• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku Perencanaan Teknik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Buku Perencanaan Teknik"

Copied!
198
0
0

Teks penuh

(1)PERENCANAAN TEKNIK JEMBATAN. KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. DIREKTORAT JENDRAL BINA MARGA DIREKTORAT BINA TEKNIK.

(2) ii. KATA PENGANTAR. Puji dan syukur kami panjatkan ke hadlirat yang maha kuasa, karena atas berkah dan rahmat Nya Buku Ajar Perencanaan Jembatan ini dapat tersusun. Buku ini disusun dengan tujuan untuk memberikan dasar dasar pengetahuan kepada perencana dan pelaksana bangunan jembatan, dengan harapan hasil rancang bangun dan pelaksanaan di lapangan dapat memberikan solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan penyelenggaraan infrastruktur jembatan Pada buku. ini disajikan secara berurutan dari konsep desain, dasar perencanaan,. struktur atas jembatan, struktur bawah jembatan, fondasi jembatan dan bangunan pelengkap. Isi buku juga memuat contoh soal dan permasalahan yang mungkin timbul di lapangan, dengan harapan buku ini dapat memberikan tuntunan bagi perancang dan pelaksana jembatan agar dapat melaksanakan pekerjaan perancangan jembatan satu paket lengkap termasuk fondasinya. Dengan tersusunnya buku ini, penghargaan dan ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang berperan aktif dalam membantu terlaksananya penyusunan buku. Sebagai akhir kata, kami berharap semoga buku ini bermanfaat bagi upaya rekayasa teknik dalam pembangunan jembatan .. Jakarta, Juni 2010. Penyusun.

(3) iii. PERENCANAAN TEKNIK JEMBATAN TIM PENYUSUN: P e n a s e h a t: Ir. Danis H. Sumadilaga, M. Eng. Sc.. P e n a n g g u n g J a w a b: Ir. Herry Vaza, M. Eng. Sc.. K o n t r i b u t o r: Ir. Herry Vaza, M. Eng. Sc. Ir. Drs. Andi Indiarto, MT. Anis Rosyidah S, ST. MT. Monang Saut Reynold P, ST. MT. Asep Hilmansyah, ST. MT. DR. Ir. Sudaryono, MM..

(4) iv. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.......................................................................................... .................... ii TIM PENYUSUN.......................................................................................... .......................... iii DAFTAR ISI.......................................................................................... .................................. iv I . PENDAHULUAN.......................................................................................... .................... 1 II. KRITERIA DESAIN JEMBATAN………………………………….. .............................. 3 2.1 Pokok-pokok Perencanaan………………………………….. ...................................... 3 2.2 Rujukan Perencanaan………………………………….. .............................................. 4 2.3 Parameter Perencanaan………………………………….. ........................................... 5 2.4 Tahapan Perencanaan Jembatan………………………………….. ............................ 18 III.PEMBEBANAN JEMBATAN………………………………….. .................................... 24 3.1 Aksi Beban Tetap………………………………….. .................................................. 24 3.2 Beban Lalu Lintas………………………………….. ................................................. 31 3.3 Aksi Lingkungan………………………………….. ................................................... 46 3.4 Aksi-Aksi Lainnya………………………………….. ................................................ 65 3.5 Kombinasi Beban………………………………….. .................................................. 67 IV.STRUKTUR ATAS JEMBATAN…………………………………................................. 75 4.1 Umum…………………………………...................................................................... 75 4.2 Konsep Desain………………………………….. ...................................................... 81 4.3 Perhitungan Struktur Atas Jembatan………………………………….. ..................... 82 V.STRUKTUR BAWAH JEMBATAN………………………………….. ......................... 115 5.1 Umum………………………………….................................................................... 115 5.2 Konsep Desain………………………………….. .................................................... 126 5.3 Perhitungan Struktur Bawah Jembatan………………………………….. ............... 127 VI. PONDASI JEMBATAN………………………………….. ........................................... 149 6.1 Umum………………………………….................................................................... 149 6.2 Konsep Desain………………………………….. .................................................... 171 6.4 Perhitungan Struktur Pondasi…………………………………................................ 175 VII. BANGUNAN PELENGKAP JEMBATAN………………………………….............. 185 7.1 Trotoar dan Sandaran Jembatan ………………………………….. ......................... 185 7.2 Bearing………………………………….. ................................................................ 185 7.3 Expansion joint………………………………….. ................................................... 188 7.4 Fender Jembatan………………………………….................................................... 190 7.5 Slope Protection………………………………….. .................................................. 192.

(5) 1. BAB I PENDAHULUAN. Jembatan adalah prasarana lalu-lintas yang berfungsi untuk menghubungkan jalan yang terputus oleh sungai, lembah, laut, danau ataupun bangunan lain dibawahnya. Ada sekitar 95.000 buah jembatan (ekivalen 1220 km) di Indonesia antara lain 60.000 jembatan (550 km) di jalan kabupaten, perdesaan & perkotaan serta 35.000 jembatan (670 km) di ruas jalan nasional & provinsi dengan jenis jembatan dan panjang yang bervariasi.. Gambar A.1 Distribusi jembatan berdasarkan bentang jembatan dan jenis jembatan. Kebijakan pemerintah dalam upaya mempercepat program pembangunan prasarana transportasi darat khususnya jembatan diarahkan pada standarisasi bangunan atas, baik dengan cara menyediakan stok komponen bentang standar maupun penyediaan standar konstruksi jembatan yang kemudian dapat dibuat lapangan. Teknologi pembangunan jembatan telah mengalami perkembangan yang pesat dari tahun ke tahun mulai dari peraturan perencanaan, teknologi bahan (beton, baja, kabel), teknologi perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan sampai teknologi rehabilitasi. Sehingga penguasaan teknologi jembatan tersebut mutlak dibutuhkan untuk pembangunan jembatan, baik jembatan standar atau sederhana maupun jembatan dengan teknologi khusus, demikian juga untuk pembangunan jembatan di daerah perkotaan dengan kondisi lahan yang terbatas dan lalu-lintas yang harus tetap operasional. Jembatan terbagi menjadi 3 bagian utama struktur, yaitu struktur atas (superstruktur) dan struktur bawah (substruktur) dan pondasi jembatan. Bangunan atas dan bangunan bawah saling menunjang satu sama lainnya dalam menahan beban dan meneruskannya ke tanah dasar melalui fondasi. Di samping struktur utama tersebut, terdapat bangunan lainnya Bagian–bagian superstruktur terdiri dari perletakan sampai ke bagian atas struktur jembatan seperti rangka, gelagar, lantai. Superstruktur adalah bagian dari jembatan yang langsung.

(6) 2. berhubungan dengan beban yang bekerja di atasnya yaitu kendaraan yang melewatinya. Sedangkan bagian–bagian dari substruktur adalah mulai dari perletakan ke bagian bawah jembatan yaitu kepala dan pilar jembatan yang ditahan oleh fondasi. Bagian–bagian tersebut adalah bagian–bagian yang langsung berhubungan dengan tanah dasar sebagai penerus gaya– gaya yang bekerja pada jembatan. Untuk mendapatkan struktur jembatan yang aman, sebelum di lakukan pembangunan jembatan perlu di lalui proses perencanaan dengan tujuan agar jembatan yang dibangun dapat digunakan sesuai dengan fungsinya, ekonomis dan mampu menahan beban sesuai dengan umur rencananya. Perencanaan jembatan harus mengacu pada teori-teori yang relevan, kajian dan penelitian yang memadai serta aturan / tata cara yang berlaku di Indonesia, termasuk aturan pembebanan, bahan jembatan, fondasi dan beban gempa yang diperhitungkan terhadap jembatan. Perencanaan struktur atas meliputi pemilihan tipe struktur atas, proses perencanaan dan perhitungan struktur sesuai dengan peraturan yang berlaku. Untuk mempermudah proses perencanaan teknis, telah tersedia standar struktur atas untuk bentang jembatan lebih kecil dari 60 meter. Dengan adanya standar tersebut, perhitungan teknis tidaklah dibutuhkan. Sedangkan pada jembatan yang belum ada standarnya (lebih besar 60 meter) haruslah dilakukan perhitungan struktur sesuai dengan peraturan yang berlaku. Beban-beban dari struktur atas kemudian diteruskan ke struktur bawah. Perencanaan struktur bawah meliputi pemilihan tipe kepala jembatan dan pilar, proses perencanaan dan perhitungan struktur sesuai dengan peraturan yang berlaku termasuk juga beban gempa. Perencanaan pondasi meliputi pemilihan tipe pondasi yang sesuai dengan karakteristik beban dan tanah untuk mendapatkan daya dukung yang dipersyaratkan. Pada pondasi kriteria keamanan ditentukan dari daya dukung, untuk pondasi dangkal di samping daya dukung juga dibutuhkan tinjauan terhadap stabilitas pondasi termasuk juga metode mengantisipasi dan mencegah gerusan. Di samping struktur utama tersebut di atas, terdapat bangunan pelengkap lainnya yang berfungsi menunjang operasional jembatan antara lain sandaran dan trotoar, fender, slope protection, rambu lalu lintas dan lainnya..

(7) 3. BAB II KRITERIA DESAIN JEMBATAN. 2.1. Pokok-Pokok Perencanaan. Suatu jembatan yang baik adalah jembatan yang memiliki atau telah memenuhi kriteria– kriteria desain yang menjadi dasar dari pembuatan sebuah jembatan. Jembatan direncanakan untuk mudah dilaksanakan serta memberikan manfaat bagi pengguna lalu lintas sesuai dengan pokok-pokok perencanaan : •. Kekuatan dan Stabilitas Struktur Unsur-unsur tersendiri harus mempunyai kekuatan memadai untuk menahan beban ULS-keadaan batas ultimate, dan struktur sebagai kesatuan keseluruhan harus berada stabil pada pembebanan tersebut. Beban ULS didefenisikan sebagai bebanbeban yang mempunyai 5% kemungkinan terlampaui selama umur struktur rencana.. •. Kenyamanan dan Keamanan Bangunan bawah dan pondasi jembatan harus berada tetap dalam keadaan layan pada beban SLS-keadaan batas kelayanan. Hal ini berarti bahwa struktur tidak boleh mengalami retakan, lendutan atau getaran sedemikian sehingga masyarakat menjadi khawatir atau jembatan menjadi tidak layak untuk penggunaan atau mempunyai pengurangan berarti dalam umur kelayanan. Pengaruh-pengaruh tersebut tidak diperiksa untuk beban ULS, tetapi untuk beban SLS yang lebih kecil dan lebih sering terjadi. dan didefenisikan sebagai beban-beban yang mempunyai 5%. kemungkinan terlampaui dalam satu tahun. •. Kemudahan (pelaksanaan dan pemeliharaan) Pemilihan rencana harus mudah dilaksanakan. Rencana yang sulit dilaksanakan dapat menyebabkan pengunduran tak terduga dalam proyek dan peningkatan biaya, sehingga harus dihindari sedapat mungkin.. •. Ekonomis Rencana termurah sesuai pendanaan dan pokok-pokok rencana lainnya adalah umumnya terpilih. Penekanan harus diberikan pada biaya umur total struktur yang mencakup biaya pemeliharaan, dan tidak hanya pada biaya permulaan konstruksi..

