i
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF (PPR) DALAM MATA PELAJARAN
PKn TERHADAP KESADARAN SISWA AKAN NILAI CINTA TANAH AIR DI SD KANISIUS SENGKAN YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Di susun Oleh : Femila Umami NIM: 101134161
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan tulus karya ini akan penulis persembahkan kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu memerikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah ini.
2. Kedua orangtuasaya dan kakak saya Rico Novianto yang tak pernah
lelah memberikan dukungan, doa-doa, dan serta perhatian yang
selalu mereka berikan kepada saya hingga saat ini.
3. Almamaterku Universitas Sanata Dharma.
4. Dosen-dosen pengajarku di PGSD
v
HALAMAN MOTTO
Ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa,
ada waktu untuk meratap, ada waktu untuk menari.
( Pengkhotbah 3:4)
Tuhan tidak akan membiarkan sesuatu terjadi padamu
jika bukan untuk kebaikan dirimu sendiri
(Nick Vujicic)
Mintalah, maka akan diberikan kepadamu,
Carilah, maka kamu akan mendapat,
Ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu
viii ABSTRAK
Umami, Femila. (2014). Pengaruh Model Pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) Dalam Mata Pelajaran PKn Terhadap Kesadaran Siswa AkanNilai Cinta Tanah Air Di SD Kanisius Sengkan.Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Kata kunci: model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif, kesadaran akan nilai cinta tanah air, mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
Latar belakang penelitian ini adalah untuk menguji cobakan model pembelajaran paradigma pedagogi reflektif terhadap kesadaran siswa akan nilai cinta tanah air pada kelas III di SD Kanisius Sengkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif terhadap kesadaran siswa akan nilai cinta tanah air pada siswa kelas III SD Kanisisus Sengkan Yogyakarta pada tahun ajaran 2013/2014.
Desain penelitian yang dilakukan digunakan adalah jenis penelitian Quasi- eksperimenental dengan tipe nonequivalent control design. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas III SD Kanisius Sengkan Yogyakarta yang berjumlah 83 siswa. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari kelas kontrol yaitu kelas III B berjumlah 42 siswa dan kelas eksperimen yaitu III A berjumlah 41 siswa. Instrumen penelitian berupa kuesioner yang terdiri dari 48 butir item.Instrumen tersebut sudah memenuhi syarat validitas dan reliabilitas berdasarkan analisis statistik. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dengan menggunakan
pretestdanposttestpada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Analisis data dengan menggunakan uji normalitas, uji perbedaan skor pretest, perbandingan skor
pretestke posttest, perbandinganposttestdan uji besar pengaruh model pembelajaran PPR.
ix ABSTRACT
Umami, Femila. (2014). The Impact of Reflective Pedagogy Paradigm Learning
Design in Civic Education towards the Students’ Awareness to Appreciate the
Country at Kanisius Elementary School Sengkan.Thesis.Yogyakarta.Sanata Dharma University.
Keywords: Reflective Pedagogy Paradigm Learning Design, the awareness to appreciate the country, civic education.
Background of this study is to examine the experimentation of reflective pedagogy paradigm learning design toward students’ awareness to appreciate the country for Third Grade at Kanisius Elementary School Sengkan. This study is aimed to find out the influence of Reflective Pedagogy Paradigm learning design toward students’ awareness to appreciate the country for Third Grade at Kanisius Elementary School Sengkan Yogyakarta in academic year 2013/2014.
Design that used in this study is Quasi- experimental with type of nonequivalent control design. Population that used in this study is students for Third Grade at Kanisius Elementary School Sengkan Yogyakarta with total is 83 students. Sample that used in this study consists of control class namely class III B with total is 42 students and experiment class namely III A with total 41 students. Instrument of this study is questionnaire that consists of 48 items. That instrument has complete validity requirement and reliability based on statistics analysis. Technique of collecting data in this study used pretest and posttest in control group and experiment group. Data analysis used normality test, difference pretest score test, comparison between pretest and posttest score, comparison of posttest and influence of PPR
learning design test.
Result of this study showed that Reflective Pedagogy Paradigm learning design toward students’ awareness to appreciate the country. It showed with value
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan segala berkat, rahmat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Pengaruh Model Pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Terhadap Kesadaran Siswa Akan Nilai Cinta Tanah Air Di SD Kanisius Sengkan Yogyakarta”. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan serta dukungan masukan saran dan kritik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rohandi Ph.D, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Gregorius Ari Nurgrahanta, S.J., S.S., BST., M.A., selaku ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Drs. Paulus Wahana, M.Hum., selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan pengetahuan, dorongan, semangat serta masukan yang menginspirasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
4. Elisabeth Desiana Mayasari, S.Psi., M.A., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan motivasi, dukungan, meluangkan waktu, tenaga serta pikiran untuk membimbing peneliti sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 5. Seketariat PGSD yang telah membantu proses perijinan hingga skripsi ini
dapat selesai dengan baik.
xi
7. Ibu Irene Widiastuti, selaku guru kelas III SD Kanisius Sengkan yang telah memberikan bantuan sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar serta memberikan solusi serta masukan-masukan yang membangun bagi penulis. 8. Siswa-siswa kelas III SD Kanisius Sengkan yang telah bekerjasama dengan
baik dalam penelitian ini sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar. 9. Ibu kandungku Almh. Brigita Sumardiati walau sudah tiada tetapi engkau
merupakan semangat aku untuk hidup dan menjadi anak yang kuat dan mandiri.
10.Kedua orangtuaBapak Dionicius Fitri Nugroho dan Ibu Elisabeth Suryana yang selama ini telah mendukung dalam segala hal dalam bentuk motivasi, dan kebutuhan yang saya perlukan dalam pengerjaan karya ilmiah ini.
11.Kakakku Rico Novianto yang telah mendukung dan memberikan motivasi. 12.Teman-teman satu kelompok payung PKn yang banyak memberikan masukan
dan bantuan kepada peneliti dalam melakukan penelitan dan memberikan dukungan dalam mengerjakan skripsi ini.
13.Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, penulis ucapkan terimakasih.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu penulis dengan rendah hati bersedia menerima sumbangan baik pemikiran, kritik maupun saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.Semoga skripsi ini dapat berguna dan membantu bagi siapa saya yang membutuhkan.
