• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik dan Jenis Strategi Bertutu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Karakteristik dan Jenis Strategi Bertutu"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

diajukan untuk memenuhi tugas perkuliahan Kajian Tindak Tutur yang dibina oleh Dr. Novia Juita, M.Hum.

DELSY ARMA PUTRI NIM 16174007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI PADANG

(2)

tindak ilokusioner. Bertutur berarti berkomunikasi antara pelaku tutur, yaitu penutur dan petutur. Penutur adalah orang yang bertutur dan petutur adalah orang yang diajak bertutur dan sering juga disebut dengan mitra tutur/lawan tutur. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang tak pernah lepas dari aktivitas bertutur. Sebagaimana yang telah dikatakan sebelumnya bahwa, bertutur memiliki makna mencapai tindak sosial tertentu seperti memberi nasehat, meminta sesuatu, dan lain-lain adakalanya lawan tutur merasa tersinggung atau merasa tak enak hati.

Di dalam kegiatan bertutur, penutur tidak sekedar menyampaikan pesan, tetapi ia juga membangun hubungan sosial dengan petutur (mitra tutur). Penutur perlu memilih strategi bertutur yang dapat mengungkapkan pesan secara tepat dan tuturan itu dapat membangun hubungan sosial. Dengan kata lain, penutur tidak ‘asal buka mulut dalam bicara’ tetapi ia harus memikirkan terlebih dahulu tuturan yang akan dituturkannya. Anjuran bahwa sebelum orang bertutur, orang perlu memikirkan apa yang akan dituturkannya, seperti yang dianjurkan di dalam ungkapkan bahasa Minang Kabau, yaitu “mangok dahulu sabalun mangecek”. Untuk mencapai tujuan bertutur yang kedua, yaitu membangun hubungan sosial, penutur kadang-kadang bertutur dengan mengabaikan makna referensial ujaran yang dituturkan atau penutur sekadar melakukan komunikasi fatis (bertutur sekadar untuk basa-basi).

Oleh sebab itu, dalam bertutur diperlukan suatu strategi bertutur untuk menjaga kesopanan bertutur atau kesantunan dalam bertutur. Selain itu, strategi bertutur sangat diperlukan dalam suatu tindak tutur, karena dalam suatu ujaran yang penyampaiannya baik, akan menggunakan strategi bertutur yang tepat, sehingga maksud yang ingin disampaikan kepada mitra tutur tersampaikan dengan baik.

(3)

B. Pembahasan

Dalam pembahasan kajian teori strategi bertutur ini, akan dibahasa empat hal berikut. 1) karakteristik strategi bertutur, 2) strategi bertutur menurut brown dan levinson, 3) strategi bertutur menurut yule, 4) strategi bertutur menurut blum kulka

1. Karakteristik Strategi Bertutur

Strategi bertutur adalah cara atau teknik penyampaian tuturan secara spesifik yang dipilih oleh penutur dengan maksud dan tujuan yang berbeda dengan mempertimbangkan situasi atau peristiwa tutur. Strategi penggunaan tindak tutur juga merupakan cara atau siasat partisipan tutur dalam memilih tuturan sesuai dengan fungsi dan konteks. Setiap cara atau teknik yang digunakan untuk menyampaikan tuturan tersebut mengandung unsur kesantunan yang bertujuan untuk menjaga citra diri seseorang bertutur. Kesantunan inilah yang menjadi ciri khas tersendiri atau karakteristik dari trategi bertutur.

