BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek
yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan (Soekanto,1990:
106). Sedangkan penelitian merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk
mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten
(Soekanto dan Sri Mumadji, 2001:1).
Penelitian ini merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada
metode sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari
sesuatu atau beberapa gejala tertentu dengan cara menganalisisnya. Dengan
demikian metode penelitian adalah upaya ilmiah untuk memahami dan
memecahkan suatu masalah berdasarkan metode tertentu.
3.2. Jenis Penelitian
Penelitian mengenai peranan penerapan prinsip-prinsip ekonomi Islam
terhadap institusi Masjid di Kota Medan, merupakan penelitian studi empiris yang
bersifat deskriptif analitis, maksudnya memaparkan data-data yang ditemukan dan
menganalisisnya untuk mendapatkan kesimpulan yang benar dan akurat (Cholid
Narbuko dan Abu Achmadi, 2005: 44).
Penelitian ini didasarkan pada penelitian lapangan untuk mendapatkan
3.3. Jenis dan Sumber Data
Menurut Soerjono Soekanto, dalam penelitian empiris dikenal data primer
dan data skunder. Kedua hal tersebut menjadi pola acuan dalam melakukan
penelitian ilmiah.
a) Data primer
Data primer dalam penelitian ini adalah data- data yang diperoleh langsung
dari pengurus Masjid di Kota Medan dengan menggunakan daftar pertanyaan atau
kuesioner yang telah dipersiapkan. Pengambilan kuesioner dan daftar pertanyaan
tersebut diacak melalui pemilihan sampel yang dianggap memenuhi persyaratan.
b) Data Sekunder
Data sekunder adalah data diperoleh dari buku literature, internet, jurnal,
tesis serta bacaan lain yang berhubungan dengan penelitian dan berbagai sumber.
Data-data yang berhubungan dengan penelitian ini digunakan hanya sebagai
pembantu terhadap data primer.
3.4. Populasi dan Sampel Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan terhadap sejumlah Masjid yang berada di
Kota Medan dengan memilih Masjid dibeberapa lokasi sebagai sampel. Pemilihan
sampel lokasi penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik purposive
sampling, tujuannya untuk menjaring sampel yang benar-benar representatif dengan apa yang disajikan (Soekanto dan Sri Mamuji :33).
Dikarenakan Karakter sampel penelitian sangat banyak dan demi
mempermudah penelitian maka kriteria pemilihan sampel adalah pemilihan secara
acak dari 1040 Masjid di Kota Medan. Berdasarkan rumus Slovin (Sevilla dkk.
1960:182), sebagai berikut:
dimana
n: jumlah sampel N: jumlah populasi
e:batas toleransi kesalahan (error tolerance)
Untuk menggunakan rumus ini, pertama ditentukan berapa batas toleransi
kesalahan. Batas toleransi kesalahan ini dinyatakan dengan persentase. Semakin
kecil toleransi kesalahan, semakin akurat sampel menggambarkan populasi.
misalnya, penelitian dengan batas kesalahan 5% berarti memiliki tingkat akurasi
95%. Penelitian dengan batas kesalahan 2% memiliki tingkat akurasi 98%.
Dengan jumlah populasi yang sama, semakin kecil toleransi kesalahan, semakin
besar jumlah sampel yang dibutuhkan.
Dengan menggunakan rumus Slovin dengan batas toleransi kesalahan
15,5%,maka:
n = N / (1 + Ne²) 1040 / (1 + 15.5%²) = 40,03
= 40 Masjid
Berdasarkan rumus tersebut maka diambil 40 sampel Masjid secara acak dari
3.5. Metode Pengumpulan Data
Metode atau teknik menunjuk suatu kata yang abstrak dan tidak
diwujudkan dalam benda, tetapi hanya dapat dilihatkan penggunaannya melalui
angket, pengamatan, ujian, dokumen dan lainnya ( Riduwan, 2004: 97). Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui
penelitian lapangan yaitu dengan menanyakan dan mengamati objek secara
langsung, dan mengumpulkan sumber bacaan yang berhubungan dengan topik
dalam skripsi ini, seperti buku-buku lembaga keuangan Syariah, buku tentang
Masjid, majalah bisnis, artikel-artikel, pendapat para sarjana dan bahan lainnya.
Sedangkan alat pengumpulan data menggunakan kuesioner dan
wawancara. Wawancara langsung dengan responden dilakukan dengan daftar
pertanyaan guna memperoleh informasi tentang masalah yang berkaitan dengan
permasalahan yang diajukan dalam penelitian (Soekanto: 115).
3.6. Analisis Data
Analisa data didalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
program komputer SPSS 17.0. Metode yang digunakan adalah metode analisis
deskriptif. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisi dengan cara tabulasi data
sehingga diperoleh jumlah dan persentase dari variebel yang diteliti, kemudian
dilakukan juga dalam bentuk analisis lain seperti : tabulasi silang (cross tab),
tabel dan frequensi, agar diperoleh gambaran informasi sehingga dapat menarik
3.7. Defenisi Operasional
1. BKM (Badan Kenajiran Masjid) Adalah sekelompok orang/ masyarakat
yang bertugas untuk menjaga dan mengurusi keperluan Masjid.
2. Harta Masjid adalah sejumlah harta yang dimiliki dan dikelola Masjid baik
berupa uang tunai, benda berharga, tanah, dll, baik itu yang berasal dari sedekah,
infaq, hibah masyarakat.
3. Syariah merupakan dasar hukum dalam agama Islam yang bersumber dari
Al-Qur’an dan hadist.
4. Ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang didasarkan pada Al-Qur’an
dan hadist sedangkan ekonomi konvensional didasarkan pada akal pikiran
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kota Medan
Kota Medan merupakan ibu kota Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota
ini merupakan kota terbesar di Pulau Sumatera. Kota Medan merupakan pintu
gerbang wilayah Indonesia bagian barat. Kota Medan memiliki luas 26.510 Ha
(265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan
demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainnya, Medan memiliki luas
wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara
geografis Kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' -
98° 44' Bujur Timur. Bentuk topografi Kota Medan cenderung miring ke Utara
dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut. Luas lahan
untuk pemukiman 9.225 Ha dan 1.862 Ha untuk sektor jasa dan 740 Ha untuk
cadangan bagi penetapan lokasi industri. Selebihnya 14.693 Ha merupakan areal
non-urban, serta 7.000 Ha akan dipergunakan untuk lahan pengembangan sektor
pertanian tanaman pangan (pemkomedan.go.id). Secara administratif, batas
wilayahnya adalah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Sumatera.
2. Sebelah Selatan berabatasan dengan Kecamatan Deli Tua dan Pancur
Batu, Kabupaten Deli Serdang.
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Madya Binjai.
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Percut Sei Tuan dan
Medan merupakan daerah pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, letak
posisinya yang stategis menjadikannya sebagai gerbang perdagangan berupa
barang dan jasa, terutama perdagangan domestik juga luar negeri (ekspor-impor).
