commit to user
IMPLIKASI SISTEM ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN TERHADAP PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN KLATEN
Penulisan Hukum
(skripsi)
Oleh
Haryo Setyo Projo
E0006142
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user ABSTRAK
HARYO SETYO PROJO, E 0006142, 2013. IMPLIKASI SISTEM
ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN TERHADAP PENDAFTARAN
TANAH DI KABUPATEN KLATEN. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui tentang implikasi sistem administrasi kependudukan terhadap pendaftaran tanah di kabupaten klaten
Penulisan hukum ini merupakan penulisan hukum empiris yang bersifat deskriptif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode yuridis normatif. Sumber data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis data yang digunakan oleh penulis adalah model interaktif atau yang lebih dikenal dengan ‘Interative Model of Analysis’
Hasil penelitian menunjukan bahwa implikasi sistem administrasi kependudukan terhadap pendaftaran tanah di kabupaten klaten mempunyai kecenderungan untuk melakukan pelanggaran, khususnya terjadi saat pembuatan KTP, KTP sendiri merupakan salah satu persyaratan dalam pendaftaran tanah.
Dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, menyebutkan bahwa setiap warga Negara Indonesia wajib mempunyai KTP setelah berusia 17 (tujuh belas) tahun atau sudah kawin atau pernah kawin, selain itu setiap warga Negara Indonesia hanya boleh mempunyai 1 (satu) KTP. Terkait dengan pendaftaran tanah, banyak warga membuat KTP lebih dari satu, hal itu untuk dijadikan persyaratan dalam pendaftaran tanah supaya terhindar dari larangan kepemilikan tanah absentee
Solusi yang dapat diberikan dalam permasalahan tersebut sebagai berikut penerbitan KTP perlu adanya perubahan sistem yang dapat terintegrasi secara nasional, agar dapat meminimalisir pelanggaran di semua tingkatan, baik di tingkat Kelurahan, Kecamatan serta Instansi Pelaksana.
commit to user BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia adalah Negara berkembang yang saat ini sedang
melaksanakan pembangunan di segala bidang, termasuk diantaranya
pembangunan di bidang hukum. Hukum sendiri mempunyai tempat yang
sangat penting dan tidak terlepaskan dari realita di masyarakat. Hal ini
berpengaruh terhadap pembaharuan hukum di Indonesia, baik langsung
maupun tidak langsung terhadap kelancaran pembangunan nasional.
Kelancaran pembangunan nasional itu sendiri salah satunya bergantung
bagaimana pemerintah mengelola pelayanan publiknya, termasuk juga
dengan adanya peran BUMN. “BUMN yang merupakan perusahaan
pelayanan publik telah memberikan kontribusi besar terhadap pembangunan
nasional”.(http://www.umj.ac.id/main/artikel/index.php?detail=20101216190
605).
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa tujuan didirikan Negara Republik Indonesia, antara lain adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat tersebut mengandung makna negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga Negara atas barang publik, jasa publik, dan
pelayanan administratif.
(http://wuriantos.blogspot.com/2011/06/pelayanan-publik.html)
Guna memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil warga negara tersebut,
Negara ini perlu apa yang disebut dengan tertib administrasi dalam lingkup
kependudukan. Sebagai Negara yang mempunyai jumlah penduduk yang
besar, kurang lebih 230 juta jiwa, Dinas kependudukan dan catatan sipil
merupakan salah satu bentuk konkret pelayanan publik yang diselenggarakan
commit to user
Gagasan untuk menyusun suatu sistem administrasi yang menyangkut
seluruh masalah kependudukan, yang meliputi pendaftaran penduduk,
pencatatan sipil, pengelolaan data-informasi kependudukan, patut menjadi
perhatian untuk mewujudkannya. Karena sampai saat ini, peraturan
perundang-undangan yang mendukungnya masih terpisah-pisah, berjalan
sendiri-sendiri tanpa ada kaitan satu dengan lainnya. Perwujudan suatu sistem
memang sangat didambakan oleh masyarakat. Bahkan sebagai ciri dari
penyelenggaraan negara yang modern khususnya bidang pelayanan kepada
masyarakat.
Penyelenggaraan Negara dalam sistem admnistrasi kependudukan ini
dimaksudkan agar semua peristiwa penting kependudukan yang terjadi di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat dicatat dengan akurat.
Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam rangka menyusun Sistem Informasi
Kependudukan yang akurat, terpercaya dan up-to-date perlu juga untuk
dioptimalkan.
Dengan kemajuan teknologi saat ini tentu bukan lagi masalah bagi Negara
kita. Jika kita membuat sebuah sistem informasi terintegrasi maka
memungkinkan kita melakukan pengolahan data kependudukan secara cepat
dan akurat. Misalkan saja KPU (Komisi Pemilihan Umum) membutuhkan
data DPT (Daftar Pemilih Tetap) maka dapat langsung saja minta ke Dinas
Kependudukan untuk mendapatkan data terbaru. Tidak akan sulit, karena
setiap elemen saling mendukung satu sama lain.
Pencatatan Sipil merupakan hak dari setiap warga negara dalam arti hak
memperoleh akta autentik dari pejabat negara. Masih jarang penduduk
menyadari betapa pentingnya sebuah akta bagi dirinya maupun keluarganya,
sebagai contoh anak lahir tanpa akta kelahiran, ia akan memperoleh kesulitan
pada saat memasuki jenjang pendidikan. Demikian pula dalam masalah
perkawinan, kematian, dan status anak, banyak manfaat yang membawa
commit to user
oleh pejabat Kantor Catatan Sipil, memiliki arti yang sangat besar di
kemudian hari, manakala terjadi sesuatu. Misalnya saja untuk kepentingan
menentukan ahli waris, menentukan dan memastikan bahwa mereka adalah
benar benar ahli warisnya, atau dapat memberi arah ke pengadilan dimana
seseorang tersebut dapat mengajukan cerai dan lain-lain yang tanpa disadari
akta-akta tersebut sangat penting artinya bagi kehidupan seseorang
dikemudian hari.
Masalah administrasi kependudukan dan catatan sipil perlu ditangani
dengan baik melalui pembuatan kerangka kebijakan Peraturan Pemerintah
dan Peraturan Daerah dalam mensosialisasikan terwujudnya kegiatan
pelayanan administrasi yang teratur, tertib, terdokumentasikan dan mudah
diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. (H. Mukhtar A. Kamaruddin, 2011:
340).
Dengan adanya pencatatan tersebut secara nyata dapat memberi
keuntungan bagi berbagai pihak, baik dari sisi pemerintah maupun
masyarakat itu sendiri. Pemerintah tentu saja dapat mengetahui identitas
penduduknya bila terjadi suatu tindakan hukum seperti kejahatan, sedangkan
masyarakatnya dapat memperoleh banyak akses publik maupun privat dengan
identitas tersebut, seperti akses kesehatan dan pendidikan.
Melihat apa yang telah diuraikan diatas, Administrasi Kependudukan
menjadi semakin penting dan fundamental karena selalu bersentuhan dengan
setiap aktivitas kehidupan warga Negara di Indonesia. Apabila kita akan
berdomisili pada suatu wilayah maka kita juga harus memiliki tanda domisili
yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Adminstrasi
Kependudukan, pada Pasal 63 menyebutkan bahwa Seorang WNI wajib
memiliki KTP ketika sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin
commit to user
terbukti banyak kasus tentang pemalsuan KTP, bahkan banyak juga KTP
ganda.