Strategi bertutur adalah cara-cara yang digunakan partisipan tutur dalam mengekspresikan tindak atau fungsi tindak tutur menggunakan tuturan tertentu. Keterbatasan mitra tutur dalam bertindak akan semakin jelas bila bentuk tuturan yang dipilih tidak tepat, apalagi bila ditujukan terhadap mitra tutur yang berlatar belakang budaya berbeda. Hal ini dapat menimbulkan tejadinya konflik karena bisa jadi dalam suatu budaya sebuah permintaan dianggap lazim, sementara budaya lain menilainya sangat tidak diperbolehkan. Misalnya, pada saat mail menyerahkan ketupat kepada Upin dan Ipin ketika kita menilainya terdapat ketidakikhlasan dalam diri Mail saat memberikan ketupatnya. Padahal karakteristik Mail memang menampakkan muka cemberut. Kemudian pada saat nenek meminta Kak Ros mengambilkan uang di laci, anak-anak langsung berjejer di hadapan oppa menanti kedatangan uang raya.

(4)

2. Strategi Bertutur Menurut Brown dan Levinson

Brown dan Levinson (dalam Syahrul 2008:18) menjelaskan bahwa pertimbangan yang dijadikan dasar pemilihan strategi bertutur adalah faktor-faktor sebagai berikut: (1) Jarak sosial antara penutur dan mitra tutur (social distance = D). (2) Perbedaan kekuasaan antara penutur dan mitra tutur (power = P). (3) Ancaman suatu tindak tutur berdasarkan pandangan budaya tertentu (the absolute rangking of inposisition in the particular culture = Rx).

Menurut Manaf (2011) dalam kebudayaan tertentu ada bentuk tuturan tertentu yang dianggap santun dan ada pula bentuk tuturan tertentu yang dianggap tidak santun. Strategi kesopanan yang dipilih oleh penutur didasarkan atas bobot keterancaman muka penutur dan petutur (weightiness of the FTAx= Rx). Pertimbangan pemilihan strategi kesopanan itu diformulasikan oleh Brown dan Levinson menjadi sebagai berikut: Wx = D (S, H) + P (H, S) + Rx.

Strategi bertutur menurut Brown dan Levinson (dalam Shahrul 2008:18) ada lima macam, yaitu: (1) bertutur terus terang tanpa basa-basi, (2) bertutur terus terang dengan basa-basi kesantunan positif, (3) bertutur dengan basa-basi kesantunan negatif, (4) bertutur secara samar-samar, dan (5) bertutur di dalam hati atau diam.

a. Bertutur Terus Terang Tanpa Basa-Basi (bald on record)

Strategi bertutur tanpa basa basi mencakup bentuk-bentuk tuturan yang dilakukan untuk melarang suatu tindakan secara langsung tanpa basa-basi. Strategi ini biasanya sedikit dilunakkan. Alasannya karena bertutur dengan strategi ini tidak ada basa-basi untuk membuat tuturan tersebut lembut dan manis. Jadi untuk menjaga kesopanan bertuturnya dilakukan dengan melunakkannya.

Contoh: ”Dik, tolong piringnya jangan dibiarkan kotor begitu, ya!”

Kalimat di atas merupakan kalimat larangan yang dilunakkan dengan menggunakan kata ‘tolong’ dan kata sapaan ‘Dik’.

Contoh lainnya: “Pakaianmu terlalu mencolok.”

(5)

Kalimat tersebut merupakan kalimat larangan yang disampaikan oleh seorang wanita kepada temannya, kalimat tersebut dituturkan tanpa basa-basi agar teman wanita mengetahui bahwa pakaian yang dipakainya tidak cocok atau terlalu berlebihan.

b. Bertutur dengan Basa-Basi Kesantunan Posistif (BBKP)

Strategi ini menyatakan bentuk-bentuk tuturan yang melarang suatu tindakan, dilakukan dengan kesantunan positif. Kesantunan positif ini maksudnya si penutur memasukkan dirinya sebagai kelompok yang sama dengan mitra tutur, misalnya dengan menggunakan kata saudara, bagi saya, atau saya juga. Artinya, strategi ini mengarahkan penutur sebagai pemohon untuk menarik tujuannya dengan basa-basi.

