• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dalam mata pelajaran PKn terhadap kesadaran siswa akan nilai cinta tanah air di SD Kanisius Sengkan Yogyakarta - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengaruh model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dalam mata pelajaran PKn terhadap kesadaran siswa akan nilai cinta tanah air di SD Kanisius Sengkan Yogyakarta - USD Repository"

Copied!
206
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF (PPR) DALAM MATA PELAJARAN

PKn TERHADAP KESADARAN SISWA AKAN NILAI CINTA TANAH AIR DI SD KANISIUS SENGKAN YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Di susun Oleh : Femila Umami NIM: 101134161

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan tulus karya ini akan penulis persembahkan kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu memerikan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

karya ilmiah ini.

2. Kedua orangtuasaya dan kakak saya Rico Novianto yang tak pernah

lelah memberikan dukungan, doa-doa, dan serta perhatian yang

selalu mereka berikan kepada saya hingga saat ini.

3. Almamaterku Universitas Sanata Dharma.

4. Dosen-dosen pengajarku di PGSD

(5)

v

HALAMAN MOTTO

Ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa,

ada waktu untuk meratap, ada waktu untuk menari.

( Pengkhotbah 3:4)

Tuhan tidak akan membiarkan sesuatu terjadi padamu

jika bukan untuk kebaikan dirimu sendiri

(Nick Vujicic)

Mintalah, maka akan diberikan kepadamu,

Carilah, maka kamu akan mendapat,

Ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRAK

Umami, Femila. (2014). Pengaruh Model Pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) Dalam Mata Pelajaran PKn Terhadap Kesadaran Siswa AkanNilai Cinta Tanah Air Di SD Kanisius Sengkan.Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Kata kunci: model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif, kesadaran akan nilai cinta tanah air, mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

Latar belakang penelitian ini adalah untuk menguji cobakan model pembelajaran paradigma pedagogi reflektif terhadap kesadaran siswa akan nilai cinta tanah air pada kelas III di SD Kanisius Sengkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif terhadap kesadaran siswa akan nilai cinta tanah air pada siswa kelas III SD Kanisisus Sengkan Yogyakarta pada tahun ajaran 2013/2014.

Desain penelitian yang dilakukan digunakan adalah jenis penelitian Quasi- eksperimenental dengan tipe nonequivalent control design. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas III SD Kanisius Sengkan Yogyakarta yang berjumlah 83 siswa. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari kelas kontrol yaitu kelas III B berjumlah 42 siswa dan kelas eksperimen yaitu III A berjumlah 41 siswa. Instrumen penelitian berupa kuesioner yang terdiri dari 48 butir item.Instrumen tersebut sudah memenuhi syarat validitas dan reliabilitas berdasarkan analisis statistik. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dengan menggunakan

pretestdanposttestpada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Analisis data dengan menggunakan uji normalitas, uji perbedaan skor pretest, perbandingan skor

pretestke posttest, perbandinganposttestdan uji besar pengaruh model pembelajaran PPR.

(9)

ix ABSTRACT

Umami, Femila. (2014). The Impact of Reflective Pedagogy Paradigm Learning

Design in Civic Education towards the Students’ Awareness to Appreciate the

Country at Kanisius Elementary School Sengkan.Thesis.Yogyakarta.Sanata Dharma University.

Keywords: Reflective Pedagogy Paradigm Learning Design, the awareness to appreciate the country, civic education.

Background of this study is to examine the experimentation of reflective pedagogy paradigm learning design toward students’ awareness to appreciate the country for Third Grade at Kanisius Elementary School Sengkan. This study is aimed to find out the influence of Reflective Pedagogy Paradigm learning design toward students’ awareness to appreciate the country for Third Grade at Kanisius Elementary School Sengkan Yogyakarta in academic year 2013/2014.

Design that used in this study is Quasi- experimental with type of nonequivalent control design. Population that used in this study is students for Third Grade at Kanisius Elementary School Sengkan Yogyakarta with total is 83 students. Sample that used in this study consists of control class namely class III B with total is 42 students and experiment class namely III A with total 41 students. Instrument of this study is questionnaire that consists of 48 items. That instrument has complete validity requirement and reliability based on statistics analysis. Technique of collecting data in this study used pretest and posttest in control group and experiment group. Data analysis used normality test, difference pretest score test, comparison between pretest and posttest score, comparison of posttest and influence of PPR

learning design test.

Result of this study showed that Reflective Pedagogy Paradigm learning design toward students’ awareness to appreciate the country. It showed with value

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan segala berkat, rahmat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Pengaruh Model Pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Terhadap Kesadaran Siswa Akan Nilai Cinta Tanah Air Di SD Kanisius Sengkan Yogyakarta”. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan serta dukungan masukan saran dan kritik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi Ph.D, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Gregorius Ari Nurgrahanta, S.J., S.S., BST., M.A., selaku ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Drs. Paulus Wahana, M.Hum., selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan pengetahuan, dorongan, semangat serta masukan yang menginspirasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Elisabeth Desiana Mayasari, S.Psi., M.A., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan motivasi, dukungan, meluangkan waktu, tenaga serta pikiran untuk membimbing peneliti sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 5. Seketariat PGSD yang telah membantu proses perijinan hingga skripsi ini

dapat selesai dengan baik.

(11)

xi

7. Ibu Irene Widiastuti, selaku guru kelas III SD Kanisius Sengkan yang telah memberikan bantuan sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar serta memberikan solusi serta masukan-masukan yang membangun bagi penulis. 8. Siswa-siswa kelas III SD Kanisius Sengkan yang telah bekerjasama dengan

baik dalam penelitian ini sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar. 9. Ibu kandungku Almh. Brigita Sumardiati walau sudah tiada tetapi engkau

merupakan semangat aku untuk hidup dan menjadi anak yang kuat dan mandiri.

10.Kedua orangtuaBapak Dionicius Fitri Nugroho dan Ibu Elisabeth Suryana yang selama ini telah mendukung dalam segala hal dalam bentuk motivasi, dan kebutuhan yang saya perlukan dalam pengerjaan karya ilmiah ini.

11.Kakakku Rico Novianto yang telah mendukung dan memberikan motivasi. 12.Teman-teman satu kelompok payung PKn yang banyak memberikan masukan

dan bantuan kepada peneliti dalam melakukan penelitan dan memberikan dukungan dalam mengerjakan skripsi ini.

13.Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, penulis ucapkan terimakasih.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu penulis dengan rendah hati bersedia menerima sumbangan baik pemikiran, kritik maupun saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.Semoga skripsi ini dapat berguna dan membantu bagi siapa saya yang membutuhkan.

(12)

xii DAFTAR ISI

JUDUL HALAMAN

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.4.1 Bagi Peneliti ... 7

1.4.2 Bagi Guru ... 7

1.4.3 Bagi Siswa ... 7

1.4.4 Bagi Sekolah ... 8

1.5 Definisi Operasional... 8

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka ... 9

2.1.1 Teori-teori yang Mendukung ... 9

2.1.1.1 PKn Sebagai Pendidikan Nilai ... 9

2.1.1.2 Nilai ... 13

2.1.1.3 Peranan Nilai Dalam Kehidupan Manusia ... 14

2.1.1.4 Peranan Nilai Bagi Manusia ... 15

2.1.2 Nilai yang Terkandung dalam PKn ... 16

2.1.3 Kesadaran ... 21

2.1.4 Cinta Tanah Air ... 23

2.1.4 Kesadaran akan Cinta Tanah Air ... 24

2.1.5 Pembelajaran Tematik ... 26

(13)

xiii

2.1.5.2 Karateristik Pembelajaran Tematik ... 26

2.1.6 Pengertian Paradigma Pedagogi Reflektif ... 28

2.1.6.1 Ciri-ciri PPR ... 28

2.1.6.2 Tujuan PPR ... 28

2.1.6.3 Langkah-langkah dalam Pembelajaran PPR ... 30

2.1.6.4 Pembelajaran Berpola PPR ... 31

2.1.6.5 PengembanganPendidikan melalui PPR ... 35

2.1.6.6 Keunggulan atau Mafaat PPR ... 37

2.1.2 Hasil Penelitian yang Relevan ... 38

2.2 Kerangka Berpikir ... 41

3.5 Teknik Pengumpulan data ... 48

3.6 Instrumen Penelitian... 49

3.7 Teknik Pengujian Instrumen ... 57

3.7.1 Penentuan Validitas ... 57

3.7.2 Penentuan Reliabilitas ... 62

3.8 Teknik Analisis Data ... 64

3.8.1 Uji Normalitas ... 64

3.8.2 Uji Statistik ... 65

3.8.2.1 Uji Homogenitas ... 65

3.8.2.2 Uji Perbedaan Pretest ... 65

3.8.2.3 Uji Pengaruh Perlakuan... 66

3.8.2.4 Uji Peningkatan Skor Pretest Ke Posttest ... 67

3.8.2.5 Uji Selisih Skor Pretest ke Posttest ... 67

3.8.2.6 Uji Besar Pengaruh Model PPR ... 69

(14)

xiv

4.1.2.3 Perbandingan Skor Posttest... 81

4.1.2.4 Uji Besar Pengaruh Model Pembelajaran PPR ... 83

4.2 Pembahasan ... 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 88

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 89

5.3 Saran ... 89

(15)

xv

DAFTAR TABEL

JUDUL TABEL HALAMAN

Tabel 1 Jadwal Pengambilan Data ... 46

Tabel 2 Kisi-kisi Kuesioner Kesadaran Siswa Terhadap Nilai Cinta Tanah Air Sebelum Validitas ... 49