Letaknya yang strategis inilah yang mendorong Kota Medan berkembang
terutama daerah Belawan dan pusat Kota Medan.
Menurut data kependudukan pada tahun 2005, jumlah penduduk Kota
Medan berkisar 2.036.018 jiwa, dimana jumlah wanita lebih besar dari pria,
(1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Penduduk tersebut merupakan penduduk tetap,
sedangkan penduduk tidak tetap mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang
merupakan penduduk komuter. Medan merupakan salah satu kota dengan jumlah
penduduk yang besar. Dari hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010, jumlah
penduduk Kota Medan yaitu 2.109.339 jiwa. Penduduk Medan terdiri atas
1.040.680 laki-laki dan 1.068.659 perempuan (BPS Kota Medan).
4.2 Gambaran Umum Masjid di Kota Medan
Setelah para pedagang dari Arab masuk ke wilayah Indonesia terutama di
Sumaterara seperti dari Barus dan Aceh, penyebaran agama Islam diyakini terus
berkembang, hingga akhirnya penyebarannya sampai ke Kota Medan yang telah
melewati berbagai macam jalur. Perkembangan Islam di Kota Medan tidak
terlepas dari peran Kesultanan Deli yang menganut agama Islam sehingga banyak
masyarakat pengikutnya juga memilih agama Islam. Bahkan pada saat itu, hampir
seluruh masyarakat Melayu beragama Islam. Pembangunan Masjid Al-Osmani
didekat pelabuhan yang merupakan awal mula perkembangan Islam yang dibawa
dipusat Kota Medan, para pedagang dari berbagai daerah bahkan mancanegara
mulai berinteraksi di pusat Kota Medan tepatnya pada daerah Kesawan. Interaksi
antar agama pun terjadi tanpa terkecuali agama Islam itu sendiri. Dari interaksi
inilah mulai dibangunnya beberapa rumah ibadah di daerah Kesawan tersebut,
termasuk Masjid yang merupakan rumah ibadah umat Muslim. Tercatat dalam
sejarah, tokoh penyebar Islam di Medan adalah KH Said Bakrin pada Abad 16. Ia
berasal dari suku Melayu. Selain Said Bakrin, tercatat pula ulama-ulama
pengembang ajaran Islam yang lain, seperti Abu Bakar Yakub dan Annas
Tanjung. Mereka dilatih untuk menyebarkan ajaran Islam di Medan
(pemkomedan.go.id).
Perkembangan Masjid di Kota Medan saat ini sangatlah pesat, hal ini
dikarenakan banyaknya jumlah masyarakat yang beragama Islam di Kota Medan.
Pertumbuhan jumlah Masjid terus berkembang. Hal ini juga dikarenakan
Pemerintah Kota Medan terus mendukung program yang berkenaan dengan
pembinaan mental dan spiritual warga Kota Medan. Sampai saat ini tercatat
sekitar 1040 bangunan Masjid dan Mushallah berdiri di Kota Medan. Jumlah
tersebut juga menunjukkan bahwa besarnya antusias orang Muslim di Kota
Medan untuk beribadah kepada Allah SWT. Untuk itu seharusnya peran Masjid
yang banyak tersebut bisa dimanfaatkan orang Islam secara maksimal untuk
4.3 Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 40 nazir Masjid di
Kota Medan yang menjadi responden dalam penelitian ini, maka didapatkan data
para nazir Masjid sebagai berikut.
Tabel 4.1
Data 40 Nazir yang Menjadi Responden
No Umur
(Thn)
Pendidikan Pekerjaan Lama Jadi Nazir
Kecamatan
1 42 D1 Wiraswasta 18 Tahun Medan Selayang
2 27 S1 Guru 1,5 Tahun Medan Selayang
3 29 D3 Guru 3 Tahun Medan Selayang
4 45 D1 Wiraswasta 8 Tahun Medan Selayang
5 25 D3 Pegawai Negeri 9 Bulan Medan Selayang
6 33 SMA Guru 5 Tahun Medan Selayang
7 52 SMP Wiraswasta 12 Tahun Medan Selayang
8 26 S1 Guru 2 Tahun Medan Selayang
9 29 SMA Wiraswasta 4 Tahun Medan Area
10 35 SMA Pegawai Negeri 3 Tahun Medan Area
11 37 S1 Pegawai Negeri 5 Tahun Medan Area
12 42 D3 Wiraswasta 8 Tahun Medan Area
13 31 SMA Wiraswasta 2,5 Tahun Medan Barat
14 47 SMA Wiraswasta 11 Tahun Medan Barat
15 55 SMA Pegawai Negeri 15 Tahun Medan Barat
17 31 S1 Guru 2 Tahun Medan Belawan
18 54 SMA Wiraswasta 15 Tahun Medan Belawan
19 28 D3 Pegawai Swasta 1 Tahun Medan Deli
20 32 S1 Pegawai Swasta 5 Tahun Medan Deli
21 28 SMA Wiraswasta 3 Tahun Medan Helvetia
22 48 D3 Wiraswasta 5 Tahun Medan Helvetia
23 33 D3 Pegawai Swasta 10 Bulan Medan Helvetia
24 45 SMA Wiraswasta 8 Tahun Medan Helvetia
25 37 S1 Guru 6 Tahun Medan Helvetia
26 54 S2 Dosen 12 Tahun Medan Johor
27 49 D1 Wiraswasta 7 Tahun Medan Johor
28 44 S1 Guru 13 Tahun Medan Johor
29 32 SMA Pegawai Swasta 4 Tahun Medan Johor
30 29 SMA Wiraswasta 1 Tahun Medan Labuhan
31 42 S1 Guru 7,5 Tahun Medan Labuhan
32 27 S1 Pegawai Swasta 2 Tahun Medan Petisah
33 36 S1 Guru 4 Tahun Medan Petisah
34 55 S2 Dosen 8 Tahun Medan Polonia
35 49 D3 Wiraswasta 11 Tahun Medan Polonia
36 40 SMA Wiraswasta 3,5 Tahun Medan Sunggal
37 45 SMA Wiraswasta 3 Tahun Medan Sunggal
39 27 SMA Wiraswasta 2,5 Tahun Medan Sunggal
40 51 SMA Wiraswasta 14 Tahun Medan Sunggal
Sumber: Hasil Kuesioner Penelitian
4.4 Pembahasan
Agar mudah dianalisis data dari 40 responden tersebut di atas
dikelompokkan kedalam beberapa kriteria. Setelah dikelompok-kelompokkan
maka kemudian data tersebut dianalisis seperti berikut:
Tabel 4.2
Pengelompokan Berdasarkan Umur Nazir
Umur (tahun) Jumlah
<16 0 16>29 11 30>39 10 40>49 12 50> 7 Total 40
Sumber: Hasil Kuesioner Penelitian
Berdasarkan analisis data tabel di atas dapat dilihat bahwa tidak ada nazir
yang berumur di bawah 16 tahun, dimana umur 16 tahun tersebut sering dianggap
sebagai umur dewasa seseorang. Hal ini berarti bahwa seluruh nazir Masjid di
Kota Medan adalah orang yang telah dewasa dan dianggap mampu melaksanakan
pengelolaan Masjid.
