• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas

Ilmu dan Teknologi Kebumian

Program Studi Meteorologi

© 2012 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung

PENERBITAN ONLINE AWAL

Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada

Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah

diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan

penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi

Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat

diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin

dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon

diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan

kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan

versi publikasi akhir.

(2)

1

Verifikasi Prediksi Hujan dengan Observasi Berbasis Masyarakat

Memanfaatkan Aplikasi Android

NURINDA SAUMANANDA SUROSO

Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung

ABSTRAK

Prediksi cuaca dirasakan sangat penting bagi manusia, namun studi prediksi cuaca tidak cukup jika berhenti pada penciptaan model numerik simulasi cuaca saja. Dibutuhkan verifikasi untuk menentukan apakah model tersebut merupakan representasi yang cukup dari fenomena cuaca. Verifikasi membutuhkan data cuaca aktual, namun stasiun observasi meteorologi di Indonesia jumlahnya masih sangat terbatas. Dengan demikian dibutuhkan suatu cara alternatif untuk memperoleh data cuaca aktual. Dalam penelitian ini, cara alternatif yang digunakan adalah dengan memanfaatkan teknologi smartphone yang saat ini sudah sangat umum digunakan pada masyarakat. Dengan menggunakan teknologi

smartphone, masyarakat dapat memberikan informasi cuaca aktual di daerahnya masing-masing melalui smartphone. Metode sampling data yang digunakan adalah metode Time-Location Sampling dengan (i) cluster lokasi yang merupakan pengelompokan dari beberapa titik sampel sumber data observasi

meteorologi dan (ii) cluster waktu yang merupakan pengelompokan dari beberapa titik sampel waktu. Informasi cuaca aktual tersebut nantinya digunakan untuk memverifikasi model prediksi cuaca WRF dan MM5 yang dijalankan oleh Laboratorium Analisis Meteorologi ITB. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa data cuaca aktual dari responden harus dipilih terlebih dahulu agar dapat digunakan untuk verifikasi. Dapat terlihat juga bahwa hasil verifikasi skill skor TS dan POD pada penelitian ini mencapai angka yang nilainya mendekati hasil penelitian verifikasi lain yang menggunakan data sembilan stasiun meteorologi sebagai data pembanding.

Kata kunci: prediksi cuaca numerik, hujan, verifikasi, observasi meteorologi, skill skor

1. Pendahuluan

Dunia telah mengenal prakiraan cuaca sejak berabad-abad yang lalu. Selain untuk menjawab keingintahuan manusia tentang atmosfer, kajian prakiraan cuaca dilakukan untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam menjalani kehidupan yang lebih mudah.

Kebutuhan prakiraan cuaca bagi negara berkembang seperti Indonesia juga dirasakan sangat penting dan studi prakiraan cuaca membutuhkan sumber daya komputasi yang besar. Seiring dengan kemajuan teknologi komputer, kini telah tersedia berbagai jenis model prediksi cuaca numerik untuk studi prakiraan cuaca. Namun studi prakiraan cuaca tidaklah cukup jika berhenti pada penciptaan model prediksi cuaca numerik saja. Dibutuhkan verifikasi untuk menentukan apakah model tersebut merupakan representasi yang cukup dari fenomena cuaca yang dikaji.

Verifikasi membutuhkan data aktual yang banyak, namun jumlah stasiun observasi meteorologi di Indonesia masih terbatas. Dibutuhkan suatu cara alternatif untuk memperoleh data cuaca aktual. Cara

alternatif yang dapat digunakan adalah dengan mengumpulkan informasi cuaca dari masyarakat seperti yang dilakukan oleh Hong Kong Observatory. Walaupun sudah memiliki 19 stasiun meteorologi, Hong Kong memiliki program Co-WIN, yaitu program yang menyediakan informasi cuaca dengan cara mengumpulkan data Automatic Weather Station (AWS) dari masyarakat.

Untuk Indonesia sendiri, harga AWS relatif mahal sehingga tidak memungkinkan penggunaan AWS dalam observasi meteorologi berbasis masyarakat. Walaupun demikian, Indonesia memiliki potensi dalam memanfaatkan teknologi smartphone. Menurut survey MarkPlus Insight tahun 2011, dari 61.000.000 pengguna internet di Indonesia, 58.000.000 orang diantaranya mengakses internet melalui perangkat mobile. Potensi ini dapat dimanfaatkan sehingga masyarakat bisa menginformasikan cuaca aktual di daerahnya masing-masing melalui smartphone.

