• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN BIOEKOLOGI FAMILI ARDEIDAE DI WONOREJO, SURABAYA. Anindyah Tri A, Indah Trisnawati D.T, Aunurohim

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN BIOEKOLOGI FAMILI ARDEIDAE DI WONOREJO, SURABAYA. Anindyah Tri A, Indah Trisnawati D.T, Aunurohim"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN BIOEKOLOGI FAMILI ARDEIDAE DI WONOREJO, SURABAYA Anindyah Tri A , Indah Trisnawati D.T, Aunurohim

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Abstrak

Wonorejo, Surabaya merupakan salah satu area lahan basah yang dimanfaatkan oleh burung air terutama famili Ardeidae. Dari 24 spesies famili Ardeidae yang terdapat di Indonesia, 12 diantaranya tercatat ditemukan di Wonorejo. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bioekologi famili Ardeidae di Wonorejo berdasarkan keanekaragaman jenis famili Ardeidae, dan persebaran lokasi mencari makan pada beberapa tipe lahan basah di Wonorejo yaitu sempadan pantai, sempadan sungai dan area pertambakan. Metode pengambilan data yang digunakan adalah metode titik hitung dengan lima titik pengambilan sampel yang dilakukan pada pagi dan sore hari. Analisa data menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan metode ordinasi PCA (Distribusi burung terhadap titk pengamatan) dengan software CANOCO for Windows 4.5. Berdasarkan hasil analisa didapatkan 11 spesies dari famili Ardeidae ditemukan di Wonorejo dengan nilai kelimpahan individu tertinggi pada spesies Ardeola speciosa dan Egretta garzetta sedangkan persebaran lokasi mencari makan terbesar terdapat pada area pertambakan. Famili Ardeidae memanfaatkan Wonorejo sebagai tempat beristirahat (bertengger), bersarang dan mencari makan.

Kata Kunci : Famili Ardeidae, Keanekaragaman, Persebaran, Wonorejo

Abstract

Wonorejo, Surabaya is one of wetlands area used by waterbird especially family Ardeidae. From 24 species family Ardeidae recorded in Indonesia, 12 of them had been found in Wonorejo. This study aims to assess bioecology family Ardeidae in Wonorejo based on species diversity, and distribution of foraging sites in some types of wetlands in Wonorejo that is beaches border, rivers border areas and fishpond area. Methods of data collection used was the point count method with a five point sampling conducted in the morning and afternoon. Analysis of data using quantitative descriptive method and PCA ordination method (distribution of birds on observations point) with the software CANOCO for Windows 4.5. Based on the analysis results obtained 11 species of family Ardeidae found in Wonorejo with the highest abundance of individual species are Ardeola speciosa and Egretta garzetta, while the largest spread of foraging sites contained in the fishpond area. Family Ardeidae use Wonorejo as a resting place (roost), nesting and foraging.

(2)

I. PENDAHULUAN

Burung merupakan satwa liar yang hidup di alam dan mempunyai peranan penting dalam menjaga kelestarian lingkungan contohnya sebagai pengontrol hama, pemencar biji dan sebagai polinator (Ferianita, 2007). Lingkungan yang dianggap sesuai sebagai habitat bagi burung akan menyediakan makanan, tempat berlindung maupun tempat berbiak yang sesuai bagi burung (McKilligan, 2005). Setiap jenis burung mempunyai cara tersendiri untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, penyesuaian yang dilakukan dapat berupa perubahan perilaku maupun pergerakan untuk menghindar (Ferianita, 2007). Burung memiliki persebaran merata secara vertikal maupun horizontal. Persebaran dan keanekaragaman burung pada setiap wilayah berbeda, hal tersebut dipengaruhi oleh luasan habitat, struktur vegetasi, serta tingkat kualitas habitat di masing-masing wilayah (Ferianita, 2007). Burung dapat digunakan sebagai indikator perubahan ekosistem pada suatu lingkungan hal ini dikarenakan burung adalah satwa dengan mobilisasi tinggi dan dinamis sehingga dapat dengan cepat merespon perubahan yang terjadi di lingkungan (Weller, 2004).

Menurut Howes (2003) dan McKinnon (1998) burung dibedakan menjadi beberapa kategori sesuai dengan fungsi dan peranannya masing-masing. Berdasarkan habitatnya dikategori-kan menjadi burung air dan burung non-air. Menurut Elfidasari (2005) burung air merupakan jenis burung yang seluruh maupun sebagian aktifitas hidupnya berkaitan dengan daerah perairan atau lahan basah sedangkan burung non-air merupakan jenis burung yang aktifitas hidupnya berada di daratan seperti terrestrial (tanah) dan arboreal (pohon). Famili burung air yang terdapat di Indonesia sekitar 12 famili dan salah satu familli yang memiliki jumlah jenis yang cukup banyak adalah Ardeidae (McKinnon, 1998).

Ardeidae merupakan jenis burung air tipe perancah (Howes, 2003). Ardeidae memiliki persebaran hampir merata di seluruh

wilayah Indonesia seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Bali (McKinnon, 1998). Salah satu pesona famili ini yaitu memiliki bulu yang indah terutama ketika sedang memasuki musim kawin (breeding). Dari dua puluh empat spesies famili Adeidae yang terdapat di Indonesia setengah diantaranya merupakan burung yang dilindungi menurut Undang-Undang No.5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa (Noerdjito, 2001). Selain itu beberapa jenis dari famili ini juga mempunyai status keterancaman yang mengacu pada Red List IUCN 2007 (Sukmantoro, 2007). Perburuan terhadap famili ini kian marak terutama untuk jenis egrets yang bulunya dimanfaatkan sebagai aksesoris topi ataupun gaun malam sehingga mengakibatkan adanya penurunan jumlah individu untuk jenis ini (McKilligan, 2005). Hal tersebut di dukung oleh data dari Wetland Indonesian Programme melalui program sensus burung air yang dilakukan setiap setahun sekali yang biasanya dilakukan pada awal tahun atau pada bulan migrasi, kegiatan ini biasa disebut dengan Asean Waterbird Census (AWC) (Wetland Indonesia, 2011).

