• Tidak ada hasil yang ditemukan

VARIASI BAHASA DI KABUPATEN BANYUWANGI: PENELITIAN DIALEKTOLOGI SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VARIASI BAHASA DI KABUPATEN BANYUWANGI: PENELITIAN DIALEKTOLOGI SKRIPSI"

Copied!
209
0
0

Teks penuh

(1)

VARIASI BAHASA DI KABUPATEN BANYUWANGI:

PENELITIAN DIALEKTOLOGI

SKRIPSI

SATWIKO BUDIONO 1106061655

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK

(2)

VARIASI BAHASA DI KABUPATEN BANYUWANGI:

PENELITIAN DIALEKTOLOGI

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Humaniora

SATWIKO BUDIONO 1106061655

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK

(3)

ii

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa skripsi ini disusun tanpa adanya tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia

Jika kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan Universitas Indonesia kepada saya.

Depok, 21 Januari 2015

(4)

iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan sumber-sumber yang dikutip atau dirujuk telah dinyatakan benar.

Nama : Satwiko Budiono

NPM : 1106061655

Tanda Tangan :

(5)
(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas nikmat dan karunia-Nya, skripsi ini dapat selesai tepat waktu. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana humaniora pada tahun 2014. Setelah melakukan penelitian lapangan terkait variasi bahasa di Kabupaten Banyuwangi, pada skripsi ini memuat penjelasan mengenai situasi kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi dengan menggunakan perspektif dialektologi. Selain itu, skripsi ini juga memaparkan kondisi pemahaman bahasa masyarakat Banyuwangi selama masa penelitian lapangan dan hasil yang telah diperoleh dari temuan data berdasarkan kosakata umum Swadesh dan kosakata peralatan dan perlengkapan.

Beberapa langkah yang dilakukan untuk melihat situasi kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi adalah pemberian isoglos pada peta bahasa, pembuatan berkas isoglos, penghitungan dialektometri, dan pembuatan peta jaring laba-laba. Pemberian isoglos dilakukan pada peta sesuai dengan 271 kosakata umum Swadesh dan kosakata peralatan dan perlengkapan. Pemberian isoglos tersebut didasarkan kepada penggolongan etima dan pelambang. Dari pengolongan etima tersebut dibuat berkas isoglos. Dalam hal ini, berkas isoglos dibedakan menjadi berkas isoglos sesuai dengan penggolongan etima dan jenis kosakata. Dengan melihat isgolos pada 271 peta, maka penghitungan dialektometri dapat dilakukan sebagai langkah berikutnya. Setelah itu, hasil dari penghitungan dialektometri akan dijadikan peta jaring laba-laba yang akan memperlihatkan daerah yang satu dengan lainnya apakah memiliki perbedaan bahasa, dialek, wicara, atau tidak ada perbedaan.

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun, saya telah memberikan dan mengerjakan skripsi ini dengan sebisa dan semaksimal mungkin. Oleh karena itu, saya juga mohon saran maupun kritik untuk penyempurnaan skripsi ini.

Depok, 21 Januari 2015 Penulis

(7)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan Semesta Alam, yang telah mengizinkan dan mengarahkan saya untuk melakukan penelitian skripsi di Kabupaten Banyuwangi. Tidak lupa, terima kasih saya ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dialektologi di Kabupaten Banyuwangi maupun pembuatan skripsi ini sendiri. Berbagai pihak yang telah membantu tersebut dapat terlihat dan dijelaskan lebih rinci seperti yang tertera di bawah ini.

1. Terima kasih kepada kedua orang tua, Mama dan Bapak, yang telah memberikan keleluasaan dan kebebasan kepada saya mulai dari memilih jurusan ini walaupun Mama dan Bapak tidak tahu ke depannya jurusan ini akan menjadi apa. Terima kasih yang teramat sangat juga kepada Mama yang selalu mendukung segala tingkah laku dan keputusan yang saya ambil, terutama dukungan penelitian ke Banyuwangi. Terima kasih juga buat Mama yang selalu memotivasi agar melakukan segala sesuatunya maksimal dan tidak setengah-setengah. Hal ini disebabkan hasilnya pasti akan mengikuti dari usaha yang dilakukan.

2. Terima kasih kepada kedua kakak, yaitu Mas Ody dan Mas Uta. Terima kasih telah mendukung dan menyukseskan skripsi ini dalam berbagai hal, baik langsung maupun tidak langsung. Maaf ya, Mas Uta, jadi sarjana duluan.

3. Terima kasih kepada Ibu Sri Munawarah S.S., M.Hum. selaku pembimbing skripsi yang dengan sabar membimbing dan mengarahkan saya untuk melakukan skripsi ini mulai dari rencana awal penelitian ke Bangkalan, Madura (tidak jadi karena sudah diteliti Badan Bahasa pada tahun 2012) hingga penelitian ke Banyuwangi. Terima kasih juga telah menjawab berbagai pertanyaan yang saya berikan. Terima kasih telah sabar menunggu proses pengerjaan skripsi saya yang dapat tergolong lama dibandingkan mahasiswa lainnya yang sedang skripsi walaupun tidak sama topik ataupun metode pengerjaannya.

(8)

vii

4. Terima kasih kepada Prof. Dr. Multamia R.M.T. Lauder, S.S., Mse., DEA dan Dr. M. Yoesoef, M. Hum selaku penguji saya yang telah memberikan banyak masukan mengenai skripsi saya. Terima kasih telah meluluskan saya dengan nilai yang memuaskan.

5. Terima kasih kepada Pak Sunu Wasono, M.Hum. selaku dosen yang telah memberikan jalan kepada saya untuk menaklukkan Banyuwangi. Mungkin, jika Pak Sunu tidak bercerita mengenai penduduk Using di Kabupaten Banyuwangi pada mata kuliah Sosiologi Sastra, saya tidak akan bisa menginjakkan kaki di Kabupaten Banyuwangi dan skripsi ini tidak akan pernah ada. Terima kasih telah mengenalkan saya kepada orang Banyuwangi sehingga saya dapat dengan lancar mencari data skripsi ini. 6. Terima kasih kepada Ibu Dr. Maria Josephine Mantik S.S., M.Hum. selaku

pembimbing akademik selama tujuh semester. Terima kasih selalu menyetujui semua mata kuliah yang saya pilih dan tidak pernah menghambat saya untuk mengambil mata kuliah yang saya suka. Terima kasih juga telah menyetujui saya untuk mengambil skripsi pada semester tujuh sehingga saya dapat menyelesaikan masa studi dengan lebih cepat. 7. Terima kasih kepada Pak Totok Suhardijanto M.Hum., Ph.D. selaku dosen

yang telah memberikan saya kesempatan untuk belajar meng-input data korpus BIPA. Terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepada saya sehingga banyak hal yang telah saya pelajari mulai dari bulan Juni hingga sekarang. Maaf juga bila proses pengerjaannya kurang cepat karena ternyata penelitian dialektologi memakan waktu yang tidak sedikit.

8. Terima kasih kepada Bu Edwina Satmoko Tanojo M.Hum. selaku dosen yang dari awal masuk kuliah mengajari saya untuk belajar mencintai dunia sastra. Terima kasih telah membangun motivasi saya untuk membaca karya sastra. Hal tersebut terbentuk ketika Bu Edwina menanyakan karya sastra apa saja yang sudah saya baca tetapi saya menjawab tidak pernah membaca dan Bu Edwina tidak memarahi saya seperti teman-teman yang telah banyak membaca buku tetapi tidak mengetahui esensinya tetapi justru meyakinkan kepada saya untuk belajar sastra. Terima kasih juga atas segala buku yang telah Bu Edwina berikan kepada saya, baik buku

(9)

viii

linguistik maupun novel sebelum Bu Edwina pindah dari Tanjung Priok. Semua pengajaran yang Bu Edwina berikan dari mata kuliah Pengantar Kesuasatraan hingga mata kuliah Sastra Melayu Tionghoa membuat saya lebih menikmati dan menyukai dunia sastra, baik novel, puisi, dan drama walaupun saya tidak mengambil peminatan sastra.

9. Terima kasih kepada keluarga Pak Hasnan Singodimayan dan Pak Bonang Prasunan yang telah direpotkan dengan kehadiran saya di tengah persiapan acara sunatan anak laki-lakinya. Terima kasih telah menjemput saya pada jam 11 malam di stasiun dengan barang bawaan yang tidak sedikit. Terima kasih telah mengarahkan saya untuk bisa melakukan pencarian data. Terima kasih telah mengenalkan saya kepada keluarga Pak Anwar di Kecamatan Glagah sehingga saya bisa menyelesaikan penelitian lapangan di Banyuwangi sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

10. Terima kasih kepada keluarga Pak Anwar dan Bu Supinah. Terima kasih telah mengizinkan saya untuk tinggal dan diberikan akses kemudahan untuk melakukan penelitian di Banyuwangi. Terima kasih atas segala informasi yang diberikan mulai dari petunjuk arah jalan hingga turut repot mencarikan informan ke berbagai kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Terima kasih untuk selalu mengajak saya melihat tari gandrung di setiap acara nikahan di Desa Kemiren maupun berbagai acara budaya yang ada di Banyuwangi.

11. Terima kasih kepada keluarga sahabat saya, Andi Reni Delillah. Berkat Dedel, saya jadi mengenal Om Aik yang mirip dengan guru di SMA kami. Terima kasih kepada Om Aik yang telah mengenalkan saya kepada orang di Dinas Pariwisata Banyuwangi dan memberikan video pertunjukan Damarwulan. Terima kasih sudah direpotkan untuk mengembalikan buku yang saya pinjam dari orang Dinas Pariwisata Banyuwangi. Terima kasih juga kepada Mama Dedel yang menyambut saya di Banyuwangi.