(6)

Pertama, melipatgandakan persetujuan kepada petutur. Contohnya “Saya setuju dengan usul Anda, dan akan lebih setuju lagi apabila kita menambah peserta.”. Kalimat ini dituturkan oleh seorang panitia lomba kepada temannya yang mengusulkan untuk mengubah konsep acara.

Kedua, mengintensifkan atau membesar-besarkan perhatian, persetujuan, dan simpati kepada lawan tutur. Contohnya, ”Saya akan memperhatikan pekerjaan Anda.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang menejer kepada karyawan bawahannya yang pemalas.

Ketiga, mempererat minat, memperhatikan kesukaan,keinginan,dan kebutuhan lawan tutur. Contohnya ”Ibu suka baju yang ini, Bu?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang penjaga toko pakaian kepada seorang wanita yang sedang melihat-lihat baju yang ia jual.

Keempat, menggunakan pemarkahan identitas kesamaan kelompok, contohnya ”Aku dan kamu sama-sama dari kampung yang sama, jadi tidak seharusnya kita bertengkar seperti ini, Wahyu.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada temannya yang mengajak bertengkar.

Kelima, mencari persetujuan dengan topik yang umum atau mengulang sebagian atau seluruh ujaran penutur (lawan tutur). contohnya ”Saya setuju dengan usulmu, dan lebih setuju lagi jika kita menambah peserta talk show.” Kalimat ini dituturkan oleh panitia talk show saat rapat kepada temannya yang mengusulkan untuk mengubah konsep acara.

Keenam, menghindari ketidaksetujuan dengan pura-pura setuju,persetujuan yang semu (psedo agreement), menipu untuk kebaikan (white lies), atau pemagaran opini (hedging opinion). Contohnya ”Bagaimana jika kita satukan pendapat untuk mengambil tawaran dari perusahaan itu?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang karyawan kepada karyawan lainnya ketika terjadi perbedaan ide.

(7)

Kedelapan, bergurau dengan lelucon, kelakar atau humor. Contohnya ” Motormu yang sudah butut itu sebaiknya untukku saja,ya!” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa dengan cara bergurau kepada temannya yang memakai motor butut dengan tujuan untuk mengganti motornya.

Kesembilan, menyatakan paham atau mengerti dengan keinginan lawan tutur dengan menyatukan pengetahuan dan keinginan penutur dengan mitra tutur. Contohnya ”Apa yang kamu katakan sama dengan pendapatku.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada temannya yang sedang mengemukakan pendapat dalam suatu diskusi.

Kesepuluh, memberikan tawaran atau menjanjikan, contohnya ”Bagaimana kalau kita lanjutkan pembahasan masalah ini besok saja?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang forum diskusi kepada anggota diskusi lainnya.

Kesebelas, menunjukan keoptimisan. Contohnya ”Saya yakin, kamu pasti akan menang.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang teman kepada temannya yang akan ikut berlomba.

Keduabelas, melibatkan penutur dalan suatu kegiatan. Contohnya “Maukah kamu ikut memancing bersamaku Minggu besok?”. Kalimat ini dituturkan oleh seorang pria kepada temannya untuk mengajaknya memancing.

Ketigabelas, memberikan pertanyaan atau memberi alasan. Contohnya “Bukannya saya menolak, akan tetapi anak saya sakit. Sehingga saya harus membawanya ke dokter.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pria kepada temannya yang mengajaknya main golf.

Keempatbelas, menyatakan hubungan secara timbal balik (resiprokal). Contohnya “Apabila kamu mau membantuku menyelesaikan tugas ini, aku akan membantumu menyelesaikan proposal .” Kalimat ini dituturkan oleh Fikri kepada temannya untuk membantunya menyelesaikan tugas.

