• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepala Negara dan Pemerintahan: Megawati Sukarnoputri. Pengadilan Kriminal Internasional: belum ditandatangani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kepala Negara dan Pemerintahan: Megawati Sukarnoputri. Pengadilan Kriminal Internasional: belum ditandatangani"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

INDONESIA

REPUBLIK INDONESIA

Kepala Negara dan Pemerintahan: Megawati Sukarnoputri Hukuman mati: Masih dipertahankan

Pengadilan Kriminal Internasional: belum ditandatangani

Di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Propinsi Papua (yang tadinya masing-masing dikenal dengan nama Aceh dan Irian Jaya), keadaan hak asasi manusia masih tetap buruk. Ratusan kasus dilaporkan mengenai adanya hukuman mati di luar jalur hukum, adanya orang-orang yang “menghilang”, penyiksaan dan penangkapan secara tidak sah. Kegagalan pemerintah dalam melakukan tindakan tegas guna menghentikan pelanggaran hak asasi manusia merusak usaha-usaha guna mencari jalan keluar bagi konflik-konflik yang disebabkan oleh tuntutan bagi kemerdekaan yang sudah lama ada. Impunity atau pembebasan dari hukuman makin diperkuat dengan tidak

mampunya pengadilan-pengadilan yang dilakukan Pengadilan Hak Asasi Manusia ad hoc mengenai Timor Timur untuk secara memuaskan memutuskan atas kasus-kasus kejahatan berat, termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan di tahun 1999 di Timor Timur (yang sejak tahun 2002 dinamai Timor Leste). Sekurang-kurangnya ada sembilan orang narapidana hati nurani (mereka yang ditahan karena keyakinan mereka) dijatuhi hukuman penjara, serta empat orang lainnya masih menunggu kasus mereka disidangkan akhir tahun 2002. Para pembela hak asasi manusia ikut menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia, termasuk hukuman mati di luar jalur hukum, penyiksaan dan penahanan secara tidak sah.

Latar Belakang

Reformasi berjalan maju di beberapa daerah. Pemilihan presiden secara langsung sudah diperkenalkan dan batas waktu tahun 2004 diberikan guna mengakhiri sistem pemberian kursi parlemen bagi anggota militer dan kepolisian yang sudah banyak dikritik. Akan tetapi, reformasi dalam sistem peradilan tidak banyak membuat kemajuan dan rencana-rencana untuk memperbaiki Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sekali lagi tidak dilaksanakan.

Sejumlah pengadilan kasus korupsi besar yang dilakukan sepanjang tahun lalu tidak banyak bisa memperbaiki rasa percaya masyarakat pada sistem peradilan dan

kepemimpinan politik. Akbar Tanjung, Ketua Umum Golkar yang merupakan salah satu partai politik utama, adalah salah seorang yang dijatuhi hukuman penjara karena korupsi. Meskipun sudah didakwa, ia tetap tidak mundur dari jabatannya sebagai ketua partai ataupun ketua DPR

Undang-undang mengenai Keamanan

Satu Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu) mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme diberlakukan setelah adanya pengeboman terhadap satu klub malam di Bali tanggal 12 Oktober yang membunuh hampir 200 orang. Peraturan ini

(2)

memberlakukan hukuman mati bagi beberapa tindak pidana yang digambarkan sebagai tindak pidana terorisme. Hak-hak bagi para tertuduh untuk dihadapkan ke pengadilan yang bersifat fair/adil, termasuk hak-hak untuk mendapatkan asas praduga tak bersalah dan hak untuk mendapatkan bantuan hukum tidak secara memadai dijamin. Undang-undang guna menggantikan Perpu ini sudah diajukan ke DPR akan tetapi belum juga diloloskan sebagai undang-undang sampai akhir tahun.

