• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

5

penunjang yang dijadikan sebagai acuan dalam pembuatan Segmentasi Citra Satelit untuk Penentuan Curah Hujan.

2.1 Peta

Peta adalah gambaran permukaan bumi pada bidang datar dengan skala tertentu melalui suatu sistem proyeksi.

2.1.1 Pengertian Peta

Secara konvensional, peta sering didefinisikan sebagai gambaran dari sebagian atau seluruh permukaan bumi dengan sistem proyeksi dan skala tertentu. Sistem proyeksi menyangkut proses hitungan dan cara menggambarkan “kulit” bumi yang bentuknya mendekati elipsoid menjadi gambar yang datar. Skala menyangkut perbandingan antara jarak pada peta dengan jarak yang sebenarnya di lapangan. Gambar yang tidak memenuhi kedua kriteria tersebut dalam definisi ilmu geodesi tidak dapat dikategorikan sebagai peta (Hartono, 2007). Foto udara sebagui hasil pemotretan muka bumi misalnya, belum dapat dikatakan sebagai "peta" karena skala pada foto tidak seragam (proyeksi sentral), detail di tengah foto skalanya lebih kecil daripada detail yang di pinggir. Foto tersebut harus direktifikasi sedemikian rupa sehingga skala detail di seluruh permukaannya seragam sehingga dapat disebut sebagai peta. Sebuah denah atau sket lokasi juga tidak dapat disebut sebagai peta, apabila skala detail yang satu dan lainnya tidak seragam, misalnya untuk menggambarkan jarak 10 cm digambar dengan panjang 10 cm, scdangkan jarak 100 m digambarkan 3 cm, sekedar untuk menggambarkan pencapaian lokasi.

2.1.2 Jenis-Jenis Peta

Berdasarkan bentuk penyajian dan jenis datanya, peta diklasifikasikan menjadi peta garis, peta foto, dan peta digital (Hartono, 2007).

(2)

1. Peta Garis

Peta garis adalah peta yang menyajikan detail planimetris maupun ketinggian dalam bentuk garis dan simbol-simbol. Detail yang disajikan dipilih (generalisasi) sesuai dengan skalanya dan kontur digambar dengan interval tertentu. Penggambaran dilakukan dengan rapido atau alat tulis lain, atau digambar dengan teknik scribing dan masking untuk selanjutnya dicetak offset. Sumber data untuk pembuatan peta garis dapat berupa data pengukuran lapangan langsung (terestris) atau dapat pula dari data fotogrametris (stereoplotting).

2. Peta Foto

Peta Foto adalah peta yang disajikan dalam bentuk foto yang telah direktifikasi sedemikian rupa sehingga skalanya seragam (ortogonal). Peta foto dapat berupa hanya foto, dapat pula ditumpangtindihkan dengan detail seperti pada peta garis.

3. Peta Digital

Peta digital adalah peta dalam bentuk data digital, baik dalam bentuk data vektor, raster, atau kombinasi keduanya. Peta digital dalam bentuk vektor diperoleh dengan cara digitasi dengan XY Digitizer (meja digitizer) maupun Stereo Digitizer (Digital Stereoplotter). Data raster diperoleh dari hasil digital scanning, dari hasil pemotretan digital (kamera digital), atau dari pengolahan citra satelit (satellite imagery). Hasil cetakan dari peta digital, pada dasarnya adalah peta garis (bila berbentuk vektor) atau peta foto (jika berbentuk citra/foto).

Berdasarkan jenis data yang disajikan serta fungsinya, dikenal adanya peta topografi dan peta tematik (Hartono, 2007).

a. Peta Topografi

Peta Topografi adalah peta yang menyajikan informasi topografi (ketinggian) disamping tentunya informasi planimetris secara lengkap sesuai dengan skalanya. Semua detail yang dianggap penting (berdasarkan keperluan umum) ditampilkan pada Peta Topografi. Sifatnya yang umum (universal) ini menjadikannya sering dijadikan referensi bagi keperluan pemetaan lainnya sehingga Peta Topografi juga sering disebut sebagai Peta Dasar (Base Map). Peta Dasar Nasional yang dibuat oleh Badan Koordinasi Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), antara lain dengan

(3)

skala l:50.000 dan l:25.000 adalah bentuk peta topografi, yang disebut juga sebagai Peta Rupa Bumi.

b. Peta Tematik

Peta Tematik adalah peta yang hanya menyajikan detail atau data tertentu sesuai dengan keperluannya, misalnya adalah Peta Geologi, Peta Pariwisata, Peta Jalan/Transportai, Peta Hidrologi.

2.1.3 Sekilas Kartografi

Pembuatan peta (penggambaran), dikenal adanya ilmu dan seni yang “mengaturnya” yang disebut sebagai kanografi. Selain unsur ilmu yang menyangkut hal-hal yang matematis, unsur senj juga ikut memegang peran, agar selain informatif, pcta juga nampak “indah”.

Beberapa hal pokok tentang tata aturan kartografi serta beberapa istilah yang perlu diperhatikan sebagai wawasan dasar.

2.1.3.1 Muka Peta dan Informasi Tepi

Satu lembar peta terdiri atas muka peta dan informasi tepi. Muka peta adalah area, pada umumnya persegi, yang memuat detail peta. sedangkan informasi tepi adalah segala bentuk informasi yang ditampilkan di luar muka peta. Informasi tepi lazimnya terdiri atas judul peta, lokasi darah pemetaan, nomor lembar peta, skala peta, petunjuk arah utara peta, indeks lembar, legenda, keterangan dan catatan, serta koordinat peta.

2.1.3.2 Skala Peta

Informasi skala pela dapat ditampilkan secara numeris (angka perbandingan jarak di peta dengan jarak di lapangan) dan atau dalam bentuk skala grafis, yakni skala yang digambarkan dengan penggalan garis dan nilai panjang sebenarnya di lapangan. Skala numeris lebih mudah dibaca (tanpa harus mengukur).

2.2 Sistem Informasi Geografis

Sistem Inforrnasi Geografis (SIG) atau Geographic Information System (GIS), adalah sistem informasi multi-disiplin yang bertumpu pada peta (georeferenced) dan berbasis komputer. SIG dirancang sedemikian rupa agar

(4)

pemakai dapat melakukan analisis, manipulasi, dan simulasi sehingga dapat diambil kesimpulan-kesimpulan yang pada gilirannya menjadi dasar diambilnya keputusan-keputusan.

Gambar 2. 1 llustrasi Sistem lnformasi Geografis

Sumber: (Hartono, 2007)

Data yang diperlukan untuk membentuk SIG terdiri atas data spasial (ruang) yang dalam hal ini berupa peta digital, serta data tekstual (atribut, keterangan, atau angka-angka) yang masing-masing melekat pada data spasialnya. Data tekstual biasanya tersusun dalam sebuah basis data dalam format tertentu dan masing-masing terhubung (linked) dengan baik terhadap data spasialnya. Setiap data tekstual akan memiliki kaitan posisi geografis (geo-referenced), demikian pula setiap bagian dan data gratis peta memiliki informasi tekstual. Gambar 2.1 di atas mengilustrasikan kondisi tersebut. Mengelola data semacam itu tentu diperlukan perangkat lunak khusus. Perangkat lunak yang baik, selain mampu mengelola data dalam jumlah besar serta dapat diakses dengan mudah dan cepat, juga harus mempunyai fasilitas-fasilitas untuk melakukan analisis, simulasi, dan menyajikan hasil-hasilnya sehingga pemakai dapat dengan mudah memperoleh data yang diharapkan.

