PROPOSAL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Ekonomi Syariah (SH) Pada Program Studi
Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar
OLEH:
MUSTAFAENAL 105251109116
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020 M/1442
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama :Mustafaenal
Nim :105251109116
Jurusan :Hukum Ekonomi Syariah Fakultas : Agama Islam
Kelas : C
Dengan ini menyatakan hal sebagai berikut;
1. Mulai dari penyusunan proposal sampai penyususnan skripsi, saya menysusn sendiri skripsi saya (tidak di buatkan )
2. Saya tdak melakukan penjiplakan (plagiat) dalam menyusun skripsi ini 3. Apabila melanggar perjanjianseoerti butir 1,2 dan 3 maka bersedia
mennerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku. Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesabaran
Makassar,11 Muharram 1442 30 Agustus 2020 Yang bertanda tangan
Mustafaenal
Nim 105251109116
sesuatu ditangannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda Muhammad saw nabi yang di utus ke muka bumi ini sebagai suru tauladan untuk umat manusia
Penulis skripsi dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Bagi Hasil Mukhabarah Lahan Pertanian di Desa Somba Palioi Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba” Di maksud untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program Sarjana prodi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.
Selanjutnya penulis menyampaikan ucapan terimakasih teriring doa kepada seluruh pihak yang telah membantu, mendukung dan memperlancar terselesaikannya laporan skripsi ini, khususnya penyusun sampaikan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Kedua orangtua yaitu Bapak Aplus dan Ibu Nirma yang selalu memberikan cinta dan kasih sayang yang tulus dari kecil hingga sampai pada detik ini yang membimbing,mendidik, mengarahkan dan memotovasi saya dalam menjalani roda kehidupan0 ini serta dukungan dari seluruh proses study penulis yang penulis sadari tidak akan bisa terbalas dengan hal apapun.
2. Prof. Dr. H. Ambo Asse,. M. Ag. Rektor universitas Muhammadiyah Makassar 3. Drs. H. Mawardi Pewangi M.Pd. I, Dekan Fakultas Agama Islam Universitas
Muhammadiyah Makassar Beserta Wakil Dekan Fakultas Agama Islam
4. Dr.Ir.H. Muchlis Mappangaja MP Dan Hasanuddin SE,Sy,ME, Ketua dan Sekertaris prodi Hukum Ekonomi Syariah yang telah banyak membantu penulis dalam pelayanan akademik serta memberikan pengarahan, petunjuk motivasi dan doa pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Hurriah Ali Hasan,ST,M.E‟PhD dan Wahida Rustam.Sag.MH selaku Pembimbing 1 dan Pembimbing 2 yang telah membimbing dan memberikan ilmu kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi.
6. Seluruh dosen serta jajaran civitas akademik Fakultas Agama Islam Universitas muhammadiyah Makassar.
7 Pemerintah Desa Somba Palioi Kecamatan Kindang yang telah menerima dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan kegiatan penelitian ini sampai selesai.
8. Terakhir ucapan terima kasih juga di sampaikan kepada mereka yang tidak penulis sebutkan satu-persatu tetapi telah banyak membantu baik dalam bentuk moril maupun materi dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga semua pihak yang telah membantu memperoleh balasan dari Allah SWT, Amin.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan hasil penelitian skripsi ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Untuk itu dengan kerendahan hati penyusun mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan ini serta demi meningkatkan kualitas dan profesionalitas serta integritas dalam dunia pendidikan. Akhirnya penulis
Makassar, 02 Muharram 1442 H Peneliti
Mustafaenal
NIM:105251109116
ABSTRAK
MUSTAFAENAL 105 251 109116 Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek
Bagi Hasil Mukhabarah Lahan Pertanian di Desa Somba Palioi Kecamatam Kindang Kabupaten Bulukumba. Di Bimbing oleh Ibu Hurriah Ali Hasan dan Wahida Rustam
Penelititian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan system Bagi Hasil pertanian di Desa Somba Palioi Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba, dengan menggunakan metode penelitian kualitatif.
Penelitian ini di laksanakan di Kabupaten Bulukumba yang berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan mei sampai bulan juli 2020. Teknik pengumpulan data yang di lakukan secara wawancara dengan masyarakat di Desa Somba Palioi Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan system bagi hasil yang terjadi di Desa Somba Palioi sangat membantu masyarakat di Desa Somba Palioi Kecamatan Kindang karena dalam kerjsa sama ini petani pengarap dan pemilik lahan sama-sama mendapatkan keuntungan dari hasil panen tersebut.ditinjau dari hukum Islam bahwa transaksi ini sudah sesuai dengan syariat Islam karena kedua belah pihak membuat perjanjian dengan sukarela,adil,saling membantu dan saling tolong menolong
Kata Kunci:Penerapan bagi hasil di lahan pertanian Hukum islam di Desa Somba Palioi
HALAMAN SAMPUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... v
DAFTAR ISI ... vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan teori 1. Pengertian Muzara‟ah ... 7
2. Pengertian Mukhabarah ... 9
3. Pengertian Musaqah ... 10
4. Perbedaan Muzara‟ah, Mukhabarah dan Musaqah ... 12
B. Akad- akad Mukhabarah ... 13
1. Bentuk dan jenis Mukhabarah ... 13
2. Rukun Mukhabarah... ... 18
3. Syarat-syarat Mukhabarah ... 18
4. Dasar-dasar Mukhabarah Menurut Para Ulama ... 20
5. Zakat Mukhabarah ... 24
6. Faktor-faktor Tejadinya Bagi Hasil ... 26
7. Berakhirnya Mukhabarah ... 29
8. Hikmah Mukhabarah ... 30
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 31
B. Lokasi dan Objek ... 32
C. Fokus dan Deskriptif ... 32
D. Jenis dan Sumber Data ... ... ...33
E. Instrumen Penelitian ... 33
F. Teknik Pengumpulan Data ... 34
G. Teknik Analisis Data ... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran umum penelitian ... 37
1. Sejarah Desa ... 37
2. Letak geografis dan demografis ... 45
3. Kondisi sosial penduduk ... 47
4. Kondisi sosial budaya ... 47
B. Deskripsi narasumber ... 47
C. Penerapan mukhabarah di Desa Somba Palioi ... 48
D. Hukum islam dan praktek bagi hasil di Desa Somba Palioi Kecamatan Kindang ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 58 LAMPIRAN...60
1
BAB 1 PENDAHULUAN A.Latar belakang
Kerjasama dalam bentuk mukhabarah menurut kebanyakan ulama fiqh hukumnya mubah (boleh). Dasar kebolehannya itu, di samping dapat di pahami dari firman Allah yang menyuruh saling tolong menolong, juga secara khusus hadist Nabi Ibnu Abbas menurut riwayat al-Bukhari yang mengatakan :
“Bahwasanya Rasulullah saw. Mempekerjakan penduduk khaibar(dalam bentuk pertanian) denagan imbalan bagian dari apa yang di hasilkan dalam bentuk tanaman atau buah-buahan”(HR.Bukhari,Muslim,Abu Daud,dan Nasa‟i)
Imam Syafi‟i1
mendefinisikan kerjasama pertanian :
“pengelolahan taanah oleh petani dengan imbalan hasil pertanian, sedangkan bibit pertanian di sediakan penggarap tanah”
Tidak terkecuali bagi masyarakat petani,khususnya petani penggarap melalui sistem bagi hasil mukhabarah yang umumnya terjadi di pedesaan. Sebagai pekerjaan tambahan untuk menutupi kebutuhan keluarga sebagaian masyarakat menyibukkan dirinya dengan kegiatan sebagai petani penggarap.
Dalam kaitannya hukum tersebut,jumhur ulama‟membolehkan aqad musaqah, muzara’ah, dan mukhabarah, karena selain berdasarkan praktek nabi dan juga praktek sahabat nabi yang biasa melakukan aqad bagi hasil tanaman, juga karena aqad ini menguntungkan kedua belah pihak, menguntungkan karena aqad ini bagi si pemilik tanah/tanaman terkadang tidak mempunyai waktu dalam mengelolah tanah, atau menanam tanaman, sedangkan orang yang mempunyai keahlian dalam hal mengelolah tanah terkadang tidak punya modal berupa uang
1
atau tanah, maka dengan aqad bagi hasil tersebut menguntungkan kedua belah pihak, dan tidak ada yang di rugikan.
Adapun persamaan dan perbedaan antara muzara’ah, mukhabarah, dan musaqah, yaitu persamaan adalah ketiga-tiganya merupakan aqad (perjanjian), musaqah tanaman sudah ada, tetapi memerlukan tenaga kerja yang memeliharanya. di dalam muzara’ah tanaman di tanan belum ada, tanahnya harus di garap dulu oleh penggarapnya, namun benihnya dari petani (orang yang menggarapnya). Sedangkan mukharabah tanaman ditanah belum ada, tanahnya masih harus di garap dulu oleh penggarapnya namun benihnya dari pemilik lahan.