(8) 4. •. Pertimbangan aspek lingkungan, sosial dan aspek keselamatan jalan. •. Keawetan dan kelayanan jangka panjang. Bahan struktural yang dipilih harus sesuai dengan lingkungan, misalnya jembatan rangka baja yang digalvanisasi tidak merupakan bahan terbaik untuk penggunaan dalam lingkungan laut agresif garam yang dekat pantai.. •. Estetika Struktur jembatan harus menyatu dengan pemandangan alam dan menyenangkan untuk dilihat. Penampilan yang baik umumnya dicapai tanpa tambahan dekorasi.. 2.2. Rujukan Perencanaan. Perencanaan jembatan mengacu pada peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia. Rujukan terhadap perencanaan yang berlaku : A. Perencanaan struktur jembatan harus mengacu pada : -. Peraturan Perencanaan Jembatan (Bridge Design Code) BMS’92 dengan revisi pada : 1) Bagian 2 Pembebanan jembatan, SK.SNI T-02-2005 (Kepmen PU No. 498/KPTS/M/2005) 2) Bagian 6 Perencanaan Struktur Beton jembatan, SK.SNI T-12-2004 (Kepmen PU No. 260/KPTS/M/2004) 3) Bagian 7 Perencanaan Struktur baja jembatan SK.SNI T-03-2005 (Kepmen PU No. 498/KPTS/M/2005. -. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan (Revisi SNI 03-28831992). B. Perencanaan Jalan Pendekat dan oprit harus mengacu kepada : 1) Standar perencanaan jalan pendekat jembatan (Pd T-11-2003) 2) Standar-standar perencanaan jalan yang berlaku C. Untuk perhitungan dan analisa harga satuan pekerjaan mengikuti Panduan Analisa Harga Satuan No. 028/T/Bm/1995, Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum. D. Dalam merencanakan teknik Prosedur Operasional Standar (POS) bidang jembatan yang harus diikuti adalah : 1) POS Penyusunan Kerangka Acuan Kerja 2) POS Survey Pendahuluan.

(9) 5. 3) POS Survey Lalu Lintas 4) POS Survey Geodesi 5) POS Survey Geoteknik 6) POS Survey Hidrologi 7) POS Perencanaan Teknis Jembatan 8) PSO Penyampaian DED Perencanaan Teknis 9) POS Sistematika Laporan 10) POS Penyelenggaraan Jembatan Khusus E. Pedoman Teknis Penjabaran RKL atau UKL dan untuk penerapan pertimbangan lingkungan agar mengaci pada dokumen RKL atau UKL dan SOP F. Ketentuan-ketentuan lain yang relevan bila tercakup dalam ketentuan-ketentuan di atas harus mendapat persetujuan pemberi tugas.. 2.3. Parameter Perencanaan. Dalam merencanakan jembatan dibutuhkan parameter untuk dapat menentukan tipe bangunan atas, bangunan bawah dan pondasi, lokasi/letak jembatan, material.. Gambar B.1. Potongan memanjang jembatan. A. Umum -. Umur Rencana Jembatan Umur rencana jembatan estándar adalah 50 tahun dan jembatan khusus adalah 100 tahun. Umur rencana untuk jembatan permanen minimal 50 tahun. Umur rencana dipengaruhi. oleh. material/bahan. jembatan. dan. aksi. lingkungan. yang. mempengaruhi jembatan. Jembatan dengan umur rencana lebih panjang harus.

(10) 6. direncanakan untuk aksi yang mempunyai periode ulang lebih panjang. Hubungan. Pr umur = 1 + (rencana 1 − R1 ) periode ulang adalah: antara D. Pr = Kemungkinan bahwa aksi tertentu akan terlampaui paling sedikit sekali selama umur rencana jembatan D = Umur rencana ( th. ) R = Periode ulang dari aksi ( th. ). Tabel B.1. Hubungan antara periode ulang dengan umur rencana. -. Pereode ulang (tahun). Umur rencana (tahun). Keadaan Batas Layan. 1. 50. 20. 1000. 2. 100. 20. 2000. No. Keadaan Batas Ultimate. Pembebanan jembatan Pembebanan jembatan sesuai SK.SNI T-02-2005 menggunakan BM 100.. -. Geometrik Lebar jembatan ditentukan berdasarkan kebutuhan kendaraan yang lewat setiap jam, makin ramai kendaraan yang lewat maka diperlukan lebar jembatan lebih besar. Tabel B.2. Penentuan Lebar Jembatan LHR. Lebar jembatan (m). Jumlah lajur. LHR < 2.000. 3,5 – 4,5. 1. 2.000 < LHR < 3.000. 4,5 – 6,0. 2. 3.000 < LHR < 8.000. 6,0 – 7,0. 2. 8.000 < LHR < 20.000. 7,0 – 14,0. 4. LHR > 20.000. > 14,0. >4. Untuk memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pemakai jembatan, maka lebar lantai jembatan ditentukan sebagai berikut: a) Lebar jembatan minimum jalan nasional kelas A adalah 1+7+ 1 meter b) Kelas B = 0,5 + 6,0 + 0,5 meter c) Tidak boleh lebih kecil dari lebar jalan. d) Memenuhi standar lebar lajur lalu lintas sebesar n ( 2,75 ~ 3,50 )m, dimana n = jumlah lajur lalu lintas..

(11) 7. -. Superelevasi/kemiringan Lantai Jembatan Kemiringan melintang lantai jembatan adalah 2%. Kemiringan memanjang jembatan adalah tanjakan atau turunan pada saat melalui jembatan. Perbandingan kemiringan dari tanjakan serta turunan tersebut disyaratkan sebagai berikut: Perbandingan 1:30 untuk kecepatan kendaraan > 90 km/jam Perbandingan 1:20 untuk kecepatan kendaraan 60 s/d 90 km/jam Perbandingan 1:10 untuk kecepatan kendaraan < 60 km/jam Jembatan pada ruas jalan nasional dengan kemiringan memanjang jembatan maksimum adalah 1:20 atau 5%. Ketentuan tersebut di atas menyatakan bahwa semakin besar kecepatan kendaraan, maka semakin landai pula tanjakan atau turunan yang diberikan pada jembatan. Hal ini memang diberikan dengan tujuan agar pada saat kendaraan akan masuk ke badan Jembatan kendaraan tersebut tidak "jumping", yang secara otomatis akan memberikan beban kejut tumbukan vertikal pada struktur jembatan. Struktur Jembatan tidak diperhitungkan terhadap beban tumbukan akibat jumping kendaraan. Jembatan hanya diperhitungkan menahan beban kejut kendaraan yang melaju.. -. Ruang Bebas Vertikal dan Horizontal Ruang bebas adalah jarak jagaan yang diberikan untuk menghindari rusaknya struktur atas jembatan karena adanya tumbukan dari benda-benda hanyutan atau benda yang lewat di bawah jembatan. Clearance (ruang bebas) vertikal diukur dari permukaan air banjir sampai batas paling bawah struktur atas jembatan. Besarnya clearance bervariasi, tergantung dari jenis sungai dan benda yang ada di bawah jembatan. Nilai ruang bebas di bawah jembatan ditentukan sebagai berikut: C = 0,5 m ; untuk jembatan di atas sungai pengairan C = 1,0 m ; untuk sungai alam yang tidak membawa hanyutan . C = 1,5 m ; untuk sungai alam yang membawa hanyutan ketika banjir C = 2,5 m ; untuk sungai alam yang tidak diketahui kondisinya. C = 5,1 m ; untuk jembatan jalan layang. C ≥ 15 m; untuk jembatan di atas laut dan di atas sungai yang digunakan untuk alur pelayaran. jenis sungainya, jalan : 5 m, laut 15 m ). Horizontal clearance ditentukan berdasarkan kemudahan navigasi kapal ditentukan US Guide Specification, horizontal clearance minimum adalah.

(12) 8. •. 2 – 3 kali panjang kapal rencana, atau. •. 2 kali lebih besar dari lebar channel. Gambar B.3. Clearance pada jembatan diatas selat / laut / sungai yang dilewati kapal. Gambar B.4. Clearance pada jembatan layang. -. Bidang permukaan jalan yang sejajar terhadap permukaan jembatan Pemberian syarat bidang datar dari permukaan jalan yang menghubungkan antara jalan dengan jembatan dilakukan untuk meredam energi akibat tumbukan dari kendaraan yang akan melewati jembatan. Bila hal ini tidak diberikan, dikhawatirkan akan berakibat pada rusaknya struktur secara perlahan – lahan akibat dari tumbukan kendaraan – kendaraan terutama kendaraan berat seperti truk atau kendaraan berat lainnya. Energi kejut yang diberikan pada strukur akan meruntuhkan struktur atas, seperti gelagar dan juga lantai kendaraan. Tentu saja untuk menguranginya maka diberikan jarak berupa jalan yang datar mulai dari kepala jembatan sejauh minimum 5 meter ke arah jalan yang di beri struktur pelat injak untuk pembebanan peralihan dari jalan ke jembatan..

(13) 9. Gambar B.5. Potongan melintang jembatan. Untuk melindungi agar kendaraan yang lewat jembatan dalam keadaan aman, baik bagian kendaraan maupun barang bawaannya, maka tinggi bidang kendaraan ditentukan sebesar minimum 5 m yang diukur dari lantai jembatan sampai bagian bawah balok pengaku rangka bagian atas ( Top lateral bracing ) -. Lokasi dan Tata letak Jembatan. Lokasi jembatan menghindarkan tikungan di atas jembatan dan oprit. Peletakan jembatan dipengaruhi oleh pertimbangan – pertimbangan a) Teknik (aliran sungai, keadaan tanah) •. Aliran air dan alur sungai yang stabil (tidak berpindah-pindah). •. Tidak pada belokan sungai. •. Tegak lurus terhadap sungai. •. Bentang terpendek (lebar sungai terkecil). b) Sosial (tingkat kebutuhan lalulintas) c) Estetika (keindahan) Untuk kebutuhan estetikapada daerah tertentu/pariwisata dapat berupa bentuk parapet dan railing maupun lebar jembatan dapat dibuat khusus atas persetujuan pengguna jasa..