Lima belas orang ditahan sehubungan dengan pengeboman Bali. Seorang tokoh ulama Islam ditahan juga berkaitan dengan pengeboman-pengeboman lain di Indonesia yang terjadi selama beberapa tahun terakhir. Ada kekhawatir bahwa pengadilan terhadap mereka tidak memenuhi standar-standar internasional bagi pengadilan yang fair. Impunity atau pembebasan dari hukuman

Usaha-usaha untuk menangani impunity dalam kasus-kasus hak asasi manusia hanya mencapai sedikit kemajuan karena adanya perlawanan secara politik serta kelemahan-kelemahan hukum dan institusional yang terus merusak usaha penyelidikan dan peradilan terhadap mereka yang dicurigai melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Empat pengadilan hak asasi manusia yang dinyatakan akan dibentuk di bawah undang-undang yang mulai berlaku tahun 2000 masih juga belum didirikan sampai akhir tahun. Pengadilan-pengadilan tersebut akan memiliki yurisdiksi atas kasus-kasus kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida (pembasmian satu suku/bangsa). Sidang-sidang pengadilan Timor Leste

Satu pengadilan hak asasi manusia ad hoc dilangsungkan di bulan Maret untuk mempertimbangkan kasus-kasus kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi di Timor Timur sekitar saat diadakannya jajak pendapat mengenai kemerdekaan di bulan Agustus 1999. Delapan belas orang diajukan ke pengadilan berkaitan dengan empat kejadian. Mantan Gubernur Propinsi Timor Timur, Abilio Jose Osorio Soares, Mantan Komandan Komando Distrik Militer Dili, Letnan Kolonel TNI Infanteri Sujarwo serta pemimpin milisi Eurico Guterres dijatuhi hukuman penjara masing-masing tiga, lima dan 10 tahun. Sebelas orang terdakwa lainnya dibebaskan. Sidang pengadilan atas empat orang lainnya masih juga belum berakhir pada akhir tahun lalu. Amnesty International merasa khawatir bahwa jaksa penuntut tidak berhasil menjalankan tugas mereka sesuai dengan undang-undang internasional untuk mengajukan penuntutan yang efektif terhadap para tertuduh sebab mereka mengabaikan bukti-bukti yang relevan dan dinyatakan dengan baik. Mereka juga tidak mampu membuktikan adanya tindak pidana yang dilakukan secara sistematik dan tersebar luas di Timor Timur pada tahun 1999. Selain daripada itu, para saksi mata dan korban tidak mendapatkan perlindungan yang memadai dan beberapa saksi mata menolak tampil di pengadilan karena keamanan mereka tidak terjamin.

Ratusan kasus kejahatan berat lainnya yang terjadi di Timor Timur selama tahun 1999 juga tidak diselidiki. Indonesia juga masih menolak untuk bekerjasama dalam

penyelidikan dan peradilan yang dilangsungkan di Timor Leste, termasuk misalnya menolak mentransfer ke Timor Leste orang-orang Indonesia atau mereka yang tinggal di Indonesia yang telah mendapatkan panggilan penangkapan dari Unit kejahatan Berat Perserikatan Bangsa Bangsa.

(3)

Kasus-kasus lain yang tidak terselesaikan

Hanya ada sedikit kemajuan dalam usaha mengajukan para pelaku pelanggaran hak asasi manusia dan ada ribuan kasus yang sama sekali tidak diinvestigasi. Dari sedikit kasus yang diinvestigasi hanya satu saja yang yang akhirnya diajukan ke pengadilan. Dalam tiga kasus terkenal dimana investigasi atas kejahatan terhadap kemanusiaan sudah dimulai tidak ada seorang pun yang didakwa atau diajukan ke pengadilan. Pada bulan Januari, sembilan anggota Brimob dijatuhi hukuman penjara antara tiga sampai enam tahun oleh pengadilan militer sehubungan dengan penembakan empat orang mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta tahun 1998. Akan tetapi sejumlah pejabat tinggi militer dan kepolisian menolak menanggapi panggilan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan Komisi Penyilidik Pelanggaran HAM (KPP HAM)

mengenai hukuman di luar jalur hukum terhadap ke empat mahasiswa tersebut dan paling tidak ada 19 orang lain yang juga terbunuh ketika pasukan keamanan melakukan penembakan terhadap para pengunjuk rasa di Jakarta di tahun 1998 dan 1999. KPP HAM ini melaporkan di bulan April bahwa 49 anggota kepolisian dan militer terlibat dalam pembunuhan-pembunuhan tersebut. Rekomendasi komisi ini agar Jaksa Agung melakukan penyelidikan lebih lanjut belum juga dikerjakan sampai akhir tahun.

