• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Pembangunan Infrastruktur pedesaan Dala

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kebijakan Pembangunan Infrastruktur pedesaan Dala"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

Program Pascasarjana (S2)

Bidang Keahlian Manajemen Aset Infrastruktur

Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan dan Kebumian

Nama

: Noor Rohman

NRP

: 03111750077010

Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Dalam

Pengembangan Wilayah Kabupaten Kudus

(2)
(3)

ii

2.1 KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH ... 4

2.2 KONSEP PENATAAN RUANG DI INDONESIA... 10

2.3 INFRASTRUKTUR ... 14

BAB 3 GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUDUS ... 17

3.1 ASPEK GEOGRAFI... 17

3.8 ASPEK PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ... 52

BAB 4 PEMBAHASAN ... 55

4.1 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KUDUS ... 55

4.1.1 TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH ……….55

4.1.2 RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH ... 57

4.1.3 RENCANA POLA RUANG WILAYAH ... 58

4.1.4 PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS ... 60

4.2 KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI KABUPATEN KUDUS ……… 61

(4)

iii

4.2.2 KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DALAM RPJMD

TAHUN 2013 2018 ... 67

4.2.3 KONDISI EKSISTING INFRASTRUKTUR DI KABUPATEN KUDUS ... 78

BAB 5 KESIMPULAN ... 82

(5)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jarak Antara Kota Kudus dengan Beberapa Kota di Jawa (Km) ... 17

Tabel 2 Pembagian dan Luas Wilayah Administrasi Kabupaten Kudus Tahun 2016 ... 19 Tabel 3 Banyaknya Hari Hujan Dirinci Per Bulan di Kabupaten Kudus Tahun 2012 2016 (Hari) ... 20 Tabel 4 Banyaknya Hari Hujan Dirinci Per Bulan di Kabupaten Kudus Tahun 2012 2016 (mm) ... 21 Tabel 5 Banyaknya Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Kudus Tahun 1995 2016 ... 22 Tabel 6 Banyaknya Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kudus Tahun 2016 ... 23 Tabel 7 Banyaknya Rumah Tangga Menurut Kecamatan di Kabupaten Kudus Tahun 2012-2016 ... 23 Tabel 8 Banyaknya Pekerja pada Perusahaan Menurut Kecamatan di Kabupaten Kudus Tahun 2016 ... 24 Tabel 9 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru Taman Kanak-Kanak Menurut

Kecamatan dan Status Sekolah di Kabupaten Kudus Tahun 2016 ... 26

Tabel 10 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Dasar (SD) Menurut Kecamatan dan Status Sekolah di Kabupaten Kudus Tahun Pelajaran 2016/2017 ... 26 Tabel 11 Banyaknya Sekolah, Murid, dan Guru Setingkat SD Non Depdiknas (MI) Menurut Kecamatan dan Status Sekolah di Kabupaten Kudus Tahun Pelajaran 2016/2017 ... 27 Tabel 12 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru SLTP Negeri Tahun Pelajaran 2016/2017 dan Yang Lulus Ujian Nasional (UN) di Kabupaten Kudus Tahun Pelajaran 2015/2016 ... 27 Tabel 13 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru SLTP Swasta Tahun Pelajaran 2016/2017 dan Yang Lulus Ujian Nasional (UN) di Kabupaten Kudus Tahun Pelajaran 2015/2016 ... 28 Tabel 14 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru Setingkat SLTP Non Depdiknas (MTs) Menurut Kecamatan dan Status Sekolah di Kabupaten Kudus Tahun Pelajaran 2016/2017 ... 28 Tabel 15 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru SLTA (Negeri dan Swasta) Tahun Pelajaran 2016/2017 dan Yang Lulus Ujian Nasional (UN) di

Kabupaten Kudus Tahun Pelajaran 2015/2016 ... 29

(6)

v

Tabel 17 Banyaknya Mahasiswa, Dosen Tahun Akademik 2016/2017 dan Lulusan Perguruan Tinggi di Kabupaten Kudus Tahun Akademik 2015/2016 ... 30 Tabel 18 Banyaknya Rumah Sakit Umum Pemerintah dan Swasta serta

Tempat Tidur Menurut Kecamatan di Kabupaten Kudus Tahun 2016 ... 32

Tabel 19 Banyaknya Rumah Sakit Khusus (RSB dan RSIA) dan Tempat Tidur

Menurut Kecamatan di Kabupaten Kudus Tahun 2016 ... 32

Tabel 20 Banyaknya Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas dan Balai

Pengobatan) Menurut Kecamatan di Kabupaten Kudus Tahun 2016 ... 33

Tabel 21 Banyaknya Apotik dan Toko Obat Menurut Kecamatan di Kabupaten Kudus Tahun 2016 ... 33 Tabel 22 Banyaknya Tempat Peribadatan Menurut Kecamatan di Kabupaten Kudus Tahun 2016 ... 34 Tabel 23 Luas Tanam Tanaman Pangan di Lahan Pertanian (Sawah + Bukan Sawah) Menurut Jenis Tanaman di Kabupaten Kudus Tahun 2012-2016 (Ha) ... 36 Tabel 24 Luas Tanam Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman

di Kabupaten Kudus Tahun 2012-2016 (Ha) ... 37

Tabel 25 Populasi Ternak Menurut Jenis dan Kecamatan di Kabupaten Kudus Tahun 2016 (Ekor) ... 38 Tabel 26 Produksi Perikanan Menurut Tempat Produksi dan Kecamatan di Kabupaten Kudus Tahun 2016 (Ku) ... 39 Tabel 27 Luas Hutan BKPH menurut Jenis Peruntukannya di Kabupaten Kudus Tahun 2012-2016 (Ha) ... 40 Tabel 28 Banyaknya Perusahaan Industri dan Jumlah Tenaga Kerja Menurut

Kecamatan di Kabupaten Kudus Tahun 2015-2016 ... 42

Tabel 29 Banyaknya Perusahaan Industri dan Nilai Produksi Menurut

Kecamatan di Kabupaten Kudus Tahun 2015-2016 ... 42

Tabel 30 Jumlah Perusahaan Industri Besar/Sedang Menurut Kecamatan di Kabupaten Kudus Tahun 2014 ... 43 Tabel 31 Jumlah Perusahaan Industri Besar/Sedang Menurut Jenis Industri

dan Jumlah Tenaga Kerja di Kabupaten Kudus Tahun 2014 ... 43

Tabel 32 Produksi Rokok Menurut Bulan dan Jenis Produksi di Kabupaten Kudus Tahun 2016 (Batang) ... 44 Tabel 33 Banyaknya Pasar Menurut Kecamatan dan Jenis Pasar di Kabupaten Kudus Tahun 2016 (Unit) ... 45 Tabel 34 Banyaknya Penyaluran Gas LPG 3 Kg Menurut Bulan di Kabupaten Kudus Tahun 2012-2016 (Tabung) ... 46 Tabel 35 Besarnya Nilai Penggunaan Pita Cukai Rokok Menurut Jenis dan

Bulan di Kabupaten Kudus Tahun 2016 (Rupiah) ... 46

Tabel 36 Rekapitulasi Anggaran dan Realisasi Pendapatan dan Belanja

(7)

vi

Tabel 37 Anggaran dan Realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2016 (Juta Rp) ... 48 Tabel 38 Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2012-2016 (Juta Rupiah) ... 49 Tabel 39 Penerimaan Cukai Tembakau, Cukai Lainnya dan Penerimaan

Lainnya di Kabupaten Kudus Tahun 2006-2016 (Juta Rp) ... 50

Tabel 40 Perkembangan Laju Inflasi Nasional, Semarang dan Kudus Tahun 2006-2016 (Persen) ... 51 Tabel 41 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut

Lapangan Usaha di Kabupaten Kudus Tahun 2012 - 2016 (Juta Rupiah) .... 53

Tabel 42 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Kudus Tahun 2012 - 2016 (Juta Rupiah)... 54 Tabel 43 Keterkaitan Sasaran, Strategi dan Arah Kebijakan dalam

Pencapaian Misi RPJMD Kabupaten Kudus Tahun 2013-2018 ... 69

Tabel 44 Kebijakan Umum dan Program Pembangunan Daerah Kabupaten Kudus ... 73 Tabel 45 Rasio Ketersediaan Sekolah/Penduduk Usia Sekolah di Kabupaten Kudus Tahun 2012 2016 ... 78