(14) 10. Jembatan Jembatan. Bentang pendek. Bentang panjang. Gambar B.6. Sungai dan penampang sungai. Pada daerah transisi atau daerah perbatasan antara bukit dengan lembah aliran sungai biasanya berkelok-kelok, karena terjadinya perubahan kecepatan air dari tinggi ke rendah, ini mengakibatkan bentuk sungai berkelok-kelok dan sering terjadi perpindahan alur sungai jika banjir datang. Untuk itu penempatan jembatan sedapat mungkin tidak pada aliran air yang seperti ini, karena jembatan akan cepat rusak jika dinding sungai terkikis air banjir, dan jembatan menjadi tidak berfungsi jika aliran air sungai berpindah akibat banjir tersebut. Pada dasarnya, penentuan letak jembatan sedapat mungkin tidak pada belokan jika bagian bawah dari jembatan tersebut terdapat aliran air. Hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi scouring (penggerusan) pada kepala jembatan, namun jika terpaksa dibuat pada bagian belokan sungai maka harus di bangun bangunan pengaman yang dapat berupa perbaikan dindin sungai dan perbaikan dasar sungai pada bagian yang mengalami scouring (penggerusan). Penempatan. jembatan. diusahakan. tegak. lurus. terhadap. sungai,. untuk. mendapatkan bentang yang terpendek dengan posisi kepala jembatan dan pilar yang sejajar terhadap aliran air. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gerusan pada pilar, yang akan mempengaruhi kinerja pilar jembatan. Bila scouring telah terjadi dikhawatirkan pilar yang seharusnya menopang struktur atas jembatan akan rusak sehingga secara otomatis akan merusak struktur jembatan secara keseluruhan..

(15) 11. Agar pembuatan jembatan lebih ekonomis, diusahakan mencari bentang yang terpendek diantara beberapa penampang sungai. Karakteristik lokasi jembatan yang ideal adalah: 1.. Secara geologis lokasi pondasi untuk kepala jembatan dan pilar harus baik. Dibawah pengaruh pembebanan, permukaan tanah yang mendukung harus bebas dari faktor geseran (slip) dan gelinding (slide). Pada kedalaman yang tidak terlalu besar dari dasar sungai terdapat lapisan batu atau lapisan keras lainnya yang tidak erosif, dan aman terhadap gerusan air sungai yang akan terjadi.. 2.. Batasan sungai pada lokasi jembatan harus jelas, jembatan diusahakan melintasi sungai secara tegak lurus.. 3.. Bagian punggung atau pinggir harus cukup kuat, permanen dan cukup tinggi terhadap permukaan air banjir.. 4.. Untuk mendapatkan suatu harga fondasi yang rendah, usahakan mengerjakan pekerjaan fondasi tidak di dalam air, sebab pekerjaan fondasi dalam air mahal dan sulit.. -. Penentuan bentang Bentang jembatan (L) adalah jarak antara dua kepala jembatan. L. Gambar B.7. Potongan memanjang jembatan. Ada 2 cara dalam menentukan bentang dalam pembangunan jembatan, yaitu untuk sungai yang merupakan limpasan banjir dan sungai yang bukan limpasan banjir. Hal tersebut dilakukan karena berdasar pada apakah alur sungai itu akan membawa hanyutan – hanyutan berupa material dari banjir dari suatu kawasan, atau sungai tersebut hanyalah digunakan sebagai aliran sungai biasa yang tentunya tidak membawa hanyutan – hanyutan besar dari banjir. Material – material yang dibawa pada saat banjir sangat beraneka ragam tentunya, baik jenis maupun.

(16) 12. ukurannya sangatlah bervariasi. Oleh sebab itu pada sungai yang dijadikan limpasan banjir penentuan bentang akan sedikit lebih panjang dibandingkan dengan sungai yang bukan limpasan banjir. Kepala jembatan L Muka Air Banjir. a b. L=. a+b 2. Untuk Kondisi: - Bukan sungai limpasan banjir - Air banjir tidak membawa hanyutan. Kepala jembatan L Muka Air Banjir. a b Gambar 8 : Bentang jembatan. L=b. Untuk Kondisi: • sungai limpasan banjir • Air banjir membawa hanyutan. Dimana : L = Bentang jembatan a = Lebar dasar sungai b = Lebar permukaan air banjir -. Material a. Beton Lantai jembatan dan elemen struktural bangunan atas lainnya menggunakan mutu beton minimal K-350, untuk bangunan bawah adalah K-250 termasuk isian tiang pancang. b. Baja tulangan Baja tulangan menggunakan BJTP 24 untuk D<13, dan BJTD 32 atau BJTD 39 untuk D≥13, dengan variasi diameter tulangan dibatasi paling banyak 5 ukuran..

(17) 13. B. Perencanaan Bangunan Atas -. Pemilihan Bangunan Atas Sebelum pembuatan jembatan perlu dilakukan perencanaan dengan tujuan agar jembatan yang dibanguan dapat digunakan sesuai dengan fungsinya, tidak boros dan mampu menahan beban sesuai dengan umur rencana. Perencanaan jembatan perlu mempertimbangkan faktor ekonomis. Bentang ekonomis jembatan ditentukan oleh penggunaan/pemilihan tipe struktur utama dan jenis material yang optimum.. Gambar B.8 Penentuan Tipe Jembatan Berdasarkan Bentang Jembatan. Apabila tidak direncanakan secara khusus, maka dapat digunakan bangunan aas jembatan standar Bina Marga seperti : ƒ. Box culvert (single, double, triple) bentang1 s/d 10 m. ƒ. Voided Slab, bentang 6 s/d 16m.. ƒ. Gelagar Beton Bertulang Tipe T, bentang 6 s/d 25 m. ƒ. Gelagar Beton Pratekan Tipe I dan box, bentang 16 s/d 40 m. ƒ. Gelagar Komposit Tipe I dan Box Bentang 20 s/d 40m.. ƒ. Rangka Baja Bentang 40 s.d 60m..

(18) 14. -. Acuan Perencanaan Teknis a) Perencanaan struktur atas menggunakan Limit States atau Rencana Keadaan Batas berupa Ultimate Limit States (ULS) dan Serviceability Limit States (SLS) b) Lawan lendut dan lendutan dari struktur atas jembatan harus dihitung dengan cermat, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang agar tidak elampaui batas yang diizinkan yaitu simple beam <L/800 dan kantilever L/400. c) Memperhatikan perilaku jangka panjang material dan kondisi lingkungan jembatan berada khususnya selimut beton, permeabilitas beton, atau tebal elemen bajadan galvanis terhadap resiko korosi ataupun potensi degradasi material.. C. Perencanaan Bangunan Bawah Struktur bawah terbagi menjadi dua bagian yaitu abutment (kepala jembatan) dan pilar. -. Pemilihan Bangunan Bawah Pemilihan bangunan bawah dipengaruhi oleh hal-hal berikut : •. Memiliki dimensi yang ekonomis. •. Terletak pada posisi yang Aman, terhindar dari kerusakan akibat :gerusan arus air, penurunan tanah, longsoran lokal dan global.. •. Kuat menahan beban berat struktur atas , beban lalu lintas ,beban angin dan beban gempa.. •. Kuat menahan tekanan air mengalir, tumbukan benda hanyutan, tumbukan kapal, dan tumbukan kendaraan. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, secara garis besar tipe-tipe bangunan bawah yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:.

(19) 15. JENIS PANGKAL PANGKAL TEMBOK PENAHAN GRAVITASI. 0. TINGGI TIPIKAL (m) 10 20. 34. PANGKAL TEMBOK PENAHAN KANTILEVER. 8. Optional Tie-Back. PANGKAL TEMBOK PENAHAN KONTRAFORT. 6. 8. PANGKAL KOLOM ‘SPILLTHROUGH’. PANGKAL BALOK CAP TIANG SEDERHANA. PANGKAL TANAH BERTULANG. 5. Gambar B.9. Tipikal jenis kepala jembatan. 15. 30.

(20) 16. JENIS PILAR. 0. TINGGI TIPIKAL (m) 10 20. 30. PILAR BALOK CAPTIANG SEDERHANA dua baris tiang adalah umumnya minimal. PILAR KOLOM TUNGGAL. 5. 15. dianjurkan kolom sirkular pada aliran arus. PILAR TEMBOK. 5. 25. ujung bundar dan alinemen tembok sesuai arah aliran membantu mengurangi gaya aliran dan gerusan lokal PILAR PORTAL SATU TINGKAT (KOLOM GANDA ATAU MAJEMUK) dianjurkan kolom sirkular pada aliaran arus. 5. 15. pemisahan kolom dengan 2D atau lebih membantu kelancaran aliran arus. PILAR PORTAL DUA TINGKAT. 15. 25. PILAR TEMBOK – PENAMPANG I penampang ini mempunyai karateristik tidak baik terhadap aliran arus dan dianjurkan untuk penggunaan di darat. 25. Gambar B.10. Tipikal jenis pilar jembatan. -. Acuan Perencanaan Teknis a) Perencanaan bangunan bawah menggunakan Limit States atau Rencana Keadaan Batas berupa Ultimate Limit States (ULS) dan Serviceability Limit States (SLS) b) Struktur bangunan bawah harus direncanakan berdasarkan perilaku jangka panjang material dan kondisi lingkungan antara lain: selimut beton yang digunakan minimal 30 mm (daerah normal) dan minimal 50 mm (daerah agresif).