12. Terima kasih kepada seluruh informan saya di 24 kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Terima kasih atas keramahan, kesabaran, dan kesahajaan yang telah diberikan ketika saya melakukan penelitian. Terima kasih telah meluangkan paling tidak dua hingga tiga jam untuk menjawab daftar

(10)

ix

tanyaan yang berjumlah 271 kosakata. Maaf bila timbal balik atau kenang-kenangan dari saya kurang memuaskan dan apa adanya.

13. Terima kasih kepada IKSI 2011 yang secara langsung maupun tidak langsung mendukung penelitian skripsi ini. Terima kasih kepada Liny, Amanda, Hana, Evi, Kharis, Tari, First, Tika, Dinda, Erlita, Mustika, Riang, Dea, Regina, Marsha, Mutia, Arga, Raka, dan Rey. Terima kasih telah membantu memberikan semangat, doa, ataupun bantuan dalam berbagai hal. Terima kasih juga kepada Tari yang menanyakan surat ke subag dan Liny yang membuat surat keterangan penelitian serta mengirimkannya melalui surat elektronik ketika saya berada di Banyuwangi. Terima kasih juga kepada Hana yang banyak menemani saya begadang sampai pagi untuk menyelesaikan berbagai tugas saya di semester ini, terutama skripsi. Terima kasih juga kepada Kharis, Regina, dan Mustika yang pernah mengerjakan skripsi bersama-sama di perpustakaan.

14. Terima kasih kepada IKSI 2010, yaitu Kak Marsha, Kak Irin, dan Kak Boy atas segala dukungan untuk pengerjaan skripsi ini. Terima kasih kepada Kak Boy yang selalu menjadi teman mengobrol dan bertukar informasi terkait perkembangan dunia skripsi di prodi Indonesia. Terima kasih kepada Kak Marsha yang menjadi penghubung antara saya dan Kak Irin. Terima kasih kepada Kak Irin, teman senasib dan sepenanggungan untuk sama-sama menyelesaikan skripsi dialektologi pada semester ini sehingga pengerjaan skripsi tidak menjadi berat dan dapat saling bertukar wawasan.

15. Terima kasih kepada Ika, dan Kak Mano, mahasiswa Geografi 2011 yang telah mengenalkan perangkat lunak ArcGis untuk membuat peta dialektologi menjadi lebih bagus. Terima kasih kepada Ika yang telah direpotkan untuk mengajari saya membuat peta walaupun saya lama sekali untuk mengerti. Terima kasih juga telah mengenalkan Kak Mano yang kebetulan merupakan teman dari Kak Irin juga sehingga dapat belajar membuat peta dengan program tersebut. Terima kasih kepada Kak Mano

(11)

x

karena telah menyita banyak waktunya untuk membantu mengajari pengerjaan skripsi ini, khususnya bagian peta.

16. Terima kasih kepada teman-teman Kuliah Kerja Nyata (K2N) 2014 kelompok Desa Long Loreh, Malinau, Kalimantan Utara. Terima kasih kepada Kak Risma selaku pendamping lapangan yang telah banyak memberikan kemudahan sehingga proses revisi laporan pertanggungjawaban K2N tidak menganggu proses pengerjaan skripsi ini. Terima kasih juga kepada Ama yang telah mau menemani saya mencari kosan untuk memudahkan saya mengerjakan skripsi ini. Tidak lupa, terima kasih kepada Ari, Marlina, Hastin, Mira, Uty, Trini, dan Diki yang telah mendukung dan membuat tekanan membuat skripsi menjadi kendur dengan segala kekonyolan dan keterbukaan yang mengundang tawa di setiap pertemuan yang diadakan, baik mendadak maupun terencana. Terima kasih masih dapat sering bertemu untuk makan bareng dan segala macam hingga liburan bareng ke Wonosobo untuk naik Gunung Prau dan Sikunir.

Depok, 21 Januari 2015 Penulis

(12)

xi

SURAT PERNYATAAN HAK PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini,

nama : Satwiko Budiono

NPM : 1106061655

program Studi : Program Studi Indonesia departemen : Linguistik

fakultas : Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya jenis karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-excluxive Royalty-

Free Right) atas skripsi saya yang berjudul:

“VARIASI BAHASA DI KABUPATEN BANYUWANGI: PENELITIAN DIALEKTOLOGI”

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan skripsi saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Dibuat di : Depok

Pada tanggal : 21 Januari 2015

Yang menyatakan,

(13)

xii ABSTRAK

Nama : Satwiko Budiono Program Studi : Indonesia

Judul :Variasi Bahasa di Kabupaten Banyuwangi: Penelitian Dialektologi

Adanya Tata Bahasa Baku Bahasa Using (1997) dan Kamus Bahasa

Using-Indonesia (2002) yang dibuat oleh Hasan Ali membuat bahasa Using semakin

mantap memisahkan diri dari bahasa Jawa. Terlebih lagi, terdapat pula peraturan pemerintah Banyuwangi tentang muatan lokal yang diajarkan pada pendidikan dasar adalah bahasa Using. Akan tetapi, Badan Bahasa (2008: 39) dalam Bahasa

dan Peta Bahasa di Indonesia tetap menggolongkan bahasa masyarakat

Banyuwangi sebagai bahasa Jawa dialek Using. Berdasarkan kondisi tersebut, tulisan ini akan melihat situasi kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi dengan menggunakan metode dialektologi, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Metode kuantitatif yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan penghitungan dialektometri. Selain itu, variasi bahasa juga akan diperlihatkan ke dalam bentuk peta bahasa.

Kata kunci:

(14)

xiii ABSTRACT Name : Satwiko Budiono

Major : Indonesian Studies

Title : Language Varieties in Banyuwangi Regency: Dialectology Research

The existences of Tata Bahasa Baku Bahasa Using (1997) and Kamus Bahasa

Using-Indonesia (2002) that be made by Hasan Ali have affected Using language

to be separated away from Javanese language. Likewise, there are also Banyuwangi government’s policies about the application of “local-content” curriculums in elementary schools which acknowledge Using language as their local language. However, Banyuwangi language is still classified as Using dialect of Javanese in Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia by Badan Bahasa (2008:39). Based on these conditions, the research will focus on literary situation in Banyuwangi regency using dialectology method, in quantitative and qualitative. Dialectometrics are applied on this research as quantitative calculation method. In addition, the varieties of the language will be shown in form of language map. Key word:

(15)

xiv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………..……….i

HALAMAN SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME...ii

HALAMAN ORISINALITAS………...iii

HALAMAN PENGESAHAN………..….iv

KATA PENGANTAR...v

UCAPAN TERIMA KASIH...vi

SURAT PERNYATAAN HAK PUBLIKASI...xi

ABSTRAK………....xii ABSTRACT……….xiii DAFTAR ISI………....xiv DAFTAR GAMBAR………..xvii DAFTAR TABEL……….xviii BAB 1 PENDAHULUAN………..1 1.1 Latar Belakang…………...1 1.2 Rumusan Masalah………..6 1.3 Tujuan Penelitian………...7 1.4 Manfaat Penelitian……….7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian…...8

1.6 Pelaksanaan Penelitian………...8

1.6.1 Metode dan Teknik Penelitian……….8

1.6.2 Daftar Tanyaan Penelitian………..10

1.6.3 Titik Pengamatan Penelitian………..11

1.6.4 Pemilihan Informan Penelitian………..14

1.6.5 Pemetaan Data………...15

1.6.6 Penelitian Terdahulu………..16

1.6.7 Sistematika Penulisan……….18

BAB 2 LANDASAN TEORI………...20

2.1 Pengantar……….20

2.2 Bahasa dan Dialek………...21

(16)

xv

2.4 Penelitian Dialektologi……….25

2.5 Penelitian Dialektologi di Indonesia………27

2.6 Peta Bahasa………..28

2.7 Isoglos dan Berkas Isoglos………...32

2.8 Dialektometri………32

BAB 3 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BANYUWANGI……….35

3.1 Pengantar………..35

3.2 Keadaan alam………...36

3.2.1 Keadaaan Geografi………36

3.3 Penduduk dan Tenaga Kerja………39

3.4 Sosial…………..………..46 3.4.1 Pendidikan……….46 3.4.2 Kesehatan………..47 3.4.3 Sosial Lain……….51 3.5 Transportasi………..52 3.6 Pariwisata……….54

BAB 4 BAHASAN PETA………55

4.1 Pengantar………..55

4.2 Bahasan Isoglos………57

4.2.1 Kosakata Satu Etima……….57

4.2.2 Kosakata Dua Etima………..67

4.2.3 Kosakata Tiga Etima……….88

4.2.4 Kosakata Empat Etima………104

4.2.5 Kosakata Lima Etima………..119

4.2.6 Kosakata Enam Etima……….126

4.2.7 Kosakata Tujuh Etima……….133

4.2.8 Kosakata Delapan Etima……….139

4.2.9 Kosakata Sembilan Etima………...143

4.2.10 Kosakata Sepuluh Etima………...145

4.3 Hasil Berkas Isoglos………...147

4.3.1 Berkas Isoglos Dua Etima………...148

(17)

xvi

4.3.3 Berkas Isoglos Empat Etima………...153

4.3.4 Berkas Isoglos Lebih Dari Lima Etima………..155

4.3.5 Berkas Isoglos Kosakata Umum Swadesh……….157

4.3.6 Berkas Isoglos Kosakata Peralatan dan Perlengkapan……158

4.4 Hasil Penghitungan Dialektometri……….160

BAB 5 INTERPRETASI DATA………...168

5.1 Pengantar………168

5.2 Situasi Kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi……….169

5.3 Variasi Bahasa di Kabupaten Banyuwangi………172

5.3.1 Variasi Bahasa Jawa Banyuwangi………..173

5.3.1.1 Perubahan Bunyi………..173

5.3.1.2 Penghilangan Bunyi……….174

5.3.1.3 Penambahan Bunyi..……….174

5.3.2 Variasi Bahasa Madura………...175

5.4 Hubungan Bahasa Jawa Banyuwangi dengan Bahasa Jawa………..176

5.4.1 Perbedaan Bahasa Jawa Standar dengan Bahasa Jawa Banyuwangi………..176

5.4.2 Kesamaan Bahasa Jawa Banyumas dengan Bahasa Jawa Banyuwangi………..178

5.5 Pemakaian Bahasa Jawa Banyuwangi di Kecamatan Glagah………179

BAB 6 PENUTUP………..182

6.1 Kesimpulan………182

6.2 Saran………..185

DAFTAR PUSTAKA………187 LAMPIRAN

(18)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Batas Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi………....12