Dapat dilihat juga bahwa ada 11 orang yang berumur antara 16-29 dan 10
nazir ini dimasukkan kedalam golongan muda. Kelebihan dari para kelompok
muda ini yakni mereka memiliki semangat dan ide-ide baru sehingga mereka lebih
kreatif dan aktif dalam mengelola Masjid dibandingkan kelompok tua.
Kekurangannya yaitu beberapa masyarakat belum terlalu yakin akan kemampuan
mereka karena umurnya yang dianggap masih muda. Untuk nazir yang berumur di
atas 40 tahun jumlahnya bila digabungkan sebanyak 19 orang. Ini menunjukkan
bahwa masyarakat masih mempercayai mereka untuk mengelola Masjid, dan
kelebihannya yaitu masyarakat sangat menghormati mereka. Kekurangannya yaitu
karena umurnya yang bisa dibilang tua semangat mereka tidak seperti golongan
muda, lebih sering sakit dan daya pikirnya juga mulai berkurang.
Tabel 4.3
Pengelompokan Berdasarkan Pendidikan Nazir
Pendidikan Jumlah SMP 1 SMA 15 D1-D3 11 S1 12 S2 2 Total 40
Sumber: Hasil Kuesioner Penelitian
Dari tabel 4.3 terlihat data tentang pendidikan para nazir, dimana hanya
terdapat 1 orang nazir yang berpendidikan SMP, sedangkan 39 orang nazir
lainnya berpendidikan SMA keatas. Hal ini menunjukkan bahwa para nazir di
anjuran pemerintah wajib belajar 12 tahun. Terdapat 12 nazir diantaranya
berpendidikan cukup tinggi yakni S1, bahkan terdapat 2 nazir yang berpendidikan
S2. Hal ini cukup menggembirakan karena para nazir Masjid di Kota Medan
sebagian merupakan orang-orang yang berpendidikan tinggi.
Tabel 4.4
Pengelompokan Berdasarkan Lama Menjadi Nazir Masjid
Lama jadi nazir (tahun) Jumlah <2,1 9 2,1>3 6 3,1>4 4 4,1>5 4 5> 17 Total 40
Sumber: Hasil Kuesioner Penelitian
Dari hasil pengelompokan data di atas dapat dilihat ada 9 responden yang
telah menjadi nazir di bawah 2,1 tahun, kebanyakan dari mereka merupakan nazir
yang berumur dibawah 30 tahun. Untuk responden yang telah menjadi nazir
melebihi 5 tahun berjumlah 17, dan hampir keseluruhannya adalah responden
yang telah berumur di atas 30 tahun. Bahkan didapati juga responden yang telah
menjadi nazir melebihi 18 tahun, hal ini cukup menggembirakan karena ini
menunjukkan bahwa nazir-nazir di Kota Medan merupakan orang-orang yang
Tabel 4.5
Pengelompokan Berdasarkan Pekerjaan Nazir
Pekerjaan Jumlah Wiraswasta 19 Pegawai Negeri 5 Pegawai Swasta 5 Guru 9 Dosen 2 Total 40
Sumber: Hasil Kuesioner Penelitian
Dari data di atas dapat dilihat bahwa terdapat 19 nazir atau hampir
sebagian dari responden yang berprofesi sebagai wiraswasta, contohnya
pedagang, pemilik kontrakan, dll. Hampir seluruhnya juga bertempat tinggal
didekat Masjid, sehingga mereka lebih sering dan lebih aktif dalam mengelola
Masjid dibandingkan pegawai Negeri, pegawai swasta, guru dan dosen, dimana
waktu mereka lebih sedikit karna tuntutan waktu untuk bekerja lebih banyak.
Dari data terlihat juga bahwa terdapat 9 nazir yang berprofesi sebagai
guru dan 2 nazir sebagai dosen. Hal ini menunjukkan bahwa nazir Masjid di Kota
Tabel 4.6
Crosstab Antara Umur dan Pendidikan
Umur Pendidikan Total
SMP SMA D1-D3 S1 S2 16-29 Jumlah 0 4 3 4 0 11 Jumlah yang diharapkan 0,3 4,1 3 3 0,6 11 30-39 Jumlah 0 4 1 5 0 10 Jumlah yang diharapkan 0,3 3,8 2,8 2,8 0,5 10 40-49 Jumlah 0 4 6 2 0 12 Jumlah yang diharapkan 0,3 4,5 3,3 3,3 0,6 12 50> Jumlah 1 3 1 0 2 7 Jumlah yang diharapkan 0,2 2,6 1,9 1,9 0,4 7 Total Jumlah 1 15 11 11 2 40 Jumlah yang diharapkan 1 15 11 11 2 40
Dengan komposisi data di atas, maka dapat dilihat bahwa umur nazir berpengaruh
terhadap jenjang pendidikan para nazir tapi tidak terlalu banyak pengaruhnya. Hal
ini dapat dilihat dari makin tinggi umur nazir pendidikannya juga makin baik.
Terlihat pada nazir yang berumur 16-29 tahun yang berpendidikan S1 ada 4 nazir
sedangkan yang berumur 30-39 tahun lebih banyak ada 5 orang. Selanjutnya yaitu
untuk yang berpendidikan S2 ada 2 nazir yang berumur di atas 50 tahun,
sedangkan dibawah 50 tahun tidak ada. Hali ini menunjukkan bahwa umur nazir
Tabel 4.7
Crosstab Antara Umur Terhadap Lama Menjadi Nazir
Umur Pendidikan Total
<2,1 2,1-3 3,1-4 4,1-5 5> 16-29 Jumlah 7 3 1 0 0 11 Jumlah yang diharapkan 2,5 1,9 0,8 1,1 4,7 11 30-39 Jumlah 2 2 2 3 1 10 Jumlah yang diharapkan 2,3 1,8 0,8 1 4,3 10 40-49 Jumlah 0 2 0 1 9 12 Jumlah yang diharapkan 2,7 2,1 0,9 1,2 5,1 12 50> Jumlah 0 0 0 0 7 7 Jumlah yang diharapkan 1,6 1,2 0,5 0,7 3 7 Total Jumlah 9 7 3 4 17 40 Jumlah yang diharapkan 9 7 3 4 17 40
Dengan komposisi data di atas terlihat bahwa umur nazir cukup berpengaruh
terhadap lama seseorang menjadi nazir. Bisa dilihat bahwa untuk nazir yang
berumur antara 16-29 tahun kebanyakan lama mereka menjadi nazir Masjid yaitu
di bawah 3 tahun yang berjumlah 10 dari 11 orang nazir. Sedangkan untuk yang
menjadi nazir di atas 5 tahun tidak ada, padahal jumlah yang diharapkan sekitar
sekitar 4-5 orang.