(21) 17. D. Perencanaan pondasi jembatan -. Pemilihan Pondasi Bentuk fondasi yang tepat untuk mendukung struktur bawah jembatan harus dipilih berdasarkan besarnya beban struktur bawah dan atas jembatan yang ditahan oleh fondasi, jenis dan karakter tanah, serta kedalaman tanah kerasnya. Pemilihan pondasi dipengaruhi oleh hal-hal berikut : •. Disarankan tidak menggunakan fondasi langsung pada daerah dengan gerusan/scouring yang besar, jika terpaksa berikan perlindungan fondasi terhadap scouring.. •. Hindari peletakkan fondasi pada daerah gelincir local dan gelincir global, jika kepala jembatan atau pilar jembatan. harus diletakkan pada lereng. sungai. •. Hindari penyebaran gaya dari fondasi kepala jembatan jatuh ke lereng/tebing sungai.. •. Gunakan fondasi sesuai dengan kondisi tanah dibawah kepala atau pilar jembatan. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, secara garis besar tipe-tipe fondasi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut: Tabel B.3. Pemilihan bentuk fondasi Tiang Bored. Tiang Pancang Pondasi Langsung. Sumuran. Baja Tiang H. Baja Tiang Pipa. Diameter Nominal (mm). -. 3000. 100 x 100 sampai 400 x 400. 300 sampai 600. Kedalaman Maksimum (m). 5. 15. tidak terbatas. 0.3 sampai 3. 7 sampai 9. 20000 +. -. Butir. Kedalaman Optimum (m) Beban Maksimum ULS (kN) untuk keadaan biasa Variasi Optimum beban ULS (kN). Tiang Beton Bertulang Pracetak 300 sampai 600. Tiang Beton Pratekan Pracetak. Beton bertulang. 400 sampai 600. 800 sampai 1200. tidak terbatas. 30. 60. 60. 7 sampai 40. 7 sampai 40. 12 sampai 15. 18 sampai 30. 18 sampai 30. 20000 +. 3750. 3000. 2400. 3200. 6000. -. 500 sampai 1500. 600 sampai 1500. 500 sampai 1000. 500 sampai 5000. 500 sampai 7000.

(22) 18. -. Acuan Perencanaan Teknis a) Perencanaan pondasi menggunakan Working Stress Design (WSD) b) Faktor keamanan (Safety Factor) (SF) untuk tiang pancang, SF Point bearing =2,5 ~ 3 dan SF Friction =3~ 5 c) Faktor keamanan (Safety Factor) (SF) untuk fondasi Sumuran dangkal dan fondasi dangkal SF Daya dukung = 1,5~3, SF Geser = 1,5 ~ 2 dan SF Guling = 1,5 ~ 2. E. Perencanaan Jalan Pendekat -. -. Tinggi timbunan tidak boleh melebihi H izin sebagai berikut: a. H kritis. = (c.Nc + γ.D.Nq)/γ. b. H izin. = H kritis/ SF, di mana SF = 3.. Bila tinggi timbunan melebihi H izin, harus direncanakan dengan sistem perkuatan tanah dasar yang ada.. 2.4. Tahapan Perencanaan Jembatan.. Untuk menjamin desain jembatan memenuhi kriteria desain di atas, maka desain jembatan harus mengikuti proses desain sebagai berikut: 1. Melakukan survey pendahuluan untuk mengumpulkan data-data dasar perencanaan dan untuk mengetahui letak jembatan. 2. Membuat pradesain/ rancangan awal berdasarkan hasil survey pendahuluan 3. Melalukan pengkajian hasil pradesain, dan jika perlu melakukan survey kembali untuk memastikan: c. d. e. f.. Lebar dan Bentang jembatan. Perlu tidaknya pilar. Letak kepala jembatan Posisi struktur atas jembatan terhadap muka air banjir atau permukaan air laut tertinggi atau bangunan lain yang ada dibawahnya g. Bahan – beban lain/khusus yang mungkin bekerja pada jembatan h. Metoda konstruksi yang akan digunakan 4. Menentukan desain akhir dari struktur atas dan bawah jembatan 5. Menentukan beban – beban yang bekerja pada jembatan 6. Melakukan perhitungan analisa struktur 7. Menentukan dimensi tiap elemen jembatan 8. Membuat gambar hasil perencanaan..

(23) 19. Gambar B.11. Tahapan proses desain jembatan.

(24) 20. 2.4.1. Perencanaan Struktur Atas 1.. Tahapan Pengumpulan data – data yang diperlukan -. Fungsi jembatan; berhubungan dengan syarat kenyamanan. -. Umur rencana; berhubungan dengan material yang akan digunakan dan bahan pengawetnya. -. Lebar jalan dan klas jalan; lebar jembatan dan pembebanan. -. Jenis jembatan ( viaduk, aquaduk); penentuan clearance ( sungai : tergantung  . -. Bahan yang akan digunakan; berhubungan dengan kesedianaan material. -. Peta situasi; penentuan posisi jembatan terhadap jalan dan sungai. -. Lokasi jembatan ( di kota / di daerah mana ); berhubungan dengan peninjauan gempa. -. Data tanah ; peninjauan gempa dan jenis pondasi. -. Topografi sungai ; penentuan bentang, perlu tidaknya pilar, penentuan letak pilar, penentuan letak kepala jembatan.. -. Jenis sungai ; penentuan letak kepala jembatan, Clearance, perlu tidaknya pilar. 2.. -. Muka air banjir / rintangan dibawah jembatan; posisi struktur atas. -. Kecepatan arus air banjir; gaya pada pilar. -. Kecepatan angin; gaya pada struktur atas dan bawah. Pembuatan bentuk / arsitek jembatan -. Penempatan letak jembatan terhadap sungai/rintangan dibawahnya; tegak lurus , terpendek, perlu analisa antara memindahkan sungai, melengkungkan jalan, atau jembatan serong ). -. Penentuan bentang jembatan; perlu analisa mahal mana pembuatan kepala jembatan atau struktur atas. -. Penentuan perlu tidaknya pilar; mahal mana antara pembuatan pilar dengan struktur atas bentang panjang .. -. Penentuan type struktur atas ( Gelagar, box, rangka, kabel, kombinasi rangka atau Gelagar dengan kabel ). -. Penentuan type struktur bawah ; bentuk pilar dan kepala jembatan.

(25) 21. 3.. 4.. 5.. Pemodelan struktur -. Penentuan type hubungan struktur atas dan bawah ; kaku, sendi, rol. -. Pemodelan hubungan antar elemen pembentuk jembatan ; jepit, sendi. -. Pembuatan model analisa; model mekanika.. Preliminary design ( Pra desain) -. Penentuan ukuran struktur atas dan bawah. -. Penentuan / perkiraan dimensi bagian –bagian struktur atas. -. Penentuan / perkiraan dimensi bagian –bagian struktur bawah. Analisa struktur. Analisis struktur dilakukan untuk mendapatkan gaya-gaya dalam dengan pembebanan yang direncanakan. Analisis ini dapat diselesaikan dengan menggunakan software. ƒ. Analisis statik •. Dilakukan untuk dua kondisi, yaitu kondisi batas layan dan kondisi batas ultimate (dengan faktor-faktor beban yang disesuaikan). •. Model dibuat untuk keseluruhan struktur dengan berbagai kondisi pembebanan, termasuk beban angin yang dianggap pendekatan angin statik dan gempa statik ekivalen jembatan.. ƒ. Analisis dinamik. Dilakukan untuk jembatan khusus dengan : •. Gempa dinamis, menggunakan simulasi pada komputer.. •. Angin dinamis, menggunakan simulasi pada komputer dan analisa model pada wind tunnel test di laboratorium uji. ƒ. Analisis pada masa konstruksi •. Dilakukan sesuai dengan tahap-tahap pengerjaan struktur sehingga setiap elemen struktur terjamin kekuatan maupun kekakuannya selama masa konstruksi..

(26) 22. 2.4.2. Perencanaan Struktur Bawah 1. Menentukan letak Kepala jembatan dan pilar, berdasarkan Bentuk penampang sungai, permukaan air banjir, jenis aliran sungai, dan statigrafi tanah. 2. Menentukan bentuk dan dimensi awal kepala dan pilar jembatan yang sesuai dengan ketinggian dan kondisi sungai. 3. Menentukan bentuk fondasi yang sesuai dengan kondisi tanah dibawah kepala dan pilar jembatan 4. Menentukan beban-beban yang bekerja pada kepala dan pilar jembatan. 5. Melakukan perhitungan mekanika teknik untuk mendapatkan gaya-gaya dalam. 6. Menentukan dimensi akhir dan penulangan berdasarkan gaya-gaya dalam tersebut.. SURVEY PENGUMPULAN DATA • Penampang sungai • Permukaan air banjir dan normal EVALUASI DATA PRADESAIN a. Type/model struktur b Lebar jembatan c. Bentang jembatan d. Posisi / letak Pilar/pylon dan kepala jembatan e. Bentuk Pilar/Pylon dan kepala jembatan f. Posisi struktur atas terhadap MAB/HWS/bangunan lain yang ada dibawahnya g. Bahan Pilar/Pylon dan dan kepala jembatan PENENTUAN BEBAN-BEBAN YANG BEKERJA • Beban mati dan bean lalu lintas pada struktur atas • Beban angin dan beban gempa pada struktur atas • Beban air dan tumbukan pada Pilar jemabatan. Desain akhir. Perhitungan struktur. Modifikasi. Gambar Gambar E.21. Diagram alir proses desain struktur bawah jembatan.

(27) 23. 2.4.3. Perencanaan Pondasi 1. Menentukan letak /posisi fondasi dibawah rencana kepala jembatan atau pilar, 2. Melakukan penyelidikan tanah pada tempat dimana kepala dan pilar jembatan akan diletakkan. 3. Menentukan bentuk fondasi yang sesuai dengan kondisi tanah dibawah kepala dan pilar jembatan 4. Menentukan beban-beban yang bekerja pada fondasi, yang berasal dari aksi kepala dan pilar jembatan . 5. Melakukan perhitungan mekanika untuk mendapatkan gaya-gaya luar dari tekanan tanah, gaya reaksi sebagai daya dukung tanah, dan gaya-gaya dalam pada tubuh pondasi. 6. Menentukan dimensi dan pendetailan penampang berdasarkan gaya-gaya dalam tersebut. 7. Pengecekan kapasitas pondasi yang didasarkan kepada: 8. Kapasitas fondasi harus proposional sesuai dengan bahan yang di gunakan. 9. Kapasitas fondasi ditentukan oleh kapasitas tanah. 10. Kapasitas fondasi ditentukan oleh kestabilan tanah pendukungnya, termasuk keruntuhan akibat gelincir. 11. Kontrol ketahanan fondasi terhadap kemungkinan : geser, guling dan penurunan, jika fondasi tidak didudukkan pada lapisan tanah yang keras,.