xii DAFTAR ISI
JUDUL HALAMAN
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 7
1.4.1 Bagi Peneliti ... 7
1.4.2 Bagi Guru ... 7
1.4.3 Bagi Siswa ... 7
1.4.4 Bagi Sekolah ... 8
1.5 Definisi Operasional... 8
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka ... 9
2.1.1 Teori-teori yang Mendukung ... 9
2.1.1.1 PKn Sebagai Pendidikan Nilai ... 9
2.1.1.2 Nilai ... 13
2.1.1.3 Peranan Nilai Dalam Kehidupan Manusia ... 14
2.1.1.4 Peranan Nilai Bagi Manusia ... 15
2.1.2 Nilai yang Terkandung dalam PKn ... 16
2.1.3 Kesadaran ... 21
2.1.4 Cinta Tanah Air ... 23
2.1.4 Kesadaran akan Cinta Tanah Air ... 24
2.1.5 Pembelajaran Tematik ... 26
xiii
2.1.5.2 Karateristik Pembelajaran Tematik ... 26
2.1.6 Pengertian Paradigma Pedagogi Reflektif ... 28
2.1.6.1 Ciri-ciri PPR ... 28
2.1.6.2 Tujuan PPR ... 28
2.1.6.3 Langkah-langkah dalam Pembelajaran PPR ... 30
2.1.6.4 Pembelajaran Berpola PPR ... 31
2.1.6.5 PengembanganPendidikan melalui PPR ... 35
2.1.6.6 Keunggulan atau Mafaat PPR ... 37
2.1.2 Hasil Penelitian yang Relevan ... 38
2.2 Kerangka Berpikir ... 41
3.5 Teknik Pengumpulan data ... 48
3.6 Instrumen Penelitian... 49
3.7 Teknik Pengujian Instrumen ... 57
3.7.1 Penentuan Validitas ... 57
3.7.2 Penentuan Reliabilitas ... 62
3.8 Teknik Analisis Data ... 64
3.8.1 Uji Normalitas ... 64
3.8.2 Uji Statistik ... 65
3.8.2.1 Uji Homogenitas ... 65
3.8.2.2 Uji Perbedaan Pretest ... 65
3.8.2.3 Uji Pengaruh Perlakuan... 66
3.8.2.4 Uji Peningkatan Skor Pretest Ke Posttest ... 67
3.8.2.5 Uji Selisih Skor Pretest ke Posttest ... 67
3.8.2.6 Uji Besar Pengaruh Model PPR ... 69
xiv
4.1.2.3 Perbandingan Skor Posttest... 81
4.1.2.4 Uji Besar Pengaruh Model Pembelajaran PPR ... 83
4.2 Pembahasan ... 85
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 88
5.2 Keterbatasan Penelitian ... 89
5.3 Saran ... 89
xv
DAFTAR TABEL
JUDUL TABEL HALAMAN
Tabel 1 Jadwal Pengambilan Data ... 46
Tabel 2 Kisi-kisi Kuesioner Kesadaran Siswa Terhadap Nilai Cinta Tanah Air Sebelum Validitas ... 49
Tabel 3 Indikator Kuesioner Kesadaran Siswa Akan Nilai Globalisasi... 50
Tabel 4 Kisi-kisi Item Kuesioner Nilai Cinta Tanah Air ... 52
Tabel 5 Sebaran Item Uji Coba Kuesioner Nilai Cinta Tanah Air... 54
Tabel 6 Kuesioner kesadaran akan nilai cinta tanah air ... 56
Tabel 7 Hasil Uji Validitas ... 58
Tabel 8 Hasil Item Valid ... 63
Tabel 9 Kriteria Koefesien Reliabilitas ... 63
Tabel 10 Hasil Reliabilitas ... 72
Tabel 11 Hasil Uji Normalitas Data Pretest dan Posttest ... 74
Tabel 12 Hasil Uji Perbandingan Skor Pretest ... 76
Tabel 13 Perbandingan Rata-rata Selisih Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol dan Eksperimen ... 77
Tabel 14 Perbandingan Rata-rataPretest dan Posttest Kelompok Kontrol dan Eksperimen ... 80
Tabel 15 Harga Sig (2-tailed) Selisih hasil selisih Pretest dan Posttest ... 82
Tabel 16 Perbandingan Skor Posttest Kesadaran Siswa ... 83
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Peta Konsep Pelaksanaan PPR ... 31
Gambar 2 Literatur Map Penelitian Sebelumnya ... 40
Gambar 3 Pengaruh Perlakuan ... 44
Gambar 4 Variabel Penelitian ... 48
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Jaring Tema ... 95
Lampiran 2 Silabus Pembelajaran ... 96
Lampiran 3.1 RPP Kelompok Eksperimen Pertemuan Pertama ... 99
Lampiran 3.2 RPP Kelompok Eksperimen Pertemuan Kedua ... 113
Lampiran 3.3 RPP KelompokEksperimen Pertemuan Ketiga ... 127
Lampiran 3.4 RPP Kelompok Kontrol ... 144
Lampiran 4.1 Hasil Expert Judgment Instrumen ... 148
Lampiran 4.2 HasilAnalisis SPSS Uji Validitas ... 152
Lampiran 4.3 Hasil Analisis Reliabilitas Instrumen ... 157
Lampiran 4.4 Kuesioner Penelitian ... 162
Lampiran 4.5 Tabulasi Nilai Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 172
Lampiran 4.6 Tabulasi Hasil Validasi Instrumen ... 173
Lampiran 5.1 Hasil Normalitas ... 174
Lampiran 5.2 Perbandingan Skor Pretest Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 175
Lampiran 5.3 Perbandingan Selisih SkorPretest dan Posttest Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 176
Lampiran 5.4 Uji Perbandingan Skor Posttest ... 177
Lampiran 5.5 Uji Besar Pengaruh model pembelajaran PPR ... 178
Lampiran 6.1 Surat Ijin Penelitian ... 179
Lampiran 6.2 Surat Keterangan Penelitian ... 180
Lampiran 7.1 Foto-foto Selama Penelitian ... 181
Lampiran 7.2 Kuesioner yang Diisi Oleh Siswa ... 183
1 BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab I ini peneliti membahas latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, dan manfaat penelitian.
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang penting.
Penerapan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan mulai dari tingkat sekolah
dasar hingga perguruan tinggi. Penerapan mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan ini diharapkan dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab serta bela
rasa untuk Negara Indonesia dan mendidik siswa untuk mengembangkan pendidikan
akan nilai dan pendidikan moral sehingga siswa dapat meningkatkan kesadaran akan
nilai cinta tanah air dan memperbaiki cara berfikir yang kritis, dan rasional.
Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan agar siswa dapat memiliki wawasan
kesadaran bernegara untuk bela Negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan
perilaku sebagai pola tindak yang cinta tanah air berdasarkan Pancasila. Mencintai
tanah air itu diperlukan demi tetap utuh dan tegaknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia (Aryani, 2010:18).
Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang
berfokus pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu
yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan pada pancasila dan UUD
1945 (Aryani, 2010:39). Menurut Banks (dalam Wahab, 2011:31) Selain itu
pendidikan kewarganegaraan dapat digunakan untuk membantu serta melatih siswa
mengenal dirinya, lingkungannya, budayanya, dan budaya orang lain, serta
mengemukakan gagasan, perasaan, berpartisipasi dan bertanggungjawab dalam
kegiatan bermasyarakat.
Menurut Aryani (2010:18) Materi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
merupakan pembelajaran dengan model pendidikan berbasis nilai. Pendidikan
berbasis nilai merupakan sebuah upaya alternatif yang diperlukan siswa untuk
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air Indonesia yang berlangsung saat ini
maupun dimasa yang akan datang. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pusat
dari pendidikan nilai yang ada di Sekolah Dasar. Pendidikan nilai bukan hanya
sebuah pembelajaran dimana hanya terjadi transfer ilmu atau isi dari sebuah niai yang
diberikan kepada siswa. Pendidikan nilai dalam Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
haruslah dimaknai sebagai upaya mengembangkan kesadaran akan nilai cinta tanah
air dalam diri siswa.
Pendidikan nilai memberikan pengajaran sebagai acuan atau petunjuk guna
menyiapkan siswa menjadi warga negara yang baik berdasarkan nilai dan kaidah
dalam masyarakat. Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan dapat menyadarkan
siswa akan pentingnya nilai yang terkandung di dalamnya (Aryani, 2010:18). Tidak
hanya menyadari akan nilai tersebut, tetapi siswa juga dapat mewujudkan atau
terkandung dalam Pendidikan Kewarganegaraan merupakan nilai yang selalu ada
dalam kehidupan.
Menurut Winataputra (2008) dalam strategi pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan, siswa tidak hanya mempelajari materi pelajaran, tetapi
mempelajari materi dan sekaligus praktik, berlatih dan mampu membakukan diri
bersikap dan berperilaku sebagai materi yang dipelajari. Pendidikan nilai tidak
terpisah oleh adanya kesadaran dalam diri seseorang tersebut. Jika pendidikan nilai
diterapkan dalam mata pelajaran tertentu, namun tidak didukung oleh kesadaran,
maka nilai tersebut tidak terealisasikan secara maksimal. Sedangkan selama ini model
pembelajaran yang digunakan oleh sebagian guru untuk mengajar Pendidikan
Kewarganegaraan di sekolah dasar adalah dengan menggunakan pembelajaran
konvensional serta bersifat informatif, yaitu guru cenderung menggunakan metode
bercerita, berceramah, atau mendikte.Siswa cenderung bersifat pasif, yaitu dimana
siswa hanya duduk mendengarkan dan mencatat. Model pembelajarantersebut
membuat siswa hanya membayangkan hal-hal yang diceritakan oleh gurunya,
pembelajaran ini lebih dikenal dengan pembelajaran transfer ilmu dari guru kepada
siswa (Aryani, 2010:18).