Penelitian ini membahas tentang bagaimana memperoleh data observasi hujan dari masyarakat yang disampaikan melalui perangkat smartphone dan

(3)

2

apakah data observasi masyarakat tersebut dapat digunakan untuk verifikasi prediksi hujan.

Untuk melakukan verifikasi prakiraan ya/tidak nonprobabilistik, diperlukan tabel contingency untuk menghitung skill skor. Tabel contingency

menunjukkan banyaknya hasil “ya”/”hujan” dan “tidak”/”tidak hujan” pada prediksi dan kejadian yang sebenarnya. Empat jenis hasil kombinasi antara prediksi (ya atau tidak) dengan kejadian yang sebenarnya (ya atau tidak) adalah:

hit – prediksi menunjukkan ya (hujan) dan

terjadi hujan pada keadaan yang sebenarnya

miss – prediksi menunjukkan tidak (hujan),

namun terjadi hujan pada keadaan yang sebenarnya

false alarm – prediksi menunjukkan ya

(hujan), namun tidak terjadi hujan pada keadaan yang sebenarnya

correct negative – prediksi menunjukkan

tidak (hujan) dan tidak terjadi hujan pada keadaan yang sebenarnya.

Gambar 1.1. Skema Tabel Contingency (Sumber: Wilks, 2006). Skema menunjukkan hubungan antarkeadaan untuk verifikasi dikotomi nonprobabilistik.

Skema tabel contingency ditunjukkan oleh Gambar 2.1. Pada gambar tersebut, a mewakili banyaknya kejadian hit, b mewakili banyaknya kejadian false alarms, c mewakili banyaknya kejadian

miss, dan d mewakili banyaknya kejadian correct negatives.

Penelitian mengenai skill skor WRF Laboratorium Analsis Meteorologi ITB sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh Satrya (2012). Dalam penelitiannya, hasil prediksi hujan model WRF dibandingkan dengan data curah hujan dari 9 stasiun meteorologi di Jawa Barat. Penelitiannya menunjukkan bahwa nilai TS mencapai skor 0.1, nilai POD mencapai skor 0.3, dan nilai FAR mencapai skor diatas 0.8. Penelitian tersebut menggunakan batas

threshold sebesar 1mm untuk perbandingan dikotomi

hujan per-tiga-jam.

Untuk menentukan suatu keadaan adalah hujan atau tidak hujan, diperlukan suatu threshold atau klasifikasi hujan berdasarkan intensitasnya. Klasifikasi hujan telah dilakukan oleh berbagai pihak, diantaranya

adalah Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), American Meteorological Society (AMETSOC), dan Met Office.

Dalam penelitian ini, hasil prediksi hujan akan dibandingkan dengan data observasi masyarakat yang disampaikan melalui perangkat smartphone. Smartphone memiliki kemampuan untuk menambah

atau mengurangi aplikasi. Aplikasi dapat diunduh melalui sarana yang sudah disediakan oleh masing-masing operating system (OS). Pada Android, ada ratusan ribu aplikasi yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari. Diantaranya adalah aplikasi penyedia informasi forecasting cuaca seperti

Accuweather, Weather Underground, dan

Weatherbug. Walaupun informasi forecasting sudah

mudah diakses dari perangkat smartphone, pada aplikasi-aplikasi tersebut belum ada yang memfasilitasi pengguna dalam melaporkan cuaca aktual.

Pengambilan sampling data cuaca aktual menggunakan aplikasi android menimbulkan dua hal yang harus diperhatikan, yaitu sumber lokasi yang berubah-ubah dan waktu input yang berbeda-beda. Lokasi dan waktu yang terekam database akan tergantung dimana pengguna aplikasi berada dan kapan pengguna aplikasi melaporkan cuaca aktual. Untuk itu, metode sampling data yang berkaitan dengan penelitian ini adalah metode Time-Location Sampling.

Time-Location Sampling (TLS) disebut juga dengan Time-Venue Sampling, Time-Space Sampling,

Temporal Spatial Sampling (Mirzazadeh, 2009). TLS

digunakan ketika target populasi sampel tidak berada di waktu dan tempat yang sama sehingga kelompok atau yang didefinisikan adalah kelompok waktu (location cluster) dan kelompok tempat (time cluster).

