Jurnal Biology Education Page 92 TINGKAT KEANEKARAGAMAN HAMA SERANGGA DAN MUSUH ALAMI
(PREDATOR) PADA TANAMAN CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) DI DESA LIMPOK KECAMATAN DARUSSALAM
KABUPATEN ACEH BESAR Oleh :
Erdi Surya, Armi, M.Ridhwan, Jailani, Lukmanul Hakim, Rika Notalia Universitas Serambi Mekkah
Email: Suryaerdi14@yahoo.com ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang “Tingkat Keanekaragaman Hama Serangga dan Musuh Alami (Predator) pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) di Desa Limpok Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar”. Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 2 Januari s.d 19 Januari 2017. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tingkat keanekaragaman hama serangga dan musuh alami (predator) yang terdapat di lahan cabai merah (Capsicum annuum L.) di Desa Limpok Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar. Objek dalam penelitian ini adalah semua hama dan musuh alami (predator) yang terdapat pada tanaman cabai merah (Capicum annuum L.) di Desa Limpok Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar. Metode yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif, teknik analisis data menggunakan metode diagonal dimana data yang diperoleh pada setiap pengamatan dikumpulkan, dikelompokkan dan dihitung jumlahnya dengan menggunakan rumus (FM, FR%, KM, KM% dan H’). Hasil penelitian tentang Tingkat Keanekaragaman Hama Serangga dan Musuh Alami (Predator) pada Tanaman Cabai Merah (Capicum annuum L.) di Desa Limpok Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar menunjukkan bahwa (1) Nilai tertinggi diperoleh dari spesies Thrips sp dengan (Km) 0,79, (Kr) 31,47 %, (Km) 0,67 dan (Fr) 12,60 % dan pada musuh alami (predator) nilai tertinggi diperoleh dari spesies Kumbang koksi (Coccinella transversalis) dengan (Km) 0,25, (Kr) 84,45 %, (Fm) 1,00 dan (Fr) 46,30 %. Indeks keragaman (H’) hama serangga tergolong sedang dengan nilai berkisar antara 1,96 dan indeks keragaman musuh alami (H’) tergolong sedang dengan nilai berkisar antara 1,01. (2) Jenis-jenis hama serangga yang terdapat di lahan cabai terdiri dari spesies Thrips sp 119 ekor, kutu daun (Myzus
persicae) 56 ekor, kutu daun (Aphis gossypii) 64 ekor, kutu kebul (Bemisia tabaci) 32 ekor,
kepik hijau (Nezara viridula) 35 ekor, lalat buah (Droshopila melanogaster) 6 ekor, ulat grayak (Spodoptera litura) 64 ekor dan Ulat buah (Helicoverpa armigera) 5 ekor. (3) Jenis-jenis musuh alami (predator) yang terdapat di lahan cabai terdiri dari 4 ordo dan 44 jumlah total spesies yang terdiri dari Lalat tachinid (Billaea maritima) 3 ekor, Lalat prajurit (Argyra
argyria) 2 ekor, Kumbang koksi (Coccinella transversalis) 37 ekor, spesies Belalang sembah (Hierodula parviceps) 2 ekor.
Jurnal Biology Education Page 93 PENDAHULUAN
Tanaman cabai merupakan komoditas hortikultura di Indonesia yang permintaannya sangat besar mencapai 900 ton/tahun, permintaan cabai ini belum terpenuhi dari produksi dalam negeri yang hanya mencapai 76 % sehingga masih impor cabai dari Malaysia dan Australia. Tanaman cabai merah merupakan salah satu tanaman hortikultura yang cukup penting, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun sebagai komoditi ekspor. Nurjtahyani (2015) mengatakan kebutuhan konsumsi cabai merah setiap tahun meningkat dan sampai sekarang tanaman cabai merah termasuk salah satu tanaman yang dianggap potensial untuk dikembangkan. Tanaman cabai merah dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai dataran tinggi, baik pada lahan sawah maupun tegalan, di dataran rendah sampai dataran tinggi.
Tantangan yang sering dihadapi petani yaitu berbagai kendala dalam budidaya dilapangan baik serangan hama penyakit disamping harga komoditi yang sangat fluktuatif. Banyak organisme pengganggu tanaman (OPT) yang berasosiasi dengan tanaman cabai, baik yang bersifat hama maupun penyakit. Hama-hama utama tanaman cabai antara lain: Spodoptera sp, kutu daun, thrips (Wardani, 2006). Pertanaman cabai di Indonesia telah banyak dilaporkan adanya penyakit yang disebabkan oleh virus, salah satunya virus gemini yang diperantarai oleh hama kutu kebul (Rusli et al., 1999). Proses fisiologis tanaman cabai sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur ekologi seperti iklim, tanah dan proses pembudiyaan. Hal itu dapat menimbulkan perubahan dan pergantian kecocokan hara dan juga resistensi tanaman terhadap gangguan hama dan penyakit.