(28) 24  .  .  . BAB III PEMBEBANAN JEMBATAN  . Perhitungan pembebanan rencana mengacu pada BMS’92 dengan revisi Bagian 2 menggunakan RSNI T-02-2005, meliputi beban rencana permanen (tetap), lalu lintas, beban akibat lingkungan, dan beban pengaruh aksi-aksi lainnya.. 3.1.. Aksi dan beban tetap a. Umum 1) Masa dari setiap bagian bangunan harus dihitung berdasarkan dimensi yang tertera dalam Gambar C. dan kerapatan masa rata-rata dari bahan yang digunakan; 2) Berat dari bagian-bagian bangunan tersebut adalah masa dikalikan dengan percepatan gravitasi g. Percepatan gravitasi yang digunakan dalam standar ini adalah 9,8 m/dt2. Besarnya kerapatan masa dan berat isi untuk berbagai macam bahan diberikan dalam Tabel C.3; 3) Pengambilan kerapatan masa yang besar mungkin aman untuk suatu keadaan batas, akan tetapi tidak untuk keadaan yang lainnya. Untuk mengatasi hal tersebut dapat digunakan faktor beban terkurangi. Akan tetapi apabila kerapatan masa diambil dari suatu jajaran harga, dan harga yang sebenarnya tidak bisa ditentukan dengan tepat, maka Perencana harus memilih-milih harga tersebut untuk mendapatkan keadaan yang paling kritis. Faktor beban yang digunakan sesuai dengan yang tercantum dalam standar ini dan tidak boleh diubah; 4) Beban mati jembatan terdiri dari berat masing-masing bagian struktural dan elemen-elemen non-struktural. Masing-masing berat elemen ini harus dianggap sebagai aksi yang terintegrasi pada waktu menerapkan faktor beban biasa dan yang terkurangi. Perencana jembatan harus menggunakan kebijaksanaannya di dalam menentukan elemen-elemen tersebut;.    .

(29) 25  .  .  . b. Berat sendiri Tabel C. 2 Faktor beban untuk berat sendiri JANGKA WAKTU. FAKTOR BEBAN Biasa Terkurangi K Baja, aluminium 1,0 1,1 0,9 Tetap Beton pracetak 1,0 1,2 0,85 Beton dicor ditempat 1,0 1,3 0,75 Kayu 1,0 1,4 0,7 Berat sendiri dari bagian bangunan adalah berat dari bagian tersebut dan elemenelemen struktural lain yang dipikulnya. Termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap. Tabel C. 3 Berat isi untuk beban mati [ kN/m³ ] No. Bahan.    . Berat/Satuan Isi. Kerapatan Masa. (kN/m3). (kg/m3). 1. Campuran aluminium. 26.7. 2720. 2. Lapisan beraspal. 22.0. 2240. 3. Besi tuang. 71.0. 7200. 4. Timbunan dipadatkan. 17.2. 1760. 5. Kerikil dipadatkan. 18.8-22.7. 1920-2320. 6. Aspal beton. 22.0. 2240. 7. Beton ringan. 12.25-19.6. 1250-2000. 8. Beton. 22.0-25.0. 2240-2560. 9. Beton prategang. 25.0-26.0. 2560-2640. 10. Beton bertulang. 23.5-25.5. 2400-2600. 11. Timbal. 111. 11 400. 12. Lempung lepas. 12.5. 1280. 13. Batu pasangan. 23.5. 2400. 14. Neoprin. 11.3. 1150. 15. Pasir kering. 15.7-17.2. 1600-1760. 16. Pasir basah. 18.0-18.8. 1840-1920. 17. Lumpur lunak. 17.2. 1760. permukaan. tanah.

(30) 26  .  .  . 18. Baja. 77.0. 7850. 19. Kayu (ringan). 7.8. 800. 20. Kayu (keras). 11.0. 1120. 21. Air murni. 9.8. 1000. 22. Air garam. 10.0. 1025. 23. Besi tempa. 75.5. 7680. c. Beban mati tambahan / utilitas Tabel C. 4 Faktor beban untuk beban mati tambahan. 1) Pengertian dan persyaratan Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan besarnya dapat berubah selama umur jembatan.Dalam hal tertentu harga KMA yang telah berkurang boleh digunakan dengan persetujuan Instansi yang berwenang. Hal ini bisa dilakukan apabila instansi tersebut mengawasi beban mati tambahan sehingga tidak dilampaui selama umur jembatan. Pasal ini tidak berlaku untuk tanah yang bekerja pada jembatan. Faktor beban yang digunakan untuk tanah yang bekerja pada jembatan ini diperhitungkan sebagai tekanan tanah pada arah vertikal. 2) Ketebalan yang diizinkan untuk pelapisan kembali permukaan Kecuali ditentukan lain oleh Instansi yang berwenang, semua jembatan harus direncanakan untuk bisa memikul beban tambahan yang berupa aspal beton setebal 50 mm untuk pelapisan kembali dikemudian hari.. Lapisan ini harus. ditambahkan pada lapisan permukaan yang tercantum dalam Gambar C.. Pelapisan kembali yang diizinkan adalah merupakan beban nominal yang dikaitkan dengan faktor beban untuk mendapatkan beban rencana. 3) Sarana lain di jembatan    .

(31) 27  .  .  . Pengaruh dari alat pelengkap dan sarana umum yang ditempatkan pada jembatan harus dihitung setepat mungkin. Berat dari pipa untuk saluran air bersih, saluran air kotor dan lain-lainnya harus ditinjau pada keadaan kosong dan penuh sehingga kondisi yang paling membahayakan dapat diperhitungkan.. d. Pengaruh penyusutan dan rangkak Tabel C. 5 Faktor beban akibat penyusutan dan rangkak. Pengaruh rangkak dan penyusutan harus diperhitungkan dalam perencanaan jembatanjembatan beton. jembatan.. Pengaruh ini dihitung dengan menggunakan beban mati dari. Apabila rangkak dan penyusutan bisa mengurangi pengaruh muatan. lainnya, maka harga dari rangkak dan penyusutan tersebut harus diambil minimum (misalnya pada waktu transfer dari beton prategang). Pengaruh prategang Tabel C. 6 Faktor beban akibat pengaruh prategang JANGKA WAKTU Tetap. FAKTOR BEBAN S K PR. 1,0. U K PR. 1,0 (1,15 pada prapenegangan). Prategang akan menyebabkan pengaruh sekunder pada komponen-komponen yang terkekang pada bangunan statis tidak tentu.. Pengaruh sekunder tersebut harus. diperhitungkan baik pada batas daya layan ataupun batas ultimit. Prategang harus diperhitungkan sebelum (selama pelaksanaan) dan sesudah kehilangan tegangan dalam kombinasinya dengan beban-beban lainnya. Pengaruh utama dari prategang adalah sebagai berikut:    .

(32) 28  .  .  . 1) Pada keadaan batas daya layan, gaya prategang dapat dianggap bekerja sebagai suatu sistem beban pada unsur. Nilai rencana dari beban prategang tersebut harus dihitung dengan menggunakan faktor beban daya layan sebesar 1,0; 2) pada keadaan batas ultimit, pengaruh utama dari prategang tidak dianggap sebagai beban yang bekerja, melainkan harus tercakup dalam perhitungan kekuatan unsur. Tekanan tanah Tabel C. 7 Faktor beban akibat tekanan tanah FAKTOR BEBAN JANGKA WAKTU. DESKRIPSI. S KTA. U KTA. Biasa 1,0 Tekanan tanah vertikal Tetap. Tekanan tanah lateral - aktif - pasif - keadaan diam. 1,0 1,0 1,0. 1,25 (1). Terkurangi 0,80. 1,25 0,80 1,40 0,70 lihat penjelasan. 1) Koefisien tekanan tanah nominal harus dihitung dari sifat-sifat tanah. Sifat-sifat tanah (kepadatan, kadar kelembaban, kohesi sudut geser dalam dan lain sebagainya) bisa diperoleh dari hasil pengukuran dan pengujian tanah; 2) Tekanan tanah lateral mempunyai hubungan yang tidak linier dengan sifat-sifat bahan tanah; 3) Tekanan tanah lateral daya layan dihitung berdasarkan harga nominal dari ws, c dan φ; 4) Tekanan tanah lateral ultimit dihitung dengan menggunakan harga nominal dari ws dan harga rencana dari c dan φ. Harga-harga rencana dari c dan φ diperoleh dari harga nominal dengan menggunakan Faktor Pengurangan Kekuatan KR, seperti terlihat dalam Tabel C. 8. Tekanan tanah lateral yang diperoleh masih berupa harga nominal dan selanjutnya harus dikalikan dengan Faktor Beban yang cukup seperti yang tercantum dalam Pasal ini; 5).    . Pengaruh air tanah harus diperhitungkan..

(33) 29  .  .  . Tabel C. 8 Sifat-sifat untuk tekanan tanah Sifat-sifat Bahan untuk Menghitung Tekanan Tanah ws* = Aktif: (1) φ* = c*. Pasif:. =. ws* = (1). φ*. =. c*. =. Vertikal: ws* =. Keadaan Batas Ultimit Biasa Terkurangi ws ws tan-1 [(tan φ) ⁄ KφR ]. tan-1 ( KφR tan φ). K CR c. (3). c ⁄ K CR. ws. ws. tan-1 [(tan φ) ⁄ KφR ]. tan-1 ( KφR tan φ). c ⁄ K CR. K CR c. ws. ws. (3). CATATAN (1) Harga rencana untuk geseran dinding, δ*, harus dihitung dengan cara yang sama seperti φ* R. CATATAN (2) Kφ dan. K CR adalah faktor reduksi kekuatan bahan. CATATAN (3) Nilai φ* dan c* minimum berlaku umum untuk tekanan tanah aktif dan pasif. 6) Tanah dibelakang dinding penahan biasanya mendapatkan beban tambahan yang bekerja apabila beban lalu lintas bekerja pada bagian daerah keruntuhan aktif teoritis (lihat Gambar C. 2). Besarnya beban tambahan ini adalah setara dengan tanah setebal 0,6 m yang bekerja secara merata pada bagian tanah yang dilewati oleh beban lalu lintas tersebut. Beban tambahan ini hanya diterapkan untuk menghitung tekanan tanah dalam arah lateral saja, dan faktor beban yang digunakan harus sama seperti yang telah ditentukan dalam menghitung tekanan tanah arah lateral. Faktor pengaruh pengurangan dari beban tambahan ini harus nol. 7) Tekanan tanah lateral dalam keadaan diam biasanya tidak diperhitungkan pada Keadaan Batas Ultimit. Apabila keadaan demikian timbul, maka Faktor Beban Ultimit yang digunakan untuk menghitung harga rencana dari tekanan tanah dalam keadaan diam harus sama seperti untuk tekanan tanah dalam keadaan aktif. Faktor Beban Daya Layan untuk tekanan tanah dalam keadaan diam adalah 1,0, tetapi dalam pemilihan harga nominal yang memadai untuk tekanan harus hati-hati..    .