2. Data dan Metode 2.1. Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil model prediksi cuaca, data observasi masyarakat, data MTSAT, dan data stasiun meteorologi.

Data hasil model prediksi cuaca yang digunakan adalah prediksi hujan yang di-running harian oleh Laboratorium Analisis Meteorologi ITB pada tanggal 22 Maret 2013 – 5 Mei 2013. Model tersebut adalah model skala meso MM5 dan WRF. Hasil prediksi merupakan data prediksi hujan harian per-3 jam dengan delapan cluster waktu sebagai berikut: 07:00-09:59, 10:00-12:59, 13:00-15:59, 16:00-18:59, 19:00-21:59, 22:00-00:59, 01:00-03:59, dan 04:00-6:59.

Data observasi yang digunakan adalah data cuaca aktual yang didapatkan dari masyarakat dengan memanfaatkan aplikasi WCPL mobile. Aplikasi tersebut dioperasikan dalam teknologi smartphone yang menggunakan operating system Android. Aplikasi dimanfaatkan oleh responden dengan cara

(4)

3

mengirimkan informasi cuaca aktual yang dimasukkan oleh responden selama waktu kajian yaitu tanggal 22 Maret 2013 – 5 Mei 2013. Bentuk data per-1 kali masukan adalah data “terjadi hujan” atau “tidak terjadi hujan” dan sesuai dengan keadaan cuaca aktual di tempat responden.

Data ketiga adalah data IR1 satelit MTSAT yang dioperasionalkan oleh Japan Meteorological Agency (JMA) dan didapatkan dari http://weather.is.kochi-u.ac.jp/. Data ini akan digunakan untuk melihat bagaimana perkembangan indeks konvektif pada wilayah kajian secara umum. Indeks konvetif (ITbb)

dihitung dengan persamaan 3-1 (Renggono, 2001) dan jika nilai ITbb kurang dari nol maka nilainya

diasumsikan sama dengan nol (Renggono, 2001).

250 250 (3-1)

Data stasiun meteorologi akan digunakan untuk melihat kecocokan antara data observasi masyarakat dan keadaan aktual yang direkam oleh stasiun meteorologi selama waktu kajian. Data yang akan digunakan meliputi data stasiun meteorologi BMKG di Dramaga, Halim, dan Bandung.

2.2. Metode

2.2.1. Persiapan Aplikasi WCPL mobile

Pengerjaan penelitian ini dimulai dengan menyebarkan aplikasi WCPL mobile kepada masyarakat di daerah kajian. Aplikasi dipromosikan dan didistribusikan melalui jaringan internet. Responden dapat mengunduh aplikasi ini dan kemudian meng-install-nya pada smartphone masing-masing.

Saat pertama kali membuka aplikasi WCPL mobile, responden diminta untuk melakukan registrasi dengan mengisi data diri. Hal ini diperlukan agar informasi yang diterima database server dapat diketahui identitas pengirimnya. Data yang diisi adalah nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan e-mail. Setelah registrasi, responden menetapkan lokasi default sesuai dengan lokasi responden. Selanjutnya, responden dapat melaporkan keadaan cuaca di tempatnya berada, yaitu dengan cara memasukkan informasi hujan atau tidak hujan melalui aplikasi WCPL mobile. Aplikasi kemudian akan mengirimkan informasi cuaca tersebut beserta data lokasi responden ke database server melalui koneksi internet. Untuk selanjutnya, ilustrasi penggunaan aplikasi dan proses transfer data dapat dilihat pada Gambar 2.1.

2.2.2. Sampling Data Observasi Masyarakat

Aplikasi WCPL mobile dimanfaatkan oleh responden dengan cara mengirimkan informasi cuaca aktual yang dimasukkan oleh responden selama waktu kajian yaitu tanggal 22 Maret 2013 – 5 Mei 2013. Bentuk data per-1 kali masukan adalah data “terjadi hujan” atau “tidak terjadi hujan” dan sesuai dengan keadaan cuaca aktual di tempat responden.

Gambar 2.1. Ilustrasi Alur Penggunaan Aplikasi dan Transfer Data.

Metode sampling yang digunakan adalah metode TLS dan dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Location Clustering. Mengelompokkan beberapa titik lokasi responden menjadi beberapa kelompok lokasi tertentu. Pada bagian ini, clustering lokasi dilakukan langsung ketika responden memilih lokasi default sehingga data lokasi langsung diterima oleh database.