Melalui Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan kesadaran siswa akan nilai
dapat meningkat. Pendidikan nilai juga diharapkan dapat ditanamkan sejak dini pada
siswa. Selain itu pendidikan nilai diharapkan dapat terwujud dan tepat sasaran pada
siswa, sehingga hasil dari pendidikan nilai dapat dilihat secepat atau sedini mungkin.
mengaplikasikan sebuah nilai, sebaiknya peran guru saat menyampaikan materi
secara tepat atau menggunakan model pembelajaran yang cocok dalam pendidikan
nilai. Dimana Guru dalam hal ini tidak dapat melihat apakah siswa sudah mampu
memaknai pendidikan nilai ketika siswa tersebut sudah berada pada jenjang SMP
atau bahkan di SMA. Menggunakan pembelajaran konvensional sulit untuk melihat
hasil dari pendidikan nilai atau bahkan hasil dari pendidikan nilai tersebut sama sekali
tidak ada.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menemukan adanya kesenjangan. Pendidikan
nilai yang idealnya diikutsertakan dalam pembelajaran PKn agar peserta didik tidak
hanya dapat memahami nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila saja,
melainkan sadar akan nilai-nilai yang terkandung dalam materi yang dipelajari dan
dapat mengamalkan nilai-nilai tersebut secara nalar. Kurangnya penanaman
pendidikan nilai di sekolah tersebut, dibuktikan dengan sikap siswa saat mengikuti
upacara. Peneliti melakukan pengamatan dan wawancara terhadap guru dan siswa.
Pengamatan dilakukan pada saat upacara berlangsung, Tampak sebagian dari siswa
tidak mengikuti upacara dengan tertib.
Dalam hal ini, nilai cinta tanah air kurang dimengerti dan siswa tidak memiliki
kesadaran akan nilai cinta tanah air. Hal itu juga diperkuat dengan wawancara yang
dilakukan oleh peneliti dengan siswa dan guru. Dan selain itu peneliti membuat
kuesioner lalu kuesioner tersebut diteliti oleh dosen ahli setelah itu kuesioner
dibagikan kepada siswa. Banyak siswa cenderung lebih suka kebudayaan negara lain,
makanan junk food (seperti burger, pizza,sosis,nugget, dll) atau makanan siap saji
dari pada membawa bekal dari rumah yang berupa makanan khas dari daerahnya. Ini
merupakan masalah yang dihadapi siswa mengenai kesadaran akan nilai cinta tanah
air. Hasil wawancara dengan guru juga membuktikan bahwa dalam pelajaran tentang
kebudayaan Indonesia, siswa kurang mengerti akan keanekaragaman budaya di
Indonesia.
Untuk mengatasi masalah tersebut, peneliti ingin menerapkan pendidikan
mengenai kesadaran siswa akan nilai cinta tanah air dalam pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan dengan menggunakan model pembelajaran paradigma pedagogi
reflektif yang diduga dapat meningkatkan kesadaran siswa akan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Cinta tanah air secara konkret
berarti ikut menjaga dan memelihara tanah air yang kita miliki bersama beserta segala
sesuatu yang ada, hidup dan tumbuh didalamnya, seluruh flora dan fauna didarat, air
maupun lautan, udara di atasnya, bersama masyarakat manusia. Betapa pun kayanya
seseorang, dia tidak akan dapat memiliki tanah dan air seorang diri, tanah dan air
selalu akan berhubungan dengan orang lain dan kepentingan bersama. Sebagai
seorang pendidik, diketahui bahwa profesionalisme seorang guru bukanlah pada
kemampuannya mengembangkan ilmu pengetahuan, tetapi lebih pada
kemampuannya untuk melaksanakan pembelajaran yang menarik bagi siswanya.
Keterampilan sikap yang berupa sikap tanggung jawab, sikap demokratis dan
sikap saling menghargai perbedaan dari warga masyarakat harus dibelajarkan melalui
atau strategi pembelajaran yang mendukung berkembangnya keterampilan sosial
siswa, sekaligus aspek kognitif. Salah satu model pembelajaran yang bertujuan untuk
membantu mengembangkan aspek sosial sekaligus aspek kognitif siswa dan aspek
sikap siswa adalah model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif
(Subagyo,2008:41-42).
Adapun dalam pembelajaran tersebut peneliti menggunakan model pembelajaran
Paradigma pedagogi reflektif dalam pembelajaran PKn dengan kesadaran akan nilai
cinta tanah air. Peneliti berharap dengan menggunakan model pembelajaran
Paradigma pedagogi reflektif berpengaruh terhadap pembelajaran PKn dan
kesadaran siswa akan nilai-nilai yang terkandung dalam PKn.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah penelitian dirumuskan sebagai
berikut:
1.2.1 Apakah model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif berpengaruh
terhadap kesadaran akan nilai cinta tanah airyang terkandung dalam mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) materi Bangga sebagai anak
Indonesia siswa kelas III SDKanisius Sengkan Yogyakarta pada semester
genap tahun ajaran 2013- 2014?
1.2.2 Apakah peningkatan kesadaran siswa akan nilai cinta tanah air melalui
pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif di kelompok eksperimen lebih
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1.3.1 Mengetahui penggunaan model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif
dapat berpengaruh terhadap kesadaran akan nilai cinta tanah air yang
terkandung dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) materi
Bangga sebagai anak Indonesia siswa kelas III SD Kanisius Sengkan
Yogyakarta pada semester genap tahun ajaran 2013-2014.
1.3.2 Mengetahui peningkatan kesadaran siswa akan nilai cinta tanah air melalui
pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif di kelompok eksperimen lebih
besar dibandingkan dengan pembelajaran konvesional dikelompok kontrol.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti:
Peneliti dapat membuktikan pengaruh Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR)
terhadap nilai cinta tanah airyang terkandung dalam mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
1.4.2 Bagi Guru:
Memberikan pengalaman dan wawasan mengenai model pembelajaran
Paradigma Pedagogi Reflektif, dan dapat diterapkan pada mata pelajaran lain.
1.4.3 Bagi Siswa:
Siswa mendapatkan pengalaman yang baru dalam belajar dengan
1.4.4 Bagi sekolah:
Menambah sumber bacaan dan referensi yang ada di sekolah dan dapat
digunakan sebagai wawasan mengenai model dan metode pembelajaran.
1.5 Definisi Operasional
Pada penelitian ini, peneliti membatasi penggunaan istilah-istilah yang berkaitan
dengan materi penelitian, yaitu:
1) Kesadaran adalah kondisi dimana individu mengetahui sesuatu hal (misal
keadaan sekitar, lingkungan sekitar).
2) Nilai adalah kualitas yang memiliki daya tarik serta dasar bagi tindakan manusia
serta untuk mendorong manusia untuk mewujudkannya, karena nilai memiliki
kesesuaian dengan kecenderungan kodrat manusia.
3) Cinta tanah air adalah ungkapan rasa bangga seseorang terhadap negaranya
sendiri.
4) Model Pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif adalah strategi pembelajaran
yang mengintegrasikan pembelajaran bidang studi dengan mengembangkan
nilai-nilai kemanusiaan, dan merupakan suatu cara bertindak yang dapat di ikuti
dengan mantap karena dapat membantu para siswa dengan sungguh-sungguh
untuk berkembang menjadi manusia yang kompeten, betanggung jawab, dan
9 BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab II landasan teori ini, berisi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn), teori nilai, nilai yang terkandung dalam mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn), teori kesadaran, teori cinta tanah air, pembelajaran tematik,
model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR), serta teori-teori yang
relevan dari hasil penelitian sebelumnya dan dirumuskan dalam kerangka berpikir
dan hipotesis berupa dugaan sementara dari rumusan masalah penelitian
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Teori-teori yang Mendukung 2.1.1.1 Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan, pada awalnya di Amerika serikat yang merupakan
salah satu Negara asal dikembangkannya civics atau civic education. Civic education
kemudian dikaitkan juga dengan istilah lain tentang Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn) yang menjadi salah satu isu penting dunia yaitu citizenship education.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan perluasan dari mata pelajaran civics dimana
Pendidikan Kewarganegaraan lebih berorientasi pada praktik sebagai warga Negara.
