• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Konsep Pendapatan Regional Kelompok 1.Docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Konsep Pendapatan Regional Kelompok 1.Docx"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tugas mata kuliah Ekonomi Wilayah yang berjudul “Konsep Pendapatan Regional” dengan lancar.

Selama proses penulisan makalah ini, kami banyak mendapatkan bantuan dari pihak-pihak lain sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan optimal, sehingga pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini, yaitu:

1. Bapak Dr.Ir.Eko Budi Santoso,Lic.Rer.Reg dan Velly Kukinul S, ST.MT dosen mata kuliah Ekonomi Wilayah.

2. Rekan-rekan di jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota ITS yang memberikan motivasi dan bantuan demi kelancaran pembuatan makalah ini.

Kami berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat terutama dalam menambah wawasan tentang pembiayaan pembangunan. Tak ada gading yang tak retak, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan.

Surabaya, 20 Februari 2017

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Sistematika Penulisan ... 2

BAB II PEMBAHASAN ... 3

2.1. Konsep Nilai Tambah ... 3

2.2. Definisi Pendapatan Regional ... 4

2.3. Jenis-Jenis Pendapatan Regional ... 5

2.3.1. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 5

2.3.2. Pendapatan Domestik Regional Netto (PDRN) ... 8

2.3.3. Pendapatan Regional Netto ... 8

2.3.4. Pendapatan Perorangan (Personal Income) dan Pendapatan Siap di Belanjakan (Disposable Income) ... 9

2.3.5. Pendapatan Perkapita ... 9

2.4. Kenaikan atau Penurunan Pendapatan ... 10

2.5. Konsep Distribusi Pendapatan ... 10

2.6. Jalur Pemerataan Pendapatan ... 14

2.7. Program Pengendalian Kemiskinan ... 15

BAB III HASIL DISKUSI ... 16

BAB IV KESIMPULAN ... 18

(4)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pada dasarnya Indonesia merupakan negara yang makmur dan mempunyai banyak sumber daya alam yang seharusnya mampu diolah sehingga tingkat ekonomi masyarakat Indonesia akan meningkat seiring berjalannya waktu. Pemerintah Indonesia sendiri sudah mengeluarkan berbagai kebijakan ekonomi yang diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomi di Indonesia.

Tujuan dari kebijakan ekonomi adalah menciptakan kemakmuran. Salah satu ukuran kemakmuran terpenting adalah pendapatan. Kemakmuran tercipta karena ada kegiatan yang menghasilkan pendapatan serta ada pula yang pendapatan dari harta tetapi harta adalah akumulasi dari kegiatan sebelumnya.

Pendapatan regional didefinisikan sebagai nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam suatu wilayah dalam satu tahun. Tingkat pendapatan sendiri diukur dari total pendapatan wilayah maupun pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi suatu daerah dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB ) baik atas dasar harga berlaku atau atas dasar harga konstan.

Produk domestik regional bruto (PDRB) adalah produksi yang dihasilkan penduduk di daerah tertentu dalam jangka waktu satu tahun dan PDRB juga merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan ekonomi. Perhitungan PDRB sendiri bertujuan untuk mengetahui gamabran ekonomi makro secara sektoral sebagai hasil pelaksanaan pembangunan khususnya pembangunan dibidang ekonomi di suatu wilayah tertentu.

Pengembangan PDRB sendiri di wilayah tertentu diharapkan dapat menunjang ekonomi masyarakat setempat dan seluruh masyarakat dapat menikmati dari hasil produk yang di lakukan selama jangka waktu satu tahun.

(5)

Dalam pembuatan makalah ini juga penulis mengharapkan seluruh pembaca dapat mengerti konsep pendapatan regional, konsep nilai tambah, metode perhitungan dan distribusi pendapatan serta pemerataan pembangunan. Jika 4 substansi tersebut dapat dipahami maka akan lebih banyak lagi yang dapat mengembangkan produk lokal yang dapat mningkatkan ekonomi wilayah.

1.2. Tujuan

Memahami konsep pendapatan regional.

Memahami konsep nilai tambah (add value).

Mengerti dalam penerapan metode perhitungan.

 Memahami berbagai konsep distribusi pendapatan dan pemerataan pembangunan.