Gambar 1.2 Penomoran Peta Kabupaten Banyuwangi………..13

Gambar 2.1 Peta Persebaran Dialek Eropa………23

Gambar 2.2 Peta Tampilan………29

Gambar 2.3 Peta Interpretasi……….30

Gambar 2.4 Peta Segitiga Matrabasa……….34

Gambar 3.1 Peta Wilayah Kabupaten Banyuwangi………..37

Gambar 3.2 Peta Kabupaten Banyuwangi Menurut Ketinggian………...38

Gambar 3.3 Piramida Penduduk………...42

Gambar 4.1 Berkas Isoglos Dua Etima Kosakata Umum Swadesh………148

Gambar 4.2 Berkas Isoglos Dua Etima Kosakata Peralatan dan Perlengkapan..150

Gambar 4.3 Berkas Isoglos Tiga Etima Kosakata Umum Swadesh…………...151

Gambar 4.4 Berkas Isoglos Tiga Etima Kosakata Peralatan dan Perlengkapan.152 Gambar 4.5 Berkas Isoglos Empat Etima Kosakata Umum Swadesh…………153

Gambar 4.6 Berkas Isoglos Empat Etima Kosakata Peralatan dan Perlengkapan………...154

Gambar 4.7 Berkas Isoglos Lebih Dari Lima Etima Kosakata Umum Swadesh………...155

Gambar 4.8 Berkas Isoglos Lebih Dari Lima Etima Kosakata Peralatan dan Perlengkapan………156

Gambar 4.9 Berkas Isoglos Kosakata Umum Swadesh………..158

Gambar 4.10 Berkas Isoglos Kosakata Peralatan dan Perlengkapan…………..159

Gambar 4.11 Peta Jaring Laba-laba Kosakata Umum Swadesh……….161

(19)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk………..40

Tabel 3.2 Data Ketenagakerjaan………43

Tabel 3.3 Data Angkatan Kerja beserta Pendidikan Terakhir………44

Tabel 3.4 Data Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin………..45

Tabel 3.5 Data Partisipasi Sekolah……….47

Tabel 3.6 Data Fasilitas Kesehatan………48

Tabel 3.7 Data Tenaga Medis dan Nonmedis………49

Tabel 3.8 Data Kasus Penyakit………..50

Tabel 3.9 Data Penduduk dan Agama………...51

Tabel 3.10 Data Kondisi Jalan………...52

Tabel 3.11 Data Jenis Kendaraan………..53

Tabel 3.12 Jumlah Wisatawan Domestik dan Mancanegara……….54

Tabel 4.1 Kosakata Umum Swadesh Satu Etima Satu Pelambang………...57

Tabel 4.2 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Satu Etima Satu Pelambang….58 Tabel 4.3 Kosakata Umum Swadesh Satu Etima Dua Pelambang………....59

Tabel 4.4 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Satu Etima Dua Pelambang…..59

Tabel 4.5 Kosakata Umum Swadesh Satu Etima Tiga Pelambang………60

Tabel 4.6 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Satu Etima Tiga Pelambang…..62

Tabel 4.7 Kosakata Umum Swadesh Satu Etima Empat Pelambang……….63

Tabel 4.8 Kosakata Umum Swadesh Satu Etima Lima Pelambang………...64

Tabel 4. 9 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Satu Etima Tujuh Pelambang………..65

Tabel 4.10 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Satu Etima Delapan Pelambang………..66

Tabel 4.11 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Dua Pelambang………...67

Tabel 4.12 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Dua Etima Dua Pelambang….68 Tabel 4.13 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Tiga Pelambang………..69

Tabel 4.14 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Dua Etima Tiga Pelambang…71 Tabel 4.15 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Empat Pelambang (1)……….72

Tabel 4.16 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Empat Pelambang (2)……….73

Tabel 4. 17 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Dua Etima Empat Pelambang……….76

Tabel 4.18 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Lima Pelambang (1)………...77

Tabel 4.19 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Lima Pelambang (2)………...77

Tabel 4.20 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Dua Etima Lima Pelambang...79

Tabel 4.21 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Enam Pelambang…………....80

Tabel 4.22 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Dua Etima Enam Pelambang..82

Tabel 4.23 Koskata Umum Swadesh Dua Etima Tujuh Pelambang………..83

(20)

xix

Tabel 4.25 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Delapan Pelambang…………85 Tabel 4.26 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Sembilan Pelambang………..86 Tabel 4.27 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Sepuluh Pelambang…………87 Tabel 4.28 Kosakata Umum Swadesh Tiga Etima Tiga Pelambang……….89 Tabel 4.29 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Tiga Etima Tiga Pelambang...90 Tabel 4.30 Kosakata Umum Swadesh Tiga Etima Empat Pelambang…………..90 Tabel 4.31 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Tiga Etima Empat

Pelambang……….91 Tabel 4.32 Kosakata Umum Swadesh Tiga Etima Lima Pelambang………92 Tabel 4.33 Kosakata Umum Swadesh Tiga Etima Enam Pelambang…………...95 Tabel 4.34 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Tiga Etima Enam

Pelambang……….97 Tabel 4.35 Kosakata Umum Swadesh Tiga Etima Tujuh Pelambang…………...97 Tabel 4.36 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Tiga Etima Tujuh Pelambang.99 Tabel 4.37 Kosakata Umum Swadesh Tiga Etima Delapan Pelambang………...99 Tabel 4.38 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Tiga Etima Delapan

Pelambang………100 Tabel 4.39 Kosakata Umum Swadesh Tiga Etima Sembilan Pelambang………102 Tabel 4.40 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Tiga Etima Sepuluh

Pelambang………103 Tabel 4.41 Kosakata Umum Swadesh Empat Etima Empat Pelambang……….105 Tabel 4.42 Kosakata Umum Swadesh Empat Etima Lima Pelambang………...105 Tabel 4.43 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Empat Etima Lima

Pelambang………106 Tabel 4.44 Kosakata Umum Swadesh Empat Etima Enam Pelambang………..107 Tabel 4.45 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Empat Etima Enam

Pelambang………108 Tabel 4.46 Kosakata Umum Swadesh Empat Etima Tujuh Pelambang………..110 Tabel 4.47 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Empat Etima Tujuh

Pelambang………112 Tabel 4.48 Kosakata Umum Swadesh Empat Etima Delapan Pelambang……..113 Tabel 4.49 Kosakata Umum Swadesh Empat Etima Sembilan Pelambang……115 Tabel 4.50 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Empat Etima Sembilan

Pelambang………116 Tabel 4.51 Kosakata Umum Swadesh Empat Etima Sebelas Pelambang……...117 Tabel 4.52 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Empat Etima Sebelas

Pelambang………118 Tabel 4.53 Kosakata Umum Swadesh Lima Etima Enam Pelambang…………119 Tabel 4.54 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Lima Etima Enam

Pelambang………120 Tabel 4.55 Kosakata Umum Swadesh Lima Etima Tujuh Pelambang…………121

(21)

xx

Tabel 4.56 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Lima Etima Tujuh

Pelambang………122 Tabel 4.57 Kosakata Umum Swadesh Lima Etima Delapan Pelambang………123 Tabel 4.58 Kosakata Umum Swadesh Lima Etima Sembilan Pelambang……..124 Tabel 4.59 Kosakata Umum Swadesh Lima Etima Sepuluh Pelambang………125 Tabel 4.60 Kosakata Umum Swadesh Lima Etima Sebelas Pelambang……….126 Tabel 4.61 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Enam Etima Enam

Pelambang………...127 Tabel 4.62 Kosakata Umum Swadesh Enam Etima Tujuh Pelambang………...128 Tabel 4.63 Kosakata Umum Swadesh Enam Etima Sembilan Pelambang…….128 Tabel 4.64 Kosakata Umum Swadesh Enam Etima Sepuluh Pelambang……...129 Tabel 4.65 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Enam Etima Sepuluh

Pelambang………...130 Tabel 4.66 Kosakata Umum Swadesh Enam Etima Dua Belas Pelambang……131 Tabel 4.67 Kosakaata Peralatan dan Perlengkapan Enam Etima Tiga Belas

Pelambang………132 Tabel 4.68 Kosakata Umum Swadesh Tujuh Etima Tujuh Pelambang………...133 Tabel 4.69 Kosakata Umum Swadesh dan Kosakata Peralatan dan Perlengkapan

Tujuh Etima Delapan Pelambang………134 Tabel 4.70 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Tujuh Etima Sembilan