Maka dari itu Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan supaya siswa memiliki
wawasan dan kesadaran bernegara untuk bela Negara dan memiliki pola pikir, sikap
2007:1-3). Menurut Gross dan Zeleny (dalam Wahab, 2011:32) menyatakan bahwa
pengertiancivic educationlebih menekankan pada teori dan praktik pemerintahan
demokrasi sedangkan dalam arti luas lebih diorientasikan sebagai citizenship
education yang lebih menekankan pada keterlibatan dan partisipasi warga Negara
dalam permasalahan-permaslahan kemasyarakatan.
Darmadi (2010:7) mengemukakan bahwa kewarganegaraan dalam bahasa latin
disebut “Civic” artinya mengenai warga Negara atau kewarganegaraan. Berdasarkan
UU nomor 20 tahun 2003 penjelasan pasal 37 ayat (1), ditegaskan bahwa pendidikan
kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia
yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Menurut Kaelan (2007:2) Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan intelektual
warga Indonesia memiliki dasar kepribadian sebagai warga Negara yang demokratis,
religious, berkemanusiaan, dan berkeadaban. Sementara menurut Wahana (2009:9)
menjelaskan landasan konsep yang mendasari PKn yaitu manusia sebagai makhluk
ciptaan Tuhan dan insan sosial politik yang terorganisasi dengan tujuan agar manusia
Indonesia tersebut memiliki kemauan dan kemampuan untuk: 1) sadar dan patuh
terhadap hukum (melek hukum); 2) sadar dan tanggung jawab dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara (melek politik); 3) memahami dan berpartisipasi dalam
pembangunan nasional (insan pembangunan); 4) cinta bangsa dan tanah air (memiliki
sikap heroisme dan patriotisme).
Menurut Wahana (2009:9) karakteristik umum pada PKn dapat mengembangkan
1. Kemelekan wacana kewarganegaraan, yakni pemahaman peserta didik
sebagai warga Negara tentang hak dan kewajiban warga Negara dalam
hidup berdemokrasi konstitusional Indonesia serta menyesuaikan
perilakunya dengan pemahaman dan kesadaran itu
2. Komunikasi sosial kultural kewarganegaraan, yakni kemauan dan
kemampuan peserta didik sebagai warga Negara untuk melibatkan diri
dalam komunikasi sosial kultural sesuai hak dan kewajibannya.
3. Pemecahan masalah kewarganegaraan, yakni kemauan, kemampuan, dan
keterampilan peserta didik sebagai warga Negara dalam mengambil
prakrasa atau turut serta dalam pemecahan masalah sosial kultural
kewarganegaraannya di lingkungannya.
4. Penalaran kewarganegaraan, yakni kemampuan peserta didik sebagai
warga Negara untuk berfikir secra kritis dan bertanggung jawab tentang
ide, instrumentasi dan praktis demokrasi konstitusional Indonesia.
5. Partisipasi kewarganegaraan secara bertanggung jawab, yakni kesadaran
dan kesiapan peserta didik sebagai warga Negara untuk berpartisipasi
aktif dan penuh tanggung jawab dalam kehidupan demokrasi
konstitusional.
Menurut Wahana (2009:10) tujuan pembelajaran PKn adalah meningkatkan
pengetahuan dan pengembangan kemampuan memahami, menghayati, dan meyakini
nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman perilaku dalam kehidupan bermasyarakat,
dapat diandalkan serta memberi bekal kemampuan untuk belajar lebih lanjut.
Sedangkan menurut Fatturrohman dan wuri (2011:7-8) mengatakan tujuan mata
pelajaran PKn adalah memberikan kompetensi-kompetensi sebagai berikut : 1) agar
siswa dapat lebih berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan, 2) agar siswa dapat ikut berpartisipasi secara bermutu, bertanggung
jawab, bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, 3) agar siswa dapat berkembang secara positif dan demokratis untuk
membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat
hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain, 4) agar siswa dapat berinteraksi dengan
bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung atau tidak langsung
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Menurut Erwin (2011:6)
mengatakan adanya PKn bagi bangsa Indonesia akan membentuk manusia Indonesia
seutuhnya, sebagimana diamanatkan oleh UUD 1945, yaitu sebagai manusia yang
religious, berkemanusiaan dan berkeadaban, yang memiliki nasionalisme, yang
cerdas, yang berkerakyatan, dan yang adil terhadap lingkungan sosialnya.
Menurut pendapat dari para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa PKn merupakan
suatu pendidikan yang digunakan untuk membentuk manusia terutama Indonesia
seutuhnya, yang dapat lebih berfikir kritis, rasional, dan kreatif, serta bermutu,
bertanggung jawab, bertindak sesuatu dengan cerdas dalam kehidupan
2.1.1.2 Nilai
Nilai merupakan kualitas yang memiliki daya tarik serta dasar bagi tindakan
manusia serta untuk mendorong manusia untuk mewujudkannya, karena nilai
memiliki kesesuaian dengan kecenderungan kodrat manusia (Wahana, 2004:84).
Nilai merupakan suatu kualitas yang tidak tergantung pada pembawaanya, merupakan
kualitas apriori (yang dapat dirasakan manusia tanpa melalui pengalaman indrawi
terlebih dahulu,seperti pendapat Max Scheler). Tidak tergantungnya kualitas tersebut
tidak hanya pada objek yang ada didunia ini misalnya (lukisan, patung, tindakan
manusia, dan sebagainya), melainkan juga tidak tergantung pada reaksi kita terhadap
kualitas tersebut. Nilai merupakan kualitas yang tidak tergantung, dan tidak berubah
seiring dengan perubahan barang. Sebagaimana warna biru tidak berubah menjadi
merah ketika suatu objek berwarna biru dicat menjadi merah, demikian pula nilai
tetap tidak berubah oleh perubahan yang terjadi pada objek yang memuat nilai
bersangkutan (Wahana, 2004:51).
Menurut Cogan dan Djahiri (dalam Aryani, 2010:38-39) menyatakan bahwa:
nilai adalah sesuatu yang berharga baik menurut standar logika (benar/salah), estetika
(bagus/buruk), etika (adil/layak/tidak adil), agama (dosa dan haram/halal), dan hukum
(sah/absah), serta menjadi acuan dan/atau sistem keyakinan diri maupun kehidupan.
Nilai yang dimaksud dalam Pendidikan Kewarganegaraan berbasis nilai yaitu
meyakinkan siswa bertindak atas dasar pilihannya sendiri (tanpa pengaruh orang
Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka peneliti dapat menyimpulkan
bahwa nilai adalah suatu kualitas dalam diri manusia untuk melakukan hal-hal yang
baik, dan tidak menyimpang dari aturan-aturan atau norma yang berlaku untuk
mencapai tujuan akan nilai yang diharapkan. Nilai juga merupakan sesuatu yang
bersifat abstrak yang menjadi dasar atau landasan bagi perubahan, dan nilai
difungsikan untuk mengarahkan, mengendalikan, dan menentukan kelakuan
seseorang. Nilai ini ditanamkan pada pribadi seseorang dalam proses bersosialisai,
misalnya melalui keluarga, lingkungan sosialnya yang terdekat/ masyarakat, dan
lain-lain. Oleh karena itu, nilai dapat dipahami saja dan harus diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari.
2.1.1.3 Peranan Nilai Dalam Kehidupan Manusia
Wahana (2004:70-94) mengatakan bahwa peranan nilai dalam kehidupan
sehari-hari itu sangatlah penting untuk pembentukan diri manusia melalui
tindakan-tindakannya. Tanggapan manusia terhadap nilaiyaitu :
1. Cara manusia memahami nilai
Dalam perwujudannya nilai tidak berada pada dirinya sendiri, melainkan
selalu tampak pada kita sebagai yang ada pada pembawa nilai, atau objek
bernilai. Untuk menemukan dan memahami nilai, kita dapat dan harus
memisahkan antara pemahaman terhadap objek nyata dengan nilai yang
termuat di dalamnya, dan mempertanyakan apakah keduanya dapat diketahui
dengan cara yang sama, misalnya secara rasional indrawi. Misalnya, kita
mata, tetapi kesamaan antara kedua buah apel tersebut dapat diketahui hanya
dengan mata, melainkan perlu juga dengan pikiran.
2. Sarana manusia memahami nilai
Hati manusia merupakan suatu kesejajaran yang tepat antara keteraturan hati
yang bersifat apriori dengan susunan nilai yang bersifat hierarkis objektif.