Menyangkut pembagian hasil tanah dari bagi hasil baik muzara’ah maupun mukhabarah dalam ketentuan hukum islam tidak di temukan secara jelas. Maksudnya tidak di tentukan bagaimana cara pembagian dan berpa besar jumlah badian masing- masing pihak (pemilik tanah dan penggarap). Sayyid Sabiq mengungkapakan bahwa, pemberian hasil untuk orang yang mengelolah atau menanami tanah dari yang di hasilkannya seperti setengah atau sepertiga,atau lebih dari itu, atau pula lebih rendah, sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak (petani dan pemilik tanah)2. Degan demikian tidak ada ketentuan umum yang mengikat antara pemilik tanah dan penggarap untuk selalu tetap berpegang pada ketentuan tersebut. Karena pada prinsinya bahwa antara kedua belah pihak
2
3
saling membutuhkan.3 Pemilik tanah memiliki lahan tetapi tidak mampu mengelolahnya, dan begitu pula sebaliknya.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab menguapnya kehadiran petani penggarap antara lain,petani tidak memiliki lahan, bila saja memiliki lahan tetapi tidak mencukupi kebutuhan, pemilik lahan tidak berkemampuan untuk mengelolah sendiri, dan pemilik lahan bertempat tinggal jauh dari lahan garapan.
Hadirnya petani penggarap memberi arti penting tidak hanya pada petani di satu pihak, tetapi juga bagi pemilik lahan di lain pihak yang di untungkan oleh produktuktifitas lahan. Oleh petani, manfaat diperoleh dari pembagian hasil garapanyang dapat membantu memberikan keuntungan ekonomis atas pendapatan atau penghasilan tersebut, sedangkan pemilik lahan menguntungkan ganda dari produktifitas lahan serta dampak ekonomis dari pembagian hasil garapan
Dalam prakteknya, Nabi Muhammad Saw, beserta para sahabat beliau pernah mengabulkan permintaan kaumnya untuk bekerja sama dengan sistem bagi hasil pada pengurusan kurma, di mana sebagian kaum bertugas untuk menanam sedang yang lainnya mengurusi hingga membuahkan hasil dan selanjutnya di bagi sesuai kesepakatan.hal ini didasarkan pada asumsi bahwa perjanjian bagi hasil lebih baik dari pada sewa menyewa tanah pertanian, sebab sewa-menyewa tanah pertanian bersifat untung-untungan karena hasil atau produksi tanah sewaan belum secara pasti kita ketahui kualitasnya sementara pembayaran/sewa dilunasi terlebih dahulu.
3
Dalam kaitan ini penulis merasa perlu mengadakan suatu pendekatan atau penelitian ilmiah terhadap praktek pengarapan lahan dengan sistem bagi hasil pada masyarakat petani penggarap di Desa Somba Palioi Kecematan Kindang Kabupaten Bulukumba di tinjau dari aspek –aspek sosial masyarakat dan hukum islam
B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka sebagai pokok masalah yang dapat penulis angkat adalah bagaimana pelaksanaan sistem bagi hasil mukhabarah pada masyarakat petani penggarap di Desa Somba Palioi Kecematan Kabupaten Bulukumba menurut tinjuan hukum islam, dengan sub permasalahan:
1. Bagaimana penerapan mukhabarah di kalangan petani di Desa Somba Palioi Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba
2. Bagaimana menurut tinjauan hukum Islam terhadap praktek mukhabarah di kalangan petani di Desa Somba Palioi Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba
C. Tujuan penelitian
Dalam setiap kegiatan yang di lakukan oleh manusia senantiasa mengacu
pada tujuan. Sebab akan menjadi sia-sia sebuah kegiatan yang di lakukan tanpa tujuan. Oleh karena yang menjadi tujuan dilakukannya penelitian adalah:
1. untuk mengetahui bagaimana penerapan bagi hasil mukhabarah di kalangan petani di Desa Somba Palioi Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba.
5
2. untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktek mukhabarah di kalangan petani di Desa Somba Palioi Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba.
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat Praktis
a. Manfaat Bagi Lembaga/Instansi
Peneliti berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi kalangan pendidikan sebagai bahan referensi tentang tinjauan hukum islam terhadap praktek bagi hasil mukhabarah dalam masyarakat. Khusunya bagi jurusan Hukum Ekonomi Syaria‟ah (HES) Fakultas Agama, Universitas Muhammadiyah Makassar
b. manfaat bagi petani
tujuan di lakukannya penelitian ini adalah untuk memahami lebih intensif mengenai sistem bagi hasil mukhabarah di kalangan petani di Desa Somba Palioi Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba.
2. Manfaat Teoritis
a. Manfaat bagi peneliti
menambah ilmu pengetahuan dan pola berpikir dalam berbagai hal yang terjadi di dalam masyarakat, sehingga mampu menjadi perubahan yang baik dalam masyarakat. Dan memberikan informasi tentang akad mukhabarah dalam masyarakat.
b. Manfaat bagi peneliti lain
Adapun manfaat bagi peniliti yang lain adalah dapat menjadikan sumber refensi.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori
1. Pengertian Muzara’ah
Pengertian muzara‟ah menurut bahasa, Al-muzara‟ah memiliki dua arti, yang pertama Al-muzara‟ah yang berarti Tharh Al-Zur‟ah (melemparkan tanaman), maksudnya adalah modal(Al-Hadzar). Makna yang pertama adalah makna yang kedua ialah makna yang hakiki secara etimologis berasal dari kata az-zar‟u yang berarti penanaman atau pengelolahan.
Adapun muzara‟ah secara terminologis adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, di mana pemilik memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu(presentase) dari hasil panen.4
Menurut Afzalur Rahman, mengemukakan bahwa muzara‟ah adalah sistem kerjasama antara pemilik lahan (tanah) dengan petani penggarap (pekerja) dengan ketentuan pemilik lahan menerima bagian tertentu yang telah ditetapkan dari hasil produksi, bisa ½ (setengah), 1/3 (sepertiga), atau ¼ (seperempat) dari petani penngarap berdasarkan kesepakatan dalam perjanjian dan pada umumnya pembayaran diberikan dalam bentuk dari hasil bumi.5
4
Dr.Mardani, Fiqh Ekonomi Islam(Cet.I;Jakarta:Kencana,2012)hal.204
5
Afsalur Rahman, Economic Doctrines Of Islam, Doktrin Ekonomi Islam,(Cet.Jakarta: Dana Bhakti Wakaf,1995),hal.260-621.
Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud sengan sistem bagi hasil adalah “perjanjian pengolahan tanah, dengan upah sebagian darin hasil yang diperoleh dari pengolahan tanah itu”6. Ahli lain memberikan definisi bahawa yang dimaksud dengan sistem bagi hasil di sebutnya mukharabah yakni satu pihak menyediakan modal dan pihak lain memanfaatkannya untuk tujuan-tujuan usaha, berdasarkan kesepakatan bahwa keuntungan dari usaha tersebut akan dibagi menurut bagian yang ditentukan. 7
Bertitik tolak dari beberapa pandangan yang dikemukakan atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan bagi hasil adalah pembagian keuntungan dari hasil usaha (kebun/tanah) antara pekerja (petani penggarap) dengan pemodal (pemilik lahan) karena pemilik lahan tidak memiliki lahan tidak memiliki kemampuan memproduktifkan lahannya, sehingga ia memberikan lahannya kepada orang lain untuk diproduktifkan dengan ketentuan bagi hasil atau mukaharabah. Di sini penulis menegaskan bahwa jika harta berupa tanah yang dipersewakan dengan sistem mukharabah di sebut muzara‟ah. Apabila yang dipekerjakan itu berupa kebun maka ia disebut dengan musaqa8
6
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam (Cet.II;Jakarta:Sinar Grafika,1996),hal. 61.
7
M.Nejatullah Siddiqi,Partnership and Profit Sharing in Islamic Law terjemah oleh Kemitraan Usaha dan Bagi Hasil Dalam Hukum Islam (edisi I; Cet. I;Jakarta:Dana Bhakti Yasa,1996),hal 8
8
9
2. Pengertian Mukhabarah
Mukhabarah adalah salah satu muamalah yang akadnya memiliki kesamaan dengan muzara‟ah baik dalam hal dasar hukum, syarat, dan rukunnya. Keduanya masih masa-masa dalam perdebatan para ulama. ada sebagian ulama yang membolehkan dan ada sebagian ulama yang tidak membolehkan. Namun dilihat dari manfaat yang diambil dari kedua akad tersebut maka secara syarat yang baik mukhabarah dan muzara‟ah boleh dilakukan sepanjang tidak ada maksud mencari keuntungan untuk diri sendiri dan upaya mempekerjakan orang lain tanpa diberi upah sedikitpun dari hasil kerjanya.
