• Tidak ada hasil yang ditemukan

Case Paru Tb Kelenjar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Case Paru Tb Kelenjar"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Pasien Nama : Ny. D

Umur : 62 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Slahung, Ponorogo

Pekerjaan : IRT

Status perkawinan : Kawin

Agama : Islam

Suku : Jawa

Tanggal masuk RS : 3 September 2014 Tanggal pemeriksaan : 4 September 2014

II. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama Mual-mual

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Harjono Ponorogo dengan keluhan mual. Mual dirasakan kurang lebih sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, mual tidak disertai dengan muntah. Keluhan mual muncul setelah pasien mengkonsumsi obat OAT dari puskesmas sejak ?. Mual disertai dengan batuk berdahak berwarna putih sudah sejak ? Pasien mengaku nafsu makan menurun, kadang keringat malam, dan terdapat penurunan berat badan. Mual yang dirasakan tidak disertai dengan sesak, nyeri dada (-), demam (-), flu (-), nyeri ulu hati (-),

Pasien juga mengaku memiliki riwayat operasi benjolan pada leher kiri sekitar kurang lebih 18 hari yang lalu, benjolan sebesar apa? Benjolan nyeri gak ? benjolan tumbuh sejak kapan? BAK dan BAB dalam batas normal.

(2)

C. Riwayat penyakit dahulu

 Riwayat Hipertensi : disangkal

 Riwayat Diabetes mellitus : disangkal

 Riwayat TBC : disangkal

 Riwayat pengobatan dengan OAT : diakui, sejak kpn?

 Riwayat asma : disangkal

 Riwayat batuk lama : disangkal, dapet OAT masa ga pernah batuk?

 Riwayat alergi : disangkal

 Riwayat opname : disangkal, post op gak nginep kah?

 Riwayat operasi : diakui

D. Riwayat Pribadi

 Riwayat Merokok : disangkal

 Minum-minuman beralkohol : disangkal

 Minum jamu : disangkal

E. Riwayat keluarga

 Riwayat Hipertensi : disangkal

 Riwayat Diabetes mellitus : disangkal

 Riwayat TBC : disangkal

 Riwayat pengobatan dengan OAT : disangkal

 Riwayat alergi : disangkal

 Riwayat asma : disangkal

 Riwayat batuk lama : disangkal

 Riwayat alergi : disangkal

 Riwayat menderita kanker : disangkal F. Riwayat Kesehatan Lingkungan

(3)

Tempat tinggal pasien dihuni oleh 6 orang dengan 3 kamar tidur. Ventilasi cukup di ruangan keluarga dan kamar tidur, matahari dapat masuk ke dalam rumah. Keluarga yang tinggal satu rumah, tetangga, dan teman kerja tidak ada yang menderita batuk lama. Toilet dan kamar mandi menjadi satu, berada di dalam rumah. Tidak terdapat limbah maupun tempat pembuangan sampah di sekitar rumah.

III. PEMERIKSAAN FISIK A. Vital sign

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 78x/ menit

Respirasi rate : 19x/ menit

Suhu : 36,5 0 C

B. Pemeriksaan fisik :

Kepala : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), nafas cuping hidung (-)

Leher : Retraksi supra sternal (-), deviasi trachea (-), peningkatan JVP (-), pembesaran kelenjar limfe (-/+) post op msh ada benjolan kah?

Thorax : Paru-paru

Inspeksi : dada simetris, tidak ada benjolan, tidak ditemukan ketinggalan gerak, tidak ditemukan retraksi intercostae, inspirasi sama dengan ekspirasi

Palpasi :

 Ketinggalan gerak : depan: belakang: Kanan Kiri kanan kiri

- -

-- - -

-- - -

- Fremitus : depan : belakang: Kanan Kiri kanan kiri

(4)

N N N N

N N N N

N N N N

Perkusi : depan : belakang: Kanan Kiri kanan kiri

Sonor Sonor Sonor Sonor Sonor Sonor Sonor Sonor Sonor Sonor Sonor Sonor

Auskultasi :

depan: belakang: Kanan Kiri kanan kiri

Vesikuler N Vesikuler N Vesikuler N Vesikuler N Vesikuler N Vesikuler N Vesikuler N Vesikuler N Vesikuler N Vesikuler N Vesikuler N Vesikuler N

Abdomen : Ekstremitas : Urogenital :

Suara tambahan: Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-).

