ANALISIS DETERMINAN STATUS DEHIDRASI LATIHAN
PADA ATLET REMAJA
UMBARA NUNGGAL PASKINDRA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Determinan Status Dehidrasi Latihan pada Atlet Remaja adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Umbara Nunggal Paskindra
ABSTRAK
UMBARA NUNGGAL PASKINDRA. Analisis Determinan Status Dehidrasi Latihan pada Atlet Remaja. Dibimbing oleh HIDAYAT SYARIEF dan IKEU EKAYANTI.
Pada aktivitas fisik spesifik yang sangat keras seperti latihan intensif, atlet harus mampu membuat strategi konsumsi cairan yang tepat untuk mengganti cairan tubuh yang hilang, sehingga terhindar dari dehidrasi. Dehidrasi dapat mengganggu fungsi fisiologis tubuh, meninkatkan resiko dari exertional heat injury dan menghambat laju produksi energi yang secara negatif dapat mengganggu performa olahraga. Tujuan utama dari penelitian adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status dehidrasi latihan pada atlet remaja. Penelitian dilakukan di Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) DKI Jakarta pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2013 dengan menggunakan desain cross sectional
study. Berdasarkan persentase perubahan berat badan pada saat latihan, 56,1% dari
total contoh terhidrasi dengan baik pada saat latihan dan 43,9% dari contoh mengalami dehidrasi tingkat ringan. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan status dehidrasi latihan adalah jenis kelamin, persentase lemak tubuh total, tingkat kecukupan air harian latihan, dan laju keringat pada saat latihan. Hasil uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap status dehidrasi latihan pada atlet remaja adalah jenis kelamin, tingkat kecukupan air harian latihan, dan laju keluarnya keringat.
Kata kunci: atlet, dehidrasi, detrminan, faktor resiko
ABSTRACT
UMBARA NUNGGAL PASKINDRA. Determinant Analysis of Exercise Dehydration Status in Young Athlete. Supervised by HIDAYAT SYARIEF and IKEU EKAYANTI.
During intensive exercise, athlete must able to make right strategy of fluid consumption to replace body water loss to prevent dehydration. Dehydration can compromise physiologic function, increase the risk of exertional injury, blocked the rate of energy production, and negatively influence performance. The main purpose of this study is to analysis of determinant of exercise dehydration status in young athlete. The research has been done at PPLP DKI in August to October 2013 by using cross sectional study design. Based on the percentage of body weight change in exercise, 56,1% of subject catagorized as well dehydrated and 43,9% of subject catagorized as dehydration (minimal dehydration) in exercise. The results of correlation analysis showed that significant relationship between gender, percentage of total body fat, sufficient level of fluid in exercise period, and sweat rate in exercise with exercise dehydration status. The results of multiple linier regression showed that the determinant of exercise dehydration status in young athlete are gender, sufficient level of fluid in exercise period, and sweat rate in exercise.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi
Dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
ANALISIS DETERMINAN STATUS DEHIDRASI LATIHAN
PADA ATLET REMAJA
UMBARA NUNGGAL PASKINDRA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Analisis Determinan Status Dehidrasi Latihan pada Atlet Remaja Nama : Umbara Nunggal Paskindra
NIM : I14080087
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, MS Pembimbing I
Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, MS Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Rimbawan Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2013 ini ialah gizi olahraga, dengan judul Analisis Determinan Status Dehidrasi Latihan pada Atlet Remaja.
Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, MS dan Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, MS selaku dosen pembimbing pembimbing skripsi yang telah membimbing, memberikan banyak masukan yang sangat bermanfaat bagi penulis selama penyusunan skripsi ini.
2. Ibu Katrin Roosita, SP, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan memberikan banyak masukan yang sangat bermanfaat bagi penulis selama menempuh mata kuliah.
3. dr. Naufal Muharam Nurdin selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah memberikan koreksi demi perbaikan skripsi.
4. Bapak dan ibu yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, dorongan, serta semangat tiada henti kepada penulis. Adikku Dera dan Putri Anggraeni yang juga senantiasa memberikan dukungan serta keceriaan kepada penulis. 5. Pihak PPLP DKI Jakarta, coach Wardoyo, coach Narto, Anita Maya yang
telah memberikan izin meneliti dan menerima penulis dengan baik selama pengambilan data.
6. Desty Sri Kurnia atas doa, semangat, dukungan, dan senantiasa memberi banyak masukan yang sangat bermanfaat bagi penulis.
7. Nurayu Annisa dan teman-teman Gizi Masyarakat angkatan 45 dan 46. 8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala bantuan
dan dukungan selama penyusunan skripsi ini.
Besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat memberikan bermanfaat dan daya guna, khususnya bagi penulis dan semua pihak pada umumnya. Amin.
Bogor, Februari 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 KERANGKA BERFIKIR 3 METODE 5Desain, Tempat, dan Waktu 5
Cara Pengambilan contoh 5
Jenis dan Cara Pengambilan Data 5
Prosedur Pengolahan dan Analisis Data 6
Definisi Operasional 10
HASIL DAN PEMBAHASAN 11
Karakteristik Individu 11
Komposisi Tubuh 13
Tingkat Aktivitas Fisik 14
Tingkat Kecukupan Air Harian 15
Laju Keringat Latihan 15
Status Dehidrasi Latihan 16
Hubungan antar faktor pada status dehidrasi latihan 17
Determinan status dehidrasi latihan 23
SIMPULAN DAN SARAN 24
Simpulan 24
Saran 25
DAFTAR PUSTAKA 25
LAMPIRAN 28
DAFTAR TABEL
1 Variabel, jenis, dan cara pengumpulan data 6
2 Klasifikasi IMT/U berdasarkan Kemenkes RI tahun 2010 untuk usia
5-18 tahun 7
3 Nilai komposisi tubuh ideal pada atlet 7
4 Indeks status hidrasi menurut NATA tahun 2000 10
5 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik 11
6 Sebaran contoh berdasarkan komposisi tubuh 13
7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik 14 8 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan air 15 9 Sebaran contoh berdasarkan laju keringat latihan 16
10 Sebaran contoh berdasarkan status dehidrasi 16
11 Sebaran karakteristik contoh berdasarkan status dehidrasi latinan 17 12 Sebaran komposisi tubuh contoh berdasarkan status dehidrasi latihan 19 13 Sebaran tingkat aktivitas fisik contoh hari latihan bedasarkan status
dehidrasi latihan 20
14 Sebaran tingkat kecukupan air harian contoh pada hari latihan
berdasarkan status dehidrasi latihan 21
15 Sebaran laju keringat latihan berdasarkan status dehidrasi latihan 22 16 Hasil regresi linier berganda determinan status dehidrasi latihan pada
atlet remaja 23
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka berfikir determinan dan faktor resiko status dehidrasi latihan
pada atlet remaja 4
DAFTAR GAMBAR
1 Jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis aktivitas per satuan
waktu tertentu (PAR) 28
2 Perhitungan kebutuhan energi 29
3 Kuesioner penelitian 30
4 Form food recall konsumsi pangan 1x24 jam (Libur/latihan) 34 5 Form recall aktivitas fisik 1x24 jam (libur/latihan) 35 6 Form laju keringat latihan dan status dehidrasi latihan 36 7 Hasil analisis regresi linier berganda determinan status dehidrasi 37
1
PENDAHULUAN
Latar BelakangPenerapan ilmu dan teknologi dalam dunia olahraga atau lebih dikenal sport
science dalam dua dekade terakhir menghasilkan pemahaman yang sangat
komprehensif bagi atlet profesional dalam menampilkan performa dan prestasi terbaiknya. Di negara–negara maju, keterlibatan sport science sudah diterapkan sejak lama, sementara di Indonesia belum sepenuhnya diterapkan. Walaupun sudah menjadi wacana sejak lama, namun aplikasinya terlihat stagnan bahkan nyaris tidak terlihat. Secara umum, sport science memiliki lima cabang, yaitu fisiologi, psikologi, biomekanik, sport medichine, dan sport nutrition yang lebih dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan sebutan gizi olahraga.
Bagi atlet, mutu gizi asupan pangan yang terkait dengan olahraga (sport
nutrition) mempunyai arti penting selain untuk mempertahankan kebugaran juga
untuk meningkatkan prestasi atlet. Selain itu, menjaga keseimbangan cairan di dalam tubuh sebelum, selama, dan setelah latihan atau pertandingan melalui strategi konsumsi cairan yang tepat merupakan faktor yang perlu diperhatikan bagi seorang atlet. Tidak sesuainya asupan makanan terhadap kebutuhan gizi dan konsumsi cairan yang tidak mencukupi hingga mengakibatkan dehidrasi merupakan dua penyebab terjadinya penurunan kebugaran dan performa olahraga seorang atlet.