Tabel 3 Indikator Kuesioner Kesadaran Siswa Akan Nilai Globalisasi... 50

Tabel 4 Kisi-kisi Item Kuesioner Nilai Cinta Tanah Air ... 52

Tabel 5 Sebaran Item Uji Coba Kuesioner Nilai Cinta Tanah Air... 54

Tabel 6 Kuesioner kesadaran akan nilai cinta tanah air ... 56

Tabel 7 Hasil Uji Validitas ... 58

Tabel 8 Hasil Item Valid ... 63

Tabel 9 Kriteria Koefesien Reliabilitas ... 63

Tabel 10 Hasil Reliabilitas ... 72

Tabel 11 Hasil Uji Normalitas Data Pretest dan Posttest ... 74

Tabel 12 Hasil Uji Perbandingan Skor Pretest ... 76

Tabel 13 Perbandingan Rata-rata Selisih Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol dan Eksperimen ... 77

Tabel 14 Perbandingan Rata-rataPretest dan Posttest Kelompok Kontrol dan Eksperimen ... 80

Tabel 15 Harga Sig (2-tailed) Selisih hasil selisih Pretest dan Posttest ... 82

Tabel 16 Perbandingan Skor Posttest Kesadaran Siswa ... 83

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Peta Konsep Pelaksanaan PPR ... 31

Gambar 2 Literatur Map Penelitian Sebelumnya ... 40

Gambar 3 Pengaruh Perlakuan ... 44

Gambar 4 Variabel Penelitian ... 48

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jaring Tema ... 95

Lampiran 2 Silabus Pembelajaran ... 96

Lampiran 3.1 RPP Kelompok Eksperimen Pertemuan Pertama ... 99

Lampiran 3.2 RPP Kelompok Eksperimen Pertemuan Kedua ... 113

Lampiran 3.3 RPP KelompokEksperimen Pertemuan Ketiga ... 127

Lampiran 3.4 RPP Kelompok Kontrol ... 144

Lampiran 4.1 Hasil Expert Judgment Instrumen ... 148

Lampiran 4.2 HasilAnalisis SPSS Uji Validitas ... 152

Lampiran 4.3 Hasil Analisis Reliabilitas Instrumen ... 157

Lampiran 4.4 Kuesioner Penelitian ... 162

Lampiran 4.5 Tabulasi Nilai Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 172

Lampiran 4.6 Tabulasi Hasil Validasi Instrumen ... 173

Lampiran 5.1 Hasil Normalitas ... 174

Lampiran 5.2 Perbandingan Skor Pretest Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 175

Lampiran 5.3 Perbandingan Selisih SkorPretest dan Posttest Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 176

Lampiran 5.4 Uji Perbandingan Skor Posttest ... 177

Lampiran 5.5 Uji Besar Pengaruh model pembelajaran PPR ... 178

Lampiran 6.1 Surat Ijin Penelitian ... 179

Lampiran 6.2 Surat Keterangan Penelitian ... 180

Lampiran 7.1 Foto-foto Selama Penelitian ... 181

Lampiran 7.2 Kuesioner yang Diisi Oleh Siswa ... 183

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab I ini peneliti membahas latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, dan manfaat penelitian.

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang penting.

Penerapan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan mulai dari tingkat sekolah

dasar hingga perguruan tinggi. Penerapan mata pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan ini diharapkan dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab serta bela

rasa untuk Negara Indonesia dan mendidik siswa untuk mengembangkan pendidikan

akan nilai dan pendidikan moral sehingga siswa dapat meningkatkan kesadaran akan

nilai cinta tanah air dan memperbaiki cara berfikir yang kritis, dan rasional.

Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan agar siswa dapat memiliki wawasan

kesadaran bernegara untuk bela Negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan

perilaku sebagai pola tindak yang cinta tanah air berdasarkan Pancasila. Mencintai

tanah air itu diperlukan demi tetap utuh dan tegaknya Negara Kesatuan Republik

Indonesia (Aryani, 2010:18).

Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang

berfokus pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu

(19)

yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan pada pancasila dan UUD

1945 (Aryani, 2010:39). Menurut Banks (dalam Wahab, 2011:31) Selain itu

pendidikan kewarganegaraan dapat digunakan untuk membantu serta melatih siswa

mengenal dirinya, lingkungannya, budayanya, dan budaya orang lain, serta

mengemukakan gagasan, perasaan, berpartisipasi dan bertanggungjawab dalam

kegiatan bermasyarakat.

Menurut Aryani (2010:18) Materi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

merupakan pembelajaran dengan model pendidikan berbasis nilai. Pendidikan

berbasis nilai merupakan sebuah upaya alternatif yang diperlukan siswa untuk

memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air Indonesia yang berlangsung saat ini

maupun dimasa yang akan datang. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pusat

dari pendidikan nilai yang ada di Sekolah Dasar. Pendidikan nilai bukan hanya

sebuah pembelajaran dimana hanya terjadi transfer ilmu atau isi dari sebuah niai yang

diberikan kepada siswa. Pendidikan nilai dalam Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

haruslah dimaknai sebagai upaya mengembangkan kesadaran akan nilai cinta tanah

air dalam diri siswa.

Pendidikan nilai memberikan pengajaran sebagai acuan atau petunjuk guna

menyiapkan siswa menjadi warga negara yang baik berdasarkan nilai dan kaidah

dalam masyarakat. Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan dapat menyadarkan

siswa akan pentingnya nilai yang terkandung di dalamnya (Aryani, 2010:18). Tidak

hanya menyadari akan nilai tersebut, tetapi siswa juga dapat mewujudkan atau

(20)

terkandung dalam Pendidikan Kewarganegaraan merupakan nilai yang selalu ada

dalam kehidupan.

Menurut Winataputra (2008) dalam strategi pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan, siswa tidak hanya mempelajari materi pelajaran, tetapi

mempelajari materi dan sekaligus praktik, berlatih dan mampu membakukan diri

bersikap dan berperilaku sebagai materi yang dipelajari. Pendidikan nilai tidak

terpisah oleh adanya kesadaran dalam diri seseorang tersebut. Jika pendidikan nilai

diterapkan dalam mata pelajaran tertentu, namun tidak didukung oleh kesadaran,

maka nilai tersebut tidak terealisasikan secara maksimal. Sedangkan selama ini model

pembelajaran yang digunakan oleh sebagian guru untuk mengajar Pendidikan

Kewarganegaraan di sekolah dasar adalah dengan menggunakan pembelajaran

konvensional serta bersifat informatif, yaitu guru cenderung menggunakan metode

bercerita, berceramah, atau mendikte.Siswa cenderung bersifat pasif, yaitu dimana

siswa hanya duduk mendengarkan dan mencatat. Model pembelajarantersebut

membuat siswa hanya membayangkan hal-hal yang diceritakan oleh gurunya,

pembelajaran ini lebih dikenal dengan pembelajaran transfer ilmu dari guru kepada

siswa (Aryani, 2010:18).

Melalui Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan kesadaran siswa akan nilai

dapat meningkat. Pendidikan nilai juga diharapkan dapat ditanamkan sejak dini pada

siswa. Selain itu pendidikan nilai diharapkan dapat terwujud dan tepat sasaran pada

siswa, sehingga hasil dari pendidikan nilai dapat dilihat secepat atau sedini mungkin.