1.3. Sistematika Penulisan

Pada makalah ini terdapat tiga bab yang berguna untuk mempermudah pembaca dalam memahami isi dari makalah ini secara keseluruhan. Sehingga adapun sistematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

Bab I merupakan bab pendahuluan dan awal dari makalah ini. Pada bab ini berisi latar belakang, tujuan, serta sistematika penulisan dari makalah.

Bab II merupakan bab pembahasan. Pada bab ini berisi konsep nilai tambah, definisi pendapatan regional, jenis-jenis pendapatan regional, kenaikan atau penurunan pendapatan regional, konsep distribusi pendapatan, jalur pemerataan pendapatan, dan program pengendalian kemiskinan.

Bab III merupakan pembahasan terkait hasil diskusi yang telah dilakukan. Bab IV merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan.

(6)

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Konsep Nilai Tambah

Dalam membicarakan pendapatan dan pertumbuhan regional, sangat perlu diketahui tentang konsep/ arti nilai tambah. Kesalahan yang biasa terjadi adalah apabila orang menganggap bahwa pendapatan regional adalah identik dengan nilai produksi yang dihasilkan diwilayah tersebut. Sebenarnya nilai produksi tidak sama dengan nilai tambah karena dalam nilai produksi terdapat biaya antara (intermediante cost), yaitu biaya pembelian / biaya perolehan dari sektor lain yang telah dihitung sebagai produksi atau berasal dari impor (dihitung sebagai nilai produksi di Negara pengekspor) (Tarigan, 2004). Sedangkan nilai tambah merupakan selisih lebih antara harga jual barang dan harga beli bahan baku, bahan penolong, suku cadang dan jasa yang dipergunakan untuk menghasilkan barang itu.

Menghitung nilai produksi sebagai pendapatan regional bisa mengakibatkan perhitungan ganda (double-counting). Misalnya seorang tukang kue menghasilkan 100 buah kue per hari yang di jualnya dengan harga @300,00 sehingga nilai penjualannya/ nilai produksinya adalah Rp. 30.000,00. Padahal untuk menghasilkan kue tersebut dia terpaksa membeli berbagai jenis input seperti tepung beras, gula, kelapa, vanili, minyak goreng, dan bahan bakar. Bahan-bahan yang digunakan tersebut telah dihitung di sector lain. Misalnya, beras deihitung disektor pertanian dan disektor industri penggilingan beras menjadi tepung, gula telah dihitung di sektor pertanian dan minyak goreng di sektor industri. Jika bahan baku yang digunakan diimpor dari Negara lain, berarti nilai bahan baku itu telah dihitung sebagai pendapatan diwilayah lain. Bahan-bahan yang berasal dari sektor lain disebut “biaya antara”. Bibit termasuk biaya antara karena nilai produksinya telah dihitung pada periode sebelumnya. Dengan demikian, dalam nilai produksi, telah terdapat nilai produksi dari sektor/ kegiatan lain dan ini menimbulkan perhitungan ganda (double-counting) apabila tidak dikurangkan. Dalam menghitung nilai tambah suatu sektor, biaya antara harus dikeluarkan atau dikurangkan dari nilai jual produksi pada lokasi tempat produksi. Nilai

(7)

tambah inilah yang menggambarkan tingkat kemampuan menghasilkan pendapatan diwilayah tersebut.

Berikut adalah contoh perhitungan nilai tambah yang sangat sederhana. Misalnya, seorang petani mengolah sebidang tanah seluas 1 hektar yang ditanam jagung. Untuk memproduksi jagung, petani tersebut mengeluarkan biaya sebagai berikut:

No Jenis Kegiatan Pengeluaran

1. Membeli bibit 25 kg @Rp. 8.000,00 Rp. 200.000,00 2. Menyewa traktor untuk lahan 1 ha Rp. 300.000,00 3. Tenaga kerja yang digaji 50 hk

@Rp.8.000,00

Rp. 400.000,00 4. Pupuk 250 kg @Rp. 2.000,00 Rp. 500.000,00 5. Pestisida 10 liter @Rp. 50.000,00 Rp. 500.000,00 6. Sewa mesin pipil Rp. 500.000,00