Pada pemilu 2009 DPT (daftar pemilih tetap) sangat amburadul sehingga
menodai sebuah proses demokrasi yang notabene merupakan cikal bakal
gerbang masa reformasi sekarang. Kondisi itu mungkin muncul lagi karena
saat ini tujuh juta penduduk memiliki KTP
ganda.(www.fajar.co.id/rubrik-46-politik)
Hal itu bagaikan memakan buah simalakama, proses pembuatan KTP
memang mudah, di satu sisi memudahkan pemohon dalam pembuatan KTP
agar tidak berbelit-belit, tetapi di sisi lain juga dapat disalah gunakan, seperti
pada kasus DPT diatas, maupun kasus kejahatan pada tingkat yang paling
ekstrim seperti terorisme. Bahkan kasus terorisme yang berkaitan dengan
KTP juga telah dialami di seluruh dunia, seperti yang diungkapkan dalam
jurnal dari Oxford Internet Institute, “ ID cards mark certain persons as
members of a nation state and are usually intended to combat fraud and
‘terrorism’”, yang artinya “KTP menandai orang-orang tertentu sebagai
anggota dari sebuah negara bangsa dan biasanya dimaksudkan untuk
memerangi penipuan dan terorisme”. (David Lyon, 2004: 1). Pernyataan
tersebut membenarkan bahwa terorisme diseluruh dunia berawal dari adanya
pelanggaran mengenai KTP.
Di Indonesia, KTP bukan hanya sebagai bukti diri tetapi juga sebagai alat
pelengkap akan suatu kepemilikan, sebagai contoh SIM (Surat Izin
Mengemudi), data-datanya juga berasal dari KTP, pembukaan rekening di
bank, ada juga sertifikat kepemilikan tanah, kepemilikannya juga berdasarkan
pada KTP. Pada kasus kepemilikan tanah, banyak ditemui mengenai KTP
ganda yang dimanfaatkan untuk menghindarkan dari larangan kepemilikan
tanah secara absentee. Hal itu dilakukan pada saat mendaftarkan tanah di
commit to user
Menurut Boedi Harsono, tanah absentee mempunyai pengertian bahwa
dilarang kepemilikan tanah pertanian oleh orang yang bertempat tinggal di
luar kecamatan tempat letak tanahnya. Meskipun begitu, masih ada
pengecualiannya yaitu seperti PNS, Polri, dst, boleh melakukan kepemilikan
tanah secara absentee.
Pengecualian tersebut diatas secara umum yaitu mereka yang sedang
menjalankan tugas Negara, menunaikan kewajiban agama atau mempunyai
alasan khusus lainnya yang dapat diterima pada waktu itu oleh Menteri
Agraria. (Boedi Harsono, 2003: 389)
Larangan kepemilikan tanah absentee memang sangat erat kaitannya
dengan land reform, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
penduduk. Hal itu juga dapat dilihat dalam jurnal internasional, “Land
reforms have been on the national agenda since Independence to improve the
performance of agriculture as well as for rural re-construction. In addition,
creating greater access to land for the landless rural poor is an important
component of poverty alleviation programmes”, yang artinya “Reformasi
tanah telah menjadi agenda nasional sejak Kemerdekaan untuk meningkatkan
kinerja pertanian serta untuk merekonsruksi pedesaan. Selain itu,
menciptakan akses yang lebih besar bagi masyarakat miskin di pedesaan tak
bertanah yang merupakan komponen penting dalam program pengentasan
kemiskinan”. (M.Venkata Ramanaiah dan C.Mangala Gowri, 2008 : 1)
Sedangkan pendaftaran tanah sendiri mempunyai arti yang sangat
panjang, seperti yang tercantum dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yaitu rangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan
teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta
pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar,
mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk
commit to user
haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang
membebaninya.
Di wilayah Kabupaten Klaten, yang notabene merupakan wilayah yang
terkenal dengan berasnya dan sebagai sentra pertanian di Jawa Tengah,
terdapat 59.000 (lima puluh sembilan ribu) warga memiliki KTP ganda dari
1.082.346 jiwa jumlah yang wajib memiliki KTP.
(http://www.solopos.com/2012/klaten/19-desa-gagal-cairkan-add-2011-159542). Dari data tersebut, kemungkinannya sangat besar bahwa banyak
penduduk yang melakukan pelanggaran mengenai KTP dengan membuat
KTP ganda untuk melakukan pendaftaran tanah.
Pendaftaran tanah disini yang akan dibahas oleh penulis adalah
pendaftaran tanah yang terjadi karena adanya jual-beli. Untuk itu sangat
menarik jika dikaji lebih lanjut mengenai kaitannya antara KTP dengan
pendaftaran tanah. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka penulis
memilih judul “IMPLIKASI SISTEM ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN
TERHADAP PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN KLATEN”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka penulis
mengambil perumusan masalah yang akan diteliti sebagai berikut :
1. Bagaimana implikasi sistem Administrasi Kependudukan terhadap
pendaftaran tanah di Kabupaten Klaten ?
2. Kendala apa saja yang muncul dari implikasi sistem Administrasi
commit to user C. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis memiliki tujuan yang hendak dicapai, adapun
tujuan tersebut meliputi tujuan obyektif dan tujuan subyektif.
1. Tujuan obyektif
a. Untuk mengetahui implikasi dari sistem administrasi
kependudukan terhadap pendaftaran tanah di Kabupaten
Klaten
b. Untuk mengetahui kendala-kendala yang muncul dari
implikasi sistem adminstrasi kependudukan terhadap
pendaftaran tanah di Kabupaten Klaten
2. Tujuan subyektif
a. Untuk memperoleh data-data dan informasi sebagai bahan
utama penyusunan hukum untuk memenuhi persyaratan wajib
bagi setiap mahasiswa dalam meraih gelar kesarjanaan pada
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
b. Untuk menambah, memperluas, mengebangkan wawasan,
pengetahuan dan pengalaman serta pemahaman aspek hukum
dalam teori dan praktek lapangan hukum yang sangat berarti
bagi penulis
c. Memberikan gambaran dan sumbangan pemikiran bagi
pengetahuan hukum.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis
a. Hasil penelitian merupakan sumbangan pemikiran bagi
pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu
commit to user
b. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai tambahan referensi di
bidang karya ilmiah yang dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan serta berguna bagi para pihak yang
berkepentingan
2. Manfaat praktis
a. Dapat memberikan masukan dan gambaran bagi pengamat
serta pemerhati yang tertarik terhadap masalah adminintrasi
kependudukan
b. Sebagai teori dan praktik penelitian dalam bidang hukum serta
sebagai praktek dalam pembuatan karya ilmiah dengan suatu
metode penelitian ilmiah.
E. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang penting bagi
perkembangan ilmu dan bagi pemecahan suatu masalah. Metodelogi
penelitian merupakan cara utamauntuk memperoleh data secara lengkap
dan dapat dipertanggungjawabkan seara ilmiah, sehingga tujuan
penelitian dapat tercapai. Metodelogi penelitian juga merupakan cara
sebagai pedoman untuk memperoleh pengetahuan yang mendalam tentang
suatu gejala atu merupakan suatu cara untuk emahami objek yang menjadi
sasaran dan ilmu pengetahuan yang bersangkutan.
