• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ada Apa dengan Televisi Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Ada Apa dengan Televisi Indonesia"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Ada Apa dengan Televisi Indonesia? Perspektif teori hegemoni1

Irsanti Widuri Asih, FISIP

Anda tentu masih ingat dengan fenomena ketenaran “duo keong racun” Shinta dan Jojo atau Briptu Norman. Mereka dalam sekejap menjadi “selebritas” Indonesia karena youtube. Fenomena ketenaran mereka yang sama-sama hanya karena melakukan lip sync dan menjadi selebritas instan memang menjadi hal yang semakin sah belakangan ini. Namun, buat mereka juga berlaku hukum alam: easy come easy go. Hanya sekejap ketenaran itu, lantas mereka menghilang bak ditelan rimba. Di era digital teknologi sekarang ini, Anda tidak perlu memiliki bakat istimewa atau melakukan suatu hal yang bermanfaat bagi umat manusia untuk menjadi tenar. Cukup lakukan hal-hal yang “nyeleneh”, unggah di media sosial, dan taraaa… jadilah Anda selebritas dunia maya yang jika beruntung, Anda kemudian bisa menjadi selebritas di dunia nyata.

Fenomena yang lebih aneh lagi juga tengah terjadi. Pertikaian antara Adi Bing Slamet dan Eyang Subur, yang mestinya adalah sebuah kesengsaraan, tiba-tiba menjadi berkah bagi beberapa pihak. Arya Wiguna, salah seorang mantan orang kepercayaan Eyang Subur yang sedemikian emosinya membeberkan keburukan Eyang Subur di Media Massa, tiba-tiba berubah menjadi selebritas sampai menandatangani kontrak bermain sinetron karena gayanya berbicara di media yang penuh emosi mencaci Eyang Subur diparodikan oleh seseorang kemudian videonya diunggah di youtube. Begitu juga dengan ke 7 istri Eyang Subur yang tiba-tiba menjadi bintang tamu di berbagai acara talkshow

infotainmen. Ada lagi perempuan-perempuan di balik Akhmad Fathanah, baik istri sahnya mau pun yang bukan, yang juga menjadi selebritas instan yang muncul di berbagai media. Bahkan, acara berita di televisi juga mengangkat kasus ini dengan gaya infotainmen. Di sebuah acara interview news sebuah stasiun televisi, pada akhir sesi wawancara, Vitalia Sesha (model majalah dewasa yang menjadi salah seorang penerima uang Fathanah) diminta untuk bernyanyi. Apakah ini relevan dengan substansi berita yang seharusnya hanya menggali bagaimana aliran dana Fathanah sampai ke Vitalia?

(2)

Overekspos infotainmen terhadap kasus Eyang Subur VS Adi Bing Slamet juga menjadikan Eyang Subur keblinger. Eyang Subur berniat untuk mencalonkan diri menjadi Presiden RI di pemilu 2014. Pengacaranya menjelaskan salah satu faktor yang menyebabkan Eyang Subur percaya diri untuk mencalonkan diri adalah karena faktor popularitas Eyang Subur di Indonesia yang terdongkrak drastis karena konfliknya. Fenomena yang benar-benar aneh. Siapakah yang salah, media massa atau masyarakat Indonesia?

Teori Hegemoni

Tulisan ini akan menelaah fenomena aneh tersebut dari sudut pandang teori komunikasi massa. Dalam perkembangan teori komunikasi massa, kajian budaya dan teori ekonomi politik telah muncul sebagai alternatif perspektif yang penting dalam menelisik peran media bagi masyarakat. Kedua pendekatan ini berakar pada teori Marxist yang juga banyak dipengaruhi oleh perspektif lain, termasuk kajian kritis. Para teoris kritis

berpendapat bahwa media massa kerap mendukung status quo dan menghalangi upaya-upaya gerakan sosial dalam membuat perubahan yang bermanfaat. Namun, mereka juga berpendapat bahwa masyarakat biasa mampu menolak pengaruh media dan bahwa media dapat menyediakan ruang yang majemuk bagi masyarakat di mana kekuatan elite yang berkuasa dapat ditantang secara efektif.