Tabel 46 Jumlah Puskesman dan Pustu di Kabupaten Kudus Tahun 2012

2016 ... 78 Tabel 47 Jumlah Rasio Rumah Sakit Per Jumlah Penduduk di Kabupaten Kudus Tahun 2012 2016 ... 79

Tabel 48 Kondisi Jalan di Kabupaten Kudus Tahun 2012 2016 ... 79

Tabel 49 Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan dan Status Jalan di Kabupaten Kudus Tahun 2016 (Km) ... 80

Tabel 50 Jumlah dan Kondisi Jembatan di Kabupaten Kudus Tahun 2012

2016 ... 80

Tabel 51 Kondisi Daerah Irigasi di Kabupaten Kudus Tahun 2012 2016. 81

(8)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Aktivitas Buruh Pabrik Rokok ... 2

Gambar 2 Peta Wilayah Kabupaten Kudus ... 18

Gambar 3 Djarum Oasis Kretek Factory ... 56

Gambar 4 Masjid dan Menara Sunan Kudus ... 57

Gambar 5 Makam Sunan Muria di Desa Colo ... 58

Gambar 6 Kawasan Gunung Muria ... 60

Gambar 7 Pura Grup ... 61

(9)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATARBELAKANG

Pembangunan infrastruktur memegang peranan strategis dalam mendukung pertumbuhan ekonomi daerah. Dengan infrastruktur yang baik, maka akan mendorong pelaku-pelaku ekonomi beraktivitas lebih ekonomis,

sehingga mampu menciptakan long scale economic advantages secara

simultan. Secara ekonomi makro, ketersediaan dari jasa pelayanan

infrastruktur mempengaruhi marginal productivity of private capital,

sedangkan dalam konteks ekonomi mikro, ketersediaan jasa pelayanan infrastruktur berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi. Sehingga perannya sangat penting baik dalam proses produksi maupun dalam menunjang distribusi komoditi dan ekspor (Permana, 2009:1). Keterkaitan antara infrastruktrur dan pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari fungsi dari

infrastruktur sebagai enabler kegiatan ekonomi. Infrastruktur mempunyai

manfaat menggerakan berbagai sektor perkenonomian karena dianggap

sebagai social overhead capital (Hirchman dalam Yanuar dalam Permana,

2009:11).

(10)

2

Kabupaten Kudus begitu dikenal dengan industri kreteknya, perusahaan industri tembakau masih mendominasi dengan 34,46 persen dari jumlah usaha industri besar dan sedang, diikuti industri pakaian jadi sebesar 19,77 persen, Industri makanan dan minuman 2,22 persen. Selain industri kretek, pakaian jadi, makanan dan minuman, perekonomian di Kabupaten Kudus juga ditopang oleh industri kulit, kayu, kertas, percetakan, kimia, jamu, dan peralatan elektronik rumah tangga (tv, radio, kulkas, mesin cuci). Data yang diperoleh dari Dinas Perindustrian dan Koperasi pada tahun 2016 menyatakan ada 12.881 unit perusahaan industri/unit usaha di kabupaten Kudus. Angka tersebut mencakup seluruh perusahaan (unit usaha) industri baik yang besar/sedang ataupun industri kecil/rumah tangga.

Gambar 1 Aktivitas Buruh Pabrik Rokok

Ketersediaan infrastruktur, seperti jalan, pelabuhan, bandara, sistem penyediaan tenaga listrik, irigasi, sistem penyediaan air bersih, sanitasi, dan

sebagainya yang merupakan social overhead capital, memiliki keterkaitan

(11)

3

1.2 RUMUSANMASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam kajian ini adalah :

1. Bagaimana kebijakan pengembangan wilayah Kabupaten Kudus?

2. Bagaimana kebijakan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Kudus?

1.3 TUJUAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan kajian singkat ini adalah :

1. Mengetahui kebijakan pengembangan wilayah Kabupaten Kudus.

2. Mengetahui kebijakan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Kudus.

3. Sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Sistem Wilayah Lingkungan dan

(12)

4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEPPENGEMBANGANWILAYAH

Konsep pengembangan wilayah di Indonesia lahir dari suatu proses iteratif yang menggabungkan dasar-dasar pemahaman teoritis dengan pengalaman-pengalaman praktis sebagai bentuk penerapannya yang bersifat dinamis. Dengan kata lain, konsep pengembangan wilayah di Indonesia merupakan penggabungan dari berbagai teori dan model yang senantiasa berkembang yang telah diujiterapkan dan kemudian dirumuskan kembali menjadi suatu pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pembangunan di Indonesia. Dalam sejarah perkembangan konsep pengembangan wilayah di Indonesia, terdapat beberapa landasan teori yang turut mewarnai keberadaannya. Pertama adalah Walter Isard sebagai pelopor Ilmu Wilayah yang mengkaji terjadinya hubungan sebab-akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah, yakni faktor-faktor fisik, sosial-ekonomi, dan budaya. Kedua adalah Hirschmann (era 1950-an) yang memunculkan teori polarization effect dan trickling-down effect dengan argumen bahwa

perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan (unbalanced

development). Ketiga adalah Myrdal (era 1950-an) dengan teori yang menjelaskan hubungan antara wilayah maju dan wilayah belakangnya dengan

menggunakan istilah backwash and spread effect. Keempat adalah Friedmann

(era 1960-an) yang lebih menekankan pada pembentukan hirarki guna mempermudah pengembangan sistem pembangunan yang kemudian dikenal dengan teori pusat pertumbuhan. Terakhir adalah Douglass (era 70-an) yang

memperkenalkan lahirnya model keterkaitan desa kota (rural – urban

linkages) dalam pengembangan wilayah.

Keberadaan landasan teori dan konsep pengembangan wilayah diatas kemudian diperkaya dengan gagasan-gagasan yang lahir dari pemikiran cemerlang putra-putra bangsa. Diantaranya adalah Sutami (era 1970-an) dengan gagasan bahwa pembangunan infrastruktur yang intensif untuk mendukung pemanfaatan potensi sumber daya alam akan mampu

mempercepat pengembangan wilayah. Poernomosidhi (era transisi)

(13)

5

prasarana jalan melalui Orde Kota. Selanjutnya adalah Ruslan Diwiryo (era 1980-an) yang memperkenalkan konsep Pola dan Struktur ruang yang bahkan menjadi inspirasi utama bagi lahirnya UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang. Pada periode 1980-an ini pula, lahir Strategi Nasional Pembangunan Perkotaan (SNPP) sebagai upaya untuk mewujudkan sitem kota-kota nasional yang efisien dalam konteks pengembangan wilayah nasional. Dalam perjalanannya SNPP ini pula menjadi cikal-bakal lahirnya konsep Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT) sebagai upaya sistematis dan menyeluruh untuk mewujudkan fungsi dan peran kota yang diarahkan dalam SNPP. Pada era 90-an, konsep pengembangan wilayah mulai diarahkan untuk mengatasi kesenjangan wilayah, misal antara KTI dan KBI, antar kawasan dalam wilayah pulau, maupun antara kawasan perkotaan dan perdesaan. Perkembangan terakhir pada awal abad millennium, bahkan, mengarahkan konsep pengembangan wilayah sebagai alat untuk mewujudkan integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurut Saefulhakim, dkk (2002) wilayah adalah satu kesatuan unit geografis yang antar bagiannya mempunyai keterkaitan secara fungsional. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan pewilayahan (penyusunan wilayah) adalah pendelineasian unit geografis berdasarkan kedekatan, kemiripan, atau intensitas hubungan fungsional (tolong menolong, bantu membantu, lindung melindungi) antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Wilayah

pengembangan adalah pewilayahan untuk tujuan pengembangan/

pembangunan/development. Pengembangan Wilayah adalah upaya

pembangunan dalam suatu wilayah administratif atau kawasan tertentu agar tercapai kesejahteraaan (people property) melalui pemanfaatan peluang-peluang dan pemanfaatan sumber daya secara optimal, efisien, sinergi dan berkelanjutan (Sembiring, 2012).

Menurut Direktorat Pengembangan Kawasan Strategis, Ditjen Penataan Ruang, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002), Prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan wilayah adalah :

1. Sebagai growth center dimana pengembangan wilayah tidak hanya

(14)

6

pengaruh (spred effect) pertumbuhan yang dapat ditimbulkan bagi

wilayah sekitarnya, bahkan secara nasional.

2. Pengembangan wilayah memerlukan upaya kerjasama pengembangan

antar daerah dan menjadi persyaratan utama bagi keberhasilan pengembangan wilayah.