Dalam penelitian hukum ini penulis menggunakan metode
penelitian hukum sebagai acuan dalam melakukan langkah-langkah yang
diperlukan dalam penelitian, yaitu sebagai berikut :
1. Jenis penelitian
Berdasarkan penulisan judul dan rumusan masalah, penelitian ini
termasuk dalam jenis penelitian hukum normatif. Menurut Peter Mahmud
commit to user
normatif dan penelitian hukum empiris yang tunduk pada ilmu social,
sehingga penelitian hukum diartikan sebagai suatu proses untuk
menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun
doktrin-doktrin hukum gunamenjawab isu hukum yang dihadapi. (Peter Mahmud
Marzuki, 2005 : 35). Pengertian penelitian hukum tersebut dikarenakan
ilmu hukum ditempatkan sebagai ilmu normatif yang memiliki perbedaan
dengan ilmu sosial
2. Sifat penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan penelitian hukum
yang bersifat preskriptif atau terapan. Sebagai ilmu yang preskriptif, ilmu
hukum mempelajari tujuan ilmu hukum, nilai-nilai keadilan, validitas
aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sifat
preskriptif keilmuan ini merupakan sesuatu yang substansial didalam ilmu
hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005 : 22).
3. Pendekatan penelitian
Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan.
Pendekatan-pendekatan yang digunakan didalam penelitian hukum adalah Pendekatan-pendekatan
undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach),
pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif
(comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual
approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2005 : 93).
Pada penelitian ini akan menggunakan pendekatan dari sisi
undang-undang (statute approach). Pendekatan undang-undang dilakukan dengan
menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut
dengan isu hukum yang sedang ditangani (Peter Mahmud Marzuki, 2005 :
93).
commit to user
Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian hukum yang
dilakukan oleh penulis adalah bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat auoratif
yang artinya otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari
perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan
perundang-undangan dan putusan hakim. Sedangkan bahan hukum
sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan
doumen-dokumen resmi, yang meliputi buku-buku teks, kamus-kamus
hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar atas putusan pengadilan
(Peter Mahmud Marzuki, 2005 : 141)
Dalam penelitian ini penulis menggunakanbahan hukum primer yang
terkait dengan perundang-undangan administrasi kependudukan dan
pendaftaran tanah sebagai berikut :
a. Norma atau kaidah dasar yaitu Undang-Undang Dasar 1945
b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria
c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Admininstrasi
Kependudukan
d. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan
e. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah
f. Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan
commit to user
g. Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN Nomor 3 Tahun
1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
h. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan
Pertanahan.
Bahan hukum sekunder yang digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah buku-buku literatur hukum, penelitian hukum (skripsi), artikel
hukum di internet yang berkaitan dengan permasalahn yang diteliti dan
jurnal hukum baik nasional maupun internasional
5. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
melalui studi pustaka yaitu pengumpulan bahan-bahan penelitian berupa
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan administrasi
kependudukan dan pendaftaran tanah, buku, jurnal, dan
dokumen-dokumen terkait permasalahan yang penulis peroleh dari kantor
Pertanahan Klaten serta Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Klaten
6. Teknik analisis data
Tekinik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
silogisme. Penggunaan silogisme dilakukan dengan cara menyusun
premis mayor kemudian premis minor. Dari kedua premis ini kemudian
ditarik kesimpulan. Menurut philipus m. hadjon dalam peter Mahmud
marzuki menyatakan bahwa didalam argumentasi hukum, silogisme tidak
sesederhana silogisme tradisional, didalam logika silogistik untuk
penalaran hukum yang merupakan premis mayor adalah aturan hukum
sedangkan premis minornya adalah fakta hukum (Peter Mahmud Marzuki,
commit to user
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai sistematika
penulisan karya ilmiah yang sesuai aturan dalam penulisan karya ilmiah,
maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. adapun
sistematika penulisan hukum terbagi dalam 4 (empat) bab yang saling
berkaitan dan berhubungan. sistematika dalam penulisan hukum ini adalah
sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Metode Penelitian
F. Sistematika Penulisan
BAB II : Tinjauan Pustaka
A. Kerangka Teori
B. Kerangka Pemikiran
BAB III : Hasil Penelitian dan Pembahasan
BAB IV : Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
commit to user BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka teori 1. Tinjauan tentang administrasi penduduk
a. Pengertian administrasi kependudukan
“Istilah Administrasi berasal dari bahasa Latin yaitu Administrare,
yang artinya adalah setiap penyusunan keterangan yang dilakukan secara
tertulis dan sistematis dengan maksud mendapatkan sesuatu ikhtisar
keterangan itu dalam keseluruhan dan dalam hubungannya satu dengan
yang lain”.
(http://saepudinonline.wordpress.com/2010/07/02/pengertian-hukum-administrasi-negara/).
Sementara itu penulis HAN lain membagi bidang HAN menjadi HAN umum (algemeendeel) dan HAN khusus (bijzonder deel). HAN umum berkenaan dengan peraturan-peraturan umum mengenai tindakan hukum dan hubungan hukum admininstrasi atau peraturan-peraturan dan prinsip-prinsip yang berlaku untuk semua bidang hukum adminstrasi, dalam arti tidak terikat pada bidang tertentu. sementara itu, HAN khusus adalah peraturan-peraturan yang berkaitan dengan bidang-bidang tertentu seperti peraturan tentang tata ruang, peraturan tentang kepegawaian, peraturan tentang pertanahan, peraturan tentang kesehatan, peraturan tentang perpajakan, peraturan bidang pendidikan, peraturan pertambangan, dan sebagainya.(Ridwan HR,2010: 40)
Dalam Pasal 1 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan, dinyatakan bahwa administrasi
kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam
penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran
penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi administrasi
kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan
commit to user
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang terdapat
istilah administrasi kependudukan, semuanya memiliki pengertian yang
sama seperti di atas. Dan dapat menjadi gambaran bahwa administrasi
kependudukan merupakan HAN secara khusus dalam lingkup
kependudukan, walaupun tidak secara implisit dinyatakan bahwa
administrasi kependudukan merupakan HAN secara khusus.
Dari pengertian administrasi kependudukan tersebut juga dapat
ditarik garis besarnya bahwa administrasi kependudukan mempunyai 3
(tiga) sistem utama yaitu pendaftaran penduduk, pencatatan sipil dan
pengelolaan informasi administrasi kependudukan serta pendayagunaan
hasilnya.
Sistem pertama pendaftaran penduduk, Pasal 1 Undang Undang
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menjelaskan
Pendaftaran Penduduk adalah pencatatan biodata Penduduk, pencatatan
atas pelaporan Peristiwa Kependudukan dan pendataan Penduduk rentan
Administrasi Kependudukan serta penerbitan Dokumen Kependudukan
berupa kartu identitas atau surat keterangan kependudukan.