Kantor Jaksa Agung telah mengirim satu timnya ke Papua pada bulan April sebagai tanggapan atas kesimpulan yang dibuat satu KPP HAM lain yang menemukan adanya bukti-bukti pelanggaran hak asasi manusia berat di Abepura di bulan Desember 2000. Pelanggaran-pelanggaran tersebut termasuk pembunuhan atas tiga orang mahasiswa dan penahanan secara tidak sah serta penyiksaan terhadap 100 orang lainnya. Tidak ada seorang pun yang sudah dikenai dakwaan sampai akhir tahun.

Empat belas orang, termasuk Kepala Kopassus, disebut-sebut sebagai tertuduh dalam pembunuhan terhadap sejumlah besar orang di Tanjung Priok, Jakarta, pada tahun 1984 ketika pasukan keamanan melakukan tembakan kepada para pengunjuk rasa. Mereka juga belum diajukan ke pengadilan sampai akhir tahun.

Represi terhadap gerakan-gerakan pro-kemerdekaan

Nanggroe Aceh Darussalam

Dialog antara pemerintah dan pihak oposisi bersenjata Gerakan Aceh Merdeka

(GAM) menghasilkan adanya penandatanganan kesepakatan gencatan senjata di bulan Desember. Kesepakatan ini dimaksudkan sebagai langkah pertama menuju

diakhirinya konflik ini, yang telah menyebabkan terbunuhnya lebih dari 1300 orang sepanjang tahun lalu, menurut satu perkiraan yang dibuat oleh organisasi-organisasi hak asasi manusia setempat.

Sejumlah penahanan secara tidak sah yang dilakukan oleh polisi dan militer juga dilaporkan. Penyiksaan dan perlakuan buruk terhadap tahanan masih terus dilakukan. Di antara para korban termasuk juga mereka yang dicurigai menjadi anggota atau mendukung GAM, para aktifis politik dan pembela hak asasi manusia. Dalam beberapa kasus sanak keluarga mereka ditahan di tempat orang-orang yang dicurigai

(4)

sebagai anggota GAM. Dilaporkan juga ada tuntutan-tuntutan untuk minta dibayar guna menjamin dibebaskannya tahanan.

GAM juga bertanggung jawab atas pelecehan hak asasi manusia berat, termasuk penculikan dan pembunuhan secara tidak sah. Keadilan bagi hal-hal ini dan

pelanggaran hak asasi manusia lainnya tidaklah dibahas dalam kesepakatan gencatan senjata.

 Junaidi, Ketua Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA) cabang Aceh Besar yang pro-kemerdekaan, ditahan pada tanggal 8 Januari oleh tentara dari Kostrad dan kemudian “menghilang”. Seorang saudaranya menerima telepon dari Junaidi yang mengatakan bahwa ia ditahan di Kecamatan Seulimeum, Kabupaten Aceh Besar. Namun pihak militer membantah menahannya.  Hasan Basri, pria berusia 50 tahun dari Kecamatan Krueng Sabee, Kabupaten

Aceh Barat, berada dalam tahanan militer selama lima bulan. Ia disiksa, termasuk juga diancam akan dibunuh dan dipaksa menyaksikan hukuman mati terhadap tahanan lainnya. Ia diduga ditahan karena pihak militer mencurigai bahwa dua orang anaknya menjadi anggota GAM. Para penasehat hukum yang mencoba mendapatkan akses kepadanya diancam akan dibunuh.