(21)

mengaplikasikan sebuah nilai, sebaiknya peran guru saat menyampaikan materi

secara tepat atau menggunakan model pembelajaran yang cocok dalam pendidikan

nilai. Dimana Guru dalam hal ini tidak dapat melihat apakah siswa sudah mampu

memaknai pendidikan nilai ketika siswa tersebut sudah berada pada jenjang SMP

atau bahkan di SMA. Menggunakan pembelajaran konvensional sulit untuk melihat

hasil dari pendidikan nilai atau bahkan hasil dari pendidikan nilai tersebut sama sekali

tidak ada.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menemukan adanya kesenjangan. Pendidikan

nilai yang idealnya diikutsertakan dalam pembelajaran PKn agar peserta didik tidak

hanya dapat memahami nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila saja,

melainkan sadar akan nilai-nilai yang terkandung dalam materi yang dipelajari dan

dapat mengamalkan nilai-nilai tersebut secara nalar. Kurangnya penanaman

pendidikan nilai di sekolah tersebut, dibuktikan dengan sikap siswa saat mengikuti

upacara. Peneliti melakukan pengamatan dan wawancara terhadap guru dan siswa.

Pengamatan dilakukan pada saat upacara berlangsung, Tampak sebagian dari siswa

tidak mengikuti upacara dengan tertib.

Dalam hal ini, nilai cinta tanah air kurang dimengerti dan siswa tidak memiliki

kesadaran akan nilai cinta tanah air. Hal itu juga diperkuat dengan wawancara yang

dilakukan oleh peneliti dengan siswa dan guru. Dan selain itu peneliti membuat

kuesioner lalu kuesioner tersebut diteliti oleh dosen ahli setelah itu kuesioner

dibagikan kepada siswa. Banyak siswa cenderung lebih suka kebudayaan negara lain,

(22)

makanan junk food (seperti burger, pizza,sosis,nugget, dll) atau makanan siap saji

dari pada membawa bekal dari rumah yang berupa makanan khas dari daerahnya. Ini

merupakan masalah yang dihadapi siswa mengenai kesadaran akan nilai cinta tanah

air. Hasil wawancara dengan guru juga membuktikan bahwa dalam pelajaran tentang

kebudayaan Indonesia, siswa kurang mengerti akan keanekaragaman budaya di

Indonesia.

Untuk mengatasi masalah tersebut, peneliti ingin menerapkan pendidikan

mengenai kesadaran siswa akan nilai cinta tanah air dalam pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan dengan menggunakan model pembelajaran paradigma pedagogi

reflektif yang diduga dapat meningkatkan kesadaran siswa akan nilai-nilai yang

terkandung dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Cinta tanah air secara konkret

berarti ikut menjaga dan memelihara tanah air yang kita miliki bersama beserta segala

sesuatu yang ada, hidup dan tumbuh didalamnya, seluruh flora dan fauna didarat, air

maupun lautan, udara di atasnya, bersama masyarakat manusia. Betapa pun kayanya

seseorang, dia tidak akan dapat memiliki tanah dan air seorang diri, tanah dan air

selalu akan berhubungan dengan orang lain dan kepentingan bersama. Sebagai

seorang pendidik, diketahui bahwa profesionalisme seorang guru bukanlah pada

kemampuannya mengembangkan ilmu pengetahuan, tetapi lebih pada

kemampuannya untuk melaksanakan pembelajaran yang menarik bagi siswanya.

Keterampilan sikap yang berupa sikap tanggung jawab, sikap demokratis dan

sikap saling menghargai perbedaan dari warga masyarakat harus dibelajarkan melalui

(23)

atau strategi pembelajaran yang mendukung berkembangnya keterampilan sosial

siswa, sekaligus aspek kognitif. Salah satu model pembelajaran yang bertujuan untuk

membantu mengembangkan aspek sosial sekaligus aspek kognitif siswa dan aspek

sikap siswa adalah model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif

(Subagyo,2008:41-42).

Adapun dalam pembelajaran tersebut peneliti menggunakan model pembelajaran

Paradigma pedagogi reflektif dalam pembelajaran PKn dengan kesadaran akan nilai

cinta tanah air. Peneliti berharap dengan menggunakan model pembelajaran

Paradigma pedagogi reflektif berpengaruh terhadap pembelajaran PKn dan

kesadaran siswa akan nilai-nilai yang terkandung dalam PKn.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah penelitian dirumuskan sebagai

berikut:

1.2.1 Apakah model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif berpengaruh

terhadap kesadaran akan nilai cinta tanah airyang terkandung dalam mata

pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) materi Bangga sebagai anak

Indonesia siswa kelas III SDKanisius Sengkan Yogyakarta pada semester

genap tahun ajaran 2013- 2014?

1.2.2 Apakah peningkatan kesadaran siswa akan nilai cinta tanah air melalui

pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif di kelompok eksperimen lebih

(24)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1.3.1 Mengetahui penggunaan model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif

dapat berpengaruh terhadap kesadaran akan nilai cinta tanah air yang

terkandung dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) materi

Bangga sebagai anak Indonesia siswa kelas III SD Kanisius Sengkan

Yogyakarta pada semester genap tahun ajaran 2013-2014.

1.3.2 Mengetahui peningkatan kesadaran siswa akan nilai cinta tanah air melalui

pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif di kelompok eksperimen lebih

besar dibandingkan dengan pembelajaran konvesional dikelompok kontrol.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti:

Peneliti dapat membuktikan pengaruh Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR)

terhadap nilai cinta tanah airyang terkandung dalam mata pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

1.4.2 Bagi Guru:

Memberikan pengalaman dan wawasan mengenai model pembelajaran

Paradigma Pedagogi Reflektif, dan dapat diterapkan pada mata pelajaran lain.

1.4.3 Bagi Siswa:

Siswa mendapatkan pengalaman yang baru dalam belajar dengan

(25)

1.4.4 Bagi sekolah:

Menambah sumber bacaan dan referensi yang ada di sekolah dan dapat

digunakan sebagai wawasan mengenai model dan metode pembelajaran.

1.5 Definisi Operasional

Pada penelitian ini, peneliti membatasi penggunaan istilah-istilah yang berkaitan

dengan materi penelitian, yaitu:

1) Kesadaran adalah kondisi dimana individu mengetahui sesuatu hal (misal

keadaan sekitar, lingkungan sekitar).

2) Nilai adalah kualitas yang memiliki daya tarik serta dasar bagi tindakan manusia

serta untuk mendorong manusia untuk mewujudkannya, karena nilai memiliki

kesesuaian dengan kecenderungan kodrat manusia.

3) Cinta tanah air adalah ungkapan rasa bangga seseorang terhadap negaranya

sendiri.

4) Model Pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif adalah strategi pembelajaran

yang mengintegrasikan pembelajaran bidang studi dengan mengembangkan

nilai-nilai kemanusiaan, dan merupakan suatu cara bertindak yang dapat di ikuti

dengan mantap karena dapat membantu para siswa dengan sungguh-sungguh

untuk berkembang menjadi manusia yang kompeten, betanggung jawab, dan

(26)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab II landasan teori ini, berisi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

(PKn), teori nilai, nilai yang terkandung dalam mata pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan (PKn), teori kesadaran, teori cinta tanah air, pembelajaran tematik,

model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR), serta teori-teori yang

relevan dari hasil penelitian sebelumnya dan dirumuskan dalam kerangka berpikir

dan hipotesis berupa dugaan sementara dari rumusan masalah penelitian

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Teori-teori yang Mendukung 2.1.1.1 Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan, pada awalnya di Amerika serikat yang merupakan

salah satu Negara asal dikembangkannya civics atau civic education. Civic education

kemudian dikaitkan juga dengan istilah lain tentang Pendidikan Kewarganegaraan

(PKn) yang menjadi salah satu isu penting dunia yaitu citizenship education.

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan perluasan dari mata pelajaran civics dimana

Pendidikan Kewarganegaraan lebih berorientasi pada praktik sebagai warga Negara.

Maka dari itu Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan supaya siswa memiliki

wawasan dan kesadaran bernegara untuk bela Negara dan memiliki pola pikir, sikap

(27)

2007:1-3). Menurut Gross dan Zeleny (dalam Wahab, 2011:32) menyatakan bahwa

pengertiancivic educationlebih menekankan pada teori dan praktik pemerintahan

demokrasi sedangkan dalam arti luas lebih diorientasikan sebagai citizenship

education yang lebih menekankan pada keterlibatan dan partisipasi warga Negara

dalam permasalahan-permaslahan kemasyarakatan.