(5)

2.3 Remote Sensing atau Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah pengukuran atau akuisisi data dari sebuah objek atau fenomena oleh sebuah alat yang tidak secara fisik melakukan kontak dengan objek tersebut atau pengukuran atau akuisisi data dari sebuah objek atau

fenomena oleh sebuah alat dari jarak jauh

(http://id.wikipedia.org/wiki/Penginderaan_jauh, 2010).

Beberapa Pengertian Penginderaan Jauh (Remote Sensing) oleh Para Ahli sebagai berikut ini :

1. Menurut Lillesand and Kiefer

Penginderaan jauh (remote sensing), adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang didapat dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah atau gejala yang dikaji.

2. Menurut Lindgren

Penginderaan jauh (remote sensing), adalah bermacam-macam teknik yang dikembangkan untuk mendapat perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut khusus dalam bentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari permukaan bumi.

3. Menurut Sabins

Penginderaan jauh (remote sensing), adalah suatu ilmu untuk memperoleh, mengolah dan menginterpretasi citra yang telah direkam yang berasal dari interaksi antara gelombang elektromagnetik dengan suatu obyek.

4. Menurut Curran, 1985

Penginderaan jauh (remote sensing), yaitu penggunaan sensor radiasi elektromagnetik untuk merekam gambar lingkungan bumi yang dapat diinterpretasikan sehingga menghasilkan informasi yang berguna.

5. Menurut Colwell, 1984

Penginderaan jauh (remote sensing), yaitu suatu pengukuran atau perolehan data pada objek di permukaan bumi dari, dan citra radar adalah beberapa bentuk penginderaan jauh.

(6)

6. Menurut Campbell, 1987

Penginderaan jauh (remote sensing), yaitu ilmu untuk mendapatkan informasi mengenai permukaan bumi seperti lahan dan air dari citra yang diperoleh dari jarak jauh. Hal ini biasanya berhubungan dengan pengukuran pantulan atau pancaran gelombang elektromagnetik dari suatu objek.

2.3.1 Komponen Dasar Sistem Penginderaan Jauh

Empat komponen dasar dari sistem Penginderaan Jauh adalah target, sumber energi, alur transmisi, dan sensor. Komponen dalam sistem ini berkerja bersama untuk mengukur dan mencatat informasi mengenai target tanpa menyentuh obyek tersebut. Sumber energi yang menyinari atau memancarkan energi elektromagnetik pada target mutlak diperlukan. Energi berinteraksi dengan target dan sekaligus berfungsi sebagai media untuk meneruskan informasi dari target kepada sensor. Sensor adalah sebuah alat yang mengumpulkan dan mencatat radiasi elektromagnetik. Setelah dicatat, data akan dikirimkan ke stasiun penerima dan diproses menjadi format yang siap pakai, diantaranya berupa citra. Citra ini kemudian diinterpretasi untuk mencari informasi mengenai target. Proses interpretasi biasanya berupa gabungan antara visual dan automatic dengan bantuan komputer dan perangkat lunak pengolah citra

(http://docs.docstoc.com/orig/3141802/59895253-202c-40d7-b7d6-f20d03ab1337.pdf, 2010).

Gambar 2. 2 Komponen Dasar Penginderaan Jauh

(7)

Unsur interpretasi citra terdiri atas sembilan unsur, yaitu rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, tinggi, bayangan, situs, asosiasi dan konvergensi bukti.

1. Rona (Tone)

Rona ialah tingkat kegelapan atau kecerahan objek pada citra. Adapun warna adalah wujud yang tampak oleh mata. Rona ditunjukkan dengan gelap – putih. Ada tingkat kegelapan warna biru, hijau, merah, kuning dan jingga. Rona dibedakan atas lima tingkat, yaitu putih, kelabu putih, kelabu, kelabu hitam, dan hitam. Karakteristik objek yang mempengaruhi rona, permukaan yang kasar cenderung menimbulkan rona yang gelap, warna objek yang gelap cenderung menimbulkan rona yang gelap, objek yang basah/lembap cenderung menimbulkan rona gelap. Contoh pada foto pankromatik air akan tampak gelap, atap seng dan asbes yang masih baru tampak rona putih, sedangkan atap sirap ronanya hitam.

Gambar 2. 3 Contoh Foto Pankromatik

Sumber : http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/132314541-LILI_SOMANTRI/makalah_Guru.pdf

2. Bentuk (Shape)

Bentuk merupakan konfigurasi atau kerangka suatu objek, sehingga dapat mencirikan suatu penampakan yang ada pada citra dapat di identifikasi dan dapat dibedakan antar objek. Penampakan pada citra maupun foto udara dapat di identifikasi bentuk massa bangunan, maupun bentuk-bentuk dasar fisik alam lainnya seperti jalan, sungai, kebun, hutan dan sebagainya. Melihat bentuk-bentuk fisik dari citra ikonos maupun foto udara dapat ditentukan penggunaan lahan suatu tempat, sebagai contoh bentuk penggunaan lahan untuk kawasan industri/ pergudangan yang di cirikan dengan bentuk bangunan yang seragam persegi dan massa bangunan yang cukup.

(8)

Gambar 2. 4 Contoh Penggunaan Lahan Untuk Industri

Sumber : http://www.docstoc.com/docs/18173766/Interpretasi-Citra-dan-Foto-Udara

Kenampakan sungai berbeda dengan jalan raya, jika sungai berbentuk berkelok-kelok sesuai dengan alirannya, tetapi jalan berbentuk lurus dan teratur.

Gambar 2. 5 Kenampakan Sungai dan Jalan Raya

Sumber : http://www.docstoc.com/docs/18173766/Interpretasi-Citra-dan-Foto-Udara 3. Ukuran (Size)

Ukuran ialah atribut obyek yang antara lain berupa jarak, luas, tinggi, lereng dan volume. Ukuran obyek pada citra maupun foto udara merupakan fungsi skala sehingga dalam memanfaatkan ukuran sebagai unsur interpretasi citra harus selalu memperhatikan skala citranya. Kata lain ukuran merupakan perbandingan yang nyata dari obyek-obyek dalam citra maupun foto udara, yang mengambarkan kondisi di lapangan. Sebagai contoh perbedaan antara ukuran lapangan biasa dengan stadion. Ukuran jalan lingkungan berbeda dengan jalan arteri.