3. Pola pengembangan wilayah bersifat integral yang merupakan integrasi

dari daerah-daerah yang tercakup dalam wilayah melalui pendekatan kesetaraan.

Jadi pengembangan wilayah merupakan usaha memberdayakan pihak

terkait (stakeholders) di suatu wilayah dalam memanfaatkan sumberdaya

dengan teknologi untuk memberi nilai tambah (added value) atas apa yang dimiliki oleh wilayah administratif/wilayah fungsional dalam rangka meningkatkan kualitas hidup rakyat di wilayah tersebut. Dengan demikian dalam jangka panjangnya pengembangan wilayah mempunyai target untuk pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Cara mencapainya bersandar pada kemampuan sumberdaya manusia dalam memanfaatkan lingkungan sekitar dan daya tampungnya serta kemampuan memanfaatkan peralatan pendukung (instrument) yang ada. Dengan target tersebut dirancang skenario-skenario tertentu agar kekurangan-kekurangan yang dihadapi dapat diupayakan melalui pemanfaatan sumberdaya. Apabila konsep tersebut diterapkan di Indonesia, masih muncul persoalan berupa kekurangan teknologi untuk mengolah sumberdaya yang ketersediaannya cukup melimpah.

(15)

7

Pendekatan yang mengacu pada aspek sektoral dan spasial tersebut mendorong lahirnya konsep pengembangan wilayah yang harus mampu meningkatkan efisiensi penggunaan ruang sesuai daya dukung, mampu memberi kesempatan kepada sektor untuk berkembang tanpa konflik dan mampu meningkatkan kesejahteraan secara merata. Konsep tersebut digolongkan dalam konsep pengembangan wilayah yang didasarkan pada penataan ruang. Dalam kaitan itu terdapat 3 (tiga) kelompok konsep pengembangan wilayah yaitu: konsep pusat pertumbuhan, konsep integrasi fungsional, dan konsep pendekatan desentralisasi (Alkadri et all, Manajemen Teknologi Untuk Pengembangan Wilayah, 1999). Konsep pusat pertumbuhan menekankan pada perlunya melakukan investasi secara besar-besaran pada suatu pusat pertumbuhan atau wilayah/kota yang telah mempunyai infrastruktur yang baik. Pengembangan wilayah di sekitar pusat pertumbuhan diharapkan melalui proses/mekanisme tetesan ke bawah (trickle down effect). Penerapan konsep ini di Indonesia sampai dengan tahun 2000 telah melahirkan adanya 111 kawasan andalan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN).

Konsep integrasi fungsional mengutamakan adanya integrasi yang diciptakan secara sengaja diantara berbagai pusat pertumbuhan karena adanya fungsi yang komplementer. Konsep ini menempatkan suatu kota/ wilayah mempunyai hirarki sebagai pusat pelayanan relative terhadap kota/wilayah yang lain. Sedangkan konsep desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah tidak terjadinya aliran keluar dari sumberdana dan sumberdaya manusia. Pendekatan tersebut mempunyai berbagai kelemahan. Dari kondisi ini munculah beberapa konsep untuk menanggapi kelemahan tersebut.

Konsep tersebut antara lain ‘people center approach’ yang menekankan pada

pembangunan sumber daya manusia, ‘natural resourcesbased development’

yang menekankan sumberdaya alam sebagai modal pembangunan, serta

technology based development’ yang melihat teknologi sebagai kunci dari

keberhasilan pembangunan wilayah. Kenyataan menunjukkan bahwa aplikasi konsep tersebut kurang berhasil dalam membawa kesejahteraan rakyat.

Fenomena persaingan antar wilayah, tren perdagangan global yang

(16)

8

telah merubah dunia menjadi lebih dinamis, perubahan mendasar dalam sistem kemasyarakatan seperti demokratisasi, otonomi, keterbukaan dan meningkatnya kreatifitas masyarakat telah mendorong perubahan paradigma dalam pengembangan wilayah. Dengan semakin kompleksnya masalah tersebut dapat dibayangkan akan sangat sulit untuk mengelola pembangunan secara terpusat, seperti pada konsep-konsep yang dijelaskan sebelumnya. Pilihan yang tepat adalah memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk mengelola pembangunan di wilayahnya sendiri (otonomi). Pembangunan ekonomi yang hanya mengejar pertumbuhan tinggi dengan

mengandalkan keunggulan komparatif (comparative advantage) berupa

kekayaan alam berlimpah, upah murah atau yang dikenal dengan bubble

economics’, sudah usang karena terbukti tak tahan terhadap gelombang

krisis.

Apabila dicermati maka paradigma pengembangan wilayah telah bergeser pada upaya yang mengandalkan 3 (tiga) pilar, yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, dan teknologi. Ketiga pilar tersebut merupakan elemen internal wilayah yang saling terkait dan berinteraksi membentuk satu sistem. Hasil interaksi elemen tersebut mencerminkan kinerja dari suatu wilayah, yang akan berbeda antar wilayah, sehingga mendorong terciptanya spesialisasi spesifik wilayah. Dengan demikian akan terjadi persaingan antar

wilayah untuk menjadi pusat jaringan keruangan (spatial network) dari

wilayah-wilayah lain secara nasional. Namun pendekatan ini mempunyai kelemahan yang antara lain apabila salah di dalam mengelola jaringan keruangan tadi tidak mustahil menjadi awal dari proses disintegrasi. Untuk itu harus diterapkan konsep pareto pertumbuhan yang bisa mengendalikan keseimbangan pertumbuhan dan dikelola oleh pemerintah pusat. Konsep pareto ini diharapkan mampu memberikan keserasian pertumbuhan antar wilayah dengan penerapan insentif-insentif kepada wilayah yang kurang berkembang.

(17)

9

1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)

2. Rencana Pembanguna Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

3. Rencana Strategis Kementerian/Lembaga

4. Rencana Kerja Pemerintah (RKP)

5. Rencana Kerja Kementerian/Lembaga

Mengacu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 dan Visi-Misi Presiden serta Agenda Prioritas Pembangunan (Nawa Cita),

tujuan pengembangan wilayah adalah mengurangi kesenjangan

pembangunan wilayah antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) melalui percepatan dan pemerataan pembangunan wilayah dengan menekankan keunggulan kompetitif perekonomian daerah berbasis SDA yang tersedia, SDM berkualitas, penyediaan infrastruktur, serta meningkatkan kemampuan ilmu dan teknologi secara terus menerus

Perencanaan pembangunan harus dilaksanakan secara

(18)

10

penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan sehingga penyusunannya harus

dilaksanakan secara terpadu, terukur dan berkelanjutan.

2.2 KONSEPPENATAANRUANGDIINDONESIA

Dalam rangka mewujudkan konsep pengembangan wilayah yang didalamnya memuat tujuan dan sasaran yang bersifat kewilayahan di Indonesia, maka ditempuh melalui upaya penataan ruang yang terdiri dari 3 (tiga) proses utama, yakni :

1. proses perencanaan tata ruang wilayah, yang menghasilkan rencana

tata ruang wilayah (RTRW). Disamping sebagai “guidance of future

actions” RTRW pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang

dilakukan agar interaksi manusia/makhluk hidup dengan

lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras, seimbang untuk tercapainya kesejahteraan manusia/makhluk hidup serta kelestarian

lingkungan dan keberlanjutan pembangunan (development

sustainability).

2. proses pemanfaatan ruang, yang merupakan wujud operasionalisasi

rencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri.

3. proses pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas mekanisme

perizinan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan RTRW dan tujuan penataan ruang wilayahnya. Dengan demikian, selain merupakan proses untuk mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan, penataan ruang sekaligus juga merupakan produk yang memiliki landasan hukum (legal instrument) untuk mewujudkan tujuan pengembangan wilayah.

(19)

11

Menurut Yuwono (2008), penggunaan lahan sangat menentukan wujud

keruangannya serta cara-cara manusia beraktifitas. Penyebab penyimpangan penggunaan lahan secara garis besar ada dua, yaitu ruang sebagai objek dan manusia sebagai pelaku. Pengambilalihan lahan dari masyarakat yang memiliki penghasilan rendah oleh masyarakat yang memiliki penghasilan menengah atau tinggi menununjukkan pembentukkan ruang berdasarkan nilai ekonomi jika ditinjau dari aspek ruang. Semakin tinggi nilai ruang, semakin meningkatkan daya tarik masyarakat yang mampu untuk menguasainya. Budiharjo (1999), mengemukakan bahwa manusia memegang peranan penting dalam mengatur pemanfaatan ruang. Penyimpangan terjadi akibat ledakan penduduk yang tidak terkendali. Oleh sebab itu perencanaan tata ruang merupakan metode yang digunakan oleh sektor publik untuk mengatur penyebaran penduduk dan aktivitas dalam ruang yang skalanya bervariasi. Perencanaan tata ruang terdiri dari semua tingkat penatagunaan tanah, termasuk perencanaan kota, perencanaan regional, perencanaan lingkungan, rencana tata ruang nasional, sampai tingkat internasional.