Faktor iklim yang berpengaruh pada pertumbuhan cabai antara lain suhu dan radiasi matahari. Adanya serangan hama dan penyakit pada tanaman merupakan faktor pembatas dalam peningkatan produksi frekuensi serangannya semakin lama semakin meningkat terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Salah satu cara penanggulangan hama yang umum dipergunakan oleh petani ialah melalui penyemprotan dengan insektisida, karena cara ini mudah untuk dilakukan dan dapat membunuh hama dengan cepat. Tanpa disadari oleh banyak orang terutama petani bahwa penggunaan pestisida yang berlebihan telah banyak membunuh musuh-musuh alami sehingga memungkinkan hama-hama serangga dapat berkembang tanpa kendali dan mengakibatkan terjadinya ledakan-ledakan populasi hama yang sangat merusak tanaman pertanian (Sembel, 1990).
Jurnal Biology Education Page 94 Moningka, M., dkk (2012) mengatakan pada hakekatnya musuh-musuh alami dapat mengendalikan hama secara alami manakala lingkungan sekitar memungkinkan untuk berkembangnya musuh-musuh alami tersebut. Ekosistem pertanian di Indonesia yang beriklim tropis sebenarnya memiliki banyak jenis musuh alami (parasitoid dan predator) yang secara efektif dapat menekan populasi hama. Namun karena cara pengelolaan pertanian yang tidak tepat antara lain penggunaan pestisida yang berlebihan dan perombakan hutan untuk pembangunan serta bentuk-bentuk pembangunan lainnya yang tidak berwawasan lingkungan kadangkala lebih banyak membunuh musuh-musuh alami tersebut dari pada melindunginya. Populasi hama serangga dan musuh alami haruslah seimbang guna mencegah tingkat kerusakan pada tanaman. Gampong Limpok merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Darussalam kabupaten Aceh Besar. Luasnya lahan pertanian dianfaatkan masyarakat untuk menanam berbagai tanaman holtikulkur. Salah satu tanaman holtikultur yang ditanam oleh masyarakat yaitu tanaman cabai merah. Bertanam cabai merah merupakan salah satu upaya masyarakat guna mencukupi perekonomian masyarakat. Namun kendala yang sering dihadapi oleh masyarakat dalam bertani cabai adalah serangan berbagai hama yang menimbulkan penyakit pada tanaman cabai, sehingga menimbulkan kerugian dalam skala kecil hingga besar. Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan pengamatan “Tingkat Keanekaragaman Hama Serangga dan Musuh Alami (Predator) pada Tanaman Cabai Merah (Capicum annuum L.) di Limpok Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis dan tingkat keanekaragaman hama serangga dan musuh alami (predator) yang terdapat di lahan cabai merah (Capicum annuum L.) di Desa Limpok Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar berdasarkan data yang diperoleh melalui observasi dan pengamatan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di lahan cabai merah Desa Limpok Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh. Data diperoleh melalui metode observasi dan pengamatan. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan transek yaitu cara menarik garis lurus. Dengan mengambil beberapa batang cabai merah (Capsicum annuum L.), dari sebelah barat 5 batang, sebelah timur 5 batang, sebelah utara 5 batang, sebelah selatan 5 batang. Jadi jumlah sampel sebanyak 20 batang tanaman cabai merah (Capsicum
annuum L.), luas wilayahnya sebanyak 1 hektar, kemudian sampel yang diambil itu ditandai
dengan plastik putih yang ditempelkan pada batang tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.). Selanjutnya dilakukan pengamatan setiap hari selama 3 hari pada tanaman cabai merah
Jurnal Biology Education Page 95 (Capsicum annuum L.) yang ada dilokasi penelitian. Pengamatan hama serangga dilakukan secara langsung pada bagian batang-daun, bunga dan buah. Untuk pengambilan sampel dilakukan penangkapan hama secara langsung baik dengan tangan maupun dengan pingset.
Observasi menurut Sugiyono (2012:145) yaitu “Observasi sebagai teknik pengumpulan data yang mempunyai ciri spesifik berkenaan dengan prilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam, dan responden yang diamati tidak terlalu besar”. Observasi yaitu dilakukan dengan cara mengamati langsung ke lokasi penelitian untuk mengetahui jenis-jenis hama serangga di lokasi penelitian. Luas petak contoh tanaman cabai merah adalah 400 m2,
lalu dibagi menjadi empat sub-petak sehingga masing-masing sub-petak seluas adalah 100 m2 dan satu sub-petak dibagi lagi menjadi empat petak yang luasnya adalah 25 m2. Observasi
diamati langsung pada tanaman cabai merah. Pengamatan dilakukan dari pukul 08.00 WIB-11.00 WIB, yaitu pada daun cabai merah sekitar 10 cm dari pucuk tanaman. Pengamatan dilakukan setiap dua minggu selama satu musim tanam. Musuh alami (predator) yang tertangkap/ditemukan di lapangan dihitung dan diidentifikasi, kemudian ditentukan pula komposisi populasi dari masing-masing hama serangga. Untuk hama yang tidak bisa di tangkap menggunakan tangan secara langsung yaitu ditangkap dengan menggunakan jarring/net. Setelah hama ditangkap dibunuh dan diawetkan dalam botol sampel yang berisikan alkohol 70% (Fachrul, 2007: 71).