(9)

Gambar 2. 6 Perbedaan antara Ukuran Lapangan dan Stadion

Sumber : http://www.docstoc.com/docs/18173766/Interpretasi-Citra-dan-Foto-Udara

4. Pola (Pattern)

Pola adalah hubungan susunan spasial objek. Pola merupakan ciri yang menandai objek bentukan manusia ataupun alamiah. Pola aliran sungai sering menandai bagi struktur geologi dan jenis tanah, misalnya, pola aliran trellis menandai struktur lipatan. kebun karet, kelapa sawit dan kebun kopi memiliki pola yang teratur sehingga dapat dibedakan dengan hutan.

Gambar 2. 7 Pola Aliran Trellis

Sumber : http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/132314541-LILI_SOMANTRI/makalah_Guru.pdf

5. Bayangan (Shadow)

Bayangan bersifat menyembunyikan objek yang berada di daerah gelap. Bayangan dapat digunakan untuk objek yang memiliki ketinggian, seperti objek bangunan, patahan, menara.

(10)

Gambar 2. 8 Objek Bangunan yang Bersifat Shadow

Sumber : http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/132314541-LILI_SOMANTRI/makalah_Guru.pdf

6. Tekstur (Texture)

Tekstur merupakan ukuran frekuensi perubahan rona pada gambar objek. Kesan tekstur bersifat relatif dari resolusi dan interpreter.

Gambar 2. 9 Tekstur

Sumber : http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/132314541-LILI_SOMANTRI/makalah_Guru.pdf

7. Situs (Site) atau Letak

Situs atau lokasi suatu obyek dalam hubungannya dengan obyek lain dapat membantu dalam menginterpretasi foto udara ataupun citra ikonos. Situs ini sering dikaitkan antara obyek dengan melihat obyek yang lain. Contoh situs permukiman memanjang pada umumnya terletak disepanjang tepi jalan.

(11)

Gambar 2. 10 Situs Permukiman

Sumber : http://www.docstoc.com/docs/18173766/Interpretasi-Citra-dan-Foto-Udara

8. Asosiasi (Association)

Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek yang lain, dengan kata lain asosiasi ini hampir sama dengan situs. Adanya keterkaitan ini maka terlihatnya suatu obyek pada citra sering menjadi petunjuk adanya obyek yang lain. Seperti stasiun kereta api sering berasosiasi dengan jalan kereta api yang bercabang (jumlahnya lebih dari satu).

Gambar 2. 11 Stasiun yang Berasosiasi dengan Rel-Rel Kereta Api

Sumber : http://www.docstoc.com/docs/18173766/Interpretasi-Citra-dan-Foto-Udara 9. Konvergensi Bukti

Konvergensi bukti adalah teknik interpretasi dengan menggabungkan beberapa unsur interpretasi untuk menemukan objeknya.

(12)

2.3.2 Teknologi Penginderaan Jauh

Sebuah platform Penginderaan Jauh dirancang sesuai dengan beberapa tujuan khusus. Tipe sensor dan kemampuannya, platform, penerima data, pengiriman dan pemrosesan harus dipilih dan dirancang sesuai dengan tujuan tersebut dan beberapa faktor lain seperti biaya, waktu

(http://docs.docstoc.com/orig/3141802/59895253-202c-40d7-b7d6-f20d03ab1337.pdf, 2010 ).

1. Resolusi Sensor

Rancangan dan penempatan sebuah sensor terutama ditentukan oleh karakteristik khusus dari target yang ingin dipelajari dan informasi yang diinginkan dari target tersebut. Setiap aplikasi Penginderaan Jauh mempunyai kebutuhan khusus mengenai luas cakupan area, frekuensi pengukuran dan tipe energi yang akan dideteksi. Oleh karena itu, sebuah sensor harus mampu memberikan resolusi spasial, spectral dan temporal yang sesuai dengan kebutuhan aplikasi.

2. Resolusi Spasial

Menunjukkan level dari detail yang ditangkap oleh sensor. Semakin detail sebuah study semakin tinggi resolusi spasial yang diperlukan. Sebagai ilustrasi, pemetaan penggunaan lahan memerlukan resolusi spasial lebih tinggi daripada sistem pengamatan cuaca berskala besar.

3. Resolusi Spektral

Menunjukkan lebar kisaran dari masing-masing band spektral yang diukur oleh sensor. Sensor dengan kisaran band yang sempit pada bagian merah dibutuhkan untuk mendeteksi kerusakan tanaman

4. Resolusi Temporal

Menunjukkan interval waktu antar pengukuran. Pengukuran setiap beberapa menit diperlukan untuk memonitor perkembangan badai. Produksi tanaman membutuhkan pengukuran setiap musim, sedangkan pemetaan geologi hanya membutuhkan sekali pengukuran.

(13)

2.3.3 Analisis Citra

Analisis citra adalah kegiatan menganalisis citra sehingga menghasilkan informasi untuk menetapkan keputusan.

1. Mengubah Data Menjadi Citra

Data citra satelit dikirim ke stasiun penerima dalam bentuk format digital mentah merupakan sekumpulan data numerik. Unit terkecil dari data digital adalah bit, yaitu angka biner, 0 atau 1. Kumpulan dari data sejumlah 8 bit data adalah sebuah unit data yang disebut byte, dengan nilai dari 0 – 255. Citra digital nilai level energi dituliskan dalam satuan byte. Kumpulan byte ini dengan struktur tertentu bisa dibaca oleh software dan disebut citra digital 8-bit.

2. Karakteristik Citra

Karakter utama dari suatu image (citra) dalam penginderaan jauh adalah adanya rentang panjang gelombang (wavelength band) yang dimilikinya. Beberapa radiasi yang bisa dideteksi dengan sistem penginderaan jarak jauh seperti : radiasi cahaya matahari atau panjang gelombang dari visible dan near sampai middle infrared, panas atau dari distribusi spasial energi panas yang dipantulkan permukaan bumi (thermal), serta refleksi gelombang mikro. Setiap material pada permukaan bumi juga mempunyai reflektansi yang berbeda terhadap cahaya matahari. Material-material tersebut akan mempunyai resolusi yang berbeda pada setiap band panjang gelombang.

a. Pixel

Pixel (picture element) adalah sebuah titik yang merupakan elemen paling kecil pada citra satelit. Angka numerik (1 byte) dari pixel disebut Digital Number (DN). DN bisa ditampilkan dalam warna kelabu, berkisar antara putih dan hitam (gray scale), tergantung level energi yang terdeteksi. Pixel yang disusun dalam order yang benar akan membentuk sebuah citra. Kebanyakan citra satelit yang belum diproses disimpan dalam bentuk gray scale, yang merupakan skala warna dari hitam ke putih dengan derajat keabuan yang bervariasi. Skala yang dipakai untuk pengindraan jauh adalah 256 shade gray scale, dimana nilai 0 menggambarkan hitam, nilai 255 putih. Dua gambar di bawah ini menunjukkan derajat keabuan dan hubungan antara DN dan derajat keabuan yang menyusun

(14)

sebuah citra. Untuk citra multispectral, masing masing pixel mempunyai beberapa DN.