Selama latihan atau olahraga, penguapan berupa keringat merupakan mekanisme yang utama dalam pembuangan panas, dengan demikian air atau cairan menjadi salah satu kunci penting selama berolahraga. Atlet yang mengeluarkan keringat melebihi asupan cairan akan mengalami dehidrasi selama latihan atau pertandingan. Menurut National Athletic Trainers Association (2000), dehidrasi akibat berkurangnya 1-2% berat badan akan mulai menggangu fungsi fisiologis tubuh dan secara negatif akan mempengaruhi terhadap performa, bahkan berkurangnya berat badan melebihi 3% lebih lanjut sudah mengganggu fungsi fisiologis tubuh dan meningkatkan resiko exertional heat ilness seperti heat cramps,
heat exhaustion, atau heat stroke. Selain itu, menurut Irawan (2007) berkurangnya
1-2% berat badan akibat dari keluarnya cairan tubuh melalui keringat dapat menurunkan performa olahraga hingga sebesar 10%, berkurang 5% berat badan dapat menurunkan performa sebesar 30%. Khusus untuk olahraga dengan intensitas tinggi dan olahraga yang bersifat ketahanan, berkurangnya 2.5% berat badan akibat dari keluarnya cairan tubuh melalui keringat dapat menurunkan performa olahraga hingga 45%.
Seorang atlet dengan laju pengeluaran keringat tinggi yang melakukan latihan intensif dalam kondisi lingkungan yang panas atau lembab dapat dengan cepat mengalami dehidrasi. Latihan pada kondisi daerah yang panas dapat mengalami dehidrasi dengan laju sebesar 1-2 liter per jam, tidak hanya itu, atlet olahraga
endurance seperti sepakbola yang melakukan pertandingan pada suhu 10oC juga
tercatat mengalami pengurangan cairan tubuh sebesar 2 liter dalam 90 menit pertandingan. Laju keluarnya keringat terbesar dalam dunia olahraga tercatat pernah dialami oleh atlet maraton pada olimpiade 1984 dengan laju sebesar 3.7 liter/jam (Kraemer et al. 2012).
Di Indonesia, hasil penelitian The Indonesian Hydration Regional Study (THIRST) (2009) mengungkap bahwa 46,1% subjek yang diteliti mengalami dehidrasi ringan. Ironisnya, sekitar 60% dari subjek yang diteliti tidak mengetahui
2
bahwa diperlukan asupan cairan yang lebih banyak bagi orang kelompok khusus seperti orang yang berkeringat atau olahragawan.
Air sebagai salah satu zat gizi yang penting bagi tubuh sering terlupakan pemenuhannya. Tubuh tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan tubuh akan air. Oleh karena itu, air perlu dipenuhi manusia khususnya atlet yang mempunyai aktivitas spesifik yang berat melalui asupan air yang cukup. Berdasarkan data mengenai tingginya kecenderungan dehidrasi serta dampak negatif yang ditimbulkan dari kondisi dehidrasi pada atlet, maka peneliti ingin mengetahui lebih jauh mengenai faktor yang berpengaruh terhadap status dehidrasi pada atlet remaja. Atlet remaja masih berada dalam usia pertumbuhan yang sangat sensitif terhadap kekurangan atau kelebihan zat gizi. Usia remaja tersebut memerlukan asupan gizi dan air yang cukup sesuai dengan aktivitas spesifik yang dilakukan.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis fator-faktor yang berpengaruh terhadap status dehidrasi latihan pada atlet remaja. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini, adalah (1) mengetahui karakteristik atlet remaja, (2) menganalisis persentase total komposisi tubuh atlet remaja, (3) menganalisis tingkat aktivitas fisik harian atlet remaja, (4) menganalisis tingkat kecukupan air harian atlet remaja, (5) menganalisis faktor yang berhubungan dengar status dehidrasi latihan pada atlet remaja, (6) menganalisis determinan status dehidrasi latihan yang meliputi karaktersistik, komposisi tubuh, tingkat aktivitas harian, tingkat asupan air harian, serta laju keringat latihan pada atlet remaja.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan menyediakan informasi mengenai hal-hal yang berpengaruh terhadap status hidrasi latihan pada atlet remaja. Diharapkan juga hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan oleh atlet dan pihak terkait untuk lebih memperhatikan strategi hidrasi dan rehidrasi yang tepat sesuai dengan karakteristik masing-maing atlet guna meningkatkan performa dan menunjang prestasi olahraga Indonesia.
3 KERANGKA BERFIKIR
Untuk mencapai prestasi yang optimal, pembinaan prestasi olahraga perlu disusun perencanaan gizi yang berjangka, baik jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Perencanaan gizi atlet perlu diselaraskan dengan perencanaan program latihan yang meliputi periode persiapan/latihan, pertandingan, dan transisi. Pada periode latihan, baik sebelum, selama, ataupun setelah latihan, menjaga keseimbangan cairan didalam tubuh melalui strategi konsumsi cairan yang tepat merupakan faktor yang perlu diperhatikan bagi seorang atlet supaya terhindar dari dehidrasi. Dehidrasi pada atlet ketika menjalani program latihan akan mengganggu kinerja atletik yang berkaitan dengan performa, membahayakan fungsi fisiologis tubuh, meningkatkan resiko heat exertional ilness, penurunan kemampuan konsentrasi, kecepatan reaksi, meningkatkan suhu tubuh dan menghambat laju produksi energi.
Atlet dengan laju keringat tinggi yang melakukan program latihan intensif dalam kondisi lingkungan yang panas dapat dengan cepat mengalami dehidrasi. Selain itu, kurangnya konsumsi air harian, terbatasnya kesempatan konsumsi cairan saat latihan atau pertandingan, serta tidak mengkonsumsi cairan dengan volume yang sesuai dengan pengeluaran keringat dapat juga menyebabkan atlet mengalami dehidrasi. Konsumsi air sangat berkaitan dengan kebutuhan. Setiap individu memiliki kebutuhan air yang bervariasi satu sama lain. Besarnya kebutuhan akan air dipengaruhi oleh karakteristik individu seperti usia dan jenis kelamin. Selain itu, kebutuhan air juga dipengaruhi oleh jenis pekerjaan, suhu dan kelembaban lingkungan, serta aktivitas fisik. Dalam tubuh manusia, air diperoleh dari tiga sumber, yaitu air dari minuman, air dari makanan, dan air hasil metabolisme (air metabolik).
Air yang berasal dari minuman merupakan jumlah terbesar yang diperoleh tubuh, yaitu sekitar dua per tiga (65-75%) dari total asupan air. Jumlah air dari makanan yang diperoleh tubuh tergantung pada pola konsumsi makan. Bila seseorang banyak mengonsumsi makanan lembek atau cair, maka sumber air dari makanan akan lebih tinggi dan begitu pula sebaliknya. Proses metabolisme di dalam tubuh menghasilkan air tetapi jumlahnya relatif sedikit. Semakin banyak produksi energi dari makanan berkarbohidrat akan semakin banyak air metabolik yang dihasilkan tubuh. Kontribusi asupan air dari air yang berasal dari makanan dan air metabolik hanya sekitar sepertiga total asupan air (35%) (Santoso et al. 2011).
4
DEHIDRASI
Tingkat Kecukupan Air Harian
Keterangan gambar :
: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti Karakteristik Atlet
Usia Status gizi
Jenis Kelamin % Lemak tubuh total
% Air tubuh total % Otot tubuh total
Laju Keringat Aktivitas Fisik Jenis olahraga Jenis latihan Durasi latihan Asupan Air Asupan air latihan Asupan air recovery
Kebutuhan Air Kebutuhan air
latihan
5
METODE
Desain, Tempat, dan Waktu
Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain cross sectional study dengan metode observasional. Penelitian dilakukan di Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) DKI Jakarta pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2013. Pemilihan tempat secara purposive dengan pertimbangan bahwa PPLP DKI Jakarta merupakan pusat diklat atlet remaja provinsi DKI Jakarta yang telah berkontribusi dalam melahirkan atlet-atlet terbaik Indonesia baik di tingkat nasional maupun internasional.
Cara Pengambilan Contoh
Contoh pada penelitian ini adalah anggota populasi (atlet remaja provinsi DKI Jakarta yang sedang menjalani pendidikan dan pelatihan di PPLP DKI Jakarta) sebanyak 41 orang. Cara pengambilan dilakukan secara purposive sampling dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
1. Kriteria inklusi :
a. Usia 10-19 tahun, dimana usia tersebut merupakan rentang usia untuk remaja (WHO 2011)
b. Sedang menjalani pendidikan dan latihan di PPLP DKI Jakarta
c. Terdaftar sebagai atlet dari tiga cabang olahraga yang berbeda (endurance,
sprint, strength)
d. Dapat diajak berinteraksi e. Bersedia berpartisipasi
f. Tidak mempunyai masalah dengan pihak-pihak tertentu terutama institusi pendidikan dan latihan
2. Kriteria ekslusi :
a. Tidak berada di pusat diklat ketika pengambilan data
b. Tidak mengikuti program pendidikan dan pelatihan secara penuh Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data dekunder. Data primer meliputi karakteristik contoh, antropometri, aktivitas fisik, konsumsi pangan, laju keringat, dan status dehidrasi. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuisioner, pengamatan langsung, dan pengukuran langsung kepada contoh. Pengukuran dalam penelitian merupakan pengukuran antropometri yaitu terhadap dimensi tubuh (berat badan, tinggi badan) dan komposisi tubuh. Metode pengukuran antropometri memiliki prosedur yang sederhana akan tetapi secara ilmiah diakui kebenarannya (Supariasa
et al. 2001). Secara lengkap, data primer yang dikumpulkan disajikan pada tabel 1.