Papua

Usaha-usaha untuk mencari jalan keluar secara damai bagi kekacauan politik dan lainnya di Papua masih terus dirusak oleh pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan pasukan keamanan. Pembatasan kebebasan berekspresi secara besar-besaran ikut membatasi kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh gerakan kemerdekaan sipil. Sidang pengadilan terhadap tiga anggota senior kelompok politik untuk

kemerdekaan Presidium Dewan Papua (PDP) masih terus berlangsung. Mereka dibebaskan di bulan Maret dari tuduhan-tuduhan yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan politik mereka yang dilakukan secara damai. Empat orang anggota PDP cabang Kabupaten Jayawijaya, yang telah dijatuhi hukuman penjara selama empat tahun pada tahun 2000, masih tetap berada dalam tahanan kota di Wamena. Mereka adalah para tahanan hati nurani atau orang yang ditahan karena keyakinan mereka. Para anggota Kopassus sudah diumumkan sebagai tertuduh dalam pembunuhan terhadap ketua PDP Theys Eluays di bulan November 2001, dan tujuh di antara

mereka dikenai dakwaan di akhir tahun. Sidang pengadilan terhadap mereka di sebuah pengadilan militer dijadwalkan akan dimulai pada bulan Januari tahun 2003.

Pelanggaran hak asasi manusia juga dilakukan dalam konteks operasi pertambangan dan penebangan hutan. Di bulan Agustus, seorang warganegara Indonesia dan dua warganegara Amerika Serikat dibunuh dalam satu serangan di dekat pertambangan PT Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika. Pihak militer menuduh kelompok oposisi bersenjata Operasi Papua Merdeka (OPM) yang melakukannya. Akan tetapi, baik polisi maupun organisasi-organisasi hak asasi manusia setempat dengan terbuka menyatakan mereka percaya bahwa pihak militer Indonesia terlibat dalam pembunuhan-pembunuhan ini.

(5)

Akses masuk ke daerah Kecamatan Wasior, Kabupaten Manokwari, masih tetap dibatasi setelah adanya operasi-operasi polisi di tahun 2001 terhadap mereka yang dicurigai melakukan dua serangan atas dua perusahaan penebangan hutan. Dua puluh tujuh orang yang ditangkap selama dilangsungkannya operasi polisi tersebut dijatuhi hukuman penjara setelah diajukan ke pengadilan yang tidak fair. Mereka semua, kecuali Marthinus Septinus Daisiwa, yang dijatuhi hukuman penjara tujuh tahun, telah dibebaskan pada akhir tahun. Tidak ada satu investigasi pun yang dilakukan terhadap adanya tuduhan-tuduhan bahwa ke 27 orang itu disiksa dan dijadikan sasaran

pelanggaran hak asasi manusia lainnya.

Empat puluh sembilan orang ditangkap sehubungan dengan upacara pro-kemerdekaan yang berlangsung secara damai di bulan November dan Desember, termasuk 41 orang yang ditangkap di kota Manokwari, Kabupaten Manokwari. Ke 41 orang ini pada mulanya tidak diijinkan mendapat akses kepada para penasehat hukum dan keluarga mereka. Delapan orang masih berada dalam tahanan pada akhir tahun lalu.

Tahanan hati nurani

Penggunaan undang-undang yang represif guna menangkap serta memenjarakan para tahanan hati nurani makin meningkat. Dua orang dijatuhi hukuman penjara dan tiga lainnya didakwa melakukan “penghinaan terhadap Presiden” dengan menggunakan undang-undang yang tidak pernah dipakai lagi sejak tahun 1998. Tujuh orang lainnya, termasuk para pegiat buruh dan kemerdekaan, dijatuhi hukuman penjara dengan menggunakan undang-undang yang lain atas kegiatan mereka yang dilakukan tanpa kekerasan. Seorang pegiat politik lainnya, yang akan menjadi tahanan hati nurani jika dinyatakan bersalah, masih menunggu dilangsungkannya sidang pengadilan pada akhir tahun.

 Muzakkir dan Nanang Mamija masing-masing dijatuhi hukuman penjara satu tahun pada bulan Oktober karena “menghina Presiden” setelah mereka menyobek gambar Megawati Sukarnoputri dalam satu unjuk rasa di Jakarta. Ricky Tamba dan Frederik ditahan selama dua hari sehubungan dengan unjuk rasa yang sama.