Wonorejo merupakan salah satu daerah lahan basah yang terdapat di daerah pantai timur surabaya dengan luas daerah sekitar 50 hektar dan terdiri dari areal pertambakan dan kawasan mangrove sekunder yang dipengaruhi pasang surut sehingga menyediakan mudflat yang luas untuk tempat mencari makan bagi burung (Lukman, 2010). Sejak 15 Mei 2009 kawasan Wonorejo menjadi kawasan Ekowisata hal ini diprakarsai oleh Camat Rungkut, Lurah Wonorejo beserta FKPM (Forum Perkumpulan Petani Mangrove) Nirwana Eksekutif dengan no.surat: 556/157/436.11.15.5/2009 dan dikukuhkan oleh Walikota Surabaya (Anonim,2009). Pengembangan ini dimaksudkan agar daerah Wonorejo lebih dikenal oleh masyarakat umum karena

(3)

menyimpan potensi-potensi keanekaraman hayati (Anonim,2009).

Salah satu konsep yang marak diperbicangkan mengenai hubungan antara suatu organisme dengan lingkungan adalah bioekologi. Konsep bioekologi tidak hanya mengenai hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan tetapi juga menjelaskan bagaimana konsep ekologi dapat menjadi suatu kesatuan hidup. Hal ini ditandai dengan adanya interaksi yang terjadi antara sesama makhluk hidup ataupun makhluk hidup dengan lingkungan. Konsep bioekologi meliputi banyak hal diantaranya pengenalan jenis yang diamati, proses perilaku sehari-hari seperti makan, berbiak, istirahat dan perilaku umum lainnya, penggunaan habitat yang sesuai untuk melakukan seluruh maupun sebagian aktifitas hidup serta peranan spesies tersebut dalam suatu wilyah, selain itu adanya interaksi baik intraspesifik maupun interspesifik juga merupakan bentuk bioekologi suatu organisme. Hal yang paling mendasar untuk konsep bioekologi adalah bagaimana proses suatu organisme mampu menyesuaikan diri terhadap habitat yang didiaminya. Hal pertama yang menandai bahwa suatu organisme bertahan pada suatu wilayah habitat adalah ketersediaan pakan yang cukup yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan aktifitas hidup dan adanya ketersediaan ruang untuk membuat sarang yang dapat digunakan sebagai tempat beristirahat.

Dalam penelitian ini daerah wonorejo dipilih sebagai habitat burung terutama famili Ardeidae yang mendiami menurut Widhi (2008) sekitar 12 spesies family Ardeidae pernah ditemukan didaerah tersebut. Jumlah spesies famili Ardeidae di Wonorejo cukup melimpah dan hampir merata di setiap lokasi. Widhi (2008) mengemukakan dalam bukunya bahwa Wonorejo memiliki 147 spesies. Wonorejo juga merupakan salah satu daerah IBA (Important Bird Area) yang ditetapkan oleh Birdlife Indonesia dengan kriteria A4iii yang artinya merupakan daerah tempat persinggahan sementara untuk mencari makan

bagi burung yang melakukan migrasi, status ini ditetapkan pada tahun 2004 karena hampir setiap tahunnya daerah Wonorejo disinggahi lebih dari 10.000 pasang burung, terutama jenis burung air (birdlife Indonesia, 2011). Di Wonorejo famili Ardeidae memanfaatkan daerah mudflat, pertambakan dan sungai sebagai tempat mencari makan (foraging) dan vegetasi mangrove untuk bertengger dan bersarang.

II. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini bertempat di Wonorejo, Surabaya. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan, dengan pengambilan data dilakukan setiap hari pada setiap titik yang berbeda. Pengambilan data dilaksanakan pada pagi hari (08.00-11.00 WIB) dan sore hari (14.00-17.00 WIB) (Cain, 2004).

Gambar 1. Lokasi Penelitian Keterangan :

1 Sempadan sungai dengan vegetasi 2 Sempadan sungai tanpa vegetasi 3 Area pertambakan tidak aktif 4 Area pertambakan tidak aktif 5 Sempadan pantai

(4)

Alat dan Bahan

Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teropong (binocular) Nikon Oceanpro 7x50 CF WP, camera digital, buku catatan lapangan, alat tulis dan field guide buku panduan lapangan burung-burung di Kawasan Sumatra, Jawa, Kalimantan dan Bali termasuk Sabah dan Serawak (Mackinnon, 1997) dan buku panduan lapangan burung-burung di kawasan Wallace Papua (Coates, 2000). Sedangkan untuk checklist taksonomi menggunakan buku Daftar Burung Indonesia No.2 (Sukmantoro, 2007). Sedangkan untuk perilaku mencari makan menggunakan buku Herons, Egrets and Bitterns Their Biology and Conservation in Australia (McKilligan, 2005).

Prosedur Kerja Tahap Persiapan

Sebelum pengambilan data, terlebih dahulu melakukan berbagai persiapan diantaranya observasi lapangan untuk menentukan titik pengambilan data, observasi lapangan untuk penggunaan habitat untuk tempat mencari makan dan aktivitas lain serta dan persiapan peralatan.

Tahap Pengambilan Data

Pengambilan Data Keanekaragaman Burung Pengambilan data burung dilakukan dengan metode titik hitung (point count) dengan radius pengamatan yang disesuaikan dengan lokasi penelitian, semakin kecil radius pengamatan maka akan semakin memperkecil bias (Bibby, 1992). Radius pengamatan yang diambil adalah 25 m, dengan jarak antar titik kurang lebih 350 meter. Durasi pengamatan tiap titik tiga jam. Pada setiap titik dilakukan pengulangan sebanyak 5 kali pada titik dan waktu yang sama. Data pengamatan burung yang diambil merupakan data keseluruhan jenis burung yang ditemukan di setiap titik. Berikut ilustrasi metode point count .