Data sekunder digunakan sebagai pertimbangan awal dalam pemilihan lokasi dan pengambilan contoh penelitian. Data sekunder diperoleh dari data administrasi di sekretatiat PPLP DKI Jakarta, yang meliputi :
1. Data mengenai keadaan umum serta fasilitas latihan dan pendidikan di PPLP DKI Jakarta
2. Data mengenai cabang olahraga, jumlah atlet dan staf pelatih, serta prestasi atlet di PPLP DKI Jakarta
6
Tabel 1 Variabel, jenis dan cara pengumpulan data
No Variabel Jenis Data Cara pengumpulan data
1 Karakteristik contoh Umur Jenis kelamin Cabang olahraga Status gizi Berat badan Tinggi badan
Wawancara langsung kepada
contoh dengan menggunakan
kuisioner
Berat badan ditimbang dengan menggunakan timbangan berat badan digital (kapasitas 150 kg dengan ketelitian 50 g)
Tinggi badan diukur dengan alat ukur tinggi badan microtoise (kapasitas ukur 2 m dengan ketelitian 0,1)
3 Komposisi
tubuh
Persen lemak tubuh Persen air tubuh Persen otot tubuh
Diukur dengan menggunakan
body composition analizer merk Transtek tipe GBF 385 dengan four high precision G sensor
4 Tingkat
Aktivitas fisik
Jenis Durasi Frekuensi
Wawancara langsung kepada contoh dengan menggunakan kuisioner recall aktivitas fisik
5 Tingkat kecukupan air Konsumsi Pangan Jenis Jumlah Frekuensi
Wawancara langsung kepada contoh dengan menggunakan metode recall 1x24 jam pada hari libur dan latihan
6 Laju keringat
latihan
BB pre-post latihan Konsumsi air latihan Durasi latihan
Ditimbang dengan timbangan berat badan digital
Pengamatan secara langsung
7 Status
dehidrasi latihan
BB pre-post latihan
Tanda dan gejala
dehidrasi
Ditimbang dengan timbangan berat badan digital
Wawancara langsung kepada
contoh dengan kuisioner
Prosedur Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis secara statistik. Pengolahan data dimulai dengan pengkodean (coding), pemasukan data (entry), dan pengecekan ulang (cleaning). Tahap pengkodean dimulai dengan cara menyusun kode-kode tertentu sebagai panduan dalam mengentri dan pengolahan data. Tahap selanjutnya yaitu data dientri ke dalam tabel yang sudah tersedia. Kemudian dilakukan pengecekan ulang untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan dalam mengentri data. Setelah itu, tahapan terakhir yang dilakukan yaitu pengolahan data dengan menggunakan program Microsoft Excell 2013. Hasil pengolahan data kemudian dianalisis dengan menggunakan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 20.0 for windows.
Karakteristik Contoh
Data karakteristik contoh meliputi jenis kelamin, usia, cabang olahraga, dan status gizi. Pertimbangan utama dalam pemilihan contoh adalah atlet junior dan masih berusia remaja yang belum banyak dilibatkan dalam event-event besar
7 sehingga dimungkinkan lebih mudah dalam pengumpulan data. Pengukuran antropometri penting dilakukan pada masa remaja karena pertumbuhannya cukup sensitif terhadap kekurangan atau kelebihan gizi. WHO (2011) menyatakan bahwa usia remaja adalah 10-19 tahun. Contoh dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Contoh dikelompokkan ke dalam tiga kelompok usia, yaitu kelompok usia remaja awal (early adolescence) dengan rentang usia 10-12 tahun, remaja pertengahan (middle adolescence) dengan rentang usia 13-15 tahun dan remaja akhir (late adolescence) dengan rentang usia 16-19 tahun. Contoh dikelompokkan ke dalam tiga jenis cabang olahraga, yaitu bulutangkis, atletik, dan angkat besi.
Status gizi dihitung berdasarkan standar penilaian status gizi menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut umur. Rumus perhitungan IMT sebagai berikut.
𝐼𝑀𝑇 = 𝐵𝐵 (𝑘𝑔) 𝑇𝐵 (𝑚)𝑥 𝑇𝐵(𝑚)
Menurut WHO (2007) pengukuran status gizi pada usia 5 hingga 19 tahun, dalam hal ini atlet usia remaja sudah tidak menggunakan indikator BB/TB akan tetapi menggunakan indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U) karena seiring dengan perubahan umur yang terjadi pada masa remaja terjadi pula perubahan pada komposisi tubuh dan densitas tubuh. Nilai indeks massa tubuh menurut IMT/U disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Klasifikasi IMT menurut umur berdasarkan Kemenkes RI 2010 untuk usia 5-18 tahun
Nilai Z-Score Klasifikasi
z-skor ≥ +2 Obesitas (overweight)
+1 < z-skor < +2 Gemuk (overweight)
-2 < z-skor < +1 Normal
-3 < z-skor < -2 Kurus
z-skor < -3 Sangat Kurus
Komposisi Tubuh
Komposisi tubuh yang di amati dalam penelitian meliputi persentase lemak tubuh total, persentase air tubuh total, dan persentase massa otot tubuh total. Persentase lemak tubuh total dan persentase air tubuh total dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu kurang, normal, dan berlebih, sedangkan persentase massa otot tubuh total dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu kurang dan normal. Pengelompokkan untuk komposisi tubuh mengacu pada tabel 3.
Tabel 3 Nilai komposisi tubuh ideal pada atlet
Komposisi tubuh Laki-laki Perempuan
% Lemak tubuh 6% - 13% 14% – 20%
% Air tubuh 65% - 70% 50% -60%
% massa otot tubuh >40% >34%
Tingkat Aktivitas Fisik
Pengukuran tingkat aktivitas fisik dilakukan terhadap jenis dan durasi waktu aktivitas fisik dan latihan olahraga yang dilakukan contoh dalam 24 jam pada hari libur dan latihan. Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan selama 24 jam dinyatakan
8
dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik (WHO/FAO 2001). PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
𝑃𝐴𝐿 =∑(𝑃𝐴𝑅𝑖 𝑥 𝑊𝑖) 24 𝑗𝑎𝑚 Keterangan :
PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)
PARi : Physical activity rate (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis aktivitas per jam)
Wi : Alokasi waktu tiap aktivitas
PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam. Kategori tingkat aktivitas berdasarkan nilai PAL yaitu ringan bila nilai PAL berada pada kisaran 1.40-1.69, sedang bila nilai PAL berada pada kisaran1.70-1.99, dan berat bila nilai PAL berada pada kisaran 2.00-2.40. Nilai PAR (Physical Activity Rate) untuk berbagai jenis aktivitas dan tingkat aktivitas fisik menurut WHO/FAO (2004) disajikan pada lampiran 1.
Kebutuhan Air
Dalam penelitian ini, kebutuhan air harian contoh dihitung berdasarkan metode perkiraan kebutuhan air menurut Popkin et al. (2010) yang telah dimodifikasi (ditambah dengan laju keringat latihan yang telah dikalikan dengan durasi latihan). Metode perkiraan kebutuhan air menurut Popkin membandingkan antara Adequate Intake (AI) air dengan Estimated Energy Requirement (EER) pada remaja. Metode perkiraan kebutuhan air menurut Popkin (2010) adalah sebagai berikut :
Kebutuhan air untuk laki-laki = 1.18 ml/kkal kebutuhan energi Kebutuhan air untuk perempuan = 1.15 ml/kkal kebutuhan energi
Estimated Energy Requirement (EER) atau kebutuhan energi pada remaja dihitung
berdasarkan rumus perhitungan kebutuhan energi dari Institute of Medicine (2002) dalam Mahan dan Escoot-stump (2008) yang didasarkan pada oxford equation. Penentuan Estimated Energy Requirement (EER) disajikan pada lampiran 2. Asupan Air
Air yang berasal dari minuman dan makanan diperoleh berdasarkan data food
recall 1x24 jam pada hari libur dan hari latihan. Air yang berasal dari minuman
dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu air putih dan bukan air putih (teh, kopi, susu kental manis, sirup, susu, jus, minuman karbonasi dan lainnya). Berat bukan air putih yang dikonsumsi dikonversikan ke dalam kandungan air menggunakan koreksi berat padatan zat gizi yang dikandungnya. Konsumsi air yang berasal dari bukan air putih dan berasal dari makanan dikonversikan ke dalam kandungan air dengan menggunakan DKBM (2008), Energy and Nutrition Composition of Food
Singapore (Health Promotion Board-Singapore Government 2009) dan National Nutrient Database for Standard Reference (USDA 2011). Konversi dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan :
Kgi j : kandungan air dalam bahan makanan j Bj : berat makanan j yang dikonsumsi (g)
9 Gij : kandungan air dalam 100 g BDD bahan makanan j
BDDj : bagian bahan makanan j yang dapat dimakan
Data asupan air juga diperoleh dari hasil metabolisme zat gizi pangan seperti karbohidrat, protein, dan lemak yang dikonsumsi (air metabolik). Menurut Verdu dan Navarrete (2009), 1 gram karbohidrat, lemak, dan protein masing-masing menghasilkan 0.55 ml, 1.07 ml, dan 0.40 ml air.