Menurut Undang-undang No. 26 tahun 2007, ruang didefinisikan sebagai ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi, sebagai tempat manusia dan makhluk hidup melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidup. Penataan ruang berazaskan pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan, keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan. Penataan ruang diatur berdasarkan fungsi utama kawasan dan terdiri atas kawasan lindung seperti suaka alam, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam dan sebagainya, serta kawasan budidaya seperti industri, permukiman, pertanian. Penataan ruang meliputi ruang wilayah nasional, wilayah provinsi dan wilayah kabupaten/kota yang dalam penyusunannya melalui hirarki dari tingkat yang paling atas ke tingkat yang paling bawah agar penataan ruang bisa dilakukan secara terpadu.

(20)

12

pemanfaatan sumberdaya (prinsip produktifitas dan efisiensi), alat dan wujud

distribusi sumberdaya (prinsip pemerataan, keberimbangan dan keadilan), keberlanjutan prinsip (sustainability). Lebih lanjut Darwanto (2000), mengemukakan bahwa penataan ruang bertujuan untuk terselenggaranya penataan ruang yang berwawasan lingkungan, terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang pada kawasan lindung dan budidaya sehingga tercipta pengaturan pemanfaatan ruang yang berkualitas. Upaya penataan ruang juga dilakukan untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan yang sangat penting dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Konsep penataan ruang dapat menjadi aktifitas yang mengarah pada kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat termasuk dunia usaha. Penataan ruang bukanlah suatu tujuan melainkan alat untuk mencapai tujuan. Dengan demikian kegiatan penataan ruang tidak boleh berhenti, melainkan penataan ruang harus merupakan aktivitas yang terusmenerus dilakukan untuk mengarahkan masyarakat suatu wilayah dalam mencapai tujuan-tujuan pokoknya (Darwanto, 2000).

Penetapan tata ruang dipandang seringkali hanya mempertimbangkan

aspek fisik wilayah (land suitability dan land capability) dan aspek-aspek

kelestarian lingkungan. Perencanaan tata ruang juga seringkali dimonopoli oleh pihak-pihak tertentu yang tidak berorientasi pada kepentingan publik/masyarakat luas di dalam pelaksanaannya (Rustiadi dkk, 2009). Sasaran utama dari perencanaan tata ruang pada dasarnya adalah untuk

menghasilkan penggunaan lahan terbaik, namun biasanya dapat

dikelompokkan atas tiga sasaran umum, yaitu : efisiensi, keadilan dan akseptabilitas masyarakat, dan keberlanjutan. Sasaran efisiensi merujuk pada manfaat ekonomi, dimana dalam konteks kepentingan publik pemanfaatan ruang diarahkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tata ruang harus merupakan perwujudan keadilan dan melibatkan partisipasi masyarakat, oleh karenanya perencanaan yang disusun harus dapat diterima oleh masyarakat. Perencanaan tata ruang juga harus berorientasi pada keseimbangan fisik lingkungan dan sosial sehingga menjamin peningkatan

(21)

13

Sesuai dengan UU 26/2007 tentang penataan ruang, sistem perencanaan

tata ruang wilayah diselenggarakan secara berhirarkis menurut kewenangan administratif, yakni dalam bentuk RTRW Nasional, RTRW Propinsi dan RTRW Kabupaten/Kota serta rencana-rencana yang sifatnya lebih rinci. RTRWN disusun dengan memperhatikan wilayah Nasional sebagai satu kesatuan wilayah yang lebih lanjut dijabarkan kedalam strategi serta struktur dan pola pemanfaatan ruang pada wilayah propinsi (RTRWP), termasuk di dalamnya penetapan sejumlah kawasan tertentu dan kawasan andalan yang diprioritaskan penanganannya. Aspek teknis perencanaan tata ruang wilayah dibedakan berdasarkan hirarki rencana. RTRWN merupakan perencanaan makro strategis jangka panjang dengan horizon waktu hingga 25 - 50 tahun ke depan dengan menggunakan skala ketelitian 1 : 1,000,000. RTRW Propinsi merupakan perencanaan makro strategis jangka menengah dengan horizon waktu 15 tahun pada skala ketelitian 1 : 250,000. Sementara, RTRW Kabupaten dan Kota merupakan perencanaan mikro operasional jangka menengah (5-10 tahun) dengan skala ketelitian 1 : 20,000 hingga 100,000, yang kemudian diikuti dengan rencana-rencana rinci yang bersifat mikro-operasional jangka pendek dengan skala ketelitian dibawah 1 : 5,000.

Selain penyiapan rencana untuk wilayah administratif, maka disusun pula

rencana pengembangan (spatial development plan) untuk kawasan-kawasan

(22)

14

2.3 INFRASTRUKTUR

Infrastruktur merupakan prasarana publik primer dalam mendukung kegiatan ekonomi suatu negara, dan ketersediaan infrastruktur sangat menentukan tingkat efisiensi dan efektivitas kegiatan ekonomi. Pembangunan

infrastruktur merupakan Public Service Obligation, yaitu sesuatu yang

seharusnya menjadi kewajiban Pemerintah. Keberadaan infrastruktur sangat penting bagi pembangunan, sehingga pada fase awal pembangunan disuatu negara hal tersebut akan dipikul sepenuhnya oleh Pemerintah yang dibiayai dari APBN murni. Dalam pemenuhan infrastruktur atau fasilitas publik, diperlukan investasi yang cukup besar dan pengembalian investasi dalam jangka waktu yang relatif lama. Selain itu, manajemen operasionalnya juga

membutuhkan cost yang tinggi. Permasalahan inilah yang menjadi kendala

bagi kebanyakan negara-negara berkembang dalam pemenuhan infrastruktur. Namun kendala keterbatasan pembiayaan dari pemerintah tersebut dapat

diselesaikan melalui pendekatan pola kerjasama yang bersifat Public Private

Partnership yang membawa manfaat bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kerjasama tersebut. Pendekatan baru untuk dapat mengurangi masalah ini

melibatkan peran-peran stakeholder.

Pembangunan infrastruktur merupakan suatu strategi dalam penyediaan sarana yang utama untuk itu seperti diungkapkan dalam Infrastruktur Indonesia (Kadin Indonesia-Jetro, 2006) yaitu Prinsip Dasar Penyediaan Infrastruktur secara keseluruhan antara lain:

1. Infrastruktur merupakan katalis bagi pembangunan. Ketersediaan

infrastruktur dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap sumberdaya sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi dan pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hampir dalam semua aktivitas masyarakat dan pemerintah, keberadaan infrastruktur merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan sudah menjadi kebutuhan dasar.

2. Keterkaitan infrastruktur dengan berbagai aspek, agar peran

(23)

15

perkebunan, budi daya pantai, kelautan, industri, perdagangan, jasa,

pariwisata, pertambangan, migas dan sebagainya; (c) Masyarakat yang akan menjadi kelompok sasaran pelayanan infrastruktur tersebut dan kemampuan dalam membayar jasa layanan infrastruktur; (d) Institusi pengelolanya, misalnya peran pemerintah dalam pengelolaan atau pemeliharaan serta memberi arahan dalam bentuk regulasi sebagai bentuk layanan publik dan (e) Dalam konteks privatisasi, investasi infrastruktur perlu mempertimbangkan minat investor, tujuan yang dikehendaki investor, syarat-syarat investasi dan insentif bagi investor.

