• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemoreseptor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kemoreseptor"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

FUNGSI CHEMORESEPTOR PADA LOBSTER (

FUNGSI CHEMORESEPTOR PADA LOBSTER (Cherax quadricarinatusCherax quadricarinatus))

Oleh : Oleh : Nama

Nama : : Rima Rima RamadhaniaRamadhania NIM

NIM : : B1J012106B1J012106 Rombongan

Rombongan : : VIIIVIII Kelompok

Kelompok : : 33 Asisten

Asisten : : Ivan Ivan ApriantoAprianto

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAKEBUDAYAANN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGI FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO PURWOKERTO 2014 2014

(2)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemampuan hewan untuk merespon perubahan lingkungan baik kondisi di dalam tubuh maupun kondisi di luar tubuh dengan tepat merupakan syarat utama untuk dapat bertahan hidup. Peranan reseptor dalam merasakan perubahan yang ada di dalam maupun diluar tubuhnya memainkan peran yang penting dalam merespon perubahan lingkungan. Reseptor ini merupakan perantara biologis dengan kemampuan yang luar biasa dalam merasakan perubahan cahaya, suara atau aroma dan menghantarkannya menuju impuls saraf dalam hitungan menit (Radiopoetro, 1977).

Chemoreseptor merupakan alat indera yang bereaksi terhadap zat-zat kimia, antara lain pakan. Chemoreseptor digunakan untuk mengenali stimulus yang berasal dari sumber yang jauh dari tubuh, alat itu berupa rambut-rambut pada antenulla dengan nilai ambang yang sangat rendah. Chemoreseptor menurut Gordon et al ., (1982), berfungsi untuk mendeteksi dan mengetahui adanya makanan, tempat hidup, mengenal satu sama lain dengan menunjukkan tingkah laku masak kelamin (mating), dan mendeteksi adanya musuh, hanya dengan stimulus berupa gas berkonsentrasi rendah, chemoreseptor telah dapat mengenali (Ville et al ., 1988).

Chemoreseptor juga digunakan oleh lobster untuk mengetahui adanya predator, lawan jenis, serta makanan. Lokasi makanan, tingkah laku penghindaran terhadap predator pada lobster, serta pendekatan lawan jenis, diperantarai oleh antenulla. Terdapat sel-sel pada antenulla yang dapat membaui adanya rangsang kimia dari lingkungan terutama peka terhadap asam-asam amino dan karbohidrat dari pakan (Radiopoetro,1977).

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui fungsi-fungsi Chemoreseptor pada lobster air tawar (Cherax quadricarinatus).

(3)

II. MATERI DAN CARA KERJA

2.1 Materi

Alat- alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah akuarium, gunting, stopwatch, senter dan alat tulis.

Bahan yang digunakan adalah lobster (Cherax quadricarinatus), pelet dan air.

2.2 Cara Kerja

1. Lobster (Cherax quadricarinatus), sebanyak 2 ekor disiapkan di dalam akuarium. 2. Senter dinyalakan di samping akuarium, kemudian lampu ruangan dimatikan.

3. Lobster (Cherax quadricarinatus) diberi perlakuan (kontrol, ablasi mata, ablasi antenulla dan ablasi total).

4. Gerakan lobster (Cherax quadricarinatus), berupa flicking, withdraw , wiping, rotasi dan mendekati pakan diamati selama 20 menit diamati (10 menit pertama dan 10 menit kedua), kecuali pada ablasi total hanya diamati gerakan mendekati pakan saja.

(4)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Kelompok 4

Perlakuan Waktu Flicking Withdraw Rotation Wipping Mendekati Pakan Normal 10’ (I) 1’ 6” 1’ 53” 4’ 21” 6’ 14” 8’ 48” 9’ 3” 9’ 12” 15” 40” 7’ 4” 8’ 5” 8’ 14” 8’ 55” 28” 3’ 43” 9’ 20” 1’ 35” 2’ 37” 4’ 55” 5’ 21” 8’ 24” 31” 1’ 13” 2’ 14” 3’ 8” 6’ 40” 10’ (II) 19” 1’ 33” 2’ 22” 3’ 37” 4’ 36” 5’ 6’ 7” 6’ 50” 42” 1’ 52” 3’ 7” 4’ 55” 6’ 12” 6’ 54” 7’ 5” 9’ 35” 9” 2’ 33” 4’ 26” 4’ 43” 5’ 10” 5’ 20” 5’ 59” 6’ 32” 7’ 24” 7’ 35” 7’ 50” 8’ 15” 8’ 41” 9’ 14” 3’ 47” 3’ 54” 4’ 3” 5’ 46” 8’ 25” 8’ 53” 4’ 10” 8’ 30” Ablasi Total 10’ (I) 3’ 30” 7’ 17” 10’ (II) Kelompok 3 Ablasi Mata Gerakan

