . Dimana kendala baru adalah dan .

Langkah ke-3 : melakukan penetapan batas

Karena belum diperoleh penyelesaian bilangan bulat, maka batas bawah belum

bisa ditetapkan.

(50)

Masalah program linear baru dapat dituliskan dengan :

Maksimumkan

Kendala :

dan

Maksimumkan

Kendala :

Langkah ke-5 : mencari penyelesaian dan .

Setelah dilakukan perhitungan dengan bantuan software QM for windows 2, didapatkan penyelesaian sebagai berikut :

Untuk diperoleh :

𝐿𝑃

(51)

Untuk diperoleh :

Dapat dilihat, pada pnyelesaian penyelesaian sudah optimal, karena semua nilai dari variabel keputusan sudah berbentuk bilangan bulat. Namun,

untuk , masih ada variabel keputusan yang berbentuk desimal, maka untuk dilakukan perhitungan kembali untuk . Maka perhitungan kembali pada langkah 2.

Iterasi ke-2 :

Langkah ke-2 : melakukan pencabangan

Untuk didapatkan 2 pencabangan, yakni dan . Dimana kendala baru adalah dan .

(52)

Karena pada diperoleh penyelesaian bilangan bulat, maka ditetapkan sebagai batas bawah.

Langkah ke-4 : melengkapi masalah program linear baru

Sehingga masalah program linear baru dapat dituliskan dengan :

Maksimumkan

Kendala :

Maksimumkan

Kendala :

𝐿𝑃

(53)

Langkah ke-5 : mencari penyelesaian dan .

Setelah dilakukan perhitungan dengan bantuan software QM for windows 2, didapatkan penyelesaian sebagai berikut :

Untuk tidak diperoleh penyelesaian

Untuk diperoleh :

Dapat dilihat, pada tidak memiliki penyelesaian, sehingga tidak dapat digunakan sebagai penentu nilai optimal dari . Namun, untuk , masih terdapat variabel keputusan yang berbentuk desimal, maka untuk dilakukan

perhitungan kembali untuk . Maka perhitungan kembali pada langkah 2. Dengan cara yang sama dengan iterasi-iterasi sebelumnya, maka akan

diperoleh penyelesaian optimal dari masing-masing submasalah yakni :

Untuk diperoleh :

(54)

Untuk diperoleh :

dari penyelesaian tersebut, didapatkan penyelesaian optimal adalah

. Nilai ini dipilih karena nilai yang didapatkan merupakan batas bawah terakhir dalam penyelesaian program linear ini. Sehingga tidak ada

(55)

BAB III

MASALAH PENDARATAN PESAWAT

Perkembangan teknologi pada masa kini, menyebabkan peningkatan

produksi di berbagai sektor kehidupan. Begitu pula halnya dengan sektor

penerbangan. Pada sektor ini, terjadi peningkatan dalam produksi pesawat

terbang. Tentu saja hal ini sangat membantu masyarakat untuk melakukan

mobilitas dengan mudah. Namun peningkatan jumlah pesawat terbang ini juga

mengakibatkan permasalahan baru, yakni terbatasnya penggunaan landasan pacu

yang tidak sepadan dengan jumlah pesawat terbang yang ada. Hal ini merupakan

masalah yang sangat besar dalam lalu lintas udara, karena landasan pacu memiliki

peran yang sangat penting dalam proses pendaratan maupun lepas landas.

Saat jumlah pesawat terbang yang akan menggunakan landasan pacu

melebihi kapasitas penggunaan landasan pacu, maka akan ada sejumlah pesawat

terbang yang tidak dapat mendarat pada waktu pendaratan yang telah ditentukan.

Jika ini terjadi, tentu saja akan ada nilai pinalti yang diterima maskapai tersebut,

terutama penggunaan bahan bakar yang berlebihan jika melakukan penerbangan

dengan kecepatan tinggi. Maskapai juga akan mempertimbangkan nilai pinalti

yang berbeda untuk setiap penundaan penerbangan. Bergantung pada jumlah

penundaan yang terjadi, mungkin akan ada penumpang yang memilih untuk

(56)

pesawat tentunya akan dibutuhkan untuk penerbangan selanjutnya, sehingga

penjadwalan ulang penugasan sangat diperlukan dan tentunya akan menyebabkan

penundaan penerbangan kembali.