Gambar 2 Metode Titik Hitung (Point Count)

Sumber : Modifikasi dari Bibby (1992) Pengambilan Data Persebaran Tempat Mencari Makan (foraging site)

Aktifitas mencari makan dipilih sebagai kajian awal bioekologi karena makan merupakan suatu kebutuhan pokok yang dilakukan setiap organisme, dengan memakan makanan organisme akan mendapatkan sumber energi yang nantinya akan digunakan untuk melakukan aktifitas kehidupan lainnya seperti bersarang, menarik pasangan, berkembang biak dan aktifitas harian lain. Selain itu, makan tidak tergantung pada musim ataupun cuaca tertentu selama pada daerah tersebut masih terdapat sumber pakan yang cukup bagi organism tersebut. Persebaran tempat mencari makan didasarkan pada area yang digunakan dalam mencari makan yaitu daerah lahan basah. Di Wonorejo daerah lahan basah dimanfaatkan untuk lokasi mencari makan adalah areal pertambakan (pertambakan ikan dan udang) aktif dan tidak aktif, sempadan sungai tanpa vegetasi, sempadan sungai dengan vegetasi dan sempadan pantai. Metode yang digunakan mengikuti metode point count dengan modifikasi jelajah yaitu dengan menjelajahi daerah yang sudah ditentukan.

Terdapat dua data yang digunakan dalam menentukan data persebaran tempat mencari makan yaitu data aktifitas perilaku mencari makan dari masing-masing spesies serta data jumlah individu spesies yang melakukan perilaku mencari makan (foraging behavior) (McKilligan, 2005). Perilaku mencari makan famili Ardeidae menurut Kushlan (1976) dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu : menunggu atau mengejar makanan (stand or stalk feeding), mengangu dan

350

25 25 350 25

(5)

mengejar (disturb and chase) dan dari udara atau terbang kemudian menyelam untuk menangkap mangsa (aerial and deep water feeding). kategori ini masih dapat dikelompokkan menjadi beberapa perilaku spesifik.

Analisa Data

Analisa Data Deskriptif Kuantitatif

Analisa data deskriptif kuantitatif didapat dari data tabel dengan menjabarkan jenis spesies burung yang ditemukan beserta jumlahnya burung dan selanjutnya akan dianalisa peranan, kelimpahan dan preferensi habitat untuk keanekaragaman yang kemudian dikaitkan dengan deskripsi lokasi titik pengambilan sampel. Sedangkan untuk persebaran tempat mencari makan akan dianalisa dengan menggunakan metode ordinasi CANOCO yang selanjutnya akan dibandingkan dengan literature dan dikaitkan antara persebaran spesies dengan titik lokasi pengambilan sampel.

Analisa data dengan Metode Ordinasi

Analisa metode ordinasi dengan menggunakan program CANOCO for Windows 4.5. hasil data yang telah dibuat dalam bentuk excel di export dalam format canoco dengan menggunakan WCanoimp. Metode ordinasi yang digunakan adalah DCA (Detrended Correspondence Analysis), data yang muncul kemudian dilihat nilai lenght of gradient yang digunakan sebagai nilai untuk memodelkan data ke tahap selanjutnya untuk mengetahui persebarannya. Jika nilai leght of gradient < 3 maka model yang digunakan dalam bentuk metode linier PCA (Principal Component Analysis) dan jika nilai leght of gradient > 4 maka model yang digunakan dalam bentuk unimodel CA (Correspondence Analysis). Setelah ditemukan nilai dari model kemudian di running untuk melihat hasil dalam bentuk grafik dengan menggunakan CanoDraw (Leps, 2003).

III. HASIL DAN DISKUSI

Burung air merupakan jenis burung yang seluruh aktifitas hidupnya berkaitan dengan daerah perairan atau lahan basah (Elfidasari, 2005). Menurut Konvensi Ramsar (1971), Howes (2003), McKinnon (1998) yang dimaksud dengan burung air (water fowl), yaitu jenis burung yang secara ekologis keberadaannya bergantung pada lahan basah (wetland), dengan ciri-ciri memiliki paruh yang termodifikasi dan disesuaikan dengan lokasi habitat yaitu paruh panjang dan tebal untuk memakan ikan dan invertebrata air yang terdapat di permukaan air dan bentuk paruh yang panjang dan tipis dapat melengkung ke bawah atau lurus yang digunakan untuk mengambil makanan yang letaknya di dalam substrat. Selain itu, bentuk kaki yang disesuaikan dengan lokasi habitat yaitu memiliki selaput tipis di sela-sela jari baik secara penuh maupun sepertiganya saja, selaput ini dapat membantu ketika burung tersebut berjalan di daerah yang terdapat genangan airnya.

Berdasarkan hasil pengamatan di lima lokasi yang ditentukan seperti disebutkan diatas, total famili burung yang diperoleh sebanyak 30 famili yang terdiri dari 12 famili burung air dan 18 famili burung non-air, dengan jumlah burung air 433 individu dan burung non-air 305 individu. Hasil ini menunjukkan adanya perbedaan jumlah famili dengan hasil pengamatan sebelumnya yaitu data Widhi (2008) dan Desmawati (2011) (Lampiran 1). Perbedaan ini mungkin dikarenakan adanya perbedaan lokasi pengamatan antara tahun 2008-2012. Perbedaan ini diduga karena adanya konversi lahan yang terjadi di Wonorejo. Konversi lahan ini dapat mengakibatkan perubahan fungsi lahan misalnya areal pertambakan yang luas, mudflat yang besar, atau rawa dan hutan mangrove yang semula dimanfaatkan sebagai tempat mencari makan, istirahat, dan tempat bersarang yang bernilai secara ekologis berubah menjadi bernilai ekonomis dengan dibangun menjadi perumahan dan

(6)

pembangunan infrastrutur untuk kegiatan ekowisata mangrove.