Air metabolik (ml) = (Karbohidrat yang dikonsumsi (g) x 0.55 mL) + (Protein yang dikonsumsi (g) x 0.40 mL) + (Lemak yang dikonsumsi (g) x 1.07 mL) Estimasi Asupan Air
Estimasi total asupan air pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jumlah air dari minuman yang seharusnya dikonsumsi oleh contoh jika data yang diketahui adalah jumlah air dari makanan dan air metabolik. Estimasi total asupan air yang digunakan dalam penelitian ini adalah presentase kontribusi air dari makanan dan metabolik terhadap total asupan air sebesar 30%, sedangkan kontribusi air dari minuman terhadap total asupan air sebesar 70%, persentase ini diambil berdasarkan penelitian Fauzi (2011).
Estimasi asupan air dari minuman (ml) = 7/3 x [asupan air dari makanan (ml) + air metabolik (ml)]
Tingkat Kecukupan Air Harian
Tingkat kecukupan air harian menggambarkan seberapa besar asupan air memenuhi kebutuhan air harian. Berikut adalah perhitungan tingkat kecukupan air :
Tingkat Kecukupan Air (%) = 𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑖𝑟𝐴𝑠𝑢𝑝𝑎𝑛 𝑎𝑖𝑟 x 100%
Cut off point tingkat kecukupan air mengacu pada cut off point tingkat kecukupan
energi Depkes (2004) yaitu defisit tingkat berat jika (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%), serta berlebih (>120%). Kategori ini sesuai dengan pengklasifikasian tingkat kecukupan energi menurut Gibson (2005).
Laju Keringat Latihan
Laju keringat contoh pada saat latihan dipengaruhi oleh asupan cairan, volume urin, kondisi lingkungan, dan durasi latihan. Laju keringat pada saat latihan dihitung dengan formula berikut :
Laju keringat (L/jam) = [(berat badan sebelum latihan – berat badan setelah latihan) + intake cairan – volume urin] / durasi latihan
Status Dehidrasi Latihan
Status dehidrasi selama latihan diperkirakan melalui perbedaan perentase berat badan sebelum dan setelah latihan. Persentase perubahan berat badan diperoleh dengan formula dibawah ini :
% perubahan berat badan = [(berat badan sebelum latihan – berat badan setelah latihan)/berat badan setelah latihan] x 100
10
Tabel 4 Indeks status hidrasi menurut National Athletic Trainers Association (NATA) tahun 2000
% perubahan berat badan Kondisi Kategori
+1 sampai -1 Well hydrated Tidak dehidrasi
-1 sampai -3 Minimal dehydration
Dehidrasi
-3 sampai -5 Significant dehydration
>5 Serious dehydration
Analisis Data
Hasil pengolahan data kemudian dianalisis secara statistik yang terdiri dari uji normalitas data, uji beda, uji hubungan dan pengaruh. Analisis explore dan One
Sample Kolmogorov Smirnov digunakan untuk uji normalitas data, dimana uji ini
berguna untuk menentukan apakah uji selanjutnya (uji beda, uji hubungan) menggunakan analisis paramertrik atau analisis nonparametrik. Uji beda dalam penelitian ini menggunakan Independent Samples T Test (perbedaan rata-rata status gizi, persentase air tubuh total, persentase otot tubuh total, tingkat aktivitas fisik hari latihan, dan tingkat kecukupan air hari latihan pada contoh dehidrasi dan tidak dehidrasi), Two Independent Samples Test (perbedaan rata-rata usia, persentase lemak tubuh total, dan laju keringat latihan pada contoh dehidrasi dan tidak dehidrasi), Paired Sample T Test (perbedaan rata-rata tingkat aktivitas fisik dan tingkat kecukupan air pada hari libur dan latihan), dan analisis Chi Square (perbedaan rata-rata jenis kelamin dan cabang olahraga pada contoh dehidrasi dan tidak dehidrasi).
Uji hubungan dalam penelitian ini menggunakan korelasi Pearson (hubungan antara status gizi, persentase air tubuh total, persentase otot tubuh total, tingkat aktivitas fisik hari latihan, dan tingkat kecukupan air hari latihan dengan status dehidrasi latihan), korelasi Spearman (hubungan antara usia, persentase lemak tubuh total, dan laju keringat dengan status dehidrasi latihan), dan analisis Chi
Square (hubungan antara jenis kelamin dan cabang olahraga dengan status
dehidrasi latihan). Dalam penelitian ini, determinan status dehidrasi pada saat latihan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier berganda (pengaruh jenis kelamin, persentase lemak tubuh total, tingkat kecukupan air hari latihan, dan laju keringat latihan terhadap status dehidrasi latihan).
Definisi Operasional
Contoh adalah altet remaja yang merupakan atlet di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pelajar DKI Jakarta
Karakteristik contoh adalah ciri khusus yang dimiliki oleh contoh yang dapat mempengaruhi status dehidrasi, yaitu jenis kelamin, umur, cabang olahraga, dan status gisi.
Status dehidrasi latihan adalah kekurangan air tubuh contoh yang ditandai dengan penurunan berat badan atlet remaja pada saat latihan
Determinasi status dehidrasi latihan adalah faktor yang berpengaruh terhadap kejadian dehidrasi pada atlet remaja pada sesi latihan.
Aktivitas fisik adalah adalah kegiatan yang menggunakan tenaga atau energi untuk melakukan berbagai kegiatan fisik yang dinyatakan dalam PAL (Physical
Activity Level). PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per
11 Latihan atau exercise adalah suatu proses kerja yang dilakukan secara sistematis, kontinu dimana beban dan intensitas latihan semakin bertambah yang pada akhirnya memberikan rangsangan secara menyeluruh terhadap tubuh dan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan fisik dan mental secara bersama sama (Harsono 1983).
Kebutuhan air adalah jumlah air harian yang dibutuhkan oleh tubuh contoh Asupan air adalah jumlah air yang masuk ke dalam tubuh individu atlet remaja yang
diperoleh dari tiga sumber, yaitu air dari minuman, air dari makanan, dan air hasil metabolisme
Air dari minuman adalah air yang diperoleh dari minuman yang di konsumsi yang memberikan kontribusi asupan air atlet remaja
Air dari makanan adalah air yang diperoleh dari makanan yang dikonsumsi yang memberikan kontribusi asupan air atlet remaja
Air metabolik adalah air yang berasal dari hasil metabolisme zat gizi (karbohidrat, protein, lemak) di dalam tubuh yang memberikan kontribusi asupan air atlet remaja
Tingkat kecukupan air adalah persentase yang menggambarkan seberapa besar asupan air harian dapat memenuhi kebutuhan air harian contoh pada hari/periode libur/tidak ada program latihan dari pelatih.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik ContohKarakteristik contoh yang diteliti pada penelitian meliputi jenis kelamin, usia, cabang olahraga, dan status gizi. Total contoh yang terlibat dalam penelitian berjumlah 41 atlet.