Pendaftaran penduduk sendiri juga dapat dijabarkan, biodata
penduduk merupakan data awal dari semua dokumen kependudukan yang
pada akhirnya menghasilkan NIK (Nomor Induk Kependudukan) sebagai
dasar nomor identitas penduduk. Peristiwa kependudukan yaitu kejadian
yang dialami Penduduk yang harus dilaporkan karena membawa akibat
terhadap penerbitan atau perubahan Kartu Keluarga, Kartu Tanda
Penduduk dan/atau surat keterangan kependudukan lainnya meliputi
pindah datang, perubahan alamat, serta status tinggal terbatas menjadi
tinggal tetap. Selanjutnya penerbitan dokumen kependudukan juga sudah
dijelaskan dalam undang undang tersebut, dokumen resmi yang
commit to user
sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan Pendaftaran
Penduduk dan Pencatatan Sipil.
Sistem kedua pencatan sipil, Pasal 1 Undang Undang Nomor 23
Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menjelaskan pencatatan
sipil adalah pencatatan Peristiwa Penting yang dialami oleh seseorang
dalam register Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana.
Peristiwa penting sendiri juga mempunyai pengertian bahwa
kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir
rnati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak,
pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status
kewarganegaraan.
Sistem ketiga, pengelolaan informasi administrasi kependudukan
serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan
sektor lain, dalam hal ini tidak ada penjelasan secara implisit dalam
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan, namun kurang lebih mengartikan bahwa administrasi
kependudukan dikelola secara maksimal oleh Instansi Pelaksana untuk
meningkatkan kinerjanya sebagai bagian dari pelayanan publik maupun di
bidang lainnya yang berguna bagi masyarakat.
b. Hak dan kewajiban penduduk dalam administrasi kependudukan
Setiap warga Negara dimanapun dia berada, pasti memiliki hak
dan kewajiban yang melekat pada dirinya, bahkan sudah ada semenjak
dilahirkan di dunia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan
hak sebagai kekuasaan yg benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu,
derajat atau martabat. Sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang wajib
dilaksanakan. Seseorang dapat menuntut haknya tentu saja jika kewajiban
commit to user
Sebagai warga Negara, hak dan kewajiban dalam kependudukan
tertuang sesuai isi Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan bahwa setiap penduduk mempunyai hak
untuk memperoleh:
1) Dokumen kependudukan;
2) Pelayanan yang sama dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan
sipil;
3) Perlindungan atas data pribadi;
4) Kepastian hukum atas kepemilikan dokumen;
5) Informasi mengenai data hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan
sipil atas dirinya dan/atau keluarganya; dan
6) Ganti rugi dan pemulihan nama baik sebagai akibat kesalahan dalam
pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil serta penyalahgunaan data
pribadi oleh instansi pelaksana.
Sedangkan dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 tentang adminstrasi kependudukan, bahwa setiap penduduk
mempunyai kewajiban :
“Setiap penduduk wajib melaporkan peristiwa kependudukan dan
peristiwa penting yang dialaminya kepada instansi pelaksana dengan
memenuhi persyaratan yang diperlukan dalam pendaftaran penduduk dan
pencatatan sipil” .
Pasal 3 mengatur bahwa kewajiban penduduk dalam melaporkan
peristiwa penting dan peristiwa kependudukan namun harus memenuhi
persyaratan terlebih dahulu, hal tersebut mengartikan jika kewajiban itu
juga memerlukan kewajiban lainnya, yaitu memenuhi sebuah persyaratan
commit to user
“Warga Negara Indonesia yang berada di luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia wajib melaporkan peristiwa kependudukan
dan peristiwa penting yang dialaminya kepada instansi pelaksana
pencatatan sipil Negara setempat dan/atau kepada perwakilan republik
Indonesia dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan dalam
pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil”.
Pada Pasal 4, intinya sama dengan Pasal 3 namun tempat
terjadinya peristiwa penting dan peristiwa kependudukan yang berbeda,
serta ada tambahan instansi pelaksana bukan hanya dinas kependudukan
dan catatan sipil namun juga perwakilan RI, bisa saja hal itu dilaksanakan
oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI)
c. Dokumen kependudukan
Pada hakekatnya bahwa upaya Tertib Dokumen Kependudukan
atau Tertib Administrasi Kependudukan, tidak sekedar pengawasan
terhadap pengadaan formulir dan blangko yang dipersyaratkan dalam
penerbitan dokumen, tapi hendaknya juga harus dikelola dan
didokumentasikan dengan baik. Dengan dikelola dan didokumentasikan
dengan baik, merupakan wujud konkret dari pelayanan publik yang
diinginan oleh masyarakat.
Dokumen Kependudukan adalah dokumen resmi yang diterbitkan
oleh Instansi Pelaksana yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat
bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan pendaftaran penduduk dan
pencatatan sipil. Dengan demikian, dimilikinya dokumen kependudukan
menjadikan seseorang mendapatkan kepastian hukum maupun
perlindungan terhadap data diri sehingga bila suatu saat terjadi sesuatu
commit to user
Dokumen kependudukan terjabar dalam Pasal 59 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Adminstrasi Kependudukan, antara lain :
1) Biodata Penduduk;
2) Kartu Keluarga (KK);
3) Kartu Tanda Penduduk (KTP);
4) Surat keterangan kependudukan;
5) Akta Pencatatan Sipil.
Biodata Penduduk paling sedikit memuat keterangan tentang
nama, tempat dan tanggal lahir, alamat dan jatidiri lainnya secara lengkap,
serta perubahan data sehubungan dengan Peristiwa Kependudukan dan
Peristiwa Penting yang dialami.
Surat keterangan kependudukan mempunyai banyak jenisnya,
meliputi :
a) Surat Keterangan Pindah:
b) Surat Keterangan Pindah Datang:
c) Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri; d) Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri; e) Surat Keterangan Tempat'1inggal:
f) Surat Keterangan Kelahiran; g) Surat Keterangan Lahir Mali.
h) Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan;
i) Surat Keterangan Pembatalan Perceraian; j) Surat Keterangan Kematian;
k) Surat Keterangan Pengangkatan Anak;
l) Surat Keterangan Pelepasan Kewarganegaraan
Indonesia;
m) Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas; dan n) Surat Keterangan Pencatatan Sipil.
2. Tinjauan tentang Kartu Tanda Penduduk
a. Pengertian Kartu Tanda Penduduk
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan , Kartu Tanda Penduduk atau KTP adalah
commit to user
pelaksana yang berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Sebagai identitas resmi, KTP memiliki banyak fungsi selain
sebagai bukti diri namun juga sebagai persyarakat administrasi untuk
menikmati berbagai akses pelayanan publik lainnya. Dalam kehidupan
sehari-hari, kepemilikan KTP lebih dirasakan sebagai kewajiban daripada
hak. Sebagai contoh, KTP dibutuhkan karena diperlukan untuk
administrasi dalam permohonan perkawinan ke KUA, membuat akte
kelahiran anak, membuat SIM, berususan dengan jual-beli tanah dan
sebagainya. Namun jika tidak punya KTP, maka tidak bisa melakukan
kegiatan administrasi tersebut dan hal itu nantinya akan sangat
merepotkan kepada kehidupan yang dijalaninya.
Dengan melihat KTP seseorang akan mendapat gambaran siapa
dan dari mana orang tersebut, makanya setiap orang yang berpergian
wajib membawa KTP sebagai bekal utama, yang suatu keadaan tertentu
lebih penting daripada barang barang lainnya.