Darmadi (2010:7) mengemukakan bahwa kewarganegaraan dalam bahasa latin

disebut “Civic” artinya mengenai warga Negara atau kewarganegaraan. Berdasarkan

UU nomor 20 tahun 2003 penjelasan pasal 37 ayat (1), ditegaskan bahwa pendidikan

kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia

yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.

Menurut Kaelan (2007:2) Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan intelektual

warga Indonesia memiliki dasar kepribadian sebagai warga Negara yang demokratis,

religious, berkemanusiaan, dan berkeadaban. Sementara menurut Wahana (2009:9)

menjelaskan landasan konsep yang mendasari PKn yaitu manusia sebagai makhluk

ciptaan Tuhan dan insan sosial politik yang terorganisasi dengan tujuan agar manusia

Indonesia tersebut memiliki kemauan dan kemampuan untuk: 1) sadar dan patuh

terhadap hukum (melek hukum); 2) sadar dan tanggung jawab dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara (melek politik); 3) memahami dan berpartisipasi dalam

pembangunan nasional (insan pembangunan); 4) cinta bangsa dan tanah air (memiliki

sikap heroisme dan patriotisme).

Menurut Wahana (2009:9) karakteristik umum pada PKn dapat mengembangkan

(28)

1. Kemelekan wacana kewarganegaraan, yakni pemahaman peserta didik

sebagai warga Negara tentang hak dan kewajiban warga Negara dalam

hidup berdemokrasi konstitusional Indonesia serta menyesuaikan

perilakunya dengan pemahaman dan kesadaran itu

2. Komunikasi sosial kultural kewarganegaraan, yakni kemauan dan

kemampuan peserta didik sebagai warga Negara untuk melibatkan diri

dalam komunikasi sosial kultural sesuai hak dan kewajibannya.

3. Pemecahan masalah kewarganegaraan, yakni kemauan, kemampuan, dan

keterampilan peserta didik sebagai warga Negara dalam mengambil

prakrasa atau turut serta dalam pemecahan masalah sosial kultural

kewarganegaraannya di lingkungannya.

4. Penalaran kewarganegaraan, yakni kemampuan peserta didik sebagai

warga Negara untuk berfikir secra kritis dan bertanggung jawab tentang

ide, instrumentasi dan praktis demokrasi konstitusional Indonesia.

5. Partisipasi kewarganegaraan secara bertanggung jawab, yakni kesadaran

dan kesiapan peserta didik sebagai warga Negara untuk berpartisipasi

aktif dan penuh tanggung jawab dalam kehidupan demokrasi

konstitusional.

Menurut Wahana (2009:10) tujuan pembelajaran PKn adalah meningkatkan

pengetahuan dan pengembangan kemampuan memahami, menghayati, dan meyakini

nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman perilaku dalam kehidupan bermasyarakat,

(29)

dapat diandalkan serta memberi bekal kemampuan untuk belajar lebih lanjut.

Sedangkan menurut Fatturrohman dan wuri (2011:7-8) mengatakan tujuan mata

pelajaran PKn adalah memberikan kompetensi-kompetensi sebagai berikut : 1) agar

siswa dapat lebih berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu

kewarganegaraan, 2) agar siswa dapat ikut berpartisipasi secara bermutu, bertanggung

jawab, bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara, 3) agar siswa dapat berkembang secara positif dan demokratis untuk

membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat

hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain, 4) agar siswa dapat berinteraksi dengan

bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung atau tidak langsung

dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Menurut Erwin (2011:6)

mengatakan adanya PKn bagi bangsa Indonesia akan membentuk manusia Indonesia

seutuhnya, sebagimana diamanatkan oleh UUD 1945, yaitu sebagai manusia yang

religious, berkemanusiaan dan berkeadaban, yang memiliki nasionalisme, yang

cerdas, yang berkerakyatan, dan yang adil terhadap lingkungan sosialnya.

Menurut pendapat dari para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa PKn merupakan

suatu pendidikan yang digunakan untuk membentuk manusia terutama Indonesia

seutuhnya, yang dapat lebih berfikir kritis, rasional, dan kreatif, serta bermutu,

bertanggung jawab, bertindak sesuatu dengan cerdas dalam kehidupan

(30)

2.1.1.2 Nilai

Nilai merupakan kualitas yang memiliki daya tarik serta dasar bagi tindakan

manusia serta untuk mendorong manusia untuk mewujudkannya, karena nilai

memiliki kesesuaian dengan kecenderungan kodrat manusia (Wahana, 2004:84).

Nilai merupakan suatu kualitas yang tidak tergantung pada pembawaanya, merupakan

kualitas apriori (yang dapat dirasakan manusia tanpa melalui pengalaman indrawi

terlebih dahulu,seperti pendapat Max Scheler). Tidak tergantungnya kualitas tersebut

tidak hanya pada objek yang ada didunia ini misalnya (lukisan, patung, tindakan

manusia, dan sebagainya), melainkan juga tidak tergantung pada reaksi kita terhadap

kualitas tersebut. Nilai merupakan kualitas yang tidak tergantung, dan tidak berubah

seiring dengan perubahan barang. Sebagaimana warna biru tidak berubah menjadi

merah ketika suatu objek berwarna biru dicat menjadi merah, demikian pula nilai

tetap tidak berubah oleh perubahan yang terjadi pada objek yang memuat nilai

bersangkutan (Wahana, 2004:51).

Menurut Cogan dan Djahiri (dalam Aryani, 2010:38-39) menyatakan bahwa:

nilai adalah sesuatu yang berharga baik menurut standar logika (benar/salah), estetika

(bagus/buruk), etika (adil/layak/tidak adil), agama (dosa dan haram/halal), dan hukum

(sah/absah), serta menjadi acuan dan/atau sistem keyakinan diri maupun kehidupan.

Nilai yang dimaksud dalam Pendidikan Kewarganegaraan berbasis nilai yaitu

meyakinkan siswa bertindak atas dasar pilihannya sendiri (tanpa pengaruh orang

(31)

Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka peneliti dapat menyimpulkan

bahwa nilai adalah suatu kualitas dalam diri manusia untuk melakukan hal-hal yang

baik, dan tidak menyimpang dari aturan-aturan atau norma yang berlaku untuk

mencapai tujuan akan nilai yang diharapkan. Nilai juga merupakan sesuatu yang

bersifat abstrak yang menjadi dasar atau landasan bagi perubahan, dan nilai

difungsikan untuk mengarahkan, mengendalikan, dan menentukan kelakuan

seseorang. Nilai ini ditanamkan pada pribadi seseorang dalam proses bersosialisai,

misalnya melalui keluarga, lingkungan sosialnya yang terdekat/ masyarakat, dan

lain-lain. Oleh karena itu, nilai dapat dipahami saja dan harus diwujudkan dalam

kehidupan sehari-hari.

2.1.1.3 Peranan Nilai Dalam Kehidupan Manusia

Wahana (2004:70-94) mengatakan bahwa peranan nilai dalam kehidupan

sehari-hari itu sangatlah penting untuk pembentukan diri manusia melalui

tindakan-tindakannya. Tanggapan manusia terhadap nilaiyaitu :

1. Cara manusia memahami nilai

Dalam perwujudannya nilai tidak berada pada dirinya sendiri, melainkan

selalu tampak pada kita sebagai yang ada pada pembawa nilai, atau objek

bernilai. Untuk menemukan dan memahami nilai, kita dapat dan harus

memisahkan antara pemahaman terhadap objek nyata dengan nilai yang

termuat di dalamnya, dan mempertanyakan apakah keduanya dapat diketahui

dengan cara yang sama, misalnya secara rasional indrawi. Misalnya, kita

(32)

mata, tetapi kesamaan antara kedua buah apel tersebut dapat diketahui hanya

dengan mata, melainkan perlu juga dengan pikiran.

2. Sarana manusia memahami nilai

Hati manusia merupakan suatu kesejajaran yang tepat antara keteraturan hati

yang bersifat apriori dengan susunan nilai yang bersifat hierarkis objektif.

Hati memiliki dalam dirinya sendiri suatu analog yang tepat dengan pikiran,

meskipun tidak dipinjam dari logika pikiran. Terdapat hukum yang ditulis

dalam hati yang berhubungan dengan rencana yang sesuai dengan dunia yang

dibangun, yaitu dunia nilai.

3. Sikap manusia terhadap nilai

Nilai harus dicintai dan diwujudkan dalam hidup manusia sesuai dengan

tingkatan tinggi rendahnya tingkatan yang lebih tinggi harus didahulukan

daripada yang lebih rendah.