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik
Variabel n % Jenis kelamin Laki-laki Wanita Total 17 24 41 41,46 58,54 100,00 Usia Remaja awal Remaja pertengahan Remaja akhir Total 1 23 17 41 2,44 56,10 41,46 100,00 Cabang Olahraga Bulutangkis Atletik Angkat Besi Total 13 16 12 41 31,71 39,02 29,27 100,00 Status gizi Sangat kurus Kurus Normal overweight Total 1 0 29 11 41 2,44 0,00 70,73 26,83 100.00
12
Jenis kelamin
Berdasarkan Tabel 5, pada variabel jenis kelamin dapat diketahui bahwa sebagian besar atlet yang dijadikan sebagai contoh pada penelitian adalah berjenis kelamin wanita dengan persentase sebesar 58.54%, sedangkan contoh yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 41.46%. Tingginya persentase atlet yang berjenis kelamin perempuan dibandingkan dengan atlet yang berjenis kelamin laki-laki tidak memiliki pengaruh dalam perencanaan program latihan, semua atlet memiliki porsi
latihan yang sama sesuai dengan program latihan masing-masing atlet. Usia
Pada variabel usia, atlet yang menjadi contoh penelitian memiliki usia berkisar antara 12 tahun sampai dengan 18 tahun dengan usia rata-rata adalah 15,2±1,28 tahun. Omran dan Al-Hafez (2001) menyatakan bahwa usia remaja di klasifikasikan ke dalam tiga kategori yaitu early adolescent (remaja awal usia 10-12 tahun), middle adolescent (remaja pertengahan uisa 13-15 tahun), dan late
adolescent (remaja akhir usia 16-19 tahun). Berdasarkan tabel 5, sebagian besar
contoh termasuk kedalam kategori remaja pertengahan dengan persentase mencapai 56,1%, sedangkan untuk contoh yang berada pada kategori remaja awal dan remaja akhir berturut-turut adalah 2,44% dan 41,46%. Remaja pertengahan dikenal dengan istilah pubertas. Pada masa pubertas pertumbuhan dan kematangan fisik berlangsung cepat, perubahan berat badan dan tinggi badan berada pada puncaknya, serta mulai terjadi perubahan-perubahan karakteristik secondary sex, fisik, sosial, emosional, dan mental. Pertumbuhan dan perkembangan yang cepat pada remaja sangat dipengaruhi oleh asupan gizi baik itu jumlah dan jenisnya. Pengaturan yang tepat terhadap kebutuhan gizi pada atlet remaja sangat penting dan menjadi salah satu kunci untuk mendukung pertumbuhan dan kematangan optimal serta mendukung aktivitas fisik spesifik yang menjadi rutinitas yang dilakukan oleh atlet remaja.
Cabang olahraga
Pada variabel cabang olahraga, cabang olahraga yang dipilih dalam penelitian mengacu pada tiga jenis olahraga yang dikemukaan oleh Mougios (2006) yaitu olahraga endurance (daya tahan), sprint (kecepatan), dan resistance (kekuatan). Contoh dalam penelitian berasal dari tiga cabang olahraga yang berbeda yaitu bulutangkis (endurance), atletik jarak pendek-menengah (sprint), dan angkat besi
(strength). Berdasarkan tabel 5, jumlah contoh pada setiap cabang olahraga
memiliki persentase yang hampir sama, 31,71% untuk cabang olahraga bulutangkis, 39,02% untuk cabang olahraga atletik, dan 29,27% untuk cabang olahraga angkat besi.
Status Gizi
Berdasarkan tabel 5, sekitar 70,73% contoh memiliki status gizi yang normal, sekitar dan sekitar 26,83% tergolong pada kategori overweight. Dari seluruh contoh yang memiliki status gizi overweight, sebayak 55,54% berasal dari cabang olahraga angkat besi. Cabang olahraga angkat besi diperlombakan berdasarkan kelas berat badan tertentu, sehingga untuk olahraga angkat besi mempergunakan kriteria IMT tersendiri tergantung kelas yang diikuti (Abidin 2013). Status gizi yang baik diperlukan untuk mempertahankan derajat kebugaran dan kesehatan, membantu pertumbuhan, serta menunjang pembinaan prestasi olahragawan (Irianto 2006). Pengukuran antropometri sangat penting pada masa remaja untuk mengetahui
13 perubahan pertumbuhan dan kematangan yang dipengaruhi oleh faktor hormonal. Selain itu, menurut Riyadi (2003), pengukuran antropometri penting dilakukan pada masa remaja karena pertumbuhannya cukup sensitif terhadap kekurangan atau kelebihan gizi.
Komposisi Tubuh
Tubuh manusia termasuk remaja terdiri atas dua bagian utama yaitu jaringan adiposa (simpanan lemak) dan jaringan bebas lemak (lean tissue). Jaringan bebas lemak terdiri atas tulang, otot, air ekstraselular, jaringan syaraf, serta semua jaringan lain selain jaringan lemak. Terjadinya peningkatan tinggi dan berat badan pada masa remaja mengakibatkan adanya perubahan pada komposisi tubuh (Supariasa et al. 2001). Komposisi tubuh yang diamati dalam penelitian meliputi persentase lemak tubuh total, persentase air tubuh total, dan persentase otot tubuh total.
Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan komposisi tubuh
Variabel n %
% Lemak tubuh total Kurang Normal Berlebih Total 7 21 13 41 17,07 51,22 31,71 100,00 % Air Tubuh Total
Kurang Normal Berlebih Total 2 14 25 41 4,88 34,15 60,98 100,00 % Otot tubuh total
Kurang Normal Total 0 41 41 0 100,00 100,00
Persentase Lemak Tubuh Total
Berdasarkan tabel 6, menunjukkan bahwa sebagian besar contoh yaitu sekitar 51,22% memiliki persentase lemak tubuh kategori normal, hanya sekitar 17,07% contoh memiliki persentase total lemak tubuh yang kurang dan sekitar 31,71% memiliki persentase lemak tubuh yang tergolong kategori berlebih. Proporsi lemak tubuh bagi seorang atlet bergantung pada jenis olahraga, namun demikian kisaran lemak tubuh optimal bagi seorang atlet berkisar antara 6% - 13% untuk atlet laki-laki dan 14% – 20% untuk atlet perempuan. Pada masa remaja, kadar lemak tubuh pada perempuan terus meningkat namun menurun pada laki-laki. Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar hormon estrogen yang menstimulasi penumpukan lemak subkutan (lemak bawah kulit) pada perempuan.
Persentase Air Tubuh Total
Berbeda dengan persentase total lemak tubuh yang sebagian besar contoh tergolong pada kategori normal, pada persentase total air tubuh sebagian besar contoh atau sekitar 60,98% tergolong pada kategori berlebih, sekitar 34,15% contoh tergolong pada kategori normal, dan hanya sekitar 4,88% tergolong pada kategori kurang. Air merupakan komponen utama dalam tubuh manusia. Sekitar 50-70% dari total berat badan seseorang terdiri dari air. Untuk tubuh yang terlatih dan
14
terbiasa berolahraga seperti tubuh seorang atlet akan mengandung lebih banyak air jika dibandingkan tubuh non atlet.
Persentase Otot Tubuh Total
Persentase total otot tubuh, semua contoh yang yang termasuk dalam penelitian memiliki persentase total otot tubuh yang tergolong pada kategori normal. Ketika usia anak mulai memasuki usia remaja, perubahan proporsi jaringan bebas lemak pun dimulai. Laki-laki menghasilkan hormon testosteron yang mendorong terbentuknya lebih banyak massa otot, menumbuhkan tulang yang lebih padat dan berat, serta membangun sel darah merah yang lebih banyak dibanding perempuan. Bagi seorang atlet, proporsi massa otot tubuh optimal bisa lebih besar tergantung dari jenis olahraga yang menjadi spesifikasi dari atlet.
Tingkat Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik atau disebut juga aktivitas eksternal adalah kegiatan yang menggunakan tenaga atau energi untuk melakukan berbagai kegiatan fisik, seperti berjalan, berlari, berolahraga, dan lain-lain. Setiap kegiatan fisik menentukan energi yang berbeda menurut lamanya intensitas dan sifat kerja otot (FKM-UI 2007).
Physical activity level atau yang lebih dikenal dengan tingkat aktivitas fisik
merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam. Tingkat aktivitas fisik pada atlet tentunya berbeda di setiap perencanaan program. Periode istirahat/libur, periode persiapan/latihan, priode pertandingan, dan periode transisi akan memiliki aktivitas fisik yang berbeda.
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik
Variabel n %
Tingkat aktivitas fisik libur Ringan Sedang Berat Total 7 21 13 41 60,98 29,27 9,76 100,00 Tingkat aktivitas fisik latihan
Ringan Sedang Berat Total 2 14 25 41 0 41,46 58,54 100,00
Tabel 7 menunjukkan tingkat aktivitas fisik contoh pada periode libur dan periode latihan. Pada periode libur, sebagian besar contoh atau sekitar 60,98% memiliki tingkat aktivitas fisik yang ringan dan hanya 9,76% dari contoh memiliki tingkat aktivitas fisik yang berat. Berbeda dengan pada periode libur, tingkat aktivitas fisik pada periode latihan sebagian besar contoh atau sekitar 58,54% berada pada kategori berat, 41,46% dari contoh memiliki tingkat aktivitas fisik tingkat sedang, dan tidak ada contoh yang memiliki tingkat aktivitas tingkat ringan. Berdasarkan analisis paired sample t test, terdapat perbedaan rata-rata tingkat aktivitas fisik yang dilakukan oleh contoh antara periode libur dengan periode latihan (p<0,05). Hasil penelitian juga menemukan bahwa pada periode libur, rata-rata sekitar 54,79% dari kegiatan harian contoh dialokasikan untuk istirahat termasuk tidur dan rata-rata hanya 5,42% dari kegiatan harian contoh dialokasikan untuk kegiatan latihan, sedangkan pada periode latihan, rata-rata waktu yang dialokasikan untuk latihan oleh contoh mencapai 14,29% dari kegiatan harian
15 contoh dan rata-rata waktu yang dialokasikan untuk istirahat sekitar 48,48% dari kegiatan harian contoh.