1. Pengamatan dan pengambilan contoh
Pengamatan hama serangga dan musuh alami (predator) pada tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) dilakukan satu lahan atau satu kebun tanaman cabai merah (Capsicum
annuum L.) yang luasnya ±1 Ha. Pengamatan dilakukan pada bagian tanaman yang meliputi
batang, daun, bunga dan buah. Pengambilan sampel dilakukan dengan membuat 6 petak pada masing-masing dengan luas petak masing-masing 5 m x 5 m, dengan jarak antar petak 5 m dengan menggunakan lajur tanaman. Adapun sketsa pengamatan pengambilan sampel dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut ini.
●●○○●○●○ ○●●○○●○● ○○●○●●○● ○●○●○●●○ ○●○●●○○● ●○●●○○●○ ●○●○○●○● ○●●○●○○● ●○●○○●○● ●○●○●○●○ ○●●●○○●○ ●○○●●○○● Gambar 1.1 Sketsa Pengamatan Contoh Tanaman Keterangan:
● = Tanaman yang diamati
Jurnal Biology Education Page 96 Adapun yang menjadi objek penelitian ini adalah semua jenis hama serangga dan musuh alami (predator) yang terdapat pada lahan cabai merah (Capsicum annuum L.) Desa Limpok Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh.
Teknik Analisis Data
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode diagonal. Dimana data yang diperoleh pada setiap penangkapan setelah dikumpulkan dan diidentifikasi, kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut:
1) Frekuensi Mutlak (FM) suatu jenis serangga
Frekuensi mutlak menunjukkan jumlah individu serangga tertentu yang ditemukan pada habitat yang dinyatakan secara mutlak (Suin, 1997).
FM = Jumlah serangga ditemukan Jumlah seluruh penangkapan
2) Frekuensi Relatif (FR) suatu jenis serangga
FR = 𝐹𝑀
∑𝐹𝑀x 100%
FR = FM suatu jenis setiap penangkapan
FM semua jenis setiap penangkapanx 100%
Frekuensi relatif menunjukkan keseringhadiran suatu jenis serangga pada habitat dan tempat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut (Suin, 1997).
3) Kerapatan Mutlak (KM) suatu jenis serangga
Kerapatan mutlak menunjukkan jumlah serangga yang ditemukan pada habitat yang dinyatakan secara mutlak (Suin, 1997).
KM =Jumlah individu dalam suatu jenis serangga Jumlah penangkapan
4) Kerapatan Relatif (KR) suatu jenis serangga
KR = Jumlah individu suatu jenis
Total individu setiap penangkapanx100% 5) Indeks keanekaragaman jenis serangga
Untuk membandingkan tinggi rendahnya keanekaragaman jenis serangga digunakan indeks Shanon-Weiner (H) dengan rumus:
Jurnal Biology Education Page 97 Dimana:
pi = perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis H = indeks keanekaragaman
Pi = ni/N
Ni = jumlah individu ke-i
N = jumlah total individu semua jenis
Dengan kriteria indeks keanekaragaman menurut Krebs (1989) sebagai berikut: H < 1.00 = Keanekaragaman Rendah
H < 1.00-2.00 = Keanekaragaman Sedang H > 3.00 = Keanekaragaman Tinggi Hama Serangga
Tingkat Keanekaragaman Hama Serangga
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah spesies hama serangga yang tertangkap sebanyak 8 jenis spesies yang terdiri dari 4 ordo dan 381 jumlah total spesies yang tertangkap. Spesies yang tertangkap terdiri dari ordo Thysanoptera yaitu spesies Thrips sp 119 ekor, ordo Hemiptera yaitu spesies kutu daun (Myzus persicae) 56 ekor, kutu daun (Aphis
gossypii) 64 ekor, kutu kebul (Bemisia tabaci) 32 ekor, kepik hijau (Nezara viridula) 35 ekor,
ordo Diptera yaitu spesies lalat buah (Droshopila melanogaster) 6 ekor, dan ordo Lepidoptera yaitu dari spesies ulat grayak (Spodoptera litura) 64 ekor dan Ulat buah
(Helicoverpa armigera) 5 ekor. Hasil panangkapan dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini.