 Raihana Diany, Koordinator Organisasi Perempuan Aceh Demokratik (ORPAD), ditangkap pada saat dilangsungkannya satu demonstrasi secara damai untuk menentang kebijakan-kebijakan pemerintah dan pelanggaran hak asasi manusia di propinsi NAD di bulan Juli. Ia juga didakwa “menghina Presiden”. Sidang pengadilannya yang dimulai di bulan Oktober masih belum selesai pada akhir tahun.

Para pembela hak asasi manusia

Akses masuk ke propinsi NAD dan Papua bagi para pengawas hak asasi manusia nasional dan internasional dibatasi. Para pembela hak asasi manusia di kedua propinsi masih menjadi sasaran pelanggaran hak asasi manusia, termasuk hukuman mati di luar jalur hukum, penyiksaan dan penahanan secara tidak sah. Banyak pembela hak asasi manusia juga dilaporkan diancam dan dilecehkan ketika menjalankan pekerjaan mereka. Di NAD, dua orang pembela hak asasi manusia dijatuhi hukuman mati di luar jalur hukum. Paling tidak 23 orang lainnya ditahan selama tahun lalu dengan 14 orang di antara mereka melaporkan dipukuli selama dalam tahanan.

(6)

Tujuh orang dikenai masing-masing hukuman penjara selama dua bulan dan sepuluh hari karena melakukan serangan terhadap kantor Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan) di Jakarta pada bulan Maret. Namun, sebagian besar kasus yang ada belumlah diselesaikan, termasuk pembunuhan secara tidak sah terhadap tiga pekerja RATA (Rehabilitation Action for Torture Victims) di NAD di bulan

Desember 2000, meskipun para tertuduhnya telah diidenfikasi di tahun 2000.  Pada bulan Maret, Nasrullah Ibrahim, Muhammad dan Riza Pahlevi dari

Solidaritas Persaudaraan Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SPKP HAM) dikenai tahanan incommunicado oleh polisi selama empat hari sebelum kemudian dilepaskan tanpa dikenai dakwaan apapun. Koes sofyan, anggota SPKP HAM lainnya, ditahan oleh para anggota Kopassus dan ditahan selama hampir tiga bulan sebelum dibebaskan tanpa dakwaan. Keempat orang ini semuanya disiksa.

 Musliadi, ketua Koalisi Aksi Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Aceh Barat (Kagempar), ditahan oleh enam orang berpakaian sipil di kantor organisasi itu di Banda Aceh, ibukota Propinsi NAD di bulan November. Mayatnya

kemudian ditemukan mengambang di sebuah sungai 70 kilometer di luar kota Banda Aceh empat hari kemudian. Ditemukan adanya luka-luka pada kakinya, punggung dan dadanya serta pula ada luka tusukan senjta di bagian belakang kepala. Ada kekhawatiran bahwa ia dibunuh karena kegiatan-kegitannya menentang pelanggaran hak asasi manusia di NAD.

Hukuman mati

Sembilan orang diketahui telah dijatuhi hukuman mati, sehingga jumlah total yang telah dikenai hukuman mati mencapai sekurang-kurangnyanya 58 orang. Dua puluh lima di antara mereka didakwa karena melakukan pelanggaran obat terlarang. Namun eksekusi/pelaksanaan hukuman mati itu sendiri belum ada yang dilakukan.

Organisasi-organisasi antar-pemerintahan

Pelapor Khusus PBB mengenai Keindependenan Hakim dan Pengacara dan juga Pelapor Khusus PBB mengenai Hak untuk Pendidikan mengunjungi Indonesia di bulan Juli. Permintaan Pelapor Khusus mengenai Keindependenan Hakim dan Pengacara untuk mengunjungi NAD ditolak.

Undangan untuk mengunjungi Indonesia disampaikan kepada Pelapor Khusus PBB mengenai Promosi dan Perlindungan Hak-hak bagi Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi. Namun Pelapor Khusus PBB mengenai Penyiksaan dan Perwakilan Khusus PBB mengenai Pembela Hak Asasi Manusia tidak menerima jawaban atas permintaan mereka untuk mengunjungi Indonesia.