Jantung : Bunyi jantung I-II murni reguler, bising jantung tidak ditemukan.

Supel. Peristaltik usus normal. Perkusi : timpani

Tidak ada nyeri tekan pada seluruh regio abdomen. Tidak ditemukan hepatosplenomegali.

Clubbing finger tidak ditemukan, edema tidak ditemukan, akral hangat pada ke empat extremitas.

BAK : lancar, tidak nyeri, tidak ada darah, warna kekuningan, dalam batas normal

BAB : lancar, tidak ada lendir darah, dalam batas normal Genetalia: dalam batas normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

(5)

No Nama Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal

1. DBIL 0,38 mm/dl 0 - 0,35 mm/dl

2. TBIL 1,09 mm/dl 0,2 - 0,12 mm/dl

3. SGOT 44,9 U/L 0 - 38 U/L

4. SGPT 21,5 U/L 0 - 40 U/L 5. ALP 253 98 - 279 U/L 6. Uric acid 4,5 mg/dl 3,4 - 7 mg/dl 7. GDA 161 mg/dl <140 mg/dl 8 WBC 14,0 x 103 uL 4,0 – 10,0 9 HGB 10,1 g/dl 11,0 – 16,0 10 Gran# 12,5 x 103/uL 2,0 – 7,0 11 Gran% 89,1 % 50,0 – 70,0 12 Lymph# 4,7 x 103/uL 0,8 – 4,0 13 Lymph% 13,4 % 20,0 – 40,0 10 RBC 5,63 x 106 uL 3,50 – 5,50 11 HCT 45,4 % 37,0 – 50,0 12 PLT 262 x 103 100 – 300 LED ?

2) Foto Rontgen Thorak PA

(6)

V. RESUME/DAFTAR MASALAH (yang ditemukan positif) A. Anamnesis

Pasien perempuan, usia 62 tahun datang ke IGD RSUD Dr. Harjono Ponorogo dengan keluhan mual. Mual dirasakan kurang lebih sejak 3 hari sebelum MRS. Keluhan mual muncul setelah pasien mengkonsumsi obat OAT dari puskesmas. Mual disertai dengan batuk berdahak berwarna putih, nafsu makan menurun, kadang keringat malam, dan terdapat penurunan berat badan, muntah (-), sesak (-), nyeri dada (-), demam (-), flu (-), nyeri ulu hati (-) Pasien memiliki riwayat operasi benjolan pada leher kiri ± 18 hari lalu.

RPD: pasien memilki riwayat pengobatan OAT dari Puskesmas, riwayat batuk lama? Riwayat opname ? riwayat operasi benjolan pada leher kiri ± 18 hari lalu.

Status interna: TD: 120/80 mmHg, N: 78x/menit S: 36,5 C, RR:ᵒ 19x/menit. Pada pemeriksaan kepala leher ditemukan bekas operasi benjolan pada leher sebelah kiri

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC 14,0 x 103 uL, HGB 10,1 g/dl, Gran% 89,1 %, DBIL 0,38 mm/dl, TBIL 1,09 mm/dl, SGOT 44,9 U/L,

(7)

VI. ASSESMENT/DIAGNOSIS KERJA DAN DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis kerja : TB limfadenitis cervikalis sinistra ato Tb paru dengan Limfadenitis TB???

Diagnosis banding : ?????

POMR

Assessment Planning diagnosis

Planning terapi Planning monitoring

TB limfadenitis cervikalis sinistra - Rontgen Thorax PA - Pemeriksaan Sputum - Pungsi pleura  PA - DL, LED - Inf D5 14 tpm - O2 2L/m - Injeksi cefotaxim 3x1 gr - OBH syrup 3x1

- Obs Vital sign - Obs Gejala klinis - Obs hasil sputum - Obs hasil Ro thorax - Hasil pmx PA - Foto toraks - Pungsi pleura  PA - CT Scan thorax - Bronkoskopi - Bronkografi - Terapi sesuai stadium - Vit B complex 3x1 tablet -Observasi TTV - Observasi gejala klinis - Observasi tanda-tanda metastasis

(8)

- LED dan DL - Foto toraks - Sputum BTA - OAT sesuai kategori - Antibiotik : Ciprofloxacin tab 500 mg 2x1 - TTV - Gejala klinis - Rontgen - Sputum BTA - DL LED 1. Medika mentosa

Pengobatan TB kategori 3 kriterianya yaitu TB Paru (kasus baru) dengan pemeriksaan BTA negatif dan terdapat TB di luar paru dengan kasus ringan.

Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 R3H3 Alternatif : 2 RHZ/ 4RH atau 6 RHE 2. Non medika mentosa

Edukasi kepada pasien :

a. Penderita disarankan menggunakan masker agar percikan pada saat batuk atau bersin tidak menyebarkan kuman ke udara

b. Penderita disarankan tinggal dalam ruangan yang memilki ventilasi yang baik dan terpapar sinar matahari langsung serta tidak boleh lembab

c. Penderita tidak diperbolehkan menekan-nekan benjolan pada leher kanan

d. Penderita dianjurkan untuk tidak keluar pada malam hari dan tidak boleh terlalu capek.

LEMBAR FOLLOW UP

(9)

4.9. 2014 mual (+), batuk (+), sesak (-), susah tidur TD: 120/80 mmHg | N: 78x/m | RR: 19x/m S : 37,10 C Thorak : Inspeksi : simetris (+), ekspirasi memanjang (-), ketinggalan gerak (-) Palpasi : ketinggalam gerak (-) Perkusi : sonor/sonor Auskultasi : vesikuler N / vesikuler N, Rh(-/-), Wh (-/-) - Tb kelenjar coli sisnistra - Inf RL 14 tpm - Injeksi Cefotaxim 3x1 gr - Injeksi Ranitidin 2x1 amp -Injeksi Metoclopramid 3x1 amp -Antasida syr 3x1 cth 5.9. 2014 Mual (+) , sesak (-), batuk (-), TD: 14/90 mmHg | N: 78x/m | RR: 19x/m S : 36,50 C Thorak : Inspeksi : simetris (+), ekspirasi memanjang (-), ketinggalan gerak (-) Palpasi : ketinggalam gerak (-) Perkusi : sonor/sonor Auskultasi : vesikuler N / vesikuler N, Rh(-/-), Wh - Tb kelenjar coli sisnistra - Inf RL 14 tpm - Injeksi Cefotaxim 3x1 gr - Injeksi Ranitidin 2x1 amp -Injeksi Metoclopramid 3x1 amp -Antasida syr 3x1 cth

(10)

(-/-) 6.9.2014 Mual (-) , sesak (-), batuk (-), TD: 12/80 mmHg | N: 84x/m | RR: 20x/m S : 36,3 C Thorak : Inspeksi : simetris (+), ekspirasi memanjang (-), ketinggalan gerak (-) Palpasi : ketinggalam gerak (-) Perkusi : sonor/sonor Auskultasi : vesikuler N / vesikuler N, Rh(-/-), Wh (-/-) - Tb kelenjar coli sisnistra Inf RL 14 tpm - Injeksi Cefotaxim 3x1 gr - Injeksi Ranitidin 2x1 amp -Injeksi Metoclopramid 3x1 amp -Antasida syr 3x1 cth BAB II

(11)

ANALISIS KASUS

I. PROGNOSIS

PEMERIKSAAN FISIK ANAMNESIS

Mual, kurang lebih sejak 3 hari SMRS.

Kadang keringat malam Nafsu makan menurun.

Memiliki riwayat minum OAT

Memiliki riawat operasi benjolan pada leher kiri

TD: 120/80 mmHg | N: 78x/m | RR: 19x/m S : 36,5C Thorak : Inspeksi : simetris (+), ekspirasi memanjang (-), ketinggalan gerak (-)

Palpasi : ketinggalam gerak (-) Perkusi : sonor/sonor Auskultasi : vesikuler N / vesikuler N, Rh(-/-), Wh (-/-) Diagnosis Banding: Limfadenitis TB Limfoma Limfadenopati Diagnosis Pemeriksaan Penunjang Ro Thoraks Lab Lengkap Cek Sputum Biopsi kalenjar getah

bening LED LAB Lab Lengkap LED GDA Foto Thoraks

(12)

Prognosis baik jika penderita patuh menjalani pengobatan secara rutin dan tidak putus obat.