2. Time Clustering. Mengelompokkan beberapa titik sampel waktu menjadi data waktu per-3 jam, dimulai dari pukul 07:00-9.59, 10:00-12:59, dan seterusnya.

Setelah time clustering, dilakukan filtering untuk memisahkan data ambigu dari yang lain. Dalam tahap

filtering, data yang memiliki nilai tunggal (‘hujan’

atau ‘tidak hujan’) dipisahkan dari data yang memiliki nilai lebih dari satu (‘hujan’ dan ‘tidak hujan’).

2.2.3. Persiapan Data Hasil Prediksi Cuaca

Selain mempersiapkan data observasi, hal yang perlu dilakukan adalah mempersiapkan data hasil prediksi cuaca. Pertama, data prakiraan hujan MM5 dan WRF yang dijalankan oleh Laboratorium Analisis Meteorologi ITB akan disimpan dalam database server. Kemudian data tersebut dipilih sesuai dengan data yang diperlukan untuk verifikasi, yaitu data prediksi hujan yang lokasi dan waktunya sama dengan data observasi masyarakat.

Langkah selanjutnya adalah membagi data prediksi hujan menjadi dua jenis data: “hujan” dan “tidak hujan”. Penentuan hujan atau tidak hujan dilakukan berdasarkan 4 threshold yang berbeda yaitu 0.5mm, 1mm, 2mm, dan 3mm sehingga didapatkan 4 set data prediksi untuk masing-masing model prediksi MM5 dan WRF. Setelah persiapan selesai dilakukan, penelitian ini bisa dilanjutkan dengan melakukan verifikasi hasil prediksi.

2.2.4. Verifikasi Hasil Prediksi Hujan

Verifikasi dilakukan dengan terlebih dahulu membuat tabel contingency antara data observasi mayarakat dan data hasil prediksi. Indeks skor yang akan digunakan adalah POD, PC, dan TS. POD, PC

(5)

4

dan TS memiliki nilai sempurna 1 dan nilai terendah 0.

POD adalah jumlah hits dibagi dengan jumlah kejadian hujan yang terjadi sehingga skill skor ini dapat menunjukkan kesuksesan performa model dalam memprediksi terjadinya hujan. POD dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 3-2 (McBride dan Ebert, 1999).

ℎ +

(3-2)

PC adalah jumlah hits dan correct negative dibagi dengan jumlah total data. Skill skor PC disebut juga sebagai skill skor Accuracy (ACC) dan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 3-3 (Wilks, 2006).

= ℎ + !

"

(3-3)

TS akan menggambarkan seberapa baik model memprediksikan kejadian hujan. TS dapat dihitung menggunakan persamaan 3-4 (Wilks, 2006).

# = ℎ

ℎ + + $ " "

(3-4)

3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Hasil Sampling Data

Clustering Data

Pada location clustering, clustering dilakukan langsung ketika responden memilih lokasi default sehingga data lokasi langsung diterima oleh database. Hasil sampling data menunjukkan bahwa data observasi masyarakat yang masuk ke server bersumber dari 8 lokasi: Bandung, Bogor, Jakarta Selatan, Bekasi, Jakarta Timur, Depok, Jakarta Pusat, dan Tangerang. Pembahasan akan fokus pada tiga lokasi dengan data terbanyak. Sehingga didapatkan tiga cluster lokasi yaitu Bandung dengan jumlah 366 data, diikuti dengan Bogor sebanyak 155 data, dan Jakarta Selatan sebanyak 102 data. Keseluruhan data dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Jumlah Keseluruhan Data dari Responden WCPL mobile.

Selanjutnya adalah time clustering, yaitu mengelompokkan beberapa titik sampel waktu menjadi data waktu per-3 jam, dimulai dari pukul 07:00-9.59, 10:00-12:59, 13:00-15:59, 16:00-18:59, 19:00-21:59, 22:00-00:59, 01:00-03:59, dan 04:00-6:59. Dengan dilakukannya time clustering, nilai beberapa titik sampel waktu dapat diwakili oleh satu

cluster waktu.

