• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH Oleh: Abu Samman Lubis *

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN HUKUM DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH Oleh: Abu Samman Lubis *"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 TINJAUAN HUKUM DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

Oleh: Abu Samman Lubis *

I. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Adalah merupakan hal yang sangat penting diketahui, khusunya Pengguna dan Penyedia barang/Jasa Pemerintah terhadap aspek-aspek hukum yang terkait dengan Pengadaan Barang/Jasa, sehingga dengan mengetahui peraturan-peraturan yang terkait akan meminimalkan terjadinya kerugian bagi negara.

Dalam Pengadaan barang/Jasa ada dua subjek hukum yang mempunyai kesetaraan/kedudukan yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Pertama dari sisi Pengguna barang/Jasa yaitu pemerintah/instansi yang membutuhkan barang/jasa. Kedua dari sisi Penyedia Barang/Jasa yaitu badan usaha atau orang perorangan yang menyediakan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/ atau Jasa Lainnya. atau Penyedianya melalui swakelola. Swakelola adalah Pengadaan Barang/Jasa dimana pekerjaannya direncanakan, dikerjakan dan/atau diawasi sendiri oleh Kementerian/Lembaga/Daerah/Institusi sebagai penanggung jawab anggaran, instansi pemerintah lain dan/atau kelompok masyarakat. Ditinjau dari sisi Pengguna Pengadaan barang/Jasa pada hakikatnya adalah upaya pengguna barang/jasa untuk mendapatkan barang/jasa yang dibutuhkan dengan menggunakan metode dan proses tertentu agar dicapai kesepakatan tepat harga, kualitas (spesifikasi), kuantitas (volume), waktu, tempat, dan kesepakatan lainnya. Sedangkan Penyedia Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang perorangan yang menyediakan Barang/Pekerjaan Kontruksi, Jasa Konsultansi dan Jasa Lainnya.

Hakikat pengadaan tersebut dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya apabila pihak pengguna maupun penyedia harus berpedoman pada etika dan norma pengadaan yang berlaku, mengikuti prinsip-prinsip, metode, dan prosedur pengadaan yang baik (sound practices).

Dalam pengadaan barang/jasa fakta menunjukan telah banyak terjadi baik dari sisi pengguna maupun sisi penyedia tersangkut kasus korupsi, mulai dari tersangka, terdakwa maupun terpidana. Para pejabat tersebut ada dari pelaksana/staf, pejabat struktural, bahkan pejabat negara.

Jenis pelanggaran yang dilakukan ada yang bersifat pelanggaran administratif/ kesalahan prosedur seperti Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) jadi Panitia/ULP, jadwal

(2)

2 dan proses pengumuman tidak dilakukan semestinya; atau pelanggaran melalui tindak pidana, seperti pemalsuan dokumen; atau pelanggaran yang bersifat perdata, misalnya tidak melaksanakan pekerjaan atau melaksanakan pekerjaan tetapi tidak sesuai dengan kontrak. Oleh karena itu, terjadinya kasus-kasus tersebut menjadi pengalaman, sehingga jangan sampai terjadi lagi pengadaan barang/jasa yang bermasalah yang akan membawa ke ranah hukum (pengadilan).

Menyadari pentingnya pengetahuan hukum bagi pengguna maupun penyedia dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kompetensi, seperti mengikuti diklat, seminar, maupun melalui tulisan artikel sehingga mengetahui rambu-rambu yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.

. Oleh karena itu, berkaitan dengan tinjauan hukum dalam pengadaan barang/jasa penulis akan memaparkan keadaan dimana harus diketahui aturan yang dapat memastikan bahwa pengadaan barang/jasa sesuai yang dibutuhkan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penyerahan sampai dengan pelaporan dan pertanggung jawaban kegiatan pelaksanaan pengadaan barang/jasa.

1.2 Peraturan terkait Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Peraturan hukum terkait dengan pengadaan barang/jasa pemerintah antara lain: 1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

2) Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

3) Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksanaan, Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara;.

4) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Kontruksi;

5) Undang-Undang: Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;

6) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN; .

7) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

8) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 9) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

10) Undang No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

(3)

3 11) Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres No. 54 Tahun

2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Peraturan tersebuat di atas mengikat setiap subjek hukum baik orang perorangan maupun badan hukum. Peraturan tersebut dapat dipaksakan dan dipertahankan. Dengan demikian dikenakannya sanksi bagi mereka yang melanggar peraturan (undang-undang) merupakan konsekuensi tujuan hukum.

II. Bidang hukum yang terkait dengan Pengadaan barang/Jasa a. Bidang Hukum Administrasi Negara

Untuk menemukan pengertian yang baik mengenai hukum administrasi negara, pertama-tama harus ditetapkan bahwa hukum administrasi negara merupakan bagian dari hukum publik, yakni hukum yang mengatur tindakan pemerintah dan mengatur hubungan antara pemerintah dengan warga negara atau hubungan antar organ pemerintahan.

Hukum administrasi negara memuat keseluruhan peraturan yang berkenaan dengan cara bagaimana organ pemerintahan melaksanakan tugasnya. Jadi hukum administrasi negara berisi aturan main yang berkenaan dengan fungsi organ-organ pemerintahan.

Berkenaan dengan hal tersebut di atas, secara garis besar hukum administrasi negara mencakup:

1) perbuatan pemerintah (pusat dan daerah) dalam bidang publik;

2) kewenangan pemerintahan (dalam melakukan perbuatan di bidang publik tersebut);

3) akibat-akibat hukum yang lahir dari perbuatan atau penggunaan kewenangan pemerintahan; dan

4) penegakan hukum dan penerapan sanksi-sanksi dalam bidang pemerintahan. Pengadaan barang/jasa dari tinjauan hukum administrasi negara mengatur hubungan hukum antara penyedia dan pengguna barang/jasa. Hubungan hukum adalah hubungan. antara subjek hukum yang diatur oleh hukum. Isinya adalah hak dan kewajiban masing-masing pihak yang diatur oleh hukum.

Hubungan hukum antara pengguna dan penyedia barang/jasa terjadi pada proses persiapan pengadaan sampai dengan proses penerbitan surat penetapan penyedia barang/jasa instansi pemerintath

(4)

4 Hubungan hukum yang merupakan hubungan hukum administrasi negara (HAN) atau tata usaha negara. adalah hubungan hukum antara pengguna dengan penyedia barang/jasa pada proses persiapan sampai proses penerbitan surat penetapan penyedia barang/jasa instansi pemerintah.

Bertindak sebagai subjek hukum publik pada instansi adalah kepala kantor secara ex-officio menjadi Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA). PA/KPA bertindak sebagai pejabat negara/daerah dan mewakili negara/daerah dalam melakukan tindakan/perbuatan hukum, bukan berkedudukan sebagai individu/pribadi.

Oleh karena itu, keputusan pengguna barang merupakan keputusan pejabat negara/daerah, apabila terjadi sengketa tata usaha negara, pihak yang dirugikan (penyedia barang/jasa atau masyarakat) akibat dikeluarkan Keputusan Tata Usha Negara apabila tidak ditemukan upaya penyelesaiannya, dapat mengajukan keberatan kepada instansi yang mengeluarkan keputusan tersebut. Subjek hukum baik orang perorangan maupun subjek hukum perdata dapat mengajukan gugatan pembatalan secara tertulis melalui Pengadilan Tata Usaha Negara dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi atau rehabilitasi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Berdasarkan Pasal 53 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 gugatan dapat diajukan oleh dan dalam hal:

1) Seseorang atau badan hukum perdata yang kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi;

2) Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan adalah;

a. Suatu Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat prosedural/formal. Contohnya, persyaratan harus menjadi anggota suatu organisasi yang secara prosedural tidak dipersyaratkan.

b. Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat material/substansial. Contohnya, Kekeliruan Penetapan pemenang tender oleh ULP yang seharusnya tidak berhak.