BAB III

PEMBAHASAN DAN TEORI YANG MENDUKUNG

Tinjauan Pustaka Kasus 1. Definisi

Limfadenitis merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening. Jadi, limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan oleh basil tuberkulosis (Ioachim, 2009).

(13)

Apabila peradangan terjadi pada kelenjar limfe di leher disebut dengan scrofula (Dorland, 1998). Limfadenitis pada kelenjar limfe di leher inilah yang biasanya paling sering terjadi (Kumar, 2004). Istilah scrofula diambil dari bahasa latin yang berarti pembengkakan kelenjar. Hippocrates (460-377 S.M.) menyebutkan istilah tumor skrofula pada sebuah tulisannya (Mohaputra, 2009). Penyakit ini juga sudah dikenal sejak zaman raja-raja Eropa pada zaman pertengahan dengan nama “King’s evil”, dimana dipercaya bahwa sentuhan tangan raja dapat menyembuhkannya (McClay, 2008). Infeksi M.tuberculosis pada kulit disebabkan oleh perluasan langsung tuberkulosis ke kulit dari struktur dasar atau terpajan melalui kontak dengan tuberkulosis disebut dengan scrofuloderma (Dorland, 1998).

2. Epidemiologi

Limfadenitis tuberkulosis perifer merangkum ~ 10% dari kasus-kasus tuberkulosis di Amerika Serikat. Karakteristik epidemiologi termasuk perbandingan 1.4:1 untuk perempuan kepada laki-laki , memuncak pada rentang usia 30-40 tahun, dan dominan untuk pendatang asing, terutama Asia Timur. (Fontanilla et al. , 2011).

Tinjauan literatur menunjukkan limfadenopati servikal menjadi predileksi paling sering untuk limfadenitis TB diikuti oleh limfadenopati aksilaris dan limfadenopati sangat jarang di lokasi inguinal. Insiden kelompok leher terlibat dalam 74% - 90% kasus, kelompok aksilaris dalam 14%-20% kasus dan kelompok inguinal dalam 4-8% kasus. (Bezabih et al., 2002)( Seth et al., 1995). Satu studi di India yang dilakukan di Orissa menunjukkan bahwa keterlibatan nodus limfa inguinal adalah lebih umum daripada limfadenopati. aksilaris (Danpadat, 1990) Keterlibatan kelompok nodus limfa inguinal ini juga sering di kelompok etnis Igbos di Nigeria. (Onuigbo, 1975)

3. Etiologi

(14)

4. Patofisiologi

Secara umum penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi TB pulmoner dan TB ekstrapulmoner. TB pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi TB pulmoner primer dan TB pulmoner post-primer (sekunder). TB primer sering terjadi pada anak-anak sehingga sering disebut child-type tuberculosis, sedangkan TB post-primer (sekunder) disebut juga adult-type tuberculosis karena sering terjadi pada orang dewasa, walaupun faktanya TB primer dapat juga terjadi pada orang dewasa (Raviglione, 2010). Basil tuberkulosis juga dapat menginfeksi organ lain selain paru, yang disebut sebagai TB ekstrapulmoner. Menurut Raviglione (2010), organ ekstrapulmoner yang sering diinfeksi oleh basil tuberkulosis adalah kelenjar getah bening, pleura, saluran kemih, tulang, meningens, peritoneum, dan perikardium. TB primer terjadi pada saat seseorang pertama kali terpapar terhadap basil tuberkulosis (Raviglione, 2010). Basil TB ini masuk ke paru dengan cara inhalasi droplet. Sampai di paru, basil TB ini akan difagosit oleh makrofag dan akan mengalami dua kemungkinan. Pertama, basil TB akan mati difagosit oleh makrofag. Kedua, basil TB akan dapat bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag sehingga basil TB akan dapat menyebar secara limfogen, perkontinuitatum, bronkogen, bahkan hematogen.