Teori budaya dapat dipandang sebagai sebuah dikotomi, yaitu teori interpretif mikroskopik dan makroskopik. Teori mikroskopik berfokus pada bagaimana individu dan kelompok sosial menggunakan media untuk membuat dan melestarikan budaya yang membentuk kegiatan manusia sehari-hari. Teori ini mengacu pada teori kajian budaya. Sedangkan teori makroskopik merupakan teori struktural yang berfokus pada bagaimana para elite sosial menggunakan kekuatan ekonomi mereka untuk memupuk kekuatan dan mengeksploitasi institusi media. Teori makroskopik berpandangan bahwa para elite secara efektif menggunakan media untuk mempropagandakan budaya hegemoni sebagai alat untuk mempertahankan posisi dominan mereka di masyarakat.

(3)

mengecilkan arti nilai-nilai penting di masyarakat. Teori budaya berusaha untuk menawarkan alternatif bagi institusi dan praktik sosial tersebut. Teori budaya dikembangkan untuk membimbing/mengarahkan kepada perubahan sosial yang bermanfaat.

Tidak seperti teori Marxist pada awal perkembangannya, teori budaya Neomarxist menolak pandangan yang menyatakan bahwa media massa sepenuhnya berada di bawah kendali elite penguasa yang terorganisir yang akan memanipulasi materi media untuk kepentingannya (Baran dan Davis, 2000: 241 – 242). Sebaliknya, media dipandang sebagai forum publik yang siapa pun dapat berpartisipasi di dalamnya. Namun demikian, elite penguasa tetap saja menikmati banyak keuntungan di balik media massa. Kebanyakan media massa tenyata memang mendukung status quo, baik secara terbuka maupun tertutup. Para ahli teori kritis juga menolak adanya efek media massa yang begitu kuat pada diri audiens, seperti yang banyak ditemukan pada teori masyarakat massa. Bahkan, ketika isi media secara terbuka mendukung status quo, audiens tetap dapat memahami materi media secara berbeda atau bahkan menolak isi media tersebut.

Salah satu teori kajian budaya yang dijelaskan dalam tulisan ini adalah teori hegemoni. Gagasan Gramsci tentang hegemoni didasarkan pada pemikiran Marx mengenai kesadaran palsu (false consciousness), yaitu suatu keadaan di mana individu-individu menjadi tidak sadar akan adanya dominasi dalam kehidupan mereka (West dan Turner, 2007: 395). Dalam pemikiran Gramsci, audiens dapat dieksploitasi oleh sistem sosial yang sama yang mereka dukung (secara finansial). Komponen utama hegemoni adalah kesetujuan yang akan diberikan oleh masyarakat jika mereka diberikan ”hal-hal” yang cukup, seperti kebebasan dan barang-barang yang bagus. Akhirnya, masyarakat akan lebih menyenangi hidup dalam sebuah masyarakat dengan ”hak-hak” ini dan menyetujui ideologi-ideologi budaya dominan.

(4)

negara menganggap itulah cara yang paling aman untuk bertahan hidup dan sejahtera dalam dunia di mana praktik-praktik terstruktur di sekitarnya tercipta oleh campur tangan kekuasaan publik ke dalam wilayah privat (Gramsci dalam Davidson, 2005: 203).

Gramsci menggunakan konsep hegemoni untuk menggambarkan berbagai jenis kontrol sosial yang dilakukan oleh kelompok sosial yang dominan. Gramsci membedakan kontrol sosial ini menjadi dua jenis, kontrol yang bersifat koersif yang dimanifestasikan melalui gerakan pemaksaan atau ancaman, dan kontrol yang bersifat konsensual yang muncul ketika masyarakat secara suka rela menerima hegemoni kelompok dominan (Ransome dalam Strinati, 2004: 148).

Dalam kajian budaya populer, teori hegemoni Gramsci banyak dijadikan pegangan dalam mengeksplorasi berbagai fenomena budaya populer. Dari perspekif teori hegemoni, budaya pop terartikulasikan sebagai suatu lingkup terstruktur dari tukar-menukar dan negosiasi antarbudaya (suatu keseimbangan kompromistis) antara unsur inkorporasi dan resistensi, suatu pergulatan antara usaha untuk meuniversalkan kepentingan dominan dan resistensi subordinan (Storey, 2003: 175).