Tingkat Kecukupan Air Harian
Pada atlet, kebutuhan akan cairan akan lebih besar mengingat aktvivitas fisik spesifik atlet pada periode latihan atau pertandingan sangat berat dan juga keringat yang dikeluarkan pada periode latihan atau pertandingan akan lebih banyak. Dalam penelitian ini, kebutuhan air untuk atlet remaja diestimasikan menurut Popkin et al (2010) yang telah dimodifikasi. Kebutuhan air harian menurut Popkin et al (2010) ditambah dengan laju keringat latihan total yang telah dikali dengan durasi latihan masing-masing atlet.
Pada penelitian ini, pengukuran tingkat kecukupan air dilakukan pada periode libur dan periode latihan. Pada periode libur hampir sebagian besar contoh atau sekitar 48,78% memiliki tingkat kecukupan air yang berlebih, tingkat kecukupan air contoh yang cukup dan defisit tingkat ringan memiliki persentase yang sama yaitu sebesar 14,63%, contoh dengan tingkat kecukupan air defisit tingkat berat memiliki persentase yang cukup besar yaitu sekitar 19,51%. Pada periode libur, tingkat aktivitas contoh relatif tersebar pada tingkat yang ringan sehingga kebutuhan akan air relatif kecil, akan tetapi dengan kebiasaan contoh mengkonsumsi cairan pada periode latihan menyebabkan asupan air dari minuman relatif besar. Hal ini menyebabkan tingkat kecukupan air contoh pada periode libur tersebar pada kategori berlebih. Berdasarkan analisis paired sample t test, terdapat perbedaan rata-rata terdapat perbedaan tingkat kecukupan air yang dikonsumsi oleh contoh antara periode libur dengan periode latihan (p<0,05).
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan air
Variabel n %
Tingkat kecukupan air libur Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Cukup berlebih Total 8 1 6 6 20 41 19,51 2,44 14,63 14,63 48,78 100,00 Tingkat kecukupan air latihan
Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Cukup berlebih Total 6 6 3 21 5 41 14,63 14,63 7,32 51,22 12,20 100,00
Laju Keringat Latihan
Ketika seseorang melakukan aktivitas fisik, berolahraga ataupun latihan, sumber energi yang tedapat di dalam tubuh seperti lemak atau karbohidrat akan terkonversi menjadi air, karbon dioksida, dan energi. Energi yang dihasilkan dari pembakaran sumber energi tubuh ini dapat terbagi menjadi dua bentuk yaitu dalam bentuk kerja dan panas. 80% dari total energi yang dihasilkan melalui proses metabolisme energi merupakan energi dalam bentuk panas. Selama berolahraga, panas yang dihasilkan oleh proses metabolisme energi ini akan meningkat 10 kali
16
lipat untuk individu yang sehat dan meningkat sebesar 20 kali lipat untuk atlet yang terlatih. Ketika terjadi peningkatan panas di dalam tubuh baik hasil dari metabolisme energi ataupun hasil dari kontraksi otot saat berolahraga, air yang berada di dalam sirkulasi aliran darah (darah mengandung 83% air) akan menyerap panas dan mengeluarkannya pada permukaan kulit melalui kelenjar keringat (Irawan 2007).
Laju keluarnya keringat pada saat latihan dipengaruhi oleh asupan cairan, volume urin, kondisi lingkungan, dan durasi latihan. Laju keringat latihan contoh dalam penelitian dihitung dengan formula yang dikeluarkan oleh National Athletic
Trainers’ Association (NATA) pada tahun 2000 dengan mempertimbangkan berat
badan sebelum dan setelah latihan, asupan air pada saat latihan, volume urin, serta durasi latihan.
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan laju keringat latihan
Laju Keringat (L/jam)
Terendah Tertinggi Rata-rata ± SD
Laki-laki 0,52 1,25 0,85 ± 0,19
Wanita 0,27 1,25 0,78 ± 0,22
Total 0,27 1,25 0,81 ± 0,27
Hasil penelitian menemukan bahwa bahwa laju keringat contoh pada saat latihan rata-rata 0,81 ± 0,21 L/jam. Rata-rata tingkat berkeringat seorang atlet dari berbagai literatur ilmiah bervariasi mulai dari 0,5 L/jam sampai dengan lebih dari 2,5 L/jam. Seorang atlet yang melakukan latihan pada kondisi daerah yang panas dapat mengalami dehidrasi dengan laju sebesar 1-2 L/jam. Tidak hanya olahraga pada daerah yang panas, pemain sepakbola yang melakukan pertandingan pada suhu 10oC juga tercatat mengalami pengurangan cairan tubuh sebesar 2 L dalam 90 menit pertandingan. Laju keluar keringat terbesar dalam dunia olahraga tercatat pernah dialami dengan laju sebesar 3.7 L /jam.
Status Dehidrasi Latihan
Dehidrasi pada saat latihan dapat terjadi akibat kehilangan air yang terlalu banyak, tidak minum air dalam jumlah cukup, ataupun akibat kedua hal tersebut (Gavin 2006). Pengukuran status dehidrasi latihan pada penelitian diketahui dengan cara mengetahui perubahan berat badan sebelum dan setelah latihan.
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan status dehidrasi
Variabel n %
Status Dehidrasi latihan Well hydrated Minimal dehidration Significant dehydration Serious dehydration Total 23 18 0 0 41 56,10 43,90 0,00 0,00 100,00
Contoh dikelompokkan ke dalam dua kategori, contoh dengan status dehidrasi well hydrated dikategorikan sebagai contoh yang terhidrasi dengan baik atau tidak dehidrasi pada saat latihan, sedangkan contoh dengan status dehidrasi
minimal dehydration, significant dehydration, dan serious dehydration
dikategorikan sebagai contoh yang mengalami dehidrasi pada saat latihan. Berdasarkan tabel 10, sebagian besar contoh atau sekitar 56.1% terhidrasi dengan
17 baik pada saat latihan, sedangkan 43,9% dari contoh mengalami dehidrasi pada saat latihan. Pada saat melakukan latihan dehidrasi menyebabkan penurunan kemampuan konsentrasi, kecepatan reaksi, meningkatkan suhu tubuh dan menghambat laju produksi energi. Menurut National Athletic Trainers Association (2000), atlet yang mengalami dehidrasi ringan (minimal dehydrated) yaitu berkurangnya 1-2% berat tubuh akibat dari keluarnya cairan tubuh melalui keringat akan mengalami penurunan performa olahraga hingga sebesar 10% dan tentunya akan membahayakan fungsi fisiologis tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 43,9% dari contoh sudah mengalami penurunan performa sebesar 10% dan berpotensi untuk membahayakan fungsi fisiologis tubuh.
Hubungan Antar Faktor pada Status Dehidrasi Latihan Karakteristik dan Status Dehidrasi
Jenis Kelamin
Sebaran jenis kelamin contoh berdasarkan status dehidrasi menunjukkan bahwa persentase dehidrasi pada contoh wanita lebih tinggi dibandingkan contoh laki-laki. Contoh wanita yang mengalami dehidrasi pada saat latihan yaitu sebanyak 34,15% jauh lebih besar dari pada contoh laki-laki yang hanya sebesar 9,76%, bahkan lebih besar pula dari contoh wanita yang tidak mengalami dehidrasi. Tabel 11 Sebaran karakteristik contoh berdasarkan status dehidrasi pada saat
latihan
Variabel Dehidrasi Tidak Dehidrasi Total
n % n % n % Jenis Kelamin * Laki-laki Perempuan Total 4 14 18 9,76 34,15 43,90 13 10 23 31,71 24,39 56,10 17 24 41 41,46 58,54 100,00 Usia Remaja awal Remaja pertengahan Remaja akhir Total 0 11 7 18 0,00 26,83 17,07 43,90 1 12 10 23 2,44 29,27 24,39 56,10 1 23 17 41 2,44 56,10 41,46 100,00 Cabang Olahraga Bulutangkis Atletik Angkat Besi Total 7 8 3 18 17,07 19,51 7,32 43,90 6 8 9 23 14,63 19,51 21,95 56,10 13 16 12 41 31,71 39,02 29,27 100,00 Status Gizi Sangat Kurus Kurus Normal Overweight Total 0 0 12 6 18 0 0 29,27 14,63 43,90 1 0 17 5 23 2,44 0 41,46 12,19 56,10 1 0 29 11 41 2,44 0 70,73 26,83 100,00
*berhubungan secara signifikan (p<0,05)
Berdasarkan uji chi-square dalam analisis crosstabs, nilai signifikansi kurang dari 0,05 (0,027<0,05), dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata jenis kelamin pada contoh yang mengalami dehidrasi dan tidak mengalami dehidrasi. Selain itu, hasil chi-square juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara jenis kelamin dengan status dehidrasi atlet pada saat latihan. Status dehidrasi
18
yang tinggi pada atlet remaja yang berjenis kelamin wanita diduga disebabkan remaja wanita memiliki jaringan adiposa dibawah kulit yang melindungi dari eksresi keringat berlebih. Selain itu, masa pubertas yang dialami remaja wanita menunjukkan persentase air tubuh yang lebih rendah dibandingkan laki-laki karena massa lemak yang tinggi (Novak 1989 dalam Pivarnik dan Palmer 1994).