Hati memiliki dalam dirinya sendiri suatu analog yang tepat dengan pikiran,
meskipun tidak dipinjam dari logika pikiran. Terdapat hukum yang ditulis
dalam hati yang berhubungan dengan rencana yang sesuai dengan dunia yang
dibangun, yaitu dunia nilai.
3. Sikap manusia terhadap nilai
Nilai harus dicintai dan diwujudkan dalam hidup manusia sesuai dengan
tingkatan tinggi rendahnya tingkatan yang lebih tinggi harus didahulukan
daripada yang lebih rendah.
2.1.1.4 Peranan Nilai Bagi Manusia
Menurut Wahana (2004) nilai memiliki peranan pendorong dan pengaruh bagi
pembentukan diri manusia melalui tindakan-tindakannya.
1. Peranan nilai bagi tindakan manusia
Nilai merupakan objek sejati bagi tindakan merasakan yang terarah.
Tersedianya nilai positif memungkinkan orang menangkap dan merasakan
nilai tersebut, dan mendorong bertindak untuk mewujudkannya dalam realitas,
sedangkan terwujudnya nilai negatif mendorong orang yang merasakannya
2. Peranan nilai bagi pembentukan diri manusia
Segala tindakan manusia terarah untuk merespon nilai yang ditemukan dan
dirasakannya, yang mengandung suatu keharusan untuk mewujudkannya
(terhadap nilai positif) serta untuk menghilangkannya atau menghapuskannya
(terhadap nilai negatif). Ini berarti bahwa nilai-nilai memiliki peran
mengarahkan dan memberi daya tarik pada manusia dalam membentuk
dirinya melalui tindakan-tindakannya.
3. Tipe-tipe person bernilai sebagai model pembentukan manusia.
Ada 5 nilai tipe person, yaitu (1) nilai kesenangan artis, (2) nilai kegunaan
pemimpin, (3) nilai kehidupan pahlawan, (4) nilai kehidupan pahlawan, (5)
nilai spiritual jenius, dan (6) nilai kekudusan santo.
2.1.2 Nilai yang terkandung dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pendidikan nilai berkarakter.
Depdiknas (2003) (dalam Aryani, 2010:12) mengatakan PKn merupakan mata
pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama,
sosio-kultural, bahasa, usia, serta suku bangsa untuk menjadi warga negara yang
cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Menurut Adisusilo (2012:75) pendidikan nilai atau moral di Indonesia sudah lama
dan dimasukan dalam kurikulum, khususnya melalui mata pelajaran PKn.
Pendidikan nilai pada dasarnya adalah pendidikan karakter, yaitu penanaman
watak seseorang. Watak seseorang dapat dibentuk, dapat dikembangkan dengan
pendidikan nilai. Pendidikan nilai akan membawa pada pengetahuan akan nilai itu
sendiri, pengetahuan nilai akan membawa pada proses internalisasi nilai, dan proses
internalisasi nilai akan mendorong seseorang mewujudkannya dalam tingkah laku,
dan akhirnya pengulangan tingkah laku yang sama akan menghasilkan watak dari
seseorang tersebut (Adisusilo, 2012:78-79).
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sebagai pendidikan nilai dimaksudkan
bahwa melalui pembelajaran PKn diharapkan dapat menanamkan nilai, moral dan
norma yang dianggap baik oleh bangsa dan Negara pada siswa. Melalui PKn pula
diharapkan dapat menumbuhkan dan meningkatkan nilai cinta tanah air kepada
siswa, sehingga siswa lebih menghargai dan dapat mencintaisertarela berkorban
untuk bangsa dan negaranya. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan
hukum berarti bahwa PKn memberikan pengarahan bagi siswa supaya siswa
mempunyai kesadaran hukum yang tinggi. PKn juga sebagai pendidikan multikultural
berarti bahwa PKn diharapkan mampu meningkatkan wawasan dan sikap toleransi
terhadap sesama karena siswa hidup di lingkungan multikultural. Terakhir yaitu PKn
sebagai pendidikan resolusi dimana PKn membina siswa untuk mampu
menyelesaikan konflik dengan cara yang tepat. Pendidikan Kewarganegaraan di
Indonesia bertujuan untuk menghasilkan siswa yang dapat bersikap demokratis
dimana siswa dapat berkembang menjadi pribadi yang cerdas, dan memanfaatkan
kecerdasannya sebagai warga Negara untuk kemajuan bagi dirinya maupun
Melalui Pendidikan Kewarganegaraan, siswa juga diharapkan mampu untuk
memahami, menganalisis, dan menjawab masalah yang dihadapi oleh masyarakat,
bangsa dan Negara sesuai dengan cita-cita dan tujuan nasional seperti yang
digariskan dalam pembukaan UUD 1945 (Winataputradalam Aryani, 2010:40:41).
Pendidikan kewarganegaraan yang berhasil diterapkan akan menghasilkan sikap
mental siswa yang cerdas, penuh tanggung jawab yang terjadi dalam diri siswa. Sikap
tersebut diharapkan disertai dengan perilaku-perilaku yang sesuai yaitu: (a) beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menghayati nilai-nilai falsafah
bangsa, (b) berbudi pekerti luhur, disiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, (c) rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga, (d)
negara, bersifat profesional, yang dijiwai oleh kesadaran bela Negara, (e) aktif
memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni untuk kepentingan
kemanusiaan, bangsa dan Negara.
Pendidikan Kewarganegaraan dapat diperoleh melalui proses kegiatan belajar
mengajar disekolah. Pendidikan Kewarganegaraan memiliki keterkaitan erat dengan
pendidikan nilai. Pendidikan nilai menyatukan berbagai permasalahan yang
menyangkut preferensi personal ke dalam satu kategori yang disebut nilai-nilai, yang
dibatasi sebagai sebuah petunjuk umum untuk membatasi perilaku langsung pada
kehidupan nyata (Raths dalam Aryani, 2010:43).
Pendidikan Kewarganegaraan berbasis nilai ditujukan kepada pembinaan
kepribadian utuh, matang dan produktif dalam diri siswa. Selain itu Pendidikan
mencerminkan nilai-nilai yang diinginkan atau yang tercermin dalam diri siswa
dengan cara membimbing perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Cogan dan
Djahiri (dalam Aryani, 2010:38-39) menyatakan bahwa: “nilai adalah sesuatu yang
berharga baik menurut standar logika (benar/salah), estetika (bagus/buruk), etika
(adil/layak/tidak adil), agama (dosa dan haram/halal), dan hukum (sah/absah), serta
menjadi acuan dan/atau sistem keyakinan diri maupun kehidupan”. Nilai yang
dimaksud dalam Pendidikan Kewarganegaraan berbasis nilai yaitu meyakinkan siswa
bertindak atas dasar pilihannya sendiri (tanpa pengaruh orang lain). Nilai juga
dijadikan patokan normatif yang dapat mempengaruhi siswa dalam menentukan
pilihannya diantara cara-cara tindakan alternatif. Terakhir, nilai diharapkan dapat
meningkatkan nilai kebangsaan dan cinta tanah air.