Terdapat banyak nilai pinalti yang akan diakibatkan oleh masalah ini,

diantaranya nilai pinalti yang dihasilkan dari penundaan penerbangan,

pembayaran lembur para awak pesawat dan lainnya (Min, 2005). Tentu saja

masalah pendaratan pesawat ini harus diselesaikan, karena ini merupakan hal yang

sangat penting dalam kegiatan lalu lintas udara. Penyelesaian permasalahan ini

dilakukan dengan meminimumkan total nilai pinalti yang terjadi, sehingga

menghasilkan penjadwalan yang efektif.

Diberikan sebuah himpunan pesawat dengan waktu mendarat yang telah

ditargetkan dan selang waktu pesawat untuk mendarat. Fungsi objektif dari

Masalah Pendaratan Pesawat (MPP) ini ialah meminimumkan total deviasi waktu

dari waktu mendarat yang ditargetkan untuk setiap pesawat. Terdapat biaya yang

dikenakan untuk setiap pesawat jika mendarat sebelum atau sesudah waktu yang

telah ditargetkan. Setiap pesawat yang akan melakukan pendaratan haruslah

memenuhi kriteria-kriteria pendaratan yang diberikan, yakni selang waktu

pendaratan dan jeda waktu antar pesawat saat melakukan pendaratan.

Saat memasuki jangkauan radar Air Traffic Control (ATC), suatu pesawat membutuhkan penugasan tentang waktu yang diberikan untuk melakukan

pendaratan. Waktu pendaratan haruslah sesuai dengan selang waktu yang

(57)

terlambat suatu pesawat diperbolehkan mendarat. Selang waktu ini akan berbeda

untuk setiap pesawatnya. Waktu tercepat menunjukkan waktu yang ditempuh

suatu pesawat jika terbang dengan kecepatan maksimum. Kemudian, untuk waktu

terlambat menunjukkan waktu yang ditempuh suatu pesawat jika melakukan

penerbangan dengan bahan-bakar yang efisien.

Setiap pesawat juga akan memiliki kecepatan paling ekonomis, yaitu

kecepatan standar. Kecepatan ekonomis disini merupakan kecepatan yang

mengeluarkan biaya minimal untuk penggunaan bahan bakarnya. Kecepatan

ekonomis (standar) inilah yang nantinya akan menjadi ‘patokan’ dalam penentuan

waktu pendaratan pesawat atau yang disebut waktu yang ditergetkan. Jika ATC

meminta suatu pesawat untuk terbang dalam kecepatan lambat, sedang atau cepat,

maka akan ada suatu nilai pinalti yang dikenakan. Gambar 3.1 menggambarkan

variasi nilai pada suatu selang waktu pendaratan suatu pesawat.

Gambar 3.1: variasi nilai pinalti pada suatu selang waktu pendaratan pesawat

(Min, 2005)

Pada gambar dijelaskan bahwa nilai pinalti dari suatu pesawat akan nol jika

waktu mendarat dari pesawat tersebut sesuai dengan waktu yang ditargetkan.

Nilai Pinalti

(58)

Sedangkan untuk waktu yang mendarat selain waktu yang ditargetkanakan

dikenakan nilai pinalti.

A. Perumusan Masalah Pendaratan Pesawat Dengan Program

Linear

Pada paparan sebelumnya, dijelaskan bahwa saat suatu pesawat hendak

melakukan pendaratan, pesawat membutuhkan informasi mengenai waktu yang

diijinkan untuk melakukan pendaratan. Waktu pendaratan haruslah sesuai dengan

selang waktu yang diberikan, dimana selang waktu tersebut dibatasi oleh waktu

terawal dan waktu terlambat suatu pesawat diperbolehkan mendarat. Setiap selang

waktu akan berbeda antara suatu pesawat dengan pesawat lainnya. Dengan kata

Dimisalkan P merupakan himpunan urutan pendaratan pesawat-pesawat dengan

P={{1},{2},{3},{1,2},{1,3},{3,1},{2,3},{3,2},{1,2,3},{1,3,2}}, dan dimisalkan :