Usia
Sebaran status usia contoh berdasarkan status dehidrasi pada saat latihan menunjukkan bahwa dari keseluruhan contoh sebanyak 26,83% contoh dengan usia remaja pertengahan mengalami dehidrasi pada saat latihan lebih tinggi daripada contoh dengan usia reaja awal ataupun remaja akhir. Pada masa remaja fungsi pengaturan keseimbangan air berada dalam kondisi yang cukup baik artinya semua sistem organ yang terlibat telah mengalami pematangan yang sempurna dibanding masa anak-anak. Adanya keadaan yang dapat mengancam keseimbangan air, normalnya dapat diatasi dengan baik melalui fungsi ginjal, sehingga pada kondisi sehat remaja non atlet tidak mengalami dehidrasi (Hardinsyah 2009). Pada atlet remaja, aktivitas fisik spesifik yang dilakukan sangat beragam, sehingga banyak faktor yang bisa mempengaruhi status dehidrasi pada atlet. Berdasarkan analisis
two independent samples test dengan uji Mann Whitney, tidak terdapat perbedaan
rata-rata usia antara atlet yang mengalami dehidrasi dengan atlet yang tidak mengalami dehidrasi (P>0,05). Berdasarkan analisis korelasi spearman, tidak terdapat hubungan antara usia dengan status dehidrasi atlet pada saat latihan (P>0,05).
Cabang Olahraga
Sebaran cabang olahraga contoh berdasarkan status dehidrasi, menunjukkan bahwa sebanyak17,07% contoh dari cabang bulutangkis dan 19,51% contoh dari cabang olahraga sudah mengalami dehidrasi pada saat latihan, sedangkan untuk cabang olahraga angkat besi hanya 7,32% yang mengalami dehidrasi pada saat latihan. Berdasarkan uji chi-square dalam analisis crosstabs, nilai signifikansi lebih dari 0,05 (0,286<0,05), dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata cabang olahraga pada contoh yang mengalami dehidrasi dan tidak mengalami dehidrasi. Selain itu, hasil chi-square juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan status dehidrasi atlet pada saat latihan.
Pada olahraga bulutangkis, aktivitas berlangsung lama dan terus menerus, otot yang dibutuhkan relatif banyak sehingga membutuhkan kalori yang banyak. Pada olahraga atletik jarak pendek dan menengah, meskipun periode latiahn singkat akan tetapi di diperlukan kontraksi otot yang maksimal dan pengulangan yang banyak. Dengan semakin meningkatnya energi dan panas yang dihasilkan melalui proses metabolisme sumber energi dan kontraksi otot saat tubuh sedang berolahraga, cairan yang berada di dalam tubuh akan menjalankan fungsinya sebagai pengatur panas. Air yang merupakan penghantar panas yang baik, akan mengeluarkan kelebihan panas tubuh melalui keluarnya air keringat.
Status Gizi
Sebaran status gizi contoh berdasarkan status dehidrasi latihan menunjukkan bahwa pada kelompok contoh yang memiliki status gizi normal, contoh yang mengalami dehidrasi lebih sedikit lebih sedikit daripada yang tidak dehidrasi. Berbeda dengan contoh yang memiliki status gizi normal, pada contoh dengan status gizi overweight contoh yang mengalami dehidrasi pada saat latihan lebih banyak yaitu sebesar 14,63% dibandingkan dengan yang terhidrasi dengan baik
19 12,19%. Hasil analisis independent sample t test, tidak terdapat perbedaan rata-rata status gizi antara atlet yang mengalami dehidrasi dengan atlet yang tidak mengalami dehidrasi (P>0,05). Berdasarkan analisis korelasi pearson, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan status dehidrasi atlet pada saat latihan (P>0,05). Santoso et al. (2011) menyatakan bahwa pada gemuk (gemuk dan obesitas), air tubuh total lebih rendah dibandingkan dengan orang yang tidak gemuk, kandungan air di dalam sel lemak lebih rendah daripada kandungan air di dalam sel otot sehingga orang gemuk lebih mudah kekurangan air dibandingkan dengan orang yang tidak gemuk.
Komposisi Tubuh dan Status Dehidrasi
Tabel 12 Sebaran komposisi tubuh contoh berdasarkan status dehidrasi latihan
Variabel Dehidrasi Tidak Dehidrasi Total
n % n % n % % Lemak Tubuh* Kurang Normal Berlebih Total 0 9 9 18 0,00 21,95 21,95 43,90 7 12 4 23 17,07 29,27 9,76 56,10 7 21 13 41 17,07 51,22 31,71 100,00 % Air Tubuh Kurang Normal Berlebih Total 1 8 9 18 2,44 19,51 21,95 43,90 1 6 16 23 2,44 14,63 39,02 56,10 2 14 25 41 4,88 34,14 60,98 100,00 % Otot Tubuh Kurang Normal 0 18 0,00 43,90 0 23 0,00 56,10 0 41 0,00 100,00
*berhubungan secara signifikan (P<0,05) Persentase Lemak Tubuh Total
Sebaran persentase lemak tubuh total berdasarkan status dehidrasi menunjukkan bahwa contoh dengan persentase lemak tubuh total yang berlebih lebih banyak mengalami dehidrasi pada saat latihan yaitu sekitar 21,5% dan hanya sekitar 9,76% yang tidak mengalami dehidrasi. Pada contoh yang memiliki persentase lemak tubuh normal, persentase yang mengalami dehidrasi lebih sedikit yaitu sekitar 21,5%, selebihnya sekitar 29,7% contoh terhidrasi dengan baik, bahkan untuk contoh yang memiliki kategori kurang keseluruhan terhidrasi dengan baik pada saat latihan. Berdasarkan analisis two independent samples test dengan uji Mann Whitney, terdapat perbedaan rata-rata total lemak tubuh antara atlet yang mengalami dehidrasi dengan atlet yang tidak mengalami dehidrasi (P<0,05). Berdasarkan analisis korelasi spearman, terdapat hubungan positif tingkat sedang yang signifikan antara total lemak tubuh dengan status dehidrasi atlet pada saat latihan (correlation coefficient = 0,452, P<0,05). Santoso et al. (2011) menyatakan bahwa kandungan air di dalam jaringan lemak lebih rendah dari pada kandungan air di dalam jaringan non lemak sehingga contoh dengan jaringan lemak lebih tinggi akan lebih mudah kehilangan air.
Persentase Air Tubuh Total
Sebaran persentase air tubuh total contoh berdasarkan status dehidrasi menunjukkan bahwa pada kelompok contoh yang memiliki air tubuh kategori normal lebih banyak mengalami dehidrasi pada saat latihan yaitu sebanyak 19,51%,
20
sedangkan yang terhidrasi dengan baik hanya 14,63%. Berdasarkan analisis
independent samples t test, terdapat perbedaan rata-rata total air tubuh antara atlet
yang mengalami dehidrasi dengan atlet yang tidak mengalami dehidrasi (P<0,05). Berdasarkan analisis korelasi pearson, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara total air tubuh dengan status dehidrasi atlet pada saat latihan (P>0,05). Persentase Otot Tubuh Total
Sebaran persentase otot tubuh total contoh berdasarkan status dehidrasi pada saat latihan menunjukkan bahwa hasil analisis independent sample t test, terdapat perbedaan rata-rata total otot tubuh antara atlet yang mengalami dehidrasi dengan atlet yang tidak mengalami dehidrasi (P<0,05). Berdasarkan analisis korelasi
pearson, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara total otot tubuh dengan
status dehidrasi atlet pada saat latihan (P>0,05). Menurut Santoso et al. (2011), kandungan air di dalam sel otot lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan air yang berada di dalam sel lemak, dengan demikian seseorang dengan persentase otot tubuh total yang normal akan mempunyai cadangan air yang lebih banyak dibandingkan dengan seseorang dengan persentase otot tubuh yang kurang, sehingga cadangan air di dalam tubuh akan lebih banyak.