Demikian itu, patogenesis Lifadenitis tuberkulosis inguinalis terisolasi dapat dijelaskan oleh reaktivasi lokal infeksi dormant, akibat dari penyebaran limfogen Mycobacterium dari fokus paru subklinis. Penyebaran basil TB ini pertama sekali secara limfogen menuju kelenjar limfe regional hilus , dimana penyebaran basil TB tersebut akan menimbulkan reaksi inflamasi di sepanjang saluran limfe (limfangitis) dan kelenjar limfe regional (limfadenitis). Pada orang yang mempunyai imunitas baik, 3 – 4 minggu setelah infeksi akan terbentuk imunitas seluler. Imunitas seluler ini akan membatasi penyebaran basil TB dengan cara menginaktivasi basil TB dalam makrofag membentuk suatu fokus primer yang disebut fokus Ghon. Fokus Ghon bersama-sama dengan limfangitis dan limfadenitis regional disebut dengan kompleks Ghon. Terbentuknya fokus Ghon mengimplikasikan dua

(15)

hal penting. Pertama, fokus Ghon berarti dalam tubuh seseorang sudah terdapat imunitas seluler yang spesifik terhadap basil TB. Kedua, fokus Ghon merupakan suatu lesi penyembuhan yang didalamnya berisi basil TB dalam keadaan laten yang dapat bertahan hidup dalam beberapa tahun dan bisa tereaktivasi kembali menimbulkan penyakit (Datta, 2004).Jika terjadi reaktivasi atau reinfeksi basil TB pada orang yang sudah memiliki imunitas seluler, hal ini disebut dengan TB post-primer. Adanya imunitas seluler akan membatasi penyebaran basil TB lebih cepat daripada TB primer disertai dengan pembentukan jaringan keju (kaseosa). Sama seperti pada TB primer, basil TB pada TB post-primer dapat menyebar terutama melalui aliran limfe menuju kelenjar limfe lalu ke semua organ (Datta, 2004). Kelenjar limfe hilus, mediastinal, dan paratrakeal merupakan tempat penyebaran pertama dari infeksi TB pada parenkim paru (Mohapatra, 2009). Basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar limfe tanpa terlebih dahulu sebelum menginfeksi paru. Basil TB ini akan berdiam di mukosa orofaring setelah basil TB masuk melalui inhalasi droplet. Di mukosa orofaring basil TB akan difagosit oleh makrofag dan dibawa ke tonsil, selanjutnya akan dibawa ke kelenjar limfe di leher (Datta, 2004). Peningkatan ukuran nodus mungkin disebabkan oleh berikut: 1.Multiplication sel dalam node, termasuk limfosit, plasma sel, monosit, atau histiosit 2.Infiltrasi sel-sel dari luar nodus, misalnya sel ganas atau neutrofil.3.Drainase sumber infeksi oleh kelenjar getah bening.

5. Gejala Klinis

Limfadenitis TB ekstremitas bawah ini sering di kelenjar getah bening inguinalis lateralis dan femoralis.Ukuran nodus membesar dan harus berhati-hati karena yang tercatat meningkat tajam dalam ukuran dapat menunjukkan potensi untuk keganasan. Bentuk nodus limfa biasanya satu,namun beberapa kelenjar bisa berkonfluensi. Konsistensi mungkin termasuk kusut, fluksus, tegas, kenyal, atau keras. Dalam tahap awal, nodus dalam tuberkulosis adalahg dengan berbatas tegas, mobil, tidak lembut, dan tegas. Jika infeksi tetap tidak diobati, nodus melunakkan, menjadi fluksus, dan melekat pada kulit yang mungkin menjadi

(16)

eritematus. Pada nodus-nodus multiple,perlunakan tidak serentak. Jika terjadi abses, abses lanjut menjadi fistel multipel berubah menjadi ulkus- ulkus khas : bentuk tidak teratur, sekitar livide,dinding bergaung, jaringan granulasi tertutup pus seropurulen, krusta kuning- sikatriks memanjang, tidak teratur. Fiksasi kelenjar getah bening pada kulit dan jaringan lunak dapat berarti keganasan. Kulit atasnya mungkin eritematus dalam etiologi infeksi. Sinus drainase dapat berkembang pada pasien dengan adenopati tuberkulosis. Gejala seperti penyakit saluran pernafasan atas, sakit tenggorokan, otalgia, coryza, konjungtivitis, dan impetigo sering ditemukan ditambah dengan demam, iritabilitas dan anoreksia. Limfadenitis bisa terjadi tanpa radang akut.

6. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis definitif adalah dengan kultur atau amplifikasi nucleic amplifikasi Mycobacterium tuberculosis; demonstrasi basil tahan asam dan peradangan granulomatosa dapat membantu. Biopsi eksisional memiliki kepekaan tertinggi pada 80%, tetapi aspirasi jarum kurang invasif dan mungkin berguna, terutama pada hos dengan immunitas rendag dan pengaturan sumber daya terbatas. (Fontanilla JM, Barnes A, von Reyn CF, 2011)

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukakan termasuk: 1. Pemeriksaan Laboratorium

 Peningkatan laju endap darah (LED) dan mungkin disertai leukositosis, tetapi hal ini tidak dapat digunakan untuk uji tapis. Newanda (2009) melaporkan 144 anak dengan spondilitis tuberkulosis didapatkan 33% anak dengan laju endap darah yang normal.

 Uji Mantoux positif

 Peningkatan CRP (C-Reaktif Protein) pada 66 % dari 35 pasien spondilitis tuberkulosis yang berhubungan dengan pembentukan abses.  Pemeriksaan serologi didasarkan pada deteksi antibodi spesifik dalam

sirkulasi.

 Pemeriksaan dengan ELISA (Enzyme-Linked Immunoadsorbent Assay) dilaporkan memiliki sensitivitas 60-80 % , tetapi pemeriksaan

(17)

ini menghasilkan negatif palsu pada pasien dengan alergi.Pada populasi dengan endemis tuberkulosis,titer antibodi cenderung tinggi sehingga sulit mendeteksi kasus tuberkulosis aktif.

 Identifikasi dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) masih terus dikembangkan. Prosedur tersebut meliputi denaturasi DNA kuman tuberkulosis melekatkan nucleotida tertentu pada fragmen DNA, amplifikasi menggunakan DNA polymerase sampai terbentuk rantai DNA utuh yang dapat diidentifikasi dengan gel. Pada pemeriksaan mikroskopik dengan pulasan Ziehl Nielsen membutuhkan 10 basil permililiter spesimen, sedangkan kultur membutuhkan 10 basil permililiter spesimen. Kesulitan lain dalam menerapkan pemeriksaan bakteriologik adalah lamanya waktu yang diperlukan. Hasil biakan diperoleh setelah 4-6 minggu dan hasil resistensi baru diperoleh 2-4 minggu sesudahnya.Saat ini mulai dipergunakan system BATEC (Becton Dickinson Diagnostic Instrument System). Dengan system ini identifikasi dapat dilakukan dalam 7-10 hari.Kendala yang sering timbul adalah kontaminasi oleh kuman lain, masih tingginya harga alat dan juga karena system ini memakai zat radioaktif maka harus dipikirkan bagaimana membuang sisa-sisa radioaktifnya (Newanda, 2009).

2. Bakteriologis

Kultur kuman tuberkulosis merupakan baku emas dalam diagnosis. Tantangan yang dihadapi saat ini adalah bagaimana mengonfirmasi diagnosis klinis dan radiologis secara mikrobakteriologis. Masalah terletak pada bagaimana mendapatkan spesimen dengan jumlah basil yang adekuat. Pemeriksaan mikroskopis dengan pulasan Ziehl-Nielsen membutuhkan 104 basil per mililiter spesimen, sedangkan kultur membutuhkan 103 basil per mililiter spesimen. Kesulitan lain dalam menerapakan pemeriksaan bakteriologis adalah lamanya waktu yang diperlukan. Hasil biakan diperoleh setelah 4-6 minggu dan hasil resistensi baru diperoleh 2-4 minggu sesudahnya. Saat ini mulai dipergunakan sistem BACTEC (Becton Dickinson Diagnostic Intrument System). Dengan sistem ini identifikasi dapat dilakukan dalam 7-10

(18)

hari. Kendala yang sering timbul adalah kontaminasi oleh kuman lain, masih tingginya harga alat dan juga karena sistem ini memakai zat radioaktif. Untuk itu dipikirkan bagaimana membuang sisa-sisa radioaktifnya (Newanda, 2009).