Untuk nazir yang berumur diatas 40 tahun banyak yang sudah menjadi nazir
Masjid melebihi 5 tahun bahkan melebihi jumlah yang diharapkan, seperti yang
terlihat untuk nazir yang berumur 50 lebih diharapkan hanya 3 ternyata terdapat 7
Tabel 4.8
Crosstab Antara Pekerjaan Terhadap Lama Menjadi Nazir
Pekerjaan Pendidikan Total
<2,1 2,1-3 3,1-4 4,1-5 5> Wiraswasta Jumlah 1 5 1 1 11 19 Jumlah yang diharapkan 4,3 3,3 1,4 1,9 8,1 19 Pegawai Swasta Jumlah 4 0 1 1 0 6 Jumlah yang diharapkan 1,4 1,1 0,5 0,6 2,6 6 Pegawai Negeri Jumlah 1 1 0 1 1 4 Jumlah yang diharapkan 0,9 0,7 0,3 0,4 1,7 4 Guru Jumlah 3 1 1 1 3 9 Jumlah yang diharapkan 2 1,6 0,7 0,9 3,8 9 Dosen Jumlah 0 0 0 0 2 2 Jumlah yang diharapkan 0,5 0,4 0,2 0,2 0,9 2 Total Jumlah 9 7 3 4 17 40 Jumlah yang diharapkan 9 7 3 4 17 40
Dengan komposisi data di atas terlihat bahwa pekerjaan juga cukup berpengaruh
terhadap lama seseorang menjadi nazir Masjid. Dapat dilihat yang telah menjadi
nazir melebihi 5 tahun kebanyakan adalah wiraswasta dan dosen yang jumlahnya
melebihi jumlah yang diharapkan. Contohnya wiraswasta jumlah yang diharapkan
hanya 8 orang tetapi terdapat 11 orang. Salah satu penyebabnya adalah jam kerja
mereka yang tidak terikat sehingga mereka lebih bisa meluangkan waktu untuk
Analisis Penerapan 9 Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam di Institusi Masjid 4.4.1 Muslim yang Rajin dan Aktif
Semua orang Muslim dituntut agar menjadi manusia yang rajin dan aktif.
Allah sangat membenci orang-orang yang malas dan menunda-nunda
pekerjaannya. Apalagi dalam mengelola Masjid yang merupakan rumah Allah
(Baitullah) maka sudah seharusnya dikelola dengan baik oleh masyarakat
terutama para nazir Masjid, baik dalam kegiatan Masjid yaitu pengelolaan kas
Masjid yang baik, kebersihan, kegiatan-kegiatan sosial ekonomi serta
pengembangan perpustakaan. Oleh karena bekerja rajin dan aktif merupakan satu
prinsip yang dituntut dalam pengelolaan Masjid dari aset Islam, maka patutlah hal
ini dipertanyakan kepada nazir Masjid sebagai pengelola. Hasil penelitian
terhadap keaktifan keanggotaan kenaziran Masjid didapatkan hasil sebagai
berikut.
Gambar 4.1 Jawaban Responden Tentang Aktif/ Tidak Dalam Mengelola Masjid 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Ya Tidak 38 2
Berdasarkan Gambar 4.1 Dari 40 responden didapatkan 38 (95%) kenaziran
Masjid yang aktif, sedangkan 2 (5%) nazir lainnya masih kurang aktif. Ini berarti
pengelolaan Masjid di Kota Medan sudah aktif dalam pengelolaannya.
Berdasarkan penelitian ini juga didapati bahwa seluruh responden atau nazir
Masjid telah berumur diatas 16 tahun, sehingga mereka diyakini cukup dewasa
dalam melaksanakan seluruh tindakan pengelolaan.
4.4.2 Dilarang Memakan Harta Hasil Riba
Riba adalah penambahan yang disertakan terhadap barang pada saat
pengembalian barang tersebut ketika diadakannya akad yang menyebabkan salah
satu pihak rugi. Umat Islam dilarang keras mengambil dan memakan harta hasil
riba. Rasulullah SAW bersabda, diriwayatkan dari Jabir r.a.: Rasulullah SAW
mengutuk pemakan riba, orang yang memberi makan (keluarganya) dengan harta
riba, penulis riba, dan kedua saksi riba. Beliau bersabda, “Semua itu (hukumnya)
sama”.
Di institusi Masjid hal ini dapat dilihat dalam pengelolaan kas Masjid, yaitu
ketika melakukan penyimpanan kas. Apakah kas itu disimpan di bank
konvensional yang menggunakan sistem bunga (riba) atau bank Syariah dengan
sistem bagi hasil (diperbolehkan oleh syara’), maka jawaban responden ketika
Gambar 4.2 Bank Tempat Penyimpanan Kas Masjid
Dari gambar 4.2 terdapat 35 nazir (87,5%) yang menyimpan uang kasnya di
bank Syariah baik itu Bank Muamalat, Bank Mandiri Syariah, Bank Sumut
Syariah, sedangkan 5 nazir lainnya dengan persentase (12,5%) masih menyimpan
uang kasnya di bank konvensional seperti Bank BNI, Bank BRI, dan Bank
MANDIRI. Dua nazir beralasan hal ini dikarenakan nazir-nazir terdahulu sudah
menyimpan kas Masjid dibank konvensional dan 3 lagi dikarenakan lokasi Bank
Syariah terlalu jauh sedangkan yang dekat hanya bank konvensional. Dari
presentase di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar Masjid di Kota Medan
telah berusaha menghindari lembaganya terlibat unsur riba dengan cara
menggunakan fasilitas bank Syariah dan menolak fasilitas bank konvensional.
4.4.3 Dapat Dipertanggungjawabkan (Pernah Diaudit Akuntan Publik).
Dalam Islam semua orang Muslim diwajibkan mampu mempertanggung
jawabkan setiap perbuatannya, terutama diinstitusi Masjid para nazir harus
mampu mempertanggung jawabkan pengelolaan harta Masjid dengan baik agar 0 5 10 15 20 25 30 35 Menyimpan Di Bank
Syariah Menyimpan Di Bank
Konvensional 35
terhindar dari kecurigaan masyarakat. Untuk itu salah satu cara yang bisa
dilakukan para nazir yaitu dengan cara melakukan pemeriksaan harta keuangan
Masjid dengan bantuan jasa Akuntan Publik. Dari hasil penelitian terhadap Masjid
apakah telah pernah diaudit Akuntan Publik atau tidak, maka didapatkan hasil
sebagai berikut.