Perbedaan anatara muamalah yang bersifat mukhabarah dan muzara‟ah terletak dalam hal benih yang akan ditanam apakah benih menjadi tanggungan pemilik lahan atau menjadi tanggungan penggarap. dan akad muzara‟ah, pihak penggarap adalah yang meyediakan benih.
Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam akad mukharabah antara lain:
1. Para akid adalah mereka yang sudah cukup dewasa 2. Usahakan penggarap adalah.
3. Tanah garapan betul-betul dapat menghasilkan dan menguntungkan.
4. Akad mukhabarah harus jelas,tidak ada keraguan dan kecurangan.
hikmah yang dapat kita raih dalam melagsungkan akad muamalah yang bersifat mukhabarah paling tidak antara lain sebagai berikut
a. membuat peluang kerja
b. Mendidik manusia agar lebih memahami tentang ilmu pengetahuan dan kerja profesional.
c. Saling menghargai antara pemilik tanah dan penggarap tanah sangat mulia dan diridhai oleh Allah swt.
d. Memberi pelajaran agar manusia rajin bekerja.
3. Pengertian Musaqah
Musaqah secara etimologi, musaqah berarti transaksi dalam pengairan yang oleh penduduk madinah di sebut dengan al-mu‟amalah. secara terminologis fiqh,musaqah didefinisikan oleh para ulama fiqh dengan:
Penyerahan sebidang kebun pada petani untuk digarap dan dirawat dengan ketentuan bahwa petani mendapatkan bagian dari hasil kebun itu.”9
Ulama Syafi‟iyah mendefinisikannya dengan:
Mempekerjakan petani penggarap untuk menggarap kurma atau pohon anggur saja dengan cara mengairi dan merawatnya dan hasil kurma atau anggur itu dibagi bersama antara pemilik dengan petani penggarap”10 Dengan demikian, akad musaqah adalah sebuah bentuk kerjasama pemilik kebun dengan petani penggarap dengan tujuan agar kebun itu dipelihara dan dirawat sehingga memberikan hasil yang. maksimal.
Jumhur ulama fiqh, termasuk Abu Yusuf dan Muhammad Ibn Al-Hasan Asy-Syaibani, keduanya tokoh fiqh Hanafi, berpendirian bahwa akad musaqah
9
Amir Syarifuddin,Garis-Garis Besar Fiqh (Cet.I; Bogor: Kencana,2003), hal243
10
11
dibolehkan yang bersumber dari sebuah hadits dari „Abdullah Ibn Umar yang menyatakan:
“Bahwa Rasulullah SAW. melakukan kerjasama perkebunan dengan penduduk khaibar dengan ketentuan bahwa mereka mendapatkan sebagian dari hasil kebun atau pertanian itu”(HR. Al-Jama‟ah mayoritas pakar hadist)11
a. Rukun musaqah
Ulama Hanafiyah berpendirian bahwa yang menjadi rukun dalam musaqah adalah ijab dari pemilik tanah perkebunan dan qabul dari petani penggarap, dan pekerjaan dari pihak petani penggarap. sedangkan jumhur ulama yang terdiri dari ulama Malikiyah, Syafi‟iyah, dan Hanabilah berpendirian bahwa transaksi musaqah harus memenuhi lima rukun, yaitu12
1. Dua orang/pihak yang melakukan transaksi 2. Tanah yang dijadikan obyek musaqah
3. Jenis usaha yang akan dilakukan petani penggarap 4. Ketentuan mengenai pembagian hasil musaqah 5. Shigat (ungkapan) ijab dan qabul
b. Syarat Musaqah
Adapun syarat- syarat yang harus dipenuhi oleh masing-masing rukun adalah:13
11 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqhi, (Cet. I: Bogor: Kencana, 2003) hal.256 12 Nasun Haroen, Fiqh Muamalah, (Cet. Ke-2: Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007) hal.
275
13
1. Kedua belah pihak yang melakukan transaksi musaqah harus orang yang cakap bertindak hukum, yakni dewasa (akil baligh), dan berakal.
2. Obyek musaqah itu harus terdiri atas pepohonan yang mempunyai buah. 3. Tanah itu diserahkan sepenuhnya kepada petani penggarap setelah akad
berlangsung untuk digarapi, tanpa campur tangan pemilik tanah.
4. Hasil (buah) yang dihasilkan dari kebun itu merupakan hak mereka bersama, sesuai kesepakatan yang mereka buat, baik dibagi dua, dibagi tiga,dan sebagainya
5. lamanya perjanajian itu harus jelas
4. Perbedaan Musaqah, Muzara’ah dan Mukhabarah
Muzara‟ah sering sekali diidentifikasi dengan musaqah dan mukhabarah.
akan tetapi di antarannya memiliki perbedaan sebagai berikut:14
1) Musaqah merupakan kerjasama antara pemilik kebun atau tanaman dan pengelola atau penggarap untuk memelihara dan merawat kebun atau tanaman dengan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut kesepakatan bersama dan perjanjian itu disebutkan dalam akad.
2) sedangkan muzara‟ah dan mukhabarah mempunyai pengertian yang sama, yaitu kerjasama antara pemilik sawah atau tanah dengan penggarapannya,namun yang dipersoalkan di sini hnaya mengenai bibit pertanian pertanian itu. Muzara‟ah bibitnya berasal dari pemilik
14
13
lahan,sedangkan Mukhabarah bibitnya dari petani atau penggarap lahan pertanian itu sendiri yang diserahi lahan untuk ia garap.
B. Akad-akad Mukhabarah
Akad Mukhabarah bersifat mengikat, menurut ijma, berdasarkan kaidah luzum (perikatan) yang diambil dari ayat: Penuhilah akad itu QS.Al-Maidah/5:1. oleh karena itu, akadnya tidak akan gugur kecuali dengan taqayul (saling melepaskan diri dari akad) atau dengan persyaratan Khiyar, atau jika tanah sudah tidak produktif lagi. Akad Mukhabarah tidak akan gugur dengan kematian salah satu dari kedua pihak pelaku akad, sebagaimana akad-akad yang bersifat mengikat. jika pemilik tanah atau pekerja meinggal, maka ahli warisnya menggantikannya.15
1. Bentuk dan jenis Mukhabarah
Setiap perubahan dari satu pola ke pola hidup yang lain atau perubahan peradaban menuju peradaban yang baru, memerlukan adanya penyesuaian dalam institusi dan berbagai cara hidup secara menyeluruh. dengan kata lain, keinginan untuk mencapai perubahan dalam kehidupan, semua pendekatan yang sesuai dan memiliki relevansi dengan pola tingkah laku menusia-ekonomi, politik, sosial dan rohani, seharusnya dilaksananakan secara maksimal. perubahan yang dimaksud di atas adalah peralihan budaya materi menuju budaya Islam dan dapat terwujud dalam kehidupan ekonomi.
15
Jawad, Mughniyah Agus, Fiqh Imam Ja‟far As-Shiddiq (Jakarta: Penerbit Lentera, 2009), hal 588
Semua bentuk sistem bagi hasil yang dapat menyebabkan terjadinya kerjasama dan terwujudnya persatuan dan persaudaraan antara penggarap dan pemilik lahan dan jauh dari kemungkinan terjadinya perpecahan antara keduanya dibenarkan islam. sebaliknya semua bentuk sistem bagi hasil yang dapat menyebabkan timbulnya perselisihan di kalangan masyarakat atau mengganggu hak dari pihak tertentu dinyatakan tidak sah oleh Islam. sebagaimana yang pernah terjadi pada masa Rasulullah SAW, di mana tiga orang sahabat yang terkenal sebagai petani di masa Rasul meriwayatkan bahwa bentuk sistem bagi hasil yang mendorong seseorang untuk senantiasa hidup di atas keringat orang lain, dan melanngar hak-hak keadilan terhadap petani sangat di benci oleh Rasulullah Saw.16
Melalui sistem mukhabarah atau sistem bagi hasil kedua baelah pihak memungkinkan mencapai suatu tujuan,di samping mewujudkan ta’awwun atau saling tolong menolong yang menyebabkan kedua belah pihak memporeleh keuntungan dari hasil usaha yang dilakukan oleh pekerja (petani penggarap). dalam hal ini pekerja (petani penggarap) menggarap lahan seseorang karena kemampuannya untuk menggarap ada, sementara lahan tidak di milikinya.Sebaliknya ada orang yang punya lahan, namun tidak memiliki kemampuan untuk menggarapnya.