Bagi penduduk pendatang, persoalan KTP menjadi jauh lebih
penting daripada barang lainnya. Pihak aparat maupun pamong desa
biasanya akan meminta para pendatang yang tidak melengkapi diri
dengan KTP untuk segera kembali ke daerah asalnya
b. Syarat kepemilikan dan syarat penerbitan Kartu Tanda Penduduk
Dalam pasal 63 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 disebutkan
syarat-syarat kepemilikan KTP, antara lain :
1) Penduduk Warga Negara Indonesia dan orang asing yang memiliki
izin tinggal tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah
commit to user
2) Orang asing yang mengikuti status orang tuanya yang memiliki izin
tinggal tetap dan sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun wajib memiliki
KTP
3) KTP berlaku nasional
4) Penduduk wajib melaporkan perpanjangan masa berlaku KTP kepada
instansi pelaksana apabila masa berlakunya telah berakhir
5) Penduduk yang telah memiliki KTP wajib membawa saat berpergian
6) Penduduk hanya boleh memiliki 1 (satu) KTP
Sedangkan penerbitan KTP baru bagi penduduk Warga Negara
Indonesia, sesuai Pasal 15 Ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun
2008 dilakukan setelah memenuhi syarat berupa, antara lain :
1) Telah berusia 17 (tujuh belas) tahun atau sudah kawin atau pernah
kawin
2) Surat pengantar RT/RW dan kepala desa/lurah
3) Fotokopi :
a) Kartu Keluarga
b) Kutipan akta nikah/ akta kawin bagi penduduk yang belum
berusia 17 (tujuh belas) tahun
c) Kutipan akta kelahiran
4) Surat keterangan datang dari luar negeri yang diterbitkan oleh instansi
pelaksana bagi Warga Negara Indonesia yang datang dari luar negeri
karena pindah
3. Tinjauan umum tentang pendaftaran tanah
a. Pengertian pendaftaran tanah
Undang-undang Pokok Agraria maupun Peraturan Pemerintah Nomor
10 Tahun 1961 sendiri tidak menerangkan pengertian pendaftaran tanah.
Pengertian Pendaftaran tanah menurut Urip Santoso yang dikutip dari A.P
commit to user
Belanda Kadaster) suatu istilah teknis untuk suatu record (rekaman),
menunjukkan kepada luas, nilai, dan kepemilikan (atau lain-lain atas hak)
terhadap suatu bidang tanah. Kata ini berasal dari bahasa Latin
“Capistratum” yang berarti suatu register atau capita atau unit yang
diperbuat oleh pajak tanah Romawi (Capotatio Terrens). Dalam arti yang
tegas, cadastre adalah record pada lahan_lahan, nilai daripada tanah dan
pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan. Dengan demikian,
dapat disimpulkan Cadastre merupakan alat yang tepat untuk
memberikan uraian dan identifikasi serta sebagai Continuous recording
(rekaman yang berkesinambungan) dari hak atas tanah (Urip Santoso,
2010:12).
Menurut pasal 1 PP Nomor 24 Tahun 1997, pengertian dari
pendaftaran tanah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi
pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan
data fisik maupun data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai
bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun termasuk pemberian
surat tanda bukti bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan
hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang
membebaninya.
Pengumpulan data fisik dan yuridis, pembukuan dan penyajiannya
dalam bentuk peta pendaftaran, surat ukur dan buku tanah untuk pertama
kali serta penerbitan sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya
merupakan kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali. Pendaftaran
perubahan-perubahan pada data fisik dan data yuridisnya terjadi
kemudian disebut kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah.
Pendaftaran yuridis sebagaimana diatur pendaftaran pada Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dilakukan
commit to user
itu dibuat dengan pembuatan dan mendaftar akta baru (Boedi
Harsono,2008 : 6)
Dari pengertian pendaftaran tanah tersebut diatas dapat diuraikan
unsur-unsurnya sebagai berikut (urip santoso, 2010: 14-16) :
1) Adanya serangkaian kegiatan
Dalam pendaftaran tanah yang terdiri atas
kegiatan-kegiatan yang berkaitan satu sama lain untuk tersedianya data
yang diperlukan dalam pendaftaran tanah. Kegiatan pendaftaran
tanah terdiri dari kgiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali
meliputi kegiatan pengumpulan dan pengolahan data fisik;
pembuktian hak dan pembukuannya; penerbitan sertifikat;
penyajian data fisik dan data yuridis; dan penyimpanan daftar
umum dan dokumen, serta pemeliharaan data pendaftaran tanah,
bentuk kegiatannya adalah pendaftaran, peralihan dan pembebasan
hak; pendaftaran, perubahan dan pendaftaran tanah lainnya
2) Dilakukan oleh pemerintah
Pendaftaran tanah dilakukan oleh instansi pemerintah yang
menyelenggarakan pendaftaran tanah adalah Badan Pertanahan
Nasional (BPN) sedangkan dalam pelaksanaannya dilakukan oleh
Kepala Kantor Pertanahan kabupaten/kota.
3) Secara terus menerus, berkesinambungan
Data yang sudah ada akan terus dipelihara dan jika ada
perubahan akan disesuaikan lagi. kegiatan pendaftaran tanah untuk
pertama kali menghasilkan tanda bukti hak berupa sertifikat.
Dalam kegiatan pendaftaran tanah dapat terjadi peralihan hak,
commit to user
pemecahan, pemisahan dan penggabungan bidang tanah;
pembagian hak bersama, hapusnya hak atas tanah dan hak milik
atas satuan rumah susun; peralihan dan hapusnya putusan atau
penetapan pengadilan; dan perubahan nama pemegang hak harus
didaftarkan ke kantor pertanahan kabupaten/kota setempat hingga
tetap sesuai dengan keadaan terakhir.
4) Secara teratur
Kegiatan pendaftaran tanah harus dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan
perundang-undangan yang mengatur pendaftaran tanah adalah
UUPA, peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997, permen
agrarian/kepala BPN nomor 3 tahun 1997, permen agrarian/
kepala BPN nomor 3 tahun 1999, permen agrarian/ kepala BPN
nomor 9 tahun 1999 dan sebagainya.
5) Bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun
Kegiatan pendaftaran tanah dilakukan terhadap hak milik,
hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak pengelolaan,
tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, hak tanggungan
dan tanah Negara
6) Pemberian surat tanda bukti hak
Ini dihasilkan pada saat pendaftaran tanah pertama kali
7) Hak-hak tertentu yang membebaninya
b. Asas-asas pendaftaran tanah
Menurut urip santoso yang dikutip dari Soedikno Mertokusumo,
commit to user 1) Asas Specialiteit
Pelaksanaan pendaftaran tanah diselenggarakan atas dasar
peraturan perundang-undangan tertentu yang secara teknis
menyangkut masalah pengukuran, pemetaan dan pendaftaran
peralihannya. oleh karena itu dalam pelaksanaan pendaftaran
tanah dapat memberikan kepastian hukum terhadap hak atas tanah
yaitu memberikan data fisik yang jelas mengenai luas tanah, letak
dan batas-batas tanah
2) Asas Openbaarheid
Asas ini memberikan data yuridis tentang siapa yang
menjadi subyek haknya, apa nama hak atas tanah, serta bagaimana
terjadinya peralihan dan pembebannya. data ini sifatnya terbuka
untuk umum artinya setiap orang dapat melihatnya.