Gambar 4.3 Masjid yang Pernah Diaudit Akuntan Publik dan yang Belum Pernah
Dari gambar 4.3 di atas dapat dilihat bahwa dari 40 Masjid yang ada di Kota
Medan 38 (95%) belum pernah diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga
keuangan swasta, sedangkan terdapat 2 Masjid (5%) lainnya yang telah pernah
diaudit oleh Akuntan Publik yaitu Masjid Al-Musaddin yang berada di kompleks
perumahan Taman Setia Budi Indah (Tasbih) dan Masjid Al-Jihad Jln. Abdul
Lubis. Hal ini menunjukkan bahwa Masjid yang berada di Kota Medan belum
banyak yang melakukan audit terhadap harta Masjid. Hal ini juga dikarenakan 5%
95%
para nazir merasa belum perlu diadakannya audit keuangan terhadap kas Masjid
karena jumlah kas Masjid tidaklah terlalu banyak, sebab lainnya yaitu pencatatan
yang mereka lakukan dianggap sudah cukup sebagai bentuk pertanggung jawaban
kepada masyarakat. Jika dalam beberapa prinsip-prinsip lainnya didapati hasil
penelitian yang relatif memuaskan, namun dalam hal audit, hasil penelitian ini
relatif tidak memuaskan.
4.4.4 Keterbukaan
Salah satu prinsip Ekonomi Islam yaitu keterbukaan, prinsip ini dapat dilihat
dari bagaimana para nazir Masjid menunjukkan hasil pengelolaan harta Masjid
kepada masyarakat secara terbuka. Biasanya dengan memaparkan catatan
pengelolan kas Masjid setiap minggunya dipapan catatan kas Masjid disetiap
Masjid di Kota Medan. Dari hasil penelitian maka didapatkan hasil sebagai
gambar berikut.
Gambar 4.4 Masjid yang Memiliki Papan Pencatatan Kas 0 10 20 30 40 Terbuka Tertutup
Dari gambar 4.4 di atas diketahui bahwa 40 (100%) Masjid di Kota Medan
memiliki papan pengumuman tentang pencatatan kas. Ini berarti Masjid-Masjid di
Kota Medan telah menerapkan sistem keterbukaan secara menyeluruh. Hal ini
dapat dilihat pada pencatatan penerimaan dan pengeluaran kas Masjid terutama
infaq masyarakat tiap hari Jum’at selalu dicatat dalam papan pencatatan keuangan
Masjid. Baik itu digunakan untuk pembayaran honor khatib, pembelian peralatan
dan perlengkapan Masjid, biaya pengajian, serta biaya lainnya.
4.4.5 Pengembangan Harta Secara Ekonomis dan Sosial
Harta Masjid selain digunakan untuk pembiayaan sehari-hari Masjid seperti
kebersihan, honor Khatib, biaya air, listrik semestinya harta Masjid tersebut
dipergunakan untuk hal-hal lain yang berguna untuk kepentingan Masjid dan
masyarakat dari pada hanya disimpan. Harta tersebut merupakan harta seluruh
umat Islam maka alangkah baiknya apabila bisa digunakan untuk hal-hal yang
bersifat ekonomis dan sosial yang dapat mendatangkan manfaat kepada Masjid
dan masyarakat sekitar dengan tidak menyalahi aturan syariat Islam. Contoh
penggunaanya seperti pendirian koperasi, puskesmas, kegiatan- kemasyarakatan,
sunatan massal, Tk, bahkan sekolah dan universitas. Oleh karena itu, dipandang
sesuai untuk menanyakan hal ini kepada para responden sehingga dapat diketahui
kondisi harta Masjid secara ekonomis. Hal ini dapat dilihat pada gambar di bawah
Gambar 4.5 Pengembangan Harta Masjid
Dari gambar 4.5 dapat dilihat bahwa terdapat 35 (87,5%) Masjid di Kota
Medan tidak mengembangkan hartanya. Artinya uang yang diperoleh Masjid
tersebut tidak digunakan untuk sesuatu usaha yang bersifat produktif dan sosial
hanya digunakan untuk pembiayaan Masjid dan selebihnya hanya disimpan di
bank saja. Tetapi terdapat 5 Masjid (12,5%) yang telah mengembangkan hartanya
terutama dibidang sosial, seperti Masjid Al-Musaddin yang telah memiliki
sekolah TK, SD, SMP, Polimas, dan kegiatan sosial, seperti kitanan massal,
pemberian makan anak yatim, subsidi terhadap LP, desa binaan, dan memberikan
gaji terhadap guru-guru di desa. Masjid Agung juga mengembangkan hartanya
untuk pendidikan anak-anak dengan mendirikan sekolah TK dan perpustakaan
yang dibuka untuk umum.
12%
88%
Dikembangkan Secara Ekonomis dan Sosial Tidak Dikembangkan
4.4.6 Konsumsi Makanan dan Minuman yang Halal dan Baik
Dalam Islam semua orang-orang Muslim diwajibkan untuk mengkonsumsi
makanan dan minuman yang halal dan yang baik untuk kesehatan. Dalam hal
konsumsi, para pengurus Masjid telah terlebih dahulu memastikan pembelian
barang yang digunakan untuk Masjid terutama ketika diadakannya kegiatan
seperti ketika ceramah agama, perayaan hari raya, pembelian hewan qurban,
pengajian bulan Ramadhan dan buka puasa bersama di bulan Ramadhan, pengurus
Masjid telah memastikan bahwa yang dibeli merupakan barang yang halal, baik
transaksinya maupun cara memperolehnya. Dari hasil penelitian terhadap 40 nazir
Masjid maka ditemukan hasil sebagai berikut.
Gambar 4.6 Jawaban Nazir Tentang Kondisi Konsumsi
Dari hasil penelitian pada Gambar 4.6 diatas dapat dilihat bahwa 40 (100%)
Masjid yang telah diteliti seluruhnya telah membelanjakan hartanya pada barang
yang halal dan dapat dipastikan kehalalannya. 100%
0%
4.4.7 Tolong Menolong Sesama Muslim
Umat Islam dianjurkan untuk mengutamakan tolong-menolong sesama
Muslim. Salah satu cara untuk menolong sesama umat Islam yaitu membantu
perekonomian orang-orang Muslim dengan cara mengutamakan membelanjakan
harta Masjid seperti pembelian peralatan serta perlengkapan Masjid di toko
orang-orang Muslim dibandingkan toko orang-orang-orang-orang non-muslim agar perekonomian
orang-orang Muslim dapat tumbuh dan berkembang. Hasil penelitian terhadap
nazir menunjukkan data dan informasi sebagai berikut:
Gambar 4.7 Tempat Para Nazir Belanja
Dari hasil penelitian Gambar 4.7 diketahui bahwa 35 Masjid (87,5%) telah
melaksanakan prinsip ekonomi Islam yaitu mendahulukan tolong-menolong
sesama Muslim. Memang masih ada 5 Nazir (12,5%) yang belum mengutamakan
berbelanja di toko orang-orang Islam, hal ini dikarenkan:
a. Jumlah kas Masjid yang masih terbatas. Hal ini menyebabkan para nazir
Masjid agar membelanjakan harta Masjid dengan sehemat mungkin, dimana 0
10 20 30 40
Toko Orang Muslim
Toko Orang Non-muslim 35
beberapa toko orang non-muslim sering memberikan harga lebih murah dan
potongan harga dibanding toko orang Muslim.
b. Jarak dan lokasi toko. Toko orang-orang non-muslim cenderung jauh lebih
banyak dan tersebar dimana-mana, sedang toko milik orang Islam tidaklah
terlalu banyak menyebabkan mereka kesulitan untuk menjangkaunya.
c. Kelengkapan. Beberapa peralatan dan keperluan pembangunan Masjid tidak
didapati di toko orang Muslim.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa 87,5 % Masjid di Kota
Medan telah cukup berperan dalam membantu perekonomian orang Muslim.