3. Perencanaan kebutuhan infrastruktur harus dilakukan melalui

kombinasi antara perencanaan yang digagas pemerintah pusat dengan yang digagas pemerintah daerah. Seiring dengan diimplementasikannya desentralisasi fiskal dan diberikannya kewenangan yang lebih luas bagi daerah, setiap daerah diharapkan mampu lebih mengembangkan potensi daerahnya. Oleh karena itu pembangunan yang dilakukan di daerah harus didasarkan pada kebutuhan daerah masing-masing. Dalam hal ini, pembangunan infrastruktur yang sesuai dengan kebutuhan daerah diharapkan mampu meningkatkan perekonomian daerah tersebut dan daerah sekitarnya. Untuk itu perlu kerangka pembangunan yang digagas pemerintah daerah, disamping kerangka model yang digagas pemerintah pusat yang selama ini digunakan. Yang dimaksud dengan adanya perencanaan yang digagas pemerintah daerah adalah terdapat rencana indikasi kebutuhan infrastruktur secara lokal dan regional, sehingga perencanaan tersebut ditentukan oleh pemerintah daerah berdasarkan kebutuhan daerah. Sedangkan rencana pembangunan infrastruktur yang bersifat digagas pemerintah pusat dan dikoordinasikan oleh kantor Menko Perekonomian.

4. Keberhasilan kerjasama Pemerintah dan Swasta memerlukan kondisi

(24)

16

Adanya investasi pendamping dari pinjaman

pemerintah/ekuitas/subsidi (Kewajiban Sektor publik).

5. Penyediaan infrastruktur harus memperhatikan aspek keberlanjutan.

Pembangunan infrastruktur harus memperhatikan aspek keberlanjutan, sehingga dalam jangka panjang keberadaan infrastruktur tidak menyebabkan kerusakan lingkungan.

6. Mekanisme penyediaan infrastruktur harus mendasarkan pada

prinsip-Prinsip akuntabilitas, transparansi, serta memperhatikan aspek efisiensi dan keadilan. (Afandi, 2008)

(25)

17

BAB 3 GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUDUS

3.1 ASPEKGEOGRAFI

Kabupaten Kudus merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah bagian Utara dengan total seluas 42.516 Ha atau sekitar 1,31 % dari luas Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Kudus terletak diantara 4 (empat) Kabupaten yaitu di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Jepara dan Kabupaten Pati, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Pati, sebelah selatan dengan Kabupaten Grobogan dan Pati serta sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Demak dan Jepara. Secara geografis Kabupaten Kudus

terletak antara 06048’37’’ - 06051’55’’ Lintang Selatan dan 110047’42’’ -

110053’05’’ Bujur Timur. Posisi Kabupaten Kudus juga terletak pada jalur

perekonomian nasional yaitu dilewati jalan nasional pantura sehingga sangat strategis. Kondisi wilayah Kabupaten Kudus merupakan daerah yang berdekatan dengan pesisir Kabupaten Demak, Jepara dan Kabupaten Pati serta sebagian di bagian Utara merupakan pegunungan Muria dan Pati Ayam.

(26)

18

Gambar 2 Peta Wilayah Kabupaten Kudus

(27)

19

tersebut terdiri dari 20.590 hektar (48,43 persen) merupakan lahan pertanian

sawah dan 9.791 hektar (23,03 persen) adalah lahan pertanian bukan sawah. Sedangkan sisanya adalah lahan bukan pertanian sebesar 12.135 hektar (28,54 persen). Jika dilihat menurut jenis pengairan, lahan pertanian sawah yang menggunakan irigasi seluas 14.055 hektar (68,26 persen) sedangkan tadah hujan 6.535 hektar (31.74 persen). Untuk lahan pertanian bukan sawah seluas 9.791 hektar, sebagian besar digunakan untuk tegal/kebun sebesar 60,93 persen, untuk ladang/huma sebesar 1,05 persen dan sisanya untuk perkebunan, hutan rakyat, tambak, kolam dan lainnya.Adapun penjabaran mengenai luas wilayah, banyaknya desa, kelurahan, dukuh, RT dan RW dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 2 Pembagian dan Luas Wilayah Administrasi Kabupaten Kudus Tahun 2016

Kabupaten Kudus secara umum dipengaruhi oleh zona iklim tropis

basah. Bulan basah jatuh antara bulan Oktober Mei dan bulan kering terjadi

antara Juni September, sedang bulan paling kering jatuh sekitar bulan

Agustus. Curah hujan yang jatuh di Kabupaten Kudus berkisar antara 2.000

3.000 mm/tahun, curah hujan tertinggi terjadi di daerah puncak Gunung

Muria, yaitu antara 3.500 5.000 mm/tahun. Temperatur tertinggi berkisar

pada 30,50C dan terendah berkisar pada 19,60C dengan temperatur rata-rata

280C. Angin yang bertiup adalah angin barat dan angin timur yang bersifat

(28)

20

berkisar antara 69 % - 78,5 %, angin umumnya bertiup dari arah barat dengan

kecepatan minimum 5 km/jam, kecepatan maksimum mencapai 50 km/jam.

Tabel 3 Banyaknya Hari Hujan Dirinci Per Bulan di Kabupaten Kudus Tahun 2012 2016

(Hari)

Berdasarkan tabel di atas, jumlah hari paling banyak di Kabupaten Kudus terjadi pada bulan Januari, Februari dan Desember 2016 yaitu dimana pada Bulan Januari dan Desember dengan jumlah hari hujan sebanyak 19 hari dan pada Bulan Februari sebanyak 21 hari hujan. Jumlah total hari hujan yang ada di Kabupaten Kudus pada tahun 2016 sebanyak 153 hari, dimana hal itu

merupakan jumlah hari hujan tertinggi per setahun dalam 5 tahun terakhir.

Jumlah curah hujanpaling banyak adalah pada bulan Desember sebesar 456

(29)

21

Tabel 4 Banyaknya Hari Hujan Dirinci Per Bulan di Kabupaten Kudus Tahun 2012 2016

(mm)

3.2 ASPEKDEMOGRAFI

(30)

22

bahwa angka rasio jenis kelamin di bawah 100, yaitu berkisar antara 94,24

dan 98,30. Kepadatan penduduk dalam kurun waktu lima tahun (2012 2016)

cenderung mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan jumlah penduduk. Pada tahun 2016 tercatat sebesar 1.979 jiwa setiap satu kilo meter persegi. Di sisi lain persebaran penduduk masih belum merata. Kecamatan Kota merupakan kecamatan yang terpadat yaitu 9.392 jiwa per km2. Undaan paling rendah kepadatan penduduknya yaitu 1.040 jiwa per km2. Jumlah rumah tangga tahun 2016 ada sebanyak 209.739 rumah tangga, dan diperoleh rata-rata jumlah anggota rumah tangga sebesar 4,01. Angka ini sama bila dibandingkan dengan angka tahun sebelumnya. Jumlah kelahiran selama tahun 2016 sebanyak 10.140 bayi, terdiri dari 5.345 bayi laki-laki dan 4.795 bayi perempuan. Pada tahun 2016 diperoleh angka kelahiran kasar (CBR) sebesar 12,04 yang artinya dari 1000 orang penduduk terdapat kelahiran sebanyak 12 orang/bayi. Sedangkan jumlah kematian selama tahun 2016 sebanyak 6.068 jiwa terdiri dari 3.079 laki-laki dan 2.992 perempuan. Dengan angka kematian kasar (CDR) nya sebesar 7,21.

Tabel 5 Banyaknya Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Kudus Tahun 1995

(31)

23

Tabel 6 Banyaknya Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten

Kudus Tahun 2016

(32)

24

Tenaga kerja yang terampil, merupakan potensi sumber daya manusia

yang sangat dibutuhkan Berdasarkan data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kudus terdapat sebanyak 142.432 orang pekerja yang tersebar di 1.356 perusahaan, dimana sebagian besar adalah pekerja perempuan sebesar 69,76 persen. Dari data juga terlihat bahwa pencari kerja lebih banyak bila dibandingkan dengan lapangan usaha yang tersedia. Banyaknya pencari kerja pada tahun 2015 sebanyak 5.857 orang sesuai dengan permintaan/kebutuhan tenaga kerja yaitu sebesar 5.857 orang.