2.1.1.4 Peranan Nilai Bagi Manusia

Menurut Wahana (2004) nilai memiliki peranan pendorong dan pengaruh bagi

pembentukan diri manusia melalui tindakan-tindakannya.

1. Peranan nilai bagi tindakan manusia

Nilai merupakan objek sejati bagi tindakan merasakan yang terarah.

Tersedianya nilai positif memungkinkan orang menangkap dan merasakan

nilai tersebut, dan mendorong bertindak untuk mewujudkannya dalam realitas,

sedangkan terwujudnya nilai negatif mendorong orang yang merasakannya

(33)

2. Peranan nilai bagi pembentukan diri manusia

Segala tindakan manusia terarah untuk merespon nilai yang ditemukan dan

dirasakannya, yang mengandung suatu keharusan untuk mewujudkannya

(terhadap nilai positif) serta untuk menghilangkannya atau menghapuskannya

(terhadap nilai negatif). Ini berarti bahwa nilai-nilai memiliki peran

mengarahkan dan memberi daya tarik pada manusia dalam membentuk

dirinya melalui tindakan-tindakannya.

3. Tipe-tipe person bernilai sebagai model pembentukan manusia.

Ada 5 nilai tipe person, yaitu (1) nilai kesenangan artis, (2) nilai kegunaan

pemimpin, (3) nilai kehidupan pahlawan, (4) nilai kehidupan pahlawan, (5)

nilai spiritual jenius, dan (6) nilai kekudusan santo.

2.1.2 Nilai yang terkandung dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pendidikan nilai berkarakter.

Depdiknas (2003) (dalam Aryani, 2010:12) mengatakan PKn merupakan mata

pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama,

sosio-kultural, bahasa, usia, serta suku bangsa untuk menjadi warga negara yang

cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Menurut Adisusilo (2012:75) pendidikan nilai atau moral di Indonesia sudah lama

dan dimasukan dalam kurikulum, khususnya melalui mata pelajaran PKn.

Pendidikan nilai pada dasarnya adalah pendidikan karakter, yaitu penanaman

(34)

watak seseorang. Watak seseorang dapat dibentuk, dapat dikembangkan dengan

pendidikan nilai. Pendidikan nilai akan membawa pada pengetahuan akan nilai itu

sendiri, pengetahuan nilai akan membawa pada proses internalisasi nilai, dan proses

internalisasi nilai akan mendorong seseorang mewujudkannya dalam tingkah laku,

dan akhirnya pengulangan tingkah laku yang sama akan menghasilkan watak dari

seseorang tersebut (Adisusilo, 2012:78-79).

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sebagai pendidikan nilai dimaksudkan

bahwa melalui pembelajaran PKn diharapkan dapat menanamkan nilai, moral dan

norma yang dianggap baik oleh bangsa dan Negara pada siswa. Melalui PKn pula

diharapkan dapat menumbuhkan dan meningkatkan nilai cinta tanah air kepada

siswa, sehingga siswa lebih menghargai dan dapat mencintaisertarela berkorban

untuk bangsa dan negaranya. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan

hukum berarti bahwa PKn memberikan pengarahan bagi siswa supaya siswa

mempunyai kesadaran hukum yang tinggi. PKn juga sebagai pendidikan multikultural

berarti bahwa PKn diharapkan mampu meningkatkan wawasan dan sikap toleransi

terhadap sesama karena siswa hidup di lingkungan multikultural. Terakhir yaitu PKn

sebagai pendidikan resolusi dimana PKn membina siswa untuk mampu

menyelesaikan konflik dengan cara yang tepat. Pendidikan Kewarganegaraan di

Indonesia bertujuan untuk menghasilkan siswa yang dapat bersikap demokratis

dimana siswa dapat berkembang menjadi pribadi yang cerdas, dan memanfaatkan

kecerdasannya sebagai warga Negara untuk kemajuan bagi dirinya maupun

(35)

Melalui Pendidikan Kewarganegaraan, siswa juga diharapkan mampu untuk

memahami, menganalisis, dan menjawab masalah yang dihadapi oleh masyarakat,

bangsa dan Negara sesuai dengan cita-cita dan tujuan nasional seperti yang

digariskan dalam pembukaan UUD 1945 (Winataputradalam Aryani, 2010:40:41).

Pendidikan kewarganegaraan yang berhasil diterapkan akan menghasilkan sikap

mental siswa yang cerdas, penuh tanggung jawab yang terjadi dalam diri siswa. Sikap

tersebut diharapkan disertai dengan perilaku-perilaku yang sesuai yaitu: (a) beriman

dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menghayati nilai-nilai falsafah

bangsa, (b) berbudi pekerti luhur, disiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara, (c) rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga, (d)

negara, bersifat profesional, yang dijiwai oleh kesadaran bela Negara, (e) aktif

memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni untuk kepentingan

kemanusiaan, bangsa dan Negara.

Pendidikan Kewarganegaraan dapat diperoleh melalui proses kegiatan belajar

mengajar disekolah. Pendidikan Kewarganegaraan memiliki keterkaitan erat dengan

pendidikan nilai. Pendidikan nilai menyatukan berbagai permasalahan yang

menyangkut preferensi personal ke dalam satu kategori yang disebut nilai-nilai, yang

dibatasi sebagai sebuah petunjuk umum untuk membatasi perilaku langsung pada

kehidupan nyata (Raths dalam Aryani, 2010:43).

Pendidikan Kewarganegaraan berbasis nilai ditujukan kepada pembinaan

kepribadian utuh, matang dan produktif dalam diri siswa. Selain itu Pendidikan

(36)

mencerminkan nilai-nilai yang diinginkan atau yang tercermin dalam diri siswa

dengan cara membimbing perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Cogan dan

Djahiri (dalam Aryani, 2010:38-39) menyatakan bahwa: “nilai adalah sesuatu yang

berharga baik menurut standar logika (benar/salah), estetika (bagus/buruk), etika

(adil/layak/tidak adil), agama (dosa dan haram/halal), dan hukum (sah/absah), serta

menjadi acuan dan/atau sistem keyakinan diri maupun kehidupan”. Nilai yang

dimaksud dalam Pendidikan Kewarganegaraan berbasis nilai yaitu meyakinkan siswa

bertindak atas dasar pilihannya sendiri (tanpa pengaruh orang lain). Nilai juga

dijadikan patokan normatif yang dapat mempengaruhi siswa dalam menentukan

pilihannya diantara cara-cara tindakan alternatif. Terakhir, nilai diharapkan dapat

meningkatkan nilai kebangsaan dan cinta tanah air.

Pendidikan nilai merupakan sebuah proses dalam upaya membantu siswa dalam

mengekspresikan nilai-nilai yang ada melalui pengujian kritis, sehingga siswa

dimungkinkan untuk meningkatkan atau memperbaiki kualitas berpikir serta

perasaannya. Menurut Cogan dan Djahiri (dalam Aryani, 2010:38:39) berpendapat

pengembangan model pembelajaran pendidikan kewarganegaraan berbasis nilai yang

dikenal lebih jauh sebagai sebuah Pendidikan Kewarganegaraan multidimensional,

secara konseptual pendidikan kewarganegaraan berbasis nilai memiliki lima atribut

secara konseptual, seorang warga Negara seyogyanya memiliki lima ciri utama yaitu

meliputi: 1) jati diri; 2)kebebasan untuk menikmati hak tertentu; 3) pemenuhan

kewajiban-kewajiban terkait; 4) tingkat minat dan keterlibatan dalam urusan publik;

(37)

Menurut Alma (dalam Aryani, 2010:46-47) mengatakan untuk mencapai tujuan

diatas, maka pendidikan difokuskan pada penyediaan pengalaman belajar yang akan

membantu setiap siswa yaitu: 1) memahami bahwa lingkungan fisik menentukan

kapan dan bagaimana manusia hidup; 2) memahami bagaimana manusia berusaha

untukmenyesuaikan, mempergunakan, mengontrol, tenaga dan sumber daya

lingkungan; 3) memahami bahwa perubahan adalah merupakan kondisi masyarakat

yang selalu ada dan berkembang setiap waktu, mereka harus terlibat didalamnya; 4)

mengenal dan mengerti implikasi dari perkembangan, saling ketergantungan manusia

satu sama lain dan dengan bangsa lain di dunia; 5) menghargai dan mengerti

persamaan semua ras-etnik, agama, dan kebudayaan, serta dapat menempatkan diri

dalam masyarakat yang pluralitastik; 6) menghargai hak-hak individu orang lain; dan