(5)

5 c. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak berwenang (penyalahgunaan wewenang). Contohnya, Pemenang lelang untuk pengadaan barang/pekerjaan kontruksi, atau jasa lainnya dengan nilai Rp 500 juta ditetapkan oleh pejabat pengadaan, seharusnya Kelompok Kerja ULP.

Oleh karena itu, Pejabat atau Badan Tata Usaha Negara dilarang berbuat sewenang-wenang dalam mengeluarkan atau tidak mengeluarkan suatu Keputusan Tata Usaha.

b. Bidang Hukum Perdata

Hukum Perdata dapat didefinisikan sebagai hukum yang mengatur hubungan antara subjek hukum dengan subjek hukum lainnya di bidang keperdataan. Keperdataan dimaksudkan adalah lalu lintas hukum yang berhubungan antara individu dengan individu lain, seperti hubungan hukum dengan keluarga, perjanjian antara subjek hukum, termasuk hubungan hukum di bidang pewarisan.

Terkait dengan pengadaan barang/jasa, hukum perdata mengatur hubungan hukum antara Pengguna dan Penyedia Barang/Jasa sejak penandatangan kontrak sampai berakhir/selesainya kontrak sesuai dengan isi kontrak.

Hubungan hukum antara pengguna dan penyedia terjadi pada proses penandatanganan kontrak pengadaan barang/jasa sampai proses selesainya kontrak merupakan hubungan hukum perdata khususnya hubungan kontraktual/perjanjian. Dalam proses pengadaan barang/jasa, berdasarkan pelimpahan kewenangan diwakili oleh pejabat-pejabat pengadaan, yaitu: (1) PA/KPA, (2) Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), (3) Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan/Pejabat Pengadaan (PPK/PP), dan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPPHP). Sedangkan Penyedia Barang/Jasa bisa orang perorangan atau badan hukum (privat).

Para Pejabat Pengadaan dalam melakukan hubungan hukum di bidang perjanjian bertindak secara individual/pribadi. Artinya, apabila terdapat kerugian negara maka mengganti kerugian negara tersebut secara pribadi, sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan, Pasal 18 ayat 3 yang berbunyi

“Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBN/APBD bertanggung jawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud”.

Berdasarkan Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pasal 55 ayat (1) bahwa tanda bukti perjanjian terdiri atas (a) bukti pembelian, (2) kuitansi, (3) Surat Perintah Kerja (SPK), dan (5) surat perjanjian.

(6)

6 Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), buku III tentang Perikatan, disebutkan bahwa perikatan dapat lahir karena undang-undang atau perjanjian. Perikatan yang lahir karena perjanjian Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan bahwa “Semua perjanjian yang dibuat harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang mempunyai kekuatan hukum sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Maksudnya, semua perjanjian mengikat mereka yang tersangkut bagi yang membuatnya, mempunyai hak yang oleh perjanjian itu diberikan kepadanya dan berkewajiban melakukan hal-hal yang ditentukan dalam perjanjian.

Perjanjian dalam pengadaan barang/jasa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain dengan menerima suatu harga tertentu. Perjanjian merupakan dasar pelaksanaan kegiatan.

Perjanjian menurut R. Subekti adalah “suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal”. .

Setiap orang atau badan hukum dapat mengadakan perjanjian, asalkan memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam KUH Perdata. Syarat-syarat yang ditetapkan dalam KUH Perdata tercantum dalam pasal 1320 sebagai berikut.

1) kata sepakat antara mereka yang mengikatkan dirinya; 2) kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;

3) suatu hal tertentu; dan 4) suatu sebab yang halal.

Jadi untuk sahnya suatu perjanjian haruslah memenuhi syarat-syarat seperti yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata dimaksud.