Flicking Withdraw Wipping Rotation Mendekati Pakan Waktu 10' I 00.14 06.48 00.14 08.31 00.14 03.56 04.05 05.37

(5)

06.41 07.36 08.47 08.57 09.20 09.40 10' II 00.59 07.51 01.20 01.56 02.07 02.53 03.23 03.37 04.13 04.32 06.59 07.34 08.38 08.44 08.50 09.21 09.43 09.48 Ablasi Antenulla

Gerakan Mendekati Pakan

Waktu 10' I 04.02 06.31 07.54 09.01 10' II

(6)

-3.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Gerakan lobster dengan perlakuan normal adalah pada 10 menit pertama adalah  flicking sebanyak 7 kali, withdraw   sebanyak 9 kali, rotation  sebanyak 2 kali, tidak ada gerakan wipping dan mendekati pakan 1 kali, sedangkan pada 10 menit kedua lobster melakukan gerak  flicking sebanyak 12 kali, withdraw  sebanyak 13 kali, wipping sebanyak 5 kali, gerakan rotation dan mendekati pakan tidak terjadi, sehingga pada perlakuan normal lobster lebih responsif pada 10 menit kedua dengan total gerakan sebanyak 30 kali dalam 10 menit dan pada 10 menit pertama hanya 19 gerakan. Hal ini sesuai pernyataan Radiopoetro (1977) bahwa gerakan antenulla seperti gerakan  flicking, wipping, dan withdraw   pada lobster kontrol mendominasi dibandingkan dengan gerakan mendekati pakan. Perlakuan ablasi mata pada 10 menit pertama losbter melakukan  flicking sebanyak 1 kali, withdraw 1 kali dan sama sekali tidak melakukan gerakan mendekati pakan, sedangkan pada 10 menit kedua lobster melakukan flicking sebanyak 3 kali, withdraw 4 kali dan mendekati pakan 1 kali.

Menunjukkan bawa losbter dengan perlakuan ablasi mata lebih responsif pada menit kedua. Hal ini sesuai dengan pernyataan Roger (1978) bahwa lobster dengan perlakuan ablasi mata masih bisa melakukan gerakan seperti  flicking, wipping, withdraw, rotation dan mendekati pakan. Perlakuan ablasi antenulla pada 10 menit pertama, lobster mendekati pakan sebanyak 1 kali dan pada 10 menit kedua losbter juga mendekati pakan sebanyak 1 kali. Perlakuan ablasi total, yaitu lobster diablasi mata dan antenullanya menunjukkan hasil pada 10 menit pertama lobster mendekati pakan sebanyak 2 kali dan pada 10 menit kedua lobster mendekati pakan sebanyak 1 kali. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Radiopoetro (1977) bahwa pada perlakuan ablasi total dan ablasi antenulla, lobster tidak dapat melakukan gerakan  flicking, wipping, withdraw, rotation dan mendekati pakan karena organ yang berfungsi sebagai reseptor telah hilang. Gerakan lobster dalam mencari pakan menurut Gordon et al ., (1982), sebagai berikut:

1. Gerakan flicking, yaitu gerakan melakukan gerakan pelucutan antenulla ke depan, dan gerakan tersebut berfungsi dalam mencari atau mendekati pakan.

2. Gerakan  wipping, yaitu gerakan pembersihan antenulla, dimana gerakan tersebut berfungsi dalam pembersihan setelah mendapatkan makanan atau setelah memakan pakan.

(7)

3. Gerakan withdraw , yaitu gerakan lobster melakukan gerakan pelucutan ke belakang, dimana gerakan tersebut berfungsi untuk melawan atau menghindari musuh yang akan mendekatinya.

4. Gerakan rotation, yaitu gerakan pemutaran antenulla yang berfungsi untuk mencari sensor kimia. Frekuensi  flicking, dipengaruhi oleh keadaan fisiologis lobster seperti parameter sensori berupa kimia, cahaya, osmotik, dan rangsangan mekanik.

Lobster adalah hewan nokturnal yang terutama bergantung pada kemoreseptor mereka untuk mencari makanan. Rangsangan yang diterima dari sumber yang jauh tersebar oleh aliran sekitar lingkungan daripada difusi molekular. Ketika arus lemah atau tidak ada, mencari pakan dapat difasilitasi oleh arus yang dihasilkan oleh hewan itu sendiri. Lobster mempekerjakan organ anterior mereka untuk menghasilkan berbagai pola aliran. Ketika mencari makanan udang karang menghasilkan satu atau dua pancaran luar. Pancaran ini menginduksi arus masuk yang menarik untuk kemoreseptor anterior (Denissenko et al ., 2007). Lobster yang paling responsif terhadap pakan adalah lobster dengan perlakuan normal dan perlakuan ablasi mata. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Storer (1957), yang menyatakan bahwa antenulla pada lobster merupakan struktur sensor yang dapat bergerak untuk mencari perlindungan, makan, dan mencari pasangan serta menghindari predator. Oleh karena itu, lobster yang tidak diberi perlakuan ablasi antenulla akan berespon terhadap pakan, karena fungsi dari antenulla tersebut akan hilang jika dilakukan ablasi atau pemotongan salah satu organ tertentu.