4.4.8 Pembangunan
Orang-orang Muslim dituntut untuk melakukan hal-hal yang baik dimuka
bumi ini, manusia juga di tuntut untuk melakukan pembangunan demi kehidupan
yang baik, bukan melakukan hal-hal yang dapat merusak. Untuk itu Masjid juga
perlu diadakan pembangunan dan renovasi dari tahun ke tahun seperti halnya
melakukan pemugaran, pengecatan, pembelian peralatan yang baru agar Masjid
tampak indah dan keberadaan Masjid tetap terjaga serta masyarakat lebih tertarik
untuk beribadah di Masjid dengan tenang dan senang. Dari hasil penelitian
Gambar 4.8 Masjid yang Pernah Melakukan Pembangunan dan yang Belum Pernah
Dari penelitian dapat dilihat dari Gambar 4.8 di atas bahwa 40 (100%)
Masjid di Kota Medan telah pernah mengalami pembangunan fisik, baik itu
berupa pembangunan yang besar maupun baru sekedar renovasi. Hal ini
menunjukkan bahwa masyarakat Kota Medan sangat antusias dalam membantu
pembangunan Masjid-Masjid di Kota Medan.
4.4.9 Melakukan Pembukuan Harta Masjid dengan Baik.
Islam sangat mendorong agar masyarakat Muslim menuntut ilmu
setinggi-tingginya demi kehidupan yang lebih baik, bahkan Nabi Muhammad SAW
menyuruh menuntut ilmu dari buaian sampai liang lahab. Hal ini menunjukkan
bahwa pentingnnya ilmu bagi umat Islam. Untuk para nazir Masjid sendiri
diharapkan merupakan orang-orang yang visioner dan memiliki ilmu agar mampu
mengelola dan mengembangkan harta Masjid. Mereka juga harus mampu
melakukan proses pembukuan keuangan dengan baik agar proses keterbukaan dan
pertanggung jawaban keuangan Masjid juga dapat dilaksanakan dengan baik. Hal Pernah Melakukan
Pembangunan
Tidak Pernah Diadakan Pembangunan 40
ini telah dipertanyakan kepada para nazir Masjid dengan hasil seperti gambar di
bawah ini.
Gambar 4.9 Kemampuan Nazir Dalam Hal Pembukuan Harta Masjid.
Dari gambar 4.9 dapat diketahui bahwa dalam proses pembukuan harta
Masjid terdapat 38 (95%) nazir yang mampu melakukan proses pembukuan secara
baik dan dapat dipertanggung jawabkan sedangkan masih terdapat 2 nazir yang
belum mencatat dengan baik. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa
orang-orang yang menjadi nazir Masjid di Kota Medan termasuk orang-orang-orang-orang yang
berilmu.
95% 5%
Mampu Melakukan Pembukuan dengan Baik Belum Mampu Melakukan Pembukuan dengan Baik
. Tabel 4.6
Jumlah dan Persentase Penerapan 9 Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam di Institusi Masjid di Kota Medan
Berdasarkan seluruh hasil data yang diperoleh dari para nazir Masjid tentang
penerapan prinsip-prinsip ekonomi Islam maka diperoleh hasil seperti berikut.
No Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam Jumlah Yang Telah Diterapkan Jumlah Yang Belum Diterapkan % Yang Telah Diterapkan % Yang Belum Diterapkan
1 Muslim yang Rajin
dan Aktif
38 2 95% 5%
2 Dilarang Memakan
Harta Hasil Riba
35 5 88% 12% 3 Harta Dapat Dipertanggungjawabkan (Pernah Diaudit Akuntan Publik) 2 38 5% 95% 4 Keterbukaan Pencatatan Kas 40 0 100% 0% 5 Pengembangan Harta
Secara Ekonomis dan Sosial
5 35 12% 88%
6 Konsumsi Makanan dan
Minuman yang Halal dan Baik 40 0 100% 0% 7 Tolong Menolong Sesama Muslim 35 5 88% 12% 8 Pembangunan/ Renovasi Masjid 40 0 100% 0% 9 Mampu Melakukan Proses Pembukuan Harta Masjid dengan Baik
38 2 95% 5%
273 87 76% 24%
Setelah 9 prinsip-prinsip ekonomi Islam tersebut dianalisis maka akan terlihat
seperti gambar 4.10 di bawah ini.
Gambar 4.10 Analisis Penerapan 9 Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam di Institusi Masjid di Kota Medan.
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% M us lim ya ng Ra jin da n Ak tif Di lar an g M em akan Har ta Has il Ri ba Da pa t Di pe rt anggungj aw abk an (P er na h Di audi t Ak unt an Pu blik ) Ke te rb ukaan P en catatan K as Pe ng em ban gan Har ta S ec ar a Ekon om is dan S os ial Ko ns um si M ak ana n da n M inum an ya ng Ha la l da n Ba ik To lo ng M en olo ng S esa m a M usl im Pe m ba nguna n/ Re no va si M as jid M am pu M el aku kan P ros es P em bu ku an Har ta M as jid de nga n B ai k 1 2 3 4 5 6 7 8 9 95% 88% 5% 100% 12% 100% 88% 100% 95% 5% 12% 95% 0% 88% 0% 12% 0% 5%
1. Dari diagram diatas dapat dilihat sejauh mana penerapan prinsip-prinsip
ekonomi Islam yang telah diterapkan di institusi Masjid di Kota Medan.
Dari 9 poin prinsip-prinsip ekonomi Islam yang telah diteliti dapat dilihat
bahwa prinsip-prinsip ekonomi Islam yang belum banyak diterapkan yaitu:
a. Pertanggung jawaban kepada masyarakat (pernah di audit oleh
Akuntan Publik).