Hasil pengamatan jumlah kelimpahan burung air dan burung non-air di Wonorejo secara lebih detail dapat dilihat pada grafik berikut :

Grafik 1. Perbandingan Kelimpahan Total Individu Burung Air dan Burung Non-Air yang Ditemukan pada Setiap Titik di Pagi dan Sore Hari Pada grafik 1 dapat dilihat bahwa kelimpahan burung air lebih tinggi dibandingkan burung non-air hal ini dikarenakan area Wonorejo merupakan salah satu area lahan basah yang terdapat di Surabaya dengan luas daerah kurang lebih 50 Ha dan didalamnya terdiri dari beberapa lahan basah buatan ataupun alami seperti hutan mangrove, rawa, area pertambakan, muara, selain itu juga terdapat area sempadan sungai dan sempadan pantai.

Pada grafik diatas perbedaan jumlah yang paling signifikan terdapat pada titik 3 (P3, S3) dan titik 4 (P4, S4). Sedangkan pada titik 1 (P1, S1), titik 2 (P2, S2) dan titik 5 (P5, S5) jumlah individu burung air yang ditemukan cenderung sama yaitu antara 40-50 individu pada setiap titiknya. Hal ini diduga dikarenakan lokasi titik 3 dan 4 merupakan area pertambakan yang lebih banyak menyediakan makanan seperti ikan, crustacea, invertebrata dan vertebrata kecil (Elfidasari, 2005), dan jenis-jenis lain yang merupakan makanan burung air. Area pertambakan menurut konvensi Ramsar (1971) merupakan kolam air payau yang digunakan untuk budidaya hewan-hewan air seperti ikan dan udang. Selain itu, area pertambakan merupakan area yang tidak terlalu terpengaruh oleh pasang-surut, maksudnya meskipun laut

dalam keadaan pasang, air yang masuk ke daerah tambak tidak akan setinggi daerah sempadan sungai ataupun sempadan pantai yang berbatasan langsung dengan daerah pasang surut.

Menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung, daerah sempadan sungai (titik 1 dan 2) daerah sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai dengan lebar 5 meter atau lebih termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai sedangkan sempadan pantai (titik 5) adalah daratan sepanjang tepian pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat dan yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Dari 12 famili burung air yang ditemukan di Wonorejo, famili Ardeidae merupakan famili dengan jumlah spesies terbesar pertama dan jumlah individu terbesar kedua

Kelimpahan Famili Ardeidae di Wonorejo, Surabaya

Nilai kelimpahan spesies famili Ardeidae lebih banyak dibandingkan dengan Scolopacidae, hal ini disebabkan karena beberapa spesies famili Ardeidae yang ditemukan di Wonorejo ada yang merupakan spesies penetap (resident) yaitu Egretta garzetta, Butorides striata dan

Tabel 1.

Kelimpahan Famili Ardeidae di Wonorejo, Surabaya Nama Ilmiah Nama Indonesia jumlah

Egretta garzetta Kuntul Kecil 74

Egretta alba Kuntul Besar 23

Egretta intermedia Kuntul Perak 5

Bubulcus ibis Kuntul Kerbau 4

Ardeola speciosa Blekok Sawah 83

Butorides striata Kokoan Laut 22

Nycticirax nycticorax Kowak-malam Kelabu 7

Ardea purpurea Cangak Merah 9

Ixobrychus sinensis Bambangan Kuning 13

Ixobrychus eurythmus Bambangan Coklat 9

Ixobrychus cinnamomeus Bambangan Merah 3 48 38 31 33 241 193 143 117 41 34 40 33 34 29 36 34 38 43 30 27 P1 S1 P2 S2 P3 S3 P4 S4 P5 S5

Perbandingan Jumlah Individu Famili Burung Air dan Burung non-air

(7)

Ardeola speciosa dan sisanya merupakan spesies migrant (Sukmantoro, 2007).

Beberapa spesies penetap di Wonorejo telah menjadikan Wonorejo sebagai tempat beristirahat, bersarang dan mencari makan. Sulistiani (1991) juga mengungkapkan bahwa karakteristik jenis pohon sebagai inang berupa pohon masih hidup dan jenis emergent, kecuali pada tipe hutan mangrove yang memiliki tajuk yang tidak berhubungan dengan tajuk pohon di sekitarnya dan berukuran lebar, tinggi pohon > 11 meter dan diameter sekitar 66,6 cm.

Spesies burung migran famili Ardeidae yaitu Egretta alba, Egretta intermedia, Ixobrychus sinensis, Ixobrychus cinnamomeus, Ixobrychus eurythmus, Nycticorax nycticorax, Ardea purpurea, dan bubulcus ibis merupakan spesies-spesies migran dari belahan Bumi Utara ke belahan Bumi Selatan yang berkunjung di Indonesia sebagai tempat persinggahan sementara untuk mencari makanan ataupun beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan kembali (Sukmantoro, 2007).

Pengamatan keanekaragaman dilakukan pada dua kategori waktu yaitu pagi dan sore hari. Perbedaan waktu ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat perbedaan jumlah spesies maupun jumlah individu yang ditemukan pada keduanya. Hasil perhitungan perbedaan jumlah Individu dan spesies famili Ardeidae dapat dilihat pada grafik berikut

Hasil grafik 2 menunjukkan bahwa jumlah keanekaragaman spesies yang

ditemukan pada pagi dan sore hari adalah sama yaitu 11 spesies. Sedangkan hasil kelimpahan rata-rata Individu memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan jumlah individu pada setiap spesiesnya yang signifikan pada pagi dan sore hari.