Di dalam fiqih islam terkenal tiga istilah untuk membicarakan hal pembagian hasil suatu kebun yang digarap atau diurus dua orang atau lebih,
16
Afsalur Rahman, Economic Doctrines Of Islam terjemah Doktrin Ekonomi Islam,hal 270
15
sedang salah satumya merupakan pemilik kebun (tanah). Istilah pertama musaqah, kedua Muzara’ah dan ketiga adalah mukhabarah.17
Uraian singkat tersebut menunjukkan bahwa bentuk dan jenis pengelolahan kebun adalah musaqah, muzara’ah dan mukhabarah. Adapun musaqqah adalah seorang pemilik kebun menyerahkan pemilik kebunnya pada seorang tukang kebunatau petani dan bagi hasil.18 Adapun muzara’ah adalah semacan musaqqah tetapi benih maupun biaya-biaya yang berkenaan dengan tanaman itu kepunyaan penggarapsatu-satunya dari pemilik adakah tanah (kebun)nya.19 sedangkan mukhabarah adalah semacam muzara’ah tetapi benih diusahakan oleh sipemilik tanah, sedang penggarap hanya garapannya saja.20
Jika dianalisa bentuk ketiga pengolahan tanah diatas,tergambar bentuk dan jenis sistem bagi hasilpun mengikuti ketiga bentuk pengolahan tanah tersebut. sebagai contoh, misalnya pengolahan tanah (kebun) menerapkan sistem musaqah di mana pemilik tanah (kebun) bekerja sama segala-galanya dengan penggarap. Artinya bahwa segala hal yang berkenaan pengurusan kebun, baik benih, pupuk dan lain-lainnya ditangguang bersamaan antara pemilik dan penggarap,maka jenis bagi hasil ini termasuk bentuk fifty-fifty (satu-satu) atau bagi dua antara penggarap dengan pemilik tanah atau kebun.
Bentuk kedua, yakni sistem muzara’ah, di mana benih yang tanam serta keperluan lainnya berupa pupuk dan lainnya itu ditanggung penggarap, dan bagi
17
Hasbullah bakry, Pedoman Islam Indonesia(Cet.V; Jakarta,UI-Press, 1990),hal. 284-285
18
Hasbullah Bakry,Pedoman Islam Indonesia, (Cet.V; Jakarta,UI-Press, 1990) hal. 284
19
Hasbullah Bakry,pedoman Islam Indonesia,( Cet.V; Jakarta,UI-Press, 1990) hal .285
20
pemilik kebun hanya menganngung lahan (kebunnya), maka hasil produksinya harus dibagi separuh misalnya (sepertiga) 1/3 untuk pemilik kebun dan (duapertiga) 2/3 untuk penggarap kebun. Dan ketiga adalah bentuk mukhabarah, yakni kebalikan dengan sistem muzara’ah. Bentuk mukhabarah ini segala yang berkenaan dengan kebun dan benihnya ditanggung sepenuhnya pemilik tanah dan petani peggarapnya hanya menggarap saja. Maka jenis dan bentuk bagi hasilnyapun hendak berbalik, yakni penggarap dapat (1/3) dan pemilik kebun mendapat bagian dua pertiga (2/3),dan ketiga bentuk dan jenis bagi hasil itu pun harus sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak yakni penggarap dan pemilik kebun.
Pembagian hasil kepada pihak penggarap bervariatif, yakni sesuai dengan adat kebiasaan yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, ada yang setengah, sepertiga atau lebih dari itu. Namun yang tidak kalah pentingnya dalam tiga bentuk dan jenis pengolahan kebun tersebut adalah terjalinnya kesepahaman atau kesepakatan antara petani penggarap dengan pemilik lahan atau kebun. Hanya saja, Islam menganjurkan agar hasil kesepahaman atau kesepakatan yang telah menjadi perjanjian kedua belah pihak hendaknya ditulisagar tidak mudah di lupakan atau dihianati.
Allah berfirman dalam QS,AL-Baqarah/2:282
ِقَّتَْٛن َٔ ُّق َحْنا َِّْٛهَع ِ٘زَّنا ِمِهًُْْٛن َٔ ْتُتْكَْٛهَف ۚ ُ َّاللَّ ًََُّّهَع بًََك َتُتْكَٚ
َس َ َّاللَّ
بًِٓٛفَس ُّق َحْنا َِّْٛهَع ِ٘زَّنا ٌَبَك ٌِْإَف ۚ بًئَْٛش ُُِّْي ْس َخْجَٚ َلَ َٔ َُّّث
ۚ ِلْذَعْنبِث ُُِّّٛن َٔ ْمِهًُْْٛهَف َُْٕ َّمًُِٚ ٌَْأ ُعٛ ِطَتْسَٚ َلَ َْٔأ بًفٛ ِع َض َْٔأ
َف ٍَِْٛه ُج َس بََُٕكَٚ ْىَن ٌِْإَف ۖ ْىُكِنب َجِس ٍِْي ٍَِْٚذَِٛٓش أُذِْٓشَتْسا َٔ
ٌم ُج َش
17
َشِّكَزُتَف بًَُْاَذ ْحِإ َّم ِضَت ٌَْأ ِءاَذَُّٓشنا ٍَِي ٌَ ْٕ َض ْشَت ًٍَِّْي ٌِبَتَأ َشْيا َٔ
إُيَأْسَت َلَ َٔ ۚ إُعُد بَي اَرِإ ُءاَذَُّٓشنا َةْأَٚ َلَ َٔ ۚ ٰٖ َش ْخُ ْلْا بًَُْاَذ ْحِإ
َأ ْىُكِن َٰر ۚ ِِّه َجَأ َٰٗنِإ ا ًشِٛجَك َْٔأ ا ًشٛ ِغ َص ُُِٕجُتْكَت ٌَْأ
ِ َّاللَّ َذُْ ِع ُطَسْق
ًح َش ِضب َح ًح َسب َجِت ٌَُٕكَت ٌَْأ َّلَِإ ۖ إُثبَت ْشَت َّلََأ ََْٰٗدَأ َٔ ِحَدبََّٓشهِن ُو َْٕقَأ َٔ
بَُْٕجُت ْكَت َّلََأ ٌحبَُ ُج ْىُكَْٛهَع َسَْٛهَف ْىُكََُْٛث بَََٓٔ ُشِٚذُت
ۗ
اَرِإ أُذِْٓشَأ َٔ
َلَ َٔ ٌتِتبَك َّسب َضُٚ َلَ َٔ ۚ ْىُت ْعَٚبَجَت
ۖ َ َّاللَّ إَُُّتا َٔ ۗ ْىُكِث ٌٌُٕسُف ََُِّّإَف إُهَعْفَت ٌِْإ َٔ ۚ ٌذَِٛٓش
ٌىِٛهَع ٍء َْٙش ِّمُكِث ُ َّاللَّ َٔ ۗ ُ َّاللَّ ُىُكًُِّهَعُٚ َٔ
Terjemahnya :“Dan hendaklah seorang di antara kamu menuluskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu adalah orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang laki-laki (di antaramu). jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang yang mengingatkannya. janganlah saksi-saksiitu enggan (memberi keterangan ) apabila mereka di panggil; dan janganlah kamu jenu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu pembayarannya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (tulislah mu‟amalahmu itu), kecuali jika mu‟amalahmu itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksianlah apabila kamu berjual; Dan janganlah penulis dan saksi saling menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah maha mengetahui segala sesuatu “21
Ayat di atas mengindikasikan bahwa dalam urusan mu‟amalah dibolehkan sistem sewa-menyewa.22, hutang piutang namun harus ditulis dan disaksikan oleh dua orang laki-laki atau seorang lelaki dan dua orang perempuan. Hal ini
21 Departemen Agama RI,Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: Toha Putra, 1989),
hal. 70
22
Sewa menyewa yang di maksud dalam ayat tersebut adalah menyewa milik orang lain untuk kemudian bagi hasil sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak
dimaksudkan agar perjanjian yang telah disepakati itu tidak mudah dilupakan, sebab bila seorang lupa, yang lainnya (saksi lain) masih ingat.
Jika keterangan singkat diatas dijadikan ukuran untuk menarik suatu kesimpulan, maka dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk bagi hasil adalah” musaqah (saling memberi bagian), muzar’ah (saling bantu pertanaman), dan mukhabarah (saling beritahukan pertumbuhan kebun)” ataupun sistem baru lagi yang tidak kontradiktif dengan nilai-nilai mu‟amalah. sedangkan jenis-jenis bagi hasilnya adalah fifty-fifty (satu-satu) atau bagi dua antara penggarap dengan pemilik tanah atau kebundan lainnya itu ditanggung penggarap dan terakhir sepertiga untuk penggarap lahan dan dua pertiga untuk pemilik lahan, disebabkan segalanya ditanggung pemilik sendiri dan penggarap hanya menggarap saja.
2. Rukun Mukhabarah
1) Aqidain (dua orang yang bertransaksi), yaitu pemilik dan pekerja atau penggarap
2) Objek transaksi, yaitu sesuatu yang disepakati dalam Muzara‟ah meliputi pohon, tanaman pertanian, dan bagian masing-masing.