Mekanisme stimulus sampai ke lobster dan diterima oleh organ chemoreseptor adalah senyawa yang terkandung dalam pakan yang dimasukkan ke dalam air akan berdifusi dalam air menjadi bentuk-bentuk ion-ion, sehingga menimbulkan aroma yang khas bagi lobster. Rangsangan ini diterima oleh chemoreseptor melalui antenulla dan ditransformasi ke otak oleh neuron afferent , kemudian otak akan memprosesnya menjadi tanggapan yang kemudian akan diteruskan ke organ melalui neuron efferent , selanjutnya organ reseptor melakukan gerakan sesuai informasi dari otak. Berdasarkan mekanisme ini dapat diketahui bahwa organ chemoreseptor lobster terletak pada antenulla yang berfungsi untuk merespon kehadiran pakan yang beraroma khas sebagai stimulus zat kimia (Roger, 1978). Menurut Roger (1978), reseptor dapat dibagi menjadi beberapa bagian stimulus yang dideteksi :

Mekanoreseptor, sensitif terhadap stimulus mekanik seperti sentuhan. Termoreseptor, mendeteksi perubahan temperatur.

(8)

Nosiseptor, merespon stimulus nyeri dari kerusakan fisik maupun kimiawi pada

 jaringan tubuh, kadar oksigen yang rendah, ditemukan pada otak.

Fotoreseptor, mendeteksi cahaya mengenai retina mata.

Kemoreseptor, mendeteksi energi kimia dan mengubah menjadi energi listrik. Osmoreseptor, mendeteksi tekanan osmosis cairan tubuh.

Glukoreseptor, mendeteksi level gula darah.

Antenulla pada lobster merupakan struktur sensor yang dapat bergerak, berfungsi untuk perlindungan, makan, dan mencari pasangan serta menghindari predator. Oleh karena itu, lobster yang diberi perlakuan ablasi antenulla akan tidak akan merespon terhadap kehadiran pakan (Storer, 1957). Antenulla memiliki sel-sel yang dapat membaui adanya rangsang kimia dari lingkungan terutama peka terhadap asam-asam amino dan karbohidrat dari pakan. Fungsi dari antenulla juga untuk menangkap stimulus kimia berupa feromon dari hewan lawan jenis juga untuk mengetahui posisi tubuh. Lobster dengan ablasi total tidak dapat melakukan gerakan apapun kecuali mendekati pakan, sedangkan lobster kontrol dan lobster dengan ablasi mata dapat melakukan gerakan mendekati pakan, karena masih memiliki antenulla yang merupakan chemoreseptor, sehingga dapat melakukan gerakan mendekati pakan, sebagai respon adanya stimulus berupa pakan yang ditangkap oleh chemoreseptor pada antenulla. Menurut Radiopoetro (1977), pada perlakuan ablasi total tidak terjadi gerakan karena organ yang berfungsi sebagai reseptor telah hilang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan-gerakan antennula lobster (flicking, wipping, withdraw dan rotation) menurut Radiopoetro (1977) antara lain adalah penyalaan dan pemadaman lampu ruangan, gerakan sorotan lampu senter dan merespon adanya pakan. Gerakan merespon mendekati pakan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari lobster itu sendiri, meliputi keadaan fisiologis lobster dan stress tidaknya lobster. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari lingkungan luar, antara lain, jumlah pakan, dimana semakin banyak pakan maka makin cepat respon lobster dalam mendekati pakan tersebut, cahaya, suhu dan tingkat kejenuhan pada akuarium karena senyawa kimia pakan. Kondisi antennula, dimana antennula berfungsi dengan baik maka respon lobster akan lebih baik. Faktor cahaya juga sangat mempengaruhi gerakan antennula lobster karena menurut Saputra (2009), Lobster bersifat nokturnal (aktif malam hari) dan suka bergerombol. Lobster berduri sangat bergantung pada organ chemosensory mereka selama mencari makan dan berburu. Untuk