Ardeola speciosa dan Egretta garzetta memiliki nilai kelimpahan tertinggi dibandingkan dengan spesies lainnya. Hal ini diduga dikarenakan selain kedua spesies ini merupakan spesies penetap, kedua spesies ini memanfaatkan hutan mangrove yang terdapat di Wonorejo dan habitat lahan basah lain yang berada di Wonorejo untuk melakukan aktifitas baik istirahat, bersarang, dan makan. Menurut Sulistiani (1991) Egretta garzetta membuat sarang di hutan magrove terutama pada pohon Rhizophora sp. dan Ceriops tagal. Selain itu, Mustari (1992) menyatakan bahwa Butorides striata, Ardeola speciosa, Egretta alba, dan Egretta garzetta di jumpai pada tajuk-tajuk vegetasi mangrove, rawa, dan daerah muara yang dimanfaatkan sebagai tempat bertengger, berlindung maupun mengintai mangsa.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan pada kelima titik yang telah ditentukan, kelimpahan Egretta garzetta dan Ardeola speciosa ternyata hampir merata pada seluruh titik pengamatan yang kemudian disusul oleh Butorides striata dan Egretta alba pada urutan ketiga dan keempat.

Gambar 3. kelimpahan Jumlah Total Individu setiap spesies Famili Ardeidae pada Setiap Titik Pengamatan yang Ditemukan di Wonorejo, Surabaya

Gambar. 2. Grafik kelimpahan individu setiap spesies family Ardeidae pada pagi dan sore hari di Wonorejo, Surabaya 0% 20% 40% 60% 80% 100% Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5

kelimpahan Jumlah Total Individu setiap spesies Famili Ardeidae pada Setiap Titik Pengamatan

yang Ditemukan di Wonorejo, Surabaya

Ixobrychus cinnamomeus Ixobrychus eurhythmus Ixobrychus sinensis Ardeola speciosa Ardea purpurea Butorides striatus Nycticorax nycticorax Egretta alba Egretta garzetta Egretta intermedia Bubulcus ibis

(8)

Berdasarkan gambar 3 selain kelimpahan individu dapat juga terlihat penyebaran spesies dalam setiap titik pengamatan dimana pada titik 4 (area pertambakan aktif) seluruh spesies yang tercatat dapat ditemukan disana. Sedangkan titik 3 sebanyak 10 spesies, titik 1 (sempadan sungai dengan vegetasi) dan titik 5 (sempadan pantai) sebanyak 9 spesies.

Titik 4 (area pertambakan aktif) merupakan daerah yang selalu dikunjungi oleh seluruh spesies Ardeidae. Hal ini diduga pada daerah ini keadaan kondisi lingkungan sekitar terdapat vegetasi yang teduh dan melimpahnya makanan. Menurut Ismanto dalam Elfidasari (2005) proses pencarian makan yang dilakukan oleh sebagian besar burung air terjadi pada daerah perairan dangkal di sekitar pantai dan area pertambakan aktif mencakup kriteria tersebut.

Karakteristik vegetasi titik 3 dan 4 menurut Desmawati (2011) mempunyai kemampuan melindungi dari angin karena vegetasi di titik 3 dan 4 cukup rapat dan banyak didominasi oleh vegetasi jenis pohon.

Di Wonorejo jenis vegetasi pohon yang sering berada di sekeliling area pertambakan adalah Avicennia marina dimana menurut Desmawati (2011) Avicennia marina adalah salah satu jenis mangrove yang paling banyak ditemukan di Wonorejo dengan persebaran hampir merata disemua tipe habitat. Jenis spesies famili Ardeidae yang ditemukan sedang bertengger di tajuk (kanopi) diduga tidak saling menganggu dengan spesies lain yang secara bersama-sama mendiami pohon tersebut, hal ini diduga karena adanya perbedaan preferensi habitat srata yang ditempati oleh mereka. Selain itu, ukuran spesies famili Ardeidae yang mendiami tajuk pohon lebih besar ± 40-65 cm dibandingkan dengan spesies dari famili Sylviidae, Pycnonotidae, Alcedinidae, dan Zosteropidae yang biasanya ditemukan di tajuk tengah dan bawah pohon yang berukuran ± 10-25 cm (McKinnon, 1998).

Pada area pinggir pertambakan spesies yang dijumpai adalah Butorides striata, Ixobrychus cinnamomeus, Ixobrychus sinensis, Ixobrychus eurythmus, Ardeola speciosa, dan Nycticorax nycticorax. Spesies-spesies ini merupakan spesies dengan morfologi ukuran kaki relatif pendek jika dibandingkan dengan Egretta sp dan Ardea sp. sehingga hanya

mampu menempati ruang pada lantai tanah dan pinggir tambak dimana terdapat akar Avicennia marina sebagai pijakan. Mustari (1992) mengungkapkan bahwa Butorides striata biasa dijumpai pada tajuk bawah dan akar-akar mangrove untuk mengintai mangsanya. Nycticorax nycticorax merupakan jenis Ardeidae yang dapat ditemui pada area lahan basah seperti tambak, danau, dan rawa (Anonim, 2012).

Pada daerah tengah tambak digunakan oleh jenis egrets dan harons yang berukuran besar dan dengan morfologi kaki yang relatif panjang ± 30-60 cm (McKinnon, 1998) seperti Egretta garzetta, Egretta alba, Egretta Intermedia, Ardea purpurea dan Ardeola speciosa. Pada saat pengamatan dilapangan, Egretta alba sering dijumpai sedang berada pada lokasi yang sama dengan Egretta garzetta dan Egret jenis lainnya. Selain mencari makan secara bersama Egretta alba ternyata menurut (jones, 2002) sering ditemukan bersarang bersama dengan egret dan heron yang berasal dari coloni yang sama tanpa kekurangan sumber daya makanan. Persebaran Tempat Mencari Makan Famili Ardeidae di Wonorejo.