(33)

25

3.3 ASPEKSOSIAL

Penduduk yang bersekolah secara umum mengalami fluktuasi selama

periode tahun ajaran 2012/2013 2016/2017, hal ini dapat dilihat dari

(34)

26

Tabel 9 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru Taman Kanak-Kanak Menurut Kecamatan dan

Status Sekolah di Kabupaten Kudus Tahun 2016

(35)

27

Tabel 11 Banyaknya Sekolah, Murid, dan Guru Setingkat SD Non Depdiknas (MI) Menurut

Kecamatan dan Status Sekolah di Kabupaten Kudus Tahun Pelajaran 2016/2017

(36)

28

Tabel 13 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru SLTP Swasta Tahun Pelajaran 2016/2017 dan

Yang Lulus Ujian Nasional (UN) di Kabupaten Kudus Tahun Pelajaran 2015/2016

(37)

29

Tabel 15 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru SLTA (Negeri dan Swasta) Tahun Pelajaran

2016/2017 dan Yang Lulus Ujian Nasional (UN) di Kabupaten Kudus Tahun Pelajaran 2015/2016

(38)

30

Tabel 17 Banyaknya Mahasiswa, Dosen Tahun Akademik 2016/2017 dan Lulusan Perguruan

(39)

31

Peningkatan sarana kesehatan sangat di perlukan sebagai upaya dalam

(40)

32

Tabel 18 Banyaknya Rumah Sakit Umum Pemerintah dan Swasta serta Tempat Tidur Menurut

Kecamatan di Kabupaten Kudus Tahun 2016

(41)

33

Tabel 20 Banyaknya Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas dan Balai Pengobatan) Menurut

Kecamatan di Kabupaten Kudus Tahun 2016

(42)

34

Suasana kerukunan hidup beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan

Yang Maha Esa sangat didambakan masyarakat. Beragam tempat peribadatan, merupakan salah satu bukti kerukunan agama di antara umat. Tempat peribadatan yang tersedia di Kabupaten Kudus pada tahun 2016 adalah 664 Masjid, 2.026 Mushola/Langgar, Gereja Kristen 24 buah, Gereja Katholik 4 buah, Vihara Budha 8 buah dan Klenteng 4 buah. Dari data terlihat Agama Islam dianut sebagian besar penduduk Kabupaten Kudus sebesar 97,84 persen, dan diikuti agama Kristen Protestan sebesar 1,44 persen.

Tabel 22 Banyaknya Tempat Peribadatan Menurut Kecamatan di Kabupaten Kudus Tahun

(43)

35

3.4 ASPEKPERTANIAN

(44)

36

Tabel 23 Luas Tanam Tanaman Pangan di Lahan Pertanian (Sawah + Bukan Sawah) Menurut

Jenis Tanaman di Kabupaten Kudus Tahun 2012-2016 (Ha)

(45)

37

Tabel 24 Luas Tanam Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman di Kabupaten

Kudus Tahun 2012-2016 (Ha)

(46)

38

Tabel 25 Populasi Ternak Menurut Jenis dan Kecamatan di Kabupaten Kudus Tahun 2016

(Ekor)

(47)

39

Tabel 26 Produksi Perikanan Menurut Tempat Produksi dan Kecamatan di Kabupaten Kudus

(48)

40

Untuk luas hutan yang ada di Kabupaten Kudus, baik hutan produksi,

hutan lindung maupun hutan lainnya luasnya tidak mengalami perubahan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dari total luas hutan BKPH yaitu 3.531,2 Ha, sebagian besar (45,04 persen) diperuntukkan untuk hutan produksi, dan sisanya untuk hutan lindung.

Tabel 27 Luas Hutan BKPH menurut Jenis Peruntukannya di Kabupaten Kudus Tahun

(49)

41

3.5 ASPEKINDUSTRI

Sektor Industri merupakan tiang penyangga utama dari perekonomian Kabupaten Kudus dengan kontribusi sebesar 81,06 persen terhadap PDRB Kabupaten Kudus. Sektor ini dibedakan dalam kelompok industri besar, industri sedang, industri kecil dan industri rumahtangga. Menurut BPS, Industri Besar adalah perusahaan dengan tenaga kerja 100 orang atau lebih, Industri Sedang adalah perusahaan dengan tenaga kerja antara 20 s/d 99 orang, Industri Kecil adalah perusahaan dengan tenaga kerja antara 5 s/d 19 orang dan Industri Rumahtangga punya tenaga kerja kurang dari 5 orang. Data yang diperoleh dari Dinas Perinkop pada tahun 2016 menyatakan ada 12.881 unit perusahaan industri/unit usaha di kabupaten Kudus. Angka tersebut mencakup seluruh perusahaan (unit usaha) industri baik yang besar/sedang ataupun industri kecil/rumah tangga. Bila dibandingkan tahun 2015 terjadi penurunan jumlah unit usaha industri sebesar 0,15 persen. Untuk nilai produksi mengalami peningkatan bila dibandingkan dari tahun sebelumnya. Tercatat nilai produksi pada tahun 2016 adalah sebesar 143,09 trilyun atau meningkat sebesar 4,00 persen. Hal Ini menandakan bahwa kabupaten Kudus merupakan daerah yang cukup strategis dilihat dari segi industrinya.

(50)

42

Tabel 28 Banyaknya Perusahaan Industri dan Jumlah Tenaga Kerja Menurut Kecamatan di

Kabupaten Kudus Tahun 2015-2016

Tabel 29 Banyaknya Perusahaan Industri dan Nilai Produksi Menurut Kecamatan di

(51)

43

Tabel 30 Jumlah Perusahaan Industri Besar/Sedang Menurut Kecamatan di Kabupaten Kudus

Tahun 2014

Tabel 31 Jumlah Perusahaan Industri Besar/Sedang Menurut Jenis Industri dan Jumlah

(52)

44

Tabel 32 Produksi Rokok Menurut Bulan dan Jenis Produksi di Kabupaten Kudus Tahun 2016

(53)

45

3.6 ASPEKPERDAGANGAN

Potensi ekonomi suatu daerah khususnya sektor perdagangan dapat diketahui dari banyaknya pasar yang ada. Pasar merupakan media pertemuan antara penjual dan pembeli, sehingga semakin ramai transaksi terjadi berarti semakin tinggi pula potensi sektor perdagangan. Data dari Dinas Perdagangan dan Pengelolaan Pasar Kabupaten Kudus, pada tahun 2016, terdapat 75 pasar modern, 6 buah pasar daerah, 25 buah pasar desa dan 2 buah pasar hewan. Dimana jumlahnya adalah 108 pasar. Jumlah tersebut merupakan jumlah yang cukup besar jika di bandingkan dengan jumlah kecamatan yang ada, atau rata-rata per kecamatan ada sekitar 10 sampai 11 buah pasar. Banyaknya penyaluran Gas LPG 3 Kg selama tahun 2016 yang lalu yaitu 7.34 juta tabung. Pita cukai rokok yang dihasilkan oleh Kabupaten Kudus selama tahun 2016 yang lalu tercatat sebesar 29,96 trilyun rupiah. Jika dibandingkan dengan tahun 2015 ada kenaikan sebesar 14,08 persen. Nilai tersebut dihasilkan dari SKM (Sigaret Kretek Mesin) sebanyak 26,10 trilyun atau 87,11 persen, SKT (Sigaret Kretek Tangan) sebesar 3,86 trilyun atau 12,89 persen dan rokok klobot 146,22 juta rupiah atau 0,0005 persen.

Tabel 33 Banyaknya Pasar Menurut Kecamatan dan Jenis Pasar di Kabupaten Kudus Tahun

(54)

46

Tabel 34 Banyaknya Penyaluran Gas LPG 3 Kg Menurut Bulan di Kabupaten Kudus Tahun

2012-2016 (Tabung)

Tabel 35 Besarnya Nilai Penggunaan Pita Cukai Rokok Menurut Jenis dan Bulan di Kabupaten

(55)

47

3.7 ASPEKKEUANGAN

(56)

48

Tabel 36 Rekapitulasi Anggaran dan Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten

Kudus Tahun 2016 (Juta Rp)

(57)

49

Tabel 38 Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2012-2016 (Juta Rupiah)

(58)

50

persen yang diperuntukkan sebagian besar sebagai modal kerja/usaha.

Sedangkan untuk kredit mikro, kecil dan menengah yang diberikan bank umum/BPR, nilai total kreditnya adalah sebesar 2,05 trilyun rupiah yang sebagian besar digunakan untuk modal kerja.

Tabel 39 Penerimaan Cukai Tembakau, Cukai Lainnya dan Penerimaan Lainnya di Kabupaten

(59)

51

Angka/laju inflasi tahun 2016 untuk Nasional adalah sebesar 3,02

persen, untuk Semarang sebesar 2,36 persen, sedangkan kabupaten Kudus mengalami inflasi sebesar 2,32 persen. Angka inflasi Kabupaten Kudus tersebut menandakan telah terjadi kenaikan harga barang-barang/jasa secara umum sebesar 2,32 persen dari tahun sebelumnya.