Berdasarkan asas ini, setiap orang berhak mengetahui data
yuridis tentang subyek hak, nama hak atas tanah, peralihan hak,
dan pembebanan hak atas tanah yang ada di kantor pertanahan
kabupaten/kota, termasuk pengajuan keberatan sebelum sertifikat
diterbitkan, sertifikat pengganti, sertifikat yang hilang atau rusak.
Dalam pasal 2 peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997
dinyatakan bahwa pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas :
1) Asas sederhana
Asas ini dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokoknya
maupun prosedurnya dapat dengan mudah dipahami oleh
pihak-pihak yang berkepentingan terutama para pemegang hak atas
commit to user
2) Asas aman
Asas ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa
pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat
sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum
sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.
3) Asas terjangkau
asas ini dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak
yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan
dan kemampuan golongan ekonomi lemah. pelayanan yang
diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus
terjangkau oleh pihak yang memerlukan.
4) Asas mutakhir
asas ini dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam
pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan datanya.
data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir.
untuk itu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan
perubahan-perubahan yang terjadi di kemudian hari. asas ini menuntut
dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus-menerus dan
berkesinambungan sehingga data yang tersimpan di kantor
pertanahan sesuai dengan keadaan lapangan.
5) Asas terbuka
Asas ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mengetahui
atau memperoleh keterangan mengenai data fisik dan data yuridis
commit to user
Dokumen-dokumen yang terkait dalam rangka pendaftaran tanah
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yaitu
a) Daftar tanah
Daftar tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang
memuat identitas bidang tanah suatu sistem penomoran
b) Surat ukur
Surat ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu
bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian
c) Daftar nama
Daftar nama adalah dokumen dalam bentuk daftar yang
memuat keterangan mengenai penguasaan fisik dengan suatu hak
atas tanah, atau hak pengelolaan dan mengenai pemilikan hak
milik atas satuan rumah susun oleh orang perseorangan atau badan
hukum tertentu.
d) Buku tanah
Buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang
memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah
yang sudah ada haknya.
c. Tujuan dan manfaat pendaftaran tanah
1) tujuan pendaftaran tanah
Tujuan pendaftaran tanah dimuat dalam pasal 3 dan pasal 4
commit to user
a) Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum
bagi pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah
susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah
dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang
bersangkutan.
Jaminan kepastian hukum sebagai tujuan pendaftaran tanah
meliputi
(1). Kepastian status hak yang terdaftar
Artinya dengan pendaftaran tanah akan dapat
diketahui dengan pasti status hak yang didaftar, misalnya
hak milik, hak guna bangunan, hak pakai, hak pengelolaan,
hak pakai, hak tanggungan, hak milik atas satuan rumah
susun atau tanha wakaf.
(2). Kepastian subyek hak
Dengan pendaftaran tanah akan dapat diketahui
dengan pasti pemegang haknya, apakah perseorangan
(warga Negara Indonesia atau orang asing yang
berkedudukan di indonesia), sekelompok orang secara
bersama-sama atau badan hukum (badan hukum privat atau
badan hukum publik).
(3). Kepastian obyek hak
Artinya dengan pendaftaran tanah akan dapat
diketahui dengan pasti letak tanah, batas-batas tanah, dan
ukuran atau luas tanah. Letak tanah berada dijalan,
kelurahan/desa, kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi
commit to user
selatan, timur,barat perbatasan dengan tanah siapa atau
tanah apa. Ukuran (luas) tanah dalam bentuk meter persegi
Untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan
perlindungan hukum alam pendaftaran tanah kepada
pemegang yang bersangkutan diberikan sertifikat sebagai
tanda bukti haknya
b) Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah
dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan
perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan
rumah susun yang sudah terdaftar.
Dengan pendaftaran tanah, pemerintah maupun
masyarakat dapat dengan mudah memperoleh informasi
tentang data fisik dan data yuridis di kantor pertanahan
kabupaten/kota apabila hendak melakukan perbuatan hukum
mengenai bidang-bidang tanah atau satuan rumah susun yang
sudah terdaftar.
c) Untuk menyelenggarakan tertib administrasi pertanahan
Program pemerintah di bidang pertanahan dikenal
dengan catur tertib pertanahan yaitu tertib hukum pertanahan,
tertib administrasi pertanahan, tertib penggunaan tanah, dan
tertib pemeliharaan tanah dan kelestarian lingkungan hidup.
2) Manfaat pendaftaran tanah
Pihak-pihak yang memperoleh manfaat dengan
commit to user
a) Pemegang hak
(1) Memberikan rasa aman
(2) Dapat mengetahui dengan jelas data fisik dan data yuridisnya
(3) Memudahkan dalam pelaksanaan peralihan hak
(4) Harga tanah menjadi lebih tinggi
(5) Dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak
tanggungan
(6) Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tidak mudah
keliru
b) Bagi pemerintah
(1) Akan terwujud tertib administrasi pertanahan sebagai salah
satu program catur tertib pertanahan
(2) Dapat memperlancar kegiatan pemerintah yang berkaitan
dengan tanah dan pembangunan
(3) Dapat mengurangi sengketa di bidang pertanahan misalnya
sengketa batas-batas tanah, pendudukan tanah secara liar.
c) Manfaat bagi calon pembeli atau kreditor
Bagi calon pembeli atau calon kreditor dapat dengan
mudah mendapatkan keterangan yang jelas mengenai data fisik
dan data yuridis tanah yang akan menjadi obyek perbuatan hukum
mengenai tanah.
d. Dasar hukum pendaftaran tanah
Dalam UUPA mengatur peralihan hak milik, hak guna bangunan,
hak guna usaha, dan hak pakai atas tanah meliputi :
1) Pasal 20 ayat (1) UUPA
commit to user 2) Pasal 28 ayat (3) UUPA
hak guna usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak
lain
3) Pasal 35 ayat (3) UUPA
hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada
pihak lain
4) Pasal 43 UUPA
Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara, makahak pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain
dengan izin pejabat yang berwenang. ayat (1)
Hak pakai atas tanah milik hanya dapat dialihkan pada
pihak lain jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian yang
bersangkutan. ayat (2)
5) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah
Pasal 37 berbunyi :
(1) Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan
rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah,
pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum
pemindhan hak lainnya, kecuali pemindahan hak
melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan
dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) yang berwenang menurut peraturan
commit to user
(2) Dalam keadaan tertentu sebagaimana ditentukan oleh
menteri, kepala kantor pertanahan dapat mendaftakan
pemindahan hak atas bidang tanah hak milik yang
dilakukan diantara perorangan warga Negara Indonesia
yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh
PPAT tetapi yang menurut kepala kantor pertanahan
tersebut, kadar kebenarannya dianggap cukup untuk
mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan.
Pasal 41 yang berbunyi :
Mengatur prosedur pengalihan hak melalui
pemindahan hak dengan lelang atas bidang tanah atau hak
milik atas satuan rumah susun
Pasal 42 yang berbunyi :
Mengatur pendaftaran peralihan hak karena
pewarisan mengenai bidang tanah yang sudah didaftarkan
dan hak milik satuan rumah susun
Pasal 43 yang berbunyi :
Mengatur peralihan hak atas tanah atu hak milik
atas satuan rumah susun karena penggabungan atau
peleburan perseroan atau koperasi.
6) Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN Nomor 3 Tahun
1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, pasal 97 sampai pasal
105 yang mengatur tentang persiapan pembuat akta PPAT,
pelaksanaan pembuatan akta PPAT, dan pendaftaran peralihan hak
commit to user
Rumah Susun, pasal 107 sampai pasal 110 yang mengatur tentang
pemindahan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun dengan lelang, pasaal 111 sampai 112 yang mengatur
tentang pendaftaran peralihan hak atas tanah atau Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun karena pewarisan serta 113 yang mengatur
tentang peralihan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan
commit to user B. Kerangka berfikir
Keterangan bagan :
Administrasi kependudukan merupakan suatu bentuk rangkaian kegiatan
dimana data kependudukan dapat ditata, dicatat serta diterbitkan oleh instansi
pelaksana yaitu dinas kependudukan dan pencatatan sipil. Data kependudukan
tersebut menghasilkan hak bagi WNI yang berupa dokumen kependudukan.
Salah satu dokumen yang wajib dimiliki oleh WNI adalah KTP. KTP yang
merupakan identitas resmi penduduk sebagai bukti diri.
KTP sebagai bukti diri, selain itu juga sebagai alat pelengkap untuk
melakukan pendaftaran tanah. Kegiatan pendaftaran tanah terdiri dari 2 (dua)
kegiatan yaitu pendaftaran tanah pertama kali dan kegiatan pemeliharaan data
pendaftaran tanah. Administrasi kependudukan
UU 23/2006
KTP
Penerbitan KTP
Syarat pendaftaran pemindahan hak di kantor pertanahan Pendaftaran tanah
PP 24/1997
Implikasi dari sistem administrasi kependudukan terhadap pendaftaran
tanah
commit to user
KTP tersebut diatas terkait pada kegiatan pemeliharaan data pendaftaran
tanah, karena berpindah dengan cara jual-beli maka akan terkait dengan
pendaftaran pemindahan hak di kantor pertanahan. Dengan begitu, akan
terjadi implikasi yang timbul dari keterkaitan antara KTP dengan proses
pendaftaran pemindahan hak, yang kemudian dapat diketahui juga
commit to user BAB III
HASIL PENELTIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Dasar hukum penebitan Kartu Tanda Penduduk
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan memberikan landasan hukum yang paling mendasar dari
penerbitan KTP yaitu pada Pasal 3 : “ Setiap penduduk wajib melaporkan
peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialaminya kepada
instansi pelaksana dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan dalam
pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil”. Selain itu juga terdapat Pasal
2 butir a, “ Setiap penduduk mempunyai hak untuk memperoleh dokumen
kependudukan”. Kedua pasal diatas merupakan hak dan kewajiban
penduduk dalam administrasi kependudukan.
Melanjutkan mengenai dokumen kependudukan, Pasal 1 Undang
Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Adminstrasi Kependudukan
menjelaskan bahwa dokumen kependudukan adalah dokumen resmi yang
diterbitkan oleh instansi pelaksana yang mempunyai kekuatan hukum
sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan pendaftaran
penduduk dan pencatatan sipil.
Segala sesuatu yang diterbitkan oleh instansi pelaksana, merupakan
dokumen resmi yang mempunyai kekuatan hukum tanpa perlu pengakuan
dari pihak manapun serta menjadi dokumen resmi yang dapat dijadikan
sebagai alat bukti secara autentik.
Pada Pasal 59 Ayat (1) Undang Undang Nomor 23 Tahun 2006
commit to user
meliputi : a. biodata penduduk ; b. Kartu Keluarga; c. Kartu Tanda
Penduduk; d. Surat Keterangan Kependudukan dan akta pencatatan sipil.
Pasal diatas merupakan jenis dokumen kependudukan, sedangkan Pasal
59 ayat (1) memberikan penjelasan bahwa KTP merupakan salah satu dari
dokumen kependudukan.
Pengaturan mengenai penerbitan KTP selanjutnya dijelaskan pada
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan, peraturan tersebut lebih lanjut memberi dasar pada Pasal
38 Ayat (3), “NIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan
setelah dilakukan pencatatan biodata penduduk sebagai dasar penerbitan
KK dan KTP pada Instansi Pelaksana tempat domisili yang
bersangkutan”.
NIK tersebut dicantumkan disetiap dokumen kependudukan. NIK
bersifat unik/ khas, tunggal dan melekat pada penduduk, hal itu
mengartikan bahwa KTP dimiliki oleh satu orang saja karena NIK yang
satu tidak akan sama dengan NIK yang lainnya.
Kemudian Pasal 63 Undang Undang 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan mendeskripsikan mengenai persyaratan
pembuatan KTP, sebagai berikut :
(1) Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang
memiliki Izin Tinggal Tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas)
tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki KTP.
(2) Orang Asing yang mengikuti status orang tuanya yang memiliki
Izin Tinggal Tetap dan sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun wajib
commit to user
(3) KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku
secara nasional.
(4) Penduduk wajib melaporkan perpanjangan masa berlaku KTP
kepada Instansi Pelaksana apabila masa berlakunya telah berakhir.
(5) Penduduk yang telah memiliki KTP wajib membawa pada saat
bepergian.
(6) Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya
diperbolehkan memiliki 1 (satu) KTP.
Dilihat dari Ayat (6) diatas, penduduk hanya diperbolehkan memiliki
satu KTP, hal ini dapat dikaitkan dengan NIK yang bersifat unik / khas,
tunggal dan melekat pada penduduk seperti yang telah dijelaskan diatas.
Selanjutnya secara lebih spesifik penerbitan KTP dijabarkan pada
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan
Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. Dalam peraturan
tersebut dapat diketahui mengenai syarat penerbitan KTP yaitu pada pasal
15 Ayat (1) :
Penerbitan KTP baru bagi penduduk Warga Negara Indonesia,
dilakukan setelah memenuhi syarat berupa:
a. Telah berusia 17 (tujuh belas) tahun atau sudah kawin atau pernah
kawin;
b. Surat Pengantar RT/RW dan Kepala desa/lurah;
c. Fotokopi :
commit to user
2. Kutipan Akta Nikah/Akta Kawin bagi penduduk yang belum
berusia 17 (tujuh belas) tahun;
3. Kutipan Akta Kelahiran; dan
d. Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri yang diterbitkan oleh
Instansi Pelaksana bagi Warga Negara Indonesia yang datang dari
luar negeri karena pindah.
Pada Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2008 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil
menjelaskan secara rinci prosedur dari penerbitan KTP.
(2) Proses penerbitan KTP di Desa/Kelurahan dilakukan dengan tata
cara:
a. Penduduk mengisi dan menandatangani formulir permohonan
KTP Warga NegaraIndonesia ;
b. Petugas registrasi mencatat dalam Buku Harian Peristiwa
Kependudukan dan Peristiwa Penting;
c. Petugas registrasi melakukan verifikasi dan validasi data;
d. Kepala desa/lurah menandatangani formulir permohonan KTP;
e. Petugas registrasi menyerahkan formulir permohonan KTP kepada
penduduk untuk dilaporkan kepada Camat.
(3) Proses penerbitan KTP di Kecamatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf e, dilakukan dengan tata cara:
a. Petugas registrasi melakukan verifikasi dan validasi data
penduduk;
commit to user
c. Petugas registrasi menyampaikan formulir permohonan KTP yang
dilampiri dengan kelengkapan berkas persyaratan kepada Instansi
Pelaksana sebagai dasar penerbitan KTP.