Gambar 2. 12 Hubungan DN dengan Derajat Keabuan

Sumber : http://docs.docstoc.com/orig/3141802/59895253-202c-40d7-b7d6-f20d03ab1337.pdf

Citra multispectral, masing masing pixel mempunyai beberapa DN, sesuai dengan jumlah band yang dimiliki. Sebagai contoh, untuk Landsat 7, masing-masing pixel mempunyai 7 DN dari 7 band yang dimiliki. Citra bisa ditampilkan untuk masing-masing band dalam bentuk hitam dan putih maupun kombinasi 3 band sekaligus, yang disebut color composites. Gambar di bawah ini menunjukkan composite dari beberapa band dari potongan Landat 7 dan pixel yang menyusunnya.

Gambar 2. 13 Composite Warna

(15)

b. Contrast

Contrast adalah perbedaan antara brightness relatif antara sebuah benda dengan sekelilingnya pada citra. Sebuah bentuk tertentu mudah terdeteksi apabila pada sebuah citra contrast antara bentuk tersebut dengan backgroundnya tinggi. Teknik pengolahan citra bisa dipakai untuk mempertajam contrast. Citra, sebagai dataset, bisa dimanipulasi menggunakan algorithm (persamaan matematis).

Manipulasi bisa merupakan pengkoreksian error, pemetaan kembali data terhadap suatu referensi geografi tertentu, ataupun mengekstrak informasi yang tidak langsung terlihat dari data. Data dari dua citra atau lebih pada lokasi yang sama bisa dikombinasikan secara matematis untuk membuat composite dari beberapa dataset. Produk data ini, disebut derived products, bisa dihasilkan dengan beberapa penghitungan matematis atas data numerik mentah (DN).

c. Resolusi

Resolusi dari sebuah citra adalah karakteristik yang menunjukkan level kedetailan yang dimiliki oleh sebuah citra. Resolusi didefinisikan sebagai area dari permukaan bumi yang diwakili oleh sebuah pixel sebagai elemen terkecil dari sebuah citra. Citra satelit pemantau cuaca yang mempunyai resolusi 1 km, masing-masing pixel mewakili rata-rata nilai brightness dari sebuah area berukuran 1x1 km. Bentuk yang lebih kecil dari 1 km susah dikenali melalui image dengan resolusi 1 km. Landsat 7 menghasilkan citra dengan resolusi 30 meter, sehingga jauh lebih banyak detail yang bisa dilihat dibandingkan pada citra satelit dengan resolusi 1 km. Resolusi adalah hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam rangka pemilihan citra yang akan digunakan terutama dalam hal aplikasi, waktu, biaya, ketersediaan citra dan fasilitas komputasi. Gambar berikut menunjukkan perbandingan dari 3 resolusi citra yang berbeda.

(16)

Gambar 2. 14 Resolusi Citra

Sumber : http://docs.docstoc.com/orig/3141802/59895253-202c-40d7-b7d6-f20d03ab1337.pdf Langkah-langkah dalam pengolahan citra :

1. Mengukur kualitas data dengan descriptive statistics atau dengan tampilan citra.

2. Mengkoreksi kesalahan, baik radiometric (atmospheric atau sensor) maupun geometric.

3. Menajamkan citra baik untuk analisa digital maupun visual. 4. Melakukan survei lapangan.

5. Mengambil sifat tertentu dari citra dengan proses klasifikasi dan pengukuran akurasi dari hasil klasifikasi.

6. Memasukkan hasil olahan ke dalam SIG sebagai input data. 7. Menginterpretasikan hasil.

Mengamati citra pada layar adalah proses yang paling efektif dalam mengidentifikasi masalah yang ada pada citra, misalnya tutupan awan, kabut, dan kesalahan sensor. Citra bisa ditampilkan oleh sebuah komputer, baik per satu band dalam hitam dan putih maupun dalam kombinasi tiga band, yang disebut komposit warna. Mata manusia hanya bisa membedakan 16 derajat keabuan dalam sebuah citra, tetapi bisa membedakan berjuta juta warna yang berbeda. Teknik perbaikan/ enhancement citra yang paling sering digunakan adalah memberi warna tertentu kepada nilai DN tertentu (atau kisaran dari DN tertentu) sehingga meningkatkan kontras antara nilai DN tertentu dengan pixel di sekelilingnya pada suatu citra.

(17)

Gambar 2. 15 Citra True Color dari Landsat 7

Sumber : http://docs.docstoc.com/orig/3141802/59895253-202c-40d7-b7d6-f20d03ab1337.pdf

Sebuah citra true color adalah citra dimana warna yang diberikan kepada nilai-nilai DN mewakili kisaran spektral sebenarnya dari warna-warna yang digunakan pada citra. False color adalah teknik dimana warna-warna yang diberikan kepada DN tidak sama dengan kisaran spektral dari warna-warna yang dipilih.

Teknik ini memungkinkan untuk memberi penekanan pada bentuk-bentuk tertentu yang ingin dipelajari menggunakan skema pewarnaan tertentu. Contoh dari false color di bawah ini yang dibuat dengan komposit 432 dari citra Landsat 7, vegetasi muda, yang memantulkan near IR, terlihat merah terang. Kegiatan pertanian yang terkonsentrasi akan mudah dideteksi dengan adanya warna merah terang.

Gambar 2. 16 Citra False Color

Sumber : http://docs.docstoc.com/orig/3141802/59895253-202c-40d7-b7d6-f20d03ab1337.pdf Pembuat plot antara DN dan derajat keabuan untuk setiap pixel, garis yang terbentuk menggambarkan bentuk hubungan antara keduanya. Hubungan linier

(18)

(seperti contoh di bawah ini) menunjukkan bahwa DN dan juga keabuan tersebar merata dalam kisaran nilai 0-255 pada citra.

Gambar 2. 17 Digital Number (DN)

Sumber : http://docs.docstoc.com/orig/3141802/59895253-202c-40d7-b7d6-f20d03ab1337.pdf

Permasalahan dengan hubungan linier seperti ini adalah bahwa nilai DN dari bentuk-bentuk yang ingin kita tonjolkan mungkin terkonsentrasi pada kisaran kecil, sehingga derajat keabuan yang diberikan kepada nilai DN di luar daerah yang ingin kita tonjolkan sebenarnya tidak terpakai. Memperbaiki kontras dari bagian citra yang kita inginkan kita bisa memakai kurva perbaikan yang didefinisikan secara matematis. Kurva ini akan menyebarkan ulang nilai derajat keabuan yang paling sering dipakai sehingga menonjolkan kisaran DN tertentu.

Gambar 2. 18 Kurva Derajat Keabuan

Sumber : http://docs.docstoc.com/orig/3141802/59895253-202c-40d7-b7d6-f20d03ab1337.pdf

Pemakaian kurva untuk menonjolkan bentuk tertentu dan juga pemilihan 3 band dari sebuah citra multispektral untuk dikombinasikan dalam sebuah citra

(19)

komposit memerlukan pengalaman dan ‘trial and error’, karena setiap aplikasi perlu menekankan bentuk yang berbeda dalam sebuah citra. Sebelum sebuah citra bisa dianalisa, biasanya diperlukan beberapa langkah pemrosesan awal. Koreksi radiometric adalah salah satu dari langkah awal ini, dimana efek kesalahan sensor dan faktor lingkungan dihilangkan. Biasanya koreksi ini mengubah nilai DN yang terkena efek atmosferik.