7) mengerti dan menghargai warisan leluhur sebagai aset bangsa. Pendidikan

berbasis nilai mencakup keseluruhan aspek sebagai alternatif pengajaran pada

siswa. Tujuannya yaitu supaya siswa menyadari nilai kebenaran, kebaikan dan

keindahan melalui proses pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan bertindak

yang konsisten. Materi PKn yang ada di Sekolah Dasar merupakan upaya yang

diperlukan siswa dalam menghadapi tantangan sebagai anak Indonesia yang memiliki

rasa cinta tanah air yang sedang terjadi saat ini maupun yang akan datang. Melalui

pendidikan nilai, diharapkan siswa mampu meningkatkan kesadaran akan nilai yang

dapat digunakannya dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan penjelasan di atas, tentang Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

(38)

mengembangkan kompetensi kewarganegaraan dan kualitas pribadi yang bernilai

sebagai warga Negara, berbudaya kewarganegaraan yang baik menuju terbentuknya

kepribadian yang mantap dan mandiri, memiliki rasa tanggung jawab manusia yang

memiliki rasa kebangsaan akan cinta tanah air. Pendidikan nilai diadakan dengan

tujuan untuk membantu siswa dalam berubah atau merubah tindakan dan tingkah

laku siswa sesuai dengan nilai-nilai yang diharapkan. Selain itu pendidikan nilai

diberikan pada siswa dengan membantu siswa untuk meningkatkan kesadaran akan

nilai yang ada.

2.1.3 Kesadaran

Sadar diartikan merasa, tahu, ingat kepada keadaan yang sebenarnya, atau ingat

(tahu) akan keadaan dirinya. Kesadaran diartikan keadaan tahu, mengerti dan merasa. Widjaja (1984:14) mengatakan bahwa “Kesadaran merupakan sikap/perilaku

mengetahui atau mengerti taat dan patuh pada peraturan dan ketentuan perundangan

yang ada pula merupakan sikap/perilaku mengetahui atau mengerti, taat dan patuh

pada adat istiadat dan kebiasaan yang hidup dalam masyarakat”.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:570), kesadaran berasal dari kata

sadar yang mendapat imbuhan dari kata ke-an yang berarti insyaf, yakin, merasa,

tahu, dan mengerti. Disini kesadaran berarti (1) keadaan mengerti akan harga dirinya

timbul karena ia diperlakukan secara tidak adil, (2) hal yang dirasakan atau dialami

oleh seseorang tersebut. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011)

(39)

timbul karena dia diperlakukan secara tidak adil; (2) hal yang dirasakan atau dialami

oleh seseorang.

Max Scheler (dalam Kaelan, 2007:19) mengemukakan bahwa nilai pada

hakikatnya berjenjang, jadi tidak sama tingginya dan tidak sama luhurnya. Nilai-nilai

itu dalam kenyataannya ada yang lebih tinggi dan ada pula yang lebih rendah

bilamana dibandingkan satu dengan lainnya. Kesadaran adalah keadaan sadar akan

sebuah perbuatan yang dilakukan. Sadar artinya merasa atau mengingat (keadaan

yang sebenarnya), tahu dan mengerti. Kesadaran merupakan unsur dalam manusia

untuk memahami realitas dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi terhadap

realitas. Menurut (Semium, 2006:59) kesadaran merupakan satu-satunya tingkat

kehidupan mental yang secara langsung tersedia bagi kita, dapat disimpulkan bahwa

kesadaran merupakan sikap sadar dan ingat pada keadaan yang sebenarnya yang

secara langsung tersedia bagi kita.

Kuesioner kesadaran ini terdiri atas lima indikator yang kemudian dijabarkan ke

dalam beberapa pernyataan. Indikator diambil dari (Wahana,2004) yang merupakan

indikator kesadaran akan nilai cinta tanah air. Berikut lima indikator yang digunakan

oleh peneliti sebagai pedoman kuesioner. Indikator Kuesioner kesadaran akan nilai

cinta tanah air yaitu sebagai berikut :1) Menyadari akan adanya nilai sebagai kualitas

yang perlu diusahakan, 2) Menyadari akan peranan nilai yang menjadi daya tarik

manusia untuk mewujudkannya, 3) Menyadari akan sarana-sarana serta cara-cara

(40)

yang diperlukan demi terwujudnya nilai yang diharapkan, 5) Menyadari tindakan

yang perlu dilakukan demi terwujudnya nilai yang menjadi tujuan.

Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa kesadaran merupakan kondisi

dimana individu mengetahui dan ingat pada keadaan yang sebenarnya yang secara

langsung tersedia bagi kita.

2.1.4 Cinta Tanah Air

Pengertian bangsa menurut Ernest Renan dalam Winataputra (2008:4.18) adalah

kesatuan dari orang-orang yang mempunyai persamaan latar belakang sejarah,

pengalaman, serta perjuangan yang sama dalam mencapai hasrat untuk bersatu,

sekalipun bangsa Indonesia beraneka ragam, namun karena diikat oleh adanya

kesamaan latar belakang sejarah, pengalaman, perjuangan dalam mencapai

kemerdekaan, keturunan, adat istiadat, dan bahasa.

Nilai kebangsaan (nasionalisme) adalah nilai-nilai fundamental masyarakat

dengan dinamika sosial yang berubah secara cepat, namun tetap dilandasi dengan

semangat jiwa persatuan dan kesatuan, seperti tercantum dalam makna Sumpah

Pemuda. Nilai-nilai kebangsaan (nasionalisme) tersebut, yakni:

1. Perkembangan nilai-nilai demokratis meliputi keadilan taat pada hukum,

kebebasan berpendapat, kesetaraan gender, dll.

2. Pengembangan nilai-nilai kewarganegaraan dan nilai-nilai komunitas

(meliputi perkembangan atas hak-hak individu).

3. Pengembangan pemerintah yang bersih (meliputi partisipasi, hak untuk

(41)

4. Pembentukan identitas nasional (orientasi dalam bentuk bineka tunggal ika

dan kebanggan nasional).

5. Pengembangan ikatan sosial (meliputi toleransi, keadilan sosial dan

keberterimaan).

6. Pengembangan kehidupan pribadi (kebenaran, tunduk pada hukum, jujur,

kesopanan dan tolong-menolong).

7. Pengembangan kehidupan ekonomi (persaingan sehat, kesejahteraan,

kewirausahaan dan pasar bebas).

8. Pengembangan nilai-nilai keluarga (tanggung jawab, dukungan,

perlindungan, akhlak, sadar gender dan kebersamaan).

Winataputra (2008:5.7) mengatakan dengan pandangan hidup inilah suatu bangsa

akan memandang persoalan yang dihadapinya dan menentukan arah serta

memecahkannya secara tepat. Jadi, tanpa memiliki pandangan hidup, suatu bangsa

akan merasa terlantarkan dimana tidak adanya penentu arah untuk bangsa dalam

menghadapi masalah dan memecahkannya.

Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa warga Negara yang

baik adalah mereka yang dapat mencintai tanah airnya sendiri. Cinta akan tanah air

dapat dijadikan dasar Negara dimana sebagai alat pemersatu bangsa hal ini dilakukan

karena keberagaman suatu bangsa.

2.1.4.1 Kesadaran akan Nilai Cinta Tanah Air

Kesadaran akan nilai berarti kesadaran akan berbagai hal yang berkaitan dengan

(42)

diusahakan, (2) menyadari akan peranan nilai yang menjadi daya tarik bagi kualitas

untuk mewujudkannya, (3) menyadari akan sarana-sarana serta cara-cara yang perlu

diusahakan demi terwujudnya nilai yang dituju, (4) menyadari sikap yang diperlukan

demi terwujudnya nilai yang diharapkan, dan (5) menyadari tindakan yang pelu

silakukan demi terwujudnya nilai yang menjadi tujuannya (Wahana, 2004).

Menurut Winataputra (2008:4.20) bahwa mencermati kondisi dan letak

geografis wilayah Indonesia, sudah sewajarnya warga negara Indonesia mempunyai

kebanggaan tersendiri, karena Indonesia mempunyai begitu banyak keberagaman.