Pelambang………...136 Tabel 4.71 Kosakata Umum Swadesh Tujuh Etima Sebelas Pelambang………137 Tabel 4.72 Kosakata Umum Swadesh Tujuh Etima Tiga Belas Pelambang…...138 Tabel 4.73 Kosakata Umum Swadesh Delapan Etima Sepuluh Pelambang…...139 Tabel 4.74 Kosakata Umum Swadesh Delapan Etima Sebelas Pelambang……140 Tabel 4.75 Kosakata Umum Swadesh Delapan Etima Tujuh Belas Pelambang.141 Tabel 4.76 Kosakata umum Swadesh Sembilan Etima Sebelas Pelambang…...143 Tabel 4.77 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Sembilan Etima Dua Belas

Pelambang………...144 Tabel 4.78 Kosakata Umum Swadesh Dua Belas Etima Dua Puluh

Pelambang………...145 Tabel 4.79 Tabel Dialektometri Kosakata Umum Swadesh………...160 Tabel 4.80 Tabel Dialektometri Kosakata Peralatan dan Perlengkapan………..164 Tabel 5.1 Pengakuan bahasa Mayoritas Setiap Kecamatan di Kabupaten

Banyuwangi……….171 Tabel 5.2 Pembeda Bahasa Jawa Standar dengan Dialek Using……….177 Tabel 5.3 Pembeda bahasa Jawa Standar dengan Dialek Banyumas…………...179

(22)

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki banyak sekali bahasa daerah. Pada Bahasa dan Peta

Bahasa di Indonesia, Summer Institute of Linguistic (SIL) tahun 2006

menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki bahasa terbanyak kedua di dunia dengan 743 bahasa. Hal tersebut diketahui dari adanya publikasi

Bahasa-bahasa di Indonesia (Languages of Indonesia) yang dijadikan rujukan awal dalam Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia (2008: 1). Jumlah tersebut membuat

Indonesia menjadi negara yang mempunyai bahasa daerah terbanyak nomor dua setelah negara Papua Nugini yang mempunyai bahasa daerah sejumlah 820 bahasa. Sementara itu, Badan Bahasa mencatat bahasa daerah di Indonesia sebanyak 442 bahasa. Jumlah tersebut meliputi 26 bahasa di Sumatra, 10 bahasa di Jawa dan Bali, 55 bahasa di Kalimantan, 58 bahasa di Sulawesi, 11 bahasa di Nusa Tenggara Barat, 49 bahasa di Nusa Tenggara Timur, 51 bahasa di Maluku, dan 207 bahasa di Papua (2008: 19). Tidak hanya itu, Grimes (1988) menyebutkan bahwa bahasa di Indonesia tidak kurang dari 672 bahasa (dalam

Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia, 2008: 1).

Banyaknya bahasa daerah di Indonesia seperti yang telah dicatat oleh SIL, Grimes, maupun Badan Bahasa ini menandakan bahwa Indonesia mempunyai banyak sekali potensi kekayaan budaya bangsa. Hal tersebut seharusnya menjadikan para generasi penerusnya untuk tetap melestarikan kekayaan budaya bangsa ini. Terlebih lagi, adanya Undang-Undang Dasar 1945 Nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dan telah diubah dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 bahwa pemerintah berkepentingan memelihara dan mengembangkan bahasa daerah itu sebagai kekayaan bangsa. Hal ini semakin jelas menandakan bahwa bahasa daerah adalah aset kekayaan negara yang sangat penting untuk dilestarikan keberadaannya. Dalam hal ini, kekayaan budaya bangsa yang berlimpah tidak boleh dibiarkan punah begitu saja. Kepunahan bahasa ini dapat terjadi jika tidak adanya generasi penerusnya yang menggunakan bahasa tersebut.

(23)

UNIVERSITAS INDONESIA

Menurut Lauder pada koran Republika dalam kliping Humas Universitas Indonesia edisi Kamis, 28 Mei 2009, ada tiga faktor yang menyebabkan kepunahan bahasa. Pertama, tingginya arus globalisasi. Maksudnya, dengan adanya globalisasi ini masyarakat akan berlomba menggunakan bahasa Inggris agar diperhitungkan di dunia internasional. Hal tersebut akan berdampak kepada keengganan generasi penerus untuk menggunakan bahasa daerah sehingga lambat laun bahasa daerah tersebut akan punah karena tidak ada yang menggunakan bahasa daerah itu lagi. Kedua, kepunahan bahasa dapat terjadi ketika adanya

political will pemerintah. Contoh kasus dari adanya political will pemerintah

adalah kasus Timur Leste saat menjadi negara baru. Pemerintah Timur Leste menjadikan bahasa Portugis sebagai bahasa nasional. Kebijakan tersebut secara tidak langsung membunuh bahasa daerah setempat. Ketiga, faktor dominasi suku tertentu terhadap suku lain ikut memengaruhi kepunahan bahasa.

Sebenarnya, banyak sekali upaya yang dapat dilakukan masyarakat untuk tetap mempertahankan bahasa daerah. Hal yang paling mudah adalah tetap menggunakan bahasa daerah di lingkungan rumah maupun sekitar dan mengajarkan bahasa daerah tersebut kepada anak atau generasi penerus. Namun, upaya mempertahankan bahasa daerah tidak hanya bisa dilakukan oleh masyarakat pengguna bahasa daerah itu sendiri. Masyarakat di luar pengguna bahasa daerah yang peduli akan pentingnya mempertahankan bahasa daerah tertentu yang sekaligus dapat mempertahankan kekayaan bangsa ini juga dapat berkontribusi atau berperan aktif sesuai dengan kemampuan individu tersebut. Misalnya, melakukan inventarisasi dan pendokumentasian bahasa dengan pemetaan bahasa (Meskipun pelaku pemetaan bahasa bukan pengguna bahasa daerah, pelaku pemetaan bahasa dapat mengabadikan bahasa daerah tersebut). Pendokumentasian bahasa ini sangat penting untuk ikut turut serta dalam mempertahankan bahasa daerah.

Dalam hal ini, ada banyak sekali bahasa daerah di Indonesia yang belum didokumentasikan. Dokumentasi bahasa bisa berupa pencatatan aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan lain sebagainya. Pencatatan satu aspek saja dari bahasa daerah tersebut sudah dapat dikatakan sebagai kegiatan dokumentasi bahasa. Memang, tidak bisa dipungkiri bahwa pencatatan semua aspek bahasa daerah

(24)

UNIVERSITAS INDONESIA

tersebut akan menambah kesempurnaan hasil dokumentasi bahasa. Akan tetapi, hal tersebut juga tergantung kepada kemampuan dan rentang waktu peneliti bahasa. Hal yang perlu disadari adalah tidak semua peneliti mampu dan menguasai semua aspek bahasa untuk dilakukan pendokumentasiannya. Hal tersebut membuat pengabadian satu aspek saja dari bahasa daerah sudah dapat menyumbang inventarisasi bahasa daerah di Indonesia.

Salah satu bidang bahasa yang dapat memperlihatkan perbedaan bahasa daerah dengan daerah lainnya berdasarkan tempat atau lokasi tuturan adalah dialektologi. Penelitian bidang linguistik interdisipliner ini masih sangat sedikit jumlahnya. Hal tersebut diketahui dari banyaknya bahasa daerah yang ada di Indonesia, tetapi penelitian dialektologi hanya sebanyak 140 penelitian dari tahun 1951 sampai tahun 2007 (Lauder, 2007: 48). Hal ini menandakan bahwa penelitian dialektologi masih membutuhkan sumbangsih terhadap pendokumentasian bahasa. Hal tersebut pula yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian dialektologi pada tulisan ini. Dalam hal ini, penulis akan melakukan penelitian dialektologi tentang variasi bahasa di Kabupaten Banyuwangi. Hal ini disebabkan adanya pengakuan dari masyarakat Banyuwangi bahwa bahasa Using1 merupakan bahasa asli daerah ini dan berbeda dengan bahasa Jawa.

Meskipun demikian, dalam klasifikasi bahasa Jawa masih menggolongkan bahasa yang digunakan masyarakat Banyuwangi sebagai bahasa Jawa dialek Using, bukan bahasa Using. Hal tersebut terlihat berdasarkan dialek geografis yang mengacu kepada pendapat Uhlenbeck (1964) bahwa bahasa Jawa terdiri atas kelompok bahasa Jawa bagian barat, bahasa Jawa bagian tengah, dan bahasa Jawa bagian timur. Kelompok bahasa Jawa bagian barat ini meliputi dialek Banten, dialek Cirebon, dialek Tegal, dialek Banyumas, dan dialek Bumiayu (peralihan Tegal dan Banyumas). Dialek Tegal, dialek Banyumas, dan dialek Bumiayu juga mempunyai sebutan tersendiri, yaitu bahasa Jawa ngapak. Kelompok bahasa Jawa

1 Bahasa Using merupakan sebutan bagi bahasa yang digunakan masyarakat Banyuwangi. Sebutan

ini didasarkan pada banyaknya penelitian terdahulu yang menyebut bahasa yang digunakan masyarakat Banyuwangi adalah bahasa Using. Namun, pada penelitian ini sebutan tersebut diteliti berdasarkan metode penelitian dialektologi sehingga status dari sebutan penggunaan bahasa masyarakat Banyuwangi akan lebih diperjelas.

(25)

UNIVERSITAS INDONESIA

bagian tengah meliputi dialek Pekalongan, dialek Kedu, dialek Bagelen, dialek Semarang, dialek Pantai Utara Timur (Jepara, Rembang, Demak, Kudus, Pati), dialek Blora, dialek Surakarta, dialek Yogyakarta, dialek Madiun. Kelompok tengah ini sering disebut bahasa Jawa standar, khususnya dialek Surakarta dan Yogyakarta. Terakhir, kelompok bahasa Jawa bagian timur meliputi dialek Pantura Jawa Timur (daerah Tuban dan Bojonegoro), dialek Surabaya, dialek Malang, dialek Jombang, dialek Tengger, dan dialek Banyuwangi.