(8)

c. Bertutur dengan Basa-Basi Kesantunan Negatif (BBKN)

Kesantunan negatif khusus diungkapkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang kelihatan seperti meminta izin untuk menyatakan suatu pertanyaan. Strategi ini direalisasikan dalam bentuk sepuluh substrategi sebagai berikut. Pertama, tuturan berpagar, contohnya ”Saya sebenarnya ingin meminta bantuanmu mengerjakan tugas ini.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada temannya untuk membantunya mengerjakan tugasnya. Kedua, tuturan tidak langsung secara konvensional, contohnya ”Kata Naya, Ibu mencari saya?” Kalimat ini dituturkan oleh ketua kelas kepada gurunya. Ketiga, tuturan meminta maaf, contohnya ”Maafkan saya terlambat, Bu.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa yang terlambat kepada dosennya.

Keempat, tuturan meminimalkan beban atau paksaan kepada penutur, contohnya ”Boleh saya mengganggu bapak barang sebentar?.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada dosennya. Kelima, tuturan permintaan dalam bentuk pertanyaan, ”Bisakah saya melihat korannya?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pria di dalam bus kepada orang yang duduk di bangku sebelahnya. Keenam, tuturan impersonal (hindari kata saya atau kamu), contohnya ”Anda yakin ingin melakukannya?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pria kepada temannya ketika temannya ingin bolos kerja. Ketujuh, tuturan yang menyatakan kepesimisan usaha (keseganan) kepada mitra tutur, contohnya ”Saya tidak yakin program acara kita bakal berjalan sesuai rencana.” Kalimat ni dituturkan oleh seorang pria kepada temannya sesama anggota organisasi.

(9)

kepada temannya yang telah menolongnya saat perusahaanya akan bangkrut. Kesepuluh, tuturan penominaan tindakan, contohnya “Kelakuanmu harus di meja hijaukan.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang bos kepada karyawannya yang berbuat kesalahan.

d. Bertutur Secara Samar-samar (BSs)

Strategi ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu tuturan yang mengandung isyarat kuat dan tuturan yang mengandung isyarat lunak. Tuturan yang mengandung isyarat kuat mengacu pada tuturan yang mempunyai daya ilokusi kuat. Sebaliknya, tuturan yang mengandung isyarat lunak mengacu pada tuturan yang daya ilokusinya lemah.

Dalam strategi ini, ada 15 substrategi yang dipakai, yaitu sebagai berikut. Pertama, menggunakan isyarat, contohnya ”Kamu harus ke sana!” Kalimat ini dituturkan oleh seorang wanita kepada temannya dengan menunjuk arah tempatnya. Kedua, menggunakan petunjuk-petunjuk asosiasi, contoh ”Jangan samakan aku dengan tikus berdasi!” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pria kepada temannya yang menuduhnya korupsi. Ketiga, menggunakan praanggapan, contohnya “Menurut saya, dialah pelaku sebenarnya.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang karyawan yang dituduh mencuri kepada temannya. Keempat, menjadikan tuturan tidak lengkap atau ellipsis, contohnya “Apabila kamu memang menginginkanku, maka buktikan … padaku.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang wanita kepada kekasihnya untuk meminta keseriusannya. Kelima, menyatakan diri kurang dari kenyataan yang sebenarnya atau merendahkan diri, contohnya “Anda terlalu berlebihan, saya tidak seperti yang mereka katakan.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pria kepada kenalannya yang memuji kinerjanya di kantor.

(10)

sendiri.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang karyawan kepada temannya yang kedapatan mencuri alat-alat kantor. Kedelapan, menggunakan kontradiksi, contoh “Abang saya adalah anak tunggal.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang bocah kepada temannya. Kesembilan, menjadikan ironi, contoh “Tugasmu rapi sekali, sampai-sampai saya tidak bisa membacanya.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang dosen kepada mahasiswanya yang tulisannya jelek sekali. Kesepuluh, menggunakan metaphora, contohnya “Kasihku, engkau bagaikan rembulan yang menerangi malamku.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pria yang merayu kekasihnya.