Data tambahan yang dikumpulkan pada waktu yang bersamaan dengan diambilnya citra bisa dipakai sebagai alat kalibrasi dalam melakukan koreksi radiometric. Selain itu koreksi geometric juga sangat penting dalam langkah awal pemrosesan. Metode ini mengkoreksi kesalahan yang disebabkan oleh geometri dari kelengkungan permukaan bumi dan pergerakan satelit. Koreksi geometric adalah proses dimana titik-titik pada citra diletakkan pada titik-titik yang sama pada peta atau citra lain yang sudah dikoreksi. Tujuan dari koreksi geometri adalah untuk meletakkan elemen citra pada posisi planimetric (x dan y) yang seharusnya.

Satu langkah pemrosesan penting yang paling sering dilakukan pada pengolahan citra adalah klasifikasi, dimana sekumpulan pixel dikelompokkan menjadi kelas-kelas berdasarkan karakteristik tertentu dari masing-masing kelas. Terutama untuk proses klasifikasi, survei lapangan sangat diperlukan. Umumnya hasil klasifikasi inilah yang akan menjadi input yang sangat berharga bagi SIG untuk diolah dan diinterpretasi bersama layer-layer data yang lain.

2.4 Segmentasi Citra

Segmentasi citra merupakan bagian dari proses pengolahan citra. Proses segmentasi citra ini lebih banyak merupakan suatu proses pra pengolahan pada sistem pengenalan objek dalam citra. Segmentasi citra (image segmentation) mempunyai arti membagi suatu citra menjadi wilayah-wilayah yang homogen berdasarkan kriteria keserupaan yang tertentu antara tingkat keabuan suatu piksel dengan tingkat keabuan piksel – piksel tetangganya, kemudian hasil dari proses segmentasi ini akan digunakan untuk proses tingkat tinggi lebih lanjut yang dapat dilakukan terhadap suatu citra, misalnya proses klasifikasi citra dan proses

(20)

identifikasi objek. Proses segmentasi citra itu sendiri terdapat beberapa algoritma, diantaranya:algoritma Deteksi Titik, Deteksi Garis, dan Deteksi Sisi ( berdasarkan Operator Robert dan Operator Sobel ).

Gonzalez dan Wintz (1987) menyatakan bahwa segmentasi adalah proses pembagian sebuah citra kedalam sejumlah bagian atau obyek. Segmentasi merupakan suatu bagian yang sangat penting dalam analisis citra secara otomatis, sebab pada prosedur ini obyek yang diinginkan akan disadap untuk proses selanjutnya, misalnya: pada pengenalan pola. Algoritma segmentasi didasarkan pada 2 buah karakteristik nilai derajad kecerahan citra, yaitu:

1. Pendekatan discontinuity

Mempartisi citra bila terdapat perubahan intensitas secara tiba-tiba (edge based).

2. Pendekatan similarity

Mempartisi citra menjadi daerah-daerah yang memiliki kesamaan sifat tertentu (region based), contoh: thresholding, region growing, region splitting and merging

2.5 Curah Hujan

Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, runoff dan infiltrasi. Satuan dari curah hujan adalah adalah mm, inch. Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) millimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu millimeter atau tertampung air sebanyak satu liter. Curah hujan kumulatif (mm) merupakan jumlah hujan yang terkumpul dalam rentang waktu kumulatif tersebut. Rentang waktu dalam periode musim adalah rata-rata panjang musim pada masing-masing Daerah Prakiraan Musim (DPM) (http://bidinagtuns.blogspot.com/2010/11/curah-hujan.html),2011.

(21)

Sifat Hujan merupakan perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu yang ditetapkan (satu periode musim kemarau) dengan jumlah curah hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode 1971- 2000). Sifat hujan dibagi menjadi 3 katagori, yaitu

(http://www.bmkg.go.id/bmkg_pusat/Klimatologi/PrakiraanHujanBulanan.bmkg), 2010 :

1. Diatas Normal (AN) : jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya.

2. Normal (N) : jika nilai curah hujan antara 85%--115% terhadap rata-ratanya. 3. Dibawah Normal (BN) : jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap

rata-ratanya.

Distribusi curah hujan bulanan dapat dibagi menjadi 4 kriteria, yaitu (http://staklimlasiana.blogspot.com/2011/05/pengertian-dalam-buletin-analisis-hujan.html, 2012) : 1. Rendah : 0 – 100 mm 2. Menengah : 101 – 300 mm 3. Tinggi : 301 – 400 mm 4. Sangat Tinggi : > 400 mm

2.6 Satellit TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission)

Satelit TRMM diluncurkan pada Tanggal 27 November 1997 pada jam 6:27 pagi waktu Jepang dan dibawa oleh roket H-II di pusat stasiun peluncuran roket milik JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency) di Tanegashima-Jepang. TRMM membawa 5 buah sensor yaitu PR, TMI, VIRS, CERES (Clouds and the Earth’s Radiant Energy System), dan LIS (Lightning Imaging Sensor). Sensor yang sering digunakan untuk mengambil data hujan hanya dua jenis sensor yaitu PR dan TMI. TRMM disponsori oleh NASA (National Aeronautics and Space Administration) dari USA dan JAXA yang dulu disebut NASDA (National Space Development Agency) dari Jepang dan merupakan satelit pertama yang mengkhususkan diri untuk penelitian tentang hujan. Program TRMM adalah untuk penelitian jangka panjang yang didesain untuk studi tentang tanah, laut,

(22)

udara, es, dan sistem total kehidupan di bumi (Xie et al., 2007). TRMM mampu mengobservasi struktur hujan, jumlah dan distriibusinya di daerah tropis dan sub tropis serta berperan penting untuk mengetahui mekanisme perubahan iklim global dan memonitoring variasi lingkungan.

Gambar di bawah adalah gambar jangkuan dari orbit TRMM. Data yang dihasilkan meliputi 50 LU sampai 50 LS dan 180 BT sampai 180 BB.

Gambar 2. 19 Orbit TRMM

Sumber : http://mbojo.wordpress.com/2010/09/14/data-hujan-dari-trmm-tropical-rainfall-measuring-mission-basic-information/

Gambar 2. 20 Cover data yang dihasilkan oleh TRMM

Sumber : http://mbojo.wordpress.com/2010/09/14/data-hujan-dari-trmm-tropical-rainfall-measuring-mission-basic-information/

Data hujan yang dihasilkan oleh TRMM memiliki tipe dan bentuk yang cukup beragam yang dumulai dari level 1 sampai level 3. Level 1 merupakan data yang masih dalam bentuk raw dan telah dikalibrasi dan dikoreksi geometrik. Level 2 merupakan data yang telah memiliki gambaran paramater geofisik hujan pada resolusi spasial yang sama akan tetapi masih dalam kondisi asli keadaan hujan

(23)

saat satelit tersebut melewati daerah yang direkam, sedangkan level 3 merupakan data yang telah memiliki nilai-nilai hujan, khususnya kondisi hujan bulanan yang merupakan penggabungan dari kondisi hujan dari level 2 (Feidas 2010). Adapun data-data hujan yang dihasilkan adalah seperti tipe hujan, jumlah hujan, rata-rata jumlah hujan pada ketinggian tertentu, dan lain-lainnya. Setiap level dan tipe memiliki kekurangan dan kelebihan, khususnya bila ingin mengetahui lebih dalam keadaan hujan. Sebaiknya menggunakan level 3 untuk mendapatkan data hujan dalam bentuk mili meter (mm). Gambar di bawah merupakan diagram alir algoritma TRMM untuk mendapatkan level dan tipe data tertentu, termasuk input data dan outputnya (http://mbojo.wordpress.com/2010/09/14/data-hujan-dari-trmm-tropical-rainfall-measuring-mission-basic-information/, 2010).