Tabel 4.2 Distribusi Jenis Hama Serangga
No Ordo Species Plot ke- Total
1 2 3 4 5 6
1 Thysanoptera Thrips sp 25 48 15 31 119
2 Hemiptera Kutu Daun (Myzus
persicae)
15 18 23
56 3 Hemiptera Kutu Daun (Aphis gossypii) 17 13 22 12 64 4 Hemiptera Kutu Kebul (Bemisia
tabaci)
8 11 13
32 5 Hemiptera Kepik hijau (Nezara
viridula)
6 7 4 6 12
35 6 Diptera Lalat Buah (Droshopila
melanogaster)
1 3 1 1 6
7 Lepidoptera Ulat Grayak (Spodoptera
litura)
11 8 8 13 7 19
64 8 Lepidoptera Ulat buah (Helicoverpa
armigera)
3 1 1 5
Jumlah total 381
Jurnal Biology Education Page 98 Tabel 4.2 menunjukkan bahwa jumlah spesies hama serangga yang paling banyak tertangkap adalah ordo Thysanoptera yaitu spesies Thrips tabaci 119 ekor. Hal ini didukung oleh Kalshoven (1981) yang mengatakan Thrips parvispinus Karny (Thysanoptera: Thripidae) merupakan hama penting pada tanaman cabai dan menjadi hama utama pada pertanaman cabai di pulau Jawa, terutama ketika musim kemarau (Vos, 1994).
Serangan berat T. parvispinus pada tanaman cabai dapat menyebabkan bercak keperakan menjadi kecoklatan dan daun mengeriting dengan arah ke atas. Saat ini diketahui bahwa T. parvispinus juga berperan sebagai vektor virus TSV (Tobacco streak ilarvirus. ). Seperti halnya kelompok trips fitofag lainnya, serangga ini merusak tanaman dengan cara memarut-menghisap (Lewis 1973 dalam Dewi 2011). Kehilangan hasil akibat serangan T.
parvispinus pada pertanaman cabai mencapai 22,8% (Sastrosiswojo, 1991). Hama serangga
yang paling rendah ditemukan adalah spesies ulat buah (Helicoverpa armigera) yaitu sebanyak 5 ekor.
Nilai Frekuensi Mutlak, Frekuensi Relatif, Keraptan Multak, dan Kerapatan Relatif Nilai frekuensi mutlak dan frekuensi relatif dari hama serangga yang tertangkap di lahan cabai merah Gampong Limpok Kecamatan Darussalam Kabupaen Aceh Besar dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini.
Tabel 4.3 Tabel Rekapitulasi Perhitungan Kerapatan mutlak dan Frekuensi mutlak Hama Serangga
No Ordo Species Kerapatan
Mutlak
Frekuensi Mutlak
1 Thysanoptera Thrips sp 0,79 0,67
2 Hemiptera Kutu Daun (Myzus persicae) 0.37 0,50 3 Hemiptera Kutu Daun (Aphis gossypii) 0,42 0,66 4 Hemiptera Kutu Kebul (Bemisia tabaci) 0,21 0,50 5 Hemiptera Kepik hijau (Nezara viridula) 0,23 0,83 6 Diptera Lalat Buah (Droshopila
melanogaster)
0,04 0,66
7 Lepidoptera Ulat Grayak (Spodoptera litura) 0,42 1 8 Lepidoptera Ulat buah (Helicoverpa
armigera)
0,03 0,50
Jumlah Total 2,51 5,32
Sumber : Data lapangan 2017
Berdasarkan Tabel 4.3 di atas, maka dapat diketahui bahwa kerapatan mutlak tertinggi dari satu jenis hama serangga adalah dari spesies Thrips sp dengan nilai 0.79 dan frekuensi tertinggi pada hama ulat grayak (Spodoptera litura) yaitu 0.67. Kerapatan mutlak terendah pada ulat buah (Helicoverpa armigera) dengan nilai 0,03 dan frekuensi terendah adalah hama
Jurnal Biology Education Page 99 ulat buah (Helicoverpa armigera) dengan nilai 0,50. Hasil analisis data Rekapitulasi Perhitungan Kerapatan mutlak, Frekuensi mutlak, Kerapatan Relatif (Kr) dan Frekuensi Relatif (Fr) untuk Jenis Hama Serangga tabel 4.4 di bawah ini.
Tabel 4.4 Rekapitulasi Perhitungan Kerapatan, Frekuensi, Kerapatan Relatif (Kr) dan Frekuensi Relatif (Fr) untuk Jenis Hama Serangga
No Ordo Species Kerapata
n Mutlak Kr (%) Freku ensi Mutla k Fr (%) 1 Thysanopter a Thrips sp 0,79 31,47 0,67 12,60 2 Hemiptera Kutu Daun (Myzus
persicae)
0.37 14,74 0,50
9,40 3 Hemiptera Kutu Daun (Aphis
gossypii)
0,42 16,73 0,66
12,40 4 Hemiptera Kutu Kebul (Bemisia
tabaci)
0,21 8,37 0,50
9,40 5 Hemiptera Kepik hijau (Nezara
viridula)
0,23 9.16 0,83
15,60 6 Diptera Lalat Buah (Droshopila
melanogaster)
0,04 1,60 0,66
12,40 7 Lepidoptera Ulat Grayak (Spodoptera
litura)
0,42 16,73 1
18,80 8 Lepidoptera Ulat buah (Helicoverpa
armigera) 0,03 1,20 0,50 9,40 Jumlah Total 2,51 100,0 0 5,32 100,00 Sumber: Hasil penelitian tahun 2017
Dari hasil analisis penelitian yang terdapat pada tabel 4.4 di atas menunjukkan nilai tertinggi diperoleh dari spesies Thrips sp dengan kerapatan mutlak (Km) 0,79 dari total 2,51, kerapatan relatif (Kr) 31,47 % dari total 100 %, frekuensi mutlak (Km) 0,67 dari total 5,32 dan frekuensi relatif (Fr) 12,60 % dari total 100 %. Tinggingnya populasi hama Thrips sp dikarenakan hama ini bersifat polifag pada tanaman cabai sehingga menyebabkan kerugian dalam besar. Hal ini di dukung oleh Kehilangan hasil akibat serangan T. parvispinus pada pertanaman cabai mencapai 22,8% (Sastrosiswojo, 1991).