Kesebelas, menggunakan pertanyaan retoris, contohnya “Zaman sekarang ini, semuanya harus dengan uang. Lagipula, siapa di dunia ini yang tidak butuh uang?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pria kepada pria lain yang meminta pertolongannya. Keduabelas, menjadikan pesan ambigu, contohnya “Jangan lewat situ, orang malas lewat Gang Senggol!” Kalimat ini dituturkan oleh seorang anak kepada temannya yang baru pertama kali mengunjungi rumahnya. Ketigabelas, menjadikan pesan kabur, contohnya “Anda ingin apa?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pramusaji kepada tamu tempatnya bekerja. Keempatbelas, menggeneralisasikan secara berlebihan, contohnya “Apa yang Anda lakukan seharusnya dilakukan berpuluh-puluh orang!” Kalimat ini dituturkan oleh seorang bos kepada karyawannya yang marah karena karyawannya mengerjakan tugasnya sendirian. Kelimabelas, alihkan posisi petutur, contohnya “Andai saya rajin bekerja, pasti saya yang menjadi bos Anda.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang karyawan kepada temannya yang naik pangkat.

e. Bertutur di dalam Hati atau Diam

(11)

Contoh: “Andai saja aku menyatakan cintaku kepadanya sdari dulu,” bisiknya dalam hati.

Kalimat diatas dituturkan oleh seorang wanita dalam hati yang merasa kecewa pria yang ia cinta memilih wanita lain.

Pada intinya teori yang disampaikan Brown dan Levinson, lebih menitik beratkan pada kesenangan lawan tutur.Bagaimana lawan tutur kita merasa dirinya sedang tidak dibawah paksaan atau perintah.Terkadang demi kebaikan, kita berbohong senantiasa mendukungnya juga diperbolehkan, selama itu tidak berlebihan. Karena dengan begitu, kebaikan juga akan berbalik pada kita, kita akan dengan mudah mendapat bantuan dari lawan tutur kita. Oleh Karena itu, menjaga perasaan lawan tutur angatlah penting menurut Brown dan Levinson ini.

3. Strategi Bertutur Menurut Yule

Yule (1996:111) menjelaskan bahawa strategi bertutur terbagi atas dua bagian yaitu strategi kesopanan pesitif dan strategi kesopanan negatif. Strategi kesopanan positif mengarahkan pemohon untuk menarik tujuan umum dan bahakan persahabatan dengan menggunakan ungkapan-ungkapan yang menggambarkan suatu resiko yang lebih besar bagi penutur dari penderitaan terhdap penolakan dan mungkin didahului dengan sedikit basa-basi. Sedangkan strategi kesopanan negatif adalah sebagian besar konteks pembicaraan lebih umum kepada penyelamatan wajah. Bentuk yang paling khusus digunakan ialah pertanyaan yang mengandung kata kerja bantu yang berhubungan dengan perasaan.

4. Strategi Bertutur Menurut Blum-Kulka

(12)

istilah terpenting pada pendekatan teori yang diterapkannya. Ia memperkenalkan perbedaan antara pilihan-pilihan linguistik strategi dan obligatori, tetapi berargumen bahwa ruang lingkup dan kedalaman kesantunan tersebut berbeda antara satu budaya dengan budaya yang lain. Posisi teoritisnya adalah bahwa kesantunan memanifestasi interpretasi yang secara kultur tersaring terhadap interaksi antara empat paremeter penting tersebut. Menurutnya, konsep-konsep budaya saling terkait dalam menentukan sifat masing-masing parameter tersebut, sehingga memengaruhi pemahaman sosial tentang kesantunan pada berbagai masyarakat di dunia.

Motivasi sosial merujuk kepada alasan-alasan mengapa orang santun, yakni alasan-alasan keberfungsian kesantunan; mode-mode ekspresif (cara pengungkapan) merujuk kepada bentuk-bentuk linguistik yang berbeda yang digunakan untuk memperlihatkan kesantunan; perbedaan sosial merujuk kepada parameter penilaian situasi yang berperan dalam kesantunan; dan makna sosial merujuk kepada nilai kesantunan dari ungkapan linguistik khusus dalam konteks situasi yang khusus.