Kunjungan dan Laporan-laporan Amnesty International Laporan-laporan:

 Impunity (Kekebalan Hukum) dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua AI Index: ASA 21/015/2002)

(7)

 Indonesia: Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat di Wasior, Papua ( AI Index: ASA 21/032/2002)

Delegasi Amnesty International mengunjungi Indonesia di bulan Januari, termasuk satu kunjungan pendek ke Propinsi Papua.

(8)

Timor Leste

Republik Demokratik Timor Leste

Kepala Negara: Xanana Gusmao

Kepala Pemerintahan: Mari Alkatiri

Hukuman Mati: Tidak berlaku bagi semua jenis tindak pidana

Pengadilan Kriminal Internasional: disetujui

Masalah hak asasi manusia diperdebatkan secara luas pada saat dilakukan proses penyusunan Konstitusi yang disahkan sebelum kemerdekaan di bulan Mei. Pemerintahan yang baru independen ini menerima warisan kerangka kerja institusional dan hukum yang tidak komplit dan tidak mampu melindungi hak asasi manusia secara penuh. Hak-hak para korban dan tersangka, termasuk anak-anak, menjadi terganggu dengan adanya sistem peradilan yang lemah dan polisi juga menggunakan kekuatan yang berlebihan dalam menanggapi kekacauan umum. Penundaan dan ketidakkonsistenan dalam administrasi peradilan ikut menyebabkan adanya masalah keamanan dalam penjara-penjara. Juga masih ada terus ketergantungan pada mekanisme-mekanisme peradilan yang tidak sah yang penerapannya tidak selalu konsisten dengan standar-standar internasional mengenai pengadilan yang fair/adil. Kaum perempuan dan kelompok-kelompok lain yang rawan lah yang terutama menanggung resiko diskriminasi dalam sistem ini.

Latar belakang

Pemilihan presiden di bulan April dimenangkan oleh Xanana Gusmao, seorang pemimpin kemerdekaan dan mantan komandan pihak oposisi bersenjata. Timor Leste menjadi negara independen tanggal 20 Mei. Mandat Pemerintahan Transisi PBB di Timor Timur (UNTAET) berakhir dengan adanya keindependenan ini dan digantikan oleh Misi Pendukung PBB di Timor Timur (UNMISET) yang mendapatkan mandat untuk memberikan bantuan kepada struktur administrasi inti, melakukan penegakan hukum interim dan membantu dalam pembangunan Kepolisian Timor Leste serta menyumbang untuk adanya keamanan internal dan eksternal.

Konsttitusi dan kewajiban Traktat-traktat

Hak asasi manusia secara umum tercermin dalam Konstitusi yang disahkan pada bulan Maret. Timor Leste mennyetujui Statuta Roma mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) di bulan September. Timor Leste merupakan salah satu dari negara-negara yang menerima tekanan Amerika serikat untuk menandatangani kesepakatan bilateral untuk tidak

(9)

Perundang-undangan

Beberapa kemajuan telah tercapai dalam membentuk satu kerangka kerja legislatif guna melindungi hak asasi manusia, meskipun jaminan keamanan akan hak asasi manusia sering kali tidak diberlakukan. Hukum dan tata cara yang tidak konsisten dengan standar-standar hak asasi manusia internasional masih terus dipakai. Rencana-rencana untuk mereformasi

beberapa ketetapan yang tercantum dalam peraturan hukum acara pidana UNTAET belum juga terwujud sampai akhir tahun 2002. Perundang-undangan yang berasal dari masa

pendudukan Indonesia, termasuk Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang tidak memenuhi standar-standar internasional masih belum juga dikaji ulang.