3) Shigat. Mukhabarah di anggap sah dengan semua lafal yang menunjukkan arti yang dimaksud (akad)23
3. Syarat-syarat Mukhabarah
Adapun syarat-syarat Mukhabarah, menurut jumhur ulama sebagai berikut:
23
Muhammad Abdullah dan Ibrahim Mahmud, Ensiklopedia FIQH Muamalah Dalam
19
1) Syarat yang menyangkut orang yang berakad, keduanya harus baliq dan berakal
2) Syarat yang menyangkut benih yang akan ditanam harus jelas sehingga benih yang akan ditanam itu jelas dan akad menghasilkan.
3) Syarat yang menyangkut tanah pertanian sebagai berikut:
a. menurut adat dikalangan petani, tanah ini boleh digarap dan menghasilkan jika tanah ini tanah tandus dan kering sehingga tidak memungkinkan untuk dijadikan tanah garapan, maka mukhabarah tidak sah
b. Batas-batas tanah itu jelas
c. Tanah ini diserahkan sepenuhnya kepada petani untuk digarap. apabila disyariatkan bahwa pemilik tanah ikut mengolah pertanian itu maka mukhabarah tidak sah.
4) Syarat-syarat yang menyangkut dengan hasil panen sebagai berikut: a. Pembagian hasil panen bagi masing-masing pihak harus jelas.
b. Hasil itu benar-benar milik bersama orang yang berakad, tanpa boleh ada pengkhususan.
c. Pembagian hasil panen ini ditentukan : setengah, sepertiga, atau seperempat, sejak awal akad, sehingga tidak timbul perselisihan di kemudian hari, dari dan penetuannya tidak berdasarkan jumlah tertentu secara mutlak, seperti satu kwintal, atau satu karaung, karena kemungkinan seluruh hasil panen jauh di bawah itu atau dapat juga jauh melampaui jumlah itu.
5) Syarat yang menyangkut jangka waktu harus juga dijelaskan dalam akad sejak mula, karena akad mukhabarah mengandung makna akad ijarah (sewa-menyewa atau upah-mengupah) dengan imbalan sebagai hasil panen. Oleh sebab itu, jangka waktu biasanya di sesuaikan dengan adat setempat. Dan untuk objek akad, jumhur ulama membolehkan mukhabarah mensyaratkan juga harus jelas, baik berupa jasa petani, maupun pemanfaatan tanah. Sehingga benihnya dari petani
4. Dasar- dasar mukhabarah menurut para ulama
Iman Muslim meriwayatkan sebuah hadist yang menjadi dasar hukum diperbolehkannya melakukan mukhabarah, yaitu:
Artinya:
” Dari Thawus ra bahwa ia suka bermukhabara.Amru berkata: lalu aku katakan padanya, ya Abu Abdurrahman, kalau engkau tinggalkan mukhbarah ini,nanti mereka mengatakan bahwa Nabi Saw telah melarang mukhabarah, lantas Thawus berkata: hai Amr,terlah menceritakan kepadaku orang yang sungguh-sungguh mengetahui akan hal itu, yaitu Ibbnu Abbas bahwa Nabi saw tidak melarang mukhabarah itu,hanya beliau berkata: seseorang memberi manfaat kepada saudaranya lebih baik daripada ia mengambil manfaat dari saudaranya itu dengan upah tertentu “(HR.Muslim)24
Hadits ini menjelaskan mengenai praktek mukhabarah yang dilakukan oleh sahabat Rasulullah. berdasarkan apa yang mereka lakukan tersebut, dapat kita lihat bahwa rasulullah sama sekali tidak melarang dilakukannya mukhabarah, karena sebagaimana yang kita ketahui, bahwasanya semua jenis muamalah diperbolehkan hingga ada dalil yang melarangnya. oleh karena itu, hukum melakukan mukhabarah sendiri adalah mubah (boleh), dengan catatan apa yang
24
Misbahu Munir, Ajaran-Ajaran Ekonomi rasullah (kajian Hadits Nabi dalam Perspektif Ekonomi), (Malang: UIN-Malang Press, Cet, I,2007),hal 40
21
dilakukan tersebut dapat memberikan manfaat yang baik kepada sesama atau berlandaskan keinginan untuk menolong tanpa adanya tujuan lain dengan maksud merugikan atau menipu.
hadits lainnya lainnya yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum untuk diperbolehkannya melakukan mukhabarah adalah sebagai berikut:
Abdullah Ibnu Umar ra. ia berkata:““Bahwa Rasulullah SAW. melakukan kerjasama perkebunan dengan penduduk khaibar dengan ketentuan bahwa mereka mendapatkan sebagian dari hasil kebun atau pertanian itu”(HR. Al-Jama‟ah mayoritas pakar hadist)25
Dengan demikian, ibnu Hazm hanya memperbolehkan konsep “menyewakan tanah kepada orang lain dengan imbalan setengah atau sepertiga dari hasil panen “ atas lahan pertanian, dan jika lahan pertanian tersebut mengalami kegagalan panen, maka orang yang menyewakan itu tidak mendapat apapun
Setelah melihat beberapa pendapat para ulama‟ tentang praktek mukhabarah di atas, maka ada hal-hal yang diperbolehkan dan dilarang dalam praktek mukhabarah tersebut, yaitu sebagai berikut:
25
a. Mukhabarah yang diperbolehkan
Dalam mukhabarah yang mana telah disebutkan ketentuan-ketentuanya dalam fiqih, maka hal-hal yang dibolehkan dalam mukhabarah adalah sebagai berikut:
1. Perjanjian kerjasama dimana tanah milik satu pihak, peralatan pertanian, benih dan tenaga dari pihak lain, keduanya menyetujui bahwa pemilik tanah akan memperoleh bagian tertentu dari hasil 2. Kedua belah pihak sepakat atas tanah, benih, perlengkapan pertanian
dan tenaga serta menetapkan bagian masing-masing yang akan diperoleh dari hasil.
3. Keuntungan yang diperoleh jelas pembagiannya menurut kesepakatan, dalam ukuran angka persentase, bukan dalam bentuk angka mutlak yang jelas ukuranya.
4. Segala keperluan untuk memelihara tanaman diserahkan kepada penggarap
5. Kedua belah pihak dalam akad telah dewasa dan sehat akalnya serta tanpa paksaan darimanapun.26
b. Mukhabarah yang dilarang
Dalam Mukhabarah yang dilarang salah satunya adalah jika bagiannya dutentukan dalam jumlah tertentu berdasarkan hasil luas tertentu yang hasilnya menjadi miliknya, sedangkan sisanya untuk penggarap atau dipotong secukupnya.
26
23
Maka dalam keadaan seperti ini dianggap fasid karena mengandung gharar dan dapat membawa kepada perselisihan. Al-Bukhori meriwayatkan dari Rafi‟bin al Khudaij, berkata: “Dahulu kami termasuk orang yang paling banyak menyewakan tanah untuk digarap. Waktu itu kami menyewakan tanah yang sebagian hasilnya yang disebut pemilik tanah. Kadang-kadang untung dan kadang-kadang tidak memberikan untung. Lalu kami dilarang”27
Selain hal di atas, hal-hal dibawah ini juga dilarang dalam mukhabarah yaitu:
1. Perjanjian yang menetapkan sejumlah hasil tertentu yang harus diberikan kepada pemilik tanah, yaitu suatu syarat yang menentukan bahwa apapun dan berapapun hasilnya, pemilik tanah tetap menerima lima atau sepuluh mound dari hasil panen.
2. Hanya bagian lahan tertentu yang berproduksi, misalkan bagian utara atau selatan, maka bagian tersebut diperuntukan bagi pemilik tanah.
3. Penyerahan tanah kepada seseorang dengan syarat tanah tersebut akan tetap menjadi miliknya jika sepanjang pemilk tanah masih menginginkannya dan akan menghapuskan kepemilikannya manakala pemilik tanah menghendaki.
4. Ketika petani dan pemilik tanah sepakat membagi hasil tanah tapi satu pihak menyediakan bibit dan pihak lainya menyediakan alat-alat pertanian. Misalnya pihak pertama pemilik tanah, pihak kedua bertangunggung jawab atas benih, pihak ketiga bertanggung jawab atas alat-alat pertaniaan.
27
Adanya hasil panen lain (selain daripada yang ditanam di ladang itu) harus dibayar oleh satu pihak sebagai tambahan kepada hasil pengeluaran tanah
5. Zakat Dalam Mukhabarah
Zakat ialah nama atau sebutan dari suatu hak Allah swt yang dikeluarkan sesorang kepada fakir miskin. Dinamakan zakat karena di dalamnya terkandung harapan untuk memperoleh berkat, membersihkan jiwa dan memupuknya dengan pelbagai kebaikan.