Selain itu, Balai Bahasa Yogyakarta (2006: 13—22) juga menjelaskan bahwa bahasa yang dipakai oleh masyarakat Banyuwangi masih termasuk ke dalam dialek bahasa Jawa. Penggolongan bahasa Jawa sendiri dibedakan menjadi tiga, yaitu dialek bahasa Jawa standar, Banyumas, dan Jawa Timur. Dialek bahasa Jawa standar mencakup daerah Yogyakarta dan Solo. Sebagian besar dialek bahasa Jawa standar ini digunakan di daerah Jawa Tengah, seperti Yogyakarta, Purworejo, Magelang, Temanggung, Surakarta, Klaten, Karanganyar, Sukoharjo, dan Wonogiri. Kemudian, dialek Banyumas meliputi wilayah karesidenan Banyumas itu sendiri, sebagian Karasidenan Pekalongan, dan sebagian barat Karesidenan Kedu. Kabupaten yang merupakan pemakai bahasa Jawa dialek Banyumas adalah Kabupaten Cilacap, Tegal, Pekalongan, dan Kebumen. Selanjutnya, bahasa Jawa dialek Jawa Timur dibedakan menjadi dua dialek, yaitu dialek Using dan dialek Jawa Timur. Dalam hal ini, dialek Using masih digolongkan ke dalam subbab dialek Jawa Timur dan tidak terpisah dari bahasa Jawa dialek Jawa Timur, seperti dialek Banyumas dan bahasa Jawa standar. Dalam subbab tersebut, dialek Using disebut sebagai dialek bahasa Jawa yang daerah pemakaiannya tersebar di Kabupaten Banyuwangi sebelah timur, yaitu Kecamatan Banyuwangi Kota dan kecamatan sekitarnya, khususnya Kecamatan Giri dan Kecamatan Glagah.

Namun, pada tahun 2007 Pemerintah Kabupaten Banyuwangi telah membuat peraturan daerah tentang pengajaran bahasa Using di sekolah. Hal tersebut tertera dalam Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 5 tahun 2007 tentang Pembelajaran Bahasa Daerah pada Pendidikan Dasar. Dalam peraturan daerah tersebut, jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah pertama wajib mengajarkan bahasa Using sebagai kurikulum muatan lokal.

(26)

UNIVERSITAS INDONESIA

Bahasa daerah yang diajarkan tidak hanya bahasa Jawa, tetapi bahasa Using juga turut diajarkan. Hal ini semakin menegaskan bahwa masyarakat di Kabupaten Banyuwangi menggunakan bahasa Using dan bukan dialek Using. Akan tetapi, adanya peraturan daerah ini justru membuat penulis semakin ingin mengetahui bagaimana variasi kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi sekarang ini. Hal tersebut disebabkan tidak semua masyarakat Banyuwangi adalah penduduk asli. Banyak pula pendatang yang mendiami daerah Banyuwangi ini, seperti suku Madura, Mandar, dan Bali. Banyaknya pendatang ini dipengaruhi oleh letak wilayah Banyuwangi yang berada di ujung timur Pulau Jawa.

Dari kondisi di atas, adanya perbedaan penamaan bahasa yang digunakan penduduk Kabupaten Banyuwangi ini terjadi antara masyarakat dengan linguis atau ahli bahasa. Kondisi serupa juga terjadi pada bahasa Indonesia dan Malaysia. Dari sisi Indonesia, masyarakat mengatakan bahwa bahasa Indonesia dengan bahasa Malaysia berbeda dan begitu pula sebaliknya. Akan tetapi, linguis berpendapat bahwa bahasa Indonesia dan Malaysia memiliki kemiripan. Hal tersebut didasarkan pada bahasa Indonesia dan Malaysia yang memang merupakan turunan dari bahasa Melayu. Secara linguistik, kesamaan tersebut wajar terjadi. Namun, masyarakat Indonesia dan Malaysia tetap beranggapan bahwa bahasa Indonesia dan Malaysia berbeda. Begitu pula dengan bahasa Using dan bahasa Jawa. Masyarakat Banyuwangi menganggap bahwa bahasa Using berbeda dari bahasa Jawa dan tidak bisa disamakan. Padahal, ahli bahasa banyak yang telah berpendapat bahwa bahasa yang digunakan penduduk Banyuwangi adalah bahasa Jawa dialek Using. Dalam hal ini, anggapan masyarakat dengan linguis sangat bertolak belakang.

Oleh karena itu, pada tulisan ini penulis akan melihat variasi kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi dengan menggunakan metode penelitian dialektologi. Dengan menggunakan metode penelitian dialektologi, diharapkan penulis akan dapat melihat bagaimana variasi bahasa di Kabupaten Banyuwangi. Setidaknya, penulis dapat mengetahui persebaran bahasa berserta variasinya di Kabupaten Banyuwangi. Persebaran bahasa berserta variasinya ini dapat menambah inventaris data pemerintah yang belum melakukan pendataan terkait bahasa di Kabupaten Banyuwangi. Dengan melihat variasi bahasa di Kabupaten

(27)

UNIVERSITAS INDONESIA

Banyuwangi, penulis juga diharapkan dapat mengetahui status dari bahasa yang digunakan masyarakat Banyuwangi, apakah dapat disebut sebagai bahasa, dialek dari bahasa Jawa, atau hanya sekadar berbeda persepsi antara masyarakat Banyuwangi dengan linguis. Meskipun telah terdapat buku yang mengulas perbedaan bahasa Jawa dengan bahasa Using, tetapi bisa saja bila dilihat menggunakan pendekatan dialektologi akan berbeda hasilnya. Hal ini penting untuk diketahui karena Badan Bahasa pada tahun 2008 dalam buku Bahasa dan

Peta Bahasa di Indonesia hanya menggolongkan dua bahasa di Provinsi Jawa

Timur, yaitu bahasa Jawa dan Madura. Sementara itu, bahasa Using yang diakui dan diyakini masyarakat Banyuwangi tersebut oleh Badan Bahasa masih digolongkan ke dalam bahasa Jawa dialek Banyuwangi.

Di lain pihak, penulis juga ingin melihat apakah ada pengaruh dari adanya peraturan daerah tentang penambahan muatan lokal bahasa Using di sekolah dasar dan menengah yang diterima masyarakat Banyuwangi. Padahal, tidak semua penduduknya adalah penduduk asli daerah Banyuwangi. Dalam hal ini, apakah dengan adanya peraturan daerah tentang penambahan bahasa Using sebagai muatan lokal di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama tersebut masyarakat Banyuwangi asli maupun pendatang menggunakan bahasa Using dalam kehidupan sehari-hari. Atau malah sebaliknya, masyarakat Banyuwangi tetap menggunakan bahasa sesuai dengan bahasa keturunan masing-masing. Hal ini juga akan dapat memperlihatkan hubungan pengaruh peraturan daerah dengan situasi kebahasaan masyarakat Banyuwangi.

1.2 Rumusan Masalah

Kabupaten Banyuwangi telah mengalami banyak perubahan terkait aspek kebahasaannya. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya disertasi dari Supaman Herusantosa (1987) yang menyatakan bahwa terdapat perubahan penggolongan dialek Banyuwangi atau dialek Using menjadi bahasa Using. Hal tersebut diperkuat dengan adanya pengakuan dari para ahli bahasa Jawa pada Kongres Bahasa Jawa II. Dalam kongres tersebut, pemakaian bahasa di Banyuwangi ini telah mantap melepaskan diri dari penggolongan bahasa Jawa dan berdiri sendiri

(28)

UNIVERSITAS INDONESIA

menjadi sebuah bahasa yang berbeda dari bahasa Jawa. Perubahan dari dialek menjadi bahasa tersebut membuat adanya kemunculan Kamus bahasa

Using-Indonesia. Hal tersebut diterbitkan sebagai upaya pendokumentasian bahasa

daerah di samping sebagai upaya pemantapan perubahan bahasa. Tidak hanya itu, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi pun membuat peraturan daerah mengenai kewajiban pengajaran bahasa Using sebagai muatan lokal atau bahasa daerah di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Meskipun demikian, Badan Bahasa (2008: 39) tetap menggolongkan bahasa yang digunakan masyarakat Banyuwangi sebagai bahasa Jawa dialek Using dan bukan bahasa Using. Atas dasar tersebut, dapat dirumuskan permasalahan dalam tulisan ini adalah bagaimana variasi kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi dan apakah bahasa yang digunakan masyarakat Banyuwangi dapat dikatakan sebagai bahasa Using atau bahasa Jawa dialek Banyuwangi dengan menggunakan pendekatan dialektologi.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dialektologi ini adalah untuk mendeskripsikan situasi kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi berdasarkan kosakata umum Swadesh dan kosakata budaya dasar mengenai peralatan dan perlengkapan. Kemudian, penelitian ini juga bertujuan untuk memaparkan variasi bahasa di Kabupaten Banyuwangi. Selain itu, tujuan lain yang tidak kalah penting adalah untuk menjelaskan sebutan bahasa masyarakat Banyuwangi, yaitu bahasa Using atau bahasa Jawa dialek Banyuwangi.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dilakukan untuk mendokumentasikan variasi bahasa yang ada di Kabupaten Banyuwangi dengan menggunakan pendekatan dialektologi. Selain itu, penelitian ini bermanfaat untuk melihat gambaran persebaran bahasa melalui pemetaan bahasa di Kabupaten Banyuwangi. Hal ini juga dapat membantu Pemerintah Kabupaten Banyuwangi untuk melakukan inventarisasi bahasa. Hal ini disebabkan Pemerintah Banyuwangi masih belum mempunyai inventaris bahasa di Kabupaten Banyuwangi. Dalam hal ini,

(29)

UNIVERSITAS INDONESIA

inventarisasi bahasa penting dilakukan agar Pemerintah Banyuwangi mengetahui secara ilmiah perbedaan dan persamaan bahasa-bahasa yang ada di Kabupaten Banyuwangi.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup yang diambil untuk penelitian ini adalah tataran bidang leksikon. Hal ini disebabkan perbedaan dialek yang satu dengan yang lainnya tampak dalam bidang leksikon. Selain itu, unsur leksikon dianggap sebagai unsur mandiri di dalam bahasa apa pun (Nauton dalam Lauder, 2007:82). Tidak hanya itu, leksikon juga menyimpan strukturisasi berpikir suatu budaya tertentu sehingga berfungsi sebagai cermin dari konsep budaya. Menurut Byon (dalam Lauder, 2007:82) sentuh bahasa dapat terlihat pada tataran leksikon. Tidak hanya itu, tataran leksikon juga dapat memberikan pemahaman timbal balik mengenai sesama bahasa atau dialek yang bertetangga.