Total Pengeluaran : Rp.2.400.000,00 Hasil Produksi 5.000 kg @Rp.1000,00 Rp.5.000.000,00 Keuntungan Rp.2.600.000,00

Dari contoh diatas biaya antaranya adalah bibit, pupuk, dan pestisida sebesar Rp.1.200.000,00 sehingga nilai tambah dari kegiatan tersebut adalah Rp. 5.000.000,00- Rp.1.200.000,00 = Rp. 3.800.000,00. Ini adalah bagian yang bisa dinikmati masyarakat setempat seandainya seluruh faktor-faktor produksi itu dimiliki oleh masyarakat setempat dengan catatan dari penghasilan tersebut masih perlu dikurangkan biaya penyusutan dan pajak yang mungkin ditagih pemerintah.

2.2. Definisi Pendapatan Regional

Pendapatan regional didefinisikan sebagai nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam suatu wilayah selama satu tahun (Sukirno, 1985). Sedangkan menurut Tarigan (2004), Pendapatan regional adalah tingkat pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah maupun pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung pendapatan regional hanya dipakai konsep Domestik, yang berarti seluruh nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai sektor/lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya disuatu wilayah (baik

(8)

kabupaten maupun provinsi) dihitung dan dimasukkan ke produk wilayah tersebut tanpa memperhatikan kepemilikkan faktor-faktor produksi tersebut, dengan kata lain PDRB menunjukkkan gambaran “Product Originated”.

2.3. Jenis-Jenis Pendapatan Regional

2.3.1. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) a. PDRB atas dasar harga berlaku

PDRB atas harga berlaku adalah jumlah nilai produksi atau pendapatan atau pengeluaran yang dinilai sesuai dengan harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan.

b. PDRB atas dasar harga konstan

PDRB atas harga konstan adalah jumlah nilai produksi atau pendapatan atau pengeluaran yang dinilai atas dasar harga tetap (harga pada tahun dasar) yang digunakan selama satu tahun.

c. Contoh perhitungan nilai konstan

Misalnya disuatu propinsi hanya ada 3 sektor yaitu 2 sektor produksi dan 1 sektor jasa. Nilai tambah masing-masing sektor dalam kurun waktu berselang waktu 5 tahun adalah sebagai berikut :

(9)

Dalam harga konstan maka besarnya kenaikan pendapatan regional dalam kurun waktu 5 tahun adalah 11,96% .

 Total pendapatan tahun 2000 dengan menggunakan harga konstan tahun 1995 dibagi dengan total pendapatan tahun 1995 = 3.358.919 : 3.000.000 = 11,96 %

 Sedangkan indeks tahun 1995 = 1

 akibatnya terjadi kenaikan indeks 0,1196.

 Indeks inflasi Mula-mula dihitung nilai produksi tahun 2000 dengan harga tahun berlaku (2000) yaitu ( 1.100 x 600 ) + ( 2.300 x 1000 ) = 2.960.000

 Nilai produksi tahun 2000 dengan harga konstan ( 1995 ) ( 1.100 x 500 ) + (2.300 x 800 ) = 2.390.000

 Maka inflasi 2.960.000 : 2.390.000 = 1.2385

 Hal ini berarti tingkat inflasi selama 5 tahun adalah 23,85%.  Nilai konstan sektor jasa adalah nilai harga berlaku tahun 2000

(10)

d. PDRB atas dasar harga pasar

PDRB atas dasar harga pasar adalah jumlah nilai tambah bruto (gross

value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian diwilayah itu.

Yang dimaksud dengan nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara (intermediate cost). Nilai tambah bruto mecakup komponen-komponen faktor pendapatan (upah,gaji, bunga, sewa tanah, dan keuntungan), penyusutan, dan pajak tidak langsung neto. Jadi, dengan menghitung nilai tambah bruto dari masing-masing sektor dan menjumlahkannya, akan menghasilkan produk domestik regional bruto atas harga pasar.

(11)

Melalui gambar diatas jenis usaha dibagi menjadi 17 jenis, diantaranya yaitu pertanian, pertambangan, infrastruktur dan komunikasi, jasa keuangan dan asuransi dan lain sebagainya. PDRB tersebut juga disajikan dengan harga konstan dan harga berlaku. Melalui tabel diatas diketahui pula apabila PDRB di Jawa Timur mengalami peningkatan setiap triwulannya.