: waktu pendaratan tercepat pesawat

ke-: waktu pendaratan yang ditargetkan pesawat ke- : waktu pendaratan terlambat pesawat ke-

Maka pertidaksamaan (3.1) dapat ditulis secara sistematis sebagai berikut :

(59)

Pada kenyataan di lapangan, terkadang waktu yang ditargetkan suatu

pesawat untuk melakukan pendaratan tidak selalu terpenuhi. Sehingga muncullah

istilah waktu pendaratan, yakni waktu pendaratan pesawat pada keadaan real.

Waktu pendaratan ini juga dibatasi oleh waktu pendaratan terawal ( ) dan waktu pendaratan terlambat ( ). Jika dinotasikan dalam bentuk yang lebih sederhana, Waktu pendaratan antar pesawat tidak diperbolehkan saling berdekatan.

Waktu pendaratan tersebut haruslah diberi jeda waktu tertentu. Jeda waktu

tersebut ditentukan oleh kebutuhan masing-masing pesawat. Dimisalkan adalah

pesawat yang melakukan pendaratan sebelumnya, dan adalah pesawat yang

melakukan pendaratan setelahnya, maka jeda waktu antara waktu pendaratan

pesawat dan dapat dinotasikan dengan . Di muka telah dijelaskan bahwa permasalahan yang dibahas dalam tugas akhir ini ialah permasalahan satu

landasan pacu, maka tidak diperbolehkan sama dengan 0. Kemudian, karena

merupakan jeda waktu, maka haruslah lebih besar dari nol atau dapat ditulis

secara matematis menjadi 0. Dengan demikian, estimasi waktu pendaratan

(60)

pesawat ( ) dengan jeda waktu pendaratan antar pesawat. Sehingga dapat

Pada penjabaran di muka telah dijelaskan bahwa pada kenyataannya,

tidak selalu terpenuhi. Sehingga suatu pesawat terkadang mendarat sebelum atau

sesudah , namun tetap dalam selang waktu yang ditentukan. Dalam

permasalahan ini, yang akan diminimumkan ialah beda waktu antara dan .

Karena dapat terjadi sebelum atau sesudah , maka di sini dapat didefinisikan

dua kendala baru, yakni jika terjadi sebelum maka beda waktu tersebut disimbolkan dengan . Kemudian jika terjadi sesudah maka beda waktu tersebut disimbolkan dengan . Beda waktu ini menunjukkan seberapa cepat

pesawat akan mendarat sebelum atau sesudah , sehingga dapat dituliskan :

(61)

[

Secara matematis, persamaan (3.7) dan (3.8) dapat ditulis :

(3.9)

(3.10) Dalam hal ini, dan berada pada suatu interval waktu tertentu, yakni

interval yang dibatasi oleh atau , dan . Beda waktu ini harus lebih dari nol.

Sehingga, jika ditulis dalam bentuk interval menjadi :

0 (3.11) 0 (3.12) Kendala-kendala ini tentu saja menjamin ataupun akan selalu lebih besar

dari nol.

Jika dilihat secara keseluruhan kendala-kendala yang ada, dan cukup

memberikan pengaruh penting dalam penentuan penjadwalan. Rentang minimum

nilai-nilai inilah yang akan ditentukan agar memberikan hasil penjadwalan.

Fungsi objektif untuk Masalah Pendaratan Pesawat ini ialah meminimumkan

deviasi waktu dari . Karena nilai yang yang menunjukkan deviasi waktu dari

ialah dan , maka dapat dituliskan rumusan untuk fungsi objektifnya adalah :

(62)

dimana dan merupakan nilai pinalti untuk setiap pesawat jika melakukan

pendaratan sebelum atau sesudah waktu yang ditentukan.