Tingkat Aktivitas Fisik Hari Latihan dan Status Dehidrasi
Tabel 13 Sebaran tingkat aktivitas fisik contoh pada periode latihan berdasarkan status dehidrasi pada saat latihan
Variabel Dehidrasi Tidak Dehidrasi Total
n % n % n % Aktivitas Fisik Ringan Sedang Berat Total 0 7 11 18 0,00 17,07 26,83 43,90 0 10 13 23 0,00 24,39 31,70 56,10 0 17 24 41 0,00 41,46 58,54 100,00
Tabel 13 menunjukkan bahwa pada contoh yang memiliki tingkat aktivitas fisik sedang dan berat, dalam kedua kategori tersebut memiliki persentase contoh yang dehidrasi lebih sedikit daripada yang yang tidak dehidrasi, artinya sebagian besar terhidrasi dengan baik pada saat latihan. Berdasarkan analisis independent
sample t test, tidak terdapat perbedaan rata-rata PAL latihan antara atlet yang
mengalami dehidrasi dengan atlet yang tidak mengalami dehidrasi (P>0,05). Berdasarkan analisis korelasi pearson, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara PAL latihan dengan status dehidrasi atlet pada saat latihan (P>0,05). AFIC (1999) menyatakan bahwa ketika berolahraga, air yang dibutuhkan meningkat karena tubuh banyak kehilangan air, sehingga diperlukan penggantian air secara cepat untuk mencegah dehidrasi. Semakin banyak aktivitas yang dilakukan oleh tubuh, maka akan semakin banyak air yang dibutuhkan. Kehilangan air melalui keringat dapat meningkat mencapai 3 L/jam selama aktivitas berat dan di lingkungan yang panas dan jika asupan air yang tidak mencukupi dapat menimbulkan hypohydration persistent.
Tingkat Kecukupan Air Harian Latihan dan Status Dehidrasi
Tabel 14 menunjukkan bahwa pada kelompok contoh yang memiliki tingkat kecukupan air kategori defisit, baik itu defisit tingkat berat, sedang, ataupun ringan
21 sebagian besar contoh mengalami dehidrasi pada saat latihan. Berbeda dengan contoh yang memiliki tingkat kecukupan air defisit, pada contoh dengan tingkat kecukupan air harian yang normal dan berlebih, sebagian besar contoh terhidrasi dengan baik. Berdasarkan analisis independent sample t test, terdapat perbedaan rata-rata tingkat kecukupan air latihan antara atlet yang mengalami dehidrasi dengan atlet yang tidak mengalami dehidrasi (P<0,05). Berdasarkan analisis korelasi pearson, terdapat hubungan negatif yang signifikan antara tingkat kecukupan air latihan dengan status dehidrasi atlet pada saat latihan (correlation coefficient : -343, P<0,05). Artinya semakin tinggi tingkat asupan air, maka resiko terjadinya dehidrasi akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya, semakin kecil tingkat asupan air makan resiko terjadinya dehidrasi akan semakin besar.
Tabel 14 Sebaran tingkat kecukupan air harian contoh pada periode latihan berdasarkan status dehidrasi pada saat latihan
Variabel Dehidrasi Tidak Dehidrasi Total
n % n % n %
Tk. Air Latihan Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Cukup Berlebih Total 5 3 2 7 1 18 12,20 7,32 4,88 17,07 2,44 43,90 1 3 1 14 4 23 2,44 7,32 2,44 34,15 9,76 56,10 6 6 3 21 5 41 14,63 14,63 7,32 51,22 12,20 100
Tingkat kecukupan air harian berhubungan dengan asupan energi. Ketika melakukan aktivitas fisik seperti kerja fisik atau juga berolahraga, sumber-sumber energi yang tedapat di dalam tubuh seperti lemak atau karbohidrat akan terkonversi menjadi air, karbon dioksida, dan energi (Irawan 2007). Air hasil metabolisme berjumlah relatif sedikit, jumlah air yang dihasilkan sangat ditentukan oleh banyaknya energi yang dihasilkan makanan. Semakin banyak asupan energi dari makanan maka semakin banyak pula air metabolik yang dihasilkan, begitu juga sebaliknya (Whitney dan Rolfes 2008). Berdasarkan penelitian, sebagian besar contoh yang mengalami dehidrasi adalah contoh dengan tingkat kecukupan energi defisit tingkat berat, asupan energi kecil, hal ini menandakan air metabolik yang dihasilkan menjadi lebih sedikit, sehingga lebih rentan mengalami masalah dehidrasi.
Perlu diingat bahwa energi yang dihasilkan dari pembakaran sumber energi tubuh ini kemudian dapat terbagi menjadi dua bentuk yaitu dalam bentuk kerja
(work) dan panas (heat). 80% dari total energi yang dihasilkan melalui proses
metabolisme energi merupakan energi dalam bentuk panas (heat) dan sisanya merupakan energi dalam bentuk kerja. Energi dalam bentuk panas hanya dapat dirasakan dan tidak dapat dilihat karena terjadi di dalam sel-sel otot dan di dalam sistem kardiovaskular. Selama berolahraga, panas yang dihasilkan oleh proses metabolisme energi ini akan meningkat 10 kali lipat untuk individu yang sehat dan meningkat sebesar 20 kali lipat untuk atlet yang terlatih (Irawan 2007).
Dengan semakin meningkatnya energi dan panas yang dihasilkan melalui proses metabolisme dan kontraksi otot saat tubuh sedang berolahraga, cairan yang berada di dalam tubuh kemudian akan menjalankan fungsinya sebagai pengatur panas atau sebagai thermoregulator. Fungsi ini dijalankan dengan tujuan agar temperatur internal tubuh (core temperature) dapat tetap terjaga pada rentang
22
temperatur normal yaitu 36.5-37.5 C. Air yang merupakan penghantar panas yang baik, akan mengeluarkan kelebihan panas tubuh melalui keluarnya air keringat. Air keringat yang kemudian akan menguap pada permukaan kulit juga akan berfungsi untuk mendinginkan tubuh karena proses penguapannya yang bersifat endotermik (Irawan 2007).
Pada periode latihan, baik sebelum, selama, ataupun setelah latihan, menjaga keseimbangan cairan didalam tubuh melalui strategi konsumsi cairan yang tepat merupakan faktor yang perlu diperhatikan bagi seorang atlet supaya terhindar dari dehidrasi. Selain itu, kurangnya konsumsi air harian, terbatasnya kesempatan konsumsi cairan saat pertandingan/latihan, serta tidak mengkonsumsi cairan dengan volume yang sesuai dengan pengeluaran keringat setelah pertandingan/latihan berlangsung dapat juga menyebabkan atlet dehidrasi.
Pada atlet, kekurangan asupan air dapat menurunkan kemampuan fisik dan kemampuan kognitif, akan tetapi kelebihan asupan air (tanpa memandang apakah itu air murni atau air elektrolit/karbohidrat) juga dapat menimbulkan bahaya hiponatremia khususnya bagi atlet yang melakukan olahraga berat. Volume air yang dianjurkan pada olahragawan atau atlet adalah sesuai dengan kebutuhan atau ad
libitum baik pada olahhraga berat ataupun ringan (Santoso et al. 2011).
Laju Keringat saat Latihan dan Status Dehidrasi
Tabel 15 Sebaran laju keringat latihan contoh berdasarkan status dehidrasi pada saat latihan
Variabel Dehidrasi Tidak Dehidrasi Total
n % n % n %
Laju Keringat Latihan <1 L/jam ≥1 L/jam Total 12 6 18 29,27 14,63 43,90 21 2 23 51,22 8,70 51,60 33 8 41 80,49 19,51 100,00
Contoh dikategorikan menjadi dua yaitu contoh dengan laju keringat latihan < 1 L/jam dan contoh dengan laju keringat latihan ≥ 1 L/jam. Tabel 16 menunnjukkan bahwa contoh dengan laju keringat lebih dari 1 L/jam, sebagian besar contoh mengalami dehidrasi, sedangkan pada contoh dengan laju keringat kurang dari 1 L/jam sebagian besar contoh terhidrasi dengan baik pada saat latihan. Berdasarkan analisis two independent samples test dengan uji Mann Whitney, terdapat perbedaan rata-rata laju keringat latihan antara atlet yang mengalami dehidrasi dengan atlet yang tidak mengalami dehidrasi (P<0,05). Berdasarkan analisis korelasi spearman, terdapat hubungan yang signifikan antara laju keringat latihan dengan status dehidrasi atlet pada saat latihan (P<0,05).
Seorang atlet dengan laju pengeluaran keringat tinggi yang melakukan latihan intensif dalam kondisi lingkungan yang panas atau lembab dapat dengan cepat mengalami dehidrasi. Latihan pada kondisi daerah yang panas dapat mengalami dehidrasi dengan laju sebesar 1-2 liter per jam, tidak hanya itu, atlet olahraga
endurance/intermittent seperti sepakbola yang melakukan pertandingan pada suhu
10oC juga tercatat mengalami pengurangan cairan tubuh sebesar 2 liter dalam 90 menit pertandingan. Laju keluarnya keringat terbesar dalam dunia olahraga tercatat pernah dialami oleh atlet maraton pada olimpiade 1984 dengan laju sebesar 3.7 liter/jam (Kraemer et.al. 2012).