(34) 30  .  .  . Gambar C. 1 Tambahan beban hidup. Pengaruh tetap pelaksanaan. Tabel C. 9 Faktor beban akibat pengaruh pelaksanaan. Pengaruh tetap pelaksanaan adalah beban muncul disebabkan oleh metoda dan uruturutan pelaksanaan jembatan beban ini biasanya mempunyai kaitan dengan aksi-aksi lainnya, seperti pra-penegangan dan berat sendiri. Dalam hal ini, pengaruh faktor ini tetap harus dikombinasikan dengan aksi-aksi tersebut dengan faktor beban yang sesuai. Bila pengaruh tetap yang terjadi tidak begitu terkait dengan aksi rencana lainnya, maka pengaruh tersebut harus dimaksudkan dalam batas daya layan dan batas ultimit dengan menggunakan faktor beban yang tercantum dalam Pasal ini..    .

(35) 31  . 3.2..  .  . Beban lalu lintas a. Umum Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur "D" dan beban truk "T".. Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan. menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D" yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri. Beban truk "T" adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua bidang kontak pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat. Hanya satu truk "T" diterapkan per lajur lalu lintas rencana. Secara umum, beban "D" akan menjadi beban penentu dalam perhitungan jembatan yang mempunyai bentang sedang sampai panjang, sedangkan beban "T" digunakan untuk bentang pendek dan lantai kendaraan. Dalam keadaan tertentu beban "D" yang harganya telah diturunkan atau dinaikkan mungkin dapat digunakan. b. Lajur lalu lintas rencana Lajur lalu lintas Rencana harus mempunyai lebar 2,75 m. Jumlah maksimum lajur lalu lintas yang digunakan untuk berbagai lebar jembatan bisa dilihat dalam Tabel C. 11. Lajur lalu lintas rencana harus disusun sejajar dengan sumbu memanjang jembatan. c. Beban lajur “D” Tabel C. 10 Faktor beban akibat beban lajur “D”. Intensitas dari beban “D” 1) Beban lajur "D" terdiri dari beban tersebar merata (BTR) yang digabung dengan beban garis (BGT) seperti terlihat dalam Gambar C. 3;.    .

(36) 32  .  .  . Tabel C. 11 Jumlah lajur lalu lintas rencana Tipe Jembatan (1). Lebar Jalur Kendaraan (m) (2). Jumlah Lajur Lalu lintas Rencana (nl). Satu lajur. 4,0 - 5,0. 1. Dua arah, tanpa median. 5,5 - 8,25 11,3 - 15,0. 2 (3) 4. 8,25 - 11,25 11,3 - 15,0 15,1 - 18,75 18,8 - 22,5. 3 4 5 6. Banyak arah. CATATAN (1) Untuk jembatan tipe lain, jumlah lajur lalu lintas rencana harus ditentukan oleh Instansi yang berwenang. CATATAN (2) Lebar jalur kendaraan adalah jarak minimum antara kerb atau rintangan untuk satu arah atau jarak antara kerb/rintangan/median dengan median untuk banyak arah. CATATAN (3) Lebar minimum yang aman untuk dua-lajur kendaraan adalah 6.0 m. Lebar jembatan antara 5,0 m sampai 6,0 m harus dihindari oleh karena hal ini akan memberikan kesan kepada pengemudi seolah-olah memungkinkan untuk menyiap.. 2) Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani L seperti berikut: L ≤ 30 m : q = 9,0 kPa (1). ⎛ ⎝. L > 30m :q = 9,0 ⎜ 0,5 +. 15 ⎞ ⎟ kPa L⎠. (2). dengan pengertian : q adalah intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan L adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter) Hubungan ini bisa dilihat dalam Gambar C. 4. Panjang yang dibebani L adalah panjang total BTR yang bekerja pada jembatan. BTR mungkin harus dipecah menjadi panjang-panjang tertentu untuk mendapatkan pengaruh maksimum pada jembatan menerus atau bangunan khusus. Dalam hal ini L adalah jumlah dari masing-masing panjang beban-beban yang dipecah seperti terlihat dalam Gambar C. 6. 3) Beban garis (BGT) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 kN/m..    .

(37) 33  .  .  . Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang jembatan pada bentang lainnya. Ini bisa dilihat dalam Gambar C. 6.. BTR. Gambar C. 2 Beban lajur “D”. 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 0. 10. 20. 30. 40. 50. 60. 70. 80. 90. 100. 110. Panjang dibebani (m). Gambar C. 3 Beban “D” : BTR vs panjang yang dibebani. Penyebaran beban "D" pada arah melintang Beban "D" harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga menimbulkan momen. maksimum. Penyusunan komponen-komponen BTR dan BGT dari beban "D" pada arah    .

(38) 34  .  .  . melintang harus sama. Penempatan beban ini dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) bila lebar jalur kendaraan jembatan kurang atau sama dengan 5,5 m, maka beban "D" harus ditempatkan pada seluruh jalur dengan intensitas 100 % ; 2) apabila lebar jalur lebih besar dari 5,5 m, beban "D" harus ditempatkan pada jumlah lajur lalu lintas rencana (nl) yang berdekatan (Tabel C. 11), dengan intensitas 100 %. Hasilnya adalah beban garis ekuivalen sebesar nl x 2,75 q kN/m dan beban terpusat ekuivalen sebesar nl x 2,75 p kN, kedua-duanya bekerja berupa strip pada jalur selebar nl x 2,75 m; 3) lajur lalu lintas rencana yang membentuk strip ini bisa ditempatkan dimana saja pada jalur jembatan. Beban "D" tambahan harus ditempatkan pada seluruh lebar sisa dari jalur dengan intensitas sebesar 50 %. Susunan pembebanan ini bisa dilihat dalam Gambar C. 5;. b. nl x 2,75 . Gambar C. 4 Penyebaran pembebanan pada arah melintang 4). luas jalur yang ditempati median yang dimaksud dalam Pasal ini harus dianggap bagian jalur dan dibebani dengan beban yang sesuai, kecuali apabila median tersebut terbuat dari penghalang lalu lintas yang tetap..    .

(39) 35  .  .  . Respon terhadap beban lalu lintas “D“ Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk memperoleh momen dan geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan dengan mempertimbangkan beban lajur “D” tersebar pada seluruh lebar balok (tidak termasuk kerb dan trotoar) dengan intensitas 100% untuk panjang terbebani yang sesuai..    .

(40) 36  .  . Gambar C. 5 Susunan pembebanan “D”.    .  .

(41) 37  .  . d. Pembebanan truk "T". Tabel C. 12 Faktor beban akibat pembebanan truk “T”. Besarnya pembebanan truk “T” Pembebanan truk "T" terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan berat as seperti terlihat dalam Gambar C. 7. Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.. Gambar C. 6 Pembebanan truk “T” (500 kN).    .  .

(42) 38  .  .  . Posisi dan penyebaran pembebanan truk "T" dalam arah melintang Terlepas dari panjang jembatan atau susunan bentang, hanya ada satu kendaraan truk "T" yang bisa ditempatkan pada satu lajur lalu lintas rencana. Kendaraan truk "T" ini harus ditempatkan ditengah-tengah lajur lalu lintas rencana seperti terlihat dalam Gambar C. 7. Jumlah maksimum lajur lalu lintas, akan tetapi jumlah lebih kecil bisa digunakan dalam perencanaan apabila menghasilkan pengaruh yang lebih besar. Hanya jumlah lajur lalu lintas rencana dalam nilai bulat harus digunakan. Lajur lalu lintas rencana bisa ditempatkan dimana saja pada lajur jembatan. Respon terhadap beban lalu lintas “T” Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk memperoleh momen dan geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan dengan: 1) menyebar beban truk tunggal “T” pada balok memanjang sesuai dengan faktor yang. diberikan dalam Tabel C. 13; Tabel C. 13 Faktor distribusi untuk pembebanan truk “T” Jenis bangunan atas. Jembatan jalur tunggal. Jembatan jalur majemuk. S/4,2 (bila S > 3,0 m lihat Catatan 1). S/3,4 (bila S > 4,3 m lihat Catatan 1). S/4,0 (bila S > 1,8 m lihat Catatan 1) S/4,8 (bila S > 3,7 m lihat Catatan 1). S/3,6 (bila S > 3,0 m lihat Catatan 1) S/4,2 (bila S > 4,9 m lihat Catatan 1). Lantai papan kayu. S/2,4. S/2,2. Lantai baja gelombang tebal 50 mm atau lebih. S/3,3. S/2,7. S/2,6. S/2,4. S/3,6. S/3,0. Pelat lantai beton di atas: ƒ balok baja I atau balok beton pratekan ƒ balok beton bertulang T ƒ balok kayu. Kisi-kisi baja: ƒ kurang dari tebal 100 mm ƒ tebal 100 mm atau lebih.    .

(43) 39  .   (bila S > 3,6 m lihat Catatan 1).   (bila S > 3,2 m lihat Catatan 1). CATATAN 1. Dalam hal ini, beban pada tiap balok memanjang adalah reaksi beban roda dengan menganggap lantai antara gelagar sebagai balok sederhana.. CATATAN 2. Geser balok dihitung untuk beban roda dengan reaksi 2S yang disebarkan oleh S/faktor ≥ 0,5.. CATATAN 3. S adalah jarak rata-rata antara balok memanjang (m).. 2) momen lentur ultimit rencana akibat pembebanan truk “T” yang diberikan dapat. digunakan untuk pelat lantai yang membentangi gelagar atau balok dalam arah melintang dengan bentang antara 0,6 dan 7,4 m; 3) bentang efektif S diambil sebagai berikut: i. untuk pelat lantai yang bersatu dengan balok atau dinding (tanpa peninggian), S = bentang bersih; ii. untuk pelat lantai yang didukung pada gelagar dari bahan berbeda atau tidak dicor menjadi kesatuan, S = bentang bersih + setengah lebar dudukan tumpuan.. e. Klasifikasi pembebanan lalu lintas Pembebanan lalu lintas yang dikurangi Dalam keadaan khusus, dengan persetujuan Instansi yang berwenang, pembebanan "D" setelah dikurangi menjadi 70 % bisa digunakan. Pembebanan lalu lintas yang dikurangi harga berlaku untuk jembatan darurat atau semi permanen. Faktor sebesar 70 % ini diterapkan untuk BTR dan BGT dan gaya sentrifugal yang dihitung dari BTR dan BGT. Faktor pengurangan sebesar 70 % tidak boleh digunakan untuk pembebanan truk "T" atau gaya rem pada arah memanjang jembatan..    .