Gambar 2.21 Diagram alir algoritma TRMM

Sumber : http://mbojo.wordpress.com/2010/09/14/data-hujan-dari-trmm-tropical-rainfall-measuring-mission-basic-information/

(24)

2.6.1 Pengolahan Citra Satelit TRMM

Gambar 2. 22 Flowchart Pengolahan Citra Satelit TRMM

Penjelasan mengenai gambar flowchart Pengolahan Citra Satelit TRMM di program ENVI:

1. Pilih citra satelit yang akan digunakan (misalnya citra bulan januari).

2. Masukkan nilai header sesuai dengan daerah pada citra yang ingin dianalisa. Dalam hal ini sudah ditentukan nilai sebagai berikut:

(25)

3. Kemudian pilih rotate/flip dengan nilai seperti berikut:

Gambar. 2.24 Input nilai rotate/flip

4. Pada proses koreksi geometrik, masukkan nilai berikut:

(26)

5. Pada proses resize data ada 2 pilihan, yaitu:

 Spatial Subset berguna untuk memotong citra yang akan digunakan.

Gambar. 2.26 Input nilai spatial subset

 Spectral Subset berguna untuk memilih band mana yang akan dipergunakan. Band yang digunakan yaitu band 4 karena band tersebut menunjukkan curah hujan bulanan.

(27)

Hasil dari Resize Data Parameters setelah memotong citra dan memilih band mana yang digunakan.

Gambar. 2.28 Hasil dari resize data parameters

6. Pada proses color mapping, digunakan ENVI Color Tables: Rainbow + Black.

(28)

7. Pada proses simpan, citra satelit TRMM yang sudah diolah ini disimpan dalam format TIFF/Geo TIFF seperti berikut:

Gambar. 2.30 Proses menyimpan dalam format TIFF/Geo TIFF

Proses berikutnya menyimpan file dalam bentuk file ASCII ini berfungsi agar data curah hujan yang pada citra tersebut tidak hilang.

Gambar. 2.31 Proses menyimpan dalam format ASCII

File ini yang akan digunakan dalam proses selanjutnya, yaitu proses segmentasi dan penghitungan nilai curah hujan di Program VB.

(29)

2.7 Fuzzy C-means Clustering

Fuzzy C-means Clustering (FCM), atau dikenal juga sebagai Fuzzy ISODATA, merupakan salah satu metode clustering yang merupakan bagian dari metode Hard K-Means. FCM menggunakan model pengelompokan fuzzy sehingga data dapat menjadi anggota dari semua kelas atau cluster terbentuk dengan derajat atau tingkat keanggotaan yang berbeda antara 0 hingga 1. Aturan fuzzy menyatakan bahwa jumlah nilai keanggotaan dari sebuah piksel untuk semua cluster harus 1. Semakin tinggi nilai keanggotaan, semakin besar kemungkinan bahwa piksel adalah milik cluster itu.

Tingkat keberadaan data dalam suatu kelas atau cluster ditentukan oleh derajat keanggotaannya. Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Jim Bezdek pada tahun 1981. Konsep dasar FCM, pertama kali adalah menentukan pusat cluster yang akan menandai lokasi ratarata untuk tiap-tiap cluster. Kondisi awal, pusat cluster ini masih belum akurat. Tiap-tiap data memiliki derajat keanggotaan untuk tiap-tiap cluster, dengan cara memperbaiki pusat cluster dan nilai keanggotaan tiap-tiap data secara berulang, maka dapat dilihat bahwa pusat cluster akan menujui lokasi yang tepat. Perulangan ini didasarkan pada minimasi fungsi obyektif (Gelley, 2000).

Fungsi obyektif yang digunakan FCM ditunjukkan oleh persamaan (1) (Ross, 2005) :

dengan w є [1,∞] ,

(30)

dan V adalah matriks pusat cluster :

Nilai Jw terkecil adalah yang terbaik, sehingga:

Algoritma FCM secara lengkap diberikan sebagai berikut (Zimmerman, 1991); (Yan, 1994); (Ross, 2005):

1. Tentukan:

1.1. Matriks X berukuran n x m

1.2. Jumlah cluster yang akan dibentuk (C ≥ 2) 1.3. Pangkat (pembobot w > 1 )

1.4. Maksimum iterasi

1.5. Kriteria penghentian ( ε = nilai positif yang sangat kecil)

2. Bentuk matriks partisi awal U (derajat keanggotaan dalam cluster); partisi awal biasanya dibuat secara acak.

(31)

4. Perbaiki derajat keanggotaan setiap data pada setiap cluster (perbaiki matriks partisi)

dengan:

5. Tentukan kriteria penghentian iterasi, yaitu perubahan matriks partisi pada iterasi sekarang dan iterasi sebelumnya Apabila Δ< ε maka iterasi dihentikan.

2.8 RMSE atau RMSD

Root Mean Square Deviation (RMSD) atau Root Mean Square Error (RMSE) biasanya digunakan untuk mengukur perbedaan antara nilai yang diprediksi oleh model (penduga) dan nilai sebenarnya yang diobservasi.

Rumus mean bias error (MBE) dan root mean square error (RMSE) adalah sebagai berikut (Feidas, 2010):

𝛭𝛣𝛦 = 1 𝑛 ∑ (𝑆𝑖 − 𝐺𝑖) 𝑛 𝑖=1 𝑅𝑀𝑆𝐸 =√( 1 𝑛 ∑(𝑆𝑖− 𝐵𝑖𝑎𝑠 − 𝐺𝑖)2 𝑛 𝑖=1 )

Untuk mencari %RMSD, rumusnya adalah:

%𝑅𝑀𝑆𝐸 = 𝑅𝑀𝑆𝐸 ∗ 100 ∗ 𝑛 ∑𝑛𝑖=1𝐺𝑖

(32)

Contoh:

Misalkan Si adalah data pengolahan satelit dan Gi adalah data perhitungan di

lapangan.

Menghitung nilai RMSD dan %RMSD: Tabel 2. 1 Contoh Perhitungan RMSD dan %RMSD

Penjelasan Tabel:

Menghitung RMSD:

 Langkah 1: Untuk setiap data (no 1 sampai no 5), hitung (Si - Gi). Simpan

hasilnya di kolom “hasil 1”.