Sebagai contohnya dapat dilihat dalam Tabel 3.1. mengenai data pada cluster lokasi Bogor tanggal 29 April 2013. Terdapat lima sampel data yang dapat diwakili oleh cluster waktu 19:00-21:59. Lima sampel data tersebut berasal dari dua responden dengan rincian sebagai berikut: empat data dari responden dengan ID 72 yaitu data pada pukul 19:14, 19:17, 20:46, 21:59, dan satu sampel data dari responden dengan ID 118 yaitu data pada pukul 21:59. Kelima data sampel tersebut memiliki nilai yang sama yaitu, ‘terjadi hujan’, sehingga dapat diwakili oleh satu nilai. Tabel 3.1. Data cluster waktu 19:00-21:59, 29 April 2013

ID

Responden Tanggal dan Jam Lokasi Nilai

72 2013-04-29 19:14:56 Bogor Hujan 72 2013-04-29 19:17:29 Bogor Hujan 72 2013-04-29 20:46:05 Bogor Hujan 72 2013-04-29 21:59:14 Bogor Hujan 118 2013-04-29 21:59:32 Bogor Hujan Setelah time clustering, dilakukan filtering data nilai tunggal yaitu memisahkan data yang memiliki nilai tunggal (‘hujan’ atau ‘tidak hujan’) dari data ambigu, yaitu data yang memiliki nilai lebih dari satu (‘hujan’ dan ‘tidak hujan’). Salah satu contohnya adalah pada tanggal 25 Maret 2013 dalam cluster lokasi Bandung. Cluster waktu 10:00-12:59 terdiri dari tiga titik sampel waktu yaitu pukul 11:06, 11:36, dan 12:02. Cluster waktu tersebut memiliki nilai lebih dari satu, yaitu ‘tidak hujan’ pada pukul 11:06, ‘tidak hujan’ pada pukul 11:36, dan ‘hujan’ pada pukul 12:02. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.2. Pada verifikasi, data observasi yang dibutuhkan adalah nilai tunggal sehingga data yang memiliki nilai lebih dari satu tidak diikutsertakan dalam pengolahan data verifikasi.

Tabel 3.2. Data cluster waktu 10:00-12:59, 25 Maret 2013 ID

Responden Tanggal dan Jam Lokasi Nilai

18 2013-03-25 11:06:27 Bandung Tidak Hujan 15 2013-03-25 11:36:04 Bandung Tidak Hujan 14 2013-03-25 12:02:03 Bandung Hujan Setelah dilakukan filtering data nilai tunggal, jumlah data yang dapat digunakan menjadi 272 sampel data dengan rincian yang dapat digambarkan 366 155 102 52 31 12 7 5 0 100 200 300 400 Bandung Bogor JakSel Bekasi JakTim Depok JakPus Tangerang

Jumlah Data Observasi Masyarakat

Setelah Clustering Sebelum Clustering

(6)

5

oleh bagan dalam Gambar 3.2. Dengan demikian, data yang dapat digunakan untuk verifikasi jumlahnya sebesar 43% dari jumlah data sebelumnya.

Gambar 3.2. Perbandingan Data Nilai Tunggal dengan Data Setelah Clustering dan Sebelum Clustering

Persebaran Data Observasi Per-Cluster Waktu

Berdasarkan data yang sudah diolah sebelumnya, persebaran data secara temporal perlokasi dapat terlihat dalam grafik pada Gambar 3.3. Dalam penggunaan aplikasi WCPL mobile, responden langsung diminta memasukkan data ketika membuka aplikasi. Dengan demikian dapat dilihat bahwa dalam penelitian ini pada umumnya responden paling sering membuka aplikasi pada pukul 16:00 – 18:59 dengan jumlah 47 data.

Gambar 3.3. Persebaran Data Observasi Masyarakat secara Temporal Per-Cluster Waktu untuk Lokasi Bandung, Bogor, dan Jakarta Selatan.

Persebaran Data Observasi Per-Minggu

Gambar 3.4. menunjukkan bahwa tidak adanya data (hujan maupun tidak hujan) pada lokasi Bogor dan Jakarta Selatan untuk minggu ke-1 dan ke-2 waktu kajian. Pada minggu ke-3 pun data untuk lokasi

Bogor pun belum tersedia. Walaupun demikian, data ketiga lokasi sudah tersedia lengkap pada minggu ke-4, ke-5, dan ke-6.