(44) 40  .  .  . Pembebanan lalu lintas yang berlebih (overload) Dengan persetujuan Instansi yang berwenang, pembebanan "D" dapat diperbesar di atas 100 % untuk jaringan jalan yang dilewati kendaraan berat. Faktor pembesaran di atas 100 % ini diterapkan untuk BTR dan BGT dan gaya sentrifugal yang dihitung dari BTR dan BGT. Faktor pembesaran di atas 100 % tidak boleh digunakan untuk pembebanan truk "T" atau gaya rem pada arah memanjang jembatan. f. Faktor beban dinamis 1). Faktor beban dinamis (FBD) merupakan hasil interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Besarnya FBD tergantung kepada frekuensi dasar dari suspensi kendaraan, biasanya antara 2 sampai 5 Hz untuk kendaraan berat, dan frekuensi dari getaran lentur jembatan.. Untuk perencanaan, FBD dinyatakan. sebagai beban statis ekuivalen. 2) Besarnya BGT dari pembebanan lajur "D" dan beban roda dari Pembebanan Truk "T" harus cukup untuk memberikan terjadinya interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Besarnya nilai tambah dinyatakan dalam fraksi dari beban statis. FBD ini diterapkan pada keadaan batas daya layan dan batas ultimit. 3) Untuk pembebanan "D": FBD merupakan fungsi dari panjang bentang ekuivalen seperti tercantum dalam Gambar C. 8. Untuk bentang tunggal panjang bentang ekuivalen diambil sama dengan panjang bentang sebenarnya. Untuk bentang menerus panjang bentang ekuivalen LE diberikan dengan rumus: LE =. Lav Lmax. (3). dengan pengertian :. Lav adalah panjang bentang rata-rata dari kelompok bentang yang disambungkan secara menerus Lmax adalah panjang bentang maksimum dalam kelompok bentang yang disambung secara menerus. 4). Untuk pembebanan truk "T": FBD diambil 30%. Harga FBD yang dihitung. digunakan pada seluruh bagian bangunan yang berada diatas permukaan tanah.    .

(45) 41  .  .  . Untuk bagian bangunan bawah dan fondasi yang berada dibawah garis permukaan, harga FBD harus diambil sebagai peralihan linier dari harga pada garis permukaan tanah sampai nol pada kedalaman 2 m. Untuk bangunan yang terkubur, seperti halnya gorong-gorong dan struktur bajatanah, harga FBD jangan diambil kurang dari 40% untuk kedalaman nol dan jangan kurang dari 10% untuk kedalaman 2 m. Untuk kedalaman antara bisa diinterpolasi linier. Harga FBD yang digunakan untuk kedalaman yang dipilih harus diterapkan untuk bangunan seutuhnya. 50 40 30 D B F. 20 10 0 0. 50. 100. 150. 200. Bentang (m).   Gambar C. 7 Faktor beban dinamis untuk BGT untuk pembebanan lajur “D”. g. Gaya rem Tabel C. 14 Faktor beban akibat gaya rem. Bekerjanya gaya-gaya di arah memanjang jembatan, akibat gaya rem dan traksi, harus ditinjau untuk kedua jurusan lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan gaya rem sebesar 5% dari beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas (Tabel C. 11 dan Gambar C. 5), tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah    .

(46) 42  .  .  . sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 m di atas permukaan lantai kendaraan. Beban lajur D disini jangan direduksi bila panjang bentang melebihi 30 m, digunakan rumus 1:. q = 9 kPa.. Dalam memperkirakan pengaruh gaya memanjang terhadap perletakan dan bangunan bawah jembatan, maka gesekan atau karakteristik perpindahan geser dari perletakan ekspansi dan kekakuan bangunan bawah harus diperhitungkan. Gaya rem tidak boleh digunakan tanpa memperhitungkan pengaruh beban lalu lintas vertikal. Dalam hal dimana beban lalu lintas vertikal mengurangi pengaruh dari gaya rem (seperti pada stabilitas guling dari pangkal jembatan), maka Faktor Beban Ultimit terkurangi sebesar 40% boleh digunakan untuk pengaruh beban lalu lintas vertikal. Pembebanan lalu lintas 70% dan faktor pembesaran di atas 100% BGT dan BTR tidak berlaku untuk gaya rem. 500. Gaya rem (kN). 400 300 200 100 0 0. 50. 100. 150 Bentang (m). Gambar C. 8 Gaya rem per lajur 2,75 m (KBU). h. Gaya sentrifugal. Tabel C. 15 Faktor beban akibat gaya sentrifugal.    . 200. 250.

(47) 43  .  .  . Jembatan yang berada pada tikungan harus memperhitungkan bekerjanya suatu gaya horisontal radial yang dianggap bekerja pada tinggi 1,8 m di atas lantai kendaraan.. Gaya horisontal tersebut harus sebanding dengan beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas (Tabel C. 11 dan Gambar C. 5), tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis. Beban lajur D disini tidak boleh direduksi bila panjang bentang melebihi 30 m. Untuk kondisi ini rumus 1; dimana q = 9 kPa berlaku. Pembebanan lalu lintas 70% dan faktor pembesaran di atas 100% BGT dan BTR berlaku untuk gaya sentrifugal. Gaya sentrifugal harus bekerja secara bersamaan dengan pembebanan "D" atau "T" dengan pola yang sama sepanjang jembatan. Gaya sentrifugal ditentukan dengan rumus berikut: V2 TTR = 0,79 T r T. (4). dengan pengertian : TTR adalah gaya sentrifugal yang bekerja pada bagian jembatan TT adalah Pembebanan lalu lintas total yang bekerja pada bagian yang sama (TTR dan TT mempunyai satuan yang sama) V adalah kecepatan lalu lintas rencana (km/jam) R adalah jari-jari lengkungan (m) i. Pembebanan untuk pejalan kaki. Tabel C. 16 Faktor beban akibat pembebanan untuk pejalan kaki.    .

(48) 44  .  .  . Gambar C. 9 Pembebanan untuk pejalan kaki. Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kPa. Jembatan pejalan kaki dan trotoar pada jembatan jalan raya harus direncanakan untuk memikul beban per m2 dari luas yang dibebani seperti pada Gambar C. 10. Luas yang dibebani adalah luas yang terkait dengan elemen bangunan yang ditinjau. Untuk jembatan, pembebanan lalu lintas dan pejalan kaki jangan diambil secara bersamaan pada keadaan batas ultimit (lihat Tabel C. 39). Apabila trotoar memungkinkan digunakan untuk kendaraan ringan atau ternak, maka trotoar harus direncanakan untuk bisa memikul beban hidup terpusat sebesar 20 kN.. j. Beban tumbukan pada penyangga jembatan Tabel C. 17 Faktor beban akibat beban tumbukan pada penyangga jembatan.    .

(49) 45  .  .  . Pilar yang mendukung jembatan yang melintas jalan raya, jalan kereta api dan navigasi sungai harus direncanakan mampu menahan beban tumbukan. Kalau tidak, pilar harus direncanakan untuk diberi pelindung. Apabila pilar yang mendukung jembatan layang terletak dibelakang penghalang, maka pilar tersebut harus direncanakan untuk bisa menahan beban statis ekuivalen sebesar 1000 kN yang bekerja membentuk sudut 10° dengan sumbu jalan yang terletak dibawah jembatan. Beban ini bekerja 1.8 m diatas permukaan jalan. Beban rencana dan beban mati rencana pada bangunan harus ditinjau sebagai batas daya layan. k. Tumbukan dengan kapal 1). Resiko terjadinya tumbukan kapal dengan jembatan harus diperhitungkan dengan meninjau keadaan masing-masing lokasi untuk parameter berikut: a) jumlah lalu lintas air; b) tipe, berat dan ukuran kapal yang menggunakan jalan air; c) kecepatan kapal yang menggunakan jalan air; d) kecepatan arus dan geometrik jalan air disekitar jembatan termasuk pengaruh gelombang; e) lebar dan tinggi navigasi dibawah jembatan, teristimewa yang terkait dengan lebar jalan air yang bisa dilalui; f) pengaruh tumbukan kapal terhadap jembatan.. 2) Sistem fender yang terpisah harus dipasang dalam hal-hal tertentu, dimana: a) resiko terjadinya tumbukan sangat besar; dan b) kemungkinan gaya tumbukan yang terjadi terlalu besar untuk dipikul sendiri oleh jembatan. 3) Sistem fender harus direncanakan dengan menggunakan metoda yang berdasarkan kepada penyerapan energi tumbukan akibat terjadinya deformasi pada fender. Metoda dan kriteria perencanaan yang digunakan harus mendapat persetujuan dari Instansi yang berwenang; 4) Fender harus mempunyai pengaku dalam arah horisontal untuk meneruskan gaya tumbukan keseluruh elemen penahan tumbukan. Bidang pengaku horisontal ini harus ditempatkan sedekat mungkin dengan permukaan dimana tumbukan akan terjadi. Jarak antara fender dengan pilar jembatan harus cukup sehingga tidak akan terjadi kontak apabila beban tumbukan bekerja;    .

(50) 46  .  .  . 5) Fender atau pilar tanpa fender harus direncanakan untuk bisa menahan tumbukan tanpa menimbulkan kerusakan yang permanen (pada batas daya layan). Ujung kepala fender, dimana energi kinetik paling besar yang terjadi akibat tumbukan diserap, harus diperhitungkan dalam keadaan batas ultimit.. 3.3.. Aksi lingkungan a. Umum Aksi lingkungan memasukkan pengaruh temperatur, angin, banjir, gempa dan penyebab-penyebab alamiah lainnya. Besarnya beban rencana yang diberikan dalam standar ini dihitung berdasarkan analisa statistik dari kejadian-kejadian umum yang tercatat tanpa memperhitungkan hal khusus yang mungkin akan memperbesar pengaruh setempat. Perencana mempunyai tanggung jawab untuk mengidentifikasi kejadian-kejadian khusus setempat dan harus memperhitungkannya dalam perencanaan. b. Penurunan Tabel C. 18 Faktor beban akibat penurunan. Jembatan harus direncanakan untuk bisa menahan terjadinya penurunan yang diperkirakan, termasuk perbedaan penurunan, sebagai aksi daya layan.. Pengaruh. penurunan mungkin bisa dikurangi dengan adanya rangkak dan interaksi pada struktur tanah. Penurunan dapat diperkirakan dari pengujian yang dilakukan terhadap bahan fondasi yang digunakan. Apabila perencana memutuskan untuk tidak melakukan pengujian akan tetapi besarnya penurunan diambil sebagai suatu anggapan, maka nilai anggapan tersebut merupakan batas atas dari penurunan yang bakal terjadi.. Apabila nilai. penurunan ini adalah besar, perencanaan bangunan bawah dan bangunan atas jembatan harus memuat ketentuan khusus untuk mengatasi penurunan tersebut..    .