Kata-kata zakat itu arti aslinya ialah tumbuh, suci dan berkah. Firman Allah swt: QS, At-Taubah:103
َكَت َلََص َّنِإ ۖ ْمِهْيَلَع ِّلَص َو اَهِب ْمِهيِّكَزُت َو ْمُهُرِّهَطُت ًةَقَدَص ْمِهِلا َوْمَأ ْنِم ْذُخ
ٌميِلَع ٌعيِمَس ُ َّاللَّ َو ۗ ْمُهَل ٌنَكَس
Terjemahnya
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.“ 28
Allah mewajibkan kepada orang yang diberikan kelebihan rejeki dengan mengeluarkan zakat dan dianjurkan melakukan ibadah sosial lainya seperti infaq dan shodaqah jariyyah. Penegasan agar memenuhi keadilan sosial adalah suatu perintah agama, bukan sekedar acuan etik atau dorongan moral belaka. Konsepsi keadilan sosial ekonomi yang Islami mempunyai ciri khas dari konsep ekonomi
28
Departemen Agama RI. Alqur‟an dan terjemahnya (Semarang :Toha Putra, 1989), hal 203
25
lain yaitu; Keadilan sosoial dilandasi prinsip keimanan, manusia sebagai kholifah dianugerahi pemilikan sebagai karunia-Nya.
Dalam zakat, terdapat beberapa unsur yang telah dijelaskan oleh para ulama‟, sebuah unsur yang dapat mencirikan zakat:
a. Waktu pembayaran zakat, Islam mengetahui waktu-waktu yang tepat untuk mengeluarkan zakat, zakat harta perdangangan misalnya, dikeluarkan setahun setelah harta tersebut dikuasai oleh pemiliknya, selain itu juga merupakan kelebihanatas kebutuhan pokok yang ada. Zakat pertanian dibayarkan setelah panen dituai, begitu juga dengan barang tambang.
b. Kewajiban zakat bersifat absolut dan tidak berubah secara terus menerus. Harta yang wajib dizakati sudah ditentukan, begitu juga dengan kadar yang harus dibayarkan. Kewajiban itu bersifat mutlak dan berlaku sampai akhir zaman, tidak seorangpun berhak mengubahnya. Berbeda dengan pajak, besar beban dan objeknya bisa berubah sesuai dengan kebijakan penguasa.
c. Keadilan, dalam arti adil dalam pendistribuan maupun pengambilan harta yang menjadi objek zakat.
Segala yang dihasilkan bumi harus dikeluarkan zakatnya, dengan demikian hasil pertanian dan tumbuh-tumbuhan wajib dikeluarkan zakatnya ketika panen dan tidak usah menunggu masa satu tahun. Seperti diriwayatkan Nabi, hasil pertanian yang kurang dari lima wasaq tidak wajib zakat (sekitar 563 kg) dan ini menjadi nishabnya, zakat yang harus dikeluarkan sebesar 5% jika
menggunakan irigasi, namun jika tidak, zakatnya sebesar 10%. Untuk buah-buahan juga sama adanya, baik nishab maupun zakat yang harus dikeluarkan. Nisab zakat pertanian dan buah-buahan adalah Nisabnya 5 Wasaq,
Zakat dalam mukhabarah diwajibkan atas yang punya tanah, karena hakikatnya dialah yang bertanam, petani hanya mengambil upah hasil bekerja. Penghasilan yang didapat dari upah tidak wajib dibayar zakatnya. Kalau benih dari keduanya, zakat diwajibkan atas keduanya, diambil dari jumlah pendapatan sebelum dibagi.
Menurut Yusuf Qardawi, bila pemilik itu menyerahkan penggarapan tanahnya kepada orang lain dengan imbalan seperempat, sepertiga, atau setengah hasil sesuai dengan perjanjian, maka zakat dikenakan atas kedua bagian pendapatan masing-masing bila cukup senisab. Bila bagian salah seorang cukup senisab, sedangkan yang tidak cukup senisab tidak wajib zakat. Tetapi imam Syafi‟i berpendapat bahwa keduanya dipandang satu orang, yang oleh karen itu wajib secara bersama-sama menanggung zakatnya bila jumlah hasil sampai 5 wasaq: masing-masing mengeluarkan 10% dari bagiannya29
6. Faktor-faktor terjadinya Bagi Hasil Mukhabarah
Allah swt. Menciptakan bumi demi kebaikan semua makhluknya, termasuk manusia, agar semua manusia dapat menikmati buah dan dan hasilnya. Allahlah yang membentangkan bumi demi kebaikan ciptaan-Nya, yang didalamnya terdapat beraneka ragam buah-buahan dan pepohonan yang dapat
29
Yusur Qardawi, Figh al-Zakat(Hukum Zakat).terjemah : Salman Harun(et al)(Bogor:Pt Pustaka Litera Antar Nusa,1993),Cet,ke-3,hal 375
27
menghasilkan kehidupan yang baik. Dia-lah yang memberikan rezeki kepada makhluk-Nya,Dia-lah yang menciptakan tanah untuk kepentingan makhluk-Nya yang bernama manusia demi memperoleh kebutuhan hidupnya.
Ketentuan Al-Qur‟an mengenai hak milik tanah dengan tegas menguntungkan petani. Menurut Al-Qur‟an tanah harus menjadi milik bersama dan pemanfaatannya pun hanya bagi masyarakat.30Sedangkan bagi mereka (masyarakat) yang tidak punya kemampuan untuk memproduktifkan tanahnya, dapat dimanfaatkan melalui kerjasama kepada orang lain yang tidak memiliki lahan.
Dalam undang-undang Nomor 2 Tahun 1960 pasal 1 yang di kemukakan oleh Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis bahwa :
“Perjanjian bagi hasil ialah perjanjian dengan nama apaupun juga yang diadakan antara pemilik pada satu pihak dan seseorang atau badan hukum pada pihak lain yang didalam undang-undang ini di sebut (penggarap) berdasarkan perjanjian mana penggarap diperkenankan oleh pemilik tersebut untuk menyelenggarakan usaha pertanian di atas tanah pemilik, dengan pembagian hasilnya antara kedua belah pihak.31
Bagi hasil berdasarkan para pakar hukum islam merupakan suatu perjanjian di mana seseorang memberi harta kepada orang lain berdasarkan prinsip dagang di mana keuntungan yang diperoleh akan dibagi berdasarkan proporsi yang telah disetujui. Oleh karena itu, dalam pengolahan tanah (kebun/lahan) apapun bentuknya, baik muzara’ah, mukhabarah dan musaqah harus di lakukan mukhabarah (bagi hasil) sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
30 M. Abdul Mannan, teori dan praktek Ekonomi Islam (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima
Yasa, 1997),hal 77
31
Timbulnya bagi hasil pada dasarnya dilatar belakangi adanya sistem kepemilikan tanah, di mana sebagian orang yang mungkin karena nenek moyangnya dahulu telah menjual tanahnya, sehingga tidak ada diwariskan kepada anak dan cucu-cucunya. Peristiwa jual beli tanah inilah yang menyebabkan masyarakat sekarang ini ada yang tidak memiliki tanah sama sekali.sementara dipihak lain ada yang memiliki tanah (lahan) karena ketidaksukaan nenek moyang mereka menjual tanahnya, atau karena dia sendiri yang membeli tanah kepada orang lain.
Selain faktor tersebut, juga faktor terjadinya sistem kekuasaan sehingga siapa yang berkuasa itulah tuan tanah (pemilik tanah) sepanjang tanah (wilayah) kekuasaannya. Sementara terdapat orang-orang disekitarnya yang tidak memiliki sedikitpun tanah. Maka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ia harus bekerja keras, salah satu diantaranya adalah menjadi pekerja atas tuan tanah atau penguasa itu.
Faktor tersebut menimbulkan adanya kepemilikan tanah dan penggarap tanah dan pemilik (bukan penggarap) serta penggarap (bukan pemilik). Artinya bahwa pemilik penggarap adalah punya lahan dan digarapnya sendiri. sedangkan pemilik (bukan penggarap) adalah dia hanya memiliki lahan tersebut tetapi tidak digarap sendiri melainkan menyerahkan kepada orang lain untuk digarap. Dengan demikian lahirlah kerjasama antara pemilik tanah dan petani penggarap dengan perjanjian bagi hasil32
32
M. Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam (Dana Bhakti, 1997) hal,102-103
29
Jika paradigma diatas dianalisa, menunjukkan bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya sistem bagi hasil dalam produksi pertanian adalah karena adanya sistem penguasaan atas tanah di satu pihak dan ketiadaan lahan bagi pihak lain. Oleh karena itu, pihak yang tidak memiliki lahan memiliki kemampuan untuk mengolah lahan, sementara pihak yang memiliki lahan tidak memiliki kesanggupan untuk menggarap lahannya, sehingga pemilik lahan memberikan lahannya kepada petani penggarap untuk diolah dengan sistem bagi hasil
7. Berakhirnya mukhabarah
Beberapa hal yang menyebabkan berakhirnya dan mukhabarah antara lain adalah:
1. Telah habis jangka waktu yang disepakati dalam perjanjian;
2. Salah satu pihak meninggal dunia.Ini berdasarkan pendapat orang yang mengategorikannya sebagai tidak boleh (tidak mengikat). Adapun berdasarkan pendapat yang mengategorikannya sebagai transaksi yang mengikat, maka ahli waris atau walinya yang menggantikannya.