Berdasarkan pemaparan di muka, dapat dilihat bahwa pada kasus ini

memiliki kendala-kendala yang harus dipenuhi, yang merupakan pertidaksamaan

linear. Pada kasus ini juga terdapat suatu fungsi yang akan dioptimalkan dengan

cara diminimumkan. Dengan demikian kasus ini dapat dirumuskan sebagai

masalah program linear. Karena variabel dan menunjukkan beda waktu yang

berbentuk bilangan bulat, maka masalah pendaratan pesawat ini dapat

diselesaikan dengan program linear bilangan bulat dimana salah satu metode

untuk menyelesaikannya ialah metode pencabangan dan pembatasan. Pada tugas

akhir ini, akan diberikan contoh soal penjadwalan dengan 1 landasan pacu dan

dengan 2 landasan pacu.

Contoh 3.1 :

Diberikan sebuah contoh dari masalah pendaratan, dimana terdiri dari 3

pesawat dan 1 landasan pacu. Selang waktu dan nilai pinalti pendaratan

masing-masing pesawat diberikan pada Tabel 3.1.1. Jeda waktu antar pesawat juga telah

ditetapkan, yakni menit.

Tabel 3.1.1 : Data pendaratan 3 pesawat (dalam menit)

Pesawat

1 70 88 100 3 1

2 80 97 117 3 1

(63)

Berdasarkan data di atas, dapat dicari seluruh kemungkinan urutan. Karena

pada contoh ini, data yang ada merupakan data pendaratan 3 pesawat pada bandar

udara yang memiliki 1 landasan pacu, maka keseluruhan kemungkinan urutan

dapat dicari dengan rumus :

dengan n merupakan jumlah pesawat yang ada, dimana merupakan permutasi i dari n. Jadi berdasar rumusan tersebut, maka dari ke tiga pesawat ini akan menghasilakan :

( )

Namun dari ke enam urutan tersebut tidak semua dapat digunakan untuk

menentukan urutan yang optimum. Hal ini dikarenakan ada beberapa urutan yang

tidak memenuhi kendala pada masalah mendaratan pesawat ini. Sebagai contoh,

untuk pendaratan yang dimulai dari pesawat 3 kemudian dilanjutkan dengan

pendaratan pesawat 2, dan dilanjutkan lagi dengan pendaratan pesawat 1 yang

disimbolkan dengan {3 → 2 → 1), tidak dapat digunakan. Ini karena berdasarkan

data pada Tabel 3.1.1, diketahui bahwa waktu terawal untuk pesawat 3 adalah

(64)

pesawat 3 mendarat pada waktu terawal, yakni pada menit ke 90, maka paling

cepat pesawat 2 dapat mendarat pada menit ke 100 ( ). Waktu pendaratan pesawat 2 masih dipenuhi dalam selang waktu yang ditentukan.

Kemudian, jika dilanjutkan, maka pesawat 1 minimal dapat mendarat pada menit

ke 110 ( ), Padahal diketahui pada Tabel 3.1.1 pesawat 1 hanya dapat mendarat pada selang waktu [70,100]. Tentu saja waktu pendaratan untuk pesawat

1 ini tidak memenuhi kendala pada masalah pendaratan pesawat, maka untuk

urutan {3 2 1} tidak dapat digunakan. Sehingga dari hasil perhitungan yang

sama didapatkanlah urutan penerbangan yang memungkinkan adalah sebagai

berikut :

Tabel 3.1.2 : Data urutan pendaratan pesawat yang memungkinkan

Urutan Pendaratan

Urutan 1 {1 → 2 → 3}

Urutan 2 {2 → 1 → 3 }

Urutan 3 {2 → 3 → 1 }

Urutan 4 {3 → 1 → 2 }

Pada urutan 1 ditulis {1 → 2 → 3}, yang menandakan bahwa pesawat

pertama yang melakukan pendaratan adalah pesawat 1, kemudian disusul oleh

(65)

juga untuk urutan-urutan selanjutnya. Berdasarkan urutan-urutan pendaratan

pesawat yang memungkinkan tersebut, setiap urutan memiliki nilai pinalti yang

berbeda. Sebagai contoh, untuk mengetahui nilai pinalti dari urutan 1 maka kita

menggunakan metode Pencabangan dan pembatasan dan diselesaikan dengan

bantuan Software QM for Windows 2, dengan kendala-kendala sebagai berikut:

1) 13)

2) 14)

3) 15)

4) 10 16)

5) 10 17)

6) 18)

7) 19)

8) 20)

9) 21)

10) 22)

11)

12)

(66)
(67)

dari keluaran tersebut diketahui bahwa untuk urutan 1 → 2 → 3 memiliki

. dengan demikian sebaiknya pesawat mendarat pada menit ke 88, 98 dan 108 dengan nilai pinalti sebesar 4.