Persebaran tempat mencari makan famili Ardeidae didasarkan pada banyaknya jumlah burung yang ditemukan dan sedang melakukan aktifitas mencari makan pada setiap titik yang telah ditentukan sebelumnya. Titik yang ditentukan merupakan daerah lahan basah yang terdapat di lokasi penelitian. Data kelimpahan spesies yang diperoleh memperlihatkan adanya perbedaan jumlah individu antara yang ditemukan dengan yang melakukan aktifitas mencari makan (gambar 3 dan grafik 6). Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua individu yang ditemukan sedang melakukan aktifitas makan, sebagian diantara individu tersebut ada yang sedang berjemur dan beristirahat di tajuk utama mangrove ataupun di pematang tambak.

Persebaran tempat mencari makan ini diilustrasikan dengan menggunakan metode ordinasi dengan bantuan software CANOCO for WINDOWS 4.5 dan salah satu bentuk hasil yang dicapai berupa pola distribusi (persebaran) yang didasarkan pada 2 parameter yaitu lokasi (titik) dengan jumlah individu setiap spesies yang ditemukan (Leps, 2003).

(9)

Pembuatan data untuk CANOCO dapat dilihat pada lampiran 3 dan running hasil CANOCO berupa PCA (Principal Component Analysis) dapat dilihat pada lampiran 4 dan untuk hasil pola persebaran tempat mencari makan pada gambar berikut :

(a)

(b) Ket :

IxCi = Ixobrychus cinnamomeus EgGa = Egretta garzetta IxSi = Ixobrychus sinensis EgAl = Egretta alba IxEu = Ixobrychus eurythmus EgIn = Egretta intermedia ArPu = Ardea purpurea NyNy = Nycticorax nycticorax ArSp = Ardeola speciosa BuSt = Butorides striata BuIb = Bubulcus ibis

Gambar 4. Hasil Analisa CANOCO pada Pagi (a) dan Sore Hari (b)

(a) Pola persebaran tempat mencari makan pada pagi hari (b) Pola persebaran tempat mencari makan pada sore hari

Gambar 4 merupakan hasil ilustrasi CanoDraw untuk memudahkan pembacaan data yang didapatkan dari hasil metode linier PCA. Metode ini digunakan setelah diketahui terlebih dahulu nilai lengh of gradient 0.776 dari penjabaran DCA ( Detrended Correspondence Analysis).

Ilustrasi analisa diatas dibedakan menjadi 2 yaitu pagi dan sore. Pembedaan ini didasarkan pada adanya perbedaan jumlah spesies yang ditemukan pada masing-masing titik dan jumlah spesies yang mencari makan pada pagi dan sore. Pengambilan data persebaran tempat mencari makan mengikuti pengambilan data keanekaragaman. Dari kedua gambar diatas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan kecenderungan preferensi habitat lokasi mencari makan pada pagi dan sore.

Pada pagi hari persebaran lokasi mencari makan setiap spesies mempunyai persebaran di beberapa titik yang berbeda yaitu spesies Ixobrychus cinensis lebih cenderung suka mencari makan pada titik 1 dan titik 2 (daerah sempadan sungai), spesies Ixobrychus eurythmus lebih cenderung suka di titik 5 (daerah sempadan pantai), sedangkan spesies yang lain yaitu golongan egretts dan herons cenderung lebih menyukai daerah pertambakan yaitu titik 3 dan titik 4. Sedangkan hasil sore hari menunjukkan semua jenis yang ditemukan lebih cenderung menyukai titik 4 dan ada yang mendekati titik 3.

Berdasarkan gambar 4 didapatkan bahwa titik yang paling banyak jenisnya adalah titik 3 dan 4 dimana kedua titik ini merupakan daerah pertambakan, area ini lebih banyak menyediakan pakan dibandingkan dengan sempadan sungai dan sempadan pantai karena dikelola oleh petani tambak sehingga pemberian pupuk atau benih selalu teratur. Daerah pertambakan mempunyai struktur tanah dimana pada bagian tengah, pinggir kanan-kiri tambak lebih tinggi sedikit dibandingkan dengan bagian lainnya (gambar 4) hal ini menjadikan daerah pertambakan mempunyai luas daerah yang cukup besar yang dapat digunakan sebagai lokasi mencari makan daripada titik yang lain.

Setiap jenis famili Ardeidae mempunyai kecenderungan perilaku mencari makan yang berbeda antara satu dengan yang lain. Menurut Bougloan (2005) pada area

-1.0 1.5 -1. 0 1. 0 IxCi IxEu IxSi ArSp ArPu BuSt NyNy EgAl EgGa EgIn 1 2 3 4 5 -0.6 1.2 -1. 0 1. 0 IxCi IxEu IxSi ArSp ArPu BuSt NyNy EgAl EgGa EgIn 1 2 3 4 5

(10)

dengan kedalaman yang tidak terlalu tinggi seperti daerah tambak Egretta garzetta dan Egretta alba akan mengngkan kakinya sebelah untuk mengacaukan mangsanya sehingga bergerak ke posisi dimana mereka bisa langsung menikam mangsa dengan tepat (foot stirring). Sedangkan Egretta intermedia lebih menyukai cara berjalan perlahan (walking slowly) untuk menangkap mangsanya (Anonim, 2012).

Perebutan mangsa dengan perilaku yang sama dan lokasi yang sama diduga dapat menyebabkan adanya interaksi dalam perebutan sumber daya makanan. Hal ini ditunjukkan pada gambar 4 dimana menurut Leps (2003) ilustrasi canoco yang garisnya saling berdekatan dan garis berdekatan dengan titik tertentu akan menunjukkan adanya kedekatan antara spesies dan spesies dengan lokasi. Dari kedekatan ini diduga terdapat interaksi interspesifik (Egretta garzetta-Egretta alba-garzetta-Egretta intermedia) hal yang diperebutkan dalam interaksi ini adalah kebutuhan dalam sumber pakan dan kompetisi ruang (McKilligan, 2005).