Sistem peradilan pidana

Usaha-usaha guna mendirikan sistem peradilan hanya mencapai sedikit kemajuan dan dalam beberapa daerah jelas terlihat adanya kemunduran. Salah satu dari empat pengadilan distrik masih belum juga berfungsi sepanjang tahun lalu dan sidang-sidang pengadilan di tiga pengadilan lainnya hanya berlangsung sebentar-sebentar. Pengadilan banding juga tidak melakukan tugasnya sejak bulan Oktober 2001. Jumlah kasus yang masuk makin bertumpuk dan hak untuk diajukan ke pengadilan secara segera atau dibebaskan kembali atau diadakan pengkajian ulang atas dakwaan dan hukuman dalam banyak kasus tidak dilakukan. Sampai dengan bulan Oktober, hampir 80 persen penghuni penjara merupakan mereka yang berada dalam tahanan pra-peradilan. Sekitar 30 persen telah ditahan selama enam bulan atau lebih dan beberapa malah sudah ditahan lebih dari setahun. Dua puluh tujuh persen ditahan secara tidak sah setelah perintah penahanan mereka kadaluwarsa. Sekitar 40 kasus banding masih ditunda sampai akhir tahun 2002.

Undang-undang untuk mendirikan jasa bantuan hukum sudah disahkan tetapi tidak

diterapkan. Kapasitas pembela umum sangatlah terbatas dan mereka tidak mampu menangani beban yang ada sehingga menyebabkan mayoritas tahanan tidak mendapatkan perwakilan hukum yang efektif.

Jaminan keamanan bagi undang-undang yang sudah ada serta tata cara untuk melindungi hak anak-anak dalam sistem peradilan pidana sering kali tidak diberlakukan. Anak-anak

dimasukkan ke dalam tahanan selama berbulan-bulan sebelum sidang pengadilan

dilangsungkan, dan ini terjadi sering kali karena mereka melakukan pelanggaran kecil yang sama sekali tidak mengandung kekerasan.

 Seorang anak lelaki berusia 16 tahun ditahan lebih dari satu tahun tanpa adanya pengawasan peradilan sebelum kemudian diajukan ke pengadilan berkaitan dengan kecelakaan di jalan raya dimana satu orang meninggal. Pada bulan November ia dinyatakan bersalah dan dikenai hukuman penjara satu tahun dan 27 hari, atau periode waktu yang sudah dilaluinya dalam masa penahanan pra-pengadilan.

Mekanisme-mekanisme di luar peradilan atau mekanisme informal yang menggabungkan hukum dan tata cara adat masih banyak dipakai. Hal ini meninmbulkan kekhawatiran bahwa dengan tidak adanya penilaian atau peraturan mengenai tata cara ini maka hak-hak korban dan tertuduh bisa saja menjadi beresiko. Kasus-kasus pemerkosaan dan tindak kekerasan dalam rumah tangga merupakan kasus-kasus yang dirujuk untuk mendapatkan jalan keluar

(10)

informal oleh para petugas penegak hukum dan peradilan, walaupun dalam beberapa kasus hal ini bertentangan dengan kehendak para korban.

Kondisi penjara-penjara

Penundaan dalam administrasi peradilan menyebabkan adanya protes-protes dan narapidana yang melarikan diri

 Pada bulan Agustus, 179 tahanan melarikan diri dari Penjara Becora di Dili. Seorang tahanan ditembak dan dilukai oleh polisi serta dua orang petugas penjara terluka.  Huru-hara di Becora pada bulan Juni menyebabkan sekurang-kurangnya 22

narapidana dan 13 petugas polisi mengalami luka-luka. Juga ada tuduhan-tuduhan bahwa kekuatan yang berlebihan mungkin digunakan oleh Unit Polisi Khusus dari Kepolisian Timor Leste. Tidak ada keterangan mengenai apakah ada investigasi terhadap tuduhan-tuduhan ini.

Kondisi bagi anak-anak dalam tahanan tidaklah memenuhi standar-standar minimum PBB. Antara lain adalah bahwa anak-anak tidak sepenuhnya dipisahkan dari tahanan dewasa.