Bangga menurut Winataputra (2008:4.20) adalah merasa berbesar hati atau merasa

gagah karena mempunyai berbagai kelebihan atau keunggulan. Jadi, yang dimaksud

dengan bangga sebagai bangsa Indonesia adalah merasa besar hati atau merasa

berbesar jiwa menjadi bangsa Indonesia. Oleh karena itu, konsekuensinya kalau kita

merasa bangga sebagai bangsa Indonesia harus menjunjung tinggi nama baik bangsa

dan negara dimanapun berada. Namun, konsekuensi tersebut nampaknya belum

terbukti, seperti yang diungkapkan oleh Amin (2011:1) bahwa salah satu pengaruh

arus globalisasi disemua sendi-sendi kehidupan yaitu lunturnya nilai-nilai

nasionalisme dan solidaritas yang sedang diderita anak negeri ini. Lunturnya

nilai-nilai nasionalisme tersebut dikarenakan kurang adanya penanaman nilai-nilai nasionalisme

dalam pendidikan. Winataputra (2008:4.28) mengatakan tugas dan peran PKn adalah

menggariskan komitmen untuk melakukan proses pembangunan karakter bangsa.

Berdasarkan uraian diatas menurut para ahli dapat diambil kesimpulan bahwa

(43)

yang beragam, serta merasa besar hati atau merasa berbesar jiwa menjadi bangsa

Indonesia. Oleh karena itu, konsekuensinya kalau kita merasa bangga sebagai

bangsa Indonesia harus menjunjung tinggi nama baik bangsa dan negara dimanapun

berada.

2.1.5 Pembelajaran Tematik

2.1.5.1 Pengertian Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik (Yunanto, 2004:4) adalah pendekatan belajar yang

memberi ruang kepada anak untuk berperan aktif dalam kegiatan belajar. Selanjutnya,

menurut (Kunandar, 2007:311) tematik adalah alat atau wadah untuk

mengedepankan berbagai konsep kepada anak didik secara utuh.

Pembelajaran tematik merupakan model pembelajaran termasuk salah satu tipe

atau jenis dari model pembelajaran terpadu. Istilah pembelajaran tematik pada

dasarnya adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk

mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman

bermakna kepada siswa (Depdiknas dalam Trianto, 2011:147).

2.1.5.2 Karakteristik Pembelajaran Tematik

Menurut (Trianto, 2009:92) Karakteristik pembelajaran tematik adalah:

a. Berpusat pada siswa

Hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak

menempatkan siswa sebagai subyek belajar sedangkan guru lebih banyak

berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada

(44)

b. Memberikan pengalaman langsung

Dengan adanya pengalaman langsung siswa dihadapkan pada sesuatu yang

nyata sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang abstrak.

c. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas

Fokus pembelajaran tematik diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang

paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.

d. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran

Dengan menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses

pembelajaran, dengan demikian siswa mampu memahami konsep-konsep

tersebut.

e. Bersifat fleksibel

Guru mengaitkan bahan ajar suatu mata pelajaran dengan mata pelajaran

lainnya, bahkan mengaitkan dengan kehidupan nyata yang ada dalam

kehidupan sehari-hari.

f. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan

Dengan menggunakan pembelajaran yang menyenangkan peserta didik

mampu menyerap pengetahuannya dengan baik.

Kesadaran siswa akan nilai yang terkandung dalam Pendidikan

Kewarganegaraan (PKn) diharapkan dapat mempengaruhi dalam kegiatan belajar

mengajar setelah guru menyampaikan pembelajaran dengan menggunakan Paradigma

(45)

2.1.6 Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR)

Menurut Subagya (2008) paradigma pedagogi reflektif merupakan suatu cara

bertindak yang dapat di ikuti dengan mantap karena dapat membantu para siswa

dengan sungguh-sungguh untuk berkembang menjadi manusia yang kompeten,

betanggung jawab, dan berbela kasih.

Dalam pendekatan menggunakan paradigma pedagogi reflektif tidak hanya

memberikan sebuah teori saja melainkan memberikan sasaran yang praktis guna

meningkatkan cara guru mengajar dan cara siswa dalam mengikuti sebuah proses

belajar. Paradigma pedagogi reflektif memberikan 5 langkah yang dapat diterapkan

dalam proses mengajar yaitu konteks, pengalaman, refleksi, aksi atau tindakan, dan

evaluasi.

2.1.6.1 Ciri-ciri Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR)

PPR memiliki ciri essensial sebagai berikut (Subagyo, 2010:68):

a. Pardigma Pedagogi Reflektif dapat diterapkan dalam semua kurikulum.

b. Paradigma Pedagogi Reflektif fundamental untuk proses belajar mengajar

c. Paradigma Pedagogi Reflektif menjamin para pengajar menjadi pengajar yang

lebih baik

d. Paradigma Pedagogi Reflektif mempribadikan proses belajar dan mendorong

pelajar merefleksikan makna dan arti yang dipelajari.

2.1.6.2 Tujuan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR)

Menurut Tim Ignatian Paradigma Pedagogi Reflektif (2010:22-25) memiliki 2

(46)

a. Tujuan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) bagi pendidik antara lain:

1) Semakin memahami peserta didik

2) Sekain bersedia mendampingi perkembangannya

3) Semakin lebih baik dalam menyajikan materi ajarnya

4) Memperhatikan kaitan perkembangan intelektual dan moral

5) Mengadaptasi materi dan metode ajar demi tujuan pendidikan

6) Mengembangkan daya reflektif terkait dengan pengalaman sebagai

pendidik, pengajar, dan pendamping.

b. Tujuan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) bagi peserta didik antara lain:

1) Manusia bagi sesama

2) Manusia utuh

3) Manusia yang secara intelektual berkompeten, terbuka untuk

perkembangan religius

4) Manusia yang sanggup mencintai dan dicintai

5) Manusia yang berkomitmen untuk menegakkan keadilan dalam

pelayanannya pada orang lain (umat Allah)

6) Manusia yang berkompeten dan berhati nurani

7) Membentuk pemimpin pelayanan dengan meniru Yesus Kristus.

Competence adalah kualitas yang unggul bagi peserta didik (Masidjo, 2009:3).

Berkaitan dengan kehidupan peserta didik misalnya pada proses belajar mengajar,

peserta didik cenderung ramai, senang mengobrol dengan teman lain serta kurang

(47)

cenderung tidak tepat waktu dalam menyelesaikan tugas maka akibatnya hasil nilai

akademik peserta didik kurang memuaskan, dalam hal ini penalaran, eksplorasi,

kreativitas, dan kemandirian sangat diperlukan untuk mencapai kualitas yang

diharapkan.

Conscience adalah kepekaan dan ketajaman hati nurani (Masidjo, 2009:3). Jika

diaplikasikan dalam kehidupan peserta didik tujuan diatas dapat diambil sebuah

contoh misalnya dalam kehidupan sehari-hari saat mengikuti mereka (anak-anak)

sering ramai, kurang disiplin dan kurangnya kerapian dalam menyelesaikan tugas

yang diberikan oleh guru atau tenaga pendidik.

Compassion adalah sikap peduli terhadap sesama (Masidjo, 2009:3). Berkaitan

dengan compassion peserta didik kurang berminat untuk mengambil bagian ketika

bekerja sama menyelesaikan tugas kelompok, peserta didik kurang peduli dalam

menolong teman yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas, dan peserta

didik kurang peduli dalam memulihara lingkungan sekitarnya. Tujuan dari PPR di

atas mengajak peserta didik menjadi manusia yang sanggup mencintai dan dicintai

dan membentuk pemimpin pelayanan.

2.1.6.3 Langkah-langkah Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR)

Menurut Subagya (2010:41-42).Dalam prosesnya PPR terdiri dari 5 langkah

yang harus ada dalam pembelajaran yang menerapkan paradigma pedagogi reflektif

yaitu konteks, pengalaman, refleksi, aksi atau tindakan, dan evaluasi.

Menurut Subagya (2008) dalam bukunya Paradigma Pedagogi Reflektif

(48)

Gambar 1.Peta Konsep Pelaksanaan PPR

Konteks

2.1.6.4 Pembelajaran Berpola Paradigma Pedagogi Reflektif

Subagyo (2008) pembelajaran berpola PPR adalah pembelajaran yang

mengintegrasikan pembelajaran bidang studi dengan mengembangkan nilai-nilai

kemanusiaan. Pembelajaran bidang studi disesuaikan dengan konteks siswa.

Sedangkan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan ditumbuhkembangkan melalui

(49)

evaluasi. Dalam pembelajaran berpola PPR diharapkan dapat mengembangkan

nilai-nilai melalui pengalaman, refkleksi, aksi, dan diakhiri dengan kegiatan evaluasi

dimana dalam kegiatan evaluasi ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah

proses pembelajaran yang sudah dilakukan sudah mencapai tujuan pembelajaran yang

diinginkan.