3. Adanya uzur. Menurut ulama Hanafiyah, di antara uzur yang menyebabkan batalnya akad, yaitu :
a. Tanah garapan terpaksa dijual, karena harus membayar hutang; b. Pengelola tidak dapat mengelola tanah, hal ini dapat terjadi
c. Terjadi pembatalan akad karena alasan tertentu, baik dari pemilik tanah maupun dari pihak petani penggarap.33
8. Hikmah Mukhabarah
Sebagai orang ada yang mempunyai binatang ternak. Dia mampu untuk menggarap sawah dan dapat mengembangkannya, tetapi tidak memiliki tanah. Adapula orang yang memiliki tanah yang subur untuk ditanami tapi tidk punya binatang ternak dan tidak mampu menggarapnya. Kalau dijalin kerjasama antara mereka,dimana yang satu menyerahkan tanah dan bibit, sedangkan yang lain menggarap dan bekerja menggunakan binatangnya dengan tetap mendapatkan bagian Masing-masing,maka yang terjadi adalah kemakmuran bumi, dan semakin luasnya daerah pertanian yang merupakan sumber kekayaan terbesar.
Berdasarkan hal itu, ada beberapa hal yang dapat kita jadikan hikmah dengan melakukan mukhabarah ini, di antaranya:
1) Muzara‟ah dan mukhabarah ini ditujukan untuk menghindari adanya
kepemilikan lahan namun kurang dapat dimanfaatkan karena tidak adanya pihak yang mengelola.
2) Dapat dijadikan sebagai sarana tolong menolong di antara sesama,
terutama dalam menolong orang-orang yang tidak memiliki perkerjaan namun mempunyai kemampuan khusus di bidang perkebunan
3) Selain untuk sarana tolong menolong, mukhabarah juga akan memberikan
keuntungan kepada kedua belah pihak melalui pembagian hasil panen
33
31
BAB III
METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah dengan menggunakan metodologi kualitatif. Metodologi kualitatif menurut pengertiannya adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami olehsubjek penelitian misalkan pelaku, persepsi, motivasi, tindakan dll, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.34 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif analisis. Yaitu suatu metode penelitian yang nantinya akan menjelaskan kondisi atau peristiwa yang terjadi sekarang ini, dengan tujuan untuk membuat deskriptif (penggambaran) secara sistematis, faktual dan akurat berdasarkan fakta, serta hubungannya antara fenomena yang ingin diselidiki.
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian yang penulis lakukan ini dapat dikategorikan sebagai penelitian kualitatif, yaitu suatu penelitian yang lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan serta pada analisis terhadap hubungan antar fenomena yang diamati
34
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitataif, (Bandung: PT. Remaja Rodakarya, 2006), hal.6
dan lebih ditekankan pada usaha menjawab pertanyaan penelitian melalui cara-cara berfikir formal dan argumentatif.
B. Lokasi dan Objek Penelitian
Peneliti akan melakukan peneletian di Desa Somba Palioi Kecematan Kindang Kab. Bulukumba adapun waktu penelitian dilakukan selama 1 bulan, dan adapun objek penelitian saya adalah pemilik ladang dan petani/buruhtani atau penggarap. Yang menggunakan mukhabarah
C. Fokus dan deskriptif penelitian
1) Fokus Penelitian
Fokus penelitian merupakan suatu penentuan konsentrasi sebagai pedoman suatu penelitian dalam upaya mengumpulkan dan mencari informasi serta bagaimana penerapan mukhabarah di kalangan petani di Desa Somba Palioi kecamatan kindang Kabupaten Bulukumba, dan bagaimana menurut tinjauan hukum Islam terhadap praktek mukhabarah di kalangan petani yang ada di Desa Somba Palioi Kecamatan Kndang Kabupaten Bulukumba,
2) Deskriftif Penelitian
Deskrftif mukhabarah adalah akad kerjasama antara pemilik sawah atau tanah dengan petani penggarap, di mana pemilik tanah memberikan tanah kepada petani penggarap untuk di garap dan bibit atau benihnya itu di tanggung oleh si penggarap. Adapun pembagian dari hasil sawah atau tanah garapan itu tergantung dari hasil kesepatan tertentu.misalnya sepertiga, sepertiga
33
D. Jenis dan Sumber Data
1. Data primer
Data primer merupakan informasi yang diperoleh dari responden melalui wawancara yang dilakukan kepada para pihak secara langsung serta observasi langsung yang di temukan penulis di lapangan.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data penunjang penelitian yang diperoleh dari berbagai sumber untuk penelitian. Data sekunder diperoleh dalam bentuk sudah jadi(tersedia) melalui publikasi dan informasi yang dikeluarkan berbagai organisasi atau perusahaan atau junal penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah semua alat yang digunakan untuk mengumpulkan, memeriksa, menyelidiki suatu masalah, menyajikan data-data secara sistematis serta objektif dengan tujuan memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis instrument penelitian digunakan untuk mengukur nilai variable yang akan di teliti. Adapun instrumen dalam penelitian ini adalah penelitian sendiri alat perekam dan alat tulis untuk mencatat hasil-hasil wawancara dengan para informan serta data atau keterangan yang terkait dengan topik pembahasan yang diusung.
F. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, serta untuk membahas permasalahan yang ada, maka penulis menggunakan observasi, wawancara (interview) dan telaah dokumen sebagai teknik pengumpulan data.
1. Observasi
Observasi di sini yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung kepada masyarakat yang akan dijadikan objek penelitian. Tujuan penulis dalam hal ini adalah untuk mencari tahu mengenai keadaan yang sebenarnya dalam praktek kerja sama yang terjadi di tengah masyarakat di Desa Somba Palioi Kecematan Kindang Kab. Bulukumba
2. Wawancara (interview)
Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara (interview) dengan memilih beberapa narasumber dari pihak pemilik lahan dan pengelola yang cakap dan berkompeten pada bidangnya untuk memberikan keterangan dalam hal kegiatan sewa menyewa tanah di Desa Somba Palioi Kecematan Kindang Kab. Bulukumba
3. Dokumentasi
Adalah pengumpulan bukti dan keterangan seperti rekaman,kutipan materi,dan berbagai bahan referensi lainnya yang berada di lokasi penelitian dan dibutuhkan untuk memperoleh data yang valid
35
G. Teknik dan Analisis Data
Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah, karena dengan menganalisis data tersebut dapat diperoleh arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian.
Analisis data adalah proses menyusun data agar data tersebut ditafsirkan. Menyusun berarti menggolongkannya ke dalam pola, tema atau kategor. Berikut adalah langkah-langkah model analisis data Miles dan Huberman menyatakan sebagai berikut:
1. Reduksi data, data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya sangat banyak, umtuk itu maka perlu dicatat secara teliti dn rinci. Seperti telah dikemukakan, maka lama peneliti ke lapangan, maka jumlah dfata makin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis dan melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting. Dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakmukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
2. Display data, setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data, penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori. Kategori flowchat dan sejenisnya. Dengan mendisplaykan data maka akan memudahkan untuk
memahami apa yang terjdi, merncanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.
3. Penarikan kesimpulan atau Verication, kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten pada saat penelitian kembali di lapangan maka kesimpulan yang diperoleh merupakan kesimpulan yang kredibel.
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian
1. Sejarah Desa
Desa Somba Palioi adalah sebuah Desa yang berada di antara Sungai Bijawang dan Sungai Palioi. yang merupakan pemekaran dari Desa Benteng Palioi Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba pada tahun 2011, ( pada waktu itu ) dan Pada hari Selasa tanggal 27 bulan Desember tahun 2011 dimekarkan menjadi Desa Somba Palioi Kecamatan Kindang.diantara kepemingpinan yang pernah menjabat dan memimpin sampai sekarang yaitu:
PLT Kepala Desa Somba Palioi adalah
Kepala Desa Somba Palioi yang pertama adalah
PLT kepala Desa somba Palioi
Kepala Desa Somba Palioi yang kedua Bpk. Akhmad Rizal, St Bpk. Ikhwan, S.Pd.I H.A.Awaluddin,S.sos,M.si Hj.A.sukayati 2011-2012 2012 – 2015 2016-2018 2018-sekarang
Pada waktu mulai pemekaran Desa Somba Palioi terbagi menjadi 6 (Enam ) Rukun Warga dan 12 ( Dua belas ) Rukun Tetangga dan dibagi menjadi 3( Tiga ) Dusun.