 Langkah 2: Jumlahkan semua data di kolom “hasil 1”. Simpan hasilnya di kolom “hasil 2”.

 Langkah 3: Nilai di kolom “hasil 2” dibagi dengan jumlah data yang ada. Simpan hasilnya di kolom “hasil 3”. Ini adalah nilai MBE.

 Langkah 4: Untuk setiap data (no 1 sampai no 5), hitung (Si – MBE - Gi).

Simpan hasilnya di kolom “hasil 4”.

 Langkah 5: Kuadratkan semua nilai yang ada di kolom “hasil 4”. Simpan hasilnya di kolom “hasil 5”.

 Langkah 6: Jumlahkan semua data yang ada di kolom “hasil 5”. Simpan hasilnya di kolom “hasil 6”.

Si Gi hasil 1 (Si - Gi) hasil 4 (Si - MBE - Gi) hasil 5 (hasil 4 kuadrat)

591.33 403 188.33 -402.91 162339.69 985.56 253 732.56 141.32 19970.21 985.56 15 970.56 379.32 143880.63 788.44 185 603.44 12.20 148.74 591.33 130 461.33 -129.91 16877.65 n = 5

hasil 2 (SUM hasil 1) = 2956.22 hasil 6 (SUM hasil 5) = 343216.92

hasil 7 (hasil 6 / n) = 68643.38

hasil 3 (hasil 2 / n) = 591.24 hasil 8 (akar hasil 7) = 262.00

MBE = 591.24 RMSE = 262.00

hasil 9(SUM Gi) = 986.00 hasil 10 = 132.86 %RMSE = 132.86

(33)

 Langkah 7: Nilai di kolom hasil “6” dibagi dengan jumlah data yang ada. Simpan hasilnya di kolom “hasil 7”.

 Langkah 8: Akarkuadratkan nilai yang ada di kolom “hasil 7”. Simpan hasilnya di kolom “hasil 8”. Ini adalah nilai RMSE.

Menghitung %RMSD:

 Langkah 9: Jumlahkan semua data yang ada di kolom Gi. Simpan hasilnya di kolom “hasil 9”

 Langkah 10: Hitung nilai %RMSD dengan rumus yang sudah diberikan di atas.

2.9 Visual Basic 2008

Visual Basic berasal dari singkatan BASIC (Beginner’s All-purpose Symbolic Instruction Code) yang dibuat oleh Profesor lhon Kemeny dan Thomas Kurtz dari Darmont pada pcrtengahan tahun 1960. Perintah-perintah bahasa program yang digunakan adalah bahasa lnggris, dengan tujuan dapat mcmpermudah programmer yang menggunakan bahasa pemrograman ini (Hendrayudi, 2009).

Bahasa pemrograman BASIC dikembangkan dengan berbagai bentuk, diantaranya adalah Microsoft QBASIC, QUICKBASIC, GWBASIC, IBM BASICA, dan Apple BASIC. Apple BASIC dikembangkan oleh Steve Wozniak, seorang karyawan Hewlett-Packard yang pada akhirnya pada bulan April 1976 secara resmi membentuk perusahaan Apple Computer.

Kemudahan menggunakan bahasa pemrograman BASIC akhirnya mendorong Microsoft untuk mengembangkan bahasa BASIC dengan GUI-BASED. Graphical User Interface membuat pengguna bahasa Basic semakin senang dengan komponen yang disediakan oleh pembuatnya, mereka merasakan kemudahan dalam menggunakan dan membuat program dengan bahasa yang berbasis visual.

Sejak itu bahasa pemrograman Visual Basic berkembang dengan berbagai versi, dan sampai pada akhimya muncul bahasa pemrograman Visual Basic 2008 atau Visual Basic 9. Visual Basic 2008 adalah salah satu kelompok bahasa

(34)

pemrograman yang dibuat oleh Microsoft dan tergabung dalam satu paket bahasa pemrograman Microsoft Visual Studio 2008.

Paket pemrograman tersebut terdiri dari Microsoft Visual C# 2008, Microsoft Visual Basic 2008, Microsoft C++ 2008, dan Microsoft Web Developer 2008.

2.10 Flowchart (Bagan Alir)

Flowchart program adaiah suatu bagan yang menggambarkan atau mempresentasikan suatu algoritma atau prosedur untuk menyelesaikan masalah (Sismoro, 2005).

2.10.1 Jenis Flowchart

Flowchart terbagi menjadi dua, yaitu flowchart system dan flowchart program.

2.10.1.1 Flowchart System

Flowchart system yaitu bagan yang menggambarkan suatu prosedur dan proses suatu file dalam suatu media menjadi file dalam media yang lain dalam suatu sistem data. Simbol:

Gambar 2. 32 Simbol Flowchart System

(35)

Gambar 2.33 Contoh Flowchart System

Sumber: (Sismoro, 2005)

2.10.1.2 Flowchart Program

Flowchart program yaitu bagan yang menggambarkan urutan logika dari suatu prosedur pemecahan masalah. Simbol yang digunakan:

: (terminal symbol), menunjukkan awal dan akhir dari program

: (preparation symbol), memberikan nilai awal pada suatu variabel atau counter

: (processing symbol), menunjukkan pengolahan aritmatika dan pemindahan data

: (input/output symbol), menunjukkan proses input atau output

: (decision symbol), mewakili operasi perbandingan logika

: (predefined process symbol), proses yang ditulis sebagai subprogram, yaitu prosedur/fungsi

: (connector symbol), penghubung pada halaman yang sama

: (off page connector symbol), penghubung pada halaman yang berbeda

(36)

2.10.2 Struktur dasar Algoritma

Algoritma berisi langkah-langkah penyelesaian suatu masalah. Langkah-langkah tersebut bisa berupa urutan aksi (kejadian/tindakan), pemilihan aksi, dan pengulangan aksi. Berikut adalah tiga struktur dasar algoritma, yaitu (Sismoro, 2005) :

2.10.2.1 Sequence Structure (Struktur Runtunan)

Struktur runtunan adaiah struktur dasar algoritma di mana instruksi akan dieksekusi secara berurutan. Digunakan untuk program yang instruksinya sequential/ berurutan.

Gambar 2. 34 Flowchart Sequence Structure

Sumber: (Sismoro, 2005)

2.10.2.2 Selection Structure (Struktur Percabangan)

Struktur percabangan adaiah struktur dasar algoritma di mana instruksi/pernyataan akan dieksekusi apabila memenuhi atau tidak memenuhi suatu kondisi, yang digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. 35 Flowchart Selection Structure

Sumber: (Sismoro, 2005)

2.10.2.3 Repetition Structure (Slruklur Perulangan)

Struktur perulangan adalah struklur dasar algorilma di mana instruksi akan dieksekusi secara berulang-ulang apabila memenuhi atau tidak memenuhi suatu kondisi, yang digambarkan sebagai berikut:

(37)

Gambar 2. 36 Flowchart Repetition Structure

Sumber: (Sismoro, 2005)

2.10.3 Diagram Konteks

Diagram konteks (context diagram) adalah diagram tingkat atas, merupakan diagram dari sebuah sistem yang menggambarkan aliran data yang masuk dan keluar dari sistem dan yang masuk dan keluar dari entitas luar.