Hegemoni memiliki kaitan erat dengan media massa. Lull berpendapat media massa merupakan alat pengokohan hegemoni (1995: 31-32). Menurut teori hegemoni ideologis Gramsci (Boggs dalam Lull, 1995: 32), media massa adalah alat yang digunakan oleh golongan elite yang berkuasa untuk mengekalkan kekuasaan, kemapanan, dan status mereka dengan cara mempopulerkan filosofi, budaya, dan moralitas mereka.

Dalam masyarakat Barat kontemporer, relasi kekuasaan di antara kelompok dan institusi cenderung muncul melalui proses persetujuan ketimbang kekerasan dan paksaan (Thwaites, Davis, dan Mules, 2002: 246). Otoritas kelompok dominan diperoleh melalui persetujuan kelompok dan formasi bawahan. Dalam hegemoni, ideologi tidak dipaksakan pada individu, melainkan ditawarkan kepada mereka. Dengan demikian, ideologi yang masuk melalui hegemoni, akan diterima masyarakat sebagai sebuah kewajaran.

(5)

Fenomena televisi Indonesia memang unik. Dari perspektif teori kritis, masyarakat Indonesia bisa dikatakan cerdas mengritisi konten media massa yang terkena sindrom

lebay, berlebihan dalam mengekspos suatu peristiwa. Hal ini ditandai dengan ungkapan kemuakan masyarakat akan fenomena “Demi Tuhan”nya Arya Wiguna, yang diparodikan dan diunggah di youtube, yang sayangnya justru jadi bumerang malah membuat Arya Wiguna menjadi selebritas baru.

Di sisi lain, overekspos media terhadap ke 7 istri Eyang Subur dan perempuan-perempuan di balik Akhmad Fathanah, jadi fenomena yang miris. Mengapa ini terjadi? Mengapa masyarakat Indonesia menyediakan diri untuk terus-menerus dininabobokan oleh konten media yang tanpa kualitas? Seperti yang dikatakan Gramsci, kita telah terhegemoni secara pasrah oleh false consciousness milik kekuatan yang seolah-olah tidak tampak.

Referensi:

Baran, Stanley J. And Dennis K. Davis. (2000). Mass Communication Theory: Foundations, Ferment, and Future. Belmont, CA: Wadsworth.

Karlinah, Siti., Soemirat, Betty., dan Komala, Lukiati. (2006). Komunikasi Massa. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka.

Lull, James. (1995). Media, Communication, Culture: A Global Approach. Cambridge, England: Polity Press.

Storey, John. (2008). Cultural Studies and the Study of Popular Culture: Theories and Methods, terj. Layli Rahmawati. Yogyakarta & Bandung: Jalasutra.

Strinati, Dominic. (2004). An Introduction to Theories of Popular Culture 2nd Edition.

Oxon: Routledge.

Thwaites, Tony., Llyod Davis, dan Warwick Mules. 2009. Introducing Cultural and Media Studies: Sebuah Pendekatan Semiotik, terj. Saleh Rahmana. Yogyakarta & Bandung: Jalasutra.

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu aplikasi yang dapat diterapkan pada teknologi VoIP adalah IP PBX ( Internet Protocol Private Brach Exchange ) atau pada teknologi PSTN (Public Switching

Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah (1) membantu guru dalam proses pembelajaran bahwa penerapan metode diskusi dalam proses

Ketika pemilik persil baru yang mendapatkan peralihan hak kepemilikan persil dari jual beli dengan cara pelelangan tersebut bermaksud untuk mengajukan

Sebagai salah satu upaya untuk menguatkan proses pembelajaran para pihak dalam membangun pemahaman bersama, maka kami suguhkan beberapa materi belajar, diantaranya; (1)

Alasan utama bagi suatu perusahaan untuk menerapkan diversifikasi adalah penciptaan nilai melalui lingkup ekonomis, finansial atau kekuatan pasar, tindakan karena

Menurut Jasin (1992), karakter khusus yang dimiliki Chondrichthyes adalah seperti kulitnya yang tegar diliputi oleh sisik placoid dengan banyak kelenjar mukosa, pada kedua

Judul Tesis : HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI DAN INTAKE ZAT GIZI DENGAN TINGGI BADAN ANAK BARU MASUK SEKOLAH (TBABS) PADA DAERAH ENDEMIS GAKY DI KECAMATAN PARBULUAN

Dalam penelitian ini, pemberitaan tentang pelayanan BPJS Kesehatan pada surat kabar merupakan stimulus dan respon yang diharapkan adalah citra BPJS Kesehatan di