(4) Penerbitan KTP di Instansi Pelaksana sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf c, dilakukan dengan tata cara:
a. Petugas registrasi melakukan perekaman data ke dalam database
kependudukan;
b. Instansi Pelaksana menerbitkan dan menandatangani KTP.
Menurut wawancara penulis pada Kamis, 5 Januari 2012 dengan
Wahyu Satyawati , selaku Kepala Bidang Pendaftaran Penduduk Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Klaten, beliau mengatakan
bahwa pelaksanaan penerbitan KTP di Kabupaten Klaten mengacu pada
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan
Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil, tidak ada peraturan
lain dibawahnya yang terkait langsung dengan penerbitan KTP.
2. Data penerbitan Kartu Tanda Penduduk di Kabupaten Klaten
Data rekapitulasi kependudukan kabupaten klaten sampai pada bulan
desember 2011 berdasarkan sumber database SIAK dinas kependudukan
dan catatatan sipil kabupaten klaten tanggal 1 januari 2012 yang telah
commit to user
NO KECAMATAN PENDUDUK KK WAJI
KTP LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1 PRAMBANAN 27.165 27.959 55.124 16.023 43.078
10 KARANGNONGKO 19.815 20.339 40.154 11.672 31.837
11 CEPER 34.470 34.147 68.617 20.169 53.459
commit to user
3. Pelaksanaan penerbitan Kartu Tanda Penduduk di Kabupaten Klaten
Penerbitan KTP di Kabupaten Klaten melalui 3 (tiga) alur / proses
yaitu di Desa/Kelurahan, di Kecamatan, dan di Instansi Pelaksana (Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil).
Penduduk/Pemohon membawa syarat-syarat seperti yang disebutkan
pada Pasal 15 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2008
tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan
Sipil, yaitu fotokopi KK, kutipan akta kelahiran serta kutipan akta nikah
bagi yang belum 17 (tujuh belas) tahun, kemudian ke RT/RW untuk
dibuatkan surat pengantar ke Kelurahan setempat domisili Pemohon.
Pelaksanaan di Kelurahan, Pemohon mengisi formulir permohonan
KTP Warga Negara Indonesia yang kemudian dicatat ke dalam Buku
Harian Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting lalu diverifikasi
oleh petugas registrasi, setelah terverifikasi dan datanya valid segera
diserahkan kepada Kepala Desa/ Lurah utuk ditanda-tangani. Formulir
tersebut kemudian dibawa Pemohon ke tingkat Kecamatan untuk proses
selanjutnya.
Pelaksanaan di Kecamatan, petugas registrasi melakukan pengecekan
terhadap berkas yang diajukan oleh Pemohon dari tingkat Kelurahan,
setelah valid kemudian ditanda-tangani oleh Camat setempat untuk
diteruskan proses selanjutnya.
Pelaksaan di Instansi Pelaksana/ Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil Kabupaten Klaten, petugas registrasi mencatat berkas dari Pemohon
untuk dijadikan database kependudukan, setelah itu KTP bisa langsung
commit to user
Dalam wawancara penulis pada Kamis, 5 januari 2012 kepada salah
satu Pemohon KTP di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten
Klaten, yang bernama Nur Utary, bertempat tinggal di jatinom
mengatakan bahwa proses pembuatan KTP yang dia jalani memang benar
seperti itu, dari Kelurahan terus ke Kecamatan kemudian ke Kabupaten
commit to user
B. PEMBAHASAN
1. Implikasi sistem administrasi kependudukan terhadap pendaftaran
tanah di Kabupaten Klaten
Menurut pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
Tentang Pendaftaran Tanah, pelaksanaan kegiatan Pendaftaran Tanah
meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan
data pendaftaran tanah. Dalam pasal 12 disebutkan bahwa :
(1) Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi :
a. Pengumpulan dan pengolahan data fisik
b. Pembuktian hak dan pembukuannya
c. Penerbitan sertifikat
d. Penyajian data fisik dan data yurisid
e. Penyimpanan daftara umum dan dokumen
(2) Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi
a. Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak
b. Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya.
Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran
yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yang
dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran
tanah secara periodik.
Menurut Boedi Harsono, pendaftaran tanah secara sistematik
adalah pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara
serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum
didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan (Boedi
Harsono, 2003 : 477)
Pendaftaran tanah secara sistematik diselenggarakan oleh
commit to user
dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan nasional.
Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran
untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pedaftaran tanah
dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa atau kelurahan secara
individual atau missal. Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan
atas permintaan pihak yang berkepentingan. (Boedi Harsono, 2003: 478)
Pemeliharaan data pendaftaran tanah adalah kegiatan pendaftaran
tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta
pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah dan
sertipikat dengan perubahan yang terjadi kemudian.
Menurut Boedi Harsono dalam bukunya hukum Agraria
Indonesia, Pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi :
1. Pemeliharaan data karena pemindahan hak yang tidak melalui lelang.
2. Pemeliharaan data karena pemindahan hak yang melalui lelang.
3. Pemeliharaan data disebabkan pemindahan hak karena pewarisan
4. Pemeliharaan data disebabkan perpanjangan jangka waktu hak atas
tanah
5. Pemeliharaan data karena peralihan dan hapusnya hak tanggungan
6. Pemeliharaan data karena perubahan nama
7. Pemeliharaan data berdasarkan putusan atau penetapan ketua
pengadilan
8. Pemeliharaan data sehubungan dengan perubahan hak atas tanah.
Dalam penulisan hukum ini, penulis membahas pemeliharaan data
karena pemindahan hak yang tidak melalui lelang. Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997, pasal 37 ayat (1) menetapkan bahwa :
Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun
melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukkan dalam perusahaan
dan perbuaatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak
commit to user
dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan
perundang-undangna yang berlaku.
Dengan penjelasan singkat diatas, dapat ditarik garis besarnya bahwa
pendaftaran tanah terdapat dua macam yaitu pendaftaran tanah untuk
pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah. Didalam latar
belakang telah disebutkan bahwa pemindahan hak atas tanah di penulisan
skripsi ini melalui jual-beli, dari hal itu dapat dikatakan bahwa
pendaftaran tanah disini bukan pendaftaran tanah untuk pertama kali
melainkan pemeliharaan data pendaftaran tanah.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah secara garis besar menjelaskan sebagai berikut; Pemeliharaan data
pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi perubahan data fisik atau data
yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah terdaftar; Pemegang hak wajib
untuk mendaftarkan haknya ke kantor pertanahan setempat; Pemegang
hak hanya dapat mendaftarkan tanahnya jika dibuktikan dengan akta yang
sebelumnya dibuat oleh PPAT ( Pejabat Pembuat Akta Tanah ), akta
disini adalah akta jual-beli sesuai latar belakang penulisan skripsi ini,
PPAT diberi waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal
ditanda tangani akta, dan PPAT wajib menyampaikannya ke kantor
pertanahan.
Selanjutnya secara lebih rinci, persyaratan pendaftaran peralihan hak
karena pemindahan hak dalam pasal 103 Peraturan Menteri Negara
Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997
tentang Ketentuan Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah, menjelaskan sebagai berikut
a. Surat permohonan pendaftaran peralihan hak yang ditandatangani oleh