Kemudian, pendapat mengenai tataran penelitian dialektologi juga dikemukakan oleh Lauder (2007) yang menyatakan bahwa titik pusat perhatian penelitian dialektologi dicurahkan pada unsur leksikon. Daftar tanyaan yang dibentuk berdasarkan tataran leksikon akan dapat memunculkan gejala fonologis dan morfologis sekaligus. Oleh karena itu, tataran leksikon dianggap sebagai ruang lingkup yang tepat digunakan dalam penelitian dialektologi.

1.6 Pelaksanaan Penelitian

1.6.1 Metode dan Teknik Penelitian

Metode yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah pupuan lapangan. Metode tersebut dilakukan dengan merekam, mencatat, mendengar, dan memerhatikan langsung informan ketika wawancara berlangsung. Dasar metode pupuan lapangan adalah metode lapangan yang digunakan oleh Ayatrohaedi (1978:34). Kemudian peneliti juga akan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif yang dikemukakan oleh Silalahi (2009:334). Metode kuantitatif

(30)

UNIVERSITAS INDONESIA

digunakan untuk menghitung dialektometri, sedangkan metode kualitatif digunakan untuk menganalisis data.

Selanjutnya, teknik penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah wawancara dengan pencatatan langsung (Ayatrohaedi, 2002: 24). Tata cara wawancara yang akan dilakukan adalah menanyakan daftar tanyaan yang telah disiapkan sebelumnya oleh peneliti. Daftar tanyaan tersebut ditanyakan dengan menunjuk langsung benda yang ada di rumah informan (jika ada), menerangkan bentuk, kegunaan, dan sifat yang akan ditanyakan kepada informan. Keterangan mengenai bentuk, kegunaan, dan sifat kosakata yang ditanyakan kepada informan didasarkan pada definisi dari Kamus Khusus Penelitian Kekerabatan dan

Pemetaan Bahasa-Bahasa Daerah di Indonesia (Ayatrohaedi, 1997).

Kemudian, peneliti juga akan langsung menuliskan kosakata yang diucapkan informan dengan menggunakan penulisan fonetis. Penulisan fonetis ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana cara kosakata tersebut diucapkan oleh penuturnya. Dasar penulisan fonetis ini akan mengacu kepada The International

Phonetic Alphabet (J.K. Chambers dan Peter Trudgill, 2004: xiv) Hal ini

disebabkan jika penulisan menggunakan penulisan biasa, pembaca tidak akan mengetahui cara penuturnya mengucapkan kosakata tersebut. Tidak lupa, selama informan diwawancarai proses tersebut akan direkam menggunakan kamera. Hal ini dilakukan untuk memudahkan peneliti melihat kembali gerakan mulut dan suara informan bila ada kosakata yang masih diragukan penulisan fonetisnya.

Dalam hal ini, wawancara akan dilakukan di setiap kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Hal ini disebabkan daerah pengamatan penelitian adalah tingkat kabupaten sehingga semua kecamatan akan menjadi titik pengamatan. Di setiap titik pengamatan akan diambil satu orang informan yang menggunakan bahasa mayoritas daerah setempat. Pengambilan satu informan yang menggunakan bahasa mayoritas daerah setempat dirasa dapat mewakili bahasa yang dipakai di setiap titik pengamatan. Dalam proses pengambilan data, peneliti tidak selalu didampingi oleh orang lain untuk memudahkan proses komunikasi.

(31)

UNIVERSITAS INDONESIA 1.6.2 Daftar Tanyaan Penelitian

Daftar tanyaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 200 kosakata dasar Morish Swadesh (Lauder, 2007: 138). Kosakata dasar ini digunakan karena kosakata ini terdapat di semua bahasa dan paling memungkinkan untuk tidak berubah. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan kosakata budaya bidang bagian peralatan dan perlengkapan sebanyak 71 kosakata (Lauder, 2007: 147). Hal ini disebabkan kosakata budaya dasar bidang bagian peralatan dan perlengkapan merupakan unsur kosakata budaya yang paling banyak perbedaan di antara bahasa khas Banyuwangi dengan bahasa Jawa. Hal tersebut terlihat dari tabel perbandingan unsur kosakata bahasa Jawa dengan bahasa khas Banyuwangi dalam Geografi Dialek Banyuwangi. Penulis menduga bahwa kosakata yang berjumlah 100 dan terdapat dalam tabel perbandingan merupakan kosakata yang diambil secara acak dari semua kosakata bidang dasar dengan menampilkan kosakata yang berbeda dengan bahasa Jawa. Hal ini disebabkan tujuan dari penelitian Geografi Dialek Banyuwangi (1981) ini adalah mendokumentasikan dan mengungkapkan ciri khas dari bahasa yang terdapat di Banyuwangi. Pada tabel perbandingan unsur kosakata yang berjumlah 100 kosakata tersebut, kosakata bidang peralatan dan perlengkapan memiliki jumlah kosakata yang paling banyak perbedaan dibandingkan kosakata bidang dasar lainnya. Jumlah kosakata bagian peralatan dan perlengkapan yang terdapat dalam tabel tersebut ada sembilan kosakata. Selebihnya, jumlah kosakata bagian lainnya tidak ada yang sebanyak kosakata bagian peralatan dan perlengkapan. Misalnya, kosakata bidang rumah dan bagian-bagiannya hanya sebanyak delapan kosakata, kosakata bidang sifat ada tujuh kosakata, dan kosakata bidang binatang ada enam kosakata.

Banyaknya perbedaan kosakata bidang perlengkapan dan peralatan ini dapat dikatakan bahwa kosakata bidang tersebut sekiranya dapat memperlihatkan keistimewaan atau perbedaan bahasa dari daerah yang diteliti. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Lauder (2007: 82) tentang syarat daftar tanyaan atau kuesioner yang baik. Syarat daftar tanyaan yang baik harus dapat menampilkan ciri-ciri istimewa dari daerah yang diteiti. Selain itu, daftar tanyaan juga harus mengandung hal-hal yang berkenaan dengan sifat dan keadaan budaya daerah

(32)

UNIVERSITAS INDONESIA

penelitian. Syarat terakhir adalah daftar tanyaan harus memberikan kemungkinan untuk dijawab secara langsung atau spontan dan dirumuskan dengan jelas.

1.6.3 Titik Pengamatan Penelitian

Menurut Lauder (2007: 60), penentuan titik pengamatan tergantung pada wilayah penelitian dan tujuan penelitian. Tahapan penentuan titik pengamatan yang pertama adalah menghitung dan menentukan jarak antartitik pengamatan agar daerah penelitian tersebar secara merata. Kemudian, tahapan yang dilakukan adalah menentukan satuan unit penelitian secara tepat agar dapat menampilkan hal-hal yang menjadi sasaran penelitian. Maksudnya, satuan unit penelitian ini dapat berupa provinsi, kabupaten, kecamatan, desa, rukun warga, atau rukun tetangga. Selain itu, perlu diperhatikan distribusi pemilihan sifat dan jenis pengamatan. Misalnya, desa tua, desa yang sukar dihubungi, atau desa yang mudah dihubungi. Selanjutnya, menentukan jumlah ideal untuk percontoh yang akan diambil agar memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai daerah pakai dan daerah sebar bahasa. Terakhir, mencari rujukan peta daerah penelitian ke Biro Pusat Statistik.

Sementara itu, menurut Ayatrohaedi (1983: 36-37) terdapat lima hal yang harus diperhatikan dalam menentukan titik pengamatan dalam penelitian dialektologi. Pertama, keadaan geografi daerah penelitian. Hal yang dimaksud adalah apakah daerah tersebut merupakan daerah pegunungan, kepulauan, dan sebagainya. Kedua, keadaan kependudukan daerah penelitian. Hal yang dilihat adalah dari segi etnik, sosial, budaya, dan agama. Ketiga, tinjauan sejarah daerah penelitian untuk memahami keadaan kebahasaannya. Keempat, keadaan kebahasaan daerah penelitian. Misalnya, daerah berbahasa tunggal atau jamak, apakah ada anasir bahasa khusus, atau apakah dialek di daerah tersebut terbuka atau tertutup. Kelima, kajian yang pernah dilakukan di daerah penelitian sangat diperlukan untuk menghindari pengulangan dari penelitian yang telah dilakukan orang lain.