Pendidikan nilai merupakan sebuah proses dalam upaya membantu siswa dalam
mengekspresikan nilai-nilai yang ada melalui pengujian kritis, sehingga siswa
dimungkinkan untuk meningkatkan atau memperbaiki kualitas berpikir serta
perasaannya. Menurut Cogan dan Djahiri (dalam Aryani, 2010:38:39) berpendapat
pengembangan model pembelajaran pendidikan kewarganegaraan berbasis nilai yang
dikenal lebih jauh sebagai sebuah Pendidikan Kewarganegaraan multidimensional,
secara konseptual pendidikan kewarganegaraan berbasis nilai memiliki lima atribut
secara konseptual, seorang warga Negara seyogyanya memiliki lima ciri utama yaitu
meliputi: 1) jati diri; 2)kebebasan untuk menikmati hak tertentu; 3) pemenuhan
kewajiban-kewajiban terkait; 4) tingkat minat dan keterlibatan dalam urusan publik;
Menurut Alma (dalam Aryani, 2010:46-47) mengatakan untuk mencapai tujuan
diatas, maka pendidikan difokuskan pada penyediaan pengalaman belajar yang akan
membantu setiap siswa yaitu: 1) memahami bahwa lingkungan fisik menentukan
kapan dan bagaimana manusia hidup; 2) memahami bagaimana manusia berusaha
untukmenyesuaikan, mempergunakan, mengontrol, tenaga dan sumber daya
lingkungan; 3) memahami bahwa perubahan adalah merupakan kondisi masyarakat
yang selalu ada dan berkembang setiap waktu, mereka harus terlibat didalamnya; 4)
mengenal dan mengerti implikasi dari perkembangan, saling ketergantungan manusia
satu sama lain dan dengan bangsa lain di dunia; 5) menghargai dan mengerti
persamaan semua ras-etnik, agama, dan kebudayaan, serta dapat menempatkan diri
dalam masyarakat yang pluralitastik; 6) menghargai hak-hak individu orang lain; dan
7) mengerti dan menghargai warisan leluhur sebagai aset bangsa. Pendidikan
berbasis nilai mencakup keseluruhan aspek sebagai alternatif pengajaran pada
siswa. Tujuannya yaitu supaya siswa menyadari nilai kebenaran, kebaikan dan
keindahan melalui proses pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan bertindak
yang konsisten. Materi PKn yang ada di Sekolah Dasar merupakan upaya yang
diperlukan siswa dalam menghadapi tantangan sebagai anak Indonesia yang memiliki
rasa cinta tanah air yang sedang terjadi saat ini maupun yang akan datang. Melalui
pendidikan nilai, diharapkan siswa mampu meningkatkan kesadaran akan nilai yang
dapat digunakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan penjelasan di atas, tentang Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
mengembangkan kompetensi kewarganegaraan dan kualitas pribadi yang bernilai
sebagai warga Negara, berbudaya kewarganegaraan yang baik menuju terbentuknya
kepribadian yang mantap dan mandiri, memiliki rasa tanggung jawab manusia yang
memiliki rasa kebangsaan akan cinta tanah air. Pendidikan nilai diadakan dengan
tujuan untuk membantu siswa dalam berubah atau merubah tindakan dan tingkah
laku siswa sesuai dengan nilai-nilai yang diharapkan. Selain itu pendidikan nilai
diberikan pada siswa dengan membantu siswa untuk meningkatkan kesadaran akan
nilai yang ada.
2.1.3 Kesadaran
Sadar diartikan merasa, tahu, ingat kepada keadaan yang sebenarnya, atau ingat
(tahu) akan keadaan dirinya. Kesadaran diartikan keadaan tahu, mengerti dan merasa. Widjaja (1984:14) mengatakan bahwa “Kesadaran merupakan sikap/perilaku
mengetahui atau mengerti taat dan patuh pada peraturan dan ketentuan perundangan
yang ada pula merupakan sikap/perilaku mengetahui atau mengerti, taat dan patuh
pada adat istiadat dan kebiasaan yang hidup dalam masyarakat”.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:570), kesadaran berasal dari kata
sadar yang mendapat imbuhan dari kata ke-an yang berarti insyaf, yakin, merasa,
tahu, dan mengerti. Disini kesadaran berarti (1) keadaan mengerti akan harga dirinya
timbul karena ia diperlakukan secara tidak adil, (2) hal yang dirasakan atau dialami
oleh seseorang tersebut. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011)
timbul karena dia diperlakukan secara tidak adil; (2) hal yang dirasakan atau dialami
oleh seseorang.
Max Scheler (dalam Kaelan, 2007:19) mengemukakan bahwa nilai pada
hakikatnya berjenjang, jadi tidak sama tingginya dan tidak sama luhurnya. Nilai-nilai
itu dalam kenyataannya ada yang lebih tinggi dan ada pula yang lebih rendah
bilamana dibandingkan satu dengan lainnya. Kesadaran adalah keadaan sadar akan
sebuah perbuatan yang dilakukan. Sadar artinya merasa atau mengingat (keadaan
yang sebenarnya), tahu dan mengerti. Kesadaran merupakan unsur dalam manusia
untuk memahami realitas dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi terhadap
realitas. Menurut (Semium, 2006:59) kesadaran merupakan satu-satunya tingkat
kehidupan mental yang secara langsung tersedia bagi kita, dapat disimpulkan bahwa
kesadaran merupakan sikap sadar dan ingat pada keadaan yang sebenarnya yang
secara langsung tersedia bagi kita.
Kuesioner kesadaran ini terdiri atas lima indikator yang kemudian dijabarkan ke
dalam beberapa pernyataan. Indikator diambil dari (Wahana,2004) yang merupakan
indikator kesadaran akan nilai cinta tanah air. Berikut lima indikator yang digunakan
oleh peneliti sebagai pedoman kuesioner. Indikator Kuesioner kesadaran akan nilai
cinta tanah air yaitu sebagai berikut :1) Menyadari akan adanya nilai sebagai kualitas
yang perlu diusahakan, 2) Menyadari akan peranan nilai yang menjadi daya tarik
manusia untuk mewujudkannya, 3) Menyadari akan sarana-sarana serta cara-cara
yang diperlukan demi terwujudnya nilai yang diharapkan, 5) Menyadari tindakan
yang perlu dilakukan demi terwujudnya nilai yang menjadi tujuan.
Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa kesadaran merupakan kondisi
dimana individu mengetahui dan ingat pada keadaan yang sebenarnya yang secara
langsung tersedia bagi kita.
2.1.4 Cinta Tanah Air
Pengertian bangsa menurut Ernest Renan dalam Winataputra (2008:4.18) adalah
kesatuan dari orang-orang yang mempunyai persamaan latar belakang sejarah,
pengalaman, serta perjuangan yang sama dalam mencapai hasrat untuk bersatu,
sekalipun bangsa Indonesia beraneka ragam, namun karena diikat oleh adanya
kesamaan latar belakang sejarah, pengalaman, perjuangan dalam mencapai
kemerdekaan, keturunan, adat istiadat, dan bahasa.
Nilai kebangsaan (nasionalisme) adalah nilai-nilai fundamental masyarakat
dengan dinamika sosial yang berubah secara cepat, namun tetap dilandasi dengan
semangat jiwa persatuan dan kesatuan, seperti tercantum dalam makna Sumpah
Pemuda. Nilai-nilai kebangsaan (nasionalisme) tersebut, yakni:
1. Perkembangan nilai-nilai demokratis meliputi keadilan taat pada hukum,
kebebasan berpendapat, kesetaraan gender, dll.
2. Pengembangan nilai-nilai kewarganegaraan dan nilai-nilai komunitas
(meliputi perkembangan atas hak-hak individu).
3. Pengembangan pemerintah yang bersih (meliputi partisipasi, hak untuk
4. Pembentukan identitas nasional (orientasi dalam bentuk bineka tunggal ika
dan kebanggan nasional).
5. Pengembangan ikatan sosial (meliputi toleransi, keadilan sosial dan
keberterimaan).
6. Pengembangan kehidupan pribadi (kebenaran, tunduk pada hukum, jujur,
kesopanan dan tolong-menolong).
7. Pengembangan kehidupan ekonomi (persaingan sehat, kesejahteraan,
kewirausahaan dan pasar bebas).
8. Pengembangan nilai-nilai keluarga (tanggung jawab, dukungan,
perlindungan, akhlak, sadar gender dan kebersamaan).
Winataputra (2008:5.7) mengatakan dengan pandangan hidup inilah suatu bangsa
akan memandang persoalan yang dihadapinya dan menentukan arah serta
memecahkannya secara tepat. Jadi, tanpa memiliki pandangan hidup, suatu bangsa
akan merasa terlantarkan dimana tidak adanya penentu arah untuk bangsa dalam
menghadapi masalah dan memecahkannya.
Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa warga Negara yang
baik adalah mereka yang dapat mencintai tanah airnya sendiri. Cinta akan tanah air
dapat dijadikan dasar Negara dimana sebagai alat pemersatu bangsa hal ini dilakukan
karena keberagaman suatu bangsa.