Desa Somba Palioi merupakan salah satu Desa dari Tiga belas (13) desa dan Kelurahan yang ada di Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba Desa Somba Palioi terdiri ata Tiga (3) dusun yakni Dusun Dusun Balleangin, Dusun Pabbontoan dan Dusun Buhunbatua. Desa Somba Palioi adalah Hasil pemekarang dari Desa Benteng Palioi Kec. Kindang Kab. Bulukumba.Dalam sejarah perjalanannya, Somba Palioi sebelum terbentuk menjadi sebuah wilayah Desa, telah diatur dan dipimpin oleh seorang kepala Desa Induk yang bernama:
1.Andi Tanra ( Kepala Desa Mattirowalie I )
2.Andi Gandis ( Kepala Desa Mattirowalie II )
3. N Salahuddin ( Kepala Desa Mattirowalie III )
4.Abd Fattah Baso ( Kepala Desa Mattirowalie IV )
Pada masa Pemerintahan Abdul Fattah Baso inilah mulai tumbuh ide-ide cemerlang dari tokoh-tokoh adat, pemuka masyarakat serta tokoh agama dan pemuda palioi untuk memisahkan diri dari wilayah Desa Mattirowalie. Dasar pemikiran sehingga para Tokoh ini ingin berpisah dari Desa induk Mattirowalie adalah Selain letak geografisnya sangat mendukung, luas wilayah serta penduduk yang telah memenuhi persyaratan terbentuknya sebuah desa baru, juga karena pertimbangan adat. Dimana sebelum Desa induk dan Desa hasil pemekaran
39
terbentuk, hampir semua tokoh yang pernah memimpin, lahir dan berada pada wilayah Palioi. Pada tahun sebelum Indonesia merdeka, Komunitas masyarakat Palioi telah dipimpin oleh seorang To‟do ( Sebutan seorang Kepala Desa ) dimasa itu.
Berikut nama-nama para tokoh yang pernah menjadi To‟do dan berkuasaDi tanah Palioi.
Tahun To‟do ( Sebutan Kepala Desa )
Tida kdiketahui -1930 1931-1933 1934-1939 1940-1944 1945-…… To‟do Ngantaran To‟do Baco To‟do Dampulu To‟do Tinggi To‟do Tola To‟do Manila
Ke enam To‟do di atas menjadi pemimpin sebelum ada yang namanya kepala Desa dan semuanya berada pada wilayah Palioi. Pengangkatan To‟do tidak seperti pengangkatan Kepala Desa dimasa sekarang, akan tetapi sistem yang dipakai adalah pendelegasian dari To‟do sebelumnya.Itulah bahagian dari dasar pemikiran para tokoh sebagai cikal bakal berdirnya Desa Benteng
Palioi.Kemudian setelah Desa Benteng Palioi dimekarkan sebagai Desa persiapan pada tahun 1987, selanjutnya Pemerintah Kecamatan An.Pemerintah Kabupaten Bulukumba menunjuk A. Aman bin A. Tanra sebagai pejabat Kepala Desa Persiapan Benteng Palioi ( 1987 – 1989 ), dan tidak lama kemudian terbitlah SK Desa Benteng Palioi defenitif.Dengan terbitnya SK Desa Benteng Palioi definitif, maka mulai pulalah difikirkan siapa yang bakal memimpin Desa baru ini. Dikalah itu diadakanlah penjaringan, dan muncul 3 orang calon kuat diantaranya A. Aman bin A.Tanra mantan pejabat Kepala Desa persiapan yang juga adalah putra dari A.Tanra( Mantan Kepala Desa Induk Mattirowalie), Zainuddin menantu dari Imam Desa Mattirowalie (Tokoh agama Karismatik ), Kemudian Sahabuddin anak dari To‟do Manila(To‟do terakhir yang pernah menjadi pemimpin sebelum adanya Kepala Desa ). Dalam penjaringan yang dilanjutkan dengan pemilihan, Sahabuddin mendapatkan legitimasi kuat dari masyarakat dan mendapat perolehan suara terbanyak dalam pemilihan itu.Sahabuddin generasi Pelanjut dari To‟do Manila adalah Kepala Desa Pertama Desa Benteng Palioi ( 1989-1997 )setelah menjadi Desa Definitif. Sebagai kepala Desa Baru yang belum berpengalaman dalam pemerintahan ditambah dengan sumber daya manusia yang pas-pasan ( Tamatan SR ) tentu akan kewalahan dalam menata Desa baru yang dipimpinnya, nam un karena dukungan yang kuat dari masyarakat sehingga satu priode dapat dijalaninya dengan baik. Kemudian pada tahun1997 berakhirlah masa jabatan Sahabuddin ( Kepala Desa pertama ) Kemudian kembali penjaringan dilakukan. Pada periode kedua itu muncul kembali 3 orang calon masing-masing 1. Abdul Muttalib ( Mabinsa Desa Benteng Palioi dimasa pemerintahan
41
Sahabuddin ), 2. Drs. Syamsuddin Tokoh muda dari Dusun Uluparang, 3.Taro Tokoh Karismatik utusan Dusun Uluparang. Pada perhelatan ini Abdul Muttalib memperoleh dukungan terbanyk dari 3 rivalnya.Dengan demikian Abdul Muttalib resmi menjadi Kepala Desa kedua setelah Benteng Palioi mekar menjadi satu desa dengan masa bakti ( 1998-2006) ditambah satu tahun menjadi PJS (2006-2007).
Kemudian ditahun 2002 terbentuk Badan Perwakilan Desa(BPD) sebagai suatu lembaga pemerintahan Desa sekaligus mitra Kepala Desa dalam rangka memajukan Desa yang dipimpinnya.Peran BPD sangat signifikan karena selain sebagai penyalur aspirasi masyarakat yang diwakilinya, juga BPD diberikan amanah oleh UU untuk menproses pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa yang telah berakhir masa jabatannya. Serta tugas-tugas lain yang diamanatkan oleh UU dan publik.Pembentukan pengurus BPD pada awalnya dilakukan dengan sistem Pemilihan seperti layaknya pemilihan Kepala Desa. Dikalah itu dari 16 orang calon yang berkompotisi dalam pemilihan, Ismail Hasan, S.Ag mendapat perolehan suara terbanyak disusul secara berturut-turut Arbi, Taro ( mantan Calon Kepala Desa Drs.Anas, Ismail H.Patamin, Subhan, Rahmawati, S.Ag,Makmur, Andi Aminuddin A. Tanra ( Anak dari Mantan Kepala Desa Mattirowalie ), Muh. Ramli ( Guru SD 51 ) dan Hadakin. Dari 11 orang anggota BPD yang terjaring melakukan Sidang yang agendanya memilih Ketua dan Wakil ketua.Peserta Sidang menyepakati Ismail Hasan, S.Ag sebagai ketua. Kemudian pada tahun 2007 masa jabatan pengurus BPD berakhir dan selanjutnya akan diisi dengan pengurus baru.Pemilihan Kepegurusan baru tidak
lagi memakai sistem lama, namun pengangkatannya dilakukan oleh Kepala Desa dengan tetap mempertimbangan usul dan aspirasi masyarakat. Kemudian pada priode kedua Ismail Hasan, S.Ag tetap terpilih menjadi ketua BPD yang kedua kalinya yang namanya berubah menjadi Badan Permusyawaraatan Desa.Kemudian pada tahun yang sama pula diakhir tahun 2007 masa Jabatan Abdul Muttalib telah berakhir, dan sebagaimana amanah UU bahwa BPD harus membentuk panitia pemilihan Kepala Desa untuk periode berikutnya. Dimana panitia ini mempunyai tugas melakukan penjaringan, memperifikasi serta melakukan pemungutan suara sampai pelantikan Kepala Desa terpilih.Pada penjaringan yang dilakukan oleh Panitia pemilihan muncul 2 orang calon, masing-masing Abdul Muttalib ( mantan Kepala Desa ) periode sebelumnya dan Hermasya, S.Pd (Menantu dari Sahabuddin mantan Kepala Desa Pertama ). Dari perhelatan ini Abdul Muttalib kembali terpilih yang kedua kalinya dengan perolehan suara yang sangat signifikan mengalahkan Hermanyah, S.Pd.Abdul Muttalib inilah yang pada periode keduanya (2008-2013) membuat harum dan mengantrkan Desa Benteng palioi menjadi juara I Tingkat Provinsi Lomba GSI Sekaligus mewakili Sul-Sel ke tingkat Nasional. Keberhasilan Abdul Muttalib dalam membangun Desa tentu tidak lepas dari kerjasama semua pihak yang mengidam-idamkan sebuah perubahan dan kemajuan.
Mengenai rencana pemekaran Dusun Balleangin menjadi sebuah desa sebenarnya sudah lama digagas. Sejak Andi Baso Maskur menjadi Camat di Kec. Kindang wacana pemekaran sudah ada tapi wacana itu gagal karena terkendala dengan jumlah penduduk yang pada masa itu belum memenuhi syarat untuk