Konteks seorang pelajar harus memperhatikan tiga hal yaitu: a) wacana tentang

nilai-nilai yang ingin dikembangkan, agar semua anggota komunitas, guru, dan siswa

menyadari bahwa yang menjadi landasan bukan hanya aturan, perintah, atau

sanksi-sanksi melainkan nilai-nilai kemanusian. Guru didsini sebagai fasilitator untuk

menyemangati mereka (siswa) agar memiliki nilai seperti : persaudaraan, solidaritas,

penghargaan terhadap sesama, tanggung jawab, kerja keras, kasih, kepentingan

bersama, cinta akan lingkungan hidup, dan nilai-nilai yang terkandung, b)

contoh-contoh penghayatan mengenai nilai-nilai yang diperjuangkan, lebih-lebih contoh-contoh dari

pihak guru. Kalau itu ada, maka siswa akan cenderung melihat, bersikap, dan

berperilaku sesuai dengan nilai yang dihayati lingkunganny, c) hubungan akrab,

saling percaya, agar bias terjalin sebuah dialog yang saling terbuka antara guru

dengan siswa. Setiap orang dihargai, ditunjukkan kebaikannya, ditantang untuk

melakukan hal yang benar, baik, dan indah (Subagyo, 2008).

Pengalaman untuk menumbuhkan persaudaraan, solidaritas, dan saling memuji.

Memuji ini merupakan pengalaman bekerja sama dalam kelompok kecil.

Pengalaman berarti suata hal yang batin, tidak terbatas pada suatu pemahaman

(50)

pemahaman kognitif terhadap apa ynag sudak diterima dan disimak siswa yang

memuat unsur afektif yang dapat dihayati oleh siswa. Pada tahap awal pengalaman

langsung maupun tidak langsung diharapkan siswa dapat menghayati unsur-unsur

yang terdapat pada reaksi afektifnya. Tidak mungkin guru (fasilitator) menyediakan

pengalaman langsung mengenai nilai-nilai. Siswa difasilitasi dengan pengalaman

yang tidak langsung. Pengalaman tidak bisa diciptakan, misalnya membaca atau

mempelajari suatu kejadian. Guru memberikan sebuah sugesti agar siswa dapat

mempergunakan imajinasi mereka, mendengar cerita dari guru, melihat gambar

sambil berimajinasi, bermain peran, atau melihat tayangan film atau video (Subagyo,

2008).

.Refleksi dalam langkah refleksi guru menfasilitasi dengan

pertanyaan-pertanyaan agar siswa dapat terbantu untuk melakukan refleksi. Pertanyaan yang baik

adalah pertanyaan yang dapat dipahami oleh siswa, agar siswa secara otentik siswa

dapat memahami, mendalami, dan menyakini temuannya. Siswa diajak untuk

merenungkan dan meresapi tentang apa yang sudah dilakukan dan baru saja

dibicarakan. Melalui refleksi, siswa dapat meresapi dan meyakini makna nilai yang

terkandung dalam pengalamannya.Diharapkan siswa membentuk pribadi mereka

sesuai dengan nilai yang terkandung dalam pengalamannya(Subagyo, 2008). Refleksi

merupakan tahap dimana siswa menjadi sadar sendiri mengenai kebaikan, manfaat

dan makna nilai yang akan diperjuangkan. Tujuannya adalah agar nilai yang

diperjuangkan menajdi menarik bagi siswa dan kemudian mereka terpikat untuk

(51)

untuk bertindak. Untuk membantu siswa menyadari nilai nilai kemanusiaan yang

erkandung didalam pengalaman, guru memfasilitasi dengan berbagai cara, antara lain:

1) Mengajukan pertanyaan terbuka/ divergen (Subagyo, 2005a)

2) Memberi tugas kepada siswa untuk mengkomunikasikan pendapat/

perasaan mereka dalam bentuk lisan, tulisan, atau gambar

3) Mengajak siswa untuk berdiskusi.

Aksi perwujudan dari hasil pengalaman yang sudah direfleksi adalah sebuah

aksi.Kegiatan aksi ini merupakan sikap atau perbuatan yang ingin dilakukan siswa

atas kemauan mereka sendiri terkait dengan nilai kemanusiaan yang ingin

diperjuangkan. Dalam hal ini langkah aksi ini guru memfasilitasi siswa dengan

pertanyaan aksi agar siswa terbantu untuk membangun niat dan bertindak sesuai

dengan hasil refleksinya.Dengan membangun niat dan berperilaku sesuai dengan

kemauannya sendiri hal ini dapat membentuk pribadinya agar kelak atau nantinya

dapat menjadi pejuang bagi nilai-nilai yang direfleksikannya(Subagyo, 2008).

Evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan setelah pembelajaran, dalam

kegiatan ini guru memberikan evaluasi atas kompetensinya dari sisi akademik.Sebuah

sekolah dibangununtuk mengembangkan ranah akademik dan menyiapkan siswa

menjadi kompeten di bidang studi yang sedang dipelajarinya.Dalam kegiatan ini guru

sangat perlu mengevaluasi dari perkembangan pada pribadi siswa(Subagyo,

2008).Perlunya observasi karena ciri khas nilai kemanusiaan adalah kebebasan,

(52)

Dari uraian tentang unsur-unsur dinamika pembelajaran berpola PPR di atas,

dapat disimpulkan bahwa karakteristik PPR dalam pembelajaran ditunjukan dengan

adanya kegiatan-kegiatan sebagai berikut ( Susento, 2010) :

1) guru menyesuaikan nilai kemanusiaan yang akan ditumbuhkan dengan

konteks siswa dan materi pelajaran;

2) Siswa mengalami nilai kemanusiaan dalam kegiatan pembelajaran;

3) Siswa merefleksikan pengalaman terkait dengan nilai kemanusiaan;

4) Siswa membangun niat atau melakukan aksi untuk mewujudkan nilai cinta

tanah air;

5) Guru mengevaluasi proses belajar nilai kemanusiaan pada diri para siswa.

2.1.6.5 Pengembangan Pendidikan melalui PPR

Paradigma Pedagogi Reflektif menerapkan pengembangan budaya alternatif

yang akan dikembangkan. Dalam hal ini terdapat 2 hal yang akan dikembangkan

melalui PPR adalah sebagai berikut: a) budaya anti korupsi, anti kekerasan, anti

perusakan lingkungan hal ini perlu dicermati upaya dalam menumbuhkan budaya satu

persatu misalnya anti menyontek sama dengan anti korupsi. Persaudaraan, solidaritas,

dan saling menghargai itu sama dengan anti kekerasan sebagai bentuk usaha

membentuk budaya alternatif diharapkan persaudaraan atau keakraban yang akan

menjadi lebih kental serta menjadi kekhasan sekolah di kanisisus dan merupakan

salah satu sifat pribadi siswa-siswanya. Mencintai lingkungan hidup sama dengan

anti perusakan lingkungan hal ini digunakan sebagai konteks dalam mencintai

Gambar

Gambar 5 Grafik Perbandingan Skor Pretest dan Posttest Kelas Kontrol
Gambar 1.Peta Konsep Pelaksanaan PPR
Gambar 2. Literatur Map dari Penelitian Sebelumnya
Gambar 3. Pengaruh Perlakuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bustami Ibrahim 2012 Analisis Peningkatan Produktivitas Panel Engine Hood Outer Berkaitan Dengan Modifikasi Dies Pada Mesin 5A-.. LINE

Busuk Pangkal Batang (Ganoderma spp.) pada tanaman kelapa sawit merupakan penyakit penting yang dihadapi oleh perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Beberapa teknik

Hari perawatan Jumlah pasien yang menggunakan tempat tidura. dalam waktu 24 jam yang menunjukkan

Pendaftar hanya dapat melamar satu jenis formasi yang kosong pada satu instansi (pelaksanaan tes tertulis serempak se Jawa Tengah). Panitia tidak akan memproses berkas

Berdasarkan keterangan para Terdakwa di persidangan, mereka menyatakan bahwa keterangan di dalam Berita Acara Pemeriksaan Penyidik merupakan keterangan yang tidak benar,

Sistem infomasi akuntansi yang terkait dengan siklus pendapatan, siklus pengeluaran, dan siklus penggajian merupakan aktivitas bisnis utama perusahaan untuk dapat

Hasil penelitian menunjukan bahwa Peran yang dilakukan BMT Baskara Asri Sejati dalam pemberdayaan usaha pertanian di Tanjung Bintang, adalah dengan memberikan pembiayaan

Loyalitas dapat tercipta jika perusahaan mampu memuaskan pelanggan, sedangkan bauran pemasaran adalah strategi yang terdiri dari kombinasi beberapa elemen, yang digunakan