2.3.2. Pendapatan Domestik Regional Netto (PDRN) a. PDRN atas dasar harga pasar

Produk domestik regional neto atas dasar harga pasar adalah produk domestik regional bruto atas dasar harga pasar dikurangi penyusutan. Penyusutan yang dimaksud adalah nilai susut (aus) atau pengurangan nilai barang-barang modal (mesin, peralatan, kendaraan dan lainnya) karena barang modal tersebut terpakai dalam proses produksi atau faktor waktu.

b. PRDN atas dasar biaya faktor

PDRN atas dasar biaya faktor adalah PDRN atas dasar harga pasar dikurangi pajak tak langsung neto. Pajak tidak langsung meliputi pajak penjualan, biaya ekspor, bea cukai, dan pajak lain-lain, kecuali pajak pendapatan dan pajak perseroan. Pajak tidak langsung dari unit-unit produksi dibebankan pada pembeli hingga langsung berakibat menaikkan harga barang di pasar. Besarnya pajak tidak langsung dikurangi subsidi dalam perhitungan pendapatan regional disebut pajak tidak langsung neto. Kalau PDRN atas dasar harga pasar dikurangi pajak tidak langsung neto, hasilnya adalah produk domestik regional neto atas dasar biaya faktor.

2.3.3. Pendapatan Regional Netto

Pendapatan regional neto adalah produk regional neto atas dasar harga pasar biaya faktor dikurangi aliran dana yang mengalir keluar ditambah alian dana yang mengalir masuk. Produk regional neto atas dasar harga pasar biaya faktor,

(12)

merupakan jumlah dari pendapatan berupa upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan yang timbul, atau merupakan pendapatan yang berasal dari kegiatan di wilayah tersebut. Akan tetapi, pendapatan yang dihasilkan tersebut tidak seluruhnya menjadi pendapatan penduduk daerah setempat. Hal itu disebabkan ada sebagian pendapatan yang diterima penduduk daerah lain, misalnya suatu perusahaan yang modalnya dimiliki orang luar yang mempunyai modal. Sebaliknya, kalu ada penduduk daerah menanamkan modal diluar daerah maka sebagian keuntungan perusahaan akan mengalir ke daerah tersebut, dan menjadi pendapatan dari pemililk modal. Untuk mendapatkan angka-angka tentang pendapatan yang mengalir keluar/masuk suatu daerah (yang secara nasional dapat diperoleh dari neraca pembayaran luar negeri) masih sangat sukar diperoleh saat ini. Produk regional neto atas dasar biaya faktor dianggap sama dengan pendapatan regional (tanpakata neto). Pendapatan regional dibagi jumlah penduduk yang tinggal di daerah itu, hasilnya adalah pendapatan per kapita. 2.3.4. Pendapatan Perorangan (Personal Income) dan Pendapatan Siap di

Belanjakan (Disposable Income)

Pendapatan perorangan merupakan pendapatan yang diterima oleh rumah tangga. Apabila pendapatan perorangan dikurangi pajak pendapatan perorangan, pajak rumah tangga/PBB, dan transfer yang dibayarkan oleh rumah tangga akan sama dengan pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income).

2.3.5. Pendapatan Perkapita

Pendapatan perkapita merupakan gambaran rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk sebagai hasil proses produksi yang terjadi di suatu daerah. Semakin banyak kegiatan ekonomi di suatu daerah akan menimbulkan peningkatan proses produksi yang pada gilirannya akan menghasilkan pendapatan.

PDRB perkapita diperoleh dengan cara membagi total nilai PDRB dengan jumlah penduduk pertahun. Oleh sebab itu besar kecilnya PDRB perkapita belum

(13)

mencerminkan kemakmuran masyarakat keseluruhan, karena pendapatan yang terjadi tersebut belum pasti dinikmati oleh penduduk daerah yang bersangkutan. 2.4. Kenaikan atau Penurunan Pendapatan

Angka pendapatan regional dalam beberapa tahun menggambarkan kenaikan dan penurunan tingkat pendapatan masyarakat di daerah tersebut. Kenaikan/penurunan dapat dibedakan menjadi 2 faktor berikut:

1. Kenaikan/penurunan riil, yaitu kenaikan/penurunan tingkat pendapatan yang tidak dipengaruhi oleh faktor perubahan harga. Apabila terjadi kenaikan rill pendapatan penduduk berarti daya beli penduduk daerah tersbut meningkat, misalnya mampu membeli barang yangsama kualitanya dalam jumlah yang lebih banyak.