Selanjutnya berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata, bahwa setiap orang bebas mengadakan perjanjian asal memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Oleh karena itu, perjanjian mempunyai “sistem terbuka”. Dengan demikian, perjanjian dapat dilakukan oleh setiap subjek hukum antara lain perjanjian jual beli, perjanjian sewa-menyewa, pinjam-meminjam, tukar menukar, perjanjian kerja pemborongan dan sebagainya.

Berkaitan dengan pengadaan barang/jasa pemerintah, bentuk perjanjiannya berupa kontrak pengadaan barang/jasa yaitu dalam bentuk perjanjian tertulis antara PPK dengan Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana swakelola.

(7)

7 Dalam hukum perjanjian hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian bersifat timbal balik, dimana hak pada satu pihak merupakan kewajiban pihak lain, begitu pula sebaliknya. Hak dan kewajiban para pihak merupakan hak-hak yang dimiliki serta kewajiban yang harus dilaksanakan baik oleh pengguna barang/jasa maupun penyedia barang/jasa dalam melaksanakan kontrak.

Dalam perjanjian pemborongan, hak dan kewajiban para pihak adalah pengguna barang/jasa. Pengguna barang/jasa menerima hasil pekerjaan melalui PPK, yang sebelumnya dilakukan oleh Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPPHP) sesuai dengan isi perjanjian. Sedangkan kewajiban PA/KPA adalah membayar harga dari pekerjaan yang telah dilaksanakan. Selanjutnya Hak pihak pemborong/penyedia adalah menerima pembayaran sesuai dengan harga kontrak dari pihak yang memborongkan pekerjaan (pengguna). Sedangkan kewajiban penyedia adalah menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan isi kontrak.

Hak dan kewajiban para pihak di atas biasa disebut sebagai hak dan kewajiban yang utama/pokok dari para pihak, sementara hak dan kewajiban tambahan diatur secara khusus dalam kontrak/perjanjian.

c. Bidang Hukum Pidana

Menurut Prof. Moeljatno, S.H., Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:

1) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

2) Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah direncanakan.

3) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Di samping itu, dapat dikatakan hukum pidana adalah mengatur tentang persoalan mengenai tindakan-tindakan terhadap kejahatan-kejahatan dan hal-hal yang bersangkut paut dengan kejahatan perilaku anggota masyarakat dalam pergaulan hidup.

(8)

8 Hukum pidana mengatur hubungan hukum antara penyedia dan pengguna sejak tahap persiapan sampai selesainya kontrak pengadaan barang/jasa (serah terima). Mulai tahap persiapan sampai dengan serah terima pekerjaan/barang telah terjadi hubungan hukum, yaitu hubungan hukum pidana.

Hukum pidana atau The Criminal Low, lazim disebut sebagai hukum kriminal, karena persoalan yang diaturnya adalah mengenai tindakan-tindakan terhadap kejahatan dan hal-hal yang berhubungan dengan kejahatan dalam masyarakat.

Sehubungan dengan pengadaan barang/jasa, ruang lingkup tindakan/perbuatan yang dilakukan baik pengguna barang/jasa maupun penyedia adalah segala perbuatan atau tindakan yang melawan hukum. Artinya, bahwa tindakan/perbuatan dalam pengadaan barang/jasa tidak sesuai dengan peraturan perundangan mulai dari tahap persiapan sampai selesai/berakhirnya kontrak. karena hukum pidana merupakan hukum publik, ada kewajiban negara secara langsung untuk melindungi segala hak dan kepentingan pengguna dan penyedia barang/jasa.

Tinjauan hukum pidana dalam proses pengadaan barang/jasa adalah bahwa hukum pidana diterapkan kalau ada pelanggaran pidana yang dilakukan oleh para pihak, baik pengguna maupun penyedia barang/jasa dalam proses pengadaan barang/jasa. Hal ini sesuai dengan asas hukum pidana “Green straf zonder schuld”, tiada hukuman tanpa kesalahan.