(9)

berburu, mereka menggunakan antennula mereka untuk mendeteksi dan mengenali bau makanan yang letaknya jauh (Shabani, 2007).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan sintasan atau kelulushidupan lobster air tawar diantaranya adalah kualitas benih, jenis pakan, kualitas air, penyakit dan keberhasilan molting, yaitu pergantian kulit yang baru. Peran molting  sangat penting dalam pertumbuhan lobster, karena lobster hanya bisa tumbuh melalui molting. Semakin sering lobster melakukan molting, maka pertumbuhannya juga semakin baik. Keberhasilan molting  sendiri sangat bergantung pada cadangan kalsium yang ada dalam tubuh lobster dan hingga saat ini banyak dijumpai kematian lobster yang diakibatkan oleh ketidakmampuan lobster dalam melakukan molting secara sempurna. Salah satu penyebab kegagalan molting  adalah tidak berhasilnya lobster dalam proses gastrolisasi, yaitu penyerapan kalsium yang ada di dalam tubuhnya. Peran kalsium disini sangat signifikan dalam proses pengerasan cangkang yang baru setelah lobster berhasil mengeluarkan cangkang yang lama. Kalsium yang diserap oleh lobster dapat berasal dari makanan, air, dan hasil kanibalisme atau pemangsaan cangkang yang lama (Hakim, 2009).

(10)

IV. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil praktikum osmoregulasi adalah sebagai berikut:

1. Fungsi chemoreseptor pada losbter (Cherax quadricarinatus) adalah untuk mendeteksi adanya pakan, mencarinya sampai menemukan pakan dan memberikan respon terhadap pakan tersebut.

2. Gerakan antennula meliputi flicking, wipping, withdraw dan rotation.

3. Lobster dengan ablasi mata masih dapat melakukan gerakan  flicking, withdraw, dan mendekati pakan sedangkan lobster dengan ablasi antenulla dan ablasi total tidak dapat melakukan gerakan-gerakan tersebut karena organ yang berfungsi sebagai reseptor telah hilang, tetapi masih dapat merespon adanya pakan.

(11)

DAFTAR REFERENSI

Denissenko., P, Lukaschuk dan Breithaupt. 2007. The flow generated by an active olfactory system of the red swamp crayfish. Journal of experimental biology 210:4083-4091. Gordon, M.S., G.A. Bartholomeno, A.D. Grinele, C. Barker dan N.W. Fred. 1982. Animal

physiology. Mac Millan Publishing Co Ltd, New York.

Hakim, R.R. 2009. Penambahan kalsium pada pakan untuk meningkatkan frekuensi molting lobster air tawar (Cherax quadricarinatus). Jurnal Gamma, 5(1):72-78.

Radiopoetro. 1977. Zoologi. Erlangga, Jakarta.

Roger, W. 1978. Physiology of animal. Prentice-Hall Inc, New Jersey.

Saputra, S. W., 2009. Status Pemanfaatan Losbter (Panulirus sp) di Perairan Kebumen. Jurnal saintek Perikanan. 4(2).

Shabani, S., S. Yaldiz., L. Vu dan C. D. Derby. 2007. Acidity Enhances the Evectiveness of a active Chemical defensive Secretions of Sea Hares,  Aplysia californica, Against Spiny Lobsters, Panulirus interruptus.

Storer, T.I. 1975. General zoology. Mc Graw Hill Book Company, New York.

Referensi

Dokumen terkait

- Terdapat perbedaan total hemosit dan kadar glukosa darah pascalarva lobster air tawar terhadap kontrol setelah perlakuan suhu subletal dengan selang waktu yang berbeda..

Berikut ini nilai yang harus diperhatikan dalam melakukan senam ritmik secara berpasangan kecuali ..... Saat melakukan senam ritmik berpasangan gerakan menganggukkan kepala

Total bakteri (a), Total Vibrio SKT-b R (b) dari usus udang vaname pada akhir perlakuan sinbiotik dengan frekuensi berbeda (A= Kontrol positif, B= Kontrol negatif, C=

pengunjung yaitu setiap orang yang datang ke suatu negara atau tempat tinggal.. lain dan biasanya dengan maksud apapun kecuali untuk melakukan

Beberapa faktor yang menyebabkan keberhasilan dalam melakukan dropshot yaitu : ketepatan gerakan, pengalaman gerakan, kecepatan, koordinasi mata- tangan, daya-tahan,

Fisik-Motorik, 3.3-4.3 Melakukan kegiatan yang menunjukkan anak mampu melakukan gerakan mata, tangan, kaki kepala secara terkoordinasi dalam menirukan berbagai gerakan yang

Hanya saja kita dilarang untuk melakukan puasa ketika sudah mendekati akhir sya'ban kecuali jika kita sudah terbiasa berpuasa sebelumnya, karena Rasulullah r melarang

Total bakteri (a), Total Vibrio SKT-b R (b) dari usus udang vaname pada akhir perlakuan sinbiotik dengan frekuensi berbeda (A= Kontrol positif, B= Kontrol negatif, C= Pemberian