2. Kenaikan/penurunan pendapatan yang disebabkan adanya faktor perubahan harga. Apabila terjadi kenaikan pendapatan yang hanya disebabkan inflasi maka walaupun pendapatan meningkat tetapi jumlah barang barang yang mampu dibeli belum tentu meningkat. Perlu dilihat mana yang meningkat lebih tajam, tinkat pendapatan atau tingkat harga.

Oleh karena itu, untuk mengetahui pendapatan yang sebenarnya (rill), faktor inflasi harus dikeluarkan terlebih dahulu. Pendapatn regional yang dalamnya masih ada unsur inflasinya dinamakan pendapatan regional atas dasar harga berlaku. Sedangkan pendapatan regional dengan faktor inflasi yang sudah ditiadakan merupakan pendapatan regional atas dasar harga konstan. Untuk mengetahui apakah daya beli masyarakat meningkat atau tidak, pendapatannnya harus dibandingkan dengan nilai konstan.

2.5. Konsep Distribusi Pendapatan

Distribusi pendapatan merupakan tingkat penyebaran pendaptan disuatu wilayah atau suatu daerah. Terdapat banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengukur atau melihat tingkat distribusi pendapatan di suatu wilayah sudah merata atau belum. Berikut lima (5) cara perhitungan distribusi pendapatan:

(14)

a. Kurva Lorenz

Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan dikalangan lapisan-lapisan penduduk secara kumulatif. Berikut contoh kurva Lorenz:

Gambar 2 Contoh Kurva Lorenz

Untuk mengetahui distribusi pendapatan dengan menggunakan kurva Lorenz, dengan ketentuan sebagai berikut:

 Jika kurva Lorenz semakin lurus (dekat dengan diagonal) maka distribusi pendapatan merata, sehingga ketimpangan semakin rendah.

 Jika kurva Lorenz semakin lengkung (jauh dari diagonal) maka distribusi pendapatan tidak merata, sehingga ketimpangan semakin tinggi.

b. Indeks Gini atau Rasio Gini

Dalam perhitungan indeks gini menggunakan rumus berikut: G = 1 - ∑ (Xi+1 – Xi)(Yi + Yi+1)

G = 1 - ∑ fi(Yi + Yi+1) Keterangan:

(15)

Xi = Proporsi jumlah komulatif rumah tangga dalam kls i Yi = Proporsi jumlah komulatif pendapatan dalam kls i

Jika hasil dari perhitungan indeks gini semakin besar (mendekati 1), maka distibusi pendapatan tidak merata dan ketimpangan semakin tinggi. Berikut indeks Gini di Indonesia dari tahun 2007-2016 berdasarkan Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS).

Gambar 3 Indeks Gini Indonesia Tahun 2007-2016

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai indeks gini di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan (mendekati 1). Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa distribusi pendapatan di Indonesia belum merata.

c. Kriteria Bank Dunia (World Bank)

Kriteria ketidakmerataan distribusi pendapatan menurut Bank Dunia didasarkan atas presentase pendapatan nasional yang dinikmati oleh tiga lapisan penduduk. Berdasarkan Bank Dunia, indikator ketimpangan distribusi pendapatan sebagai berikut:

Tabel 1 Indikator Ketimpangan Menurut Bank Dunia

Distribusi Pendapatan Tingkat Ketimpangan 40% Penduduk penadapatan terendah < 12

% Pendapatan nasional

Tinggi

40% Penduduk penadapatan terendah < 17 % Pendapatan nasional

Sedang

40% Penduduk penadapatan terendah > 17 % Pendapatan nasional

Rendah

d. Indeks Williamson

(16)

𝐼𝑊 =

1

𝑦

√∑(𝑦𝑖 − 𝑦 )

̅̅̅̅

2

𝑃𝑖

𝑃

𝑛 1=1 Keterangan: 𝐼𝑊 = Indeks Williamson

𝑦𝑖 = PDRB per kapita kabupaten/kota i 𝑦̅ = Rata-rata PDRB per kapita Provinsi 𝑃𝑖 = Jumlah penduduk kabupaten/kota i 𝑃 = Jumlah penduduk Provinsi

Dari perhitungan tersebut, dapat diinterpretasikan sebagai berikut:

 Jika nilai indeks Williamson kurang dari 0,35, maka tingkat ketimpangan rendah.