Nilai terendah diperoleh dari spesies ulat buah (Helicoverpa armigera) dengan kerapatan mutlak (Km) 0,03 dari total 0,279, kerapatan relatif (Kr) 1,20 % dari total 100 %, frekuensi mutlak (Fm) 0,50 dari total 5,32 dan frekuensi relatif (Fr) 9,40 % dari total 100 %.
Jurnal Biology Education Page 100 Indeks Nilai Penting Hama Serangga
Data jenis-jenis hama serangga yang tertangkap pada seluruh lokasi pengamatan di lahan Cabai Merah Gampong Limpok Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini.
Tabel 4.5 Perhitungan Indeks Nilai Penting (INP) untuk Jenis Hama Serangga
No Ordo Species Kr (%) Fr (%) INP = Kr + Fr (%) pi =
INP INPi 1 Thysanoptera Thrips sp 31,47 12,60 44,07 0,22 2 Hemiptera Kutu Daun (Myzuspersicae) 14,74 9,40 24,14 0,12
3 Hemiptera Kutu Daun (Aphis
gossypii) 16,73 12,40 29,13 0,15
4 Hemiptera Kutu Kebul (Bemisia
tabaci) 8,37 9,40 17,77 0,09
5 Hemiptera Kepik hijau (Nezara
viridula) 9.16 15,60 24,76 0,12
6 Diptera Lalat Buah
(Droshopila melanogaster)
1,60 12,40 14,00 0,07
7 Lepidoptera Ulat Grayak
(Spodoptera litura) 16,73 18,80 35,53 0,18
8 Lepidoptera Ulat buah
(Helicoverpa armigera)
1,20 9,40 10,60 0,05
Total 100,00 100,00 200,00 1,00
Sumber: Hasil penelitian tahun 2017
Dari tabel 4.5 di atas dapat dilihat bahwa indeks nilai penting (INP) tertinggi yaitu ordo Thysanoptera dari spesies Thrips sp dengan persentase 44,07 % dari total 200,00 % dimana pi yang diperoleh 0,22 dari total 1,00. Untuk indeks nilai penting (INP) terendah yaitu ordo Lepidoptera dari spesies Ulat buah (Helicoverpa armigera dengan persentase 10,60 % dari total 200,00 % dimana pi yang diperoleh 0,05 dari total 1,00.
Nilai Indeks Keragaman Hama Serangga
Keragaman jenis hama serangga yang tertangkap di Gampong Limpok Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini.
Jurnal Biology Education Page 101 Tabel 4.6 Perhitungan Indeks Keragaman Jenis Hama Serangga
No Ordo Spesies Pi ln pi pi . ln pi
1 Thysanopter a
Thrips sp 0,22 -1,51 -0,33
2 Hemiptera Kutu Daun (Myzus
persicae)
0,12 -2,12 -0,25
3 Hemiptera Kutu Daun (Aphis gossypii) 0,15 -1,90 -0,28 4 Hemiptera Kutu Kebul (Bemisia
tabaci)
0,09 -2,40 -0,21
5 Hemiptera Kepik hijau (Nezara
viridula)
0,12 -2,12 -0,25
6 Diptera Lalat Buah (Droshopila
melanogaster)
0,07 -2,66 -0,18
7 Lepidoptera Ulat Grayak (Spodoptera
litura)
0,18 -1,71 -0,31
8 Lepidoptera Ulat buah (Helicoverpa
armigera) 0,05 -3,00 -0,15 pi = 1,00 ln pi = -17,42 pi.ln pi = -1,96 H’ 1,96
Sumber : Data lapangan 2017
Dari hasil analisis data pada tabel 4.6 di atas menunjukkan indeks keragaman jenis hama serangga pada lahan cabai merah di Gampong Limpok Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar relatif sedang. Seiring dengan pertumbuhan tanaman akan mempengaruhi keragaman jenis serangga. Krebs (1989) mengatakan bahwa nilai keragaman komunitas sejalan dengan berjalannya waktu, berarti komunitas tua yang sudah lama berkembang lebih banyak terdapat organisme daripada komunitas muda yang belum berkembang.