Selanjutnya, strategi bertutur dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: (1) bertutur secara langsung, (2) bertutur secara tidak langsung, dan (3) bertutur dengan menggunakan isyarat.

1) Tuturan Langsung

Tuturan langsung ialah tuturan yang menggunakan modus kalimat yang secara konvensional sesuai dengan fungsinya. Misalnya, meminta dilakukan dengan modus kalimat imperatif, ”Pergi belikan obat Ayah di warung Siti!” Kalimat ini dituturkan oleh seorang ibu kepada anaknya saat menyuruh anaknya membelikan obat untuk ayahnya. Bertanya dilakukan dengan modus kalimat interogatif, misalnya ”Kenapa kalian tidak mengumpulkan tugas?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang guru kepada siswanya yang tidak mengumpulkan tugas.

2) Tuturan Tidak Langsung

(13)

dilakukan dengan kalimat tanya atau deklaratif contohnya, ”Ibu masih lama di Padang, kan? Saya mau berdiskusi dengan Ibu soal skripsi saya.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa yang meminta dosennya untuk berdiskusi mengenai skripsinya. Maksud tuturan tersebut adalah permintaan yang dilakukan dengan kalimat interogatif dan deklaratif yang membuat tuturan ini terdengar sopan. Bertanya menggunakan kalimat deklaratif misalnya ”Lina, aku tidak dapat menjawab soal nomor tujuh.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang siswa kepada temannya saat mengerjakan latihan dari guru mereka di kelas. Tuturan ini adalah tuturan deklaratif dengan maksud bertanya jawaban soal nomor tujuh apa? dan sebagainya.

3) Tuturan dengan Isyarat

Tuturan dengan isyarat ialah tuturan yang isinya tidak ada relevansi dengan maksud tuturan tersebut. Contoh tuturan isyarat adalah, ”Aduh, cantiknya bunga yang satu itu, Buk. Bagaimana kalau dipindahkan saja ke rumah saya, Buk?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pemuda yang menginginkan sebatang bunga yang tumbuh di pekarangan seorang ibu dan kini berbunga dengan cantik milik orang tua teman perempuan pemuda itu. Secara literal, tuturan tersebut bermakna pujian yang diiringi keinginan penutur untuk memiliki bunga milik mitra tutur. Secara kontekstual, penutur seorang pemuda dan petutur seorang ibu yang memiliki anak gadis terlibat dalam tuturan yang bermaksud permintaan dari penutur. Permintaan tersebut adalah penutur meminta agar petutur memberikan anak gadisnya sebagai calon istri dan menjadikannya menantu.

5. Implementasi dalam Pembelajaran di Kelas

(14)

Implementasi strategi bertutur di dalam kelas di antaranya adalah sebagai berikut. Pertama, seorang guru melarang siswa mencoret-coret meja dengan mengatakannya secara langsung tanpa basa-basi, ”Dodi, jangan mencoret-coret meja, Nak! Nanti pena kamu habis dan mejanya jadi tidak enak dipandang.” Kedua, seorang siswa malarang temannya yang sedang mematahkan kapur tulis, ”Den, kita nggak boleh matahin kapur kata Bu Guru.” Ketiga, seorang siswa mengusulkan kepada gurunya agar tempat belajar mereka di sebuah sungai yang asri dengan meminta persetujuan dan menghindari ketidaksetujuan, ”Ibu, bagaimana kalau kita ke luar dari kelas dan mencari tempat yang lebih banyak memberikan inspirasi untuk membuat puisi?” Keempat, seorang guru membangkitkan semangat siswanya yang akan mengikuti olimpiade dengan kata-kata yang optimis, ”Kamu pasti bisa menang dan mengharumkan nama sekolah kita.”