Kepolisian

UNMISET mengawasi secara keseluruhan pengontrolan atas fungsi hukum dan ketertiban dan pembangunan Kepolisian Timor Leste. Kekhawatiran mengenai terbatasnya pelatihan yang diberikan kepada para petugas kepolisian dan tidak adanya pelatihan serta pengalaman dalam penerapan praktis standar-standar hak asasi manusia, termasuk dalam penggunaan kekuatan dan senjata api, muncul setelah melihat cara mereka menganggapi huru-hara umum. Tanggal 4 Desember di Dili , dua orang ditembak mati dan puluhan lainnya terluka,

kelihatannya karena aksi-aksi yang dilakukan polisi. Dalam kejadian sebelumnya, seorang pengunjuk rasa ditembak mati oleh polisi di Baucau pada bulan November. Investigasi internal memang dilakukan, tetapi tidak ada laporan kepada masyarakat umum. Amnesty International menyerukan untuk diadakannya investigasi independen dan agar hasil-hasil penemuannya diumumkan kepada masyarakat.

Mekanisme pengaduan dan pengawasan Kepolisian Timor Leste belum juga didirikan dan Kode Etik mengenai Disiplin belum juga disahkan. Tidak semua pengaduan secara memadai ditangani oleh mekanisme-mekanisme Polisi PBB (UNPol) yang juga tidak mampu secara memuaskan menangani sejumlah tuduhan, termasuk tuduhan melakukan penyerangan yang dijatuhkan kepada para petugas UNPol.

Investigasi atas tindak kekerasan di masa lampau

Usaha-usaha untuk menginvestigasi dan menuntut mereka yang dicurigai melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan berat lain selama tahun 1999 ketika jajak pendapat mengenai kemerdekaan dilakukan sudah ditingkatkan. Tahun 2002 ada 13 dakwaan yang diajukan. Namun proses untuk mengajukan para tertuduh ke pengadilan berjalan lamban karena tidak adanya hakim yang bisa bertugas untuk Dewan Juri Khusus bagi Kejahatan

(11)

Berat. Sembilan dari sidang pengadilan diselesaikan selama tahun 2002. Para tertuduh dalam kasus kejahatan berat termasuk mereka yang dithan selama periode waktu yang panjang tanpa diadili. Pekerjaan yang dilakukan Unit Kejahatan Berat PBB juga terhalangi sebab Indonesia menolak mentransfer para tertuduh atau mengjinkan adanya akses kepada para korban dan bukti-bukti (bacalah laporan mengenai Indonesia).

Komisi untuk Penerimaan, Kebenaran dan Rekonsiliasi didirikan. Sidang pengadilan untuk umum pertama dilangsungkan di bulan November.

Laporan/kunjungan Amnesty International

Kunjungan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kriteria interval hasil dari analisis statistik deskriptif, nilai 3,828 masuk dalam kategori baik, yang berarti secara umum karyawan DSITD IPB memiliki persepsi

Yang ketiga Pemberdayaan Ekonomi bagi Korban Pada saat pencegahan sudah ada pemberdayaan ekonomi, namun ketika seseorang telah menjadi korban tentu harus ada pemulihan

current( prevalence( (dengan! pertanyaan:! “apakah!dalam!12!bulan!terakhir!pernah!didiagnosis!asma!oleh!dokter! atau! memunyai! gejala!

Blastomyces dermatitidis adalah fungi yang bersifat dimorfik sesuai perubahan suhu yang tumbuh sebagai kapang pada biakan, menghasilkan hialin, hifa bersepta yang

Hasil pengukuran parameter fisika kimia perairan anak sungai Ngaso di Kabupaten Rokan Hulu pada masing-masing stasiun pengamatan. Dari Tabel 1 dapat dilihat secara

Kajian kesesuaian lahan dan daya dukung perairan untuk budidaya udang vannamei sistem semi intensif dalam rangka pemanfaatan wilayah pesisir Kabupaten Pemalang Provinsi

variabel motivasi belajar dan iklim komunikasi kelas terhadap hasil belajar kimia. Dari hasil pengolahan dengan program SPSS 10.0 dapat disusun rumus sebagai. berikut:..

Dengan masalah yang sudah diuraikan diatas maka dibuat lah sebuah judul karya ilmiah saya yang akan membahas serta memberikan jalan keluarnya yaitu “ANALISIS DAN