Menurut Krebs (1989) ada 3 kriteria indeks keanekaragaman dimana: 1) H < 1.00 = Keanekaragaman Rendah
2) H > 1.00 ≤ 3.00 = Keanekaragaman Sedang 3) H > 3.00 = Keanekaragaman Tinggi
Berdasarkan kriteria tersebut ekosistem di lahan cabai merah Gampong Limpok Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar tergolong sedang dengan nilai indeks keragaman (H’) berkisar antara 1,96. Hal ini disebabkan spesies yang ditemukan dilokasi ini tidak terlalu beragam. Banyaknya kelimpahan dari masing-masing spesies menyebabkan semakin kecil jumlah keanekaragaman spesies dan variasi jumlah individu dari tiap spesies atau ada beberapa individu yang jumlahnya lebih besar, maka keanekaragaman suatu ekosistem akan mengecil.
Jurnal Biology Education Page 102 Musuh Alami (Predator)
Tingkat Keanekaragaman Musuh Alami (Predator)
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah spesies musuh alami yang tertangkap sebanyak 8 jenis spesies yang terdiri dari 4 ordo dan 44 jumlah total spesies yang tertangkap. Spesies yang tertangkap terdiri dari ordo Diptera yaitu spesies Lalat tachinid (Billaea
maritima) 3 ekor dan Lalat prajurit (Argyra argyria) 2 ekor, ordo Coleoptera yaitu spesies
Kumbang koksi (Coccinella transversalis) 37 ekor, dan ordo Mantodea dari spesies Belalang sembah (Hierodula parviceps) 2 ekor. Hasil panangkapan dapat dilihat pada tabel 4.7 di bawah ini.
Tabel 4.7 Distribusi Jenis Musuh Alami (Predator)
No Ordo Species Plot ke- Tota
l 1 2 3 4 5 6 1 Diptera Lalat tachinid (Billaea maritima) 1 1 1 3 2 Coleopter
a
Kumbang koksi (Coccinella
transversalis)
3 6 4 8 4 12 37
3 Mantodea Belalang sembah (Hierodula
parviceps)
1 1 2
4 Diptera Lalat prajurit (Argyra argyria) 1 1 2
Jumlah total 44
Sumber : Data lapangan 2017
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa jumlah spesies musuh alami (predator) yang paling banyak tertangkap adalah ordo Coleoptera yaitu spesies kumbang koksi (Coccinella
transversalis) 37 ekor. Banyaknya jumlah kumbang koksi dikarenakan melimpahnya hama
serangga dari famili aphididae sebagai makanan kumbang koksi tersebut. Hal ini di dukung oleh Joento (2009) yang mengatakan sebagai predator, serangga ini banyak bermanfaat untuk mengendalikan populasi serangga lain pada tanaman budidaya seperti aphids, kutu putih, tungau, kumbang tepung, kutu sisik kapas. Kelimpahan predator kumbang coccinellid berkaitan erat dengan kelimpahan populasi A. gossypii (Idris dkk., 2001).
Musuh alami (predator) yang paling rendah ditemukan adalah spesies belalang sembah dan lalat prajurit yang hanya berjumlah masing-masing 2 ekor.
Nilai Frekuensi Mutlak, Frekuensi Relatif, Keraptan Multak, dan Kerapatan Relatif Nilai frekuensi mutlak dan frekuensi relatif dari musuh alami yang tertangkap di lahan cabai merah Gampong Limpok Kecamatan Darussalam Kabupaen Aceh Besar dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut ini.
Jurnal Biology Education Page 103 Tabel 4.8 Rekapitulasi Perhitungan Kerapatan mutlak dan Frekuensi mutlak Musuh Alami
(Predator)
No Ordo Species Kerapatan
Mutlak
Frekuensi Mutlak 1 Diptera Lalat tachinid (Billaea maritima) 0,020 0,50 2 Coleoptera Kumbang koksi (Coccinella
transversalis)
0,250 1,00
3 Mantodea Belalang sembah (Hierodula
parviceps)
0,013 0,33
4 Diptera Lalat prajurit (Argyra argyria) 0,013 0,33
Jumlah Total 0,296 2,16
Sumber : Data lapangan 2017
Berdasarkan Tabel 4.8 di atas, maka dapat diketahui bahwa kerapatan mutlak tertinggi dari satu jenis musuh alami (predator) adalah dari spesies kumbang koksi (Coccinella
transversalis) dengan nilai 0.250 dengan frekuensi tertinggi yaitu 1,00. Kerapatan mutlak
terendah pada spesies belalang sembah (Hierodula parviceps) dan lalat prajurit (Argyra
argyria) dengan nilai masing-masing spesies 0,013 dengan frekuensi terendah masing-masing
0.33. Hasil analisis data Rekapitulasi Perhitungan Kerapatan mutlak, Frekuensi mutlak, Kerapatan Relatif (Kr) dan Frekuensi Relatif (Fr) untuk Jenis musuh alami tabel 4.9 di bawah ini.