Gambar 3.4. Persebaran Data Observasi Masyarakat secara Temporal Per-Minggu untuk Lokasi Bandung, Bogor, dan Jakarta Selatan.

3.2. Perbandingan Kualitatif

Jika diperhatikan dengan lebih seksama, nilai indeks konveksi rata-rata harian dan curah hujan (Gambar 3.5.) dan data observasi masyarakat (Gambar 3.4.) dapat digunakan untuk menganalisis keadaan meteorologis di lokasi kajian. Sebagai contohnya adalah minggu ke-2 di Bandung. Pada minggu ke-2, indeks konveksi maksimum per harinya cukup tinggi dengan curah hujan 134mm. Walaupun demikian, berdasarkan data observasi masyarakat, jumlah kejadian hujan relatif sedikit sehingga kemungkinan hujan yang terjadi berasal dari awan cumuliform.

Selain itu, terlihat pula bahwa ada kesamaan tren dari minggu ke-4 hingga minggu ke-6. Di lokasi Bandung, aktivitas konveksi, jumlah curah hujan, dan data hujan terobservasi oleh masyarakat terlihat mulai menurun dari minggu ke-4 hingga menjelang akhir minggu ke-6.

Periode monsoon break adalah periode curah hujan harian kurang dari 1.8mm selama tiga hari berturut-turut atau lebih (Octarina, 2012). Sebagaimana yang ditunjukkan oleh Gambar 3.5., hujan harian di Bandung selama 7 hari kurang dari 1.8mm. Tanggal 29 April, 30 April, dan 5 Mei tidak terjadi hujan sama sekali. Sedangkan curah hujan harian tanggal 1-2 Mei masing-masing sebanyak 1mm, dan curah hujan harian tanggal 3-4 Mei masing-masing hanya sebanyak 0,6mm. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terjadi monsoon break pada minggu ke-6 kajian di Bandung.

366 155 102 176 83 50 144 80 48 0 50 100 150 200 250 300 350 400

Bandung Bogor Jakarta Selatan

Jumlah Data

Sebelum clustering Setelah clustering Data Nilai tunggal 6 25 3 13 13 13 0 11 11 0 20 40 60 01:00-03:59 22:00-00:59 19:00-21:59 16:00-18:59 13:00-15:59 10:00 - 12:59 07:00-09:59 04:00-06:59 Jumlah Data

Persebaran Data Temporal

Bandung Bogor Jakarta Selatan 0 2 4 6 8 10 12 1 2 3 4 5 6 Ju m la h Minggu

ke-Jumlah Event Hujan Terobservasi

Bandung Bogor Jakarta Selatan

(7)

6

Gambar 3.5. Curah Hujan Lokasi Bandung dari Stasiun Meteorologi BMKG Bandung dan Nilai Indeks Konveksi Rata-rata Harian IR1 MTSAT. Minggu pertama mencakup tanggal 22-28 Maret, minggu kedua mencakup tanggal 29 Maret – 4 April, minggu ketiga mencakup tanggal 5-11 April, minggu keempat mencakup tanggal 12-18 April, minggu kelima mencakup tanggal 19-25 April, dan minggu keenam mencakup tanggal 26 April – 5 Mei.

3.3. Verifikasi Kuantitatif

Dalam melakukan verifikasi, hasil model prediksi dibandingkan dengan data observasi masyarakat. Pada hasil model prediksi, penentuan hujan atau tidak hujan dilakukan berdasarkan 4 threshold yang berbeda yaitu 0.5mm, 1mm, 2mm, dan 3mm sehingga didapatkan 4 set data prediksi untuk masing-masing model prediksi MM5 dan WRF.

Verifikasi dilakukan dengan terlebih dahulu membuat tabel contingency antara data observasi masyarakat dan data hasil prediksi. Skill score yang dihitung adalah POD, PC, dan TS. POD, PC, dan TS memiliki nilai sempurna 1 dan nilai terendah 0.

Gambar 3.6. Nilai Skor POD Rata-rata Lokasi Bandung, Bogor, dan Jakarta Selatan. Bagan menunjukkan nilai skor POD untuk model WRF dan MM5 yang dijalankan oleh Laboratorium Analisis Meteorologi.