Dengan cara yang sama dilakukan perhitungan untuk mencari nilai pinalti

untuk setiap urutan, dan dituliskan pada tabel di bawah ini :

Tabel 3.1.3 : Tabel Pendaratan pesawat beserta nilai pinaltinya

Urutan

Setelah diketahui nilai pinalti untuk setiap urutan, diketahui nilai pinalti

yang paling minimum adalah nilai pinalti untuk urutan {1 → 2 → 3}, yakni 4.

Sehingga penjadwalan yang dianjurkan adalah {1 → 2 → 3}, yakni pendaratan

dimulai dari pesawat 1, dilanjutkan pesawat 2, kemudian dilanjutkan kembali

dengan pesawat 3.

Contoh 3.2 :

Diberikan sebuah contoh dari masalah pendaratan, dimana terdiri dari 3

pesawat dan 2 landasan pacu. Selang waktu dan nilai pinalti pendaratan

asing-masing pesawat diberikan pada Tabel 3.1.1. Jeda waktu antar pesawat juga telah

(68)

Tabel 3.2.1 : Data pendaratan 3 pesawat (dalam menit)

kemungkinan urutan yang dapat digunakan untuk pendaratan pesawat. Adapun

banyaknya urutan pendaratan pesawat yang mungkin terjadi dapat dicari dengan

(69)

Namun dari ke-15 urutan tersebut, tidak semua dapat digunakan untuk

menentukan urutan pendaratan yang paling optimum. Hal ini dikarenakan ada

beberapa urutan yang tidak memenuhi kendala pada masalah pendaratan pesawat

ini. Sebagai contoh untuk urutan pendaratan pesawat 2 kemudian dilanjutkan

pendaratan pesawat 1, yang disimbolkan dengan {2 1}, tidak dapat digunakan.

Ini karena berdasarkan data pada Tabel 3.1.1, diketahui bahwa waktu terawal

untuk pesawat 2 adalah pada menit ke 88 dengan jeda waktu antar pesawat =10

menit. Dimisalkan pesawat 2 mendarat pada waktu terawal, yakni pada menit ke

88, maka paling cepat pesawat 1 dapat mendarat pada menit ke 98( ). Padahal diketahui pada Tabel 3.1.1 pesawat 1 hanya dapat mendarat pada selang

waktu [50,95]. Tentu saja waktu pendaratan untuk pesawat 1 ini tidak memenuhi

kendala pada masalah pendaratan pesawat, maka untuk urutan {2 1} tidak dapat

digunakan. Sehingga urutan pendaratan {2 1} tidak termasuk dalam ruang solusi

S, dimana S merupakan himpunan dari keseluruhan urutan pendaratan yang diijinkan.

Dengan cara yang sama, diperoleh urutan pendaratan pesawat yang

memungkinkan seperti didata dalam Tabel 3.2.2.

Tabel 3.2.2 : Urutan pendaratan pesawat yang memungkinkan

Urutan

Pendaratan

Urutan 1 {1}

(70)

Urutan 3 {3}

Urutan 4 {1 } Urutan 5 {1 } Urutan 6 {3 } Urutan 7 {2 } Urutan 8 {3 } Urutan 9 {1 } Urutan 10 {1 }

Pada Tabel 3.2.2, pada urutan pertama hanya muncul 1 pesawat dalam

urutan tersebut. Hal ini berarti hanya pesawat 1 saja yang mendarat pada landasan

pacu tersebut. Sehingga dalam konteks urutan pertama ini pesawat 2 dan pesawat

3 tidak mendarat. Hal ini juga berlaku pada urutan ke-2 dan urutan ke-3. Untuk

urutan ke-4, yakni {1 } berarti hanya pesawat 1 dan 2 saja yang mendarat, yang dimulai dengan pendaratan pesawat 1 dan kemudian disusul oleh pendaratan

pesawat ke-2. Hal ini juga berlaku untuk urutan 5 sampai urutan 8. Kemudian

untuk urutan ke-9, yakni {1 }, berarti ke-3 pesawat mendarat pada landasan pacu yang sama, dimulai dari pendaratan pesawat 1, kemudian disusul

dengan pendaratan pesawat ke-2 dan diakhiri dengan pendaratan pesawat ke-3.