Tabel 40 Perkembangan Laju Inflasi Nasional, Semarang dan Kudus Tahun 2006-2016

(60)

52

3.8 ASPEKPRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO(PDRB)

PDRB sebagai salah satu indikator makro dalam menilik keberhasilan pembangunan. Walaupun tolak ukur ini mulai bergeser pada tolak ukur kualitas sumber daya manusia, akan tetapi pertumbuhan ekonomi tetap memiliki kaitan erat dengan pemerataan pembangunan yang pada akhirnya berpengaruh pula terhadap kesejahteraan penduduk dan pada giliran berikutnya akan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. PDRB atas dasar harga berlaku di Kabupaten Kudus pada tahun 2016 sebesar 90,15 trilyun rupiah naik sebesar 6,54 persen. Sedangkan untuk nilai PDRB atas dasar harga konstan tahun 2010 sebesar 66,69 trilyun rupiah, naik sebesar 2,53 persen dari tahun sebelumnya. Seperti halnya tahun-tahun sebelumnya lapangan usaha Industri masih menjadi contributor utama, sebagai pemberi andil terbesar dalam PDRB tahun 2016. Kontribusi lapangan usaha Industri Pengolahan untuk PDRB tahun 2016 atas dasar harga berlaku sebesar 81,06 persen, diikuti oleh lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 5,37 persen. Sedangkan kontribusi dari lapangan usaha pertanian dan lapangan usaha lainnya masih di bawah 5 persen, yakni sektor pertanian sebesar 2,36 persen, sektor konstruksi 3,27 persen, sektor keuangan sebesar 1,78 persen, sektor penyedia akomodasi dan makan minum 1,15 persen.

(61)

53

barang/jasa yang dihasilkan yaitu sebesar 2,53 persen disbanding tahun

sebelumnya.

Tabel 41 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan

(62)

54

Tabel 42 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut

(63)

55

BAB 4 PEMBAHASAN

4.1 KEBIJAKANPENGEMBANGANWILAYAH KABUPATENKUDUS

Kebijakan pengembangan wilayah Kabupaten Kudus dituangkan dalam

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kudus Tahun 2012 2032. Rencana

Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kudus Tahun 2012 2032 ditetapkan dengan

Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 16 Tahun 2012. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kudus adalah dokumen rencana umum tata ruang yang memuat tujuan, kebijakan dan strategi, struktur ruang, pola ruang, kawasan strategis, arahan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) disusun untuk menjaga keserasian pembangunan antar sektor dalam rangka pengendalian Program-program Pembangunan Daerah dalam jangka panjang. Rencana tersebut merupakan rumusan tentang kebijaksanaan pengembangan penduduk, rencana pemanfaatan ruang wilayah daerah, rencana lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah dan masyarakat di daerah, rencana perincian tata ruang daerah serta pelaksanaan pembangunan dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan pembangunan dan merupakan dasar dalam mengeluarkan perijinan lokasi pembangunan.

4.1.1 TUJUAN,KEBIJAKANDANSTRATEGI PENATAAN RUANGWILAYAH

Penataan ruang Kabupaten bertujuan mewujudkan Kabupaten berbasis industri didukung pertanian, pariwisata, dan sumber daya alam yang berkelanjutan. Kebijakan penataan ruang wilayah meliputi:

a. pengembangan ruang bagi peruntukan industri;

b. pengembangan fungsi pusat pelayanan;

c. peningkatan sektor pertanian dan pariwisata;

d. pelestarian sumber daya alam; dan

e. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan.

(64)

56

pengembangan fungsi pusat pelayanan meliputi a) mengembangkan

prasarana infrastruktur ke arah kawasan peruntukan industri; b) mengembangkan prasarana energi dan penggunaan energi alternatif; c) mengembangkan prasarana sumber daya air yang mencakup jaringan irigasi, penyediaan air baku, pengendalian banjir, drainase, dan jaringan air minum; d) mengembangkan prasarana telekomunikasi dengan pemenuhan kebutuhan

telekomunikasi dan pengaturan menara telekomunikasi; dan e)

mengembangkan prasarana pengelolaan lingkungan.

Gambar 3 Djarum Oasis Kretek Factory

(65)

57

terbangun; dan d) turut serta memelihara dan menjaga aset-aset pertahanan

dan keamanan.

Gambar 4 Masjid dan Menara Sunan Kudus

4.1.2 RENCANASTRUKTURRUANGWILAYAH

Rencana struktur ruang wilayah terdiri atas a) rencana sistem pusat pelayanan; dan b) rencana sistem jaringan prasarana. Rencana sistem pusat pelayanan terdiri atas a) sistem perkotaan; dan b) sistem perdesaan. Rencana sistem perkotaan terdiri atas a) PKW; b) PKLp; dan c) PPK. PKW meliputi Kawasan Perkotaan Kudus yang berfungsi sebagai pusat pelayanan industri, pertanian, dan perikanan. PKLp meliputi Ibukota Kecamatan Jekulo yang berfungsi sebagai kawasan pengembangan industri dan pembangunan industri baru serta pelayanan permukiman. PPK meliputi a) Ibukota Kecamatan Undaan yang berfungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi dan pendukung aktivitas pertanian agropolitan; b) Ibukota Kecamatan Gebog yang berfungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi dan pendukung aktivitas perkebunan; c) Ibukota Kecamatan Dawe yang berfungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi agrobisnis dan pendukung aktivitas wisata dengan karakter wisata alam dan budaya; dan d) Ibukota Kecamatan Mejobo yang befungsi sebagai sebagai pusat kegiatan ekonomi dan pendukung aktivitas pertanian.

(66)

58

Kaliwungu yang berfungsi sebagai pusat pengembangan aktivitas industri

kecil; g) Desa Wates Kecamatan Undaan yang berfungsi sebagai pusat distribusi hasil pertanian; dan h) Desa Kalirejo Kecamatan Undaan yang berfungsi sebagai pusat distribusi hasil pertanian. Rencana sistem jaringan prasarana terdiri atas a) sistem jaringan prasarana transportasi; b) sistem jaringan prasarana energi; c) sistem jaringan prasarana telekomunikasi; d) sistem jaringan prasarana sumber daya air; dan e) sistem jaringan prasarana wilayah lainnya.

Gambar 5 Makam Sunan Muria di Desa Colo

4.1.3 RENCANAPOLARUANGWILAYAH

Rencana pola ruang wilayah terdiri atas a) rencana pola ruang kawasan lindung; dan b) rencana pola ruang kawasan budidaya. Kawasan lindung terdiri atas a) kawasan hutan lindung di kawasan hutan Gunung Muria dengan luas kurang lebih 1.473 ha (seribu empat ratus tujuh puluh tiga hektar); b) kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya yang merupakan kawasan resapan air dengan luas sama dengan luas hutan lindung kurang lebih 1.473 ha (seribu empat ratus tujuh puluh tiga hektar) meliputi Kecamatan Gebog dan Kecamatan Dawe; c) kawasan perlindungan setempat yaitu :

sempadan sungai dengan luas keseluruhan kurang lebih 1.069 ha

(seribu enam puluh sembilan hektar) berada di sepanjang kanan dan kiri dari Sungai Gelis, Sungai Piji, Sungai Logung, Sungai Wulan, Sungai Juwana, dan sungai kecil lainnya yang berada di Kabupaten.

kawasan sekitar danau atau waduk meliputi sekitar Waduk Logung

(67)

59

di Desa Ngemplak Kecamatan Undaan dengan luas kurang lebih 11 ha

(sebelas hektar).

kawasan sekitar mata air dengan luas keseluruhan kurang lebih 84 ha

(delapan puluh empat hektar) meliputi Kawasan sekitar Mata Air Menawan berada di Desa Menawan Kecamatan Gebog, Mata Air Bunton berada di Desa Rahtawu Kecamatan Gebog, Mata Air Rejenu berada di Desa Japan Kecamatan Dawe, Mata Air Kaliyitno berada di Desa Ternadi Kecamatan Dawe, Mata Air Tanjungrejo berada di Desa Tanjungrejo Kecamatan Jekulo, Mata Air Asem Doyong berada di Desa Gondoharum Kecamatan Jekulo, dan Mata Air Wonosoco berada di Desa Wonosoco Kecamatan Undaan.

kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal lainnya dengan luas

keseluruhan kurang lebih 1 Ha (satu hektar) meliputi Menara Kudus di Kecamatan Kota dan Makam Sunan Muria di Kecamatan Dawe.

kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada kawasan perkotaan dengan

proporsi paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan, yang secara rinci akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah tentang RDTR Kawasan Perkotaan.

d) kawasan cagar budaya dengan luas keseluruhan kurang lebih 195 ha (seratus sembilan puluh lima hektar) meliputi seluruh wilayah kecamatan; e)

kawasan rawan bencana alam meliputi kawasan rawan tanah longsor (Desa

(68)

60

di sekitar mata air; dan g) kawasan lindung lainnya adalah kawasan

perlindungan plasma nutfah yang tersebar di seluruh wilayah kecamatan.