Tabel 4.9 Rekapitulasi Perhitungan Kerapatan, Frekuensi, Kerapatan Relatif (Kr) dan Frekuensi Relatif (Fr) untuk Jenis Musuh Alami (predator)
No Ordo Species Kerapata
n Mutlak Kr (%) Frekuen si Mutlak Fr (%) 1 Diptera Lalat tachinid (Billaea
maritima) 0,02 6,75 0,50 23,14 2 Coleopte ra Kumbang koksi (Coccinella transversalis) 0,25 84,45 1,00 46,30 3 Mantode a Belalang sembah (Hierodula parviceps) 0,013 4,40 0,33 15,28
4 Diptera Lalat prajurit (Argyra
argyria) 0,013 4,40 0,33 15,28
Jumlah Total 0,296 100,00 2,16 100,00
Jurnal Biology Education Page 105 Dari hasil analisis penelitian yang terdapat pada tabel 4.9 di atas menunjukkan nilai tertinggi diperoleh dari spesies Kumbang koksi (Coccinella transversalis) dengan kerapatan mutlak (Km) 0,25 dari total 0,296, kerapatan relatif (Kr) 84,45 % dari total 100 %, frekuensi mutlak (Fm) 1,00 dari total 2,16 dan frekuensi relatif (Fr) 46,30 % dari total 100 %. Tinggingnya populasi predator ini dikarenakan melimpahnya makanan dari predator tersebut. Berdasarkan hasil penelitian Omkar and James (2004) enam spesies kutu, yaitu Aphis
craccivora, Aphis gossypii, wereng nerii, Myzus persicae, Lipaphis erysimi dan Uroleucon Compositae merupakan mangsa tahap dari spesies Coccinella transversalis. Nilai terendah
diperoleh dari spesies belalang sembah (Hierodula parviceps) dan lalat prajurit (Argyra
argyria) dengan kerapatan mutlak (Km) 0,13 dari total 0,296, kerapatan relatif (Kr) 4,40 %
dari total 100 %, frekuensi mutlak (Fm) 0,33 dari total 2,16 dan frekuensi relatif (Fr) 15,28 % dari total 100 %.
Indeks Nilai Penting
Data jenis-jenis hama serangga yang tertangkap pada seluruh lokasi pengamatan di lahan Cabai Merah Gampong Limpok Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar dapat dilihat pada tabel 4.10 di bawah ini.
Tabel 4.10 Perhitungan Indeks Nilai Penting (INP) untuk Jenis Musuh Alami (Predator)
No Ordo Species Kr (%) Fr (%) INP = Kr + Fr (%) pi =
INP INPi1 Diptera Lalat tachinid (Billaea
maritima) 6,75 23,14 29,89 0,15
2 Coleopter a
Kumbang koksi (Coccinella
transversalis)
84,45 46,30 130,75 0,65 3 Mantodea Belalang sembah
(Hierodula parviceps) 4,40 15,28 19,68 0,10 4 Diptera Lalat prajurit (Argyra
argyria) 4,40 15,28 19,68 0,10
Total 100,00
100,00 200,00 1,00 Sumber: Hasil penelitian tahun 2017
Dari tabel 4.10 di atas dapat dilihat bahwa indeks nilai penting (INP) tertinggi yaitu ordo Coleoptera dari spesies kumbang koksi (Coccilnella transversalis) dengan persentase 130,75 % dari total 200,00 % dimana pi yang diperoleh 0,65 dari total 1,00. Untuk indeks nilai penting (INP) terendah yaitu ordo Mentodea dari spesies belalang sembah (Hierodula
masing-Jurnal Biology Education Page 106 masing persentase mencapai 19,68 % dari total 200,00 % dimana pi yang diperoleh 0,10 dari total 1,00.
Nilai Indeks Keragaman Musuh Alami (Predator)
Keragaman jenis musuh alami yang tertangkap di Gampong Limpok Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut ini.
Tabel 4.11 Perhitungan Indeks Keragaman Jenis Musuh Alami (Predator)
No Ordo Spesies Pi ln pi pi . ln pi
1 Diptera Lalat tachinid (Billaea maritima) 0,15 -1,89 -0,28 2 Coleopte
ra
Kumbang koksi (Coccinella
transversalis) 0,65 -0,43 -0,27
3 Mantode a
Belalang sembah (Hierodula
parviceps) 0,10 -2,30 -0,23
4 Diptera Lalat prajurit (Argyra argyria) 0,10 -2,30 -0,23
pi = 1,00 ln pi = -6,92 pi.ln pi = -1,01 H’ 1,01
Sumber : Data lapangan 2017
Dari hasil analisis data pada tabel 4.11 di atas menunjukkan indeks keragaman jenis musuh alami pada lahan cabai merah di Gampong Limpok Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar relatif sedang. Berdasarkan kriteria sebagimana dikatakan Krebs (1989) ekosistem di lahan cabai merah Gampong Limpok Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar tergolong sedang dengan nilai indeks keragaman (H’) musuh alami berkisar antara 1,96.