7. Terapi

Terapi antimycobacteria oral (OAT) tetap menjadi dasar dari perawatan, tetapi respon lebih lambat dibandingkan dengan dalam tuberculosis paru; sakit terus-menerus dan pembengkakan itu sering, dan reaksi paradox meningkat dapat terjadi di 20% dari pasien. Peran steroid kontroversial. Pada awal perjalanan penyakit biopsy eksisional layak diberi pertimbangan bagi kedua-dua diagnosis optimal dan manajemen untuk tanggapan yang lambat terhadap terapi OAT. (Fontanilla JM, Barnes A, von Reyn CF, 2011)

2.7.1 Oral Antimycobacteria Therapy

Mengenai pengobatan, pada prinsipnya sama dengan pengobatan pada Tuberkulosis paru. Saat ini direkomendasikan pengobatan dengan menggunakan obat paru lini pertama (selain injeksi streptomycin) dengan kombinasi 4 obat selama 2 bln dan dilanjutkan INH, Rifampicin selama 4 bln. Atau dapat diberikan dengan kombinasi 3 jenis obat dan dilanjutkan dengan INH dan Rifampicin selama 7 bulan. Mengenai suntikan streptomycin untuk limfadenits maka saat ini tidak direkomendasikan oleh WHO. Hal ini juga dibuktikan oleh BTS (British Thoracic Society) yang melakukan clinical trial menggunakan suntikan streptomycin dan hasilnya memperlihatkan tidak jauh lebih baik dibanding kombinasi HRZE (INH, Rifampicin, Pyrazinamid dan Etambutol).

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Bagian Farmakologi FK UGM. 2008. Farmakoterapi Antiinfeksi/Antibiotika. Petunjuk Kuliah Diskusi Untuk Kalangan Sendiri.

Bezabih M, Mariam DW, Selassie SG. Fine needle aspiration cytology of suspected

tuberculous lymphadenitis. Cytopathology 2002; 13 (5) : 284-90. Dandapat MC, Mishra BM, Dash SP, Kar PK. Peripheral lymph node tuberculosis: a

review of 80 cases. Br J Surg 1990; 77 (8) : 911-2.

Fontanilla JM, Barnes A, von Reyn CF, Current diagnosis and management of peripheral

tuberculous lymphadenitis. Clin Infect Dis. 2011;53(6):555.

Koch, AL. 2003. Bacterial Wall as Target for Attack: Past, Present, and Future Research. Clinical Microbiology Reviews. Clin Microbiol Rev. 2003 October; 16(4): 673–687

Madigan M; Martinko J (editors). (2005). Brock Biology of Microorganisms (11th ed.). Prentice Hall.

Madoff, LC. 2008. Introduction to Infectious Diseases: Host–Pathogen Interactions. Harrison’s Internal of Medicine. Ney York: BooksOvid Miller, N. 2008. Antibiotic Guideline. New York

Newanda, JM. 2009. Spondilitis tuberkulosa. (Online),

(http://newandajm.wordpress.com/2009/09/03/spondilitis-tuberkulosa/. Onuigbo WI. Tuberculous peripheral lymphadenitis in the Igbos of Nigeria. Br

(20)

Rehm, SJ., 2011. Guidelines for Antimicrobial Usage 2011-2012. Cleveland Clinic

Seth V, Kabra SK, Jain Y, Semwal OP, Mukhopadhyaya S, Jensen RL tubercular lymphadenitis: clinical manifestations. Indian J Pediatr 1995; 62 (5) : 565.

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, hasil penelitian ini juga didukung dari penelitian yang dilakukan oleh Hemawati 97 dengan judul Pengaruh Total Pembiayaan Musyarakah, Pembiayaan Bai’

Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa semakin lama waktu dan tinggi temperatur pirolisis kulit singkong dan maka kandungan asam asetat pada asap cair pun akan

Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis yaitu penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan dan menyimpulkan data yang diperoleh dengan melakukan

• Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan pada wanita • Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan pada wanita hami. hamil l samp sampai ai

Orang-orang sukses, orang-orang yang menghasilkan sesuatu yang luar biasa, orang-orang yang telah belajar bagaimana mengarahkan sumber daya mereka dengan sebuah

Penanggungjawab Ketua Pelaksana Administrasi Sekretaris Anggota Sekretaris Anggota Staf Administrasi Pengarah Penanggungjawab Koordinator Umum Koordinator Tim Ketua Tim Pelaksana

Selanjutnya aliran steam  steam tersebut digunakan untuk menggerakkan generator steam atau turbin tersebut digunakan untuk menggerakkan generator steam atau turbin sehingga dihasilkan

Pada tabung A yang berisi larutan empedu; bagian bawah terlihat cairan hijau tua bening yang merupakan sisa empedu yang tidak ikut mengikat lemak, pada bagian tengah terdapat cairan