Rencana Pola Ruang Kawasan Budidaya terdiri atas a) kawasan peruntukan hutan produksi; b) kawasan peruntukan hutan rakyat; c) kawasan peruntukan pertanian; d) kawasan peruntukan perikanan; e). kawasan peruntukan pertambangan; f) kawasan peruntukan industri; g) kawasan peruntukan pariwisata; h) kawasan peruntukan permukiman; dan i) kawasan peruntukan pertahanan.

Gambar 6 Kawasan Gunung Muria

4.1.4 PENETAPAN KAWASANSTRATEGIS

Penetapan kawasan strategis kabupaten meliputi a) kawasan strategis pertumbuhan ekonomi; b) kawasan strategis sosial budaya; dan c) kawasan strategis fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Kawasan strategis pertumbuhan ekonomi meliputi :

Kawasan Perkotaan Kudus meliputi seluruh Kecamatan Kota, seluruh

Kecamatan Bae, seluruh Kecamatan Jati, sebagian Kecamatan Kaliwungu, sebagian Kecamatan Gebog dan sebagian Kecamatan Mejobo.

Kawasan Perkotaan Jekulo dengan fungsi utama sebagai kawasan

pengembangan industri baru dan pelayanan permukiman meliputi Desa Klaling, Desa Jekulo, Desa Hadipolo, Desa Tanjungrejo, Desa Honggosoco, Desa Pladen, sebagian Desa Terban dan sebagian Desa Gondoharum.

Kawasan strategis sosial budaya meliputi :

kawasan sekitar situs Pati Ayam Desa Terban Kecamatan Jekulo meliputi

(69)

61

hektar) dan zona pengembangan dengan luas kurang lebih 81 Ha

(delapan puluh satu hektar).

kawasan permukiman perkotaan di sekitar Menara Kudus; dan

kawasan Muria.

Kawasan strategis fungsi dan daya dukung lingkungan hidup meliputi Kecamatan Gebog dan Kecamatan Dawe.

Gambar 7 Pura Grup

Gambar 8 Situs Patiayam

4.2 KEBIJAKANPEMBANGUNANINFRASTRUKTURDI KABUPATEN KUDUS

Kebijakan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Kudus saat ini mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)

Kabupaten Kudus Tahun 2005 2025 dan Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kudus Tahun 2013 - 2018. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RJPD) Kabupaten Kudus Tahun 2005 - 2025 ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 11 Tahun 2008. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten

Kudus Tahun 2013 2018 ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten

(70)

62

4.2.1 KEBIJAKANPEMBANGUNANINFRASTRUKTURDALAM RPJPD TAHUN 2005- 2025

Pembangunan sarana dan prasarana (infrastruktur) dalam RPJMD Tahun 2005 -2025 ditujukan untuk meningkatkan pemerataan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Upaya tersebut dilaksanakan melalui :

1. mewujudkan kualitas dan kuantitas sarana prasarana yang memadai

guna menunjang perkembangan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan, pemenuhan layanan jasa dan kenyamanan masyarakat seiring dengan perkembangan dan dinamika kebutuhan masyarakat;

2. pengembangan sistem pembangunan perumahan yang diarahkan pada

peningkatan penyediaan perumahan dan lahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, serta peningkatan pemenuhan kebutuhan sarana prasarana dasar bagi Kawasan rumah kumuh / sederhana / tidak layak huni;

3. pengembangan sistem pembangunan air bersih yang diarahkan pada

peningkatan cakupan layanan air bersih dan peningkatan kinerja pengelolaan air bersih untuk wilayah rawan air bersih terutama di Wilayah Kecamatan Undaan;

4. pengembangan sistem penanganan sanitasi (sampah, limbah, drainase)

diarahkan pada peningkatan kesadaran seluruh pihak yang terlibat terhadap pentingnya pengelolaan dan pelayanan sanitasi, serta memberikan ruang yang kondusif bagi masyarakat dan dunia usaha untuk berperan secara aktif dalam pelayanan sanitasi baik di bidang transportasi maupun pengelolaan di TPA/TPS;

5. pengembangan sistem pembangunan sarana prasarana transportasi

diarahkan pada penyediaan sarana prasarana yang mampu

meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas dalam mendukung kegiatan

ekonomi dan sosial budaya terutama

pembangunan/peningkatan/pelebaran/pemeliharaan jalan dan

(71)

63

6. pengembangan sistem pembangunan sumber daya air dan irigasi

diarahkan untuk mencapai keandalan ketersediaan air terutama dengan pembangunan embung/long storage, waduk, empang, pompa, jaringan irigasi, pengendalian mutu air, serta pemanfaatan kembali air empang yang ditunjang oleh keandalan jaringan air meliputi operasional, pemeliharaan, dan rehabilitasi guna meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, khususnya petani melalui pengembangan irigasi

partisipatif;

7. Pengembangan sistem jaringan ketenagalistrikan dan telekomunikasi

yang diarahkan pada pemenuhan kebutuhan energi listrik dan telekomunikasi baik secara kuantitas dan kualitas khususnya untuk mengantisipasi krisis energi listrik dengan mengali potensi pengembangan alternatif energi terbarukan.

Pada tahap pertama pelaksanaan RPJPD (2005 2009), pembangunan

sarana dan prasarana (infrastruktur) diarahkan untuk peningkatan pemerataan pembangunan yang berwawasan lingkungan melalui :

a. pemerataan ketersediaan sarana prasarana dasar perumahan dan

permukiman (termasuk di dalamnya air bersih, persampahan dan sanitasi) terutama bagi masyarakat miskin/kawasan kumuh di perkotaan maupun di perdesaan, dan didukung oleh tersedianya data/dokumen perencanaan yang baik;

b. peningkatan penyediaan fasilitas umum berupa sarana prasarana

transportasi melalui pembangunan/pelebaran/peningkatan jalan dan jembatan, pemeliharaan / rehabilitasi kondisi jalan dan jembatan baik jalan nasional, provinsi, kabupaten, poros desa, jalan lingkungan maupun jalan usaha tani;

c. pengembangan sarana prasarana terminal, sarana angkutan untuk

kelancaran pengangkutan pelayanan penumpang dan barang / jasa;

d. pengembangan fungsi sarana prasarana sumber daya air dan irigasi

Gambar

Tabel 1 Jarak Antara Kota Kudus dengan Beberapa Kota di Jawa (Km)
Gambar 2 Peta Wilayah Kabupaten Kudus
Tabel 2 Pembagian dan Luas Wilayah Administrasi Kabupaten Kudus Tahun 2016
Tabel 3 Banyaknya Hari Hujan Dirinci Per Bulan di Kabupaten Kudus Tahun 2012 – 2016 (Hari)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pelaksanaan pengawasan pembiayaan murābahah sebagai upaya meminimalisir pembiayaan bermasalah di BRI Syariah KCP Metro dan

Ruang lingkup pada “Resort Wisata Dengan Pendekatan Tektonika Arsitektur Di Kota Pagar Alam” yaitu sebuah bangunan yang diperuntukkan untuk fasilitas penginapan bagi para

Latihan kondisi fisik umum adalah latihan fisik yang belum dikaitkan dengan cabang olahraga tertentu. Dengan kata lain pembentukan kondisi fisik tersebut masih

Menurut FASB, kewajiban dalam rerangka konseptual adalah (SFAC No. 35) : Menurut FASB, kewajiban dalam rerangka konseptual adalah (SFAC No. 35) : kewajiban adalah pengorbanan

Berdasarkan hasil pengujian data yang telah dilakukan dan analisis deskripsi diperoleh kesimpulan bahwa berdasarkan garis kontinum Auditor yang bekerja pada BUMN

Dalam menerjemahkan idiom bahasa Inggris ke bahasa Indonesia terjadi pergeseran makna dari penerjemahan foregrounding yaitu terjemahan yang tidak diharapkan pada

Sepanjang bulan Januari, SMGR cuma berhasil membukukan penjualan semen sebesar 2.18 juta ton.. Jumlah ini turun tipis 0.3% jika dibandingkan penjualan Januari 2016 sebesar 2.19

Penelitian ini bertujuan untuk menambah wawasan mengenai ilmu linguistik khususnya pragmatik, yang mengkaji tentang jenis-jenis tuturan ekspresif dan cara