 Jika nilai indeks Williamson antara 0,35 sampai 0,5, maka tingkat ketimpangan sedang.

 Jika nilai indeks Williamson lebih dari 0,5, maka tingkat ketimpangan tinggi.

e. Indeks Theil

Untuk mengetahui nilai indeks Theil menngunakan rumus perhitungan sebagai berikut: 𝑇 = ∑ ∑ [𝑌̅𝑖𝑗 𝑌̅ ] 𝑗 𝑡 ln [𝑌̅𝑖𝑗 𝑌̅ ] = 𝑇𝑊 + 𝑇𝐵 𝑇𝑊 = ∑ [𝑌𝑡 𝑌] 𝑇𝑖 𝑡 𝑇𝑖 = ∑ [𝑌𝑖𝑗 𝑌𝑡] ln [ 𝑌̅𝑖𝑗 𝑌̅𝑡 ̅̅̅] 𝑗 𝑇𝐵 = ∑ [𝑌𝑖 𝑌] ln [ 𝑌̅𝑖 𝑌̅̅] 𝑡 Keterangan: 𝑇 = 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑇ℎ𝑒𝑖𝑙 𝑇𝑤 = 𝐾𝑒𝑠𝑒𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑢𝑙𝑎𝑢

(17)

𝑇𝐵 = 𝐾𝑒𝑠𝑒𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑝𝑢𝑙𝑎𝑢 𝑌𝑖𝑗 = 𝑃𝐷𝑅𝐵 𝐾𝑎𝑏𝑢𝑝𝑎𝑡𝑒𝑛 𝑗, 𝑃𝑢𝑙𝑎𝑢 𝑖 𝑌 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝐷𝑅𝐵 𝑃𝑟𝑜𝑣𝑖𝑛𝑠𝑖 𝑌̅ = 𝑃𝐷𝑅𝐵 𝑝𝑒𝑟𝑘𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑣𝑖𝑛𝑠𝑖 𝑌𝑖 = 𝑃𝐷𝑅𝐵 𝑃𝑢𝑙𝑎𝑢 𝑖 𝑌̅𝑖𝑗 = 𝑃𝐷𝑅𝐵 𝑝𝑒𝑟𝑘𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎 𝐾𝑎𝑏𝑢𝑝𝑎𝑡𝑒𝑛 𝑗, 𝑃𝑢𝑙𝑎𝑢 𝑖

Dari perhitungan tersebut, dapat diinterpretasikan sebagai berikut:

 Jika nilai indeks theil berkisar antara nol sampai dengan satu, maka distribusi pendapatan merata sempurna antar kelompok wilayah dan tingkat kesenjangan rendah.

 Apabila nila indeks theil lebih dari satu artinya distribusi pendaptan tidak merata antar kelompok wilayah dan tingkat kesenjangan tinggi.

2.6. Jalur Pemerataan Pendapatan

Perlu adanya upaya untuk pemerataan distribusi pendapatan. Pada masa Pemerintahan Presiden Soeharto dan Wakil Presiden H Adam Malik, terdapat 8 jalur pemerataan sebagai berikut:

1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak, khususnya sandang, pangan, dan papan (perumahan).

2. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan keselamatan.

3. Pemerataan pembagian pendapatan. 4. Pemerataan kesempatan kerja.

5. Pemerataan kesempatan berusaha.

6. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.