Gambar 3.6. menunjukkan hasil perhitungan POD. Nilai POD pada penelitian ini mencapai nilai 0.35 hingga 0.55. Hal ini membuktikan bahwa 35-55% kejadian hujan berhasil diprediksi oleh model dengan threshold hujan sebesar 0.5mm dan 1 mm. Nilai POD WRF sendiri berada dalam rentang 0.26

hingga 0.51, dan nilai ini mendekati nilai POD yang diteliti oleh Satrya (2012) yaitu dengan nilai 0.3.

Selain itu, nilai POD terbaik untuk penentuan event hujan bagi kedua model dicapai dengan threshold 0.5mm. Dengan demikian, untuk perhitungan indeks skor TS dan PC selanjutnya akan menggunakan threshold 0.5mm.

Gambar 3.7. Perbandingan Nilai TS dan PC perlokasi. Nilai Threat Score dan Proportion Correct per-tiga-jam model WRF dan MM5 dengan threshold 0.5mm.

Perlu diperhatikan bahwa nilai skill skor tidak bisa dibandingkan perminggu karena adanya perbedaan persebaran data observasi masyarakat. Skill skor minggu pertama dan kedua hanya merepresentasikan lokasi Bandung, sedangkan minggu ketiga hanya merepresentasikan lokasi Bandung dan Jakarta Selatan. Dengan demikian perhitungan nilai TS dan PC akan lebih representatif jika dilakukan untuk tiap lokasi. Indeks skor TS berada dalam rentang nilai 0.12 sampai 0.34 dan bisa diartikan bahwa 12-34% kejadian hujan yang terjadi telah 0 10 20 30 40 50 60 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45

Bandung CH dan Daily Average Convection Index

CH IC=250-Tbb 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 0.5mm 1mm 2mm 3mm In d ek s S k o r Threshold (mm/3 jam)

Probability of Detection

WRF MM5 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Bandung Bogor Jakarta

Selatan In d e k s S k o r

Perbandingan Nilai TS & PC

TS MM5 TS WRF PC WRF PC WRF

(8)

7

berhasil diprediksi oleh model. Sedangkan indeks skor PC berada dalam rentang 0.52 sampai 0.65 yang artinya 52-65% dari keseluruhan prediksi adalah benar. Dapat dilihat pada Gambar 3.7. bahwa nilai skor TS di Bandung merupakan nilai TS terbaik dibandingkan di wilayah lain.

Sebagaimana yang ditampilkan oleh Gambar 3.8., hasil perhitungan indeks skor TS pada MM5 menghasilkan nilai 0.27. Sedangkan model prediksi WRF menghasilkan nilai TS sebesar 0.22. Pada nilai TS WRF, hal ini menunjukkan bahwa nilai tersebut mendekati nilai TS WRF Laboratorium Analisis Meteorologi ITB yang diteliti oleh Satrya (2012) yaitu 0.1. Dengan demikian data observasi masyarakat ini dapat digunakan untuk verifikasi prediksi cuaca numerik.

Gambar 3.8. Perbandingan Nilai TS dan PC perlokasi. Nilai Threat Score dan Proportion Correct per-tiga-jam model WRF dan MM5 dengan threshold 0.5mm.

4. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, perlu dilakukan filtering (data nilai tunggal) terhadap data yang sudah di-cluster sehingga data yang siap diolah untuk verifikasi jumlahnya lebih sedikit dari jumlah data sebelum clustering.

Nilai indeks konveksi, curah hujan dan data observasi masyarakat dapat dibandingkan secara kualitatif untuk menganalisis keadaan meteorologis di lokasi kajian.

Threshold terbaik dalam penentuan prediksi hujan WRF dan MM5 Laboratorium Analisis Meteorologi ITB adalah 0.5mm. Berdasarkan nilai skill skor TS dan PC, model WRF dan MM5 dapat memprediksi lebih baik pada lokasi Bandung dibandingkan dengan dua lokasi lainnya. Selain itu, nilai TS dan POD pada penelitian ini menunjukkan hasil yang mendekati nilai TS dan POD yang diteliti oleh Satrya (2012). Dengan demikian, data observasi masyarakat ini dapat digunakan untuk verifikasi prediksi cuaca numerik.

REFERENSI

Hong Kong Observatory. Speech by Mr CM Shun, Director

of the Hong Kong Observatory 20 March 2012. Hong

Kong, 2012.

McBride, J. L., dan Ebert, E. E. (1999). Verification of Quantitative Precipitation Forecast from Operational Numerical Weather Prediction Models over Australia.