Dapat dilihat dari data bahwa masih sedikit Masjid yang berada di
Kota Medan yang pernah diaudit (dalam hal ini Akuntan Publik). Hal ini
dikarenkan jumlah harta yang dimiliki Masjid tidak terlalu banyak, sehingga
para nazir masih bisa mengelola sendiri. Selain itu, masyarakat juga masih
percaya kapada para nazir dalam mengelola harta Masjid tersebut. Hanya
beberapa Masjid yang memiliki harta yang cukup besar yang pernah di audit
oleh Akuntan Publik. Contohnya Masjid Al-Musaddin yang setiap tahunnya
melakukan audit terhadap harta Masjid. Hal ini menunjukkan pengelolan
harta Masjid yang baik dan professional serta dapat dipertanggung jawabkan
di hadapan masyarakat.
b. Pengembangan harta untuk hal yang bersifat ekonomis dan sosial.
Hal ini juga dapat dilihat dari masih minimnya Masjid yang
mengembangkan harta Masjid untuk sesuatu yang bersifat ekonomis dan
sosial. Artinya uang yang diperoleh Masjid tersebut tidak digunakan untuk
Apabila data digabung antara jumlah persentase prinsip yang telah diterapkan dan
yang belum diterapkan maka akan terlihat seperti gambar berikut ini.
Gambar 4.11 Persentase Jumlah Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam yang Telah Diterapkan dan yang Belum Diterapkan di Institusi Masjid di Kota Medan.
Dari hasil pengelolahan seluruh data maka dapat disimpulkan seperti
gambar di atas bahwa penerapan 9 prinsip-prinsip ekonomi Islam di institusi
Masjid di Kota Medan yang sudah diterapkan sekitar 76 % sedangkan yang belum
diterapkan adalah sekitar 24 %. Hal ini menunjukkan bahwa para BKM Masjid di
Kota Medan telah menerapkan prinsip-prinsip ekonomi Islam dengan cukup baik.
4.5 Hambatan-Hambatan Dalam Penerapan Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam 4.5.1 Jarak dan Lokasi Bank
Salah satu yang menghambat dalam menerapkan prinsip ekonomi Islam
terutama pada prinsip “Dilarang memakan harta hasil riba” yang dalam hal ini
dikaitkan dengan penyimpanan kas Masjid diantara bank konvensional atau bank 76%
24%
Syariah. Hal yang menjadi masalah dalam hal ini adalah jarak dan lokasi bank
mSyariah terhadap Masjid-Masjid di Kota Medan. Apakah para nazir Masjid
merasa bahwa jarak dan lokasi bank Syariah tersebut menghambat mereka dalam
menyimpan kas Masjid di bank Syariah tersebut. Hal ini telah dipertanyakan
kepada 40 nazir Masjid di Kota Medan dan hasil jawaban mereka adalah sebagai
berikut.
Gambar 4.12 Jawaban Nazir tentang Jarak dan Lokasi Bank
Dilihat dari data gambar 4.12 bahwa jarak dan lokasi bank syariah tidaklah
terlalu menghambat para nazir untuk menabung di bank syariah, karena 5(12,5%)
nazir yang merasa tidak terlalu menghambat. Selebihnya 35 (87,5%) nazir
menjawab tidak menghambat, sebab di Kota Medan sarana transportasi sudah
cukup memadai dan jumlah bank-bank syariah juga sudah mulai banyak dan
menyebar, maka akan cukup mudah dijangkau apabila ingin menabung di
bank-bank syariah. 0 5 10 15 20 25 30 35
Menyatakan Menghambat Menyatakan Tidak
Menghambat 5
4.5.2 Perbedaan Harga Barang Kebutuhan Masjid Pada Toko Pemilik Muslim dan Non-Muslim.
Hal selanjutnya yang menjadi hambatan dalam menerapkan prinsip ekonomi
Islam terutama pada prinsip “saling tolong menolong sesama Muslim” yaitu
perbedaan harga antara harga barang-barang di toko orang-orang Muslim dan toko
orang-orang non-muslim. Apakah perbedaan harga tersebut mempengaruhi para
nazir dalam menerapkan prinsip ekonomi Islam saling tolong-menolong sesama
Muslim. Hal ini telah dipertanyakan kepada 40 nazir Masjid di Kota Medan
dengan hasil jawaban sebagai berikut.
Gambar 4.13 Pengaruh Perbedaan Harga Antara Toko Orang Muslim dan Toko Orang Non-muslim Terhadap Pilihan Nazir
Dari gambar 4.13 diatas dapat dilihat bahwa dalam keputusan pembelian
bahan-bahan baku dan peralatan Masjid terdapat 35 (87,5%) nazir yang
menyatakan tidak mempengaruhi, mereka lebih mengutamakan membeli di toko
orang-orang Islam meskipun harganya sedikit lebih mahal sebab tolong menolong
sesama Muslim lebih utama dari harga. Adapun untuk 5(12,5%) nazir yang
menyatakan mempengaruhi dan ini dikarenakan harta dan kas Masjid mereka 0 10 20 30 40 Menghambat Tidak Menghambat
yang kurang. untuk itu terpaksa mereka mendahulukan harga yang relatif murah
meskipun harus membeli di toko orang non-muslim.
4.5.3 Kurangnya Kesadaran Terhadap Pentingnya Bantuan Akuntan Publik Dalam Membantu Proses Audit Keuangan Masjid.
Hal berikutnya yang menjadi hambatan dalam menerapkan prinsip ekonomi
Islam terutama pada prinsip “Dapat dipertanggung jawabkan” yang dalam hal ini
dikaitkan dengan pernah atau tidaknya keuangan Masjid diaudit oleh Akuntan
Publik. Untuk itu telah dipertanyakan kepada para nazir Masjid akan hal perlu
atau tidaknya bantuan Akuntan Publik dalam mengaudit harta Masjid, maka
diperoleh hasil jawaban sebagai berikut.
Gambar 4.14 Jawaban Nazir Masjid Tentang Perlu atau Tidaknya Harta Masjid Diaudit Oleh Akuntan Publik.
Dari gambar 4.14 dapat dilihat bahwa terdapat hanya 6 (15%) nazir yang
merasa hal ini diperlukan, sedangkan 34 (85%) nazir lainnya merasa belum perlu
adanya bantuan Akuntan Publik dalam mengaudit harta Masjid, sebab mereka
merasa jumlah harta Masjid belumlah terlalu banyak dan mereka merasa bahwa 0 5 10 15 20 25 30 35
mereka masih mampu dalam mengelolanya dengan baik dan masyarakat masih
percaya terhadap hasil pembukuan yang mereka lakukan.
4.5.4 Kekurangan Dana
Hal lain yang menghambat penerapan prinsip ekonomi Islam dalam hal
“pengembangan harta secara ekonomis dan sosial” yaitu masih kurangnya harta
yang dimiliki oleh beberapa Masjid terutama Masjid yang masih berukuran kecil
yang berada agak jauh dari jalan raya serta masyarakat sekitar Masjid yang masih
berpendapatan menengah kebawah. Adapun sejumlah infaq dan sedekah
masyarakat hanya cukup untuk biaya keperluan Masjid. Untuk itu telah
dipertanyakan kepada para nazir Masjid apakah kekurangan dana menghambat
prinsip pengembangan harta secara ekonomis dan sosial, maka diperoleh hasil
jawaban sebagai berikut.