2.1.4.1 Kesadaran akan Nilai Cinta Tanah Air
Kesadaran akan nilai berarti kesadaran akan berbagai hal yang berkaitan dengan
diusahakan, (2) menyadari akan peranan nilai yang menjadi daya tarik bagi kualitas
untuk mewujudkannya, (3) menyadari akan sarana-sarana serta cara-cara yang perlu
diusahakan demi terwujudnya nilai yang dituju, (4) menyadari sikap yang diperlukan
demi terwujudnya nilai yang diharapkan, dan (5) menyadari tindakan yang pelu
silakukan demi terwujudnya nilai yang menjadi tujuannya (Wahana, 2004).
Menurut Winataputra (2008:4.20) bahwa mencermati kondisi dan letak
geografis wilayah Indonesia, sudah sewajarnya warga negara Indonesia mempunyai
kebanggaan tersendiri, karena Indonesia mempunyai begitu banyak keberagaman.
Bangga menurut Winataputra (2008:4.20) adalah merasa berbesar hati atau merasa
gagah karena mempunyai berbagai kelebihan atau keunggulan. Jadi, yang dimaksud
dengan bangga sebagai bangsa Indonesia adalah merasa besar hati atau merasa
berbesar jiwa menjadi bangsa Indonesia. Oleh karena itu, konsekuensinya kalau kita
merasa bangga sebagai bangsa Indonesia harus menjunjung tinggi nama baik bangsa
dan negara dimanapun berada. Namun, konsekuensi tersebut nampaknya belum
terbukti, seperti yang diungkapkan oleh Amin (2011:1) bahwa salah satu pengaruh
arus globalisasi disemua sendi-sendi kehidupan yaitu lunturnya nilai-nilai
nasionalisme dan solidaritas yang sedang diderita anak negeri ini. Lunturnya
nilai-nilai nasionalisme tersebut dikarenakan kurang adanya penanaman nilai-nilai nasionalisme
dalam pendidikan. Winataputra (2008:4.28) mengatakan tugas dan peran PKn adalah
menggariskan komitmen untuk melakukan proses pembangunan karakter bangsa.
Berdasarkan uraian diatas menurut para ahli dapat diambil kesimpulan bahwa
yang beragam, serta merasa besar hati atau merasa berbesar jiwa menjadi bangsa
Indonesia. Oleh karena itu, konsekuensinya kalau kita merasa bangga sebagai
bangsa Indonesia harus menjunjung tinggi nama baik bangsa dan negara dimanapun
berada.
2.1.5 Pembelajaran Tematik
2.1.5.1 Pengertian Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik (Yunanto, 2004:4) adalah pendekatan belajar yang
memberi ruang kepada anak untuk berperan aktif dalam kegiatan belajar. Selanjutnya,
menurut (Kunandar, 2007:311) tematik adalah alat atau wadah untuk
mengedepankan berbagai konsep kepada anak didik secara utuh.
Pembelajaran tematik merupakan model pembelajaran termasuk salah satu tipe
atau jenis dari model pembelajaran terpadu. Istilah pembelajaran tematik pada
dasarnya adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk
mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman
bermakna kepada siswa (Depdiknas dalam Trianto, 2011:147).
2.1.5.2 Karakteristik Pembelajaran Tematik
Menurut (Trianto, 2009:92) Karakteristik pembelajaran tematik adalah:
a. Berpusat pada siswa
Hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak
menempatkan siswa sebagai subyek belajar sedangkan guru lebih banyak
berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada
b. Memberikan pengalaman langsung
Dengan adanya pengalaman langsung siswa dihadapkan pada sesuatu yang
nyata sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang abstrak.
c. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas
Fokus pembelajaran tematik diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang
paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
d. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran
Dengan menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses
pembelajaran, dengan demikian siswa mampu memahami konsep-konsep
tersebut.
e. Bersifat fleksibel
Guru mengaitkan bahan ajar suatu mata pelajaran dengan mata pelajaran
lainnya, bahkan mengaitkan dengan kehidupan nyata yang ada dalam
kehidupan sehari-hari.
f. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan
Dengan menggunakan pembelajaran yang menyenangkan peserta didik
mampu menyerap pengetahuannya dengan baik.
Kesadaran siswa akan nilai yang terkandung dalam Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) diharapkan dapat mempengaruhi dalam kegiatan belajar
mengajar setelah guru menyampaikan pembelajaran dengan menggunakan Paradigma
2.1.6 Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR)
Menurut Subagya (2008) paradigma pedagogi reflektif merupakan suatu cara
bertindak yang dapat di ikuti dengan mantap karena dapat membantu para siswa
dengan sungguh-sungguh untuk berkembang menjadi manusia yang kompeten,
betanggung jawab, dan berbela kasih.
Dalam pendekatan menggunakan paradigma pedagogi reflektif tidak hanya
memberikan sebuah teori saja melainkan memberikan sasaran yang praktis guna
meningkatkan cara guru mengajar dan cara siswa dalam mengikuti sebuah proses
belajar. Paradigma pedagogi reflektif memberikan 5 langkah yang dapat diterapkan
dalam proses mengajar yaitu konteks, pengalaman, refleksi, aksi atau tindakan, dan
evaluasi.
2.1.6.1 Ciri-ciri Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR)
PPR memiliki ciri essensial sebagai berikut (Subagyo, 2010:68):
a. Pardigma Pedagogi Reflektif dapat diterapkan dalam semua kurikulum.
b. Paradigma Pedagogi Reflektif fundamental untuk proses belajar mengajar
c. Paradigma Pedagogi Reflektif menjamin para pengajar menjadi pengajar yang
lebih baik
d. Paradigma Pedagogi Reflektif mempribadikan proses belajar dan mendorong
pelajar merefleksikan makna dan arti yang dipelajari.
2.1.6.2 Tujuan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR)
Menurut Tim Ignatian Paradigma Pedagogi Reflektif (2010:22-25) memiliki 2
a. Tujuan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) bagi pendidik antara lain:
1) Semakin memahami peserta didik
2) Sekain bersedia mendampingi perkembangannya
3) Semakin lebih baik dalam menyajikan materi ajarnya
4) Memperhatikan kaitan perkembangan intelektual dan moral
5) Mengadaptasi materi dan metode ajar demi tujuan pendidikan
6) Mengembangkan daya reflektif terkait dengan pengalaman sebagai
pendidik, pengajar, dan pendamping.
b. Tujuan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) bagi peserta didik antara lain:
1) Manusia bagi sesama
2) Manusia utuh
3) Manusia yang secara intelektual berkompeten, terbuka untuk
perkembangan religius
4) Manusia yang sanggup mencintai dan dicintai
5) Manusia yang berkomitmen untuk menegakkan keadilan dalam
pelayanannya pada orang lain (umat Allah)
6) Manusia yang berkompeten dan berhati nurani
7) Membentuk pemimpin pelayanan dengan meniru Yesus Kristus.
Competence adalah kualitas yang unggul bagi peserta didik (Masidjo, 2009:3).
Berkaitan dengan kehidupan peserta didik misalnya pada proses belajar mengajar,
peserta didik cenderung ramai, senang mengobrol dengan teman lain serta kurang
cenderung tidak tepat waktu dalam menyelesaikan tugas maka akibatnya hasil nilai
akademik peserta didik kurang memuaskan, dalam hal ini penalaran, eksplorasi,
kreativitas, dan kemandirian sangat diperlukan untuk mencapai kualitas yang
diharapkan.
Conscience adalah kepekaan dan ketajaman hati nurani (Masidjo, 2009:3). Jika
diaplikasikan dalam kehidupan peserta didik tujuan diatas dapat diambil sebuah
contoh misalnya dalam kehidupan sehari-hari saat mengikuti mereka (anak-anak)
sering ramai, kurang disiplin dan kurangnya kerapian dalam menyelesaikan tugas
yang diberikan oleh guru atau tenaga pendidik.
Compassion adalah sikap peduli terhadap sesama (Masidjo, 2009:3). Berkaitan
dengan compassion peserta didik kurang berminat untuk mengambil bagian ketika
bekerja sama menyelesaikan tugas kelompok, peserta didik kurang peduli dalam
menolong teman yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas, dan peserta
didik kurang peduli dalam memulihara lingkungan sekitarnya. Tujuan dari PPR di
atas mengajak peserta didik menjadi manusia yang sanggup mencintai dan dicintai
dan membentuk pemimpin pelayanan.