American Meteorological Society, 15, 103-121.

Met Office. Fact sheet No.3 - Water in the atmosphere. Devon, 2011.

Mirzazadeh, Ali. (2009). Time Location Sampling, dalam

Factsheets of Knowledge Hub for HIV/AIDS Surveillance, Kerman University of Medical Sciences,

Kerman, Iran. Issue2, September 2009, 41-64. National Oceanic and Atmospheric Administration. (2003).

Meteorological Station Information Lookup for Hong Kong. Diakses pada 10 Januari 2013 dari NOAA:

http://www.nws.noaa.gov/tg/siteloc.shtml

Octarina, D. T. (2011). Pengaruh Monsun Aktif dan Break

terhadap Karakteristik Vertikal Awan konvektif Berdasarkan Analisis Data Cloudsat. Tugas Akhir S1,

Institut Teknologi Bandung, Program Studi Meteorologi, FITB.

Pramono, Tri Agus. “Analisa Cuaca dan Iklim,” Bulletin

Meteorologi, Edisi 51 Februari 2012, hal 9-12.

Renggono, F., Hashiguchi, H., Fukao, S., Yamanaka, M. D., Ogino, S. Y., Okamoto, N., Murata, F., Sitorus, B. P., Kudsy, M., Kartasasmita, M., dan Ibrahim, G. (2001). Precipitating Clouds Observed by 1.3-GHz Boundary Layer Radars in Equitorial Indonesia. Annales

Geophysicae, 19, 889-897.

Satrya, Luthfi Imanal. (2012). Asimilasi Data Radar dalam

Penerapan Prediksi Cuaca Numerik di Indonesia.

Tugas Akhir S1, Institut Teknologi Bandung, Program Studi Meteorologi, FITB.

Subkhan, Farid. “Indonesia Shoppers Insight 2012.” Makalah disampaikan dalam The Markplus Conference 2013, The Ritz Carlton Jakarta Pacific Place, Jakarta 2012.

Wilks, Daniel S. (2006). Statistical Methods in the

Atmospheric Sciences. Cornell University: Elsevier

Inc. 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 TS PC In d e k s S k o r Skill Skor

Perbandingan Indeks Skor

MM5 WRF

Gambar

Gambar  1.1.  Skema  Tabel  Contingency  (Sumber:  Wilks,  2006).  Skema  menunjukkan  hubungan  antarkeadaan  untuk verifikasi dikotomi nonprobabilistik
Gambar  2.1.  Ilustrasi  Alur  Penggunaan  Aplikasi  dan  Transfer Data.
Gambar  3.1.  Jumlah  Keseluruhan  Data  dari  Responden  WCPL mobile.
Gambar  3.3.  Persebaran  Data  Observasi  Masyarakat  secara  Temporal  Per-Cluster  Waktu  untuk  Lokasi  Bandung,  Bogor, dan Jakarta Selatan
+3

Referensi

Dokumen terkait

[3.3] Menimbang bahwa menurut Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara

Keputusan Majelis Wali Amanat Universitas Gadjah Mada Nomor 12/SK/MWA/2015 tentang Penetapan Rektor Universitas Gadjah * Mada Pengganti Antar Waktu Periode 2012-2017;..

Berbeda dengan Magendie, Claude Bernard Claude Bernard menjelaskan fenomena menjelaskan fenomena fisiologi dengan cara baru, ia menunjukkan bahwa banyak fungsi vital fisiologi

Menurut Goldstone (2009, p14), Unity3D membuat produksi game menjadi lebih mudah dengan memberikan beberapa logika untuk membangun skenario game yang sudah

Antropologi forensik yang berbasis pada osteologi dan anatomi manusia merupakan terapan menuju identifikasi individu dari data populasi yang dipelajari dalam antropologi

Yang manakah di antara kesalahan berikut ini yang akan menyebabkan penaksiran yang terlalu rendah pada ukuran minimmum populasi yang dapat bertahan hidup dari suatu

Penetapan sanksi oleh Dewan Kode Etik Dosen Institut dengan surat keputusan selambat-lambatnya 64 (enam puluh empat) hari kerja setelah diterimanya laporan dugaan

Ada sumbangan yang signifikan antara daya ledak otot tungkai, kekuatan otot lengan, dan kelentukan pergelangan tangan terhadap hasil jumping service dalam permainan bola voli