Gambar 4.15 Nazir Yang Mengatakan Dana Merupakan Penghambat Utama Dalam Pengembangan Harta Secara Ekonomis dan Sosial
Dari gambar 4.15 di atas dapat dilihat bahwa terdapat 33 (82,5%) Masjid
yang mengatakan dana merupakan penghambat utama dalam pengembangan harta
secara ekonomis dan sosial, sebab untuk melaksanakan kegiatan tersebut 33
7
dibutuhkan jumlah dana yang tidaklah sedikit. Sebaliknya 7 (17,5%) Masjid yang
cukup besar bangunan dan hartanya yang cenderung berada ditengah Kota dan
dekat dengan pusat-pusat kegiatan masyarakat, telah berusaha mengembangkan
harta secara ekonomis dan membantu keperluan sosial masyarakat sekitar serta
untuk kegiatan-kegiatan keagamaan demi meningkatkan ketaqwaan masyaraka
Muslim kepada Allah SWT.
Tabel 4.7
Jumlah dan Persentase Hambatan Penerapan Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Sumber: Hasil Kuesioner Penelitian
No Hambatan Menghambat Tidak
Menghambat
1 Lokasi dan jarak bank. 5 (12,5%) 35 (87,5%)
2 Perbedaan harga barang kebutuhan Masjid Pada toko pemilik Muslim dan non-muslim.
7 (17,5%) 33 (82,5%)
3
Kesadaran terhadap pentingnya bantuan Akuntan Publik dalam membantu proses audit keuangan Masjid
34 (85%) 6 (15%)
Setelah data-data digabung maka akan terlihat seperti gambar 4.17 dibawah ini. Dimana akan terlihat persentase dari 4 hambatan tersebut.
Gambar 4.16 Empat Hal yang Menghambat Dalam Menerapkan Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam.
Apabila dipersentasekan akan terlihat seperti gambar berikut.
Gambar 4.17 Analisis 4 Hal yang Menghambat Penerapan Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% 1 2 3 4 5 7 34 33 35 33 6 7
Menyatakan Menghambat Menyatakan Tidak Menghambat
Jarak dan Lokasi Bank 6% Perbedaan Harga Antara Toko Orang Mulim dan Nonmuslim 9% Kesadaran Akan Pentingnya Bantuan Akuntan Publik 43% Kekurangan Dana 42%
Dari hasil gambar 4.17 dapat disimpulan bahwa yang paling menghambat dalam
proses penerapan prisnsip-prinsip ekonomi Islam di Kota Medan yaitu:
1. Kesadaran terhadap pentingnya bantuan Akuntan Publik dalam membantu
proses audit keuangan Masjid 43%.
2. Kekurangan dana sebanyak 42 %.
3. Perbedaan harga barang kebutuhan Masjid pada toko pemilik Muslim dan
non-muslim sebanyak 9%.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
1. Dari hasil seluruh pengelolahan data maka dapat disimpulkan bahwa
penerapan 9 prinsip-prinsip ekonomi Islam di Institusi Masjid di Kota Medan
yang telah diterapkan sekitar 79 %, sedangkan yang masih belum diterapkan
adalah sekitar 21 %. Hal ini menunjukkan bahwa para BKM Masjid di Kota
Medan telah berusaha untuk menerapkan prinsip-prinsip ekonomi Islam
relative lebih baik.
2. Dari hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang termasuk
menghambat dalam proses penerapan prisnsip-prinsip ekonomi Islam di
institusi Masjid adalah sebagai berikut:
a. Kesadaran terhadap pentingnya bantuan Akuntan Publik dalam
membantu proses audit keuangan Masjid 43%.
b. Kekurangan dana sebanyak 42 %.
c. Perbedaan harga barang kebutuhan Masjid pada toko pemilik
Muslim dan non-muslim sebanyak 9%.
d. Lokasi dan jarak bank sebanyak 6%.
3. Dari 40 responden yang diteliti terdapat 1 Masjid yang telah mampu
menerapkan 9 prinsip ekonomi Islam yang disebutkan dalam skripsi ini yaitu
Masjid Al-Musaddin di komplek TASBIH. Masjid ini bahkan mampu
membantu masyarakat sekitar dengan mendirikan beberapa sekolah seperti
itu mereka juga sering memberikan bantuan sosial berupa santunan terhadap
anak yatim, desa binaan, kitanan massal, pembayaran gaji guru dibeberapa
desa, Polimas, dan mobil pick up yang diperuntukkan membantu masyarakat
sekitar.
5.2 Saran
1. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa dari 9 Prinsip-Prinsip ekonomi Islam
ditemukan 2 poin yang masih belum banyak diterapkan di institusi Masjid,
yaitu:
1) Pertanggungjawaban harta Masjid kepada masyarakat dengan cara
diaudit oleh Akuntan Publik.
Untuk itu perlu adanya perhatian pemerintah lebih serius dalam
membantu mengelola harta Masjid dan perlu adanya kerjasama
dengan Akuntan Publik, agar para nazir Masjid sadar bahwa harta
Masjid juga perlu diaudit agar bentuk pertanggungjawabannya lebih
dipercayai masyarakat, khususnya masyarakat Kota Medan.
2) Pengembangan harta secara ekonomis dan social.
Dalam hal ini pemerintah seharusnya lebih mendorong masyarakat
untuk lebih giat dalam menginfaqkan dan mensedekahkan sebagian
hartanya di Masjid agar dapat dipergunakan untuk perkembangan
Masjid dan agama Islam, serta agar dapat dikembangkan untuk
kemaslahatan, terutama masyarakat sekitar Masjid. Pemerintah juga
untuk menemukan cara ataupun produk-produk yang sesuai dalam
mengembangkan harta Masjid agar para nazir Masjid lebih baik dalam
mengembangkan harta Masjid, karna harta Masjid adalah harta
seluruh orang Islam.
2. Pemerintah seharusnya bekerjasama dengan para Ulama dan para ekonom
Islam untuk membentuk sebuah badan yang mengurus harta dan keuangan
Masjid di Kota Medan, serta menciptakan produk-produk ekonomi yang
sesuai dengan ekonomi Islam agar harta Masjid dapat dikelola dengan baik,
yang pada akhirnya akan dapat menyatukan keuangan Masjid. Selanjutnya
harta Masjid ini dapat dipergunakan untuk kepentingan umat Islam, baik itu
secara ekonomis dan secara sosial.
3. Seharusnya Pemerintah dan masyarakat mampu mengelola Masjid terutama
untuk hal yang bisa mendatangkan keuntungan kepada Masjid dan
masyarakat, dengan cara mengembangkan suatu usaha berbasis syariah yang
produktif, apabila berhasil maka akan didapati Masjid yang mandiri, yang