Hal yang harus diperhatikan:

1. Memberikan gambaran tentang seluruh sistem.

2. Terminal yang memberikan masukan ke sistem disebut Source. 3. Terminal yang menerima keluaran disebut sink.

4. Hanya ada satu proses. 5. Tidak boleh ada data store.

2.11 ERD (Entity Relationship Diagram)

Bentuk ERD ini diagram yang dibuat akan mengilustrasikan komponen-komponen data. Sebagai contoh. elemen mahasiswa akan digambarkan bersama atribut yang melekat pada elemen mahasiswa tersebut, seperti NIM, Nama, alamat, dan lain sebagainya. Dengan ERD ini kita dapat membuat sebuah relational condition/hubungan antar-elemen di mana pada tahap selanjutnya dapat dimplementasikan ke dalam bentuk tabel relasi. Memodelkan sebuah sistem ke dalam bentuk ERD, kita perlu melakukan langkah langkah berikut (Karuniawan, 2001):

(38)

2.11.1 Mengumpulkan Semua Entitas Data dari Sistem yang Diteliti.

Proses ini semua variabel masukan didaftar, yaitu semua elemen data yang terdapat dalam sistem.

Daftar entitas di atas, analis diharapkan mampu menganalisisnya untuk kemudian menentukan daftar kejadian dalam ruang lingkup sistem inrormasi yang akan kita buat (Event List).

Tahapan selanjutnya kita akan mencoba menyaring entitas-entitas mana saja yang berpengaruh/digunakan di dalam sistem. Biasanya kita menyaring entitas yang ada dari daftar event list yang kita buat, yaitu dengan menentukan entitas tertentu yang dijadikan variable masukan dalam sistem.

2.11.2 Menentukan Entitas-Entitas yang Berpengaruh.

Sebagaimana telah kita bahas sebelumnya, hanya entitas tertentu saja yang terlibat pada proses suatu sistem dalam daftar event list yang telah kita buat sebelumnya. Akan lebih baik jika kita memasukkan entitas seminimal mungkin agar pengguna tidak merasa terbebani oleh kewajiban-kewajiban yang harus ia lakukan ketika mengakses sebuah system pemasukan data. Hal ini tergantung pada struktur algoritma yang dapat dirancang oleh seorang analis.

2.11.3 Menentukan Relasi Antar Entitas.

Penentuan relasi antar-entitas yang terkait mempunyai tujuan agar sebuah entitas yang menjadi penghubung antara dua atau lebih entitas terkait dapat dijadikan sebagai sebuah indeks pendefinisian atau pencarian data. Ada bermacam hubungan antar-entitas, yaitu sebagai berikut:

2.11.3.1 One to One (Satu ke Satu)

Sebuah bentuk relasi antara suatu entitas dengan jumlah 1 ke entitas lain dengan jumlah yang sama. Contoh, relasi antara entitas kota dengan entitas wali kota. Sebagai sebuah analisa, entitas kota dengan entitas wali kota terhubung oleh relasi “dipimpin oleh”, yaitu sebuah kota hanya dipimpin oleh satu orang wali kota. Relasi seperti ini dinamakan relasi satu ke satu.

(39)

Gambar 2. 37 One to One

2.11.3.2 One to Many (Satu ke Banyak)

Merupakan bentuk relasi dari suatu entitas dengan jumlah satu ke entitas lain dengan banyak alternatif tujuan (entitas dengan jumlah lebih dari satu). Sebagai contoh pada kasus "Kota memiliki data satelit”. Relasi seperti ini kita namakan satu ke banyak.

Gambar 2. 38 One to Many

2.11.3.3 Many to One (Banyak ke Satu)

Relasi ini mendefinisikan hubungan antara entitas dengan jumlah lebih dari satu menuju sebuah entitas dengan jumlah tunggal. Sebagai contoh, hubung- an antara entitas kota dengan entitas propinsi yang dihubungkan dengan relasi “bagian dari”. Beberapa kota (dengan jumlah banyak) dapat menjadi bagian dari sebuah propinsi yang sama. Relasi ini kita namakan relasi dari banyak ke satu.

1 1 Kota Memiliki Data satelit Memiliki 1 1 Kota Dipimpin oleh Wali Kota

(40)

Gambar 2. 39 Many to One

2.11.3.4 Many to Many (Banyak ke Banyak)

Relasi ini mendeskripsikan permasalahan yang agak kompleks, yaitu hubungan antara entitas dengan jumlah yang tidak tunggal menuju ke suatu entitas yang mempunyai anggota jamak. Sebuah kasus didefinisikan hubungan antara kota dengan jalan yang direlasikan dengan “mempunyai”, di mana kota dengan jumlah yang tidak tunggal dapat mempunyai sejumlah jalan yang lebih dari satu jenis. Maka relasi semacam ini dapat kita definisikan sebagai relasi dari banyak ke banyak.

Gambar 2. 40 Many to Many

1 1 Kota Bagian dari Propinsi 1 1 Kota Memiliki Jalan

Gambar

Gambar 2. 1 llustrasi Sistem lnformasi Geografis
Gambar 2. 2 Komponen Dasar Penginderaan Jauh
Gambar 2. 3 Contoh Foto Pankromatik
Gambar 2. 4 Contoh Penggunaan Lahan Untuk Industri
+7

Referensi

Dokumen terkait

pada fatwa DSN-MUI dapat dianalisis dari dua sudut pandang, yaitu; Pertama, sepuluh kaidah fikih dengan jumlah terbanyak adalah kaidah “Pada dasarnya segala

Peserta yang tidak berhasil start engine setelah 60 detik, peserta tersebut harus mundur dari heat tersebut dan diberi kesempatan satu kali untuk mengikuti heat

(2006), “Analisis faktor psikologis konsumen yang mempengaruhi keputusan pembelian roti merek Citarasa di Surabaya”, skripsi S1 di jurusan Manajemen Perhotelan, Universitas

Program bantuan pemagangan siswa MA di Dunia Usaha/Dunia Industri (DU/DI) tahun anggaran 2011 merupakan kelanjutan dari program bantuan serupa yang telah mulai dilaksanakan pada

(Hilman, 1995) Dalam penelitian ini yang menjadi data primer adalah data yang diperoleh dari hasil interview (wawancara) dan pengamatan (observasi) dengan subyek penelitian

Sebagian ulama menjabarkan penafsiran ini secara lebih jelas: &#34;Barangsiapa yang menikahi wanita pezina yang belum bertaubat, maka ia telah meridhai perbuatan zina. Dan orang

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Citra (2011) menunjukkan bahwa sikap siswa sebelum dan sesudah penyuluhan baik dengan metode ceramah terdapat perbedaaan rerata nilai

Teknik image enhancement digunakan untuk meningkatkan kualitas suatu citra digital, baik dalam tujuan untuk menonjolkan suatu ciri tertentu dalam citra tersebut