7. Pemerataan penyebaran pembangunan di wilayah tanah air. 8. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

(18)

1. Pembagian pendapatan antar lapisan masyarakat.

2. Pembagian pendapatan antar daerah, dalam hal ini antar wilayah perkotaan dan perdesaan.

3. Pembagian pendapatan antar wilayah, dalam hal ini antar provinsi dan kawasan (Barat, Tengah, dah Timur).

2.7. Program Pengendalian Kemiskinan

Distribusi pendapatan yang tidak merata tentunya akan berdampak pada kemiskinan dan ketimpangan. Berbagai program dalam mengurangi kemiskinan telah diterapkan oleh para pemimpin bangsa. Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah diterapkan berbagai program pengendalian kemiskinan sebagai berikut:

 Program Keluarga Harapan (PKH)

 Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

 Bantuan Siswa Miskin (BSM)

 Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (JAMKESMAS)

 Program Beras Untuk Keluarga Miskin (RASKIN)

 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)

 Program Perluasan dan Pengembangan Kesempatan Kerja / Padat Karya Produktif

 Kredit Usaha Rakyat (KUR)

 Kredit Usaha Bersama (KUBE)

Sedangkan dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo juga diterapkan beberapa program pengendalian kemiskinan seperti berikut ini:

 Kartu Indonesia Sehat (KIS)

 Kartu Indonesia Pintar (KIP)

 Kartu Keluarga Sejahtera (KKS)

 Penyediaan Dana Desa

(19)

BAB III HASIL DISKUSI

No. Nama Penanya Pertanyaan Jawaban

1. Ayu Sri Lestari (36141000

 Apa dasar dalam menentukan tahun harga konstan?

Dalam menentukan harga konstan harus memperhatikan harga stabil selama 5tahun berturut turut sebelum tahun dasar itu ditentukan. Selama 5 tahun berturut-turut tidak menagalami perubahan harga, maka harga tersebut dapat ditentukan sebagai harga konstan pada tahun berikutnya. Harga konstan sebenernya ditetntukan oleh pihak BPS.

 Dalam contoh indeks Williamson, tingkat ketimpangan pendapatan berbeda-beda. Itu tingkat ketimpangan satu wilayah atau gimana?

Dalam contoh yang disajikan tadi, merupakan peta tingkat ketimpangan suatu daerah dilihat berdasarkan indeks Williamson. Dalam peta tingkat ketimpangan disajikan tiap provinsi. Jadi dari semua wilayah yang ada di suatu provinsi, dilihat rata-rata tingkat distribusi pendapatanya dan kemudian dapat muncul tingkat distribusi pendapatan dan tingkat ketimpangan dalam satu provinsi.

2. Desi Dwi Saputri (36141000

 Apa perbedaan antara 8 jalur pemerataan dan 3 jalur pemerataan?

8 jalur pemerataan merupakan upaya pemerataan distribusi pendapatan yang dilaksanakan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto dan wakil presiden Adam Malik. 8 jalur pemerataan lebih menjelaskan secara spesifik upaya pemerataan yang harus dilakukan, seperti kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya. Sedangkan 3 tiga jalur pendapatan menjelaskan upaya emerataan secara umum.

3. Johan Satria K (3614100019)

 Harga konstan tujuannya untuk apa? Harga konstan dapat digunakan untuk menunjukkan indeks inflasi yang terjadi dari tahun harga konstan hingga tahun harga berlaku

 Bagaimana cara untuk pemerataan distribusi pendapatan?

(20)

8 jalur pemerataan atau 3 jalur pemerataan. Sebagai contoh, dari 8 jalur pemerataan yang pertama yaitu pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak, khususnya sandang, pangan, dan papan (perumahan), kemudian dari pemerintah mengadakan program yang berkaitan dengan hal tersebut. Pada masa pemerintahan SBY program yang berkaitan dengan hal tersebut RASKIN, dan lain sebagainya.

 Apakah program pengendalian kemiskinan yang telah dilakukan sudah efektif?

Jika dilihat dari nilai indeks gini yang tetap dan cenderung naik, maka program tersebut dapat dikatakan belum efektif dalam mengurangi kemiskinan, kemungkinan terdapat kebijakan yang kurang mendukung dalam pelaksanaan program tersebut.