Berkaitan dengan penelitian ini, titik pengamatan yang diambil adalah 24 kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Kecamatan yang dimaksud adalah

(33)

UNIVERSITAS INDONESIA

kecamatan Bangorejo, Banyuwangi, Cluring, Gambiran, Genteng, Giri, Glagah, Glenmore, Kabat, Kalibaru, Kalipuro, Licin, Muncar, Pesanggaran, Purwoharjo, Rogojampi, Sempu, Siliragung, Singojuruh, Songgon, Srono, Tegaldlimo, Tegalsari, dan Wongsorejo. Data akan diambil dengan mengunjungi semua kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Kemudian para informan akan disaring sesuai dengan syarat yang telah ditentukan untuk diwawancarai terkait daftar tanyaan. Jawaban dari para informan tersebut akan direkam dan dicatat langsung dengan menggunakan penulisan fonetis. Berikut ini adalah gambaran peta yang memperlihatkan batas kecamatan di Kabupaten Banyuwangi.

Gambar 1.1 Batas Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi

Pola penomoran yang dipakai oleh penulis adalah melingkar dan berlawanan dengan arah jarum jam. Penomoran berawal dari Kecamatan Glagah.

(34)

UNIVERSITAS INDONESIA

Hal tersebut disebabkan Kecamatan Glagah telah ditetapkan menjadi daerah wisata Using oleh Pemerintah Banyuwangi. Hal tersebut dapat menandakan bahwa masyarakat Using yang paling banyak populasinya berada di kecamatan ini. Banyaknya masyarakat Using di Kecamatan Glagah membuat kecamatan ini menjadi pusat bahasa Using. Hal tersebut disebabkan masyarakat di Kecamatan Glagah masih dijaga keasliannya oleh Pemerintah Banyuwangi sehingga dapat dikatakan daerah ini adalah daerah pusat bahasa Using. Oleh karena itu, Kecamatan Glagah menjadi daerah awal penomoran.

(35)

UNIVERSITAS INDONESIA

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ayatrohaedi (1983: 38). Dalam hal ini, Ayatrohaedi menyebutkan bahwa jika titik pengamatan awal diletakkan di daerah pedesaan atau pedusunan, alasan yang dapat digunakan karena daerah tersebut masih menyimpan dan memelihara anasir bahasa yang murni, kuna, dan kadang-kadang memperlihatkan ciri-ciri istimewa. Dengan begitu, penomoran awal di Kecamatan Glagah dirasa sudah cocok dan sesuai. Kemudian, terkait dengan pola penomoran yang melingkar berlawanan dengan arah jarum jam ini disebabkan daerah yang berlawanan dengan arah jarum jam ini dirasa masih tidak terlalu berbeda dengan daerah awal. Jika pola penomoran searah dengan jarum jam, setelah Kecamatan Glagah penomoran berikutnya adalah Kecamatan Banyuwangi. Seperti yang diketahui bersama, Kecamatan Banyuwangi adalah ibukota Kabupaten Banyuwangi. Hal ini menandakan bahwa kecamatan tersebut sudah tidak terlalu memelihara bahasa yang murni atau asli. Hal ini disebabkan banyaknya pendatang yang bermukim di pusat pemerintahan Kabupaten Banyuwangi. Dapat dikatakan, masyarakat Kecamatan Banyuwangi telah membaur dan berinteraksi dengan berbagai masyarakat di luar Banyuwangi atau pendatang.

Dengan mengambil titik pengamatan sebanyak 24 diharapkan penelitian ini dapat menemukan perbedaan atau persamaaan secara menyeluruh dari segi bahasa di Kabupaten Banyuwangi. Tentu saja, hal tersebut akan dapat memudahkan untuk mencari tahu variasi bahasa yang terdapat di Kabupaten Banyuwangi. Tidak ketinggalan, pemerolehan variasi bahasa tersebut juga akan dapat memperlihatkan apakah bahasa masyarakat Banyuwangi adalah bahasa Using atau bahasa Jawa dialek Banyuwangi.

1.6.4 Pemilihan Informan Penelitian

Menurut Lauder (2007: 85-86) terdapat delapan keterangan tentang informan yang perlu dikumpulkan oleh seorang peneliti dalam melakukan penelitian dialektologi. Delapan informasi tersebut terdiri dari usia atau umur, asal usul informan, pendidikan, pekerjaan, tingkat mobilitas, jenis kelamin, dan nama informan. Syarat-syarat informan juga dikemukakan oleh Ayatrohaedi (1983: 48),

(36)

UNIVERSITAS INDONESIA

sebagai berikut. Pertama, usia yang dianggap sesuai bagi seorang informan adalah usia pertengahan (40-50 tahun). Kedua, pendidikan informan tidak terlalu tinggi karena informan dengan dengan pendidikan tinggi dianggap telah banyak mendapat pengaruh dari luar. Ketiga, informan merupakan penduduk asli setempat. Keempat, informan menguasai bahasa dan dialek setempat dengan baik.

Kelima, informan tidak terpengaruh bahasa dari daerah tetangga.

Informan yang diwawancarai dalam penelitian dialektologi ini berjumlah 24 orang yang terdiri dari satu orang di setiap kecamatan. Informan yang diwawancarai adalah informan yang menggunakan bahasa daerah mayoritas di kecamatan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut sekiranya dapat merepresentasikan kondisi kebahasaan di kecamatan tersebut. Usia informan yang terlibat dalam penelitian ini berkisar antara 40—60 tahun. Meskipun terdapat informan yang usianya melebihi 50 tahun, informan tersebut masih sehat jasmani, menguasai bahasa tersebut, dan belum memasuki taraf pikun. Sebagian besar pendidikan informan adalah sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Namun, ada pula informan yang mengecap pendidikan tinggi, tetapi informan tersebut sangat menguasai bahasa mayoritas kecamatan tersebut. Informan yang sudah mengecap perguruan tinggi hanya ada satu orang. Dalam hal ini, informan yang menggunakan bahasa mayoritas di setiap kecamatan akan diwawancarai walaupun bahasa mayoritasnya bukan bahasa Jawa atau bahasa asli Banyuwangi. Hal tersebut disebabkan penulis ingin melihat variasi kebahasaan yang terdapat di Kabupaten Banyuwangi. Informan dalam penelitian ini merupakan penduduk yang memang menguasai bahasa mayoritas masing-masing kecamatan. Selain itu, tidak ada infoman yang bukan penduduk asli. Semua informan adalah penduduk asli yang memang sejak lahir telah berada di kecamatan tersebut.

1.6.5 Pemetaan Data

Hal pertama yang akan dilakukan peneliti adalah menyiapkan daftar tanyaan. Daftar tanyaan yang akan ditanyakan kepada informan adalah kosakata dasar Swadesh dan kosakata budaya bidang bagian peralatan dan perlengkapan. Setelah daftar tanyaan selesai dibuat, peneliti akan menentukan titik pengamatan

(37)

UNIVERSITAS INDONESIA

dan mendatangi titik pengamatan tersebut. Kemudian peneliti akan menentukan informan yang sesuai dengan kriteria penelitian dialektologi. Pada penelitian ini, peneliti memilih satu informan di setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Banyuwangi. Kemudian peneliti akan menyiapkan peta dasar Kabupaten Banyuwangi. Data penelitian yang diperoleh dimasukkan ke dalam peta dasar yang telah dibuat. Peta bahasa tersebut dibuat dalam peta bahasa bentuk lambang. Selanjutnya, peneliti akan membuat berkas isoglos dan tabel dialektometri. Tabel dialektometri digunakan untuk membuat peta jaring laba-laba. Terakhir, peneliti akan membuat analisis data berdasarkan berkas isoglos dan jaring laba-laba.

1.6.6 Penelitian Terdahulu

Awalnya, pemakaian bahasa yang terdapat di daerah Banyuwangi masih disebut sebagai bahasa Jawa dialek Banyuwangi atau dialek Using. Hal ini menunjukkan bahwa variasi pemakaian bahasa di daerah Banyuwangi masih merupakan bahasa Jawa yang hanya berbeda dialek saja. Menurut Sugono (1985: 2), dialek Using adalah salah satu dialek bahasa Jawa yang hidup dan dipakai sebagai alat perhubungan oleh sebagian warga masyarakat Banyuwangi. Dari adanya penggolongan dialek Banyuwangi atau dialek Using ini melahirkan berbagai penelitian yang diawali dengan adanya penelitian struktur yang dilakukan oleh Koentamadi pada tahun 1972. Penelitian struktur ini lebih mengarah dalam bidang fonologi yang berbentuk kertas kerja yang dibawakan dalam Seminar Bahasa Daerah pada tahun 1974 di Bogor, Jawa Barat. Pada tahun 1978, ada pula penelitian struktur dialek Using oleh Sudjito dan kawan-kawan. Penelitian yang berjudul Struktur Dialek Banyuwangi ini mendeskripsikan secara kasar latar belakang sosial budaya yang mencakup wilayah pemakaian, jumlah pemakai, kedudukan dan fungsi, tradisi sastra, dan ragam dialek Using. Deskripsi struktur yang dilakukan meliputi aspek fonologi, morfologi, dan sintaksis.