Salah satu kelemahan metode ordinasi CANOCO adalah nilai yang dapat ditunjukkan merupakan nilai terbesar pada suatu titik sehingga apabila dititik tersebut suatu spesies mempunyai nilai yang lebih kecil maka cenderung tidak dapat terlihat. Untuk melihat seluruh kehadiran spesies pada setiap lokasi penelitian maka dibutlah grafik berikut :

Gambar 5. kelimpahan Jumlah Total Individu setiap spesies Famili Ardeidae pada pagi hari yang Ditemukan sedang mencari makan di Wonorejo, Surabaya

Gambar 6 . kelimpahan Jumlah Total Individu setiap spesies Famili Ardeidae pada sore hari yang Ditemukan sedang mencari makan di Wonorejo, Surabaya

Berdasarkan dua grafik diatas dapat dilihat bahwa ada ternyata hasil intepretasi CANOCO menunjukkan hasil yang sama dengan gambar 5dan 6. Pada pagi hari Ixobrychus eurhytmus lebih menyukai titik 5. Egretta intermedia lebih cenderung diantara titik 3 dan 4. Sedangkan pada sore hari hampir seluruh spesies melimpah antara titik 1, titik 4 dan titik 3. Melimpahnya spesies-spesies tersebut pada sore hari diduga pada saat pengambilan data pada sore hari air laut sedang dalam keadaan pasang sehingga banyak dari burung tersebut memilih pindah ke lokasi dimana genangan airnya tidak terlalu tinggi. Beberapa spesies seperti Ixobrychus cinensis, Ardeola speciosa, Butorides striatus dan Egretta garzetta ternyata penyebarannya menyeluruh di setiap lokasi dan persebaran tertinggi pada gambar 5dan 7.

Spesies dari golongan bitterns kecuali Ixobrychus cinensis lebih terlihat hanya menyebar pada suatu titik. Hal ini mungkin dikarenakan ciri dari spesies tersebut yang lebih suka menyendiri dan bersembunyi di balik semak maupun daerah pinggir tambak (McKilligan, 2005) dan sempadan sungai yang tertutupi vegetasi membuat spesies ini sulit untuk ditemui dan persebarannya tidak merata ini bisa juga dikarenakan kelimpahannya sendiri di Wonorejo tidak sebanyak Ixobrychus cinensis.

Gambar 5 dan 6 menunjukkan bahwa terdapat satu spesies yang tidak atau sangat jarang melakukan aktifitas makan yaitu Bubulcus ibis. Hal ini mungkin disebabkan

0% 50% 100% 1 3 5 tit ik

Ixobrychus cinnamomeus Ixobrychus eurhythmus Ixobrychus sinensis Ardeola speciosa Ardea purpurea Butorides striatus Nycticorax nycticorax Egretta alba

0% 50% 100% 1 2 3 4 5 tit ik

Ixobrychus cinnamomeus Ixobrychus eurhythmus Ixobrychus sinensis Ardeola speciosa Ardea purpurea Butorides striatus Nycticorax nycticorax Egretta alba Egretta garzetta Egretta intermedia

(11)

Wonorejo bukan lokasi yang disukai untuk mencari makan. Elfidasari (2005) mengungkapkan bahwa hasil penelitiannya di Cagar Alam Pulau Dua Serang menunjukkan bahwa Lokasi mencari makan B. ibis biasanya dilakukan di daerah padang rumput dan lahan olahan seperti persawahan dengan ketinggian air rendah. Mungkin karena itulah, Bubulcus ibis jarang dijumpai di Wonorejo, Surabaya. IV. KESIMPULAN

1. Kelimpahan individu famili Ardeidae di Wonorejo menempati urutan kedua dengan jumlah spesies yang ditemui sebanyak 11 spesies dengan kelimpahan rata-rata individu tertinggi diperoleh Ardeola speciosa dan Egretta garzetta sebesar 42 dan 39 dengan kehadiran ditemukan di semua lokasi pegamatan.

2. Lokasi 3 dan 4 yaitu daerah pertambakan merupakan area yang paling sering sering dikunjungi untuk mencari makan karena lebih menyediakan pakan yang beragam.

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid 1. IPB Press, Bogor

Anonim. 2009. The Jewelery of Wonorejo.

Diakses dari

http://micwonorejo.wordpress.com/

pada 16 Agustus 2011 pukul 18.30 WIB

Bibby, C. J. and Burgess, N.D. 1992. Bird Census Techniquese. Academic Press. London Anonim. 2012.. Birdlife Data Zone IBA.

Birdlife Indonesia. Diakses dari

http://birdlife.org/ pada 15 Maret 2012 pukul 20.13 WIB

Cain, J. W. dan Diana, M. 2004. Bird Habitat Use and Bird-Aircraft Strikes At Beale Air Force Base, California. Transactions of The Western Section of The Wildlipe Society 40: 90-100

Campbell, J. B. 2002. Biologi. Erlangga. Jakarta

Desmawati, I. 2011. Studi Distribusi Jenis-jenis Burung Dilindungi Perundang-Undangan Indonesia Di Kawasan Wonorejo, Surabaya. Tugas akhir. Program studi Biologi ITS. Surabaya Elfidasari, D.J. 1995. Keragaman Burung Air

di Kawasan Hutan Mangrove Peniti, Kabupaten Pontianak. Biodeversitas vol.7 nomor 1 hal.63-66

Elfidasari, D. 2005. Pengaruh Perbedaan Lokasi Mencari Makan Terhadap Keragaman Mangsa Tiga Jenis Kuntul Di Cagar Alam Pulau Dua Serang: Casmerodius albus, Egretta garzetta, Bubulcus ibis. Makara Sains Volume 9 Nomor 1 Halaman 7-12

Elfidasari, D. 2007. Jenis Interaksi Intraspesifik dan Interspesifik pada Tiga jenis Kuntul saat Mencari Makan di Sekitar Cagar Alam Pulau Dua Serang, Propinsi Banten. Jurnal Biodiversitas Volume 8, Nomor 4 Halaman 266-269