KESIMPULAN
Adapun yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini adalah :
1. Tingkat keanekaragaman serangga hama yang terdapat di lahan cabai merah (Capicum
annuum L.) di Desa Limpok Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar
menunjukkan nilai tertinggi diperoleh dari spesies Thrips sp dengan (Km) 0,79, (Kr) 31,47 %, (Km) 0,67 dan (Fr) 12,60 %. Tingkat keanekaragaman musuh alami (predator) menunjukkan nilai tertinggi diperoleh dari spesies Kumbang koksi (Coccinella
transversalis) dengan (Km) 0,25, (Kr) 84,45 %, (Fm) 1,00 dan (Fr) 46,30 %. Indeks
keragaman (H’) hama serangga tergolong sedang dengan nilai berkisar antara 1,96 dan indeks keragaman musuh alami tergolong sedang dengan nilai indeks keragaman (H’) berkisar antara 1,01.
Jurnal Biology Education Page 107 2. Jenis-jenis hama serangga yang terdapat di lahan cabai terdiri dari dari spesies Thrips sp 119 ekor, kutu daun (Myzus persicae) 56 ekor, kutu daun (Aphis gossypii) 64 ekor, kutu kebul (Bemisia tabaci) 32 ekor, kepik hijau (Nezara viridula) 35 ekor, lalat buah
(Droshopila melanogaster) 6 ekor, ulat grayak (Spodoptera litura) 64 ekor dan Ulat buah (Helicoverpa armigera) 5 ekor.
3. Jenis-jenis musuh alami (predator) yang terdapat di lahan cabai terdiri dari 4 ordo dan 44 jumlah total spesies yang tertangkap. Spesies yang tertangkap terdiri dari Lalat tachinid
(Billaea maritima) 3 ekor, Lalat prajurit (Argyra argyria) 2 ekor, Kumbang koksi (Coccinella transversalis) 37 ekor, spesies Belalang sembah (Hierodula parviceps) 2
ekor.
Saran
1. Kepada petani tanaman cabai merah diharapkan dapat memahami berbagai ragam jenis hama serangga dan musuh alami (predator) yang terdapat dilahan cabai merah.
2. Kepada petani cabai merah diharapkan agar tidak menggunakan pestisida kimia yang berlebihan agar tidak membunuh musuh alami (predator) yang menyerang serangga hama di lahan cabai merah.
3. Peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya agar dapat mengimplementasikan kepada masyarakat tentang potensi pemanfaatan musuh alami (predator) sebagai pengendali hama serangga yang menyerang tanaman cabai merah.
DAFTAR PUSTAKA
Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crop in Indonesia. Laan Van Der. Penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve. Terjemahan Dari: De Plagen Van De Cultuurgewassen in Indonesia.
Krebs. 1989. Ekologi the Experimentl Analysis of Distribution and Abudance. Third Edition. Harper and Row Publisher. New York.
Michael. 1995. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. Terjemahan Yanti R. Koester. Jakarta: UI-Press.
Moningka, Mareyke., dkk. 2012. Keragaman Jenis Musuh Alami pada Serangga Hama Padi
Sawah di Kabupaten Minahasa Selatan. 18 (2).
Nurjtahyani Dian., Supiana dan Murtini, Iin. 2015. Karakterisasi Tanaman Cabai Yang
Terserang Hama Kutu Kebul (Bemisia Tabaci). University Research Colloquium.
Jurnal Biology Education Page 108 Rusli, E. S., S. H. Hidayat, R. Suseno, & B. Tjahjono. 1999. Virus Gemini pada Cabai:
Variasi Gejala Dan Studi Cara Penularan. Buletin Hama Dan Penyakit Tumbuhan.
11(1): 26-31.
Sastrosiswojo, S., T. Koestoni, Dan A. Sukwida. 1989. Status Resistensi Plutellaxylostella L.
Strain Lembang Terhadap Beberapa Jenis Insektisida Golongan Organofosfat, Pyretroid Sintetik Dan Benzoil Urea. Bul. Penel. Hort. 18(1):85-93.
Sembel. 1990. Beberapa Serangga Hama Pada Tanaman Padi dan Jagung. Proyek Pengembangan Perguruan Tinggi, Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABETA. Suin, N. M. 1997. Ekologi Hewan. Jakarta: Bumi Aksara.
Vos, J.G.M. 1994. Pengelolaan Tanaman Terpadu pada Cabai Kecil (Capsicum Spp) di
Dataran Rendah Tropis. (Terjemahan Oleh Ch. Lilies S. dan E. Van De Fliert.
Bentang).
Wardani N. 2006. Keragaan Hama/Penyakit pada Cabai Merah di Daerah Dengan