(51) 47  .  .  . c. Pengaruh temperatur / suhu Tabel C. 19 Faktor beban akibat pengaruh temperatur/suhu. Tabel C. 20 Temperatur jembatan rata-rata nominal Tipe Bangunan Atas Lantai beton di atas gelagar atau boks beton. Lantai beton di atas gelagar, boks atau rangka baja. Lantai pelat baja di atas gelagar, boks atau rangka baja. CATATAN (1). Temperatur Jembatan Rata-rata Minimum (1). Temperatur Jembatan Rata-rata Maksimum. 15°C. 40°C. 15°C. 40°C. 15°C. 45°C. Temperatur jembatan rata-rata minimum bisa dikurangi 5°C yang terletak pada ketinggian lebih besar dari 500 m diatas permukaan laut.. untuk. lokasi. Tabel C. 21 Sifat bahan rata-rata akibat pengaruh temperatur Bahan Baja Beton: Kuat tekan <30 MPa Kuat tekan >30 MPa Aluminium. Koefisien Perpanjangan Akibat Suhu 12 x 10-6 per °C. Modulus Elastisitas MPa 200.000. 10 x 10-6 per °C 11 x 10-6 per °C 24 x 10-6 per °C. 25.000 34.000 70.000. Pengaruh temperatur dibagi menjadi: 1) variasi temperatur jembatan rata-rata digunakan dalam menghitung pergerakan. pada temperatur dan sambungan pelat lantai, dan untuk menghitung beban akibat terjadinya pengekangan dari pergerakan tersebut; Variasi temperatur rata-rata berbagai tipe bangunan jembatan diberikan dalam Tabel C. 20..    . Besarnya harga koefisien perpanjangan dan modulus elastisitas yang.

(52) 48  .  .  . digunakan untuk menghitung besarnya pergerakan dan gaya yang terjadi diberikan dalam Tabel C. 21. Perencana harus menentukan besarnya temperatur jembatan rata-rata yang diperlukan untuk memasang sambungan siar muai, perletakan dan lain sebagainya, dan harus memastikan bahwa temperatur tersebut tercantum dalam Gambar C. rencana. 2) variasi temperatur di dalam bangunan atas jembatan atau perbedaan temperatur disebabkan oleh pemanasan langsung dari sinar matahari diwaktu siang pada bagian atas permukaan lantai dan pelepasan kembali radiasi dari seluruh permukaan jembatan diwaktu malam.. Gradien temperatur nominal arah vertikal untuk. berbagai tipe bangunan atas diberikan dalam Gambar C. 11. Pada tipe jembatan yang lebar mungkin diperlukan untuk meninjau gradien perbedaan temperatur dalam arah melintang. d. Aliran air, benda hanyutan dan tumbukan dengan batang kayu Tabel C. 22 Faktor beban akibat aliran air, benda hanyutan dan tumbukan dengan batang kayu. 1) Gaya seret nominal ultimit dan daya layan pada pilar akibat aliran air tergantung. kepada kecepatan sebagai berikut: TEF = 0,5 CD ( Vs )2 Ad [ kN ]. (5). dengan pengertian : Vs adalah. kecepatan air rata-rata (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau.. Yang dimaksud dalam Pasal ini, kecepatan batas harus dikaitkan dgn periode ulang dalam Tabel C. 23. CD adalah koefisien seret - lihat Gambar C. 12. Ad adalah luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran (m2) dengan tinggi sama dengan kedalaman aliran - lihat Gambar C. 13.    .

(53) 49  .  . Gambar C. 10 Gradien perbedaan temperatur.    .  .

(54) 50  .  .  . Tabel C. 23 Periode ulang banjir untuk kecepatan air Keadaan Batas Daya layan - untuk semua jembatan Ultimit: Jembatan besar dan penting (1). Periode Ulang Banjir 20 tahun. Faktor Beban. 100 tahun. 2.0. 50 tahun. 1.5. 50 tahun. 1.0. 20 tahun. 1.5. 1.0. Jembatan permanen Gorong-gorong (2) Jembatan sementara CATATAN (1) Jembatan besar dan penting harus ditentukan oleh Instansi yang berwenang CATATAN (2) Gorong-gorong tidak mencakup bangunan drainase. 2) Bila pilar tipe dinding membuat sudut dengan arah aliran, gaya angkat melintang. akan semakin meningkat. Harga nominal dari gaya-gaya ini, dalam arah tegak lurus gaya seret, adalah: TEF = 0,5 CD ( Vs )2 AL [ kN ]. (6). dengan pengertian : VS adalah. kecepatan air (m/dt) seperti didefinisikan dalam rumus (5). CD adalah koefisien angkat - lihat Gambar C. 12 AL adalah. luas proyeksi pilar sejajar arah aliran (m2), dengan tinggi sama dengan. kedalaman aliran - lihat Gambar C. 13. 3) Apabila bangunan atas dari jembatan terendam, koefisien seret (CD) yang bekerja. disekeliling bangunan atas, yang diproyeksikan tegak lurus arah aliran bisa diambil sebesar CD = 2,2. (7). kecuali apabila data yang lebih tepat tersedia, untuk jembatan yang terendam, gaya angkat akan meningkat dengan cara yang sama seperti pada pilar tipe dinding. Perhitungan untuk gaya-gaya angkat tersebut adalah sama, kecuali bila besarnya AL diambil sebagai luas dari daerah lantai jembatan.    .

(55) 51  .  .  . arah aliran . Gambar C. 11 Koefisien seret dan angkat untuk bermacam-macam bentuk pilar 4) Gaya akibat benda hanyutan dihitung dengan menggunakan persamaan (5). dengan : CD =. 1,04. AD =. luas proyeksi benda hanyutan tegak lurus arah aliran (m2). (8). Jika tidak ada data yang lebih tepat, luas proyeksi benda hanyutan bisa dihitung seperti berikut: • untuk jembatan dimana permukaan air terletak dibawah bangunan atas, luas. benda hanyutan yang bekerja pada pilar dihitung dengan menganggap bahwa kedalaman minimum dari benda hanyutan adalah 1,2 m dibawah muka air banjir. Panjang hamparan dari benda hanyutan diambil setengahnya dari jumlah bentang yang berdekatan atau 20m, diambil yang terkecil dari kedua harga ini. • untuk jembatan dimana bangunan atas terendam, kedalaman benda hanyutan. diambil sama dengan kedalaman bangunan atas termasuk sandaran atau penghalang lalu lintas ditambah minimal 1,2 m. Kedalaman maksimum benda hanyutan boleh diambil 3 m kecuali apabila menurut pengalaman setempat menunjukkan bahwa hamparan dari benda hanyutan dapat terakumulasi. Panjang.    .

(56) 52  .  .  . hamparan benda hanyutan yang bekerja pada pilar diambil setengah dari jumlah bentang yang berdekatan.. Gambar C. 12 Luas proyeksi pilar untuk gaya-gaya aliran 5) Gaya akibat tumbukan dengan batang kayu dihitung dengan menganggap. bahwa batang dengan massa minimum sebesar 2 ton hanyut pada kecepatan aliran rencana harus bisa ditahan dengan gaya maksimum berdasarkan lendutan elastis ekuivalen dari pilar dengan rumus. TEF. M (Va )2 = [ kN ] d. (9). dengan pengertian : M adalah. massa batang kayu = 2 ton. Va adalah. kecepatan air permukaan (m/dt) pada keadaan batas yang ditinjau.. Dalam hal tidak adanya penyelidikan yang terperinci mengenai bentuk diagram kecepatan dilokasi jembatan, Va bisa diambil 1,4 kali kecepatan rata-rata Vs. d adalah.    . lendutan elastis ekuivalen (m) - lihat Tabel C. 24.

(57) 53  .  .  . Tabel C. 24 Lendutan ekuivalen untuk tumbukan batang kayu Tipe Pilar. d (m). Pilar beton masif. 0.075. Tiang beton perancah. 0.150. Tiang kayu perancah. 0.300. Gaya akibat tumbukan kayu dan benda hanyutan lainnya jangan diambil secara bersamaan. Tumbukan batang kayu harus ditinjau secara bersamaan dengan gaya angkat dan gaya seret. Untuk kombinasi pembebanan, tumbukan batang kayu harus ditinjau sebagai aksi transien.. e. Tekanan hidrostatis dan gaya apung Tabel C. 25 Faktor beban akibat tekanan hidrostatis dan gaya apung. 1). Permukaan air rendah dan tinggi harus ditentukan selama umur bangunan dan digunakan untuk menghitung tekanan hidrostatis dan gaya apung. Dalam menghitung pengaruh tekanan hidrostatis, kemungkinan adanya gradien hidrolis yang melintang bangunan harus diperhitungkan;. 2) Bangunan penahan-tanah harus direncanakan mampu menahan pengaruh total dari air tanah kecuali jika timbunan betul-betul bisa mengalirkan air. Sistem drainase demikian bisa merupakan irisan dari timbunan yang mudah mengalirkan air dibelakang dinding, dengan bagian belakang dari irisan naik dari dasar dinding pada sudut maksimum 60° dari arah horisontal; 3) Pengaruh daya apung harus ditinjau terhadap bangunan atas yang mempunyai rongga atau lobang dimana kemungkinan udara terjebak, kecuali apabila ventilasi udara dipasang. Daya apung harus ditinjau bersamaan dengan gaya akibat aliran.    .

Referensi

Dokumen terkait

Pencapaian kinerja auditor yang lebih baik harus sesusai dengan standar dan kurun waktu tertentu (Goldwasser 1993; dalam Fanani, dkk. 2008), yaitu: (1) kualitas kerja

Antivirus adalah sebuah jenis perangkat lunak yang digunakan untuk mendeteksi dan menghapus virus komputer dari sistem komputer yang dikenal dengan Virus Protection Software. Aplikasi

Wewenang KPK adalah mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi, menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak

Sekolah juga mempunyai faktor kelemahan dalam aspek ouput yaitu kurangnya waktu untuk kegiatan ekstrakurikuler, kekhawatiran orang tua bahwa kemungkinan lulusan

[r]

Rumah susun sederhana sewa Tanah Merah II terdiri atas 2 blok, yaitu blok A dan blok B. Lantai satu dipakai untuk ruang serba guna dan hunian difable yaitu untuk

Metallic yielding Damper merupakan material baja yang digunakan sebagai media untuk mendissipasi energi gempa yang masuk kedalam struktur yaitu dengan

Berbeda dengan hasil penelitian pada hipotesis pertama bahwa Kinerja Keuangan tidak berpengaruh terhadap CSR, hasil dari hipotesis yang ke empat ini adalah