Kelima, seorang guru melarang siswanya datang terlambat dengan mengucapkan kalimat berpagar, ”Ibu sebenarnya ingin melihat kamu datang tepat waktu.” Keenam, seorang siswa berkata kepada wali kelasnya saat gurunya itu sedang sibuk mengoreksi tugas teman sekelasnya, ”Biar saya bantu pekerjaan Ibu.” Ketujuh, seorang siswa mengadukan temannya yang kedapatan mencuri uang teman sekelas mereka di jam istirahat dengan menggunakan tautologi ”Saya melihatnya dengan mata kepala saya sendiri, Bu. Sungguh, saya tidak bohong.” Kedelapan, seorang guru berkata kepada seorang muridnya ketika tugasnya menggunakan ironi, ”Tugasmu rapi sekali, sampai-sampai Ibu tidak bisa membacanya. Ayo kamu ulangi dengan lebih bagus!”

C. Penutup

(15)

diperlukan strategi yang tepat. Strategi itu dapat dilihat dari cara yang digunakan atau pun langkah-langkah yang dipilih sehingga maksud permintaan ditangkap oleh mitra tutur

Strategi bertutur menurut Brown dan Levinson ada lima, yaitu bertutur secara terus terang tanpa basa-basi; (2) bertutur dengan menggunakan basa-basi kesopanan posistif; (3) bertutur dengan menggunakan basa-basi kesopapanan negatif; (4) bertutur secara samar-samar; dan (5) tidak menuturkan sesuatu atau diam. Selanjutnya, strategi bertutur menurun Blum-Kulla ada tiga macam, yaitu (1) bertutur secara langsung; (2) betutur secara tidak langsung; dan (3) bertutur dengan isyarat.

Jadi, antara tuturan dengan maksud penutur saling berhubungan erat. Agar mitra tutur dapat memahami pesan yang dimaksud oleh penutur, maka penutur haruslah memilih strategi yang tepat sebelum menuturkan sesuatu agar tuturan terkesan santun dan tidak membuat tersinggung atau melukai hati mitra tutur.

D. Kepustakaan

Manaf, Ngusman Abdul. 2011. ”Kesopanan Tindak Tutur Menyuruh dalam Bahasa Indonesia”, Litera. Oktober Vol. 2 No. 2, hlm 213.

Syahrul. 2008. Pragmatik Kesantunan Berbahasa: Menyibak Fenomena Berbahasa Indonesia Guru dan Siswa. Padang: UNP Press.

Referensi

Dokumen terkait

Faktor yang mempengaruhi pembuatan snack adalah perbandingan bahan baku dengan terigu, pada proses blanshing berpengaruh untuk inaktifasi enzim serta terjadi

Fokus Penelitian fenomenologis ini adalah memahami bagaimana proses terbentuknya penyesuaian diri wanita etnis Jawa yang menikah dengan pria etnis Cina dalam latar

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah metode pembelajaran berbasis joyfull learning dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas IV

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara debt financing, equity financing dan cash flow terhadap Modal Kerja pada Perusahaan food

Beberapa masalah yang ditemukan pada mata pelajaran teknologi dasar otomotif materi dasar-dasar sistem pneumatik adalah (1) pembelajaran yang hanya berfokus pada guru, hanya

Dalam perancangan ini dilakukan melalui perpaduan antara ilustrasi dengan narasi yang dapat membangun dan menggambarkan sebuah pesan ataupun makna yang

1) Aktiva tetap yang digunakan untuk kegiatan operasional seperti bangunan dan kendaraan menjadi tanggung jawab manajer marketing dan aktiva tetap yang digunakan untuk

 Packet Loss / Error : ukuran error rate dari transmisi packet data yang diukur dalam persen.  Packet hilang (bit loss) yang biasanya dikarenakan buffer yang terbatas, urutan