Kemudian, ada pula penelitian Geografi Dialek Banyuwangi oleh Soetoko dan kawan-kawan pada tahun 1981. Pada penelitian yang berjudul Geografi

Dialek Banyuwangi ini memuat keadaan umum, seperti letak geografis, luas

(38)

UNIVERSITAS INDONESIA

mencakup terbentuknya dialek Banyuwangi, dan wilayah pakai dialek Banyuwangi. Selain itu, ada pula peta unsur dialek Banyuwangi yang meneliti 100 kosakata dan keragaman dialek yang ditinjau dari segi kosakata, fonologi, morfologi, daerah persebaran, peralihan, dan kunaan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah dialek Banyuwangi ini banyak terdapat kata yang berasal dari bahasa Kawi. Tidak hanya itu, kesimpulan penelitian ini juga mengungkapkan bahwa keragaman dialek Banyuwangi ini ditandai oleh perbedaan kosakata, bunyi, morfem, dan intonasi kalimat. Sebenarnya, Suparman Herusantosa pada tahun 1980 telah melakukan penelitian yang berjudul ―Bahasa Using di Kabupaten Banyuwangi: Sebuah Studi Pendahuluan tentang Dialek Geografi‖ yang diterbitkan oleh Universitas Udayana. Hal tersebut diketahui dari daftar lampiran jurnal yang ditulis oleh Lauder dalam Makara, Sosial Humaniora, vol. 6, no. 1, Juni 2002 yang berjudul Reevaluasi Konsep Pemilah Bahasa dan Dialek untuk Bahasa Nusantara (hlm.41). Akan tetapi, penelitian ini tidak ditemukan di perpustakaan Universitas Udayana. Hal tersebut diketahui dari teman penulis yang mencarikan penelitian tersebut di perpustakaan Universitas Udayana. Selanjutnya pada tahun 1985, Dendy Sugono pun melakukan penelitian yang berjudul Verba Transitif

Dialek Osing Analisis Tagmemik.

Namun, seiring berjalannya waktu dialek Banyuwangi atau dialek Using ini telah berubah menjadi bahasa tersendiri yang terpisah dari bahasa Jawa. Hal tersebut diketahui dalam buku yang berjudul Geliat Bahasa Selaras Zaman oleh Bernard Arps pada tahun 2010. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa perubahan dialek Using menjadi bahasa Using ini disebabkan oleh penelitian disertasi Suparman (1987) yang menyatakan bahwa bahasa Using dan Jawa sejajar dilihat dalam fungsi bahasa (hlm. 233). Hal tersebut membuktikan bahwa bahasa Using dan Jawa merupakan perkembangan dari bahasa Jawa Kuno dan kedua bahasa tersebut memiliki status yang sama sebagai bahasa. Masih dalam buku yang sama, dalam Kongres Bahasa Jawa II, delegasi Banyuwangi, yaitu Hasan Ali mencoba meyakinkan ahli bahasa Jawa untuk mengakui bahasa Using sebagai bahasa yang otonom dan bukan dialek bahasa Jawa sehingga perlu adanya pengajaran bahasa Using (hlm. 235). Pada bulan Agustus tahun 1997, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengizinkan adanya pengajaran bahasa Using dan menerbitkan buku

(39)

UNIVERSITAS INDONESIA

pelajaran yang berjudul Paseh Basa Using walaupun hanya dilakukan di tiga kecamatan yang mayoritas penduduknya berbahasa Using (hlm. 237).

Setelah itu, masih pada tahun yang sama terbit jilid pertama Tata Bahasa

Baku Bahasa Using yang disusun oleh Hasan Ali. Hal yang perlu ditekankan di

sini adalah penyusun buku tersebut merupakan seorang linguis otodidak sehingga tidak mengherankan jika kajian morfologi dan sintaksis tidak lengkap. Hasan Ali sendiri adalah kepala bagian Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Banyuwangi yang memiliki minat yang besar terhadap seni pertunjukan dan sejarah setempat. Kemudian, sesuai dengan saran Suparman Herusantosa, Hasan Ali pun menyusun kamus bahasa Using. Saran tersebut dilakukan Suparman Herusantosa pada acara Sarasehan Bahasa Using tanggal 18 Desember 1990. Ia menyatakan bahwa perlu adanya penyusunan kamus bahasa Using agar bahasa Using tidak cepat punah. Alhasil, pada tahun 2002 terbit Kamus Bahasa Using-Indonesia yang disertai lampiran berisi pedoman ejaan setebal 40 halaman (Arp, 2010: 237—238).

Dalam Geografi Dialek Banyuwangi (1981: 44) juga disebutkan bahwa masyarakat Banyuwangi banyak yang merupakan kaum pendatang dari suku Madura, dan Bali. Kaum pendatang suku Madura banyak tinggal di Kabupaten Banyuwangi sebelah utara. Berbeda dengan suku Madura, kaum pendatang dari suku Bali mempunyai perkampungan tersendiri di Kecamatan Rogojampi. Kampung Bali ini sebagian besar berada di daerah pesisir timur. Penduduk asli daerah Banyuwangi sendiri adalah suku Jawa yang berbahasa Using.

1.6.7 Sistematika Penulisan

Makalah ini terdiri atas enam bab, yaitu pendahuluan, landasan teori, gambaran umum tentang Kabupaten Banyuwangi, bahasan peta, analisis data, dan penutup. Pada bab pendahuluan dibagi lagi menjadi delapan subbab, yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, pelaksanaan penelitian, penelitian terdahulu dan sistematika penulisan. Kemudian bab landasan teori dibagi menjadi sembilan subbab, yaitu pengantar, bahasa dan dialek, dialektologi, penelitian dialektologi, penelitian dialektologi di Indonesia, peta bahasa, isoglos dan berkas isoglos, dan dialektometri. Selanjutnya

(40)

UNIVERSITAS INDONESIA

bab ketiga adalah gambaran umum tentang Kabupaten Banyuwangi. Bab berikutnya adalah bahasan peta. Selanjutnya, bab kelima adalah analisis data dan bab terakhir adalah bab penutup.

(41)

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 2 LANDASAN TEORI

LANDASAN TEORI

2.1 Pengantar

Dialektologi merupakan cabang ilmu terapan linguistik yang mempelajari tentang dialek. Hal yang dipelajari tersebut merupakan variasi bahasa di antara dan di dalam komunitas tertentu. Dalam hal ini, variasi bahasa penting dipelajari karena Indonesia memiliki banyak sekali bahasa daerah. Hal ini tentu saja dapat menandakan bahwa banyak pula variasi bahasa yang terdapat di Indonesia. Variasi bahasa tersebut dapat timbul disebabkan jarak wilayah yang jauh dari pusat bahasa aslinya sehingga dapat dikatakan bahasa yang digunakan sama, tetapi bisa saja ada kosakata ataupun intonasi yang berbeda. Selain itu, variasi bahasa juga dapat terjadi karena terdapat wilayah yang terisolasi faktor alam. Hal ini dapat menyebabkan bahasa antara satu daerah dengan daerah lainnya berbeda walaupun jarak wilayah tidak terlalu jauh. Faktor alam yang menyebabkan daerah terisolasi adalah adanya jurang, gunung, sungai, dan lain sebagainya. Bahkan, bisa juga variasi bahasa muncul karena adanya kontak sosial antara komunitas tertentu di suatu daerah dengan komunitas lainnya di daerah yang berbeda. Biasanya, kontak sosial ini dapat melahirkan variasi bahasa yang terbentuk dari asimilasi dua atau lebih bahasa.

Dalam dialektologi, variasi bahasa tersebut tidak hanya ditampilkan melalui penjabaran terkait aspek kebahasaan saja. Akan tetapi, variasi bahasa tersebut akan juga dijabarkan dengan menggunakan peta bahasa. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah melihat kondisi kebahasaan di suatu daerah. Variasi bahasa tersebut dalam peta bahasa dipisahkan oleh yang namanya garis isoglos. Berkas isoglos tersebut akan menjadi pembeda antara bahasa di suatu daerah dengan daerah lain di sekitarnya. Secara tidak langsung, dengan hanya melihat peta bahasa, kondisi kebahasaan di suatu daerah akan tampak jelas dan mudah untuk ditafsirkan lebih mendalam. Namun, sebelum data variasi bahasa di

Gambar

Gambar 1.1 Batas Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi
Gambar 2.4 Peta Segitiga Matrabasa
Tabel kosakata umum Swadesh satu etima dengan satu pelambang di atas  menunjukkan  adanya  variasi  dalam  pelafalan  atau  penyebutan  glos  tersebut
Tabel 4.6 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Satu Etima Tiga Pelambang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari daftar merk produk mi irstan yang ada di bawah ini: - Beri tanda ({) untuk merk yang paling Anda ketahui.. - Kemudian berikan urutan untuk merk-merk tersebut berdasarkan

Penyesuaian akibat penjabaran laporan keuangan dalam mata uang asing Keuntungan (kerugian) dari perubahan nilai aset keuangan dalam kelompok tersedia untuk dijual. Pajak

Laporan pelaksanaan tugas tahunan merupakan suatu sarana informasi yang memuat perkembangan kinerja dari Dinas Pengendalian Pertanahan Daerah dalam kurun waktu satu

Dalam desain penelitian ini terdiri dari; rencana penelitian, pelaksanaan penelitian, penyusunan hasil penelitian (penyusunan data dan pengetikan data), metode

1) The power frequency (60/50 Hz or fundamental) apparent, active, and reactive powers. These three basic quantities are the quintessence of the power fl ow in electric networks.

Dari sisi value added konsep yang ditawarkan oleh CiCoffee House yaitu berupa penayangan film dengan sistem VOD ( Video on Demand ), sehingga masyarakat akan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Model komunikasi PUG-ARG yang diujicobakan, mengerti tentang gender dan responsive gender, namun belum mengimplementasikan dalam program kerja,

Instrumen berbasis CaC juga cenderung akan terjebak pada complex legislatif web (jaringan perundang-undangan yang kompleks) serta mahalnya biaya penegakan hukum. Di