Urutan-urutan pendaratan yang ditulis dalam Tabel 3.1.2, tentu saja

memiliki nilai pinalti untuk setiap urutannya. Untuk menentukan total nilai pinalti

(71)

objektifnya. Sebagai contoh, untuk memperoleh total nilai pinalti dari urutan 4,

yakni {1 } maka total nilai pinalti ini dapat diperoleh dengan menyelesaikannya dengan metode pencabangan dan pembatasan menggunakan

bantuan software QM. Maka fungsi objektif dan kendala-kendala yang terjadi untuk urutan 4 ini, ialah :

Minimum :

( ) ( )

dengan kendala :

1) 9)

2) 10)

3) 10 11)

4) 12)

5) 13)

6) 14)

7) 15)

8)

(72)

dan diperoleh hasil :

Disini dapat dilihat bahwa, untuk penjadwalan (khusus untuk urutan {1

}) didapatkan untuk Dengan demikian, waktu pendaratan pesawat 1 dan pesawat 2 ialah pada menit ke 88 dan 98, dengan

(73)

Begitupula halnya dengan urutan ke-10, yang melibatkan 3 pesawat. Untuk

menentukan total nilai pinalti yang terjadi dari urutan 10, yakni {1 )} maka total nilai pinalti ini dapat diperoleh dengan menyelesaikannya dengan cara

yang sama. Maka fungsi objektif dan kendala-kendala yang dibangun untuk

urutan 10 ini, ialah :

Minimum :

( ) ( ) ( )

dengan kendala :

1) 13)

2) 14)

3) 15)

4) 10 16)

5) 10 17)

6) 18)

7) 19)

8) 20)

9) 21)

10) 22)

11) 23)

12)

Kemudian kendala-kendala diselesaikan dengan bantuan software QM for

(74)
(75)

dari keluaran tersebut dapat kita ketahui bahwa penjadwalan untuk urutan {1

} didapatkan . Dengan demikian, waktu pendaratan pesawat 1, 3 dan 2 yang disarankan adalah

pada menit 85, 95 dan 105 dengan nilai pinalti sebesar 34.

Di bawah ini diberikan Tabel 3.2.3 yang memuat keseluruhan perhitungan

dari semua urutan yang ada.

Tabel 3.2.3 : Tabel waktu pendaratan pesawat beserta nilai pinalti

Gambar

Tabel awal simpleks ini berisi koefisien-koefisien fungsi objektif dan
Tabel 2.3.1.  Tabel awal simpleks
Gambar 3.1: variasi nilai pinalti pada suatu selang waktu pendaratan pesawat
Tabel 3.1.1 : Data pendaratan 3 pesawat (dalam menit)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu (1) data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh secara langsung dengan menyebarkan

Sebelum praktikum dimulai, praktikan membawa perlengkapan praktikum lengkap yang telah ditetapkan baik yang umum untuk semua praktikum maupun perlengkapan yang ditugaskan

Maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model PBI dengan pendekatan Open Ended lebih baik dalam meningkatkan pemahaman konsep siswa, dengan melihat hasil

Mohon diisi dengan memberikan tanda (√) pada kolom (*) dari pilihan yang tersedia untuk informasi penelusuran dan penilaian kinerja lulusan pada Borang

Selain indikator kuantitatif di atas, indikator spesifik lokasi dapat bersifat kualitatif yang mengindikasikan gejala adanya rawan pangan di suatu wilayah, antara

[r]

Because strong negative temporal correlation between neighbouring brain areas is physiologically unlikely, the original preprocessed fMRI data were extracted from the areas of the