2.1.6.3 Langkah-langkah Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR)
Menurut Subagya (2010:41-42).Dalam prosesnya PPR terdiri dari 5 langkah
yang harus ada dalam pembelajaran yang menerapkan paradigma pedagogi reflektif
yaitu konteks, pengalaman, refleksi, aksi atau tindakan, dan evaluasi.
Menurut Subagya (2008) dalam bukunya Paradigma Pedagogi Reflektif
Gambar 1.Peta Konsep Pelaksanaan PPR
Konteks
2.1.6.4 Pembelajaran Berpola Paradigma Pedagogi Reflektif
Subagyo (2008) pembelajaran berpola PPR adalah pembelajaran yang
mengintegrasikan pembelajaran bidang studi dengan mengembangkan nilai-nilai
kemanusiaan. Pembelajaran bidang studi disesuaikan dengan konteks siswa.
Sedangkan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan ditumbuhkembangkan melalui
evaluasi. Dalam pembelajaran berpola PPR diharapkan dapat mengembangkan
nilai-nilai melalui pengalaman, refkleksi, aksi, dan diakhiri dengan kegiatan evaluasi
dimana dalam kegiatan evaluasi ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah
proses pembelajaran yang sudah dilakukan sudah mencapai tujuan pembelajaran yang
diinginkan.
Konteks seorang pelajar harus memperhatikan tiga hal yaitu: a) wacana tentang
nilai-nilai yang ingin dikembangkan, agar semua anggota komunitas, guru, dan siswa
menyadari bahwa yang menjadi landasan bukan hanya aturan, perintah, atau
sanksi-sanksi melainkan nilai-nilai kemanusian. Guru didsini sebagai fasilitator untuk
menyemangati mereka (siswa) agar memiliki nilai seperti : persaudaraan, solidaritas,
penghargaan terhadap sesama, tanggung jawab, kerja keras, kasih, kepentingan
bersama, cinta akan lingkungan hidup, dan nilai-nilai yang terkandung, b)
contoh-contoh penghayatan mengenai nilai-nilai yang diperjuangkan, lebih-lebih contoh-contoh dari
pihak guru. Kalau itu ada, maka siswa akan cenderung melihat, bersikap, dan
berperilaku sesuai dengan nilai yang dihayati lingkunganny, c) hubungan akrab,
saling percaya, agar bias terjalin sebuah dialog yang saling terbuka antara guru
dengan siswa. Setiap orang dihargai, ditunjukkan kebaikannya, ditantang untuk
melakukan hal yang benar, baik, dan indah (Subagyo, 2008).
Pengalaman untuk menumbuhkan persaudaraan, solidaritas, dan saling memuji.
Memuji ini merupakan pengalaman bekerja sama dalam kelompok kecil.
Pengalaman berarti suata hal yang batin, tidak terbatas pada suatu pemahaman
pemahaman kognitif terhadap apa ynag sudak diterima dan disimak siswa yang
memuat unsur afektif yang dapat dihayati oleh siswa. Pada tahap awal pengalaman
langsung maupun tidak langsung diharapkan siswa dapat menghayati unsur-unsur
yang terdapat pada reaksi afektifnya. Tidak mungkin guru (fasilitator) menyediakan
pengalaman langsung mengenai nilai-nilai. Siswa difasilitasi dengan pengalaman
yang tidak langsung. Pengalaman tidak bisa diciptakan, misalnya membaca atau
mempelajari suatu kejadian. Guru memberikan sebuah sugesti agar siswa dapat
mempergunakan imajinasi mereka, mendengar cerita dari guru, melihat gambar
sambil berimajinasi, bermain peran, atau melihat tayangan film atau video (Subagyo,
2008).
.Refleksi dalam langkah refleksi guru menfasilitasi dengan
pertanyaan-pertanyaan agar siswa dapat terbantu untuk melakukan refleksi. Pertanyaan yang baik
adalah pertanyaan yang dapat dipahami oleh siswa, agar siswa secara otentik siswa
dapat memahami, mendalami, dan menyakini temuannya. Siswa diajak untuk
merenungkan dan meresapi tentang apa yang sudah dilakukan dan baru saja
dibicarakan. Melalui refleksi, siswa dapat meresapi dan meyakini makna nilai yang
terkandung dalam pengalamannya.Diharapkan siswa membentuk pribadi mereka
sesuai dengan nilai yang terkandung dalam pengalamannya(Subagyo, 2008). Refleksi
merupakan tahap dimana siswa menjadi sadar sendiri mengenai kebaikan, manfaat
dan makna nilai yang akan diperjuangkan. Tujuannya adalah agar nilai yang
diperjuangkan menajdi menarik bagi siswa dan kemudian mereka terpikat untuk
untuk bertindak. Untuk membantu siswa menyadari nilai nilai kemanusiaan yang
erkandung didalam pengalaman, guru memfasilitasi dengan berbagai cara, antara lain:
1) Mengajukan pertanyaan terbuka/ divergen (Subagyo, 2005a)
2) Memberi tugas kepada siswa untuk mengkomunikasikan pendapat/
perasaan mereka dalam bentuk lisan, tulisan, atau gambar
3) Mengajak siswa untuk berdiskusi.
Aksi perwujudan dari hasil pengalaman yang sudah direfleksi adalah sebuah
aksi.Kegiatan aksi ini merupakan sikap atau perbuatan yang ingin dilakukan siswa
atas kemauan mereka sendiri terkait dengan nilai kemanusiaan yang ingin
diperjuangkan. Dalam hal ini langkah aksi ini guru memfasilitasi siswa dengan
pertanyaan aksi agar siswa terbantu untuk membangun niat dan bertindak sesuai
dengan hasil refleksinya.Dengan membangun niat dan berperilaku sesuai dengan
kemauannya sendiri hal ini dapat membentuk pribadinya agar kelak atau nantinya
dapat menjadi pejuang bagi nilai-nilai yang direfleksikannya(Subagyo, 2008).
Evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan setelah pembelajaran, dalam
kegiatan ini guru memberikan evaluasi atas kompetensinya dari sisi akademik.Sebuah
sekolah dibangununtuk mengembangkan ranah akademik dan menyiapkan siswa
menjadi kompeten di bidang studi yang sedang dipelajarinya.Dalam kegiatan ini guru
sangat perlu mengevaluasi dari perkembangan pada pribadi siswa(Subagyo,
2008).Perlunya observasi karena ciri khas nilai kemanusiaan adalah kebebasan,
Dari uraian tentang unsur-unsur dinamika pembelajaran berpola PPR di atas,
dapat disimpulkan bahwa karakteristik PPR dalam pembelajaran ditunjukan dengan
adanya kegiatan-kegiatan sebagai berikut ( Susento, 2010) :
1) guru menyesuaikan nilai kemanusiaan yang akan ditumbuhkan dengan
konteks siswa dan materi pelajaran;
2) Siswa mengalami nilai kemanusiaan dalam kegiatan pembelajaran;
3) Siswa merefleksikan pengalaman terkait dengan nilai kemanusiaan;
4) Siswa membangun niat atau melakukan aksi untuk mewujudkan nilai cinta
tanah air;
5) Guru mengevaluasi proses belajar nilai kemanusiaan pada diri para siswa.
2.1.6.5 Pengembangan Pendidikan melalui PPR
Paradigma Pedagogi Reflektif menerapkan pengembangan budaya alternatif
yang akan dikembangkan. Dalam hal ini terdapat 2 hal yang akan dikembangkan
melalui PPR adalah sebagai berikut: a) budaya anti korupsi, anti kekerasan, anti
perusakan lingkungan hal ini perlu dicermati upaya dalam menumbuhkan budaya satu
persatu misalnya anti menyontek sama dengan anti korupsi. Persaudaraan, solidaritas,
dan saling menghargai itu sama dengan anti kekerasan sebagai bentuk usaha
membentuk budaya alternatif diharapkan persaudaraan atau keakraban yang akan
menjadi lebih kental serta menjadi kekhasan sekolah di kanisisus dan merupakan
salah satu sifat pribadi siswa-siswanya. Mencintai lingkungan hidup sama dengan
anti perusakan lingkungan hal ini digunakan sebagai konteks dalam mencintai