Ferianita, M. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta

Howes, J. 2003. Panduan Studi Burung Pantai. Wetland International-Indonesian Programme. Bogor

Johnsgard, P. A., Birds of the Great Plains: Famili Ardeidae (Herons and Bitterns). 2009. Paper 12.

http://digitalcommons.unl.edu/bioscibi rdsgreatplains/12

Kazantzidis, dan Goutner. 2008. Abundance And Habitat Use By Herons (Ardeidae) In The Axios Delta,

Northern Greece. Journal of

Biological Research-Thessaloniki 10: 129-138

Kushlan, J. 1976. Feeding Behaviour Of North American Herons. The Auk, Vol 93(1) : 86-94

(12)

Latupapua, J.J.M. 2011, Struktur dan Komposisi Beberapa Jenis Burung di Mangrove Kawasan Segoro Anak Taman Nasional Alas Purwo. Jurnal Agroforesti Volume VI Nomor 1. Leps, J. 2003. Multivariate analysis of

Ecological data using CANOCO. Cambridge University Press , UK Lukman, N. 2010. Studi Kelimpahan dan

Keanekaragaman Burung Air dan Sumber pakannya di Tambak Wonorejo,Surabaya. Skripsi. Departemen Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Surabaya

Noerdjito, M. dan Maryanto, I. Jenis-jenis Hayati yang Dilindungi Perundang-undangan Indonesia. 2001. Balitbang Zoologi, Puslitbang Biologi-LIPI dan The Nature Conservancy. Bogor

Mckilligan, N. 2005. Herons, Egrets and Bitterns their Biology and Conservation In Australia. CSIRO Publishing. Australia

McKinnon, J. dan Phillips K. 1997. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (Termasuk Sabah, Sarawak dan Brunei Darussalam): Burung Indonesia. Bogor

Moerdiono. 1990. Undang – undang Republik Indonesia nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. 10 Januari 1990. Menteri Sekretaris Negara RI, Jakarta

Molles, M. C. 1999. Ecology:Concept and Applications. McGraw – Hill Co. USA Mustari, H.A. 1992. Jenis-Jenis Burung Air di

Hutan Mangrove Delta Sungai Cimannuk Indramayu-Jawa Barat. Media Konservasi Volume IV, Nomor 1, Halaman 39-46

Newton, C.A. 2007. Forest Ecology and Conservation A Handbook of Techniques. Oxford University Press. New York.

Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi Edisi Ketiga. Gajahmada University Press. Yogyakarta.

Peksa, Y. 2007. Monitoring Burung Pantai :

AWC 2007. Birdlife International.www.birdlife.org

Schreiber, A.E. and Burger, J. 2002. Biology of Marine Birds. CCR Press LLC. Florida.

Sukmantoro. W. 2007. Daftar Burung Indonesia no.2. Indonesian Ornithologists’ Union. Bogor.

Sulistiani, E. 1991. Beberapa aspek biologi perkembangbiakan Kuntul Kecil (Egretta garzetta Linnaeus 1776) di Cagar Alam Pulau Rambut. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sutherland, J. W. and Newton. I. 2004. Bird Ecology and Conservation A Handbook of Techniques. Oxford University Press. New York.

Stolen, D. E. 2006. Habitat Selection And Foraging Success Of Wading Birds In Impounded Wetlands In Florida. Disertasi. The University of Florida In Partial Fulfillment of The Requirements For The Degree of Doctor of Philosophy. Florida.

Tandjung, A. 1999. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa. 27 Januari 1999. Menteri Negara sekretaris Negara , Jakarta

Weller, W.M. 2004. Wetland Birds Habitat Resources and Conservation Implications. The Press Syndicate of The University of Cambridge. United Kingdom.

Gambar

Gambar 1. Lokasi Penelitian  Keterangan :
Grafik 1. Perbandingan Kelimpahan Total  Individu Burung Air dan Burung Non-Air  yang  Ditemukan pada Setiap Titik di Pagi dan Sore Hari   Pada grafik 1 dapat dilihat bahwa  kelimpahan burung air lebih tinggi  dibandingkan burung non-air hal ini  dikarenak
Gambar 3.  kelimpahan Jumlah Total Individu  setiap spesies Famili Ardeidae pada Setiap Titik  Pengamatan yang Ditemukan di Wonorejo,  Surabaya
Gambar 4. Hasil Analisa CANOCO pada  Pagi (a) dan Sore Hari (b)
+2

Referensi

Dokumen terkait

(2011) telah meneroka faktor-faktor yang menyumbang kepada hasrat penyertaan penduduk dalam pengurusan ekopelancongan dan mencadangkan hubungan antara struktur hasrat

Dalam UU Praktik Kedokteran yang dimaksud dengan ”Petugas” adalah dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien.. Bila

Kemudian bagian kepegawaian akan membuat surat pengantar usulan kenaikan pangkat pegawai kepada kepala dinas untuk ditandatangani yang kemudian dikirimkan ke

Ketika tubuh terasa lelah setelah bekerja membutuhkan tempat untuk beristirahat dan bersantai,Kursi teras sebagai fasilitas bersantai perlu desain yang nyaman dan

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai yaitu siswa mampu menentukan proyeksi orthogonal suatu vector pada vector lain4. Guru menyampaikan

Hasil analisis ragam yang anda lakukan terhadap data sebelum diuji kelayakannya Hasil analisis ragam yang anda lakukan terhadap data sebelum diuji

Setelah dilakukan penelitian tentang pengaruh pendapatan bank terhadap risiko operasional dengan sampel bank umum syariah sebanyak 11 didapat kesimpulan bahwa variabel

Layanan Penerapan melalui Alih Teknologi, intermediasi, Difusi Iptek, dan Komersialisasi Penelitian dilaksanakan untuk Penguatan. penguasaan ilmu dasar dan