Tindak pidana dalam pengadaan barang/jasa pemerintah titik rawan penyimpangan terjadi pada tahap perencanaan pengadaan, seperti adanya indikasi penggelembungan anggaran atau mark-up, pelaksanaan pengadaan yang diarahkan, rekayasana penyatuan dan/atau memecah-mecah dengan maksud Kolusi, Korupsi maupun Nepotisme yang merugikan negara,

Selain tersebut di atas, titik rawan tindak pidana lainnya juga bisa terjadi pada tahap kualifikasi perusahaan, tahap evaluasi pengadaan, tahap penandatangan kontrak, dan tahap penyerahan barang yang tidak memenuhi syarat dan bermutu rendah yang dapat menimbulkan kerugian negara.

Di samping itu, Penyedia Barang/Jasa titik rawan tindak pidana dapat terjadi pada tindak pemalsuan dokumen, ingkar janji untuk melaksanakan pekerjaan (wanprestasi) sehingga terdapat unsur perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian bagi negara.

Namun hal yang perlu diperhatikan dalam hukum pidana adalah asas yang mengatakan “tiada pidana tanpa kesalahan”. Untuk menjatuhkan pidana kepada orang

(9)

9 yang melakukan tindak pidana harus dilakukan bilama mana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.

Bahkan di dalam asas lain dikatakan “Presumption of innocence”, biasa juga disebut asas praduga tidak bersalah, yaitu bahwa seseorang dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan hakim yang menyatakan ia bersalah, dan putusan hakim tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

III. Penutup

Suatu hal yang penting dipahami baik pengguna maupun penyedia barang/jasa adalah pemahaman terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemahaman terhadap peraturan perundangan-undangan akan sangat bermanfaat dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah.

Sehubungan dengan tiga aspek hukum di atas, bidang hukum administrasi negara, hukum perdata, dan hukum pidana harus memahami hak dan kewajiban dalam pengadaan barang dan jasa baik langsung maupun tidak langsung..

Dengan pemahan aturan, akan dapat mengetahui mana yang boleh dan tidak boleh sehingga dapat terhindar dari perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu para pihak harus tunduk pada hukum, norma-norma dan etika yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Abu Samman. 2011. Pengantar Ilmu Hukum. Malang: LPII. Subekti R. 1992. Aneka Perjanjian. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. ________, 1979. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan barang/Jasa Pemerintah.

*Widyaiswara Madya

Referensi

Dokumen terkait

Pada pantun bajawek di atas penutur pantun berusaha mengkonkretkan kata-katanya mamukek urang di Tiagan, rami dek anak Simpang Tigo. Dengan kata-kata yang

Dalam penelitian ini, pengkategorian otomatis artikel ilmiah dilakukan dengan menggunakan kernel graph yang diterapkan pada graph bipartite antara dokumen artikel

Pelaksanaan pembelajaran Akidah Akhlak kelas VIII di MTs Nurul Ikhlas Pintu Gobang Kari dilakukan sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat oleh guru mata

Hasil penelitian tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Arum(2012) yang menyatakan bahwa sikap wajib pajak terhadap kesadaran dalam membayar pajak

Mencermati hubungan kausalitas tersebut, dapat diintrepretasikan bahwa harga minyak goreng sawit di pasar dunia tidak dipengaruhi secara signifikan oleh harga

Buku Petunjuk Penggunaan Aplikasi Sistem Informasi RSCM Untuk Perekam Medis Unit Manajemen Sistem Informasi ©2016. 30

Dari semua ordo dalam kelas Polypodiophyta, ordo Polypodiales mempunyai bentuk dan susunan sori yang sangat beragam seperti berbentuk garis pada tepi daun,

Menurut Biels dalam Consuegra (2006:137), berpendapat bahwa citra merek adalah The image of a brand can be described as having three contributing subimages; the