(21)

BAB IV KESIMPULAN

Dalam konsep pendapatan regional, terdapat perbedaan antara nilai tambah dengan nilai produksi. Nilai produksi terdapat biaya antara (intermediante cost), yaitu biaya pembelian / biaya perolehan dari sektor lain yang telah dihitung sebagai produksi atau berasal dari impor (dihitung sebagai nilai produksi di Negara pengekspor) (Tarigan, 2004). Sedangkan nilai tambah merupakan selisih lebih antara harga jual barang dan harga beli bahan baku, bahan penolong, suku cadang dan jasa yang dipergunakan untuk menghasilkan barang itu.

Pendapatan regional didefinisikan sebagai nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam suatu wilayah selama satu tahun (Sukirno, 1985). Sedangkan menurut Tarigan (2004), Pendapatan regional adalah tingkat pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah maupun pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut.

Jenis-jenis pendapatan regional sebagiai berikut : 1. Pendapatan Regional Domestik Bruto (PDRB)

- PDRB Harga Konstan - PDRB Harga Berlaku

- PDRB Atas Dasar Harga Pasar

2. Pendapatan Domestik Regional Netto (PDRN) - PDRN atas dasar harga pasar

- PDRN atas dasar biaya faktor 3. Pendapatan Regional Netto

4. Pendapatan Perorangan (Personal Income) dan Pendapatan Siap di Belanjakan (Disposable Income)

(22)

Angka pendapatan regional dalam beberapa tahun menggambarkan kenaikan dan penurunan tingkat pendapatan masyarakat di daerah tersebut. Kenaikan/penurunan dapat dibedakan menjadi 2 faktor berikut:

1. Kenaikan/penurunan riil

2. Kenaikan/penurunan pendapatan

Terdapat lima (5) cara perhitungan distribusi pendapatan untuk mengukur atau melihat tingkat distribusi pendapatan di suatu wilayah sudah merata atau belum:

1. Kurva Lorens 2. Indeks Rasio Gini 3. Kriteria Bank Dunia 4. Indeks Williamsom 5. Indeks Theil

(23)

DAFTAR PUSTAKA

BPS, 2016. Produk Domestik Regional Bruto (Lapangan Usaha). [Online] Available at: https://www.bps.go.id/

[Diakses 20 February 2017].

Emilia, 2006. Modul Ekonomi Regional. Jambi: Universitas Jambi.

Tarigan, 2014. ekonomi regional. Dalam: teori dan aplikasi, edisi revisi. Jakarta: Bumi Aksara, pp. 13-14.

Gambar

Gambar 2 Contoh Kurva Lorenz
Gambar 3 Indeks Gini Indonesia Tahun 2007-2016

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil Gambar 4.6 diketahui bahwa pada grafik secara visual terdapat 5 eigen value atau 5 faktor yang terbentuk dari variabel nilai rapor mata

Dalam melengkapi penulisan sampai dengan saat ini ini beberapa pihak telah memberikan masukan serta memberikan konstribusi yang positif, sehingga di dalam

Hasil dari kalibrasi ini adalah diperolehnya matrik hubungan antara konsentrasi gas yang dicari terhadap normalisasi sinyal pada tiap garis laser yang dipilih, yaitu garis-garis

Penjelasan Pasal 7 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2017 tentang Pengendalian Impor Atau Ekspor Barang Yang Diduga Merupakan Atau Berasal Dari Hasil

Budaya Komunikasi di Organisasi Komunikasi adalah sebuah tindakan untuk berbagi informasi, gagasan atau pun pendapat dari setiap partisipan komunikasi yang terlibat

MODEL PENINGKATAN DAYA SAING BERKELANJUTAN INDUSTRI BATIK MELALUI PERBAIKAN KOMPETENSI INTI DAN RANTAI NILAI DALAM MENDORONG PENGEMBANGAN INDUSTRI KREATIF LOKAL DI KABUPATEN

Nyeri uluhati, mual Bengkak pada kaki Mudah lelah 1996 2005 2011 Keluhan saat datang ke RS 1 bulan SMRS Hamil anak 1 Sesak berat Batuk Hamil anak 2 Sesak berat Batuk

Laporan Pelaksanaan Pengelolaan &amp; Pemantauan Lingkungan Hidup PLTU Nii Tanassa 2xlO MW Sulawesi Tenggara (Tahap Konstruksi) Periode Januari 2008 - Juni